Anda di halaman 1dari 110

KARYA TULIS ILMIAH

PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN NON REBREATHING MASK


PADA GANGGUAN POLA NAFAS PASIEN STEMI
DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS Dr. SOBIRIN
KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2018

Disusun Oleh :

PRENGKI PAHLEZI
NIM : PO.71.20.3.15.049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

LUBUKLINGGAU

TAHUN 2018

41
KARYA TULIS ILMIAH

PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN NON REBREATHING MASK


PADA GANGGUAN POLA NAFAS PASIEN STEMI
DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS Dr. SOBIRIN
KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2018

Disusun untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)

Pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau

Poltekkes Kemenkes Palemban

PRENGKI PAHLEZI

NIM : PO.71.20.3.15.049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

LUBUKLINGGAU

TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :


Nama : Prengki Pahlezi
NIM : PO.71.20.3.15.049
Jurusan : D III Keperawatan Lubuklinggau
Judul : Pemberian Terapi Oksigen Non Rebreathing Mask Pada Gangguan
Pola Napas Pasien STEMI Di Instalasi Gawat Darurat RS Dr.
Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2018

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan (Amd.Kep). Pada Program Studi Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang. Pada Tanggal 13 Juli 2018, dan dinyatakan telah
memenuhi syarat untuk diterima.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Ns. Sapondra Wijaya, S.Kep., M.Kep ( ..............................)

Pembimbing II: Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep. An ( ..............................)

Penguji I : Zuraidah, SKM., MKM ( ..............................)

Penguji II : Hj. Susmini, SKM., M.Kes ( ..............................)

Ditetapkan di : Lubuklinggau
Pada tanggal : Juli 2018
PERNYATAAN PERSETUJUAN SEMINAR
KARYA TULIS ILMIAH

Judul Proposal KTI : Pemberian Terapi Oksigen Non Rebreathing Mask Pada
Gangguan Pola Nafas Pasien STEMI Di Instalasi Gawat
Darurat RS Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun
2018
Nama Mahasiswa : Prengki Pahlezi
NIM : PO.71.20.3.15.049
Pembimbing : 1. Ns. Sapondra Wijaya, S.Kep., M.kep
2. Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An

Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima dan disetujui untuk diajukan dalam
ujian komprehensif Karya Tulis Ilmiah (KTI) Program Studi D-3 Keperawatan
Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang Tahun Akademik 2017/2018.

Lubuklinggau, Juli 2018


Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Sapondra Wijaya, S.Kep., M.kep Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An
NIP: 1985101 021012 2 003

Mengetahui,
Ketua Program Studi D III Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang

H. Jhon Feri, S.Kep., Ns. M.Kes


NIP.19760509 199502 1 001

PANITIA SIDANG KARYA TULIS ILMIAH


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KERAWATAN LUBUKLINGGAU

Lubuklinggau, Juli 2018

Tim Penguji
Pembimbing I

Ns. Sapondra Wijaya, S.Kep., M.Kep

Pembimbing II

Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An


NIP: 1985101 021012 2 003

Penguji I

Zuraidah, SKM., MKM


NIP. 19661217 198911 2 001

Penguji II

Hj. Susmini, SKM., M.Kes


NIP. 19721005 199403 2 003

MOTTO DAN PERSEMBAHAN


MOTTO :

“Life is Adventure”

“ Berkorbanlah untuk mengantarmu pada kesuksesan”

Ku persembahkan karya sederhana ini kepada :

 Allah SWT yang senantiasa memberikan segala nikmat Nya sehingga saya
bisa menyusun Laporan Tugas Akhir ini sampai selesai.

 Ibu Zuraidah, SKM.MKM, Bapak H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku
pembimbing dan Ibu Susmini, SKM, M.Kes, Bapak Cikwi, SKM, M.Kes,
selaku penguji, Ibu Elly Hastuti, SKM, selaku pembimbing akademik
beserta seluruh Dosen dan Staf yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, terima kasih atas bimbingannya dan ilmunya sehingga saya bisa
menyelesaika Laporan Tugas Akhir ini. THANKS YOU SO MUCH MY HERO.

 Ayah Rozali. Z dan Ibu Zainab yang amat sangat aku cintai dan aku
sayangi terima kasih atas segalanya, yang selalu mendoakan dan menanti
kesuksesan anakmu ini dengan perhatian yang tiada henti, I LOVE YOU
MOM and DAD.

 Saudaraku Iskandar, Kartinah, Effendi, Saparudin, Murdani, Marya Ulfa,


Zakiah dan nenek ku, serta keluarga besarku yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, terima kasih telah mendukung dan mendoakan
adikmu ini sehingga bisa membanggakan keluarga, I LOVE YOU SO MUCH.

 Sahabat-sahabatku Frenki Adi Pratama, Hermansyah, Beny Kurnia Salam,


Defri Wahyudin, Angga Detera, Ayu Sinar Sari, Inggar Pangestika, Anggun
Fatdillah, Debbie Shinta E, Istiaisyah Amiyni, dan Andrie Runaldo kalian
semua adalah sahabatku yang takkan mungkin ku lupakan, terima kasih
atas kerjasama dan semangat yang telah kalian berikan dalam
menyelesaikan tugas akhir ini. I LOVE YOU FRIENDS

 Adik bimbingan adek Miming dan adek Imma, semoga kalian bisa sukses
dan jadilah contoh yang baik untuk penerus kalian.

 Teman-teman se almamater angkatata ke XI tercinta, bersama kalian


adalah masa-masa yang terindah dan tak pernah terlupakan di kampus
putih ini.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

KARYA TULIS ILMIAH, JULI 2018

Prengki Pahlezi
Pemberian Terapi Oksigen Non Rebreathing Mask Pada Gangguan Pola
Nafas Pasien Stemi Di Instalasi Gawat Darurat Rs Dr. Sobirin
Kabupaten Musi Rawas Tahun 2018

XII + 85 Halaman + 7 Tabel + 2 Bagan + 5 Lampiran

ABSTRAK

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum


sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat. Pada pasien STEMI, terjadi
penurunan aliran darah koroner secara mendadak akibat oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Tujuan penelitian ini untuk
memperoleh gambaran asuhan keperawatan pada psien STEMI dengan
pemeberian terapi oksigen Non Rebreathing Mask (NRM) mengatasi gangguan
pola nafas. Metode penelitian ini menggunakan desain studi kasus dengan
menggunakan pendekatan asuhan keperawataan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Penatalaksanaan yang
dilakukan kepada 2 orang subjek untuk menggatasi gangguan pola nafas yang
dilakukan adalah pemberian terapi oksigen menggunakan Non Rebreathing Mask
(NRM). Intervensi pendukung yang dilakukan kaji tanda-tanda vital, kaji tingkat
kesadaran/ perubahan mental, observasi adanya sianosis, berikan NRM sesuai
indikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya penurunan sesak nafas
setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan pemberian terapi oksigen
menggunakan Non Rebreathing Mask (NRM) pada pasien STEMI di RS Dr.
Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018. Diharapkan pada perawat diruang
IGD RS Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018 untuk dapat
melaksanakan intervensi keperawatan pemberian terapi oksigen menggunakan
Non Rebreathing Mask (NRM) pada pasien STEMI

Kata Kunci : Gangguan pola nafas, Non Rebreathing Mask, STEMI


Daftar Pustaka : 35 (2005-2017)

HEALTH DEPARTEMENT OF REPUBLIC INDONESIA


POLYTECHNIC OF HEALTH PALEMBANG
THE FIELD OF NURSING

MASTERPIECE WRITE ERUDITELY , JULY 2018


Prengki Pahlezi
Provision Of Non Rebreathing Mask Oxsygen Therapy On Respiratory
Pattern Disorders Stemi Pattients Installed Emergency Room in Dr. Sobirin
Hospital in Musi Rawas Regency in 2018

XII + 85 Pages + 7 List of Tables + 2 List of Charts + 5 List of Attachments

ABSTRACT

ST elevation myocardial infarction (STEMI) is one of the heaviest spectrums of


acute coronary syndrome (ACS). In STEMI patients, there is a sudden decrease in
coronary blood flow due to thrombus occlusion in pre-existing atherosclerotic
plaques. The purpose of this study was to obtain an overview of nursing care in
STEMI patients with the administration of Non Rebreathing Mask (NRM) oxygen
therapy to overcome breathing patterns. This research method using case study
design using approach of keperawataan care that is assessment, nursing diagnoses,
intervention, implementation and evaluation. Management carried out to 2
subjects to overcome the breathing pattern disturbance that was carried out was
the administration of oxygen therapy using Non Rebreathing Mask (NRM).
Supportive interventions performed to assess vital signs, assess level of
consciousness / mental changes, observation of cyanosis, give NRM as indicated.
The results showed that there was a decrease in shortness of breath after nursing
intervention with oxygen therapy using Non Rebreathing Mask (NRM) in STEMI
patients at Dr. Sobirin Musi Rawas Regency in 2018. It is expected that the nurses
in the room of Dr. Sobirin Musi Rawas District in 2018 to be able to implement
nursing oxygen therapy intervention using Non Rebreathing Mask (NRM) in
STEMI patients

Keywords : Breathing pattern disturbance, Non Rebreathing Mask, STEMI,


References : 35 (2005-2017)

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa KTI dengan judul :

PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN NON REBREATHING MASK


PADA GANGGUAN POLA NAPAS PASIEN STEMI
DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS Dr. SOBIRIN
KABUPATEN MUSI RAWAS
TAHUN 2018

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Ahli Madya Keperawatan


pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes
Palembang, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari
KTI yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar
Ahli Madya Keperawatan di lingkungan Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi
manapun. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan KTI ini merupakan hasil
plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia
mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan
aturan tata tertib di Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes
Palembang.

Lubuklinggau, Juli 2018


Yang menyatakan

Prengki Pahlezi
NIM : PO.71.20.3.15.049

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat

waktu. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi

Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang. Saya menyadari

bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini atas bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan saya mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tuaku, dan saudara-saudaraku yang telah banyak memberikan

semangat dan dorongan baik materil maupun spritual.

2. Ibu Drg. Hj. Nur Adiba Hanum, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kemenkes Palembang.

3. Bapak Budi Santoso, Ns, M.Kep, Sp.Kom, selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang.

4. Bapak H. Jhon Feri S.Kep, Ns, M.Kes, selaku Ketua Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

5. Bapak Ns. Sapondra Wijaya, S.Kep.,M.kep Selaku pembimbing utama dalam

Karya Tulis Ilmiah ini yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan

dan arahan kepada penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan.

6. Ibuk Ns. Eva Oktaviani, M.kep., S.Kep. An Selaku pembimbing II dalam

Karya Tulis Ilmiah ini yang telah banyak memberikan masukan dan
bimbingan kepada penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan.

7. Ibuk Zuraidah, SKM, MKM selaku penguji I dalam Karya Tulis Ilmiah ini

yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis

8. Ibuk Hj. Susmini, SKM, M.kes selaku penguji 2 dalam Karya Tulis Ilmiah ini

yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis

9. Seluruh Staf Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau yang telah memberikan bimbingan, selama penulis mengikuti

pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau.

10. Teman-teman se almamater yang tercinta yang telah banyak membantu saya

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan maka

kiranya mohon saran dan masukan demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah saya.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi diri saya sendiri dan pengembangan

ilmu keperawatan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Lubuklinggau, Juni 2017

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ ii

LEMBAR KEASLIAN TULISAN .............................................................. iii

ABSTRAK .................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................... v

DAFTAR TABEL .................................................................................... viii

DAFTAR BAGAN .................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 5

C. Tujuan Penulisan .................................................................. 6

D. Manfaat Studi Kasus ............................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar STEMI............................................................ 7


1. Definisi............................................................................ 7
2. Etiologi............................................................................ 8
3. Patofisiologi..................................................................... 10
4. Web Of Caution STEMI.................................................. 12
5. Komplikasi...................................................................... 13
6. Manifestasi Klinis............................................................ 14
7. Klasifikasi........................................................................ 14
8. Pemeriksaan Penunjang................................................... 15
9. Penatalaksaan.................................................................. 16
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien STEMI............... 17
1. Pengkajian...................................................................... 17
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan................................ 21
3. Intervensi ....................................................................... 23
4. Implementasi ................................................................. 27
5. Evaluasi ......................................................................... 28
C. Masalah Keperawatan Gangguan Pola Napas....................... 29
1. Definisi........................................................................... 29
2. Etiologi........................................................................... 29
3. Batasan Karakteristik..................................................... 30
4. Faktor yang berhubungan............................................... 31
5. Intervensi........................................................................ 31
D. Konsep Pemberian Oksigen Non Rebreathing Mask............ 32
1. Definisi ........................................................................................32
2. Nilai Normal Pernapasan.............................................................. 33
3. Tujuan Pemeberian Oksigen......................................................... 33
4. Indikasi ........................................................................................33
5. Hal-hal yang harus diperhatikan pemebrian NRM....................... 34
6. Keuntungan dan kerugian NRM................................................... 34
7. Metode Pemberian Oksigen Non Rebreathing Mask.................... 35
E. Kerangka Konsep.................................................................. 35

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS

A. Rancangan penelitian ................................................................... 36


B. Subjek penelitian.......................................................................... 36
C. Fokus studi ................................................................................... 37
D. Definisi operasional ..................................................................... 37
E. Tempat dan waktu penelitian........................................................ 37
F. Metode dan instrumen pengumpulan data ................................... 38
G. Analisa data ................................................................................. 39
H. Penyajian data .............................................................................. 39
I. Etika Studi Kasus ......................................................................... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian ...................................................................... 41

1. Gambaran lokasi penelitian............................................... 41

2. Karakteristik subjek penelitian........................................... 41

3. Data Asuhan Keperawatan.................................................. 42

B. Pembahasan............................................................................. 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 83

B. Saran .................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAM

DAFTAR TABEL
A. Halaman

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan


.......................................................................................................

22

Tabel 4.1 Hasil pengkajian dua orang subjek................................................. 43

Tabel 4.2 Analisa data .................................................................................... 47

Tabel 4.3 Diagnosa keperawatan.................................................................... 52

Tabel 4.4 Intervensi keperawatan................................................................... 53

Tabel 4.5 Implemtasi keperawatan................................................................. 63

Tabel 4.6 Evaluasi keperawatan pada subjek I dengan STEMI...................... 67

Tabel 4.7 Evaluasi keperawatan pada subjek II dengan STEMI.................... 68

DAFTAR BAGAN

Halaman
Bagan 2.1 Web Of Caution STEMI….............................................................. 12

Bagan 2.2 Kerangka Konsep …....................................................................... 30

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat izin penelitian


Lampiran 2 Lembar konsultasi proposal

Lampiran 3 Lembar ceklist

Lampiran 4 SOP Non Rebreathing Mask

Lampiran 5 Format pengkajian KMB

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu

spektrum sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat (Kumar & Canon,

2009). Pada pasien STEMI, terjadi penurunan aliran darah koroner secara

mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi

injuri vaskuler. Injuri vaskuler dicetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Alwi, 2014). Kejadian STEMI

sekitar 25-40% dari infark miokard yang dirawat di rumah sakit sekitar 5-6%

dan mortalitas 1 tahunnya sekitar 7-18% (O'Gar, Kushner, Ascheim, Casey,

Chung, & Lemos 2013).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada

tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian

daripada penyakit lainnya. Infark miokard adalah kematian sel miokard

akibat iskemia yang berkepanjangan. Menurut WHO, infark miokard

diklasifikasikan berdasarkan dari gejala, kelainan gambaran EKG, dan

enzim jantung. Infark miokard dapat dibedakan menjadi infark miokard

dengan elevasi gelombang ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi

gelombang ST (NSTEMI) (Thygesen, Alpert, Jaffe, Simoons, , Chaitman.

2012). Menurut data American Heart Association (AHA) tahun 2015, angka

kematian penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat sebesar 31,3%.

Di Indonesia, berdasarkan laporan Direktorat Jendral Pelayanan

Medik (Ditjen Yanmed) tahun 2005, penyakit sistem sirkulasi termasuk

didalamnya penyakit kardiovaskular dan stroke menjadi penyebab


kematian utama.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan prevalensi

penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter atau

gejala sebesar 1,5% (Riskesdas, 2013).

Pada tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa penyakit

jantung koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga

40% berdasarkan presentasi infark miokard (Depkes RI, 2013). IMA tipe

STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan

suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya

(Pratiwi, 2012). Berdasarkan data primer yang penulis dapat dari hasil rekam

medis RS. Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas penderita STEMI pada tahun

2015 berjumlah 24 orang, pada tahun 2016 berjumlah 25 orang, dan pada

tahun 2017 berjumlah 88 orang.

Infark anterio adanya perubahan EKG ST elevasi pada lead V3 -

V4 disebut infark anterior Infark anterior terjadi bila adanya oklusi pada left

anterior desending (LAD). LAD mensuplai darah ke dinding anterior

ventrikel kiri dan 2/3 area septum intraventrikular anterior. Komplikasi dari

STEMI anterior adalah disfungsi ventrikel kiri yang berat yang dapat

mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan shock kardiogenik. Sinus

takikardi merupakan tanda yang umum dijumpai akibat respon

neurohormonal symphatetic untuk mengurangi cardiac output atau tekanan

darah. Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang

bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.


Rasa tidak nyaman di dada dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat

dingin, cemas dan lemas. Itu adalah ciri khas dari STEMI (Pratiwi, 2012).

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti

jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada

pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi

makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Sehingga dapat menyebabkan

gangguan pola napas. Sesak napas bisa disebabkan oleh peningkatan

mendadak tekanan akhir diastol ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas

bisa menimbulkan hiperventilasi termasuk mual dan muntah diakibatkan

karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan

miokard ke traktus gastrointestinal. Bisa menyebabkan Dyspnea takikardia

dan peningkatan frekuensi pernafasan merupakanbeberapa tanda dan gejala

STEMI (Kasron, 2012).

Intervensi keperawatan terapi oksigen untuk Hipoksemia dapat terjadi

akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi akibat gangguan ventrikel kiri.

Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%.

Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama

6 jam pertama. Pemberian oksigen harus diberikan bersama dengan terapi

medis untuk mengurangi nyeri secara maksimal (Antman & Braunwald,

2008).

Non rebreathing mask menggunakan alat yang serupa dengan partial

rebreathing mask, ada kantong penampung, namun pada alat ini juga

terpasang dua katup satu arah (one-way valves). Katup pertama antara
kantong penampung dan masker, katup kedua pada pintu keluar di kedua sisi

masker. Tujuan kedua katup tersebut adalah agar gas yang dihembuskan tidak

masuk ke kantong penampung saat ekspirasi, dan mencegah udara luar masuk

ke masker saat inspirasi. Saat inspirasi, katup di kedua sisi masker tertutup

sedang katup antara kantong penampung dengan masker terbuka, sehingga

oksigen 100% (dari sumber dan kantong penampung) bisa masuk ke masker

dan selanjutnya terhirup. Sebaliknya saat ekspirasi, katup pada kedua sisi

masker terbuka sedang katup antara kantong penampung dengan masker

tertutup, sehingga udara napas yang dihembuskan akan keluar melalui lubang

kanan kiri masker dan tidak bisa masuk ke kantong penampung (Widyanto &

Yamin, 2014).

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa dalam teori tekanan gas

campuran Dalton mengatakan bahwa jika salah satu tekanan gas dalam

campuran gas bertambah maka tekanan parsial gas lain akan menurun,

sehingga penulis ngin mengetahui apakah peningkatan konsentrasi oksigen

dalam Non Rebreathing Mask akan menurunkan tekanan parsial CO 2,

sehingga dapat digunakan untuk menurunkan PaCO2 sambil memperthankan

PaO2 yang tinggi untuk pasien STEMI. Pada pasien STEMI perlu menjaga

kestabilan PaO2 dengan terapi oksigen dan mencegah terjadinya peningkatan

PaCO2, diantaranya dengan menggunakan NRM (Non rebreathing Mask).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan

masalah dalam studi kasus ini adalah “Bagaimanakah pengaruh pemberian


terapi oksigen Non Rebreathing Mask untuk mengurangi gangguan pola

napas pada pasien STEMI di Instalasi Gawat Darurat Rs Dr. Sobirin

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2018 ?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahuinya asuhan keperawatan pada klien dengan ST Elevasi

miocard infark dengan gangguan pola napas di ruang IGD rumah sakit

umum dr Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui pengkajian pada klien dengan ST Elevasi Miokard Infark

dengan gangguan pola napas khususnya di ruang IGD rumah sakit

umum dr Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

b. Diketahui diagnosa keperawatan pada klien dengan ST Elevasi

Infark Miokard dengan gangguan pola napas khususnya di ruang

IGD rumah sakit umum dr Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun

2018.

c. Diketahui perencanaan intervensi keperawatan pada klien dengan ST

Elevasi Miokard Infark dengan gangguan pola napas khususnya di

ruang IGD rumah sakit umum dr Sobirin Kabupaten Musi Rawas

tahun 2018.

d. Diketahui implementasi keperawatan yang tepat dalam asuhan

keperawatan pada klien dengan ST Elevasi Miokard Infark dengan


gangguan pola napas khususnya di ruang IGD rumah sakit dr Sobirin

Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

e. Diketahui mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada

klien dengan ST Elevasi Miokard Infark dengan gangguan pola

napas khususnya di ruang IGD rumah sakit umum dr Sobirin

Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

Untuk memenuhi persyaratan pada ujian akhir dalam mengikuti

pendidikan di Prodi keperawatan Lubuk Linggau. Disamping itu untuk

mendapatkan pengalaman nyata dan sebagai gambaran bagi penulis

dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ST

Elevasi Miokard Infark.

2. Bagi RSUD Kabupaten Musi Rawas

Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi tenaga

kesehatan khususnya yang ada di RSUD Kabupaten Musi Rawas serta

memberikan informasi dan sumbangan pemikiran dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien ST Elevasi Miokard Infark.

3. Bagi Prodi Keperawatan Lubuk Linggau

Hasil penulisan ini bisa untuk memberikan masukan bagi

pengembangan IPTEK dan diharapkan dapat digunakan sebagai referensi


untuk meningkatan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan

gawat darurat yang berkaitan dengan penyakit jantung.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar ST Elevasi Miocard Infark (STEMI)

1. Definisi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi

jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi

trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri

vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,

Simadibrata, & Setiati 2009).

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah

satu spektrum sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat (Kumar

dan Canon, 2009). Pada pasien STEMI, terjadi penurunan aliran

darah koroner secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak

aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner

terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler. Injuri vaskuler

dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan

akumulasi lipid (Alwi, 2014).

2. Etiologi

Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan

penyakit arteri koroner yaitu factor risiko yang dapat dimodifikasi

(modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


(nonmodifiable). Faktor risiko modifiable dapat dikontrol dengan

mengubah gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor

risiko yang nonmodifiable merupakan konsekuensi genetic yang

tidak dapat dikontrol (Smeltzer & Bare 2010).

Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang

dapat diubah (modifiable) yaitu merokok, tekanan darah tinggi,

hiperglikemia, kolesterol darah tinggi, dan pola tingkah laku.

a. Merokok

Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya

karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih

mudah mengikat hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen

yang disuplai ke jantung menjadi berkurang. Asam nikotinat pada

tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan

konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan

menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi

trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan

peningkatan pembentukan thrombus

b. Tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat

menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang

tinggi akan dapat meningkatkan gradien tekanan yang harus


dilawan ileoh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan

tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan

oksigen jantung meningkat.

c. Kolesterol darah tinggi

Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner

memiliki hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air

terikat dengan lipoprotein yang larut dengan air yang

memungkinkannya dapat diangkut dalam system peredaran

darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total,

lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein).

d. Hiperglikemia

Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi

aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan

peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan

pembentukan thrombus.

e. Pola perilaku

Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut

berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan

Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal

sebagai pola tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses

aterogenesis. Hal yang termasuk dalam kepribadian tipe A adalah

mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat,

ambisius,agresif, dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan


pelepasan katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres

memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat serangan.

3. Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya

terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi thrombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya

tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral

sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak

arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi

lokal atau sistemik memicu trombogenesis (Alwi, 2014).

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun

secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang

sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang

berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena

berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika

trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis

mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau

sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada

lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika


mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich

core) (Antono, 2007).

4. Web Of Caution

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah kejantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard


Nekrosis dan terjadi STEMI

Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Resiko
penurunan
Metabolism anaerob Seluler hipoksia
curah jantung

Timbunan asam Integritas membrane sel


laktat meningkat berubah

Gangguan Kontraktilitas turun


pertukaran Intoleransi
gas aktifitas

COP turun Kegagalan pompa


Kelemahan
Permintaan jantung
oksigen
meningkat Nyeri Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

Laju napas
Resiko kelebihan volume
meningkat
cairan ekstravaskuler

Pola napas
1. Bagan 2.1 Web Of Caution
tidak efektif
5. Komplikasi

a. Aritmia

Karena aritma lazim ditemukan pada fase akut IMA, hal ini dapat

pula di pandang seabagai perjalanan penyakit STEMI. Aritma

perlu diobatin bila menyebabkan gangguan hemodinamik,

meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan akibat

mudahnya perluasan infark.


b. Bradikardia sinus

Umumnya disebabkan oleh vagotonia dan sering menyertai IMA

inferior atau posterior.

c. Irama nodal

Irama nodal umumnya timbul karena protective escape

mechanism dan tak perlu diobatin, kecuali bila amat lambat serta

menyebabkan gangguan hemodinamik.

d. Asistolik

Pada keadaan asistolik harus segera dilakukan resusitasi

kardiopulmonal serebral dan di pasang pacu jantung transtorakal.

e. Takikardia sinus

Ditemukan pada sepertiga kasus STEMI dan umumnya sekunder

akibat peningkatan tonus saraf simpatis, gagal jantung, nyeri

dada, perikarditis dan lain lain (Kasron, 2012).

6. Manifestasi Klinik

a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa

terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,

dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang

dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,

pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas. Kelainan lain:

di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.

b. Mual dan muntah


Diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang

disalurkan dari area kerusakan miokard ke traktus gastrointestinal

c. Dyspnea, takikardia dan peningkatan frekuensi pernafasan

d. Keletihan

e. Rasa cemas, gelisah dan kadang marah

Respon psikologis sebagai akibat serangan jantung yang

menyiksa dan ketakutan akan mati serta pengalaman syok dan

nyeri sebelumnya. (Nugroho, 2016)

7. Klasifikasi

Klasifikasi pada infark miokard akut menurut Philip &

Jeremy (2010) yaitu :

a. NSTEMI (Infark miokard non-elevasi segmen ST) adalah oklusi

koroner yang cukup untuk menyebabkan nekrosis

subendokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada

EKG.

b. STEMI (Infark miokard elevasi segmen ST) adala oklusi koroner

yang cukup untuk menyebabkan nekrosis jantung transmural,

meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan

adanya elevasi segmen ST pada EKG.

8. Pemeriksaan penunjang

a. Electrocardiograf (ECG)

Adanya elevasi segmen st pada sadapan tertentu

1) Lead ii, iii, avf : infark inferior


2) Lead v1-v3 : infark anteroseptal

3) Lead v2-v4 : infark anterior

4) Lead 1, av l, v5-v6 : infark anterolateral

5) Lead i, avl : infark high lateral

6) Lead i, avl, v1-v6 : infark anterolateral luas

7) Lead ii, iii, avf, v5-v6 : infark inferolateral

8) Adanya q valve patologis pada sadapan tertentu.

b. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan labolatorium harus dilakukan sebagai bagian

dalam penatalaksana pasien stemi tetapi tidak boleh menghambat

implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan enzim jantung yang

lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (ck), lactic dehydrogenase

(ldh). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah

leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa

jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit

dapat mencapai 12.000-15.000/ul (Kasron, 2012)..

9. Penatalaksanan STEMI

Penatalaksanaan dengan elevasi st mengacu pada data-data dari

evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang

terus berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman

(guideline). Tujuan utama penatalaksana STEMI adalah mendiagnosis

secara cepat, menghilangkan nyeri dada, menilai dan

mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,


memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat penunjang

(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati 2009).

a. Penatalaksana di ruang emergensi

Tujuan tatalaksana di igd adalah mengurangi/menghilangkan

nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan

kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke

ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan

cepat pasien dengan stemi.

1). Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien

dengan saturasi oksigen <90%. Pada semua pasien stemi

tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam

pertama.

2). Nitrogliserin : nitrogliserin sublingual dapat diberikan

dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan

sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien STEMI

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap

tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat

bergantung pada tahap ini (Haryanto, 2013). Tahap ini terbagi atas:

a. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas

Data Subyektif :

a) Kelemahan.

b) Kelelahan.

c) Tidak dapat tidur.

d) Pola hidup menetap.

e) Jadwal olah raga tidak teratur.

Data Obyektif :

a) Takikardi.

b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.

2) Sirkulasi

Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri

koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.

Data Obyektif :

a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan

postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.

b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah /

kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak

teratus (disritmia).

c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin

menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits

atau komplain ventrikel.

d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot

jantung :

1. Friksi ; dicurigai Perikarditis.

2. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.

3. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent ,

perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan

gagal jantung atau ventrikel.

4. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran

mukossa atau bibir.

3) Integritas ego

Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi

takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau

perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.

Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak

mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri

sendiri, koma nyeri.

4) Eliminasi

Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan

Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati

atau terbakar.

Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,

muntah, perubahan berat badan.


6) Hygiene

Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas

perawatan.

7) Neurosensori

Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat

bangun (duduk atau istrahat).

Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.

8) Nyeri atau ketidaknyamanan

Data Subyektif :

a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak

berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat

atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan

viseral).

b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,

dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu

lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,

punggung, leher.

c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap,

tertekan, seperti dapat dilihat.

d) Intensitas: Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin

pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.

e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca

operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.


9) Pernafasan:

Data Subyektif :

a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.

b) Dispnea nocturnal.

c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.

d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Data Obyektif :

a) Peningkatan frekuensi pernafasan.

b) Nafas sesak / kuat.

c) Pucat, sianosis.

d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.

10) Interaksi social

Data Subyektif :

a) Stress.

b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,

perawatan di RS.

Data Obyektif :

a) Kesulitan istirahat dengan tenang.

b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).

c) Menarik diri.

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual


atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan atau sesuai dengan kewenangan

perawat, semua diagnose keperawatan harus didukung oleh data

(Nursalam, 2008).

Beberapa diagnosa keperawatan pada pasien dengan post orif

Fraktur menurut SDKI (2016) adalah sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi

jaringan.

2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi

sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung.

4. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

penurunan konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.

5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya

suplai oksigen ke otot.

3. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi

jaringan

NOC: Status pernafasan

Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis,

dan tanda lain dari hipoksia


Tabel 2.1
INTERVENSI DIAGNOSIS KEPERAWATAN

INTERVENSI RASIONAL
NIC: - Manajemen jalan nafas
- Monitor pernafasan
Mandiri:
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan 1. Kecepatan dan upaya mungkin
kedalaman. Contoh adanya dispnea, meningkat karena nyeri, takut, demam,
penggunaan otot bantu nafas, pelebaran penurunan volume sirkulasi, hipoksia
nasal. atau diatensi gaster.
2. Lihat kulit dan membran mukosa untuk 2. Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga
adanya sianosis. menunjukkan kondisi hipoksia atau
komplikasi paru
3. Tinggikan kepala tempat tidur 3. Merangsang fungsi pernafasan/ekspansi
letakkan pada posisi duduk tinggi atau paru. Efektif pada pencegahan dan
semifowler. perbaikan kongesti paru
4. Memberikan ruang ventilasi yang
4. Posisikan pasien untuk maksimal
memaksimalkan ventilasi 5. Untuk mengetahui adanya suara nafas
tambahan
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya 6. Untuk mengetahui kecepatan , irama san
suara tambahan. kedalaman pernafasan
7. Untuk mengetahui ada tidaknya
6. Monitor kecepatan, irama dan perubahan saturasi oksigen
kedalaman , dan kesulitan bernafas

7. Catat perubahan pada saturasi oksigen

Kolaborasi:
1. Berikan tambahan oksigen dengan 1. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
kanul atau masker, sesuai indikasi untuk kebutuhan sirkulasi khususnya pada
adanya gangguan ventilasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.

NOC: - Kontrol nyeri

- Tingkat nyeri

Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan

nyeri,melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

Tabel 2.2
INTERVENSI DIAGNOSIS KEPERAWATAN

INTERVENSI RASIONAL
NIC: - Manajemen nyeri
Mandiri: 1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri. Pada
1. Selidiki keluhan nyeri dada, iskemia miokardium nyeri dapat memburuk
memperhatikan awitan, faktor dengan inspirasi dalam, gerakan atau
pemberat atau penurun. berbaring dan hilang dengan duduk tegak
atau membungkuk.
2. Berikan posisi semi fowler
2. Memberikan lingkungan yang tenang dan
3. Ajarkan teknik relaksai tidakan kenyamanan. Mislanya merubah
posisi, menggunakan kompres hangat, dan
4. Berikan informasi mengenai nyeri, menggosok punggung
penyebab nyeri
3. Tindakan ini dapat meningkatkan
5. Dorong pasien untuk memonitor nyeri kenyamanan fisik dan emosional pasien.
dan menangani nyeri dengan tepat
4. Agar pasien dapat mengontrol nyeri

5. Supaya nyeri dapat terpantau


Kolaboratif:
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
1. Agen non steroid, mis: 1. Dapat menghilangkan nyeri,
indometasin(indocin);, ASA(aspirin) menurunkan respon inflamasi.
2. Antipiretik mis: ASA/asetaminofen 2. Untuk menurunkan demam dan
(tylenol) meningkatkan kenyamanan.
3. Steroid 3. Diberikan untuk gejala yang lebih berat.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi

sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung.

NOC: Toleransi terhadap aktivitas


Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan

pemahaman tentang pembatasan terapeutik yang diperlukan.

Tabel 2.3
INTERVENSI DIAGNOSIS KEPERAWATAN

INTERVENSI RASIONAL
NIC: - Terapi aktivitas
- Manajemen energi . 1. Miokarditis menyebabkan inflamasi dan
Mandiri kemungkinan kerusakan sel-sel miokardial,
1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas. sebagai akibat GJK. Penurunan pengisian
Perhatikan adanya dan perubahan dalam dan curah jantung dapat menyebabkan
keluhan kelemahan, keletihan, dan pengumpulan cairan dalam kantung
dispnea berkenaan dengan aktivitas perikardial bila ada perikarditis. Akhirnya
endikarditis dapat terjadi dengan disfungsi
katup, secara negatif mempengaruhi curah
jantung.

2. Pantau frekuensi dan irama jantung, 2. Membantu derajad dekompensasi jantung


tekanan darah, dan frekuensi pernapasan and pulmonal penurunan TD, takikardia,
sebelum dan sesudah aktivitas dan selam disritmia, takipnea adalah indikasi
di perluka intoleransi jantung terhadap aktivitas.

3. Mempertahankan tirah baring selama 3. Demam meningkatkan kebutuhan dan


periode demam dan sesuai indikasi. konsumsi oksigen, karenanya meningkatkan
beban kerja jantung, dan menurunkan
toleransi aktivitas
4. Membantu klien dalam latihan progresif
bertahap sesegera mungkin untuk turun 4. Pada saat terjadi inflamasi klien mungkin
dari tempat tidur, mencatat respon tanda dapat melakukan aktivitas yang diinginkan,
vital dan toleransi pasien pada kecuali kerusakan miokard permanen.
peningkatan aktivitas
5 . Ansietas akan terjadi karena proses inflamasi
5. Evaluasi respon emosional dan nyeri yang di timbulkan. Dikungan
diperlukan untuk mengatasi frustasi
terhadap hospitalisasi.

4. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

penurunan konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.

NOC: Perpusi jaringan


Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia.

Mengidentifikassi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.

Tabel 2.4
INTERVENSI DIAGNOSIS KEPERAWATAN

INTERVENSI RASIONAL
NIC: - Manajemen resiko jantung
Mandiri 1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi
1. Pantau irama dan frekuensi jantung saat jantung berupaya untuk
meningkatkan curahnya berespon
2. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan terhadap demam. Hipoksia, dan asidosis
jarak / tonus jantung, murmur, gallop karena iskemia.
S3 dan S4. 2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya
3. Dorong tirah baring dalam posisi semi komplikasi misalnya GJK, tamponade
fowler jantung.
3. Menurunkan beban kerja jantung,
4. Berikan tindakan kenyamanan memaksimalkan curah jantung
misalnya perubahan posisi dan 4. Meningkatkan relaksasi dan
gosokan punggung, dan aktivitas mengarahkan kembali perhatian
hiburan dalam toleransi jantung 5. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas,
5. Dorong penggunaan teknik menejemen meningkatkan relaksasi dan menurunkan
stress misalnya latihan pernapasan dan kerja jantung
bimbingan imajinasi 6. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat
6. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, menyertai endokarditis atau miokarditis
palpitasi, nyeri dada kontinyu.
Perhatikan adanya bunyi napas
adventisius, demam
Kolaboratif :

1. Berikan obat – obatan sesuai dengan 1. Dapat diberikan untuk meningkatkan


indikasi misalnya digitalis, diuretik kontraktilitas miokard dan menurunkan
beban kerja jantung pada adanya GJK
( miocarditis)

5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya

suplai oksigen ke otot.

NOC: Perpusi jaringan

Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi

jaringan adekuat secara individual misalnya mental normal, tanda


vital stabil, kulit hangat dan kering, nadi perifer`ada atau kuat,

masukan/ haluaran seimbang.

Tabel 2.5
INTERVENSI DIAGNOSIS KEPERAWATAN

INTERVENSI RASIONAL
NIC: - Manajemen syok
Mandiri 1 Indicator yang menunjukkan embolisasi
1. Evaluasi status mental. Perhatikikan sistemik pada otak.
terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang, 2 Emboli arteri, mempengaruhi jantung dan /
muntah, peningkatan TD. atau organ vital lain, dapat terjadi sebagai
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba akibat dari penyakit katup, dan/ atau disritmia
yang disertai dengan takipnea, nyeri kronis.
pleuritik, sianosis, pucat.
3. Dapat mencegah pembentukan atau migrasi
3. Tingkatkan tirah baring dengan tepat emboli pada pasien endokarditis. Tirah baring
lama, membawa resikonya sendiri tentang
terjadinya fenomena tromboembolic.

4. Dorong latihan aktif/ bantu dengan 4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran
rentang gerak sesuai toleransi. balik vena karenanya menurunkan resiko
pembentukan thrombus.
Kolaborasi
1. Berikan antikoagulan, contoh heparin, 1. Heparin dapat digunakan secara profilaksis
warfarin (coumadin) bila pasien memerlukan tirah baring lama,
mengalami sepsis atau GJK, dan/atau
sebelum/sesudah bedah penggantian katup.

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh

perawat dan klien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan

keperawatan yang berfokus pada klien dan berorientasi pada hasil,

sebagaimana digambarkan dalam perencanaan. Fokus utama dari

komponen implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang

aman dan individual dengan pendekatan multifokal (Christensen &

Kenney, 2009).
5. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis

dalam mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan

membandingkangkan status kesehatan klien dengan kriteria hasil yang

diinginkan, serta menilai derajat pencapai hasil klien. Evaluasi adalah

suatu aktivitas yang terus menerus (Christensen & Kenney, 2009).

Evaluasi dibagi menjadi 2 komponen, yaitu :

a. Formatif

1) Setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan

2) Evaluasi proses

3) Biasanya berupa catatan perkembangan

b. Sumatif

1) Rekapan terakhir secara paripurna

2) Catatan naratif

3) Penderita pulang atau pindah

Metode evaluasi dengan pendekatan SOAP, yaitu :

a. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari

pasien setelah tindakan yang diberikan terapi oksigen Non

Rebreathing Mask

b. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan

dilakukan terapi oksigen Non Rebreathing Mask


c. Analisi adalah membandingkan antara informasi sebjective dan

objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil

kesimpulan bahwa masalah teratasi

d. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan

berdasarkan hasil analisa.

C. Masalah Keperawatan Gangguan Pola Napas

1. Definisi

Pola napas tidak efektif adalah inspirasi jaringan atau ekspirasi

yang tidak memberikan ventilasi adekuat (SDKI 2016; NANDA,

2015).

2. Etiologi

a. Depresi pusat pernapasan.

b. Hambatan upaya napas (missal: nyeri saat bernapas, kelemahan

otot pernapasan.

c. Deformitas dinding dada.

d. Deformitas tulang dada.

e. Gangguan neuromuscular.

f. Gangguan neurologis (missal: elektroensefalogam EGG positif,

cedera kepala, gangguan kejang).

g. Imaturitas neurologis.

h. Penurunan energy.

i. Obesitas.

j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.


k. Sindrom hipoventilasi.

l. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas).

m. Cedera pada medula spinalis

n. Efek agen farmakologis.

o. Kecemasan.

3. Batasan Karakteristik

Batasan karakteristik dari masalah keperawatan ketidakefektivan

pola napas (NANDA 2015), antara lain:

a. Dispnea

b. Napas pendek

c. Perubahan gerakan dada

d. Napas cuping hidung

e. Penggunaan otot-otot bantu pernapasan

f. Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi

g. Penurunan pertukaran udara permenit

h. Nasal flaring

i. Orthopnea

j. Perubahan penyimpangan dada

k. Pernafasan pursed-lip

l. Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama

m. Peningkatan diameter anterior-posterior

n. Kedalaman pernafasan

4. Faktor yang berhubungan


a. Hiperventilasi

b. Deformitas tulang

c. Kelainan bentuk dinding dada

d. Penurunan energy/kelelahan

e. Perusakan/pelemahan musculoskeletal

f. Obesitas

g. Posisi tubuh

h. Kelelahan otot pernafasan

i. Hipoventilasi sindrom

j. Nyeri

k. Kecemasan

l. Disfungsi neuromuskuler

m. Kerusakan persepsi/kognitif

n. Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang

o. Imaturitas neurologis

5. Intervensi

a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekpansi dada

b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c. Monitor respirasi dann status oksigen

d. Aukultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas seperti

krekels, wheezing

e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.

(NANDA 2016).
D. Konsep Pemberian Oksigen Non Rebreathing Mask

1. Definisi Pemberian Oksigen Non Rebreathing Mask

Non Rebreathing Mask mengalirkan oksigen, konsentrasi

oksigen sampai 80%-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit.

Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara

ekspirasi, karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat

inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang berfungsi

mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka

pada saat ekspirasi (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Pemberian terapi oksigen adalah suatu tata cara pemberian

bantuan gas oksigen pada penderita yang mengalami gangguan

pernapasan ke dalam paru yang melalui saluran pernapasan dengan

menggunakan alat khusus. Pemberian oksigen berupa pemberian

oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan

menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada klien dapat

melalui 3 cara, yaitu melalui kateter nasal, kanula nasal, dan masker

oksigen (Kimmy, 2013).

Non Rebreathing Mask (NRM) adalah masker yang digunakan

dalam pengobatan dengan pemberian O2 yang memberikan konsentrasi

oksigen tertinggi 95- 100% pada kecepatan aliran oksigen 10 - 15 lt/mnt

(Hendrizal, 2013).

2. Nilai normal pernafasan


Menurut (Ikawati, 2011) nilai normal pernafasan adalah sebagai berikut

Bayi : 30-40 x/mnt

Anak : 20-30 x/mnt

Dewasa : 16-20 x/mnt

Lansia : 14-16 x/mnt

3. Tujuan pemberian oksigen Non Rebreathing Mask

Menurut Ni Luh Suciati, 2010 tujuan pemberian oksigen Non

Rebreathing Mask adalah sebagai berikut :

a. Memenuhi kekurangan oksigen.

b. Membantu kelancaran metabolisme.

c. Sebagai tindakan pengobatan.

d. Mencegah hipoksia.

e. Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung.

4. Indikasi

Menurut Asmadi, 2009 terapi ini dilakukan pada penderita :

a. Dengan anoksia atau hipoksia.

b. Dengan kelumpuhan alat-alat pernapasan.

c. Selama dan sesudah dilakukan narcose umum.

d. Mendapat trauma paru.

e. Tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda shock, dispeneu, cyanosis,

apneu

f. Dalam keadaan koma


g. Klien dengan kadar tekanan CO2

5. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian NRM

Menurut Ni Luh Suciati, 2010 hal hal yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut :

a. Sebelum dipasang pada pasien isi O 2 kedalam kantong dengan cara

menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3

bagian kantong reservoir

b. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan tungkup dan

tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit

c. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada

tempatnya

d. Menjaga supaya kantong O2 tidak terlipat/mengempes untuk

mencegah bertambahnya CO2

6. Keuntungan dan kerugian Non Rebreathing Mask

Menurut Ni Luh Suciati, 2010 keuntungan dan kerugian Non

Rebreathing Mask adalah sebagai berikut :

a. Keuntungan : konsentrasi oksigen diperoleh bisa tinggi bahkan

sampai 100% dan tidak mengeringkan selaput lender

b. Kerugian :

1) Tidak dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi yang

rendah

2) Kantong oksigen mudah terlipat, terputar atau mengempes


3) Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan

untuk makan dan batuk

4) Terjadinya aspirasi bila pasien muntah terutama jika pasien

tidak sadar

7. Metode Pemberian Oksigen Non Rebreathing Mask

a. Sungkup muka Non Rebreathing Mask dengan kantong 02

Oksigen : Aliran 10-15 l/menit menghasilkan konsentrasi 02 90 %.

E. Kerangka Konsep

Evaluasi Diagnosis
Gangguan Pola Keperawatan Pola
STEMI Napas Efektif Atau
Napas
Tidak Efektif

Terapi Non
Rebreathing Mask

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah diskriptif dengan menggunakan metode

pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan

dengan meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari

unit tunggal dengan pokok pertanyaan yang berkenaan dengan ”how” atau

”why”. Unit tunggal dapat berarti satu orang atau sekelompok penduduk

yang terkena suatu masalah (Notoatmodjo, 2010).

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang pasien dengan diagnosa

medis STEMI yang diberi asuhan keperawatan dengan terapi oksigen non

rebreathing mask untuk mengatasi gangguan pola nafas di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

Kriteria inklusi subjek :

1. Pasien yang didiagnosis ST Elevasi Infark Miokard atau STEMI

2. Pasien yang mengalami gangguan pola nafas

3. Pasien yang berada di IGD rumah sakit dr. Sobirin

4. Pasien yang berusia 45-64 tahun

5. Pasien atau keluarga yang kooperatif dengan perawat.


Kriteria ekslusi subjek :

1. Pasien yang menderita STEMI tetapi dengan komplikasi jantung koroner

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian ini adalah perubahan pada masalah

gangguan pola napas yang dialami oleh pasien STEMI sesudah intervensi

keperawatan dengan terapi oksigen non rebreathing mask dilakukan.

D. Definisi Operasional

1. STEMI adalah adanya nyeri dada tipikal dikarenakan infark di miokard

dan menjalar tembus ke belakang terus sampai ke lengan kiri, serta

terjadi peningkatan segmen ST pada pemeriksaan EKG.

2. Terapi oksigen Non Rebreathing Mask (NRM) adalah terapi yang

menggunakan masker Non Rebreathing Mask dalam pemberian O2

dengan konsentrasi oksigen tertinggi 95- 100% pada kecepatan aliran

oksigen 6 - 15 lt/mnt selama di IGD.

3. Gangguan pola nafas adalah di mana seseorang melakukan pernapasan

dengan pola yang tidak normal dan terasa sesak di dadanya, napas

dangkal dan cepat, di tandai dengan laju pernapasan >24x/menit

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas pada bulan Mei 2018.


F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini yang digunakan

adalah dengan observasi dan pengkajian langsung terhadap pasien yang

menderita STEMI, sebelum dan sesudah pemberian terapi oksigen Non

Rebreathing Mask. Pada gangguan pola nafas untuk menurunkan RR.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan penulis pada

penelitian ini adalah berupa lembar ceklist untuk mengetahui proses

perubahan pola nafas pada pasien STEMI selama dilakukan terapi

oksigen Non Rebreathing Mask di IGD, yang dirancang oleh penulis

sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Nursalam, 2008).

3. Langkah-langkah Pengumpulan data

a. Mengurus perizinan dengan institusi Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

b. Mengurus perizinan dengan instansi terkait yaitu rumah sakit Dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas

c. Menjelaskan maksud, tujuan dan waktu penelitian kepada kepala

ruangan atau perawat penanggung jawab di tempat penelitian dan

meminta persetujuan untuk melibatkan sunjek dalam penelitian.


d. Meminta kepada responden untuk menandatangani lembar informed

consent sebagai bukti persetujuan mewakili subjek dalam hal ini

diwakilkan oleh keluarga.

e. Mengidentifikasi atau mendiskusikan dengan subjek tentang

pemberian oksigen Non Rebreathing Mask

f. Melakukan pemeriksaan pola napas pada pasien sebelum dilakukan

tindakan Non Rebreathing Mask

g. Melakukan tindakan pemberian oksigen Non Rebreathing Mask

kepada pasien.

h. Meminta bantuan kepada perawat yang bertugas dihari itu untuk

menilai respons terhadap pola napas subjek.

i. Setelah pemberian oksigen Non Rebreathing Mask selama 15 menit,

dilakukan pengkajian ulang gagguan pola napas pasien

j. Melakukan pengolahan data

k. Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil penelitian dalam bentuk

tabel dan narasi.

G. Analisa Data

Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif

adalah digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan


data yang terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan (Notoatmodjo,

2012).

H. Penyajian Data

Setelah data dianalisis dan didapatkan hasil penelitian, maka data atau

hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk narasi atau tekstular dan tabel.

I. Etika Studi Kasus

Menurut Nursalam (2008), prinsip etika studi kasus menjelaskan

bahwa data dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip manfaat

Penelitian dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada

subyek, selain itu peneliti berhati-hati dalam mempertimbangkan resiko

dan keuntungan yang akan berakibat kepada subyek pada setiap

tindakan pemberian oksigen Non Rebreathing Mask.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

Subyek dilakukan secara manusiawi yang mempunyai hak

memutuskan untuk bersedia menjadi subyek atau tidak, tanpa adanya

sanksi apapun atau yang dapat mengganggu kesembuhannya (right to

self determination).

3. Prinsip keadilan (right to justice)


Subyek diperhatikan secara adil, baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaan dalam penelitian tanpa adanya deskriminasi.

Subyek juga mempunyai hak agar data yang diberikan harus

dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonimity) dan

rahasia (confidentiality). Setelah subyek mendapatkan informasi secara

lengkap tentang tujuan penelitian yang dilaksanakan untuk pemberian

oksigen Non Rebreathing Mask, selanjutnya peneliti memberikan

informed consent bisa kepada pasien langsung, keluarga pasien atau

yang diwakilkan kepada kepala ruangan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi

Rawas, rumah sakit telah terakreditasi Paripurna. Berada di Kota

Lubuklinggau tepatnya di Jalan Yos Sudarso No.13 Kota Lubuklinggau.

Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan Ruangan Instalasi

Gawat Darurat (IGD). Layanan Kesehatan yang tersedia di IGD RSUD

dr. Sobirin terbagi atas sebagai berikut :

a. Ruangan PONEK

b. Ruangan Triage

c. Ruangan Resusitasi

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subjek studi kasus

yaitu. Subyek I dan Subyek II. Kedua subyek ini sudah sesuai dengan

kriteria yang telah ditetapkan.

Subjek I

Subjek I dengan inisial Tn. N, Umur 55 tahun, beragama Islam,

Pendidikan SD, alamat Desa Pedang Kecamatan Muara Beliti Kabupaten

Musi Rawas, pekerjaan Tani. Tn. N masuk RS dr Sobirin tanggal 01 Juni

2018 pukul 10.00 WIB dengan keluhan menurut keluarga pasien dada
terasa berdebar-debar dan napas terasa sesak. Diagnosa Dokter pasein

menderita STEMI dan terlihat jelas oleh penulis bahwa Tn. N sesak nafas.

Subyek II

Subjek II dengan inisial Ny. D, umur 50, beragama Islam,

Pendidikan SMA, alamat Rawas Ilir Kecamatan Rawas Ilir Kabupaten

Musi Rawas Utara, pekerjaan Wiraswasta. Ny. D masuk RS dr Sobirin

tanggal 04 Juni 2018 pukul 12.00 WIB dengan keluhan menurut keluarga

pasien dada terasa berdebar-debar dan napas terasa sesak. Diagnosa

Dokter pasein menderita STEMI dan terlihat jelas oleh penulis bahwa Ny.

D sesak nafas.

3. Data Asuhan Keperawatan

a. Hasil pengkajian

Berdasarkan tahapan proses keperawatan, maka

langkah pertama yang harus dilakukan pada kedua subjek

dengan diagnosa dokter STEMI adalah pengkajian. Dalam

studi kasus ini pengkajian yang dilakukan berfokus pada

keterangan pasien dan keluarga serta dari hasil pemeriksaan

penunjang.

Berdasarkan hasil studi kasus, dapat diketahui bahwa

saat pengkajian terhadap subyek dapat dilihat seperti pada

tabel 4.1 dibawah ini :


TABEL 4.1

HASIL PENGKAJIAN DUA ORANG SUBYEK

Aspek yang dinilai Subjek


I II
1. Identitas Pasien
 Inisial Tn. N Ny. D
 Umur 55 Tahun 50 Tahun
 Agama Islam Islam
 Pendidikan SD SMA
 Pekerjaan Tani Swasta
Beliti Rawas Ilir
 Alamat
01-06-2018 04-6-2018
 Tanggal MRS
01-06-2018 04-6-2018
 Tanggal pengkajian
Stemi Stemi
 Diagnosa medis
2. Keluhan utama Nyeri dada menjalar
Nyeri dada terasa
kelengan kiri terasa
berdebar-debar dan
berdebar-debar dan
napas terasa sesak
napas terasa sesak
3. Primery survey
a. Airways Tidak ada sumbatan Tidak ada sumbatan
jalan nafas jalan nafas
b. Breathing RR: 33x/m RR: 37x/m
menggunakan NRM menggunakan NRM
10 lpm, penggunaan 10 lpm, penggunaan
otot bantu napas otot bantu napas
c. Circulation TD: 134/77 mmHg TD: 144/83 mmHg
P: 82x/m CRT: 3 P: 86x/m CRT: 3
detik, SPO2 : 94 % detik, SPO2 : 91 %
d. Discabelity Composmetis Composmetis
4. Riwayat kes sekarang
a. Provocative STEMI STEMI
b. Quality Terus menerus Terus menerus
c. Region Dada menjalar
Dada
kelengan kiri
d. Severity Ya Ya
e. Time Ketika beraktivitas Pagi hari
5. Riwayat kes masa lalu
a. Penyakit yang Hipertensi Hipertensi, gout
pernahdialami arthritis
c. Pernah dirawat Tidak Tidak
d. Lama dirawat Tidak Tidak
e. Alergi Tidak ada Tidak ada
f. Imunisasi Tidak Tidak
6. Riwayat kes keluarga
a. Orang tua Tidak ada Tidak ada
b. Saudara kandung Tidak ada Tidak ada
c. Penyakit keturunan Tidak ada Tidak ada
7. Riwayat Psikologis
a. Bahasa yang digunakan Bahasa daerah Bahasa daerah
b. Persepsi pasien tentang Diserahkan kepada
penyakitnya Yakin pasti sembuh
YME
c. Konsep diri Baik Baik
d. Keadaan emosi Stabil Stabil
e. Perhatian terhadap orang
Baik Baik
lain
f. Hubungan dengan keluarga Baik Baik
g. Hubungan dengan saudara Baik Baik
h. Hubungan dengan orang
Baik Baik
lain
i. Kegemaran Menonton Memancing
j. Daya adaptasi Baik Baik
k. Mekanisme pertahan diri Baik Baik
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum Lemah Lemah
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran CM CM
Suhu 36,9 0C 36,8 0C
TD 134/77 mmHg 144/83 mmHg
Nadi 82 x/m 86 x/m
RR 33 x/m 37 x/m
TB 171 cm 168 cm
BB 71 Kg 75 Kg
c. Kepala Oval Oval
e. Wajah Oval Lonjong
f. Mata Ananemis kiri-
Ananemis kiri-
kanan, tidak ada
kanan, tidak ada
tanda-tanda anemis
tanda-tanda anemis
g. Hidung Simetris kiri-kanan, Simetris kiri-kanan,
tidak ada kotoran tidak ada kotoran
hidung hidung
h. Telinga Simetris kiri-kanan, Simetris kiri-kanan,
fungsi pendengaran fungsi pendengaran
baik baik
i. Mulut Rongga mulut Rongga mulut
bersih, tidak ada bersih, tidak ada
sumbatan jalan nafas sumbatan jalan nafas
j. Leher Normal, tidak Normal, tidak
pembengkakan pembengkakan
kelenjar tiroid kelenjar tiroid
k. Integumen Turgor elastis Turgor elastic
l. Ketiak Simetris Simetris
m. Thorak/ Dada
1) Inspeksi Bentuk simetris, Bentuk simetris,
gerakan dada gerakan dada
simetris, simetris,
2) Palpasi Stem fremitus Stem fremitus
kanan-kiri kanan-kiri
3) Perkusi Sonor Sonor
4) Auskultasi Suara dasar Suara dasar
vesikuler, tidak ada vesikuler, tidak ada
wheezing maupun wheezing maupun
ronchi ronchi
n. Jantung
1) Inspeksi Ictus Cordis tidak Ictus Cordis tidak
tampak tampak
2) Palpasi Ictus Cordis tidak Ictus Cordis tidak
bergeser, denyut bergeser, denyut
jantung teraba jantung teraba
3) Perkusi Konfigurasi dalam Konfigurasi dalam
batas normal batas normal
4) Auskultasi Bj S1-S2, tidak ada Bj S1-S2, tidak ada
gallop, bising gallop, bising
maupun murmur maupun murmur
o. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
- Auskultasi Normal
Normal
- Palpasi Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
tekan tekan
- Perkusi Normal Normal
p. Genetalia Kateter tidak Kateter tidak
terpasang terpasang
- Kesimetrisan otot Simetris Simetris
- Edema Tidak Tidak
- Kekuatan otot Normal Normal
r. Neurologi
- GCS 15 15
- Status mental Baik Baik
- Fungsi sensori Normal Normal
- Fungsi motorik Normal Normal
- Refleks Normal Normal
Pola kebiasaan sehari-hari
Tidur Susah tidur Susah tidur
10. BAB Tidak ada masalah Tidak ada masalah
BAK Tidak ada masalah Tidak ada masalah
Terapi IVFD RL gtt xx/m, IVFD RL gtt xx/m,
Aspirin 2x1 via oral, Aspirin 2x1 via oral,
O2 NRM 10 lpm, O2 NRM 10 lpm,
Ranitidine 2x1 4gr, Ranitidine 2x1 4gr,
injeksi Ceftriaxone injeksi Ceftriaxone
2x1 gr, Heparin 2x1 2x1 gr,
11. Pemeriksaan penunjang
1) EKG ST elevasi di I, AVL, ST elevasi di I, AVL,
V2, V6 tanpa V6 tanpa gelombang
gelombang Q Q

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa secara

keseluruhan masing-masing subyek mengalami keluhan yang

hampir sama yaitu sama-sama mengalami nyeri pada dada dan

sesak nafas, pada subjek I mengalami nyeri pada dada dan

sesak nafas sedangkan pada subjek II nyeri pada dada

berdebar-debar, menjalar kelengan kiri dan sesak nafas.

b. Analisa Data

TABEL 4.2
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
Subjek I
1 Ds : Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Ketidakefektif
sesak nafas kontraksi arteri koronaria an pola nafas
Do : - K/U lemah
- Klien tampak Penurunan aliran darah
Sesak nafas kejantung
- TD : 134/77 mmHg
- RR: 33 x/m Iskemik pada jaringan
- SPO2: 94 % miokard
- Klien terpasangg
NRM 10 lpm Suplay oksigen ke Miokard
- Terpasang menurun
Monitor
Permintaan oksigen
meningkat

Laju napas meningkat

Pola napas tidak


Efektif
2 Ds: Klien mengeluh Aterosklerosis, thrombosis, Nyeri akut
nyeri dada kiri seperti kontraksi arteri koronaria
ditekan dengan skala
nyeri 5 Penurunan aliran darah
P : Aterosklerosis kejantung
Q : Seperti ditusuk-
tusuk Iskemik pada jaringan
miokard
R : Didada sebelah
kiri
Nyeri
S : Skala 5
T: Berulang-ulang,
secara mendadak
Do: K/U lemah
- Ekspresi wajah
tegang
- Klien tampak
meringis
kesakitan
menahan sakit
3 Ds: Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Intoleransi
dada kiri terasa kontraksi arteri koronaria aktivitas
sakit dan
badannya terasa Penurunan aliran darah
lemah
kejantung
Do: Klien tampak
lemah Iskemik pada jaringan
- ADL dibantu miokard
oleh perawat
dan keluarga Suplay oksigen ke Miokard
- Klien terpasang menurun
NRM 10 lpm
Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat


meningkat

Intoleransi aktivitas
4 Ds : Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Risiko
badan lemas dan kontraksi arteri koronaria penurunan
mudah capek curah jantung
Do : - K/U lemah Penurunan aliran darah
- EKG: ST elevasi kejantung
- TD : 120/70 mmHg
- P: 97 x/m Iskemik pada jaringan
miokard

Suplay oksigen ke Miokard


menurun

Seluler hipoksia

Resiko penurunan curah


jantung
5 Ds : Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Risiko perpusi
badan lemas dan kontraksi arteri koronaria jaringan
mudah capek perifer
Do : - K/U lemah Penurunan aliran darah
- EKG: ST elevasi kejantung
- TD : 120/70 mmHg
- P: 97 x/m Iskemik pada jaringan
- CRT: 3 detik miokard

Suplay oksigen ke Miokard


menurun

Seluler hipoksia

Kontraktilitas turun

COP turun

Resiko perpusi jaringan


Subjek II
1 Ds : Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Ketidakefektif
sesak nafas kontraksi arteri koronaria an pola nafas
Do : - K/U lemah
- Klien tampak Penurunan aliran darah
Sesak nafas kejantung
- TD : 144/83 mmHg
- RR: 37 x/m Iskemik pada jaringan
- SPO2: 91 % miokard
- Klien terpasangg
NRM 10 lpm Suplay oksigen ke Miokard
- Terpasang menurun
Monitor
Permintaan oksigen
meningkat

Laju napas meningkat

Pola napas tidak


Efektif
2 Ds: Klien mengeluh kontraksi arteri koronaria Nyeri akut
nyeri dada kiri
seperti ditekan Penurunan aliran darah
dan menjalar kejantung
dengan skala
nyeri 6
Iskemik pada jaringan
P : Aterosklerosis miokard
Q : Seperti ditusuk-
tusuk Nyeri

R : Didada sebelah
kiri, menjalar
kelengan kiri
S : Skala 6
T: Hilang timbul,
secara mendadak
Do: K/U lemah
- Ekspresi wajah
tegang
- Klien tampak
meringis
kesakitan
menahan sakit
- TD : 144/83 mmHg
- RR: 37 x/m
- SPO2: 91 %
- Klien terpasangg
NRM 10 lpm
- Terpasang
Monitor
3 Ds: Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Intoleransi
dada kiri terasa kontraksi arteri koronaria aktivitas
sakit dan
badannya terasa Penurunan aliran darah
lemah
kejantung
Do: Klien tampak
lemah Iskemik pada jaringan
- ADL dibantu miokard
oleh perawat
dan keluarga Suplay oksigen ke Miokard
- Klien terpasang menurun
NRM 10 lpm
- TD : 144/83 mmHg Metabolisme anaerob
- RR: 37 x/m
- SPO2: 91 %
- Klien terpasangg Timbunan asam laktat
meningkat
NRM 10 lpm
- Terpasang
Monitor
Intoleransi aktivitas
4 Ds : Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Risiko
badan lemas dan kontraksi arteri koronaria penurunan
mudah capek curah jantung
Do : - K/U lemah Penurunan aliran darah
- EKG: ST elevasi kejantung
- TD : 144/83 mmHg
- P: 97 x/m Iskemik pada jaringan
miokard

Suplay oksigen ke Miokard


menurun

Seluler hipoksia

Resiko penurunan curah


jantung
5 Ds : Klien mengatakan Aterosklerosis, thrombosis, Risiko perpusi
badan lemas dan kontraksi arteri koronaria jaringan
mudah capek perifer
Do : - K/U lemah Penurunan aliran darah
- EKG: ST elevasi kejantung
- TD : 120/70 mmHg
- P: 97 x/m Iskemik pada jaringan
- CRT: 3 detik miokard

Suplay oksigen ke Miokard


menurun

Seluler hipoksia
Kontraktilitas turun

COP turun

Resiko perpusi jaringan

3. Diagnosa Keperawatan

TABEL 4.3
DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Klien Diagnosa
1. Subjek I 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
gangguan perfusi jaringan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
miokardium.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan
degenerasi sel-sel otot miokard, penurunan curah
jantung.
4. Risiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan penurunan konstriksi fungsi ventrikel,
degenerasi otot jantung.
5. Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan perifer
b.d menurunya suplai oksigen ke otot.
2. Subjek II 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
gangguan perfusi jaringan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
miokardium.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan
degenerasi sel-sel otot miokard, penurunan curah
jantung.
4. Risiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan penurunan konstriksi fungsi ventrikel,
degenerasi otot jantung.
5. Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi
jaringan perifer b.d menurunya suplai
oksigen ke otot

4. Perencanaan Keperawatan

TABEL 4.4
PERENCANAAN KEPERAWATAN

Dx Keperawatan Tujuan Intervensi dan Rasional


Subjek I

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakanNIC: Manajemen jalan nafas


- Monitor pernafasan
nafas berhubungan asuhan keperawatan selama 1 Evaluasi frekuensi pernafasan dan
dengan gangguan 3x24 jam. Pola nafas kedalaman.
perfusi jaringan kembali efektif. NOC:
R/.Kecepatan dan upaya mungkin
Status pernafasan
meningkat karena nyeri, takut, demam,
Dengan krtiteria hasil:
penurunan volume sirkulasi, hipoksia atau
 Klien tampak rileks
diatensi gaster
 Klien tidak sesak
napas lagi 2. Lihat kulit dan membran mukosa untuk
 K/U membaik adanya sianosis.
 RR dalam batas R/.Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga

normal 16-20 x/m menunjukkan kondisi hipoksia atau


komplikasi paru

3. Tinggikan kepala tempat tidur letakkan


pada posisi duduk tinggi atau semifowler

R/.Merangsang fungsi pernafasan /ekspansi


paru. Efektif pada pencegahan dan
perbaikan kongesti paru

4. Monitor kecepatan, irama dan kedalaman


, dan kesulitan bernafas
R/. Untuk mengetahui kecepatan , irama san
kedalaman pernafasan
5. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
R/. Memberikan ruang ventilasi yang
maksimal
8. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan.
R/. Untuk mengetahui adanya suara nafas
tambahan
9. Catat perubahan pada saturasi oksigen
R/. Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
saturasi oksigen
10. Berikan tambahan oksigen NRM 10
lpm

R/.Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru


untuk kebutuhan sirkulasi khususnya pada
adanya gangguan ventilasi.
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC: - Manajemen nyeri
berhubungan dengan
asuhan keperawatan selama 6. Selidiki keluhan nyeri dada,
iskemia jaringan memperhatikan awitan, faktor pemberat
3x24 jam. NOC: Kontrol atau penurun.
miokardium.
nyeri, Tingkat nyeri. Kriteria R/. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri. Pada
iskemia miokardium nyeri dapat
hasil:
memburuk dengan inspirasi dalam,
 Mengidentifikasi gerakan atau berbaring dan hilang dengan
metode yang dapat duduk tegak atau membungkuk

menghilangkan 7. Berikan posisi semi fowler

nyeri,melaporkan nyeri R/. Memberikan lingkungan yang tenang dan


tidakan kenyamanan. Mislanya merubah
hilang atau terkontrol. posisi, menggunakan kompres hangat, dan
menggosok punggung
Skala nyeri 3
8. Ajarkan teknik relaksai
R/.Tindakan ini dapat meningkatkan
kenyamanan fisik dan emosional pasien
9. Berikan informasi mengenai nyeri,
penyebab nyeri
R/. Agar pasien dapat mengontrol nyeri
10. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
menangani nyeri dengan tepat
R/. Supaya nyeri dapat terpantau
11. Kolaborasi dalam pemeberian, non steroid
dan aspirin
R/. Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan
respon inflamasi

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakanNIC: - Terapi aktivitas


berhubungan dengan
asuhan keperawatan selama - Manajemen energi
inflamasi dan
3x24 jam. NOC: Toleransi 6. Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
degenerasi sel-sel
Perhatikan adanya dan perubahan dalam
otot miokard, terhadap aktivitas. Kriteria keluhan kelemahan, keletihan, dan dispnea
penurunan curah berkenaan dengan aktivitas.
hasil:
jantung R/. Miokarditis menyebabkan inflamasi dan
 Menunjukkan toleransi kemungkinan kerusakan sel-sel
miokardial, sebagai akibat GJK.
aktivitas, menunjukkan
Penurunan pengisian dan curah jantung
pemahaman tentang dapat menyebabkan pengumpulan cairan
dalam kantung perikardial bila ada
pembatasan terapeutik perikarditis. Akhirnya endikarditis dapat
terjadi dengan disfungsi katup, secara
yang diperlukan. negatif mempengaruhi curah jantung.

7. Pantau frekuensi dan irama jantung,


tekanan darah, dan frekuensi pernapasan
sebelum dan sesudah aktivitas dan selam
di perluka

R/. Membantu derajad dekompensasi jantung


and pulmonal penurunan TD, takikardia,
disritmia, takipnea adalah indikasi
intoleransi jantung terhadap aktivitas.

8. Mempertahankan tirah baring selama


periode demam dan sesuai indikasi.

R/. Demam meningkatkan kebutuhan dan


konsumsi oksigen, karenanya
meningkatkan beban kerja jantung, dan
menurunkan toleransi aktivitas

9. Membantu klien dalam latihan progresif


bertahap sesegera mungkin untuk turun
dari tempat tidur, mencatat respon tanda
vital dan toleransi pasien pada
peningkatan aktivitas
R/. Pada saat terjadi inflamasi klien mungkin
dapat melakukan aktivitas yang
diinginkan, kecuali kerusakan miokard
permanen

10. Evaluasi respon emosional

R/.Ansietas akan terjadi karena proses


inflamasi dan nyeri yang di timbulkan.
Dikungan diperlukan untuk mengatasi
frustasi terhadap hospitalisasi

Resiko terhadap Setelah dilakukan tindakan NIC: - Manajemen resiko jantung


penurunan curah
asuhan keperawatan selama 7. Pantau irama dan frekuensi jantung
jantung berhubungan
3x24 jam. NOC: Perpusi R/. Takikardia dan disritmia dapat terjadi saat
dengan penurunan
jantung berupaya untuk meningkatkan
konstriksi fungsi jaringan. Kriteria hasil: curahnya berespon terhadap demam.
ventrikel, degenerasi Hipoksia, dan asidosis karena iskemia
 Menurunkan episode
otot jantung 8. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak
dispnea, angina dan
/ tonus jantung, murmur, gallop S3 dan
disritmia. S4.

Mengidentifikassi R/. Memberikan deteksi dini dari terjadinya


komplikasi misalnya GJK, tamponade
perilaku untuk jantung.

menurunkan beban kerja 9. Dorong tirah baring dalam posisi semi


fowler
jantung. R/. Menurunkan beban kerja jantung,
memaksimalkan curah jantung

10.Berikan tindakan kenyamanan misalnya


perubahan posisi dan gosokan punggung,
dan aktivitas hiburan dalam toleransi
jantung

R/. Meningkatkan relaksasi dan mengarahkan


kembali perhatian

11. Dorong penggunaan teknik menejemen


stress misalnya latihan pernapasan dan
bimbingan imajinasi

R/. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas,


meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kerja jantung

12. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, palpitasi,


nyeri dada kontinyu. Perhatikan adanya
bunyi napas adventisius, demam

R/. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat


menyertai endokarditis atau miokarditis

13. Berikan obat – obatan sesuai dengan


indikasi misalnya digitalis, diuretic

R/. Dapat diberikan untuk meningkatkan


kontraktilitas miokard dan menurunkan
beban kerja jantung pada adanya GJK
( miocarditis

Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan NIC: - Manajemen syok


perubahan perfusi
asuhan keperawatan selama 5. Evaluasi status mental. Perhatikikan
jaringan perifer b.d terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang,
3x24 jam. NOC: Perpusi muntah, peningkatan TD.
menurunya suplai
oksigen ke otot jaringan. Kriteria hasil: R/. Indicator yang menunjukkan embolisasi
sistemik pada otak.
 mempertahankan atau
6. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang
mendemonstrasikan
disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik,
perfusi jaringan adekuat sianosis, pucat.

secara individual R/. Emboli arteri, mempengaruhi jantung


dan / atau organ vital lain, dapat terjadi
misalnya mental normal, sebagai akibat dari penyakit katup, dan/
atau disritmia kronis.
tanda vital stabil, kulit 7. Tingkatkan tirah baring dengan tepat

hangat dan kering, nadi R/. Dapat mencegah pembentukan atau


perifer`ada atau kuat, migrasi emboli pada pasien endokarditis.
Tirah baring lama, membawa resikonya
masukan/ haluaran sendiri tentang terjadinya fenomena
tromboembolic
seimbang.
8. Dorong latihan aktif/ bantu dengan
rentang gerak sesuai toleransi.
R/. Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran
balik vena karenanya menurunkan resiko
pembentukan thrombus

Subjek II
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan
kedalaman.
nafas berhubungan keperawatan selama 3x24
dengan gangguan jam. Pola nafas kembali R/.Kecepatan dan upaya mungkin meningkat
perfusi jaringan efektif. Dengan krtiteria karena nyeri, takut, demam, penurunan
hasil: volume sirkulasi, hipoksia atau diatensi
a. Klien tampak rileks gaster
b. Klien tidak sesak
napas lagi 2. Lihat kulit dan membran mukosa untuk
c. K/U membaik adanya sianosis.
d. RR dalam batas
normal 16-20 x/m R/.Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga
menunjukkan kondisi hipoksia atau
komplikasi paru

3. Tinggikan kepala tempat tidur letakkan pada


posisi duduk tinggi atau semifowler

R/.Merangsang fungsi pernafasan /ekspansi


paru. Efektif pada pencegahan dan
perbaikan kongesti paru
4. Monitor kecepatan, irama dan kedalaman ,
dan kesulitan bernafas
R/. Untuk mengetahui kecepatan , irama san
kedalaman pernafasan
5. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
R/. Memberikan ruang ventilasi yang
maksimal
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan.
R/. Untuk mengetahui adanya suara nafas
tambahan
7. Catat perubahan pada saturasi oksigen
R/. Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
saturasi oksigen
8. Berikan tambahan oksigen NRM 10 lpm

R/. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru


untuk kebutuhan sirkulasi khususnya pada
adanya gangguan ventilasi
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC: - Manajemen nyeri
berhubungan dengan
asuhan keperawatan selama 1. Selidiki keluhan nyeri dada,
iskemia jaringan memperhatikan awitan, faktor pemberat
3x24 jam. NOC: Kontrol atau penurun.
miokardium.
nyeri, Tingkat nyeri. Kriteria R/. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri. Pada
iskemia miokardium nyeri dapat
hasil:
memburuk dengan inspirasi dalam,
 Mengidentifikasi gerakan atau berbaring dan hilang dengan
duduk tegak atau membungkuk
metode yang dapat
2. Berikan posisi semi fowler
menghilangkan
R/. Memberikan lingkungan yang tenang dan
nyeri,melaporkan nyeri tidakan kenyamanan. Mislanya merubah
posisi, menggunakan kompres hangat, dan
hilang atau terkontrol. menggosok punggung
Skala nyeri 4 3. Ajarkan teknik relaksai
R/.Tindakan ini dapat meningkatkan
kenyamanan fisik dan emosional pasien
4. Berikan informasi mengenai nyeri,
penyebab nyeri
R/. Agar pasien dapat mengontrol nyeri
5. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
menangani nyeri dengan tepat
R/. Supaya nyeri dapat terpantau
6. Kolaborasi dalam pemeberian, non steroid
dan aspirin

R/. Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan


respon inflamasi
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakanNIC: - Terapi aktivitas
berhubungan dengan
asuhan keperawatan selama - Manajemen energi
inflamasi dan
3x24 jam. NOC: Toleransi 1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
degenerasi sel-sel
Perhatikan adanya dan perubahan dalam
otot miokard, terhadap aktivitas. Kriteria keluhan kelemahan, keletihan, dan dispnea
penurunan curah berkenaan dengan aktivitas.
hasil:
jantung  Menunjukkan toleransi R/. Miokarditis menyebabkan inflamasi dan
kemungkinan kerusakan sel-sel
aktivitas, menunjukkan miokardial, sebagai akibat GJK.
Penurunan pengisian dan curah jantung
pemahaman tentang dapat menyebabkan pengumpulan cairan
dalam kantung perikardial bila ada
pembatasan terapeutik
perikarditis. Akhirnya endikarditis dapat
yang diperlukan. terjadi dengan disfungsi katup, secara
negatif mempengaruhi curah jantung.

2. Pantau frekuensi dan irama jantung,


tekanan darah, dan frekuensi pernapasan
sebelum dan sesudah aktivitas dan selam
di perluka

R/. Membantu derajad dekompensasi jantung


and pulmonal penurunan TD, takikardia,
disritmia, takipnea adalah indikasi
intoleransi jantung terhadap aktivitas.

3. Mempertahankan tirah baring selama


periode demam dan sesuai indikasi.

R/. Demam meningkatkan kebutuhan dan


konsumsi oksigen, karenanya
meningkatkan beban kerja jantung, dan
menurunkan toleransi aktivitas

4. Membantu klien dalam latihan progresif


bertahap sesegera mungkin untuk turun
dari tempat tidur, mencatat respon tanda
vital dan toleransi pasien pada
peningkatan aktivitas
R/. Pada saat terjadi inflamasi klien mungkin
dapat melakukan aktivitas yang
diinginkan, kecuali kerusakan miokard
permanen

5. Evaluasi respon emosional

R/. Ansietas akan terjadi karena proses


inflamasi dan nyeri yang di timbulkan.
Dikungan diperlukan untuk mengatasi
frustasi terhadap hospitalisasi
Resiko terhadap Setelah dilakukan tindakan NIC: - Manajemen resiko jantung
penurunan curah
asuhan keperawatan selama 1. Pantau irama dan frekuensi jantung
jantung berhubungan
3x24 jam. NOC: Perpusi R/. Takikardia dan disritmia dapat terjadi saat
dengan penurunan
konstriksi fungsi jaringan. Kriteria hasil: jantung berupaya untuk meningkatkan
ventrikel, degenerasi curahnya berespon terhadap demam.
 Menurunkan episode Hipoksia, dan asidosis karena iskemia
otot jantung
dispnea, angina dan 2. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak
/ tonus jantung, murmur, gallop S3 dan
disritmia.
S4.
Mengidentifikassi
R/. Memberikan deteksi dini dari terjadinya
perilaku untuk komplikasi misalnya GJK, tamponade
jantung.
menurunkan beban kerja
3. Dorong tirah baring dalam posisi semi
jantung. fowler
R/. Menurunkan beban kerja jantung,
memaksimalkan curah jantung

4. Berikan tindakan kenyamanan misalnya


perubahan posisi dan gosokan punggung,
dan aktivitas hiburan dalam toleransi
jantung

R/. Meningkatkan relaksasi dan mengarahkan


kembali perhatian

5. Dorong penggunaan teknik menejemen


stress misalnya latihan pernapasan dan
bimbingan imajinasi

R/. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas,


meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kerja jantung

6. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, palpitasi,


nyeri dada kontinyu. Perhatikan adanya
bunyi napas adventisius, demam

R/. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat


menyertai endokarditis atau miokarditis

7. Berikan obat – obatan sesuai dengan


indikasi misalnya digitalis, diuretic

R/. Dapat diberikan untuk meningkatkan


kontraktilitas miokard dan menurunkan
beban kerja jantung pada adanya GJK
( miocarditis
Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan NIC: - Manajemen syok
perubahan perfusi asuhan keperawatan selama 1. Evaluasi status mental. Perhatikikan
jaringan b.d terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang,
3x24 jam. NOC: Perpusi muntah, peningkatan TD.
menurunya suplai
jaringan. Kriteria hasil: R/. Indicator yang menunjukkan embolisasi
oksigen ke otot
sistemik pada otak.
mempertahankan atau
mendemonstrasikan 2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang
perfusi jaringan disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik,
sianosis, pucat.
adekuat secara
individual misalnya R/. Emboli arteri, mempengaruhi jantung
dan / atau organ vital lain, dapat terjadi
mental normal, tanda
sebagai akibat dari penyakit katup, dan/
vital stabil, kulit atau disritmia kronis.
hangat dan kering, 3. Tingkatkan tirah baring dengan tepat

nadi perifer`ada atau R/. Dapat mencegah pembentukan atau


kuat, masukan/ migrasi emboli pada pasien endokarditis.
Tirah baring lama, membawa resikonya
haluaran seimbang
sendiri tentang terjadinya fenomena
tromboembolic

4. Dorong latihan aktif/ bantu dengan


rentang gerak sesuai toleransi.
R/. Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran
balik vena karenanya menurunkan resiko
pembentukan thrombus
5. Pelaksanaan

TABEL 4.5
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN STEMI
DI IGD

Diagnosa Pukul/tanggal
Keperawatan 10.00 WIB 10.30 WIB 11.00 WIB

01-06-2018 01-06-2018 01-06-2018


Subjek I
Ketidakefektifan Implementasi Implementasi Implementasi
pola nafas 1. Mengevaluasi frekuensi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
berhubungan pernafasan dan frekuensi pernafasan frekuensi
dengan gangguan kedalaman sebelum di dan kedalaman pernafasan dan
perfusi jaringan berikan NRM 10 lpm sebelum di berikan kedalaman sebelum
NRM 10 lpm di berikan NRM 10
Hasil: RR 33x/m
lpm
2. Melihat kulit dan Hasil: RR 30x/m
Hasil: RR 26 x/m
membran mukosa
2. Melihat kulit dan 2. Melihat kulit dan
untuk adanya sianosis.
membran mukosa membran mukosa
Hasil: Tidak ada
untuk adanya untuk adanya
sianosis
sianosis. sianosis.
3. Meninggikan kepala
Hasil: Tidak ada Hasil: Tidak ada
tempat tidur letakkan
sianosis sianosis
pada posisi duduk
3. Meninggikan kepala 3. Meninggikan
tinggi atau semifowler.
tempat tidur letakkan kepala tempat tidur

Hasil:Klien tampak pada posisi duduk letakkan pada

nyaman tinggi atau posisi duduk tinggi

semifowler. atau semifowler.


4. Memonitor
kecepatan, irama dan Hasil: Klien tampak Hasil: Klien tampak

kedalaman , dan nyaman nyaman

kesulitan bernafas
4. Memonitor 4. Memonitor

Hasil: nafas masih kecepatan, irama dan kecepatan, irama


sesak kedalaman , dan dan kedalaman ,
kesulitan bernafas dan kesulitan
5. Memposisikan pasien
bernafas
untuk Hasil: nafas masih
memaksimalkan sesak Hasil: nafas masih
ventilasi sesak
5. Memposisikan
Hasil: di posisikan pasien untuk 5. Memposisikan
semi fowler memaksimalkan pasien untuk
ventilasi memaksimalkan
6. Mengauskultasi suara
ventilasi
nafas, catat adanya Hasil: di posisikan
suara tambahan semi fowler Hasil: di posisikan
semi fowler
Hasil: tidak ada suara 6. Mengauskultasi
tambahan. suara nafas, catat 6. Mengauskultasi
adanya suara suara nafas, catat
7. Mencatat perubahan
tambahan adanya suara
pada saturasi oksigen
tambahan.
Hasil: tidak ada
Hasil: Spo2: 94 %
suara tambahan. Hasil: tidak ada

8. Memberikan suara tambahan


7. Mencatat perubahan
tambahan oksigen
pada saturasi 7. Mencatat
NRM 10 lpm
oksigen perubahan pada
Hasil: NRM terpasang
saturasi oksigen
dengan baik Hasil: Spo2: 95 %
9. Menilai frekuensi Hasil: Spo2: 94 %
8. Memberikan
nafas setelah
tambahan oksigen 8. Berikan tambahan
diberikan NRM 10
NRM 10 lpm oksigen NRM 10
lpm
lpm.
Hasil: 30 x/m Hasil: NRM
. terpasang dengan Hasil: : NRM
baik terpasang dengan
9. Menilai frekuensi baik
nafas setelah 9. Menilai frekuensi
diberikan NRM 10 nafas setelah
lpm diberikan NRM 10
Hasil: 27 x/m lpm
Hasil: 23 x/m
Diagnosa Pukul/tanggal
keperawatan
12.00 WIB 12.30 WIB 12.30 WIB

04-06-2018 04-06-2018 04-06-2018


Subjek II
Ketidakefektifan Implementasi Implementasi Implementasi
pola nafas 1. Mengevaluasi frekuensi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
berhubungan pernafasan dan frekuensi pernafasan frekuensi
dengan gangguan kedalaman sebelum di dan kedalaman pernafasan dan
perfusi jaringan berikan NRM 10 lpm sebelum di berikan kedalaman sebelum
NRM 10 lpm di berikan NRM 10
Hasil: RR 37 x/m
Hasil: RR 34x/m lpm

2. Melihat kulit dan 2. Melihat kulit dan Hasil: 30 x/m

membran mukosa untuk membran mukosa 2. Melihat kulit dan

adanya sianosis. untuk adanya membran mukosa


sianosis. untuk adanya
Hasil: Tidak ada Hasil: Tidak ada sianosis.
sianosis sianosis Hasil: Tidak ada
3. Meninggikan kepala sianosis
3. Meninggikan kepala
tempat tidur letakkan 3. Meninggikan
tempat tidur letakkan
pada posisi duduk kepala tempat tidur
pada posisi duduk
tinggi atau letakkan pada
tinggi atau semifowler.
semifowler. posisi duduk tinggi
Hasil: Klien tampak Hasil: Klien tampak atau semifowler.
nyaman nyaman
Hasil: KLien
4. Memonitor
4. Memonitor Tampak Nyaman
kecepatan, irama dan
kecepatan, irama dan
kedalaman , dan 4. Memonitor
kedalaman , dan
kesulitan bernafas kecepatan, irama
kesulitan bernafas
dan kedalaman ,
Hasil: nafas masih
Hasil: nafas masih sesak dan kesulitan
sesak bernafas
5. Memposisikan
5. Memposisikan pasien pasien untuk Hasil: nafas masih
untuk memaksimalkan sesak
memaksimalkan ventilasi
5. Memposisikan
ventilasi
Hasil: di posisikan pasien untuk
Hasil: di posisikan semi fowler memaksimalkan
semi fowler ventilasi
6. Mengauskultasi
6. Mengauskultasi suara suara nafas, catat Hasil: di posisikan
nafas, catat adanya adanya suara semi fowler
suara tambahan tambahan
6. Mengauskultasi
Hasil: tidak ada suara Hasil: tidak ada suara nafas, catat
tambahan. suara tambahan. adanya suara
tambahan
7. Mencatat perubahan 7. Mencatat perubahan
pada saturasi oksigen pada saturasi Hasil: tidak ada
oksigen suara tambahan.
Hasil: Spo2: 91 %
Hasil: Spo2: 93 % 7. Mencatat
8. Memberikan
perubahan pada
tambahan oksigen 8. Memberikan
saturasi oksigen
NRM 10 lpm. tambahan oksigen
Hasil: NRM terpasang NRM 10 lpm. Hasil: Spo2: 94 %
dengan baik Hasil: NRM
8. Memberikan
9. Menilai frekuensi terpasang dengan
tambahan oksigen
nafas setelah baik
NRM 10 lpm
diberikan NRM 10 9. Menilai frekuensi
Hasil: NRM
lpm nafas setelah
terpasang dengan
Hasil: 34 x/m diberikan NRM 10
baik
lpm
9. Menilai frekuensi
Hasil: 30 x/m
nafas setelah
diberikan NRM 10
lpm
Hasil: 26 x/m
TABEL 4.6
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN STEMI SUBJEK I

N Diagnosa Tanggal/ Implementasi Evaluasi Tanda


o keperawatan Jam tangan

1 Ketidakefektifan 1 Juni 2018 1 Juni 2018, Jam : 15.00 wib


pola nafas
berhubungan 10.00 1. Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman S : Klien mengatakan masih sesak nafas
O:
dengan gangguan sebelum di berikan NRM 10 lpm
- K/U lemah
perfusi jaringan
2. Melihat kulit dan membran mukosa untuk adanya - Klien tampak
sianosis. Sesak nafas
10.05 - TD : 140/81 mmHg
3. Meninggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi - SPO2: 93 %
- Klien terpasangg NRM 10 lpm
duduk tinggi atau semifowler.
10.10 - Terpasang Monitor
- Tidak ada sianosis
4. Memonitor kecepatan, irama dan kedalaman , dan
- Klien dipososisikan semi fowler
kesulitan bernafas - Tidak ada suara tambahan
10.20 - RR sebelum diberikan NRM 10 lpm: 33 x/m
5. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - RR setelah diberikan NRM 10 lpm: 30 x/m
10.45
6. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara A : Masalah belum taeratasi
tambahan P : Intervensi dilanjutkan di ruangan anggrek
10.30 1,2,3,4,5,6,7,8,9
10.40 7. Mencatat perubahan pada saturasi oksigen.

8. Memberikan tambahan oksigen NRM 10 lpm.


9. Menilai frekuensi nafas setelah diberikan NRM 10 lpm
2 Ketidakefektifan 2 Juni 2018 2 Juni 2018, Jam : 10.00 wib
. pola nafas
berhubungan 09.00 1. Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman S : Klien mengatakan terkadang sesak nafas
dengan gangguan O:
09.15 2. Melihat kulit dan membran mukosa untuk adanya K/U: Membaik
perfusi jaringan
sianosis. - Klien hanya menggunakan nasak kanul bila
sesak timbul
09.25 3. Meninggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi - TD : 120/80 mmHg
duduk tinggi atau semifowler. - RR: 21 x/m
- P: 85 x/m
09.40 4. Memonitor kecepatan, irama dan kedalaman , dan - SPO2: 96 %
- Tidak ada sianosis
kesulitan bernafas
- Klien dipososisikan semi fowler
- Tidak ada suara tambahan
09.50 5. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Nasal Kanul: 3 lpm

09.55 6. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara


A : Masalah teratasi sebagian
tambahan P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,5,6

10.00 7. Mencatat perubahan pada saturasi oksigen

3 Ketidakefektifan 3 Juni 2018 3 Juni 2018, Jam : 12.15 wib


. pola nafas
berhubungan 11.30 1. Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. S : Klien mengatakan tidak sesak lagi.
dengan gangguan O:
perfusi jaringan 11.40 2. Melihat kulit dan membran mukosa untuk adanya K/U: Membaik
sianosis.
- Klien tampak tidak sesak nafas
- TD : 120/80 mmHg
1145 3. Meninggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi
- RR: 20 x/m
duduk tinggi atau semifowler. - P: 89 x/m
- SPO2: 96 %
11.55 4. Memonitor kecepatan, irama dan kedalaman , dan - Tidak ada sianosis
kesulitan bernafas - Klien dipososisikan semi fowler
- Tidak ada suara tambahan
5. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
12.00
A : Masalah teratasi
12.05 6. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara P : Intervensi dihentikan pasien rencana mau pulang
tambahan

12.10 7. Mencatat perubahan pada saturasi oksigen

TABEL 4.7
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN STEMI SUBJEK II

No Diagnosa Tanggal/ Implementasi Evaluasi Tanda


keperawatan tangan
Jam

1 Ketidakefektifan 04 Juni 2018 04 Juni 2018, Jam : 15.00 wib


pola nafas
berhubungan 12.00 1. Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman S :Klien mengatakan masih sesak nafas.
O:
dengan gangguan sebelum di berikan NRM 10 lpm - K/U lemah
perfusi jaringan
12.05 2. Melihat kulit dan membran mukosa untuk adanya - Klien tampak Sesak nafas
- TD : 134/79 mmHg
sianosis.
- SPO2: 94 %
- Klien terpasangg NRM 10 lpm
12.10 3. Meninggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi
- Terpasang Monitor
duduk tinggi atau semifowler. - Tidak ada sianosis
- Klien dipososisikan semi fowler
12.20 4. Memonitor kecepatan, irama dan kedalaman , dan - Tidak ada suara tambahan
kesulitan bernafas - RR sebelum diberikan NRM 10 lpm: 37 x/m
- RR setelah diberikan NRM 10 lpm: 34 x/m

12.30 5. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

12.40 6. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan di ruangan anggrek 1, 2,3,
tambahan 4, 5,6, 7,8,9
12.45 7. Mencatat perubahan pada saturasi oksigen

12.55 8. Memberikan tambahan oksigen NRM 10 lpm.


12.55 9. Menilai frekuensi nafas setelah diberikan NRM 10 lpm

2. Ketidakefektifan 05 Juni 2018 05 Juni 2018, Jam : 10.10 wib


pola nafas
berhubungan 09.15 1. Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. S :Klien mengatakan terkadang masih sesak namun
dengan gangguan hanya sesaat.
09.20 2. Melihat kulit dan membran mukosa untuk adanya O:
perfusi jaringan
K/U: Membaik
sianosis.
- Klien hanya menggunakan nasak kanul bila
09.30 3. Meninggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi sesak timbul
duduk tinggi atau semifowler. - TD : 120/80 mmHg
- RR: 22 x/m
09.50 4. Memonitor kecepatan, irama dan kedalaman , dan - P: 87 x/m
- SPO2: 95 %
kesulitan bernafas
- Tidak ada sianosis
- Klien dipososisikan semi fowler
09.55 5. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Tidak ada suara tambahan
- Nasal Kanul: 3 lpm
10.00 6. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
A : Masalah teratasi sebagian
10.05 7. Mencatat perubahan pada saturasi oksigen P : Intervensi dilanjutkan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

3. Ketidakefektifan 06 Juni 2018 06 Juni 2018, Jam : 11.10 wib


pola nafas
berhubungan 10.15 1. Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. S :Klien mengatakan tidak sesak lagi.
dengan gangguan 10.20 2. Melihat kulit dan membran mukosa untuk adanya O:
perfusi jaringan - K/U membaik
sianosis.
- KLien tampak rileks
10.25 3. Meninggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi - TD : 120/80 mmHg
duduk tinggi atau semifowler. - RR: 20 x/m
- P: 88 x/m
4. Memonitor kecepatan, irama dan kedalaman , dan - SPO2: 97 %
10.30
- Tidak ada sianosis
kesulitan bernafas
- Klien dipososisikan semi fowler
- Tidak ada suara tambahan
5. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
10.40

10.50 6. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara


A : Masalah teratasi
tambahan P : Intervensi dihentikan pasien rencana mau pulang

11.00 7. Mencatat perubahan pada saturasi oksigen


6. Evaluasi

Subyek I

TABEL 4.7
EVALUASI KEPERAWATAN PADA SUBJEK I DENGAN
STEMI

No Frekuensi nafas Pemberian oksigen Frekuensi nafas setelah


Hari/ Tanggal sebelum diberikan Non Reberating diberikan terapi
Jam terapi oksigen (NRM) Mask (NRM) 10 lpm oksigen (Obsevasi)
10 lpm
1 Sabtu, 33 x/m Selama 30 menit 30x/m
01 Juni 2018
(10:00)
2 Sabtu, 29 x/m Selama 30 menit 27 x/m
01 Juni 2018
(10:30)
3 Sabtu, 26x/m Selama 30 menit 23 x/m
01 Juni 2018
(11:00)

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa terjadi penurunan frekuensi

nafas setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan pemberian terapi

oksigen menggunakan Non Reberating Mask NRM 10 lpm.


Subyek II

TABEL 4.8
EVALUASI KEPERAWATAN PADA SUBJEK II DENGAN
STEMI

N RR sebelum Pemberian oksigen RR sesudah dilakukan


o Hari/ Tanggal dilakukan terarapi Non Reberating terarapi oksigen
Jam oksigen Mask (NRM) 10 lpm (Observasi)

1 Senin, 37 x/m Selama 30 menit 34 x/m


04 Juni 2018
(12:00)
2 Senin, 33 x/m Selama 30 menit 30 x/m
04 Juni 2018
(12:30)
3 Senin, 29 x/m Selama 30 menit 26 x/m
04 Juni 2018
(13:00)

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa terjadi penurunan

frekuensi nafas setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan

pemberian terapi oksigen Non Reberating Mask NRM 10 lpm.

B. Pembahasan

Sesuai dengan tahapan proses keperawatan, maka penulis akan

mengemukakan pembahasan mulai dari pengkajian, penentuan diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan

evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data yang sistematis untuk

menentukan status kesehatan pasien dan untuk mengidentifikasi semua

masalah kesehatan yang aktual. Pengumpulan data pengkajian dilakukan

dengan cara mengumpulkan pengkajian kesehatan dan dengan pemantauan


secara berkesinambungan agar tetap waspada terhadap kebutuhan pasien

dan keefektifan dari rencana keperawatan yang diterima oleh pasien

(Smeltzer, 2001).

Secara teoritis, keluhan utama klien STEMI adalah nyeri pada dada

yang terasa berdebar-debar dan nafas terasa sesak (Kasron, 2012).

Pengkajian yang didapatkan oleh penulis terhadap Subjek I yaitu klien

mengatakan nyeri dibagian dada dan terasa sesak nafas. Pada subjek II

yaitu klien mengatakan nyeri di dada terasa berdebar-debar dan nafas

terasa sesak. Dari kedua subjek tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada

kesenjangan antara pengkajian teoritis dengan hasil pengkajian yang

dilakukan oleh penulis terhadap subjek I dan subjek II.

Proses pemeriksaan fisik secara teori dikatakan bahwa pada

pemeriksaan jantung dengan pasien STEMI di temukan adanya nyeri tekan

(Kasron, 2012). Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang

didapat pada kedua subjek di temukan adanya nyeri tekan didada baik

kepada subjek I maupun kepada subjek II.

Pemeriksaan diagnostik penulis mendapat hambatan, secara teori

pemeriksaan diagnostik pada kasus STEMI untuk ke akuratan dalam

penegakan diagnosa penyakit, akan melakukan beberapa pemeriksaan

seperti: ST elevasi pada elektrokardiogram (EKG). Hasil EKG tersebut

bisa ditegakan diagnosis STEMI. Pemeriksaan laboratorium diantaranya

pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah, dan enzim jantung.

Data yang penulis dapatkan pada catatan medik klien baik pada subjek I
maupun pada subjek II hanya ada hasil pemeriksaan laboratorium

pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Ini menandakan tidak adanya

kesenjangan antara teori dengan kenyataan dilapangan menurut (Andessa,

2010) pemeriksaan penunjang pada STEMI sangat menentukan untuk

menegakkan diagnosa medis yang tepat dan akurat.

Proses penatalaksanaan dan terapi penulis hanya menjalankan

orderan dokter pada subjek I terapi yang diberikan yaitu IVFD RL gtt

xx/m, Aspirin 2x1 via oral, O2 NRM 10 lpm, Ranitidine 2x1 amp, injeksi

Ceftriaxone 2x1 gr, Heparin 2x1 . Pada subjek II terapi yang diberikan

yaitu IVFD RL gtt xx/m, Aspirin 2x1 via oral, O 2 NRM 10 lpm, Ranitidine

2x1 amp, Heparin 2x1 vial.

2. Diagnosa Keperawatan

Terdapat 5 diagnosa keperawatan pada pasien dengan demam

thypoid menurut NANDA NIC-NOC, (2015) adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi

jaringan.

b. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-

sel otot miokard, penurunan curah jantung.

d. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

penurunan konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.

e. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai

oksigen ke otot.
Diagnosa keperawatan pada subjek I dan subjek II penulis

memfokuskan pada 1 diagnosa keperawatan yang ada pada penelitian yaitu

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi

jaringan. Fola nafas tidak efetif adalah inspirasi atau ekspirasi yang tidak

memberikan ventilasi adekuat. Data-data yang menunjukan adanya

gangguan pola nafas yaitu Dispnea, penggunaan otot bantu pernafasan

(SDKI, 2015).

Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan

keluar melalui kerjasama dengan kardiovaskuler dan kondisi hematologis.

Oksigen diatmosfir mengandung konsentrasi sebesar 21 % dan merupakan

kebutuhan normal tubuh terhadap oksigen. Kondisi tubuh berespon seperti

sesak, sianosis, hasil analisa gas darah menunjukkan gangguan maka tubuh

perlu terapi oksigen. (Potter & Perry, 2010)

3. Perencanaan

Setelah menemukan diagnosa keperawatan, maka selanjutnya adalah

menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien STEMI. Dan fokus

diagnosa keperawatan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

gangguan perfusi jaringan. Berdasarkan NIC manajemen jalan nafas salah

satunya adalah terapi oksigen. Salah satu jenis terapi oksigen adalah NRM.

Non Rebreathing Mask (NRM) adalah masker yang digunakan dalam

pengobatan dengan pemberian O2 yang memberikan konsentrasi O2

tertinggi 95- 100% pada kecepatan aliran oksigen 10 - 15 lt/mnt

(Hendrizal, 2013).
Menurut teori Tarwoto dan Wartonah (2010) bahwa terapi oksigen

Non Rebreathing Mask (NRM) sangat efektif diberikan pasien yang

mengalami gangguan jantung, karen pada pasien dengan gangguan jantung

atau cardiac uotput menurun sehingga volume darah terpompa menurun

sehingga hemoglobin yang mengikat oksigen juga menurun, akibatnya

pasien sesak nafas.

Nilai normal pernafasan orang dewasa antara 16-20 x/m. Untuk

menanggulangi masalah-masalah keperawatan yang dihadapi oleh kedua

subjek perencanaan keperawatan disusun berdasarkan teori yang

disesuaikan dengan keadaan atau situasi dan kondisi pasien adanya

gangguan pola nafas, agar rencana tindakan keperawatan yang telah

disusun dapat dilaksanakan dengan baik serta dapat memperoleh hasil

maksimal yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan kreteria hasil

yang ditentukan. Jadi tidak ada kesenjangan antara intervensi teori dengan

intervensi yang diberikan pada kedua subjek baik kepada subjek I maupun

kepada subjek II.

4. Implementasi

Fase implementasi yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang

sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman serta sesuai

dengan kondisi klien (Debora, 2011).

Pada subjek I proses implementasi yang penulis lakukan dengan

diagnosa perawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

gangguan perfusi jaringan, dengan pemberian terapi oksigen menggunakan


Non Rebreathing Mask (NRM) 10 lpm diberikan pada tanggal 01 Juni

2018 pada jam 10:00 wib dengan durasi waktu 30 menit berturut-turut

setelah 30 menit peneliti melakukan observasi pada pasien. Tatalaksana

asuhan keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi

serta menggunakan sarana yang tersedia diruangan, penulis mengikuti

perkembangan pasien dengan melihat dari catatan perawatan.

Secara umum hambatan penulis yang ditemukan selama

melaksanakan asuhan keperawatan pada subjek I adalah keterbatasan

waktu dinas atau waktu pengkajiannya, jadi penulis melaksanakan

implementasinya hanya dapat dilakukan di IGD dan kemudian dilanjutkan

keruangan selama 2 hari. Untuk mengatasi hal tersebut penulis melakukan

kolaborasi dengan keluarga dan perawat ruang untuk memastikan bahwa

pasien mendapatkan perawatan yang optimal dan berkesinambungan.

Pada subjek II proses implementasi yang penulis lakukan dengan

diagnosa perawatan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

gangguan perfusi jaringan, dengan pemberian terapi oksigen menggunakan

Non Rebreathing Mask (NRM) 10 lpm diberikan pada tanggal 12 Juni

2018 pada jam 12:00 wib dengan durasi waktu 30 menit berturut-turut

setelah 30 menit peneliti melakukan observasi pada pasien. Pelaksanaan

asuhan keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi

serta menggunakan sarana yang tersedia diruangan, penulis mengikuti

perkembangan pasien dengan melihat dari catatan perawatan.


Secara umum hambatan penulis yang ditemukan selama

melaksanakan asuhan keperawatan pada subjek II adalah keterbatasan

waktu dinas atau waktu pengkajiannya, jadi penulis melaksanakan

implementasinya hanya dapat dilakukan selama 3 hari.

5. Evaluasi

Setelah melakukan implementasi keperawatan selama tiga hari,

penulis dapat menyatakan bahwa masalah keperawatan dapat teratasi

secara penuh. Evaluasi akhir yang didapat adalah sebagai berikut :

Subjek I diketahui bahwa irama nafas kembali normal dan pola

nafas menjadi efektif terjadi penurunan frekuensi nafas setelah dilakukan

intervensi keperawatan pemberian terapi oksigen NRM 10 lpm beberapa

jam di IGD. Pada jam (10:00) frekuensi nafas sebelum diberikan terarapi

oksigen pada subjek I adalah 33 x/m, setelah dilakukan pemberian terapi

oksigen NRM maka frekuensi nafas turun menjadi 30 x/m. Pada jam

(10:30) frekuensi nafas juga kembali turun dari RR 29 x/m turun menjadi

27 x/m. Dan pada jam (11:00) setelah dilakukan intervensi keperawatan

dengan pemeberian terapi oksigen NRM maka frekuensi nafas pada subjek

I kembali turun jam (11:30) dari 26 x/m turun menjadi 23 x/m. Pada hari

kedua dan ketiga intervensi dilanjutkan diruangan. Pada hari kedua RR

sudah turun signifikan yaitu 22 x/m dan pada hari ketiga klien tampak

tidak sesak nafas frekuensi nafas: 20 x/m dan tidak menggunakan Non

Rebreathing Mask (NRM) lagi


Subjek II diketahui bahwa irama nafas kembali normal dan pola

nafas menjadi efektif terjadi penurunan frekuensi nafas setelah diberikan

intervensi keperawatan pemberian terapi oksigen NRM 10 lpm beberapa

jam di IGD. Pada jam (12:00) frekuensi nafas sebelum dilakukan terarapi

oksigen pada subjek II adalah 37 x/m, sesudah dilakukan terarapi oksigen

maka frekuensi nafas turun menjadi 34 x/m. Pada jam (12:30) frekuensi

nafas juga kembali turun dari frekuensi nafas 33 x/m turun menjadi 30

x/m. Dan pada jam (13:00) setelah dilakukan intervensi keperawatan

dengan pemberian terapi oksigen NRM 10 lpm maka frekuensi nafas pada

subjek II kembali turun dari 29 x/m turun menjadi 26 x/m. Pada hari kedua

dan ketiga intervensi dilanjutkan diruangan. Pada hari kedua frekuensi

nafas sudah turun signifikan yaitu 22 x/m dan pada hari ketiga klien

tampak tidak sesak nafas frekuensi nafas: 20 x/m dan tidak menggunakan

Non Rebreathing Mask (NRM) lagi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Tarwoto dan Wartonah

(2010) bahwa terapi oksigen Non Rebreathing Mask (NRM) sangat efektif

diberikan pasien yang mengalami gangguan jantung, karena pada pasien

dengan gangguan jantung terjadi cardiac uotput menurun sehingga volume

darah terpompa menurun akibatnya hemoglobin yang mengikat oksigen

dalam darah juga menurun, menyebabkan pasien sesak nafas.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Hendrizal, 2013 Non

Rebreathing Mask (NRM) adalah masker yang digunakan dalam


pengobatan dengan pemberian O2 yang memberikan konsentrasi oksigen

tertinggi 95- 100% pada kecepatan aliran oksigen 10 - 15 lt/mnt.

Pada saat bernafas maka terjadi peristiwa penghirupan O 2

(Inspirasi) dan menggeluarkan CO2 (Ekspirasi) diparu-paru. Dalam paru-

paru terjadi pertukaran zat antara O2 dan CO2. O2 dihirup dari udara dan

masuk kedalam darah dan kemudian CO2 dikeluarkan dalam dalam darah

secara osmosis. Faktor yang menentukan konsumsi O2 adalah jantung,

paru-paru dan pembuluh darah harus berfungsi dengan baik. Dalam darah

terdapat hemoglobin yang membawa kaya akan O2 untuk diedarkan

keseluruh tubuh (Guyton & Jhon, 2010)

Hal ini diungkapkan oleh Potter dan Perry (2010) bahwa indikasi

pemberian terapi oksigen menggunakan Non Reberating Mask NRM

sangat cocok diberikan pada psien dengan gangguan oksigenisasi seperti

pasien dengan asma, PPOK, dan penyakit kardiovaskuler lainnya dimana

paru-paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida secara adekuat

sehingga membuat sesak nafas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi oksigen

menggunakan Non Rebreathing Mask (NRM) 10 lpm pada pasien STEMI

untuk mengatasi gangguan pola nafas sangat efektif.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan studi kasus pada dua orang subjek yaitu Tn.

N dan Ny D dengan pemberian terapi oksigen Non Rebreathing Mask (NRM).

Untuk menggatasi gangguan pola nafas pada pasien STEMI di rumah sakit

Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa: dari hasil evaluasi pengkajian pada kedua

subjek yang mengalami sesak nafas setelah diberi intervensi keperawatan

terapi oksigen menggunakan Non Rebreathing Mask (NRM). Diketahui ada

penurunan RR yang signifikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Tahap Pengkajian

Hasil pengkajian penulis pada subjek I dengan subjek II sama-sama

mengalami keluhan utama sesak nafas dengan diagnosis medis STEMI

2. Tahap Diagnosa Keperawatan

Prioritas diagnosa kepada kedua subjek adalah sama yaitu

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi

jaringan.
3. Tahap Perencanaan Keperawatan

Intervensi yang diberikan adalah pada kedua subjek dengan pemberian

terapi oksigen menggunakan Non Rebreathing Mask (NRM) 10 lpm.

4. Tahap Implementasi Keperawatan

Tahap implementasi yaitu penulis dapat melakukannya sesuai dengan

rencana keperawatan yaitu pada kedua subjek pemberian terapi oksigen

menggunakan Non Rebreathing Mask (NRM) 10 lpm dengan durasi

waktu selama 30 menit kemudian diobservasi.

5. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi yaitu dilakukan selama 3 hari berturut-turut dengan hasil

subyek I terjadi penurunan frekuensi nafas setelah dilakukan intervensi

keperawatan dengan pemberian terapi oksigen Non Rebreathing Mask

(NRM) sebanyak 10 x/m. Pada subjek II terjadi penurunan sebanyak 9

x/m, terjadi perbedaan penurunan frekuensi nafas pada subjek I dan

subjek II. Pada hari ke-2 kedua subjek hanya menggunakan nasal kanul.

Pada hari ke-3 kedua subjek tidak sesak nafas lagi.

B. Saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, diharapkan saran ini bisa

diterima dan dipertimbangkan sebaik-baiknya untuk peningkatan kualitas

asuhan keperawatan kedepan.

1 Bagi RS dr. Sobirin Musi Rawas

Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan sumbangan

pemikiran untuk tenaga kesehatan khususnya di Ruang Kenanga RS dr.

Sobirin Musi Rawas dalam memberikan asuhan keperawatan tentang

pemberian terapi oksigen Non Rebreathing Mask (NRM) untuk mengatasi

gangguan pola napas pada pasien STEMI.


2 Bagi Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau

Hasil penulisan ini dapat menjadi masukan bagi pengembangan IPTEK

dan diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan

kualitas belajar mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi

Keperawatan Lubuklinggau khusunya dalam hal pemberian terapi oksigen

Non Rebreathing Mask (NRM) untuk mengatasi gangguan pola nafas pada

pasien STEMI .

3 Bagi pengembangan dan penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penelitian

selanjutnya dengan memperbanyak judul dan intervensi diharapkan

mendapatkan hasil yang lebih baik khusnya dalam mengatasi gangguan

pola nafas pemberian terapi oksigen Non Rebreathing Mask (NRM) pada

pasien STEMI.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I . 2014. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Edisi I. ). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing. pp:
1741-54

American Heart Association (AHA). 2015. Fokus Utama Pembaruan Pedoman


American Heart Association 2015 untuk CPR dan ECC. Guidelines
2015 CPR & ECC

Amin, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogakarta: Mediaction Publishing.

Antman E.M, & Braunwald E. 2008. ST elevation myocardial infarction:


Pathology, pathophysiology and clinical feature. Dalam:Mann DL, Zipes
DP, LibbyP, Bonnow RO, Braunwald E (eds). Braunwald: Heart disease:
A text book of cardiovascular medicine. Edisi 8. Philadelphia: Saunder
Elsevier,pp: 1207-1232

Antono, E.2007. Streptokinase pada Infark Miokard Akut di RSJHK [Thesis].


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 5


Terjemahan Bahasa Indonesia: MOCOMEDIA
Christensen & Kenney,.2009. Proses Keperawatan Aplikasi Model Konseptual.
Edisi 4. Jakrta:EGC
Debora, Oda. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Salemba Medika

Elly et al. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI

Guyton A.C & Hall Jhon E. 2010. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati
Setiawati. Jakarta: EGC

Haryanto. 2013. Konsep Dasar Keperawatan Dengan Pemetaan Konsep. Jakarta:


Salemba Medika

Hendrizal, 2013. Pengaruh Pemberian Terapi Oksigen Dengan Menggunakan


Non- Rebreathing Mask (NRM) terhadap Nilai Tekanan Parsial CO2
(PaCO2) pada Pasien Cedera Kepala Sedang. http://jurnal.fk.unand.
ac.id/index .php/jka/article/download/23/18, diunduh pada tanggal 27
Februari 2018

Ikawati, Zullies. 2011. Penyakit System Pernapasan Dan Tatalaksana Terapinya.


Yogyakarta : Bursa Ilmu.

Kumar A, Christopher P,& Cannon. 2009. Acute coronary syndromes


diagnosisand management. Mayo Clinic ProcJournal. 84(10): 917–938

Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha


Medika

Moorhead, Sue. 2013. Nursing Out Comes Classification (NOC) Edisi 5


Terjemahan Bahasa Indonesia: MOCOMEDIA

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cita

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

Nugroho, T. Putri, T, B. Putri, K, D. 2016. Teori Asuahan Keperawatan GAwat


Darurat Edisi 1. Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam. 2008. Komsop dan Penerapan Metodelogi Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

O’Gara, P.T, Kushner, F.G, Ascheim, D.D, Casey D.E, Chung M.K, de Lemos JA.
2013. ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation
myocardial infarction.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC

Philp,A.I & Jeremy.W.T.P. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:


Erlangga

Pratiwi I. 2012. Komplikasi pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi (STEMI)
yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Semarang :
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep,
proses, dan Praktik. Edisi 7. Vol 3. Jakarta: EGC

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian danPengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan, Depkes RI. Jakarta. Available from:
http:// labmandat.litbang.depkes.go.id/ images/ download/
laporan/RKD/2013/Laporan_riskesdas_2013_final.pdf (Diakses 02
februri 2018)

Rekam medis RS. Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2017

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.


Edisi 8. Jakarta : EGC.

Suciati, N L. 2010. Oxygen therapy. Karangasem: Nursing Community PPNI


Karangasem.

Sudoyo, A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata, K.M, Setiati S. 2009. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing.
pp: 1741-54

Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan


Jakarta: Salemba Medika.
Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, Simoons ML, Chaitman BR, White HD. 2012.
Third universal definition of myocardial infarction. American Heart
Journal. 126(16):2022.

Widyanto B & Yamin L.S. 2014. Terapi Oksigen Terhadap Perubahan Saturasi
Oksigen Melalui Pemeriksaan Oksimetri Pada Pasien Infrak Miokard
Akut (IMA). Jurnal Keperawatan. PPNO Jawa Tengah. Hal 138-143.

Anda mungkin juga menyukai