SYOK KARDIOGENIK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pengampun :
Ns. Arief Wahyudi Jadmiko, M. Kep
Di susun Oleh :
Ihza Handika 1610711018
Nida Auliya Rosyad 1610711104
Maya Suryawanti 1610711112
Siti Anisatur Rokhmah 1610711113
Vera Septiana 1610711115
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang “Asuhan Keperawatan
pada Syok Kardiogenik ”. Kami menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Kami percaya di balik semua jerih lelah kami, ada upah
yang sepadan. Dan tentu saja, upah itu adalah pengetahuan.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data
dan juga informasi pada makalah ini. Dengan segala kelebihandan kekurangan dalam
makalah ini kiranya pembaca dapat memahaminya. Dan saran-dan kritik yang membangun
sangat kami terima untuk perbaikan kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 4
1.3Tujuan Penulisan............................................................................................................................ 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
2.1 Prevalensi ...................................................................................................................................... 6
2.2 Pengertian ..................................................................................................................................... 6
2.3 Etiologi.......................................................................................................................................... 7
2.4 Faktor Risiko................................................................................................................................. 8
2.5 Klasifikasi ..................................................................................................................................... 8
2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................................................... 9
2.7 Patofisiologi ................................................................................................................................ 10
2.8 Pathway ....................................................................................................................................... 12
2.9 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................................. 13
2.10 Komplikasi ................................................................................................................................ 14
2.11 Issue dan Trend Penatalaksanaan .............................................................................................. 15
2.12 Prinsip Pendidikan .................................................................................................................... 17
2.13 Algoritma dan Manajemen Kegawatdaruratan ......................................................................... 19
BAB III ................................................................................................................................................. 20
ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................................... 23
BAB IV ................................................................................................................................................. 32
PENUTUP ........................................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Prevalensi
Di Amerika Serikat, insidens syok kardiogenik pada pasien dengan infark
miokardium akut sebesar 5-10%.[1] Di Eropa, prevalensi syok kardiogenik setelah
terjadinya infark miokardium sebesar 5-15%.[2] Berdasarkan ras, Asia memiliki
insidensi syok kardiogenik lebih tinggi (11,4%) dibandingkan dengan pasien berkulit
putih (8%), hitam (6,9%) dan Hispanik (8,6%). Pada dewasa, usia rerata terjadinya syok
kardiogenik adalah antara usia 65-66 tahun.
Sedangkan di Indonesia belum ada data epidemiologi terkait syok kardiogenik. Syok
kardiogenik adalah penyebab kematian utama pada infark koroner akut, dengan angka
mortalitas mencapai 50-90%.[1,3,4] Angka mortalitas meningkat seiring dengan usia.
Mortalitas pasien usia > 75 tahun dengan syok kardiogenik adalah 55%, sedangkan pada
pasien < 75 tahun mortalitas sebesar 29,8%.
2.2 Pengertian
Definisi klinis syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dan bukti hipoksia
jaringan dengan adanya volume intravaskular yang adekuat. Syok kardiogenik adalah
penyebab utama kematian pada infark miokard akut (MI), dengan angka kematian
setinggi 70-90% tanpa adanya perawatan teknis yang agresif dan sangat berpengalaman.
Lihat gambar di bawah.
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan
oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang
menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk,
2003).
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental,
dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung
dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal).
Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik
biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada
temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth,
2001).
2.3 Etiologi
3. Sinus takikardi > 110 kali/menit atau laju nadi < 60 kali/menit
2.5 Klasifikasi
1. Syok Hipovolemik atau oligemik Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak
akibat sekunder dari muntah, diare, luka bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian
ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada
penurunan volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini
yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan
curah jantung yang tidak adekuat.
2. Syok Kardiogenik Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik.
Tekanan arteri sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/
m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak
berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam, ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark ventrikel kiri, yang
menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan
pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas
miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama. Bentuk lain bisa
karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut, biasanya
disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat pada
curah jantung forward (aliran darah keluar melalui katub aorta ke dalam sirkulasi
arteri sistemik) dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.
3. Syok Obstruktif Ekstra Kardiak Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk
mengisi selama diastole, sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke
Volume) dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa karena emboli paru
masif.
4. Syok Distributif Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang
menyebabkan penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok
septic merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan jantung.
b. Tanda Penting
1. Tensi turun < 80-90 mmHg
2. Takipneu dan dalam
3. Takikardi
4. Nadi cepat
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
7. Sianosis
8. Diaforesis (mandi keringat)
9. Ekstremitas dingin
10. Perubahan mental
c. Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai dengan:
1. Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
2. Produksi urin < 20 mL/jam.
3. Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
4. Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi
2.7 Patofisiologi
Siklus dari CS ini dapat menyebabkan kematian jika tidak mendapat penanganan
segera. CS dapat menyebabkan ketidakefektifan kompensasi coroner. Serta
vasokonstriksi sistemik yang dihasilkan dari cedera jantung akut dan volume stroke yang
tidak efektif. Hal ini juga menunjukkan bahwa gangguan mikrosirkulasi jaringan
berkaitan dengan mortalitas pasien selama 30 hari dan perubahan temporal pada SOFA
(Sepsis - Related Organ Failure Assessment) skor dan dapat ditingkatkan dengan MCS.
Faktanya, saat ini diketahui bahwa CS dapat menyebabkan gangguan akut dan
subakut pada seluruh sistem peredaran darah, termasuk pembuluh darah perifer.
Ekstremitas dan hipoperfusi organ vital tetap menjadi ciri klinis dari. Stroke volume
yang tidak efektif adalah peristiwa yang memicu, kompensasi koroner, dan sirkulasi
yang tidak memadai juga dapat berkontribusi terhadap ketidakstabilan koroner.
Vasokonstriksi perifer dapat meningkatkan perfusi coroner ditandai dengan peningkatan
afterload.
Peradangan sistemik yang dipicu oleh cedera jantung akut dapat menyebabkan
vasodilatasi patologis. Sintase nitrat oksida (NO) endotel dan diinduksi dapat berperan
aktif dalam produksi kadar NO yang tinggi, bersama dengan peroksinitrit, yang memiliki
efek inotropik negatif dan bersifat kardiotoksik.
Mediator inflamasi lainnya seperti interleukin dan faktor nekrosis tumor juga dapat
berkontribusi terhadap vasodilatasi sistemik dan berkaitan dengan mortalitas pada
CS.Selain itu, perdarahan dan transfusi dapat dikaitkan dengan kematian. Perubahan
eritrosit NO biologi dari darah yang disimpan dapat menyebabkan vasokonstriksi,
agregasi trombosit, dan pengiriman oksigen yang tidak efektif, sedangkan transfusi darah
yang disimpan juga dapat berkontribusi terhadap peradangan.
2.8 Pathway
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).
2.10 Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmia
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
Syok kardiogenik merupakan komplikasi lanjutan dari Infark miokardium, ada
tahapan atau durasi yang dapat menjadikan syok kardiogenik mengalami perbukukan
seperti pada bagan di bawah ini :
2.11 Issue dan Trend Penatalaksanaan
Syok kardiogenik adalah keadaan darurat yang membutuhkan terapi resusitasi
segera sebelum kerusakan permanen organ vital. Diagnosis cepat dengan inisiasi terapi
farmakologis yang cepat untuk menjaga tekanan darah dan untuk mempertahankan
dukungan pernafasan bersama dengan pembalikan penyebab yang mendasari
memainkan peran penting dalam prognosis pasien dengan syok kardiogenik.
Pemulihan awal darah koroner adalah intervensi yang paling penting dan
merupakan terapi standar untuk pasien dengan syok kardiogenik karena infark miokard.
1. Manajemen medis
Tujuan dari manajemen medis adalah untuk mengembalikan curah jantung dan
mencegah kerusakan organ akhir yang tidak dapat diperbaiki dengan cepat.
a. Pilihan optimal agen vasoaktif pada syok kardiogenik tidak jelas.
b. Norepinefrin lebih disukai daripada dopamin pada pasien dengan hipotensi
berat (tekanan darah sistolik kurang dari 70 mm Hg) atau hipotensi yang tidak
responsif terhadap pengobatan lain karena dopamin dikaitkan dengan tingkat
aritmia yang lebih tinggi dan risiko kematian yang lebih tinggi pada populasi
pasien ini. Namun, norepinefrin harus digunakan dengan hati-hati karena
dapat menyebabkan takikardia dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard
pada pasien dengan infark miokard baru-baru ini.
c. Dobutamine banyak digunakan, memiliki sifat agonis beta-1 dan beta-2, yang
dapat meningkatkan kontraktilitas miokard, menurunkan tekanan diastolik
akhir ventrikel kiri dan meningkatkan curah jantung
d. Milrinone, juga inotrop yang banyak digunakan, telah terbukti mengurangi
tekanan pengisian ventrikel kiri,
e. Larutan ringer salin atau laktat yang lebih besar dari 200 ml per 15 sampai 30
menit diindikasikan pada pasien tanpa tanda-tanda kelebihan cairan.
f. Terapi fibrinolitik harus diberikan kepada pasien yang merupakan kandidat
yang tidak cocok untuk intervensi koroner perkutan atau graft bypass arteri
koroner, jika tidak ada kontraindikasi.
g. Pasien dengan infark miokard atau sindrom koroner akut diberikan aspirin
dan heparin. Mereka telah terbukti efektif dalam mengurangi angka kematian.
h. Diuretik seperti furosemide berperan dalam menurunkan volume dan edema
plasma dan dengan demikian menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
Ini terkait dengan peningkatan kompensasi resistensi pembuluh darah perifer.
Dengan terapi berkelanjutan, cairan ekstraseluler dan volume plasma kembali
hampir ke tingkat pra-perlakukan.
i. Hipotermia terapeutik dibuat untuk pasien henti jantung di luar rumah sakit
dengan ritme yang dapat mengejutkan untuk mencegah cedera otak dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
2. Prosedur
a. Penempatan garis sentral berperan dalam resusitasi cairan, akses untuk
berbagai infus, dan memungkinkan pemantauan invasif tekanan vena sentral.
b. Penempatan garis arteri berguna dalam memberikan pemantauan tekanan
darah terus menerus terutama pada pasien yang membutuhkan agen inotropik
c. Ventilasi mekanis diindikasikan pada pasien dengan syok kardiogenik untuk
oksigenasi dan perlindungan jalan napas.
3. Intervensi Koroner Perkutan dan Bypass Arteri Koroner
a. Intervensi koroner perkutan primer (PCI) harus dilakukan, terlepas dari
waktu tunda sejak timbulnya infark miokard.
b. Pencangkokan bypass arteri koroner yang mendesak diindikasikan pada
pasien dengan anatomi koroner yang tidak setuju dengan PCI.
Syok kardiogenik tidak dapat sepenuhnya dicegah, namun edukasi dan promosi
kesehatan mengenai tanda dan gejala awal infark miokard penting supaya diagnosis
dapat dilakukan sedini mungkin.
Edukasi pasien
Pasien sebaiknya diberikan edukasi mengenai tanda dan gejala awal dari sindrom
koroner akut. Syok kardiogenik dapat dibantu dengan diagnosis sedini mungkin dan
memulai tata laksana korektif lebih cepat. Untuk itu, pasien perlu diedukasi untuk
segera datang ke layanan kesehatan terdekat jika mengalami tanda dan gejala awal
sindrom koroner akut. Berikan juga edukasi mengenai faktor risiko penyakit jantung,
terutama yang bisa diubah, seperti merokok, diet, olahraga.
Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan terkait pencegahan primer dan sekunder pada pasien yang
berpotensi mengalami syok kardiogenik.
1. Pencegahan primer
Dokter harus berperan dalam promosi kesehatan terkait pencegahan primer
yang dapat dilakukan pasien. Pencegahan ini adalah terkait faktor risiko penyakit
jantung yang dapat diubah, yakni dengan berhenti merokok, mengontrol diet
(menghindari makanan berlemak tinggi dan makanan cepat saji, serta perbanyak sayur
dan buah), menjaga berat badan ideal, serta berolahraga secara rutin.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan pasien adalah dengan mengontrol
penyakit-penyakit yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan dislipidemia. Edukasikan pada pasien yang memiliki
penyakit tersebut untuk minum obat secara teratur, tidak putus obat, serta kontrol
teratur.
2. Pencegahan sekunder
Promosi kesehatan untuk pencegahan sekunder pada pasien yang memiliki
riwayat sindrom koroner akut dengan mempersiapkan nitrogliserin pada pasien untuk
dikonsumsi saat terjadi gejala awal.
2.13 Algoritma dan Manajemen Kegawatdaruratan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian
A. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway : tidak terdapat hambatan jalan nafas klien bersih
2. Breathing : RR : 26x/menit, dada klien simetris, saturasi O2 dari 99,9%
3. Circulation : tekanan darah 60/50 mmHg, nadi 150 kali/ menit,
4. Disability : penurunan tingkat kesadaran
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak Setelah diberikan 1. Evaluasi 1. Respon pasien
efektif berhubungan asuhan keperawatan frekuensi berfariasi.
dengan pertukaran gas selama 3x 24 jam pernafasan dan Kecepatan dan
ditandai dengan sesak diharapkan pola kedalaman. Catat upaya mungkin
nafas, gangguan nafas efektif upaya pernafasan, meningkat
frekwensi pernafasan, contoh adannya karena nyeri,
batuk-batuk kriteria hasil : dispnea, takut, demam,
1. Klien tidak sesak penggunaan obat penurunan
nafas. bantu nafas, volume sikulasi
2. Frekueensi pelebaran nasal. (kehilangan
pernafasan darah atau
normal. cairan),
3. Tidak ada batuk- akumulasi
batuk. secret, hipoksia
§ atau distensi
gaster.
§ Penekanan
pernapasan
§ (penurunan
kecepatan)
dapat terjadi
dari pengunaan
analgesik
berlebihan.
Pengenalan
disini dan
pengobatan
ventilasi
abnormal dapat
mencegah
komplikasi.
2. Auskultasi
bunyi napas
2. Auskultasi bunyi ditujukan untuk
nafas. Catat area mengetahui
yang menurun adanya bunyi
atau tidak napas tambahan.
adannya bunyi
nafas dan adannya
bunyi nafas
tambahan, contoh 3. Meningkatkan
krekels atau pengiriman
ronchi. oksigen ke paru-
3. Kalaborasi paru untuk
dengan beriakan kebutuhan
tambahan oksigen sirkulasi,
dengan kanula khususnya
atau masker adanya
sesuai indikasi. penurunan/
gangguan
ventilasi.
2. Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Lihat pucat, 1. Vasokontriksi
perfusi jaringan askep 3x24 jam sianosis, belang, sistemik
perifer berhubungan diharapkan perfusi kulit dingin, atau diakibatkan
dengan gangguan jaringan perifer lembab. Catat karena
aliran darah sekunder efektif dengan kekuatan nadi penurunan curah
akibat gangguan Kriteria hasil : perifer. jantung
vaskuler ditandai 1. Klien tidak nyeri mungkin
dengan nyeri, cardiac 2. Cardiac output dibuktikan oleh
out put menurun, normal penurunan
sianosis, edema (vena) 3. Tidak terdapat perfusi kulit dan
sianosis penurunan nadi.
4. Tidak ada edema - Menurunkan statis
(vena) vena,
§ - Dorong latihan meningkatkan
kaki aktif atau aliran balik vena
pasif, hindari dan menurunkan
latihan isometrik. resiko
§ tromboflebis.
§
2. Kalaborasi - Indikator perfusi
- Pantau data atau fungsi
laboratorium,cont organ
oh : GBA, BUN,
creatinin, dan - Dosis rendah
elektrolit heparin
- Beri obat sesuai mungkin
indikasi: heparin diberika secara
atau natrium profilaksis pada
warfarin pasien resiko
(coumadin). tinggi dapat
untuk
menurunkan
resiko
trombofleblitis
atau
pembentukan
trombusmural.
Coumadin obat
pilihan untuk
terapi anti
koangulan
jangka
panjang/pasca
pulang.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. Etiologi syok kardiogenik antara lain: Penyakit jantung iskemik, obat-obatan
yang mendepresi jantung, gangguan irama jantung.
Syok kardiogenik adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam
jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi
jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
4.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika
menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan
segera.Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa shock
cardiogenik, mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk
melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok.
DAFTAR PUSTAKA