Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di susun oleh :
Arina Amini
1610711096
A. PENGERTIAN
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganan
Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan diturunkan dalam
bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera ataupenyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kiniistilah
tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konseppengkajian yang cepat dan
berfokus dengan suatu cara yangmemungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
sertafasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukanperawatan di UGD
setiap tahunnya. (Pusponegoro, 2010)
B. TUJUAN TRIAGE
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa. Tujuan
kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya, untuk menetapkan tingkat
atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga
kesehatan akan mampu:
Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat.
C. FUNGSI TRIAGE
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang
mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.Beberapa hal yang
mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation / sirkulasi),
jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma
mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
(P2) Setelah dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan
(P3) darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik,
misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya
Tidak gawat tidak Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan
darurat (P4) gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit
kulit, batuk, flu, dan sebagainya
Sistem Klasifikasi
Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf atau tanda. Adapun klasifikasinya sebagai
berikut :
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera
Pasien dibawa ke ruang resusitasi
Waktu tunggu 0 (Nol)
Prioritas 2 atau Urgent
Pasien dengan penyakit yang akut
Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki
Waktu tunggu 30 menit
Area Critical care
Prioritas 3 atau Non Urgent
Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal
Luka lama
Kondisi yang timbul sudah lama
Area ambulatory / ruang P3
Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian
Tidak ada respon pada segala rangsang
Tidak ada respirasi spontan
Tidak ada bukti aktivitas jantung
Hilangnya respon pupil terhadap cahaya
2. Sistem Triage
Non Disaster : Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu
pasien
Disaster: Untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah
banyak
Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
8. Sianosis
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian,
misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang
perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari
5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage
bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian
trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah,
dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien
tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan
dan lokasi pasien di area pengobatan.Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang
awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak
mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis. (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih
dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari
pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi
dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer).
a. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal,
kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus
direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan
muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu
tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain
diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke belakang.
Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan
positif secara intermittena (Alkatri, 2007).
b. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara
hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan
yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari
dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan,
dagu dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan
hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak
membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau
mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera
spinal.
c. Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula,
jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari
tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu
jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat
ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012)
e. Nasopharingeal Airway
Pada penderita yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal lebih
disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima dan lebih kecil
kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).
Teknik yang dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus dengan
tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan
ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa
nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY
jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa naso-
faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah).
Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa.
Patikan jalan nafas sudah bebas.
f. Airway definitif
Terdapat tiga jenis airway definitif yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan
airway surgical (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan
airway definitif didasarkan pada penemuan- penemuan klinis antara lain (ATLS,
2004):
1. Adanya apnea
2. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara-cara yang
lain
3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau
vomitus
4. Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway
5. Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8)
6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
Pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa
dengan cara (Haffen, Karren, 1992) :
Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding
dada yang adekuat.
Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
2. Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan
konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi, yang
menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Sherwood, 2001)..
Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran
darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien
dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin terbukanya airway
merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen.
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-
valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila dilakukan
oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat digunakan untuk
menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004). Cara melakukan pemasangan face-mask
(Arifin, 2012):
a. Posisikan kepala lurus dengan tubuh
b. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka
dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran)
c. Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)
d. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari
manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang
dan memfiksasi sungkup muka
e. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien
f. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan
g. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan kiri
memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama)
h. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
i. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka,
sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir
sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag)
Sedangkan apabila pernafasan tidak membaik dengan terbukanya airway,
penyebab lain harus dicari. Penilaian harus dilakukan dengan melakukan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi pada toraks
3. Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan, Holt, 2008).
Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari
pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi (ATLS,2004).
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Warna kulit
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
c. Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a. femoralis dan a. karotis
(kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat kita
dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen, Karren, 1992):
a. Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmHg sistol
b. Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmHg
sistol
c. Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmHg
sistol
d. Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60 mmHg
sistol
4. Disability, status neurologis
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spina. Cara cepat dalam
mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC
(Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status
neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder. Adapun AVPU adalah :
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai
tingkat kesadaran pasien.
a. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
Membuka mata spontan
Membuka mata jika dipanggil,diperintah atau dibangunkan
Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari
tangan)
Tidak memberikan respon
b. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)
Perhatikan apakah penderita :
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
Disorientasi atau bingung
Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat
Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya)
Tidak memberikan respon
c. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)
Perhatikan apakah penderita :
Melakukan gerakan sesuai perintah
Dapat melokalisasi rangsangan nyeri
Menghindar terhadap rangsangan nyeri
Fleksi abnormal (decorticated)
Ektensi abnormal (decerebrate)Tidak memberikan respon
Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadaran).
Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat kemungkinan penyebab
(Pre-Hospital Trauma Life Support Commitee 2002) :
a. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak
b. Trauma pada sentral nervus sistem
c. Pengaruh obat-obatan dan alkohol
d. Gangguan atau kelainan metabolik
5. Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa
punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti
penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan
cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
DAFTAR PUSTAKA
(375887557-Primary-Survey-Dan-Secondary-Survey, n.d.; 383157359-Lp-Konsep-Igd-Noor-
Asiah-s-kep, n.d.)
375887557-Primary-Survey-Dan-Secondary-Survey. (n.d.).
383157359-Lp-Konsep-Igd-Noor-Asiah-s-kep. (n.d.).