Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SYOK KARDIOGENIK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampun :
Ns. Arief Wahyudi Jadmiko, M. Kep

Di susun Oleh :
Ihza Handika 1610711018
Nida Auliya Rosyad 1610711104
Maya Suryawanti 1610711112
Siti Anisatur Rokhmah 1610711113
Vera Septiana 1610711115

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019-2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang “Asuhan Keperawatan
pada Syok Kardiogenik ”. Kami menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Kami percaya di balik semua jerih lelah kami, ada upah
yang sepadan. Dan tentu saja, upah itu adalah pengetahuan.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data
dan juga informasi pada makalah ini. Dengan segala kelebihandan kekurangan dalam
makalah ini kiranya pembaca dapat memahaminya. Dan saran-dan kritik yang membangun
sangat kami terima untuk perbaikan kedepannya.

Dengan menyelesaikan makalah ini,kami mengharapkan banyak maanfaat yang dapat


dipetik dari makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.

Depok, 11November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 4
1.3Tujuan Penulisan............................................................................................................................ 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
2.1 Prevalensi ...................................................................................................................................... 6
2.2 Pengertian ..................................................................................................................................... 6
2.3 Etiologi.......................................................................................................................................... 7
2.4 Faktor Risiko................................................................................................................................. 8
2.5 Klasifikasi ..................................................................................................................................... 8
2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................................................... 9
2.7 Patofisiologi ................................................................................................................................ 10
2.8 Pathway ....................................................................................................................................... 12
2.9 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................................. 13
2.10 Komplikasi ................................................................................................................................ 14
2.11 Issue dan Trend Penatalaksanaan .............................................................................................. 15
2.12 Prinsip Pendidikan .................................................................................................................... 17
2.13 Algoritma dan Manajemen Kegawatdaruratan ......................................................................... 19
BAB III ................................................................................................................................................. 20
ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................................... 23
BAB IV ................................................................................................................................................. 32
PENUTUP ........................................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai
dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan
metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan
kembali (syok ireversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-
keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini yang berguna untuk
penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu
penatalaksanaan yang sesuai.
Satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah
syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh
karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh
akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan
penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka
kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada
penderita syokkardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam
pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman
kematian.
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan
kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark
yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-
akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik
masih merupakan penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di
rumah sakit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang, penulis dapat merumuskan beberapa masalah
yang meliputi:

1. Apa prevalensi syok kardiogenik?


2. Apa definisi Syok kardiogenik?
3. Bagaimana Etiologi pada Syok kardiogenik ?
4. Bagaimana faktor resiko pada syok kardiogenik ?
5. Bagaimana klasifikasi pada syok kardiogenik ?
6. Bagaimana manifestasi klinik pada Syok kardiogenik?
7. Bagaimana pathofisiologi Syok kardiogenik?
8. Bagaimana pathway pada Syok kardiogenik?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada Syok kardiogenik?
10. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada Syok kardiogenik?
11. Bagaimana komplikasi pada Syok kardiogenik?
12. Bagaimana algoritma pada Syok kardiogenik?
13. Bagaimana trend dan issue penangnaan Syok kardiogenik?
14. Bagaimana asuhan keperawatan padasyok kardiogenik?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang pengertian,
etiologi, manifestasi klinik, pathofisiologi, Pathway, penatalaksanaan, pemeriksaan
penunjang, komplikasi, algoritma, trend dan issue penangannan pada Syok kardiogenik
dan asuhan keperawatan pada Syok kardiogenik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prevalensi
Di Amerika Serikat, insidens syok kardiogenik pada pasien dengan infark
miokardium akut sebesar 5-10%.[1] Di Eropa, prevalensi syok kardiogenik setelah
terjadinya infark miokardium sebesar 5-15%.[2] Berdasarkan ras, Asia memiliki
insidensi syok kardiogenik lebih tinggi (11,4%) dibandingkan dengan pasien berkulit
putih (8%), hitam (6,9%) dan Hispanik (8,6%). Pada dewasa, usia rerata terjadinya syok
kardiogenik adalah antara usia 65-66 tahun.
Sedangkan di Indonesia belum ada data epidemiologi terkait syok kardiogenik. Syok
kardiogenik adalah penyebab kematian utama pada infark koroner akut, dengan angka
mortalitas mencapai 50-90%.[1,3,4] Angka mortalitas meningkat seiring dengan usia.
Mortalitas pasien usia > 75 tahun dengan syok kardiogenik adalah 55%, sedangkan pada
pasien < 75 tahun mortalitas sebesar 29,8%.

2.2 Pengertian
Definisi klinis syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dan bukti hipoksia
jaringan dengan adanya volume intravaskular yang adekuat. Syok kardiogenik adalah
penyebab utama kematian pada infark miokard akut (MI), dengan angka kematian
setinggi 70-90% tanpa adanya perawatan teknis yang agresif dan sangat berpengalaman.
Lihat gambar di bawah.
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan
oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang
menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk,
2003).

Shock kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan


yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang
jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai
dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin
(kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau
tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung
rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)

Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental,
dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)

Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung
dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal).
Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik
biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada
temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth,
2001).

2.3 Etiologi

Terdapat beberapa penyebab dari terjadinya shock kardiogenik, diantaranya:


1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru
dan/atau hipoperfusi iskemik
3. Infark miokard akut ( AMI)
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur
septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-
infark yang lebih kecil
5. Valvular stenosis
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya )
8. Trauma jantung
9. Temponade jantung akut
10. Komplikasi bedah jantung

2.4 Faktor Risiko


Pada pasien dengan STEMI, risiko terjadinya syok kardiogenik akan meningkat pada:

1. Usia > 70 tahun

2. Tekanan darah sistolik < 120 mmHg

3. Sinus takikardi > 110 kali/menit atau laju nadi < 60 kali/menit

4. Seiring waktu sejak onset gejala STEMI.

2.5 Klasifikasi
1. Syok Hipovolemik atau oligemik Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak
akibat sekunder dari muntah, diare, luka bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian
ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada
penurunan volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini
yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan
curah jantung yang tidak adekuat.
2. Syok Kardiogenik Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik.
Tekanan arteri sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/
m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak
berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam, ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark ventrikel kiri, yang
menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan
pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas
miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama. Bentuk lain bisa
karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut, biasanya
disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat pada
curah jantung forward (aliran darah keluar melalui katub aorta ke dalam sirkulasi
arteri sistemik) dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.
3. Syok Obstruktif Ekstra Kardiak Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk
mengisi selama diastole, sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke
Volume) dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa karena emboli paru
masif.
4. Syok Distributif Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang
menyebabkan penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok
septic merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan jantung.

2.6 Manifestasi Klinis


1. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat,
danapprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2. Hipoperfusi jaringan
3. Keadaan mental tertekan/depresi
4. Anggota gerak teraba dingin
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit)
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
8. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
9. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspirasi)
10. Distensi vena jugularis
11. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
12. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
13. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut

Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan :


a. Keluhan Pokok
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.

b. Tanda Penting
1. Tensi turun < 80-90 mmHg
2. Takipneu dan dalam
3. Takikardi
4. Nadi cepat
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
7. Sianosis
8. Diaforesis (mandi keringat)
9. Ekstremitas dingin
10. Perubahan mental

c. Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai dengan:
1. Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
2. Produksi urin < 20 mL/jam.
3. Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
4. Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi

2.7 Patofisiologi

PatofisiologiCS(Cardiogenic Shock)selalu berkaitan dengan MI(Myocardial


Infraction)Secara umum, terjadi depresi/kerusakan berat pada kontraktilitas miokard
yang mengakibatkan berpotensi menurunkan output jantung, tekanan darah rendah,
iskemia koroner lebih lanjut dan pengurangan kontraktilitas koroner.

Siklus dari CS ini dapat menyebabkan kematian jika tidak mendapat penanganan
segera. CS dapat menyebabkan ketidakefektifan kompensasi coroner. Serta
vasokonstriksi sistemik yang dihasilkan dari cedera jantung akut dan volume stroke yang
tidak efektif. Hal ini juga menunjukkan bahwa gangguan mikrosirkulasi jaringan
berkaitan dengan mortalitas pasien selama 30 hari dan perubahan temporal pada SOFA
(Sepsis - Related Organ Failure Assessment) skor dan dapat ditingkatkan dengan MCS.

Faktanya, saat ini diketahui bahwa CS dapat menyebabkan gangguan akut dan
subakut pada seluruh sistem peredaran darah, termasuk pembuluh darah perifer.
Ekstremitas dan hipoperfusi organ vital tetap menjadi ciri klinis dari. Stroke volume
yang tidak efektif adalah peristiwa yang memicu, kompensasi koroner, dan sirkulasi
yang tidak memadai juga dapat berkontribusi terhadap ketidakstabilan koroner.
Vasokonstriksi perifer dapat meningkatkan perfusi coroner ditandai dengan peningkatan
afterload.

Peradangan sistemik yang dipicu oleh cedera jantung akut dapat menyebabkan
vasodilatasi patologis. Sintase nitrat oksida (NO) endotel dan diinduksi dapat berperan
aktif dalam produksi kadar NO yang tinggi, bersama dengan peroksinitrit, yang memiliki
efek inotropik negatif dan bersifat kardiotoksik.

Mediator inflamasi lainnya seperti interleukin dan faktor nekrosis tumor juga dapat
berkontribusi terhadap vasodilatasi sistemik dan berkaitan dengan mortalitas pada
CS.Selain itu, perdarahan dan transfusi dapat dikaitkan dengan kematian. Perubahan
eritrosit NO biologi dari darah yang disimpan dapat menyebabkan vasokonstriksi,
agregasi trombosit, dan pengiriman oksigen yang tidak efektif, sedangkan transfusi darah
yang disimpan juga dapat berkontribusi terhadap peradangan.
2.8 Pathway
2.9 Pemeriksaan Diagnostik

1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).
2.10 Komplikasi

1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmia
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
Syok kardiogenik merupakan komplikasi lanjutan dari Infark miokardium, ada
tahapan atau durasi yang dapat menjadikan syok kardiogenik mengalami perbukukan
seperti pada bagan di bawah ini :
2.11 Issue dan Trend Penatalaksanaan
Syok kardiogenik adalah keadaan darurat yang membutuhkan terapi resusitasi
segera sebelum kerusakan permanen organ vital. Diagnosis cepat dengan inisiasi terapi
farmakologis yang cepat untuk menjaga tekanan darah dan untuk mempertahankan
dukungan pernafasan bersama dengan pembalikan penyebab yang mendasari
memainkan peran penting dalam prognosis pasien dengan syok kardiogenik.

Pemulihan awal darah koroner adalah intervensi yang paling penting dan
merupakan terapi standar untuk pasien dengan syok kardiogenik karena infark miokard.

Manajemen syok kardiogenik meliputi:

1. Manajemen medis
Tujuan dari manajemen medis adalah untuk mengembalikan curah jantung dan
mencegah kerusakan organ akhir yang tidak dapat diperbaiki dengan cepat.
a. Pilihan optimal agen vasoaktif pada syok kardiogenik tidak jelas.
b. Norepinefrin lebih disukai daripada dopamin pada pasien dengan hipotensi
berat (tekanan darah sistolik kurang dari 70 mm Hg) atau hipotensi yang tidak
responsif terhadap pengobatan lain karena dopamin dikaitkan dengan tingkat
aritmia yang lebih tinggi dan risiko kematian yang lebih tinggi pada populasi
pasien ini. Namun, norepinefrin harus digunakan dengan hati-hati karena
dapat menyebabkan takikardia dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard
pada pasien dengan infark miokard baru-baru ini.
c. Dobutamine banyak digunakan, memiliki sifat agonis beta-1 dan beta-2, yang
dapat meningkatkan kontraktilitas miokard, menurunkan tekanan diastolik
akhir ventrikel kiri dan meningkatkan curah jantung
d. Milrinone, juga inotrop yang banyak digunakan, telah terbukti mengurangi
tekanan pengisian ventrikel kiri,
e. Larutan ringer salin atau laktat yang lebih besar dari 200 ml per 15 sampai 30
menit diindikasikan pada pasien tanpa tanda-tanda kelebihan cairan.
f. Terapi fibrinolitik harus diberikan kepada pasien yang merupakan kandidat
yang tidak cocok untuk intervensi koroner perkutan atau graft bypass arteri
koroner, jika tidak ada kontraindikasi.
g. Pasien dengan infark miokard atau sindrom koroner akut diberikan aspirin
dan heparin. Mereka telah terbukti efektif dalam mengurangi angka kematian.
h. Diuretik seperti furosemide berperan dalam menurunkan volume dan edema
plasma dan dengan demikian menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
Ini terkait dengan peningkatan kompensasi resistensi pembuluh darah perifer.
Dengan terapi berkelanjutan, cairan ekstraseluler dan volume plasma kembali
hampir ke tingkat pra-perlakukan.
i. Hipotermia terapeutik dibuat untuk pasien henti jantung di luar rumah sakit
dengan ritme yang dapat mengejutkan untuk mencegah cedera otak dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
2. Prosedur
a. Penempatan garis sentral berperan dalam resusitasi cairan, akses untuk
berbagai infus, dan memungkinkan pemantauan invasif tekanan vena sentral.
b. Penempatan garis arteri berguna dalam memberikan pemantauan tekanan
darah terus menerus terutama pada pasien yang membutuhkan agen inotropik
c. Ventilasi mekanis diindikasikan pada pasien dengan syok kardiogenik untuk
oksigenasi dan perlindungan jalan napas.
3. Intervensi Koroner Perkutan dan Bypass Arteri Koroner
a. Intervensi koroner perkutan primer (PCI) harus dilakukan, terlepas dari
waktu tunda sejak timbulnya infark miokard.
b. Pencangkokan bypass arteri koroner yang mendesak diindikasikan pada
pasien dengan anatomi koroner yang tidak setuju dengan PCI.

SHOCK (Haruskah Kita Muncul Secara Revaskularisasi Koroner Tersumbat


untuk Syok Kardiogenik) data percobaan mengkonfirmasi suatu pendekatan yang
menggabungkan revaskularisasi awal dengan manajemen medis pada pasien dengan
syok kardiogenik yang optimal.
4. Dukungan Peredaran Mekanis
Karena prognosis yang buruk terkait dengan syok kardiogenik, terapi medis
seringkali tidak memadai dan terapi mechanical circulatory support (MCS) untuk
meningkatkan perfusi organ akhir mungkin diperlukan. Evaluasi untuk MCS harus
dilakukan oleh tim multidisiplin yang berpengalaman.
a. Alat bantu peredaran darah perkutan memberikan dukungan hemodinamik
superior dibandingkan dengan terapi farmakologis; ini sangat jelas untuk
perangkat Impella dan Tandem-Heart.
b. Pompa balon intra-aorta dapat dipertimbangkan tetapi lebih kecil
kemungkinannya untuk memberikan manfaat dibandingkan dengan
perangkat MCS lainnya dan tidak boleh digunakan secara rutin tetapi
mungkin masih memainkan peran penting pada pasien dengan regurgitasi
mitral berat akut, defek septum ventrikel, atau ketika perangkat MCS lainnya
tidak bisa ditempatkan
c. Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) diindikasikan pada pasien
dengan oksigenasi buruk yang diharapkan tidak meningkat dengan cepat
dengan perangkat pendukung mekanik sementara alternatif.
d. Pada pasien yang dipilih dengan tepat tidak mungkin pulih dari syok
kardiogenik tanpa dukungan MCS jangka panjang, alat bantu ventrikel dapat
ditanamkan sebagai jembatan untuk pemulihan, jembatan ke jembatan,
jembatan ke transplantasi, atau terapi tujuan.
e. Transplantasi jantung dapat dilakukan pada kandidat yang cocok yang tidak
diharapkan untuk pulih setelah implantasi perangkat MCS dan mungkin satu-
satunya harapan untuk pemulihan jangka panjang yang bermakna. Namun,
itu tetap pilihan yang sangat terbatas karena rendahnya jumlah hati yang
tersedia.
5. Perawatan paliatif pada syok kardiogenik
Rujukan awal ke spesialis perawatan paliatif direkomendasikan sebagai
strategi untuk mengurangi tekanan fisik dan emosional, mengoptimalkan kontrol
gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

2.12 Prinsip Pendidikan

Syok kardiogenik tidak dapat sepenuhnya dicegah, namun edukasi dan promosi
kesehatan mengenai tanda dan gejala awal infark miokard penting supaya diagnosis
dapat dilakukan sedini mungkin.

Edukasi pasien
Pasien sebaiknya diberikan edukasi mengenai tanda dan gejala awal dari sindrom
koroner akut. Syok kardiogenik dapat dibantu dengan diagnosis sedini mungkin dan
memulai tata laksana korektif lebih cepat. Untuk itu, pasien perlu diedukasi untuk
segera datang ke layanan kesehatan terdekat jika mengalami tanda dan gejala awal
sindrom koroner akut. Berikan juga edukasi mengenai faktor risiko penyakit jantung,
terutama yang bisa diubah, seperti merokok, diet, olahraga.
Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan terkait pencegahan primer dan sekunder pada pasien yang
berpotensi mengalami syok kardiogenik.

1. Pencegahan primer
Dokter harus berperan dalam promosi kesehatan terkait pencegahan primer
yang dapat dilakukan pasien. Pencegahan ini adalah terkait faktor risiko penyakit
jantung yang dapat diubah, yakni dengan berhenti merokok, mengontrol diet
(menghindari makanan berlemak tinggi dan makanan cepat saji, serta perbanyak sayur
dan buah), menjaga berat badan ideal, serta berolahraga secara rutin.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan pasien adalah dengan mengontrol
penyakit-penyakit yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan dislipidemia. Edukasikan pada pasien yang memiliki
penyakit tersebut untuk minum obat secara teratur, tidak putus obat, serta kontrol
teratur.
2. Pencegahan sekunder
Promosi kesehatan untuk pencegahan sekunder pada pasien yang memiliki
riwayat sindrom koroner akut dengan mempersiapkan nitrogliserin pada pasien untuk
dikonsumsi saat terjadi gejala awal.
2.13 Algoritma dan Manajemen Kegawatdaruratan
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan pasien Syok Kardiogenik


Seorang laki-laki berusia 27 tahun tiba-tiba pingsan saat sedang menonton TV. Pasien
dibawa ke IGD oleh anggota keluarga sekitar satu jam setelah onset gejala . Pasien
sebelumnya pernah mengalami infark miocard sejak 5 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat
hipertensi, diabetes atau penggunaan obat-obatan terlarang. Pada pemeriksaan fisik pasien
mengalami penurunan tingkat kesadaran berespon setelah mendapatkan rangsangan nyeri (P),
akral dingin, pitting edema dibagian tungkai, distensi vena jugularis meningkat, CRT 4 detik,
tekanan darah 60/50 mmHg, nadi 150 kali/ menit tekanan lemah, dan pernafasan 26 kali/
menit. Pemeriksaan Elektrokardiogram (ECG) menunjukkan sinus tachycardia, dan
gelombang ST depresi serta tanda-tanda old miocard infark. Radiografi toraks menunjukkan
kardiomegali. Penilaian laboratorium menunjukkan hemoglobin 14,2 g / dL, hematokrit
42,9%, leukosit 12,400 / mm3 (neutrofil 78%, eosinofil 2%, limfosit 14% dan monosit 6%),
trombosit 202.000 / mm3, urea 30,5 mg / dL, kreatinin 1,2 mg / dL, potasium 3,8 mEq / L,
natrium 146 mEq / L, glukosa 132 mg / dL, Analisis gas darah arteri : pH 7,22, pCO2 : 34,9
mmHg, pO2: 206 mm Hg, saturasi O2 dari 99,9%, HCO3: 13 mEq / L. Dan perawat telah
memberikan oksigen 4 liter/ menit, nitroglicerin dan pemasangan CVP.

1.1 Pengkajian
A. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway : tidak terdapat hambatan jalan nafas klien bersih
2. Breathing : RR : 26x/menit, dada klien simetris, saturasi O2 dari 99,9%
3. Circulation : tekanan darah 60/50 mmHg, nadi 150 kali/ menit,
4. Disability : penurunan tingkat kesadaran
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.

1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put
menurun, sianosis, edema (vena).
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan
kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.
3.3 Intervensi

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak Setelah diberikan 1. Evaluasi 1. Respon pasien
efektif berhubungan asuhan keperawatan frekuensi berfariasi.
dengan pertukaran gas selama 3x 24 jam pernafasan dan Kecepatan dan
ditandai dengan sesak diharapkan pola kedalaman. Catat upaya mungkin
nafas, gangguan nafas efektif upaya pernafasan, meningkat
frekwensi pernafasan, contoh adannya karena nyeri,
batuk-batuk kriteria hasil : dispnea, takut, demam,
1. Klien tidak sesak penggunaan obat penurunan
nafas. bantu nafas, volume sikulasi
2. Frekueensi pelebaran nasal. (kehilangan
pernafasan darah atau
normal. cairan),
3. Tidak ada batuk- akumulasi
batuk. secret, hipoksia
§ atau distensi
gaster.
§ Penekanan
pernapasan
§ (penurunan
kecepatan)
dapat terjadi
dari pengunaan
analgesik
berlebihan.
Pengenalan
disini dan
pengobatan
ventilasi
abnormal dapat
mencegah
komplikasi.
2. Auskultasi
bunyi napas
2. Auskultasi bunyi ditujukan untuk
nafas. Catat area mengetahui
yang menurun adanya bunyi
atau tidak napas tambahan.
adannya bunyi
nafas dan adannya
bunyi nafas
tambahan, contoh 3. Meningkatkan
krekels atau pengiriman
ronchi. oksigen ke paru-
3. Kalaborasi paru untuk
dengan beriakan kebutuhan
tambahan oksigen sirkulasi,
dengan kanula khususnya
atau masker adanya
sesuai indikasi. penurunan/
gangguan
ventilasi.
2. Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Lihat pucat, 1. Vasokontriksi
perfusi jaringan askep 3x24 jam sianosis, belang, sistemik
perifer berhubungan diharapkan perfusi kulit dingin, atau diakibatkan
dengan gangguan jaringan perifer lembab. Catat karena
aliran darah sekunder efektif dengan kekuatan nadi penurunan curah
akibat gangguan Kriteria hasil : perifer. jantung
vaskuler ditandai 1. Klien tidak nyeri mungkin
dengan nyeri, cardiac 2. Cardiac output dibuktikan oleh
out put menurun, normal penurunan
sianosis, edema (vena) 3. Tidak terdapat perfusi kulit dan
sianosis penurunan nadi.
4. Tidak ada edema - Menurunkan statis
(vena) vena,
§ - Dorong latihan meningkatkan
kaki aktif atau aliran balik vena
pasif, hindari dan menurunkan
latihan isometrik. resiko
§ tromboflebis.

§
2. Kalaborasi - Indikator perfusi
- Pantau data atau fungsi
laboratorium,cont organ
oh : GBA, BUN,
creatinin, dan - Dosis rendah
elektrolit heparin
- Beri obat sesuai mungkin
indikasi: heparin diberika secara
atau natrium profilaksis pada
warfarin pasien resiko
(coumadin). tinggi dapat
untuk
menurunkan
resiko
trombofleblitis
atau
pembentukan
trombusmural.
Coumadin obat
pilihan untuk
terapi anti
koangulan
jangka
panjang/pasca
pulang.

3. Gangguan rasa Setelah diberikan 1. Pantau atau catat 1. Mengetahui


nyaman nyeri askep selama 3x24 karekteristik tingkat nyeri
berhubungan dengan jam, diharapkan nyeri, catat agar dapat
trauma jaringan dan pasien merasa laporan verbal, mengetahui
spasme refleks otot nyaman petunjuk non perencanaan
sekunder akibat Kriteria Hasil : verbal dan repon selanjutnya.
gangguan viseral 1. Tidak ada nyeri hemodinamik (
jantung ditandai 2. Tidak ada contoh: meringis,
dengan nyeri dada, dispnea menangis,
dispnea, gelisah, 3. Klien tidak gelisah,
meringis. gelisah berkeringat,
4. Klien tidak mengcengkram
meringis dada, napas cepat,
TD/frekwensi
jantung berubah).
2. Bantu melakukan
teknik relaksasi,
misalnya napas
dalam perlahan,
perilaku diskraksi,
visualisasi, 2. Membantu
bimbingan dalam
imajinasi. menurunan
3. Kalaborasi persepsi atau
- Berikan obat respon nyeri.
sesuai Memberikan
indikasi, kontrol situasi,
contoh: meningkatkan
analgesik, perilaku positif.
misalnya
morfin, 3. Meskipun
meperidin morfin IV
(demerol). adalah pilihan,
suntikan
narkotik lain
dapat dipakai
fase akut atau
nyeri dada
beulang yang
tidak hilang
dengan
nitrogliserin
untuk
menurunkan
nyeri hebat,
memberikan
sedasi, dan
mengurangi
kerja miokard.
Hindari suntikan
IM dapat
menganggu
indikator
diagnostik dan
tidak diabsorsi
baik oleh
jaringan kurang
perfusi.

4. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan 1. Periksa tanda vital 1. Hipertensi


berhubungan dengan askep selama 3x24 sebelum dan ortostatik dapat
ketidak seimbangan jam, diharapkan segera setelah terjadi dengan
suplay oksigen pasien dapat aktivitas, aktivitas karena
dengan kebutuhan melakukan aktifitas khususnya bila efek obat
(penurunan atau dengan mandiri pasien (vasodilatasi),
terbatasnya curah dengan menggunakan perpindahan
jantung) ditandai Kriteria Hasil: vasolidator, cairan,
dengan kelelahan, 2. Klien tidak diuretik, penyekat (diuretik) atau
kelemahan, pucat mudah lelah beta. pengaruh fungsi
3. Klien tidak jantung.
lemas 2. Penurunan atau
4. Klien tidak pucat 2. Catat respon ketidakmampua
kardio pulmonal n miokardium
terhadap aktivitas, untuk
catat takikardi, meningkatkan
disritmia, dispnea, volume
berkeringat, sekuncup
pucat. selama aktivitas,
dapat
menyebabkan
peningkatan
segera pada
frekwensi
jantung dan
kebutuhan
oksigen, juga
meningkatkan
kelelahan dan
kelemahan.
3. Kaji presipitator 3. Kelemahan
atau penyebab adalah efek
kelemahan, samping dari
contoh beberapah obat
pengobatan, (beta bloker,
nyeri, obat. Trakuiliser dan
sedatif). Nyeri
dan program
penuh stress
juga
memerlukan
energi dan
menyebabkan
kelemahan.
4. Dapat
4. Evaluasi menunjukkan
peningkatan meningkatan
intoleran dekompensasi
aktivitas. jantung dari
pada kelebihan
aktivitas.
5. Pemenuhan
kebutuhan
5. Berikan bantuan perawatan diri
dalam aktivitas pasien tanpa
perawatan diri mempengaruhi
sesuai indikasi, stress miokard
selingi periode atau kebutuhan
aktivitas dengan oksigen
periode istirahat. berlebihan.
6. Peningkatan
bertahap pada
6. Kalaborasi aktivitas
- Adakan menghindari
program kerja jantung
rehabilitasi atau komsumsi
jantung atau oksigen
aktivitas berlebihan.
Penguatan dan
perbaikan fungsi
jantung dibawah
stress, bila
disfusi jantung
tidak dapat
membaik
kembali.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. Etiologi syok kardiogenik antara lain: Penyakit jantung iskemik, obat-obatan
yang mendepresi jantung, gangguan irama jantung.
Syok kardiogenik adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam
jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi
jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

4.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika
menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan
segera.Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa shock
cardiogenik, mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk
melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton A.C., Hall J.E. (1997).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.EGC, Jakarta.


Bakta I Made., Suastika I Ketut.(1987).Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. EGC:
Jakarta
Bruner &Suddarth. (2001).Keperwatan Medikal Bedah.EGC: Jakarta
https://emedicine.medscape.com/article/152191-
overviewhttps://emedicine.medscape.com/article/152191-overview

Anda mungkin juga menyukai