Anda di halaman 1dari 138

KARYA TULIS ILMIAH

APLIKASI PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PRA BEDAH APPENDIKTOMI
DI RSUD SOBIRIN LUBUKLINGGAU

Disusun
Oleh :
ANSORI
NIM PO.71.20.3.17.087 RPL

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN
PALEMBANG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2018
KARYA TULIS

APLIKASI PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PRA BEDAH
APPENDIKTOMI
DI RSUD SOBIRIN LUBUKLINGGAU

Disusun untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)


Pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang

Disusun Oleh:
ANSORI
NIM: PO.71.20.3.17.087 RPL

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2018

i
PANITIA SIDANG KARYA TULIS
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERERAWATAN LUBUKLINGGAU

Lubuklinggau,.......Juli 2017
Tim Penguji
Ketua

Andra Saferi Wijaya, S.Kep, Ns, M.Kep

Anggota:
Penguji I

H. Jhon Feri, S.Kep, Ns,


M.Kes NIP.
197605091995021001

Penguji II

Zuraidah, SKM, MKM


NIP.
196612171989112001

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH

Judul KTI : Aplikasi Pemberian Informasi Pra Bedah


Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Asuhan
Keperawatan Pra Bedah Appendiktomi Di RSUD
Sobirin Lubuklinggau
Nama Mahasiswa : Ansori
NIM : NIM PO.71.20.3.17.087 RPL
Pembimbing : 1. Andra Saferi Wijaya, S.Kep, Ns, M.Kep
2. Nadi Aprilyadi, S.Sos, M.Kes

Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima dan setujui untuk di ujikan dan
dipertahankan dalam ujian karya tulis ilmiah Program Studi D-3 Keperawatan
Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang Tahun Akademik 2017/2018.
Lubuklinggau, Juli 2018
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Andra Saferi Wijaya, S.Kep, Ns, M.Kep Nadi Aprilyadi, S.Sos, M.Kes
NIP. 19770422 199503 1 001

Mengetahui,
Ka. Program Studi Keperawatan Lubuklinggau
Politeknik Kesehatan Palembang

H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes


NIP. 197605091995021001

i
LEMBAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)

Oleh :

ANSORI
NIM PO.71.20.3.17.087 RPL

Lubuklinggau, Juli 2018


Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Andra Saferi Wijaya, S.Kep, Ns, M.Kep Nadi Aprilyadi, S.Sos, M.Kes
NIP. 19770422 199503 1 001

Mengetahui,
Ka. Program Studi Keperawatan Lubuklinggau
Politeknik Kesehatan Palembang

H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes


NIP. 19760509 199502 1 001

v
HALAMAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:

Nama Mahasiswa : Ansori


NIM : PO. 71.20.3.17.087 RPL
Jurusan : Keperawatan Lubuklinggau
Judul Karya Tulis Ilmiah : Aplikasi Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Pra
Bedah Appendiktomi Di RSUD Sobirin Lubuklinggau
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan
(Amd.Kep) di Program Studi Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes
Palembang. Pada Tanggal 18 Juli 2018 dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk
Diterima.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep, M.Kep (…………………………)

Pembimbing II : Nadi Aprilyadi, S.Sos, M.Kes (…………………………)

Penguji I : H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes (…………………………)

Penguji II : Zuraidah, SKM, MKM (…………………………)

Ditetapkan : Lubuklinggau

Pada tanggal: 18 Juli l 2018

v
PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa KTI dengan judul :

APLIKASI PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PRA BEDAH
APPENDIKTOMI DI RSUD SOBIRIN LUBUKLINGGAU

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Ahli Madya Keperawatan pada
Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang,
sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari KTI yang sudah
dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar Ahli Madya
Keperawatan di lingkungan Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes
Palembang maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan KTI ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap
karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang.
Lubuklinggau, Juli 2018
Yang menyatakan

ANSORI
NIM PO.71.20.3.17.087 RPL

v
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK
POLITEKNIK KESEHATAN KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATANLUBUKLINGGAU

KARYA TULIS ILMIAH, JULI 2018

ANSORI

APLIKASI PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PRA BEDAH
APPENDIKTOMI DI RSUD SOBIRIN LUBUKLINGGAU

xiv + 118 Halaman +8 Tabel +2 Bagan +6 Lampiran

ABSTRAK

Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak ditangani
dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen
usus. Tindakan pembedahan adalah salah metode penatalaksanaan apendisitisi.
Pemberian informasi adalah salah satu komponen dari komunikasi terapeutik yang
bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien melalui pemenuhan kebutuhan
informasi mengenai pembedahan. Metode penelitian ini menggunakan desain studi
kasus dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diganosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi pada dua orang sampel sebagai partisipan
penelitian. Penatalaksanaan kecemasan dilakukan dengan informasi prabedah sehingga
pasien mengetahui tetang operasi yang akan dijalani olehnya. Hasil penelitian diperoleh
dua diagnosa utama pada apendisitis pra operasi yaitu nyeri dan ansietas. Pemberian
informasi pra bedah efektif meyakinkan pasien dengan tindakan yang akan dijalaninya,
sehingga kecemasan pasien menurun.

Kata Kunci: Apendisitis, Informasi, Kecemasan, Pra Bedah


Daftar Pustaka: 35 (2000-2016)

vi
THE MINISTRY OF HEALTH THE REPUBLIC OF INDONESIA
PALEMBANG HEALTH POLYTECHNICS
LUBUKLINGGAU NURSING STUDY PROGRAM

SCIENTIFIC WRITING WORKS, JULI 2018

ANSORI

APPLICATION OF PRA SURGERY INFORMATION ON ANXIETY LEVEL IN


NURSING CARE PRE SURGICAL APPENDIX IN SOBIRIN LUBUKLINGGAU
HOSPITAL

xiv + 118 Pages +8 Table +2 Chart +6 Attachments

ABSTRACT

Appendicitis is an inflammation of the Appendix which is dangerous if it is not treated


immediately where severe infection occurs which can cause rupture of the intestinal
lumen. Surgery is a method of appendicitis management. The provision of information
is one component of therapeutic communication that aims to reduce the level of anxiety
of patients through the fulfillment of information needs about surgery. This research
method uses a case study design using the nursing care approach namely nursing
assessment, intervention, intervention, and evaluation of two samples as study
participants. Anxiety management is carried out with preoperative information so that
the patient knows about the operation to be carried out by him. The results obtained two
main diagnoses of preoperative appendicitis namely pain and anxiety. Provision of pre-
surgical information effectively convinces the patient with the actions to be carried out,
so that the patient's anxiety decreases.

Keywords: Appendicitis, Anxiety, Information, Pre-Surgery


Bibliography: 35 (2000-2016)

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Ahli

Madya Keperawatan pada Politeknik Kesehatan Palembang Program Studi

Keperawatan Lubuklinggau.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Karya Tulis ini masih banyak

terdapat kekurangan dan kelemahan, baik dari penulisan maupun materi. Untuk itu saya

mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun guna

penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada :

1. Kedua Orang Tuaku, yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan baik

material maupun spiritual.

2. Ibu Drg. Nur Adiba Hanun, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Palembang.

3. Bapak H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Ketua Program Studi Keperawatan

Lubuklinggau Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang sekaligu selaku penguji

1 dalam karya tulis ilmiah ini.

4. Bapak Andra Saferi Wijaya, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing Utama dalam

Karya Tulis Ilmiah ini yang telah memberikan bimbingan.

5. Bapak Nadi Aprilyadi, S.Sos, M.Kes, selaku dosen pembimbing Pendamping Karya

Tulis Ilmiah.

x
6. Ibu Zuraidah, SKM, MKM selaku penguji II dalam karya tulis ilmiah ini yang telah

memberikan banyak kriti dan saran yang membangun demi perbaikan KTI ini.

7. Staf Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau

yang telah memberi bimbingan, selama saya mengikuti Pendidikan di Poltekkes

Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau.

8. Kepada teman-teman seperjuangan di Program Studi Keperawatan Lubuklinggau.

Akhirnya semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan

bagi kita semua.

Lubuklinggau,

Penulis,

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN DALAM..........................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN..................................................................iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN SEMINAR................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................v
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................vi
PERNYATAAN KEASLIAN...........................................................................vii
ABSTRAK.........................................................................................................viii
ABSTRACT........................................................................................................ix
KATA PENGANTAR.........................................................................................x
DAFTAR ISI......................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................8
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................8
D. Manfaat Penelitian........................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................11


A. Konsep Appendiksitis.................................................................................11
1. Pengertian............................................................................................11
2. Anatomi Fisiologi................................................................................11
3. Etiologi................................................................................................14
4. Klasifikasi...........................................................................................15
5. Manifestasi Klinis...............................................................................18
6. Web of Cautions (WOC).....................................................................21
7. Komplikasi..........................................................................................22
8. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................23
9. Penatalaksanaan Medis.......................................................................24
B. Konsep Teoritis Informasi Pra Bedah........................................................25
1. Pengertian............................................................................................25
2. Proses Pemahaman Informasi.............................................................27
3. Fungsi informasi..................................................................................28
4. Informasi medis...................................................................................28
5. Hal-hal untuk mengurangi kecemasan................................................29
6. Informasi yang harus disampaikan......................................................29
C. Konsep Pra Bedah......................................................................................32
1. Definisi................................................................................................32
2. Klasifikasi pembedahan......................................................................32
3. Faktor resiko terhadap pembedahan....................................................36
x
4. Pengaruh Pembedahan Terhadap Pasien.............................................36
5. Tindakan keperawatan praoperatif......................................................37
6. Persiapan praoperatif...........................................................................38
D. Konsep Kecemasan....................................................................................39
1. Pengertian............................................................................................39
2. Faktor penyebab kecemasan...............................................................40
3. Gejala kecemasan................................................................................41
4. Kriteria diagnosis kecemasan..............................................................42
5. Respon kecemasan..............................................................................42
6. Tingkat kecemasan..............................................................................43
7. Respon Kecemasan.............................................................................44
E. Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................44
1. Pengkajian...........................................................................................44
2. Pemeriksaan Fisik................................................................................46
3. Diagnosa Keperawatan........................................................................47
4. Intervensi keperawatan........................................................................49
5. Implementasi Keperawatan.................................................................57
6. Evaluasi Keperawatan.........................................................................57
F. Kerangka Konsep.......................................................................................57

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................58


A. Desain Penelitian........................................................................................58
B. Subjek Penelitian........................................................................................58
C. Fokus Studi.................................................................................................59
D. Definisi Operasional...................................................................................59
E. Pengumpulan Data dan Instrumen Studi Kasus.........................................59
F. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................61
G. Analisa Data & Penyajian Data..................................................................61
H. Etika Studi Kasus.......................................................................................63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................65


A. Hasil............................................................................................................65
B. Pembahasan................................................................................................93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................116


A. Kesimpulan...............................................................................................116
B. Saran.........................................................................................................118

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................119
LAMPIRAN

x
DAFTAR
Halaman

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan 33


Tabel 4.1 Hasil Pengkajian Dua Subjek 54
Tabel 4.2 Analis Data 65
Tabel 4.3 Diagnosis Keperawatan 67
Tabel 4.4 Rencana Asuhan Keperawatan 68
Tabel 4.5 Implementasi Asuhan Keperawatan 72
Tabel 4.6 Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan 90
Tabel 4.7 Evaluasi Penurunan Skala Kecemasan 93

xi
DAFTAR

Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Apendik 11

x
DAFTAR BAGAN

Halaman
Bagan 2.1 WOC 21
Bagan 2.2 Kerangka Konsep 43

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Studi Pendahuluan


Lampiran 2 Lembar Observasi Kecemasan
Lampiran 3 SAP Penkes Pra Bedah
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Surat Rekomendasi Penelitia
Lampiran 6 Lembar Bimbingan

xv
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang

Bedah telah menjadi salah satu bentuk keahlian sejak pertengahan

abad 19. Pembedahan merupakan cara dokter mengobati kondisi yang sulit

atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat - obatan sederhana, pada

awalnya dokter bedah hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang prinsip-

prinsip aseptik dan teknik anastesi masih sangat primitif serta tidak aman bagi

pasien (Potter & Perry 2006). Jumlah pembedahan diseluruh dunia pertahun

diperkirakan adalah 234 juta, yaitu satu operasi untuk setiap 25 orang (Weiser

& Regenbogen, 2008). Pertumbuhan jumlah kecelakaan, kasus kanker dan

penyakit kardiovaskular akan meningkatkan prosedur bedah lebih lanjut.

Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup,

tetapi operasi dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan.

Menurut World Population Data Sheet (2006) di negara industri telah

dilaporkan terdapat 3-22% dari semua kasus operasi. International

Classification of Disease di Amerika (2009) menyebutkan pembedahan

diantaranya adalah operasi sistem saraf : 408 orang, operasi sistem endokrin:

41 orang, operasi pada mata: 22 orang, operasi pada telinga: 6 orang, operasi

hidung, mulut dan paring: 105 orang, operasi pada sistem pernafasan: 330

orang, operasi pada sistem cardiovaskuler: 1805 orang, operasi sistem

limpatik: 118 orang, operasi pada sistem pencernaan: 1381 orang, operasi

1
2

pada sistem urinaria: 266 orang, opersi pada sistem reproduksi laki-laki: 152

orang, operasi pada sistem reproduksi perempuan: 441 orang, operasi

persalinan: 1770 orang, operasi pada sistem muskuloskeletal: 1298 orang, dan

operasi pada sistem integumen : 331 orang.

Di Asia sendiri, khususnya di Singapura (2009) jumlah pembedahan

menerima 3 juta pasien bedah setiap tahunnya, mencakup 51% dari total

jumlah operasi bedah di Singapura setiap hari. Sementara itu di Indonesia

sendiri jumlah pembedah tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001 sebesar

45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%, tahun 2004

sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar 53.68 %

(Grace, 2007).

Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya

jika tidak ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa

menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Menurut

Lubis (2008), setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk Indonesia

dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000

penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di

Association of South East Asia Nation (ASEAN).

Apendisitis merupakan masalah yang serius yang harus dicegah sedini

mungkin dan salah satu cara untuk menyembuhkan apendisitis adalah dengan

apendiktomi atau bedah mayor pada apendiks (Price & Wilson, 2006).

Tindakan operasi pada pasien apendisitis banyak menimbulkan dampak

biopsikososial spiritual, salah satunya gangguan tidur yang dapat disebabkan


3

oleh beberapa faktor, misalnya nyeri pada luka post operasi, lingkungan yang

kurang nyaman, kecemasan karena rasa nyeri post operasi (Sudarsono, 2013).

Angka kejadian pembedahan di Palembang khususnya diruang Operasi

Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang antara bulan Januari s/d. Desember

2011 menunjukkan bahwa jumlah seluruh pembedahan sebanyak 5128

pembedahan. Dan jenis pembedahan yang dilakukan diantaranya adalah

bedah umum 845, bedah anak 118, bedah kebidanan 1848, bedah THT 422,

bedah mata 668, bedah orthopedi 278, bedah plastik 211, bedah digestif 253,

bedah saraf 27, bedah tumor 236, bedah urologi 216, bedah mulut 6 (RSMP,

2012).

Rumah sakit adalah sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah

organisasi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada

pasien diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah

kesehatan. Pelayanan yang ada di Rumah Sakit adalah pelayanan pengobatan

baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Pembedahan merupakan

tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan

terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya

misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas diri (Tjandra, 2003).

Sebagian besar pasien beranggapan bahwa operasi atau pembedahan

merupakan pengalaman yang menakutkan. Reaksi cemas ini akan berlanjut

bila pasien tidak pernah atau kurang mendapat dukungan keluarga dan kurang

mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang


4

dilakukan terhadap dirinya. Setiap pasien pernah mengalami periode cemas,

apalagi pasien yang akan menjalani tindakan operasi (Carbonel, 2002).

Saat mengalami pembedahan, pasien akan mengalami stres.

Pembedahan yang ditunggu akan menyebabkan rasa takut dan ansietas (Potter

& Perry, 2006). Kecemasan adalah suatu yang menimpa hampir setiap orang

pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi

normal terhadap situasi yang menekan kehidupan seseorang, dan karena itu

berlangsung tidak lama. Penting sekali untuk mengingat bahwa kecemasan

bisa muncul sendiri atau bersama dengan gejala-gejala lain berbagai

gangguan emosi (Ramaiah, 2003).

Kecemasan yang dialami pasien mempunyai bermacam- macam

alasan diantaranya adalah : cemas menghadapi ruangan operasi dan peralatan

operasi, cemas menghadapi body image yang berupa cacat anggota tubuh,

cemas dan takut mati saat di bius, cemas bila operasi gagal, cemas masalah

biaya yang membengkak. Beberapa pasien yang mengalami kecemasan berat

terpaksa menunda jadwal operasi karena pasien merasa belum siap mental

menghadapi operasi (Sawitri & Sudayanto, 2008).

Menurut Ibrahim (2002) dalam Kusumadewi (2008) gangguan

anxietas di Indonesia terutama di kota Jakarta, menunjukkan prevalensi yang

jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata umum. Prevalensi (angka kesakitan)

gangguan anxietas berkisar pada angka 6-7% dari populasi umum. Kelompok

perempuan lebih banyak mengalami gangguan anxietas jika dibandingkan

dengan prevalensi kelompok laki-laki. Penelitian juga dilakukan pada


5

sejumlah karyawan pada tingkat eksekutif di beberapa instansi pemerintah,

maupun instansi swasta di Jakarta, menunjukkan prevalensi fobia sosial,

sebesar 10-16%. Insiden yang dilaporkan Pra Bedah, kecemasan pada orang

dewasa berkisar antara 11% sampai 80%, Insiden tertinggi yang dilaporkan

oleh psikiater menggunakan psikologis validasi kuesioner (Corman, 1958)

dalam (Maranets, 1999).

Saat ini, data menunjukkan adanya hubungan antara efek kecemasan

dan ketakutan sebelum operasi (Czeisle, 1976) dalam (Maranets 1999). Cara

mengatasi kecemasan yaitu dengan farmakologi dan non farmakologi,

farmakologi salah satunya dengan menggunakan obat-obatan diantaranya

adalah jenis kelompok obat benzoadiazepin, salah satu obat yang lazim

dipakai adalah diazepam, Larazepam, Alprazolam, Buspirone (Ramaiah,

2003).

Perawat sebagai care siver dalam memberikan pelayanan asuhan

keperawatan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan

kebutuhan dasar manusia (KDM), yang salah satunya dalammenangani rasa

cemas, tegang dan ketakutan dengan pendekatan non farmakologi, dan dapat

memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi kecemasan, ketegangan

dan ketakutan pasien yang menghadapi pembedahan (Hamid, A 2012).

Perawat sebagai bagian integral pelaksana pelayanan keperawatan atau

pelayanan di bidang kesehatan harus mengetahui strategi dan penatalaksanaan

non farmakalogi yang tepat untuk mengatasi rasa cemas, ketegangan dan

ketakutan dalam menghadapi tindakan pembedahan(Muttaqin & Sari, 2013).


6

Cemas dalam operasi munkin dapat dikurangi dengan cara

mengetahui lebih banyak tentan kelainan yang pasien derita, sehingga pasien

yakin kalau operasi merupakan jalan terbaik untuk mengatasi masalah.

Sebenarnya, operasi tidak lagi menjadi hal yang menakutkan apalagi jika

dikaitkan dengan rasa sakit akibat kerja obat-obatan anestesi. Cepatnya

perkembangan kefarmasian terutama dengan formula yang diberikan oleh

dokter anestesi, akan memperkuat keyakinan kalau pasien mendapatkan

informasi tambahan dari orang lain yang pernah menjalani operasi yang

sama. Jika dengan semua ini kekhawatiran masih juga menyelimuti tentu

dokter bedah dapat menjadi tumpuan untuk bertanya (Kusmawan, 2011).

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa ketidaktenangan, rasa

khawatir, cemas, yang diukur pada pasien terebut karena tidak sempurnanya

informasi yang diterima. Kata informasi diambil dari bahasa latin

informationem yang berarti “garis besar, konsep atau ide” informasi

merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam

“pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi.

Namun demikian istilah ini memiliki banyak arti bergantung kontek dan

secara umum berhubungan erat dengan konsep seperti arti, pengetahuan,

komunikasi, kebenaran, dan rangsangan mental. Setiap anggota masyarakat

dan institusi membutuhkan informasi. Siapa yang lebih cepat menguasai

informasi, dialah yang kemungkinan suksesnya akan lebih besar. Pendapat ini

memang benar adanya, setiap orang berhak mendapatkan informasi yang jelas
7

dan benar tentang berbagai aspek terutama berkaitan dengan masalah

kesehatan (Adhi, 2011).

Seorang pasien membutuhkan informasi, informasi yang diberikan

kepada pasien dapat meliputi arti yang sangat luas yaitu segala pengetahuan

yang dapat diberikan kepada pasien sehingga dapat juga diartikan sebagai

pemberian pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud dengan bimbingan dan

tuntutan kepada pasien merupakan suatu metode penerangan kepada pasien

yang bermaksud untuk menolong pasien mmelalui komunikasi dalam

menghadapi beban psikis yang mungkin timbul karena perawatan serta

akibat-akibatnya agar pasien mampu menghadapi atau mengatasinya. Fungsi

utama dan pertama informasi adalah menyampaikan pesan atau

menyebarluaskan informasi kepada orang lain yang bersifat mendidik.

Artinya, dari penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima

infomasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui

(Liliweri, 2012).

Pemberian informasi adalah salah satu komponen dari komunikasi

terapeutik yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien

melalui pemenuhan kebutuhan informasi mengenai pembedahan. Pasien pra

bedah atau pre operasi akan lebih mengetahui harapan mereka setelah

dilakukan operasi dan pasien akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk

mengungkapkan tujuan dan pendapat mereka mengenai operasi, serta akan

beradaptasi lebih baik terhadap nyeri dan penurunan mobilitas fisik setelah

tindakan operasi (Anonim, 2012)


8

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan diantaranya

faktor internal yaitu umur (usia), pengalaman, tipe kepribadian, keadaan fisik

seseorang, maturasi (kematangan). Sedangkan faktor eksternalnya status

pendidikan, pengetahuan, status ekonomi (pendapatan), potensi stressor, obat,

keluarga, sosial budaya dan lingkungan. Faktor-faktor ini sangat

mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operasi (Adikusumo, 2003).

Sesorang yang cemas cenderung oleh karena tidak tahu apa yang

dihadapinya, oleh karena itu informasi yang jelas dan terbuka perlu disampai

pada pasien yang akan menjalani pembedahan. Berdasarkan latar belakang

diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang aplikasi informasi pra

bedah pada pasien Apendiksitis terhadap kecemasan pasien.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disusun, maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah aplikasi informasi

prabedah terhadap tingkat kecemasan pasien yang akan mendapatkan

tindakan apendiktomi di RSUD Sobirin Lubuklinggau?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada pasien

apendiksitis yang akan melakukan tindakan apendiktomi di ruang bedah


9

dengan pemberian informasi pra bedaha terhadap tingkat kecemasan

pasien.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan konsep teori Apendiksitis dan tindakan

apendiktomi.

b. Mengetahui dan mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan

kasus apendiksitis.

c. Mengetahui dan mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada

pasien apendiksitis,

d. Mengetahui dan mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada

apendiksitis.

e. Mampu melakukan implementasi keperawatan dan membuat catatan

perkembangan asuhan keperawatan pada pasien apendiksitis.

f. Mampu melakukan intervensi pemberian informasi pra bedah sebelum

klien mendapatakan tindakan apendiktomi.

g. Mengetahui tingkat kecemasan pasien setelah mendapatkan informasi

pra bedah.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmiah dalam

kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pada


1

apendiksitis dan pemberian informasi prabeda pada pasien yang akan

menjalani operasi.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam

meningkatkan pemahaman perawat terkait pentingnya informasi pra

bedaha pada pasien yang akan di operasi karena dapa menurunkan

kecemasan pasien.

3. Bagi Peneliti

Dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan yang berharga

serta menambah wawasan tentang mengaplikasikan hasil penelitian dan

ilmu terkait keperawatan medical bedah dalam pemberian informasi

prabedah dan manajemen ansietas khususnya pada kasus apendiksitis.

4. Bagi Pengembangan Penelitian

Menambah keluasan ilmu di bidang keperawatan medikal bedah

dangan pelaksaan asuhan keperawatan pada apaendiksitis dalam

pemberian informasi prabedah dengan variabel lain dan metode lain.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Appendiksitis

1. Pengertian

Appendicitis adalah peradangan/inflamasi pada apendiks.

Appendicitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran

bawah kanan dari rongga abdomen, untuk bedah abdomen darurat.

(Mubarak, 2009).

Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat

mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih

sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010).

Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada

kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk

bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2005). Apendisitis adalah peradangan

apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut (Price,

2005).

Jadi dapat disimpulkan apendiksitis adalah peradangan yang terjadi

pada bagian apendiks karena penyebab tertentu dengan manifestasi nyeri

pada kuadaran bagian kanan bawah abdomen.

2. Anatomi Fisiologi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira

10 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal

11
1

dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah

ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens

apendisitis pada usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010).

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang

mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan

persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri

viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De

Jong, 2004). Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren

(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf

simpatis dan parasimpatis dari plekxus mesenterica superior. Serabut saraf

simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut

parasimpatis berasal dari kedua nervus vagus. Serabut saraf aferen dari

apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula

spinalis thorakal 10 (Moore, 2006). Posisi apendiks terbanyak adalah

retrocaecal (65%), pelvical (30%), patileal (5%), paracaecal (2%),

anteileal (2%) dan preleal (1%) (R.Putz dan R.Pabst, 2006). Pada 65%

kasus, apendiks terletak intraperitoneal, yang memungkinkan apendiks

bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal,


1

yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens. Gejala klinis

apendisitis ditentukan oleh letak apendiks (Schwartz, 2000). Anatomi

apendiks dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Anatomi Appendiks

Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.

Lendir tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya

mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks

tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin

sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue

(GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks

adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini

sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan


1

di seluruh tubuh. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam

adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum.

Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sekretorik di

saluran pencernaan, namun pengangkatan apendiks tidak menimbulkan

defek fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz, 2000).

3. Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi

bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit

ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya

disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia

jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, tumor

primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan

bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan

langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan

lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan

peran kebiasaan makan (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut

ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor

biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor

perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, ras sedangkan

untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi

bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan

yang kurang baik. Faktor pelayanan kesehatan juga menjadi resiko


1

apendisitis baik dilihat dari pelayan keshatan yang diberikan oleh layanan

kesehatan baik dari fasilitas maupun non-fasilitas, selain itu faktor resiko

lain adalah faktor perilaku seperti asupan rendah serat yang dapat

mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi lumen

sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi (Sjamsuhidajat, De

Jong, 2004).

4. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut

dan apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

a. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,

disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala

apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri

viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering

disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam

beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri

dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan

nyeri somatik setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi:

1) Apendisitis Akut Sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa

disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen

appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang


1

mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan

kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,

mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan (Rukmono,

2011).

2) Apendisitis Akut Purulenta

Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema

menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks

dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia

dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar

berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa

sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.

Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di

dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan

rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik

Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.

Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai

dengan tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).

3) Apendisitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah

arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain

didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren

pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau


1

keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa

terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang

purulen (Rukmono, 2011).

4) Apendisitis Infiltrat

Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum,

kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa

flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono,

2011).

5) Apendisitis Abses

Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk

berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari

sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).

6) Apendisitis Perforasi

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah

gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut

sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak

daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono,

2011).

b. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika

ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2

minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan


1

mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis

menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen

apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya

sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut

apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah

adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).

5. Manifestasi Klinis

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut.

Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi

pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh

perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus.

Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut

jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi,

antara 37,5-38,5 C tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi

perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010).

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita

berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung

bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat

pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010). Pada palpasi,

abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding

abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari

tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Patofisiologi


1

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi

tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,

dan ulserasi mukosa.

Pada saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh

nyeri epigastrium (Price, 2005). Bila sekresi mukus terus berlanjut,

tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan menyebabkan obstruksi

vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan

yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan

terjadi infark dinding) apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini

disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu

pecah, akan terjadi apendisitis perforasi (Mansjoer, 2010).

Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah:

1) Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan

kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda

kunci diagnosis.
2

2) Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness

(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah

saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan

penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

3) Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.

4) Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila

dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini

diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi

peritoneal pada sisi yang berlawanan.

5) Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh

peradangan yang terjadi pada apendiks.

6) Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut

difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,

hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah

hipogastrium (Departemen Bedah UGM, 2010).

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan

terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena

peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak

banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau

sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada

pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-

12 (Departemen Bedah UGM, 2010)


2

6. Web of Cautions (WOC)

Sumber : "Syamsuhidayat, 1997, "Ilmu Bedah", Jakarta, EGC Brunner and


Suddart 2009, " Ilmu Keperawatan Medikal Bedah", Jakarta
7. Komplikasi

Komplikasi dari cedera kepala menurut Wijaya dan Putri

(2013), adalah:

a. Epilepsi pasca trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang

terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena

benturan di kepala. Kejang beberapa baru terjadi bebrapa tahun

kemudian setelah terjadinya cedera kepala. Kejang terjadi pada

sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa

adanya luka tembus dikepala dan pada sekitar 40% penderita

memiliki luka tembus dikepala.

b. Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan

bahasa karena terjadinya cedera kepala pada area bahasa diotak.

Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-

kata.

c. Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas

yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan.

d. Agnosis

Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat

melihat dan merasakan benda tetapi tidak dapat


2

menghubungkannya dengan peran dan fungsi normal dari benda

tersebut.

e. Amnesia

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh

kemampuan untuk mengingat peristiwa yang terjadi sesaat sebelum

(amnesia retrograd) terjadinya kecelakaan atau peristiwa yang

terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca

trauma).

f. Edema serebral dan apendisitissi

Penyebab paling umum dari peningkatan intrakranial,

puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan tekanan

darah, frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala

klinis adanya peningkatan intrakranial.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.

2) Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau

terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks

yang meradang menempel pada ureter atau vesika.

Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis

untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang

menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi

leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak


2

normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan

apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah

terdapat infeksi pada ginjal.

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Apendikogram Apendikogram dilakukan dengan cara

pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang diencerkan

dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum

sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak

atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca

oleh dokter spesialis radiologi.

2) Ultrasonografi (USG) USG dapat membantu mendeteksi

adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan

dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura

(Penfold, 2008)

9. Penatalaksanaan Medis

a. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita

apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operatif.

1) Penanggulangan konservatif Penanggulangan konservatif

terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai

akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada

penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan


2

penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik

sistemik (Oswari, 2000).

2) Operatif Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan

apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi

membuang appendiks. Penundaan appendektomi dengan

pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan

perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase (Oswari,

2000)

B. Konsep Teoritis Informasi Pra Bedah

1. Pengertian

Bagian yang terpenting dalam pembicaraan informed consent

tentulah mengenai informasi. Menurut Depdiknas, 2013 informasi identik

dengan jalan masuk. Informasi bersal dari kata informare yang sebenarnya

berarti memberi bentuk. Informasi adalah pemberritahuan tentang sesuatu

agar orang dapat membentuk pendapat berdasarkan sesuatu yang diketahi.

Kata informasi diambil dari bahasa latin informationem yang

berarti “garis besar, konsep atau ide” informasi merupakan kata benda dari

informare yang berarti aktivitas dalam “pengetahuan yang

dikomunikasikan”. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari

pembelajaran, pengalaman, atau intruksi. Namun demikian istilah ini

memiliki banyak arti bergantung kontek, dan secara umum berhubungan

erat dengan konsep seperti arti, pengetahuan, komunikasi, kebenaran, dan


2

rangsangan mental. Setiap anggota masyarakat dan institusi membutuhkan

informasi. Siapa yang lebih cepat menguasai informasi, dialah yang

kemungkinan suksesnya akan lebih besar. Pendapat ini memang benar

adanya, setiap orang berhak mendapatkan informasi yang jelas dan benar

tetang berbagai aspek terutama berkaitan dengan masalah kesehatan

(Andhi, 2013).

Seorang pasien membutuhkan informasi, informasi yang diberikan

kepada pasien dapat meliputi arti yang sangat luas yaitu segala

pengetahuan yang dapat diberikan kepada pasien sehingga dapat juga

diartikan sebagai pemberian pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud

dengan bimbingan dan tuntutan kepada pasien merupakan suatu metode

penerangan kepada pasien merupakan suatu metode penerangan kepada

pasien yang bermaksud untuk menolong pasien melalui komunikasi dalam

menghadapi beban psikis yang mungkin timbul karena perawatan serta

akibat-akibatnya agar pasien mampu menghadapi atau mengatasinya.

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan pasien adalah memberikan

bantuan penerangan kepada pasien mengenai segala kemungkinan yang

terjadi, sehingga pasien siap dalam menghadapi dan menyesuaikan dengan

keadaan dirinya. Instruksi pada pasien dapat tertulis dan dapat pula tidak,

dan dapat gerakan tangan yang dilakukan pada pemeriksaan selama proses

penyembuhan (Astuti, 2013).


2

2. Proses Pemahaman Informasi

Untuk dapat mengerti ataupun paham tentang informasi yang

disampaikan seseorang kepada orang lain haruslah melalui beberapa

proses antara lain:

a. Sensasi

Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera yang tidak

memerlukanmpenguraian verbal, simbolis atau konseptual, dan

terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra. Fase ini yang

paling berperan untuk dapat mencerna informasi adalah alat-alat indra.

b. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dari

menafsirkan pesan. Banyak hal yang mempengaruhi persepsi

seseorang seperti pengaruh kebetulan, kesiapan mental, suasana

emosional dan latar belakang budaya.

c. Memori

Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang

menyebabkan organusme merekam fakta tentang dunia dan

menggunakan pengetahuan untuk mebimbing perilaku.

d. Berfikir

Berfikir adalah proses untuk menarik kesimpulan untuk

membuat keputusan. Dengan berfikir seseorang akan dapat


2

menyimpulkan arti dari rangsangan yang diterimanya melalui indera

yang mendapat rangsangan tersebut (Arikunto, 2013).

3. Fungsi informasi

Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan

pesan atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain yang bersifat

mendidik. Artinya dari penyebarluasan informasi itu diharapkan para

penerima informasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang

ingin dia ketahui (Liliweri, 2011).

Pada pasien pra informasi sangat perlu mendapatkan informasi

yang sejelas-jelasnya dan selengkapnya yaitu informasi tentang perlunya

tindakan medis yang bersangkutan dan resiko yang ditimbulkannya.

Informasi yang harus diberikan adalah tentang keuntungan dan kerugian

atau faktor resiko dari tindakan medis yang akan dilaksanakan. Namun

jika dokter banyak memberikan informasi tentang resiko, terdapat

kemungkinan akan mempengaruhi mental pasien yang sangat awam, dan

dalam keadaan sakit atau takut yang bisa mengarah pada kegagalan

sebelum dilakukan tindakan medis (Astuti, 2013).

4. Informasi medis

Menurut Astuti (2013), isi informasi medis yng dikemukakan adalah:

a. Diagnosa

b. Terapi dengan kemungkinan alternatif terapi

c. Tentang cara kerja dan pengalaman dokter

d. Resiko
2

e. Kemungkinan perasaan sakit ataupun perasaan lainnya (misalnya,

gatal-gatal)

f. Prognosis

5. Hal-hal untuk mengurangi kecemasan

Beberapa hal yang perlu diketahui pasien praoperasi untuk

mengurangi kecemasan menurut Roper (2011) adalah:

a. Pengenalan staf

b. Lama waktu perawatan di rumah sakit

c. Pengetahuan tentang operasi

d. Persiapan sebelum operasi

e. Pembiusan

f. Perawatan sesudah operasi

g. Perawatan sesudah operasi

h. Pengobatan

i. Latihan-latihan

j. Kapan saja pasien boleh bangun dari tempat tidur setelah operasi

6. Informasi yang harus disampaikan

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 168 ayat 1 “Untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan

informasi kesehatan ayat 2” Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor,

ayat 3 : “Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana


3

dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam Pasl

169 Pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk

memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Sedangkan informasi yang perlu disampaikan kepada pasien atau

keluarga adalah informasi mengenai apa yang perlu disampaikan, kapan

disampaikan, siapa yang harus menyampaikan dan informasi mana yang

harus disampaikan, tentu segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit

pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan

yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi dan lain-lain

sehingga pasien atau keluarga dapat memahainya. Hal ini mencakup

bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan

alternatif terapi. Mengenai kapan disampaikan bergantung pada waltu

yamg bersedia setelah dokter memutuskan akan melakukan tindakan

invasif.

Pasien atau keluarga harus diberi waktu yang cuku untuk

menentukan keputusannya. Yang menyampaikan informasi, begantung

pada jenis tindakan yang akan dilakukan dalam tindakan bedah dan

tindakan invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan

tindakan. Penyampaian informasi ini memerlukan kebijaksanaan dari

dokter yang akan melakukan tindakan tersebut atau petugas yang ditunjuk.

Mengenai informasi mana yang disampaikan haruslah selengkap-

lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan


3

kepentingan kesehatan pasien atai pasien menolak diberikan informasi,

bila perlu, informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien (Hanafiah &

Amir, 2011).

Informasi praoperasi menurut Kozier dan Erb ( 2013) yaitu:

a. Menjelaskan perlunya dilakukan pemeriksaan preoperasi (misalnya

laboratorium, sinar –X, dan elektrokardiogram )

b. Mendiskusikan persiapan usus bila diperlukan.

c. Mendiskusikan persiapan kulit termasuk daerah yang akan dilakukan

operasi dan mandi (shower preoperasi).

d. Mendiskusikan pengobatan preoperasi bila diprogramkan.

e. Menjelaskan terapi individu yang diprogramkan oleh dokter seperti

terapi intravena, pemasangan kateter urin, atau selang nasogastrik,

penggunaan spirometer, atau stoking anti emboli.

f. Menjelaskan kunjungan ahli anestesi

g. Menjelaskan perlunya pembatasan makanan atau minuman oral

minimal 8 jam sebelum pembedahan.

h. Menyediakan table waktu yang umum untuk periode preoperasi

termasuk periode pembedahan.

i. Mendiskusikan perlunya melepas perhiasan, menghapus make up dan

melepas semua prosthesis (misalnya kaca mata,gigi palsu, wig ) segera

sebelum pembedahan.

j. Menginformasikan kepada klien mengenai area operasi serta beritahu

lokasi ruang tunggu bagi individu pendukung.


3

k. Mengajarkan latihan nafas dalam dan batuk, latihan tungkai, cara

mengubah posisi dan gerak.

l. Melengkapi daftar tilik preoperasi.

C. Konsep Pra Bedah

1. Definisi

Pembedahan merupakan tindakan yang menggunakan teknik

invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

ditangani melalui sayatan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

luka (Susetyowati dkk, 2010). Menurut Muttaqin & Sari (2013) tahap awal

dari pembedahan adalah perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien

memutuskan untuk dilakukan tindakan pembedahan hingga berada di atas

meja operasi. Preoperasi adalah sebagai landasan kesuksesan tahap

selanjutnya sehingga pada tahap ini perlu pengkajian secara integral,

komprehensif, dan klarifikasi. Jika terjadi kesalahan pada fase ini maka

akan berakibat fatal pada tindakan yang akan dilakukan berikutnya

(Muttaqin & Sari, 2013).

2. Klasifikasi pembedahan

Jenis prosedur pembedahan di klasifikasikan berdasarkan pada

tingkat keseriusan, kegawatan dan tujuan pembedahan (Potter & Perry,

2012).

a. Berdasarkan tingkat keseriusan atau emergensi

Menurut derajat resikonya tindakan pembedahan dibagi menjadi :


3

1) Bedah mayor (operasi bear)

Bedah mayor merupakan pembedahan yang bersifat urgen

atau emergensi yang melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang

luas pada bagian tubuh, menimbulkan resiko yang tinggi bagi

kesehatan. Tujuan dari bedah mayor ini adalah untuk

menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian

tubuh, memperbaiki funsi tubuh, dan meningkatkan kesehatan.

2) Bedah minor (operasi kecil)

Bedah minor adalah operasi yang secara umu bersifat

selektif, melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh,

sering dilakukan untuk memperbaiki deformitas, mengandung

resiko yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bedah mayor.

Bedah mior bertujuan untuk memperbaiki fungsi tubuh,

mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki deformitas, contohnya

pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretage, mengangkat tumor-

tumor jinak atau kista pada kulit. Bedah minor biasanya

menggunakan anestesi lokal.

b. Berdasarkan tingkat urgnsi

Berdasarkan tingkat urgensinya klasifikasi pembedahan di bagi

menjadi:

1) Elektif

Pasien dioperasi dengan direncanakan dalam beberapa

bulan. Pembedahan dilakukan berdasarkan pada pilihan pasien.,


3

tidak penting dan tidak mngkin tidak dibutuhkan untik kesehatan,

misalnya operasi plastik wajah, rekonstruksi payudara atau vagina,

repair scar.

2) Gawat/urgent

Pasien membutuhkan perhatian segera, indikasi

pembedahan antara 24-30 jam. Pembedahan perlu untuk kesehatan

pasien, dapat mencegah timbulnya masalah tambahan seperti

destruksi jaringan, atau fungsi organ yang terganggu, tidak harus

selalu bersifat darurat, misalnya eksisi tumor ganas, peningkatan

batu kandung empedu, pengangkatan batu ureter dan batu ginjal.

3) Darurat/emergent

Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan dapat

mengancam jiwa indikasi pemebdahan tanpa ditunda. Pembedahan

harus segera dilakukan untuk menyelamatkan jiwa dan

mempertahankan fungsi organ. Misalnya memperbaiki perforasi

apendiks, memperbaiki amputasi traumatic, mengontrol

perdasrahan internal.

c. Berdasarkan tujuan

Berdasarkan tujuan, klasifikasi pembedahan dibagi menjadi:

1) Diagnostik

Pembedahan dilakukan untuk memperkuat diagnosis

dokter, termasuk pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan

diagnostik lebih lanjut, misalnya, biopsi, laparotomi eksplorasi.


3

2) Ablatif

Merupakan pengangkatan bagian tubuh yang menderita

penyakit. Misalnya amputasi, pengangkatan apendiks,

kolesistektomi.

3) Paliatif

Mengurangi atau menghilangkan gejala penyakit, tetapi

tidak, akan menyembuhkan penyakit. Misalnya, kolostomi,

deridement jaringan nekrotik, reseksi serabut saraf.

4) Rekonstruktif

Yang mengembalikan fungsi atau penampilan jaringan yang

mengalami trauma atau malfungsi. Misalnya fiksasi internal pada

fraktur, perbaikan jaringan parut.

5) Transplantasi

Pembedahan dilakukan untuk mengganti organ atau struktur

yang mengalami malfungsi,. Misalnya, transplantasi ginjal, kornea

atau hati, penggantian pinggul total.

6) Konstruktif

Mengembalikan fungsi yang hilang atau berkurang akibat

anomaly congenital. Misalnya, meperbaiki bibir sumbing,

penutupan defek katup jantung.


3

3. Faktor resiko terhadap pembedahan

Menurut Potter & Perry ( 2012 ) terdapat beberapa faktor resiko

dalam pembedahan antara lain :

a. Usia

b. Nutrisi

c. Penyakit Kronis

d. Merokok

e. Alkohol dan obat-obatan

4. Pengaruh Pembedahan Terhadap Pasien

Tindakan bedah adalah ancaman potensial atau aktual kepada

integritas orang, dapat membangkikan reaksi stress baik fiiologis maupun

psikologis (Barbara, 2012). Reaksi stress fisiologis mempunyai hubungan

langsung dengan pembedahan, lebih ekstensif pembedahan besar respon

fisiologisnya, berikut adalah respon pasien terhadap pembedahan:

a. Respon fisiologis

Operasi besar merupakan stressor kepada tubuh dan memicu

respon neuro endokrin. Respon terdiri dari system syaraf simpatis dan

respon hormonal yang bertugas belindungi tubuh dari ancaman

cedera. Bila stres terhadap system cuku gawat atau kehilangan darah

cukup banyak. Mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak

beban dan shock akan menjadi beban dari iu semua. Anestesi tertentu

yang dipakai dapat membantu terjadinya shock (Barbara, 2012).


3

Respon metabolisme yang terjadi, karbohidrat dan lemak

dimetabolisme untuk menghasilkan energi. Protein tubuh dipecah

untuk menyajikan suplai asam amino yang dipakai untuk membangun

jaringan baru. Faktor ini menjurus pada kehilangan berat badan

setelah pembedahan besar. Intake protein yang tinggi diperlukan guna

mengisi kebutuhan protein untuk keperluan penyembuhan dan

mengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal.

b. Respon psikologis

Setiap orang berbeda pandangan dalam menanggapi tindakan

beda sehingga reponnya berbeda-beda. Namun sesungghnya selalu

terjadi ketautan dan penghayatan yang umun. Sebagian ketakutan

yang meatar belakangi prabedah adalah keinginan mengelak dan

orang tidak akan mengetahui penyebabnya (Barbara, 2012).

Respon kecemasan seseorang sangat berbeda, dapat ditinjau

dari tingkah laku dan caranya berbicara dan akan berusaha

menyesuaikan diri dengan lingkungan, sebelum operasi pasien

cenderung banyak marah, kesal bingung atau depresi, pasien lebih

mudah tersnggung akibat psikisnya.

5. Tindakan keperawatan praoperatif

Tindakan keperawatan praoperatif merupakan tindakan yang

dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk

dilakukan tindakan pembedahan dalam tujuan untuk menjamin

keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan


3

penunjang serta mental sangat diperlukan karena ustau kesuksesan

pembedahan klien berawal dai kesuksesan perisapan yang dilakukan

selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan

preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap

selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-

masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan iutcome yang

optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna ( Rothrock, 2011).

Pengkajian secara integral dari fungsi fisik biologis dan psikologis sangat

diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

6. Persiapan praoperatif

a. Persiapan fisik

Pemeriksaan fisik pre operasi yang dialami pasien dibagi

menjadi 2 tahapan, yaitu persiapan diunit perawatan dn persiapan di

ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harys dilakukan terhadap

pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth (2012), antara

lain:

1) Status kesehatan fisik secara umum

2) Status nutrisi

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Kebersihan lambung dan kolon

5) Pencukuran daerah operasi

6) Personal Hygine

7) Pengosongan kandung kemih


3

b. Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum

operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam

menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi,

batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan

pada pasien sebelum operasi antara lain:

1) Latihan Nafas Dalam

2) Latihan Batuk Efektif

3) Latihan Gerak Sendi

4) Persiapan Penunjang

5) Pemeriksaan Status Anestesi

6) Informed Consent

7) Persiapan Mental/Psikis

8) Obat-Obatan Premedikasi

D. Konsep Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan adalah perasaan kekhawatiran subjektif dan ketegangan

yang dimanifestasikan untuk tingkah laku psikologis dan berbagai pola

perilaku (Nettina &Ratih, 2012). Kecemasan merupakan suatu perasaan

subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai

reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak

adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya
4

tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai

perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010).

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat diatas

bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu

yang sangat mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan karena

adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu

yang buruk akan terjadi.

2. Faktor penyebab kecemasan

Ibrahim (2012), mengemukakan beberapa penyebab dari

kecemasan yaitu :

a. Faktor biologis

Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonom yang

berlebihan dengan naiknya sistem tonus saraf simpatis.

b. Psikologis

Ditinjau dari aspek psikonalisa, kecemasan dapat muncul akibat

impuls-impuls bahwa sadar yang masuk kealam sadar. Mekanisme

pembelaan ego yang tidak sepenuhnya berhasil juga dapat

menimbulkan kesemasan yang mengambang, reaksi pergeseran yang

dapat mengakibatkan reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan

yang berifat subyektif atas adanya bahaya yang tidak dikenali

sumbernya.
4

c. Sosial

Kecemasan yang timbul akibat hubungan interpersonal dimana

individu menerima suatu keadaan yang menurutnya tidak disukai oleh

orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya.

3. Gejala kecemasan

Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam

kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau

keadaan yang benar-benar ada. Kholil Lur Rochman, (2010)

mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain :

a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian

menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan

bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.

b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan

sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable,

akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.

c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of

persecution (delusi yang dikejar-kejar).

d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah,

banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.

e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan

tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.


4

4. Kriteria diagnosis kecemasan

Menurut, (Ibrahim, 2012) kriteria diagnosis untuk gangguan

kecemasan karena kondisi medis meliputi :

a. Kecemasan yang menonjol, serangan panik, atau kompulsi yang

menguasai gejala klinis.

b. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau

temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat lansung dari

kondisi medis umum.

c. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

(misalnya gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dimana stresor

adalah suatu kondisi medis umum yang serius).

d. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, perjalanan atau fungsi penting lain.

5. Respon kecemasan

Respon kecemasan menurut (Stuart & Sundeen, 2011), dapat

terjadi berbagai perubahan yang meliputi :

a. Faktor fisiologis: sistem kardiovaskuler, sistem respiratori, sistem

neuromuskuler, sistem gastrointstinal, sistem urinaria, sitem integumen.

b. Respon perilaku: kelelahan, ketegangan fisik, tremor, reaksi tiba-tiba,

bicara cepat, koordinasi kurang, sering terjadi kecelakaan.

c. Respon kognitif: gangguan perhatian, pelupa, selalu salah dalam

mengambil keputusan, penurunan lapang pandang, penurunan


4

produktifitas, penuruanan kreatifitas, menarik diri, kebingungan,

objektifitas kurang, taut mati.

d. Respon afektif: helisah, tidak sabar, tegang, mudah terganggu,

ketakutan, mudah tersinggung.

6. Tingkat kecemasan

Kecemasan diindentifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu, ringan,

sedang, berat dan panik. Semakin tinggi tingkat kecemasan individu maka

akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Kecemasan berbeda dengan

rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya.

Kecemasan merupakan masalah psikiatri yang paling sering terjadi,

tahapan tingkat kecemasan akan dijelaskan sebagai berikut (Stuart, 2007):

a. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan persepsi.

b. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu

yang lebih terarah. cemas sedang ditandai dengan peningkatan denyut

nadi, berkeringat dan gejala somatik ringan (Flashcard machine, 2011).

c. Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang yang

cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik, dan tidak

dapat berpikir tentang hal lain.


4

d. Tingkat panik (sangat berat) berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang

mengalami panik tidak mempu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan.

7. Respon Kecemasan

Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon

kecemasan menurut Suliswati (2013) antara lain:

a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan

c. Respon Kognitif

d. Respon Afektif

E. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Kemampuan mengidentifikasikan masalah keperawatan yang terjadi pada

tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan (Rohmah & Wahid,

2012)

a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis

kelamin, agama, alamat, golongan darah, hubungan klien dengan

keluarga.
4

b. Keluhan Utama : pada pasien apendisitis keluhan utama yang

dirasakan adalah nyeri pada abdomen, mual, muntah, malaise, dan

demam:

P : Klien mengatakan perutnya terasa nyeri a

Q : Nyerinya seperti ditusuk-tusuk

R : Nyeri berkisar di perut abdomen kuadran kanan bawah

S : Skala nyeri berkisar antara 4 sampai 10

T : Nyeri terjadi kadang-kadang dan bertambah ketika bergerak

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada umumnya klien mengeluh perut kanan bawah teras

sakit dan panas. Setelah dilakukan pemeriksaan kemudia klien

disarankan opname di ruang bedah/operasi.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat

hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan

obat-obat anti koagulan, aspirin, vasolidator, obat-obat adiktif,

konsumsi alkohol berlebihan.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang

menderita hipertensi dan diabetes melitus.


4

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Head to Toe

a. Kepala didapatkan masalah atau tidak

b. Dada biasanya tidak terdapat masalah jika klien nyeri terjadi

peningkatan pernafasan

c. Pemeriksaan abdomen meliputi :

1) Inspeksi tidak ditemukannya kelainan pada abdomen.

2) Auskultasi memeriksa jumlah bising usus selama ±60 detik.

3) Palpasi dapat ditemukan nyeri tekan atau nyeri lepas di kuadran I,

II, III atau IV.

4) Perkusi tidak ditmukanya masalah pada kuadran I, II, III, atau IV.

5) Biasanya ada keluhan nyeri di perut kuadran kanan bawah

d. Pemeriksaan Genetalia, tidak ditemukannya masalah pada bagian

genitalia

e. Pada pemeriksaan Rectum tidak ditemukan masalah.

f. Pemeriksaan ektremitas

1) Ekstremitas atas: bagaimana warna kulit kedua tangan, adakah

deformitas tulang, adakah edema pada salah satu tangan, bagimana

CRT (Capillary Refill Time), periksa kemampuan pasien untuk

fleksi dan ekstensi, kaji kemampuan menggenggam.

2) Ekstremitas bawah: palpasi pada kedua kaki apakah ada edema,

kaji adanya luka atau bekas luka, kaji keuatan otot kaki, apakah ada
4

deformitas tulang, bagaimana CRT (Capillary Refill Time)

(Debora, 2013).

3. Diagnosa Keperawatan

a. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan

kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu

pengetahuan. Perumusan masalah Setelah analisa data dilakukan,

dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah kesehatan

tersebut ada yang dapat diintervensi dengan asuhan keperawatan

(masalah keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih

memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosis

keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan

berdasarkan criteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan

dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi, sedangkan

segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar

maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi

yang lebih parah atau kematian. Prioritas masalah juga dapat

ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu:

Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam

kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan

b. Diagnosa Yang Timbul

Berdasarkan SDKI (2017) diagnosa keperawatan yang timbul

adalah:
4

1) Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh

inflamasi

2) Ansietas berhubungan dengan proknosis penyakit rencana

pembedahan

3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

kognitif mengenai penyakit yang diderita

4) Resiko Infeksi berhubungan dengan luka pembedahan


4

4. Intervensi keperawatan

Intervensi berdasarkan Nanda, NIC, NOC (2016) adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi Keperawatan Rasional


Hasil
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan NIC
Definisi: Pengalaman keperawatan selama 3x24 Pain Management
sensori dan emosional yang jam nyeri yang dialami 1) Lakukan pengkajian 1) Untuk mengetahui
tidak menyenangkan yang pasien berkurang atau nyeri secara keadaan nyeri yang
muncul akibat kerusakan hilang dengan kriteria komprehensif dialami pasien.
jaringan yang aktual atau hasil : termasuk lokasi,
potensial atau digambarkan NOC karakteristik, durasi,
dalam hal kerusakan Pain Level frekuensi, kualitas
sedemikian rupa; Pain Control dan faktor presipitasi
(International Associtation Comfort Level 2) Lakukan pemeriksaan 2) Untuk mengetahui
For The Study Of Pain): Kriteria Hasil tanda-tanda vital keadaan umum
awitan yang tiba-tiba atau 1) Mampu Mengkontrol pasien
lambat dari intensitas ringan Nyeri (tahu penyebab 3) Observasi reaksi 3) Untuk mengetahui
hingga berat dengan akhir nyeri, mampu nonverbal dari keadaan nyeri yang
yang dapat diantisipasi atau menggunakan tehnik ketidaknyamanan dialami pasien
diprediksi dan berlangsung non farmakologi untuk 4) Gunakan teknik 4) Untuk mengetahui
<6bulan. mengurangi nyeri, komunikasi teraupetik keadaan nyeri yang
Batasan Karakteristik: mencari bantuan). untuk mengetahui dialami pasien
 Perubahan selera 2) Mampu Mengenali pengalaman nyeri
makan Nyeri ( skala, pasien.
5

 Perubahan tekanan intensitas, frekuensi, 5) Kaji kultur yang 5) Untuk mengetahui


darah dan tanda nyeri). mempengaruhi respon keadaan nyeri yang
 Perubahan frekuensi 3) Skala nyeri dalam nyeri dialami pasien
jantung rentang 1-3 6) Evaluasi pengalaman 6) Untuk mengetahui
 Perubahan frekuensi 4) Menyatakan Rasa nyeri masa lampau tingkat penerimaan
pernafasan Nyaman Setelah Nyeri rasa nyeri pasien
 Laporan isyarat Berkurang. 7) Evaluasi bersama 7) Untuk menentukan
 Diaforesis pasien dan tim intervensi yang akan
 Perilaku distraksi (mis, kesehatan lain tentang diambil
berjalan mondar ketidakefektifan
mencari orang lain dan kontrol nyeri masa
atau aktifitas lain, lampau
aktifitas yang berulang) 8) Bantu pasien dan 8) Untuk membantu
keluarga untuk proses
 Mengekspresikan
mencari dan penyembuhan
perilaku (mis, gelisah,
menemukan pasien
merengek, menangis)
dukungan
 Masker wajah (mis,
9) Kontrol lingkungan 9) Untuk membuat
mata kurang bercahaya,
yang dapat pasien nyaman
tampak kacau, gerakan
mempengaruhi nyeri
mata berpancar atau
seperti suhu ruangan,
tetap pada satu fokus
pencahayaan dan
meringis)
kebisingan
 Sikap melindungi area
10) Kurangi faktor 10) Untuk mengurangi
nyeri
presipitasi nyeri nyeri pasien
 Fokus menyempit (mis, 11) Pilih dan lakukan 11) Untuk mengurangi
gangguan persepsi penanganan nyeri nyeri pasien
nyeri, hambatan proses (farmakologi, non
5

berfikir, penurunan farmakologi dan


interaksi dengan orang interpesronal)
dan lingkungan) 12) Kaji tipe dan sumber 12) Untuk menentukan
 Indikasi nyeri yang nyeri untuk intervensi yang
dapat diamati menentukan diambil
 Perubahan posisi untuk intervensi
menghindari nyeri Ajarkan teknik non
 Sikap tubuh farmakologi : Slow Deep
melindungi Breathing
 Dilatasi pupil 13) Berikan analgetik 13) Untuk mengurangi
 Melaporkan nyeri untuk mengurangi nyeri pasien
secara verbal nyeri
 Gangguan tidur 14) Evaluasi keekfektifan 14) Untuk mengurangi
Faktor Yang kontrol nyeri nyeri pasien
Berhubungan: 15) Tingkatkan istirahat 15) Untuk mengetahui
hasil dari intervensi
 Agen Cedera (mis,
yang dilakukan
biologis, zat kimia,
16) Kolaborasikan dengan 16) Untuk membantu
fisik, psikologis)
dokter jika ada proses
keluhan dan tindakan penyembuhan
nyeri tidak berhasil pasien
17) Monitor penerimaan 17) Untuk mengetahui
pasien tentang hasil dari intervensi
manajemen nyeri yang dilakukan
5

2 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC


dengna prognosi penyakit keperawatan selama 3x24 Anxiety Reduction
rencana pembedahan jam Ansietas berkurang (penurunan kecemasan)
Definisi: Perasaan tidak atau terkontrol kriteria 1) Gunakan pendekatan 1) Pendektan yang
nyaman atau kekawatiran hasil : yang menenangkan menenangkan dapat
yang Samar disertai respon NOC 2) Nyatakan dengan mengurangi
autonom (sumber sering kali Anxiety self-control jelas harapan terhadap kecemasan
tidak spesifik atau tidak Anxiety level pelaku pasien 2) Memberikan pasien
diketahui oleh individu); Coping 3) Jelaskan semua ketenangan
perasaan takut yang Kriteria Hasil prosedur dan apa 3) Pengetahuan yang
disebabkan oleh antisipasi 1) Klien mampu yang dirasakan baik tentang
terhadap bahaya. Hal ini mengidentifikasi dan selama prosedur prosedur dapat
merupakan isyarat mengungkapkan 4) Pahami prespektif mengurangi
kewaspadaan yang gejala cemas. pasien terhadap kecemasan
memperingatkan individu 2) Mengidentifikasi, situasi stress 4) Memahami
akan adanya bahaya dan mengungkapkan dan 5) Temani pasien untuk perspektif pasien
kemampuan individu untuk menunjukkan tehnik memberikan dapat menurunkan
bertindak menghadapi untuk mengontol keamanan dan kecemasan
ancaman. cemas. mengurangi takut 5) Menemani pasien
Batasan Karakteristik: 3) Vital sign dalam batas 6) Dorong keluarga dapat memberikan
 Penurunan normal. untuk menemani anak kenyamanan.
produktivitas 4) Postur tubuh, ekspresi 7) Lakukan back / neck 6) Memberi rasa rileks
 Gerakan yang wajah, bahasa tubuh rub 7) Untuk mengurangi
ireleven dan tingkat aktivfitas 8) Dengarkan dengan cemasa
 Gelisah menunjukkan penuh perhatian 8) Mendengarkan
 Melihat sepintas berkurangnya 9) Identifikasi tingkat penuh perhatian
 Insomnia kecemasan kecemasan mengurangi cemas
5) 10) Bantu pasien 9) Untuk memberikan
5

 Kontak mata yang mengenal situasi yang pengatuan kepada


buruk menimbulkan pasien
 Mengekspresikan kecemasan 10) Perasaan yang
kekawatiran karena 11) Dorong pasien untuk terbuka
perubahan dalam mengungkapkan meningkatkan rasa
peristiwa hidup perasaan, ketakutan, aman
 Agitasi persepsi 11) Relaksasi
 Mengintai 12) Instruksikan pasien menurunkan cemas
 Tampak waspada menggunakan teknik 12) Kolaborasi obat
 Wajah tegang, relaksasi dapat menjadi
Tremor tangan 13) Berikan obat untuk pilihan terakhir
 Peningkatan keringat mengurangi dalam menangani
 Peningkatan kecemasan cemas
ketegangan
 Gemetar, Tremor
 Suara bergeta

3 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan NICInfection Control
Definisi: Mengalami keperawatan selama 3x24 (Kontrol Infeksi)
peningkatan resiko terserang jam resiko infeksi tidak 1) Bersihkan lingkungan 1) Untuk mencegah
organisme patogenik terjadi dengan kriteria setelah dipakai pasien penularan infeksi
Faktor-faktor resiko: hasil : lain
 Penyakit kronis NOC 2) Pertahankan teknik 2) Untuk mencegah
 Diabetes melitus Immune Status isolasi penularan infeksi
 Obesitas Knowledge Infection 3) Batasi pengunjung 3) Untuk mencegah
 Pengetahuan yang tidak Control bila perlu penularan infeksi
cukup untuk Infection Control 4) Instruksikan pada 4) Untuk mencegah
5

menghindari Kriteria Hasil pengunjung untuk penularan infeksi


pemanjanan patogen 1) Klien bebas dari tanda mencuci tangan saat
 Pertahanan tubuh dan gejala infeksi berkunjung dan
primer yang tidak 2) Mendeskripsikan setelah berkunjung
adekuat proses penularan meninggalkan pasien
 Gangguan peritalsis penyakit, faktor yang 5) Gunakan sabun 5) Untuk mencegah
 Kerusakan integritas mempengaruhi antimikroba untuk penularan infeksi
kulit (pemasangan penularan serta cuci tangan
kateter intravena, penatalaksanaanya 6) Cuci tangan setiap 6) Untuk mencegah
prosedur invasif) 3) Jumlah leukosit dalam sebelum dan sesudah penularan infeksi
 Perubahan sekresi pH batas normal tindakan keperawatan
 Penurunan kerja siliaris 4) Menunjukan perilaku 7) Gunakan baju, sarung 7) Untuk mencegah
 Pecah ketuban dini hidup sehat tangan sebagai alat penularan infeksi
 Pecah ketuban lama pelindung
8) Pertahankan 8) Untuk mencegah
 Merokok
lingkungan aseptik penularan infeksi
 Statis cairan tubuh
selama pemasangan
 Trauma jaringan (mis,
alat
trauma destruksi 9) Untuk mencegah
9) Ganti letak IV perifer
jaringan)
dan line central dan penularan infeksi
 Ketidakadekuatan dressing sesuai
pertahanan sekunder dengan petunjuk
 Penurunan hemoglobin umum
 Imunosupresi (mis, 10) Gunakan kateter 10) Untuk mencegah
imunitas didapat tidak intermiten untuk penularan infeksi
adekuat, agen menurunkan infeksi
farmaseutikal termasuk kandung kencing
imunosupresan, steroid, 11) Tingkatkan intake 11) Untuk mempercepat
5

antibodi monoklonal, nutrisi proses


imunomodulator) penyembuhan
 Supresi respon 12) Berikan terapi 12) Untuk mencegah
inflamasi antibiotik bila perlu terjadinya infeksi
 Vaksinasi tidak adekuat Infection Protection (
 Pemajanan terhadap proteksi terhadap
patogen lingkungan infeksi)
meningkat 13) Monitor tanda dan 13) Untuk mengetahui
 Wabah gejala infeksi sistemik keadaan pasien
 Prosedur infasif da lokal
 Malnutrisi 14) Monitor hitung 14) Untuk mengetahui
granulasit, WBC keadaan pasien
15) Monitor kerentanan 15) Untuk mengetahui
terhadap infeksi keadaan pasien
16) Pertahankan teknik 16) Untuk mencegah
asepsi pada pasien penularan infeksi
yang beresiko
17) Berikan perawatan 17) Untuk mencegah
kulit pada area terjadinya infeksi
epidema
18) Inspeksi kulit dan 18) Untuk mengetahui
membran mukosa keadaan pasien
terhadap kemerahan,
panas, drainase
19) Inspeksi luka/insisi 19) Untuk mengetahui
bedah keadaan pasien
20) Dorong masukan 20) Untuk mempercepat
cairan proses
5

penyembuhan
21) Dorong istirahat 21) Untuk mempercepat
proses
penyembuhan
22) Instruksikan pasein 22) Untuk mempercepat
untuk minum proses
antibiotik sesuai resep penyembuhan
23) Ajarkan pasein dan 23) Untuk mencegah
keluarga terhadap terjadinya infeksi
tanda dan gejala
infeksi
24) Ajarkan cara 24) Untuk mencegah
menghindari infeksi terjadinya infeksi
25) Laporkan kecurigaan 25) Untuk mencegah
infeksi terjadinya infeksi
26) Laporkan kultur 26) Untuk mencegah
positif terjadinya infeksi
57

5. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan utama pada diagnosa kecemasan akibat

prosedur pembedahan adalah dengan memberikan informasi yang

dibutuhkan pasien. Informasi prabedah harus dilakukan dengan baik dan

dimengerti pasien..

6. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapakan

klien mampu mengkontrol cemas dan memahami prosedur tindakan

pembedahan sebelum apendiktomi.

F. Kerangka Konsep

Bagan 2. Kerangka Konsep

Pasien Pre Operasi Elektif Apendiktomi

Ansietas
Kurang pengetahuan
Informasi Prabedah Menurunkan kecemasan

Kurang Pengatahuan Evaluasi Keperawatan

Cemas terkontrol
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan

metode penelitian Studi kasus. Pengertian penelitian deskriptif menurut

Sukmadinata, N.S, (2011), adalah suatu metode penelitian yang ditujukan

untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada

saat ini atau saat yang lampau. Jenis penelitian ini adalah studi kasus

observasional dimana peneliti ikut berpartisipasi dengan melakukan terapi

bermain dan pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang menjadi

partisipan yang terdiagnosis medis apendiksitis pre operasi dimana dalam

hasil penelitian akan di dokumentasikan dalam bentuk asuhan keperawatan.

B. Subjek Penelitian

Pada studi kasus populasi dan sampel penelitian di sebut dengan

subjek penelitian. Adapun subjek studi kasus yang akan dilakukan peneliti

adalah pasien yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis Apendisitis.

Subjek yang akan dijadikan subjek penelitian dengan kriteria sampel sebagai

berikut:

a. Pasien adalah klien dewasa yang di diagnosis Apendisitis

58
5

b. Pasien Pre operasi Apendiktomi elektif

c. Pasien bersedia mendapatkan informasi prabedah

d. Pasien memberi izin dengan menandatangani informed consent

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam studi kasus ini adalah intervensi pendidikan

kesehatan tentan prabedaha apendiktomi.

D. Definisi Operasional

1. Informasi Prabedah

Pemberian informasi tentang pra bedah Apendiktomi yang

diberikan melalui metode ceramah dan leflet.

2. Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks


vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
terjadi. Apendiks disebut juga umbai cacing.
3. Apendiktomi

Tindakan pembedahan yang dilakukan pada apendisitis.

E. Pengumpulan Data dan Instrumen Studi Kasus

Jenis instrument yang digunakan pada stadi kasus ini menurut ialah:

1. Wawancara

Merupakan dialog yang digunakan oleh pewawancara untuk

memperoleh informasi atau data dari terwawancara. Pada pengambilan


6

kasus ini penulis melakukan wawancara dengan keluarga dan tenaga

medis.

2. Observasi

Observasi adalah suatu metode yang sempit, yakni memperhatikan

sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera (Nursalam, 2011).

Dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipasi sebagian

dikarenakan peneliti hanya mengikuti sebagian kehidupan responden. Alat

yang digunakan disini adalah lembar observasi dimana setiap shift dinas

peneliti akan memeriksa tanda – tanda vital responden, lembar skala nyeri

Visual Analog Scale (VAS) untuk menentukan skala nyeri responden dan

lembar kegiatan latihan untuk melihat responden dalam melakukan terapi

Distraksi relaksasi nafas dalam setiap harinya.

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik (physical examination) dalam pengkajian

keperawatan dipergunakan untuk memperoleh data objektif dari klien.

Tujuan dari pemeriksaan fisik ini adalah untuk menentukan status

kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehatan, dan memperoleh

data dasar guna menyusun rencana asuhan keperawatan (Nursalam,2011).

Alat yang digunakan disini adalah format pengkajian asuhan keperawatan

medikal bedah yang digunakan untuk pemeriksaan secara lengkap kepada

responden dan set alak pemeriksaan kesehatan seperti tensimeter,

stetoskop dan termometer untuk pemeriksaan tanda – tanda vital.

4. Studi Kepustakaan
6

Untuk memperoleh data dasar klien yang komprehensif, perawat

dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien.

Membaca literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan yang benar dan tepat (Nursalam, 2011).

5. Studi Dokumentasi

Cara lain untuk memperoleh data dan responden adalah

menggunakan teknik dokumentasi. Pada teknik ini, peneliti memperoleh

informasi (data) dan berbagai sumber tertulis atau dokumen yang ada pada

responden atau tempat dimana responden bertempat tinggal atau

melakukan kegiatan sehari-harinya (Nursalam, 2011). Disini peneliti

menggunakan catatan medis pasien dalam mencari pasien yang

terdiagnosa medis apendisitis.

F. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di ruang rawat inap bedah RSUD Sobirin

Lubuklinggau dengan alasan penggunaan ruangan adalah merupakan ruangan

perawatan dewasa yang memungkinkan peniliti memperoleh subjek

penelitian. Waktu penelitian yaitu diperkirakan akan dilaksanakan April-Mei

2018.

G. Analisa Data & Penyajian Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses pelacakan

dan pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan


6

bahanbahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman

terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat diinterpretasikan temuannya kepada

orang lain (Sugiono, 2010). Pada tahapan analisis data dilakukan proses

penyederhanaan data-data yang terkumpul ke dalam bentuk yang lebih mudah

dibaca dan dipahami. Tahapan analisis data yang dilakukan peneliti yaitu:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui cara observasi dan wawancara.

Pada tahapan ini data-data yang sudah terkumpul dibuatkan transkripnya,

yakni dengan cara menyederhanakan informasi yang terkumpul kedalam

bentuk tulisan yang mudah dipahami. Setelah itu data-data yang terkumpul

dipilih sesuai dengan fokus penelitian ini dan diberi kode untuk

memudahkan peneliti dalam mengkategorikan data-data yang terkumpul.

2. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang hal-hal yang tidak diperlukan dalam penelitian. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiono, 2010).

3. Penyajian Data

Data yang sudah terangkum ditafsirkan dan dijelaskan untuk

menggambarkan Gambaran Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

kasus Cidera Kepala Ringan. Untuk menurunkan skala nyeri dilakukan


6

intervensi Distraksi relaksasi nafas dalam. Penyajian data yang sudah

ditafsirkan dan dijelaskan berbentuk uraian dengan teks atau bersifat

naratif.

4. Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari hasil analisis data

yang sudah dilakukan. Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif

mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal.

H. Etika Studi Kasus

Menurut Notoadmodjo, (2010) etika penelitian yaitu sebuah

persetujuan dari komite etik penelitian di suatu institusi bahwa penelitian

yang dilakukan ini tidak membahayakan responden penelitian. Hal yang

harus peneliti penuhi dalam etika penelitian yaitu :

1. Informed consent (persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan yang akan diberikan pada calon responden

yang akan diteliti. Lembar persetujuan diberikan kepada responden dengan

memahami penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan, seta menjelasakan manfaat yang akan diperoleh jika bersedia

menjadi responden. Jika calon responden bersedia maka harus

menandatangani lembar persetujuan, bila calon responden menolak

peneliti tidak boleh memaksa.

2. Anonimity (tanpa nama)


6

Untuk menjaga kerahasian identitas responden, penulis tidak

mencantumkan nam responden melainkan hanya kode nomor atau kode

tertentu pada lembar pengumpulan data yang akan diisi oleh responden

seperti hanya menuliskan inisial nama responden sehingga identitas

responden tidak diketahui oleh publik.

3. Confidentiality (kerahasian)

Penulis tidak akan menyebarkan informasi yang diberikan oleh

responden dan kerahasiannya akan dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok

tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


6

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Studi Kasus

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi

Rawas. RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Berdiri Sejak Tahun

1938, RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas menempati lahan seluas

10,960m2 dengan luas bangunan 3.431m2, tahun 2013 luas bangunan

menjadi 8.872m2 termasuk bangunan lantai 1, dengan luas parkiran ±1000

m2. Secara geografis RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas terletak

pada 102051’49,9”BT sampai 102051’46,1”BT dan 03017’40,1”LS

sampai 03017’51,3”LS berada di Kota Lubuklinggau tepatnya di Jalan

YosSudarso No.13 Kota Lubuklinggau. RSUD Dr.Sobirin pada tahun

2018 telah terakreditasi menjadi rumah sakit tipe C terakreditasi paripurna

atau bintang 5.Layanan Kesehatan yang tersedia di RSUD dr. Sobirin

terbagi atas sebagai berikut : Layanan Rawat Jalan, Layanan Rawat Inap,

Layanan Gawat Darurat, Layanan Penunjang Medis, Layanan Medical

Check Up. Dalam penelitian ini penelitian menggunakan Ruang Cempaka

yaitu ruang perawatan Bedah.


6

2. Karakteristik Subyek Penelitian

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subyek studi kasus yaitu

subyek I dan subyek II. Kedua subyek sudah sesuai dengan kriteria yang di

tetapkan.

a. Identitas Klien I

Subyek I dengan inisial Tn. N berusia 20 Tahun, beragama islam,

Pekerjaan Mahasiswa, Alamat Sumber Harta, Musi Rawas. Subjek

masuk ke ruangan operasi pada tanggal 19 mei 2018 jam 10.00 WIB,

saat dilakukan pengkajian didapatkan data klien mengatakan nyeri pada

bekas operasi skala nyeri 6. Keluarga subjek mengatakan bahwa subjek

mempunyai riwayat penyakit appendisitis sebelumnya, sebelum di

bawah ke rumah sakit subjek mengeluh nyeri di ulu hati kemudian

pasien merasakan nyeri berlanjut dan menetap diperut kanan bawah.

b. Identitas Klien II

Subyek II dengan inisial Tn. A berusia 41 Tahun, beragama islam

Pekerjaan petani , Alamat Gang idaman kel. Eka Marga, Musi Rawas.

Subjek masuk ruang operasi Pada Tanggal 23 Mei 2018 Pukul 10.30

WIB. Didapatkan data keluhan pasien mengatakan nyeri perut kanan

bawah sejak kuranglebih 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluarga

pasien mengatakan bahwa klien sudah 2 kali muntah, didapatkan

diagnosa colic abdomen dengan skala nyeri 5.


6

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subyek studi kasus

yaitu subyek I dan subyek II. Kedua subyek sudah sesuai dengan

kriteria yang di tetapkan.

3. Pengkajian

Berdasarkan tahapan proses keperawatan, maka langkah pertama yang

harus dilakukan pada kedua subjek dengan diagnosa medis yang ditentukan

oleh dokter yaitu Post Operasi Appendisitis adalah pengkajian. Dalam studi

kasus ini pengkajian awal yang dilakukan berfokus pada keterangan keluarga

pasienn dan hasil pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan hasil studi kasus, dapat diketahui bahwa saat pengkajian

awal terhadap subyek dapat dilihat seperti pada tabel 4.1 dibawah ini.

TABEL 4.1
HASIL PENGKAJIAN DUA ORANG SUBJEK

Aspek yang diambil Subjek


I II
1. Identitas Pasien
Inisial Tn. N Tn. A
Umur 20 Tahun 41 Tahun
Agama Islam Islam
Alamat Sumber Harta, Musi
Rawas Jl. Gang idaman
kel.Eka Marga, Musi
Rawas

Tanggal MRS 18 Mei 2018 23 Mei 2018


Tanggal pengkajian 19 Mei 2018 23 Mei 2018
Diagnosa medis
Pre Opt Appendisitis Pre Opt Appendisitis

2 Identitas penanggung jawab


Nama Ny. G Ny. T
Hubungan dengan pasien Ibu Kandung Istri
Alamat Sumber Harta, Musi Jl. Gang idaman
6

Rawas kel.Eka Marga, Musi


Rawas

3 Keluhan utama Klien mengatakan


Nyeri perut kanan
bawah, waktu di
sekolah sejak pagi ± Klien mengatakan
jam 10.00 WIB, saat ini perutnya
perut bertambah terasa sakit, dan
sakit, sampai klien takut klw harus di
pingsan, kemudian operasi. Sebleumnya
oleh gurunya klien klien pernah masuk
dibawa di Rumah rumah sakit namun
Sakit Roemani, saat itu hanya
Sebelumnya klien berobat jalan,
tidak pernah sedangkan saat ini
menderita penyakit menurut dokter
seperti ini dan klien rencana operasi
tidak pernah di rawat besok
di Rumah Sakit.
dalam anggota
keluarga tidak ada
4 Riwayat kesehatan sekarang
Provocative
Penyebab Terjadi nyeri akibat
Nyeri karena usus
peradangan di usus
buntu
buntu
Hal yang memperbaiki Obat Air hangat dan tidur
keadaan

Quantity Hilang timbul


Bagaimana dirasakan Nyeri seperti di
Nyeri radang seperti
tonjok-tonjok, dan
di tusuk-tusuk.
bertambah ketika
Semakin nyeri saat
berjalan
tertawa
Bagaimana dilihat Klien tampak Klien tampak
meringis meringis
Region Perut bagian kanan Perut bagian kanan
bawah bawah
Apakah menyebar Tidak Tidak
Severity Ya,sangat Ya,sangat
mengganggu mengganggu
skala : 7 skala : 6

Time Biasanya pagi jam 9 Biasanya jam 10


6

dan malam 8 malam pagi dan malam jam


9 malam
5 Riwayat kesehatan masa
lalu
Penyakit yang pernah Ada Tidak ada
dialami
Pengobatan yg dilakukan Berobat ke Rs Tidak ada
Pernah dirawat/ dioperasi Pernah di rawat di Belum pernah
RS
Lamanya dirawat 5 hari Tidak ada
Alergi Tidak ada Tidak ada
Imunisasi Lengkap Lengkap
6 Riwayat kesehatan Keluarga
Orang tua Tidak ada keluarga Tidak ada keluarga
yang memiliki yang memiliki
penyakit menurun penyakit menurun
atau menular. atau menular.

Saudara kandung Saudara kandung Saudara kandung


klien tidak ada klien tidak ada
riwayat penyakit riwayat penyakit
appendisitis appendisitis

Penyakit keturunan Tidak ada riwayat Tidak ada riwayat


penyakit keturunan penyakit keturunan

Anggota keluarga yang Belum ada keluarga Orang tua klien


meninggal yang meninggal

Penyebab meninggal - Faktor usia


7 Riwayat keadaan
psikososial
Bahasa yang digunakan Bahasa daerah Bahasa daerah
Persepsi pasien tentang Pasien berharap Pasien berharap
penyakit penyakitnya bisa penyakitnya bisa
disembuhkan disembuhkan
Konsep diri
Body image baik, klien masih baik, klien masih
berfikir positif berfikir positif
tentang penyakitnya tentang penyakitnya
Ideal diri baik, klien mampu baik, klien mampu
menempatkan diri menempatkan diri
Harga diri baik, klien masih baik, klien masih
merasa dihargai merasa dihargai
dalam keluarganya dalam keluarganya
7

Peran diri baik, klien masih baik, klien masih


sesuai dengan sesuai dengan
perannya perannya

Personal identity baik, klien masih baik, klien masih


mengerti tentang mengerti tentang
siapa dirinya siapa dirinya
Keadaan emosi Klien mengatakan Klien tampak
takut atau merasa gelisah, dan bertanya
khwatir dengan apakah operasi
kondisi yang biasanya berjalan
dialaminya sekarang lancer.
dengan rencana Apakah sakit saat
tindakan operasi operasi
yang dijadwalkan tgl
19 Meir 2018
Klien tampak
gelisah, ekspresi
wajah tegang

Perhatian terhadap orang Baik, mampu Baik, mampu


lain berinteraksi dengan berinteraksi dengan
orang lain orang lain

Hubungan dgn kelurga


Baik, keluarga Baik, keluarga
datang untuk datang untuk
menjenguk selama menjenguk selama
sakit sakit

Hubungan dengan saudara Baik, klien dengan Baik, klien dengan


saudaranya saudaranya
berhubungan baik berhubungan baik

Hubungan dgn orang lain Baik, klien dengan


Baik, klien dengan
orang lain
orang lain
berhubungan baik
berhubungan baik
Kegemaran Bola kaki -
Daya adaptasi Baik, klien dapat Baik, klien dapat
berinteraksi dengan berinteraksi dengan
baik baik
7

Mekanisme pertahanan diri Baik, daya coping Baik, daya coping


positive positive
8 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum Lemah Lemah

Tanda tanda vital


Suhu tubuh 36,1° c 36,6°c
TD 110/70 mmHg 110/80mmHg
TB 155 160
Nadi 94 x/menit 96x/menit
RR 26x/menit 20x/menit
BB 47 kg 62 kg
Pemeriksaan kepala dan
rambut
Kepala
bentuk simetris kanan dan simetris kanan dan
kiri kiri
ubun-ubun Normal Normal
kulit kepala Bersih Bersih
rambut
e. penyebaran Rata Rata
bau Tidak bau Tidak bau
warna kulit Sawo matang Sawo matang
wajah
warna kulit Sawo matang Sawo matang

struktur wajah Simetris kanan dan Simetris kanan dan


kiri kiri
Mata
1) kelengkapan Simetris kanan dan Simetris kanan dan
Kiri kiri
2) palpebra tidak ada edema Tidak ada edema

Konjungtiva Normal Normal


Pupil Normal Normal
Cornea Jernih Jernih
Visus Tidak dikaji Tidak dikaji
Tekanan bola mata Tidak dikaji Tidak dikaji
Hidung
Tulang hidung Simetris kanan dan Simetris kanan dan
Kiri kiri
Lubang hidung Lengkap Lengkap
Cuping hidung Bersih Bersih
7

Telinga
Bentuk Simetris kanan dan Simetris kanan dan
Kiri kiri

Ukuran Normal Normal


Lubang Bersih, tidak ada Bersih, tidak ada
sumbatan sumbatan
Ketajaman pendengaran baik, dapat Baik, dapat
mendengar suara mendengar suara

Mulut dan faring Baik tidak ada Baik tidak ada


infeksi infeksi
Keadaan bibir Kering Kering
Keadaan gusi Bersih Bersih
Keadaan lidah Bersih Bersih
Orofaring baik, tidak ada secret
baik, tidak ada secret
Leher
Posisi trakea Normal dan Normal dan simetris
simetris
Thyroid tidak ada thyroid tidak ada thyroid
Suara Lamban Lamban
Kelenjar limfe tidak ada tanda- tidak ada tanda-tanda
tanda kelenjar limfe kelenjar limfe

Vena jugularis normal, tidak ada normal, tidak ada


tanda-tanda tanda-tanda
pembengkakan pembengkakan
Denyut nadi karotis denyut Nadi normal denyut Nadi normal
9 Pemeriksaan Integumen
Kebersihan kulit klien bersih kulit klien bersih
Kehangatan Terasa hangat Terasa hangat
Warna Pucat Pucat
Tugor Elastis Elastis
Kelembaban Lembab Lembab
Kelainan pada kulit Tidak ada Tidak ada
10 pemeriksaan payudara
Ukuran simetris kanan dan simetris kanan dan
kiri kiri

Warna Kecoklatan Kecoklatan


Kelainan Tidak ada Tidak ada
Aksila dan clavikula Simetris kanan dan Simetris kanan
kiri
Pemeriksaan thoraks normal, simetris Tidak ada
7

kanan dan kiri


inspeksi thoraks
Bentuk thoraks Normal Normal
Pernafasan
Frekuensi 22x/menit 20x/menit
Irama Teratur Teratur
Tanda kesulitan Tidak ada Tidak ada
g. pemeriksaan paru
Palpasi normal normal

Perkusi Normal suara Normal suara


ketukan resonan ketukan resonan
Auskultasi
Suara nafas normal (Vesikuler) normal (Vesikuler)
Suara ucapan Tidak serak Tidak serak
Suara tambahan Tidak ada Tidak ada
h. pemeriksaan jantung
Inspeksi normal Normal

Palpasi teraba denyut nadi teraba denyut nadi


pada jantung pada jantung
Perkusi dullnes (redup) dullnes (redup)

Auskultasi
Bunyi jantung S1-S2 S1-S2
Bunyi tambahan tidak ada tidak ada
Murmur Tidak ada Tidak ada
Frekuensi 80x/menit 80x/menit
11 Pemeriksaan abdomen
a. inspeksi
Bentuk abdomen simetris kanan dan
simetris kanan dan
kiri, klien
kiri, Klien tampak
menunjukkan perut
memegang perut
kanan bawah yang
bagian bawah kanan
sakit

Benjolan Tidak ada Tidak ada


Bayangan pembuluh darah Tidak ada Tidak ada
b. auskultasi
Peristaltik usus 10 x/menit 5-12x/menit
Suara tambahan Tidak ada Tidak ada
Palpasi
Tanda nyeri tekan Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
tekan tekan
Benjolan Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
7

Tanda ascites Tidak ada tanda Tidak ada tanda


ascites ascites

Hepar Tidak ada Tidak ada


Lien Tidak ada Tidak ada
Titik Mc Burney Normal tidak ada Normal tidak ada
bekas bedah bekas bedah
Perkusi
Suara abdomen Normal Normal
Pemeriksaan ascites Tidak ada Tidak ada
12 Pemeriksaan kelainan
Genitalia
Rambut pubis Tidak dikaji Tidak dikaji
Lubang uretra Tidak dikaji Tidak dikaji
Kelainan Tidak ada Tidak ada
Anus dan perineum
Lubang anus Tidak dikaji Tidak dikaji
Kelainan pada anus Tidak ada Tidak ada
Perimeum Tidak ada Tidak ada
13 Pemeriksaan
muskuloskeletal
Kesimetrisan otot Simetris Simetris
Pemeriksaan edema Tidak ada edema Tidak ada edema
Kelainan pada ekstremitas Tidak ada Tidak ada
14 Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran G C S: 15 , G C S: 15 ,
E4M5V6 E4M5V6

Status mental
Kondisi emosi Keadaan emosi klien Keadaan emosi klien
terlihat stabil terlihat stabil

Orientasi Baik pasien sadar Baik pasien sadar


ada di rs ada di rs
Proses berfikir Baik, pasien ingin Baik, pasien ingin
dapat cepat sembuh dapat cepat sembuh

Motivasi Baik, pasien ingin Baik, pasien ingin


dapat cepat sembuh dapat cepat sembuh

Persepsi Klien menghadapi Klien menghadapi


dengan baik dengan baik terhadap
terhadap penyakitnya
penyakitnya
Bahasa Bahasa daerah Bahasa daerah
7

15 Nervus carnialis
Nervus olfaktorius Normal, bisa Normal, bisa
membedakan bau membedakan bau

Nervus optikus Normal, dapat Normal, dapat


melihat dengan baik melihat dengan baik

Nervus okulomotorius Normal, dapat Normal, dapat


mengunyah dengan mengunyah dengan
baik baik

Nervus trigeminus Normal, dapat Normal, dapat


mengunyah dengan mengunyah dengan
baik baik

Nervus fasialis Normal, dapat Normal, dapat


merubah ekspresi merubah ekspresi
wajah wajah
Nervus vestibulocochlearis Normal, dapat Normal, dapat
mendengar dengan mendengar dengan
baik baik

Nervus glossopharingeus Normal dapat Normal dapat


menelan dengan baik menelan dengan baik
Nervus asesorius Normal dapat Normal dapat
mengerakan bahu mengerakan bahu
dan kepala dan kepala
Nervus hipoglossus Posisi lidah simetris Posisi lidah simetris
16 Fungsi motorik
Cara berjalan Pasien berbaring Pasien berbaring
ditempat tidur ditempat tidur

Romberg test Normal Normal


Tes jari- hidung Normal Normal
Pronasi-supinasi Normal Normal
Heel shin test Baik Baik
17 Fungsi sensori
Identifikasi sentuhan Dapat merasakan Dapat merasakan
sentuhan ringan sentuhan ringan
Test tajam Dapat membedakan Dapat membedakan
benda tajam dan benda tajam dan
tumpul tumpul
Test panas dingin Dapat membedakan Dapat membedakan
panas dan dingin panas dan dingin
7

Test getaran Normal Normal


Stereognosis test Normal Normal
Graphestesia test Normal Normal
Membedakan dua titik Normal dapat Normal dapat
membedakan dua membedakan dua
titik titik
Tpognosis test Normal Normal
18 Reflek
Reflek bisep + +
Reflek trisep + +
Refleks brachioradialis + +
Refleks patela + +
Refleks tendon + +
Refleks plantar + +
19 pola kebiasaan sehari- hari
Pola tidur kebiasaan
Waktu tidur tidur malam 4-5 jam Tidur malam 6-7 jam
Waktu bangun 05: 00 wib 05:00 wib
Masalah tidur Tidak ada Tidak ada
Hal-hal yang mempermudah Suasana tenang Susana tenang
tdr
Hal-hal yang mempermudah Disaat nyeri datang Disaat nyeri datang
bangun dan suasana ribut dan suasana rebut
20 Pola eliminasi
BAB
Pola BAB Normal Normal
Karakter urine Jernih Jernih
Nyeri/ rasa terbakar Tidak Tidak
Riwayat penyakit Tidak ada Tidak ada
Penggunan diuretika Tidak Tidak
Upaya mengatasi masalah Minum air putih 8 Minum air putih 8
gelas/ hari gelas/hari
21 Pola makan
Gejala (subyektif)
Diit ada (bubur) Jumlah ada (bubur) Jumlah
Makanan perhari: 3 Makanan perhari: 3
kali kali
Pola Ada Ada
Anoreksia Tidak ada Tidak ada
Nyeri ulu hati Tidak ada Tidak ada
Alergi Tidak ada Tidak ada
Berat badan biasa 47 kg 62 kg
22 Tanda (obyektif)
Berat badan sekarang 46kg 61kg
Bentuk tubuh Kurus Kurus
7

Waktu pemberian makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam


Jumlah dan jenis makanan 3 kali, bubur 3 kali, bubur

Waktu pemberian cairan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam


Masalah makan dan minum
Kesulitan mengunyah Tidak terlihat susah
Tidak terlihat susah
mengunyah
mengunyah
Kesulitan menelan Tidak terlihat susah
Tidak terlihat susah
menelan
menelan
Upaya mengatasi masalah Tidak ada masalah Tidak ada masalah
23 Kebersihan diri/ personal
hygiene
Pemeliharaan badan Klien dibersihkan 2 Klien dibersihkan 2
kali sehari oleh kali sehari oleh
keluarganya keluarganya
Pemeliharaan gigi dan Klien menggosok Klien menggosok
mulut gigi 1 x sehari gigi 1 x sehari
selama sakit selama sakit
Pemeliharaan kuku Kuku klien bersih Kuku klien bersih
24 Pola kegiatan / aktivitas Saat ini aktivitas Klien mengatakan
terbatas klien kalaw di bawak
tampak sakit saat berjalan sakit
berjalan bertambah berat

25 Terapi Infus RL 20tpm Gtt Infus RL 20tpm Gtt


20x/menit, 20x/menit,
cefotaxime 2x1 gr, cefotaxime 2x1 gr,
omeprazole1x20 mg, omeprazole1x20 mg,
ketorolac 2x 20 mg, ketorolac 2x 20 mg,
metronidazole metronidazole
3x500mg, 3x500mg.
gentamicin 2x 3mg.

TABEL 4.2
ANALISA
DATA

Analisis Data Etiologi Masalah


Klien 1
DS : Appendisitis Nyeri akut
1. Klien mengatakan nyeri
perut bagian bawah kanan
2. Klien mengeluh nyeri
7

sejak 3 hari yang lalu Peradangan


3. Klien mengatakan nyeri
bertambah saat berjalan
4. Klien mengatakan Nyeri
nyerinya seperti di tonjok-
tonjok
5. Klien mengatakan nyeri
hilang setelah minum obat
6. Klien mengatakan skala
nyerinya 7
DO:
1. k/u lemah
2. Klien tampak meringis
kesakitan
3. TTV: TD: 110/70 mmHg
4. T: 37,8°c
5. N: 94x/mnt
6. R: 26x/mnt
7. Klien tampak memegang
perut kanan bawah

DS: Apendisitis Hipertermi


1. Klien mengatakan demam
panas sejak 2 hari yang
lalu Peradangan
2. Klien mengatakan
badanya meriang
DO: Pirogen aktif
1. Badan teraba hangat
2. TTV : TD: 110/70 mmHg
3. T: 37,8° c
4. RR: 26x/mnt
5. N: 94x/mnt

DS: Apendisitis Ansietas


1. Klien mengatakan takut
/merasa khawatir tentang
kondisi yang dialaminya Operasi
sekarang dengan rencana
tindakan operasi yang
dijadwalkan tanggal 19 Kurang
April 2018 Terpapar
7

2. Klien menyatakan cemas informasi


bila mengingat penyakit
3. Klien mengatakan takut
kalaw memikirkan masuk
ruang operasi Ansietas
4. Klien menanyakan apakah
sakit di operasi
DO:
1. Klien tampak bertanya-
tanya ke perawat apakah
sakit di operasi
2. Klien tampak gelisah dan
ekspresi wajah tegang
3. TTV : TD: 110/70 mmHg
4. T: 37,8° c
5. RR: 26x/mnt
6. N: 94x/mnt

Klien II
DS : Appendisitis Nyeri akut
1. Klien mengatakan saat ini
perut terasa sakit
2. Klien mengeluh nyeri
sejak 3 hari yang lalu Peradangan
3. Klien mengatakan nyeri
bertambah saat tertawa
4. Klien mengatakan Nyeri
nyerinya seperti di tonjok-
tonjok
5. Klien mengatakan nyeri
hilang setelah minum obat
6. Klien mengatakan skala
nyerinya 6
DO:
1. k/u lemah
2. Klien tampak meringis
kesakitan
3. TTV: TD: 110/70 mmHg
4. T: 37,8°c
5. N: 94x/mnt
6. R: 26x/mnt
7. Klien tampak memegang
perut kanan bawah
8

DS: Apendisitis Ansietas


1. Klien menanyakan apakah
operasi biasanya bejalan
lancer Operasi
2. Klien menanyakan apakah
sakit saat operasi
3. Klien menyatakan cemas Kurang
bila mengingat penyakit Terpapar
4. Klien mengatakan takut informasi
kalaw memikirkan masuk
ruang operasi
5. Klien menanyakan apakah
sakit di operasi Ansietas
DO:
1. Klien tampak bertanya-
tanya ke perawat apakah
sakit di operasi
2. Klien tampak gelisah dan
ekspresi wajah tegang
3. TTV : TD: 110/70 mmHg
4. T: 36,8° c
5. RR: 20x/mnt
6. N: 90x/mnt

TABEL 4.3
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO Klien Diagnosis
1 Klien 1 1. Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencederan biologi
2. Hipertermi berhubungan dengan
infeksi/proses penyakit pada
apendiks
3. Ansietas berubungan dengan
kurang pengetahuan tentang
prosedur operasi

2 Klien 2 1. Nyeri akut berhubungan dengan


agen pencederan biologi
2. Ansietas berubungan dengan
kurang pengetahuan tentang
prosedur operasi
8

TABEL 4.4
PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN 1
Hari Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tanggal Tujuan Intervensi Rasional
1. 19 Mei 2018 Nyeri akut b.d agen Tujuan intervensi nyeri akut a. Monitor nyeri, lokasi, a. Melihat tingkat nyeri
cidera adalah setelah dilakukan karakteristik, dan yang didapatkan
biologis/peradanganada tindakan keperawatan pada integritas nyeri dengan sebagai pendoman
apendisitis ditandai Nn. N selama 2x24 jam skala (0-10) 1x/hari intervensi selanjutnya.
dengan : DS : diharapkan nyeri akan b. Monitor tanda-tanda vital b. Perubahan tanda-tanda
Klien mengeluh nyeri berkurang/hilang kriteria 1x/hari vital merupakan indi-
pada perut kanan bawah :Klien tidak mengeluh nyeri kator terjadinya nyeri.
sejak ± satu minggu lagi pada saat beraktivitas, c. Teknik relaksasi (napas
yang lalu nyeri turun dari 6 menjadi 4 c. Ajarkan teknik relaksasi: dalam) dapat mening-
Di perut bagian kanan klien dapat bergerak dengan napas dalam katkan sup-lain O2 ke
bawah terasa semakin leluasa, tanda-tanda vital jaringan sehingga nyeri
bertambah sakit ketika dalam batas normal. berkurang.
bergerak. Nyeri seperti d. Lakukan masase pada d. Dapat mengurangi nye-
diremas-remas. Nyeri daerah nyeri ri
perut kanan saat ditekan e. Ajarkan teknik kompres e. Cara untuk mengurangi
dan nyeri timbul hangat nyeri.
sewaktu-waktu. Skala f. Berikan posisi klien yang f. Cara/respon untuk
nyeri 6 nyaman: duduk mengurangi nyeri
DO : g. Kaji pengalaman klien g. Mengetahui
Tampak meringis mengatasi nyeri pengalaman klien
menahan nyeri dan dalam mengatasi nyeri
terlihat memegang perut
bagian kanan bawah.
Pemeriksaan tanda-
8

tanda vital klien didapat


TD: 100/70mmHg, nadi:
96 x/menit, Suhu: 37,6
0C, RR:
20x/me
3. 19 Mei 2018 Hipertermi berhubungan setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui
dengan infeksi/proses keperawatan pada Nn. N terutama suhu perkembangan suhu
penyakit pada apendiks selama 2x24 jam diharapkan 2. Berikan kompres hangat tubuh klien
ditandai dengan: hipertermi akan teratasi 3. Anjurkan menggunakan 2. Membantu
DS: dengan kriteria: Pasientidak pakaian tipis menghilangkan panas
Klien mengatakan demam, suhu tubuhpasien 4. Batasi aktivitas fisik secara konduksi
demam dalambatas normal(36,8 – 5. Anjurkan banyak 3. Untuk membantu
/ panas sejak 2 hari yang 37,30C.), minum penguapan
lalu dan kulitpa 6. Kolaborasi 4. Aktivitas dapat
sien tidakteraba hangat, dalam pemberian meningkatkan metabolism
klien mengatakan
kulitpasien antibiotic: ceftriaxone 5. Minum/cairan dapat
badannya meriang.
tidakkemerahan 1gr. membantu mengatur
suhu tubuh
DO:
6. Antibiotic berguna
Kulit teraba panas. untuk membunuh
TTV: TD: kuman penyebab
100/70mmHg, infeksi
nadi: 96 x/menit, Suhu:
37,60C, RR: 20x/menit.
8

2. 19 Mei 2018 Ansietas b.d kurang setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat 1. Dengan mengetahui
pengetahuan keperawatan pada Nn. N kecemasan klien tentang lingkup ke-
tentang prosedur selama 2x24 jam diharapkan 1x/hari. cemasan klien akan
operasi ditandai dengan : ansietas akan teratasidengan memudahkan pe-
DS : kriteria: Klien mengerti nentuan intervensi se-
Klien tentang penyakit atau kondisi 2. Beri kesempatan klien lanjutnya.
mengatakan yang dialaminya. Klien untuk mengungkapkan 2. Dengan
takut/merasa khawatir kooperatif dalam perawatan keluhannya. mendengarkan
tentang kondisi yang dan pengobatan. Ekspresi keluhan, klien akan
dialaminya wajah tidak tegang. merasa diperhatikan
sekarang dengan 3. . Beri informasi dan dapat mengurangi
rencana tindakan operasi tentang perawatan kecemasannya.
yang dijadwalkan yang diper- lukan 3. Pemberian informasi
tanggal 27 januari 2016. selama dirawat yang adekuat dapat
DO : 4. menurunkan
- Ekspresi wajah tegang kecemasan klien dan
- Klien dan keluarga 4. Ciptakan lingkungan dapat melakukan pera-
selalu bertanya yang nyaman dan watan dengan baik.
tentang kondisnya. tenang 5. Agar klien tidak me-
- Klien terlihat gelisah rasa bosan dalam
menghadapi
perawatan.
8

klien mengatakan tidakkemerahan 6. Kolaborasi dalam meningkatkan


badannya meriang. pemberian antibiotic: metabolism
ceftriaxone 1gr. 7. Minum/cairan dapat
DO: membantu mengatur
Kulit teraba panas. suhu tubuh
TTV: TD: 8. Antibiotic berguna
100/70mmHg, untuk membunuh
nadi: 96 x/menit, Suhu: kuman penyebab
infeksi
37,60C, RR: 20x/menit.

TABEL 4.5
PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN II
Hari Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tanggal Tujuan Intervensi Rasional
1. 23 Mei 2018 Nyeri akut b.d agen Tujuan intervensi nyeri akut a. Monitor nyeri, lokasi, a. Melihat tingkat nyeri
ciderabiologis/peradanga adalah setelah dilakukan karakteristik, dan yang didapatkan
nada apendisitis ditandai tindakan keperawatan pada integritas nyeri dengan sebagai pendoman
dengan : Nn. N selama 2x24 jam skala (0-10) 1x/hari intervensi selanjutnya.
DS : diharapkan nyeri akan b. Monitor tanda-tanda vital b. Perubahan tanda-tanda
DS : berkurang/hilang kriteria 1x/hari vital merupakan indi-
Klien mengatakan saat ini :Klien tidak mengeluh nyeri kator terjadinya nyeri.
perut terasa sakit lagi pada saat beraktivitas, c. Teknik relaksasi (napas
Klien mengeluh nyeri nyeri turun dari 6 menjadi 4 c. Ajarkan teknik relaksasi: dalam) dapat mening-
sejak 3 hari yang lalu klien dapat bergerak dengan napas dalam katkan sup-lain O2 ke
Klien mengatakan leluasa, tanda-tanda vital jaringan sehingga nyeri
8

nyeri bertambah saat dalam batas normal. berkurang.


tertawa d. Lakukan masase pada d. Dapat mengurangi nye-
Klien mengatakan daerah nyeri ri
nyerinya seperti di e. Ajarkan teknik kompres e. Cara untuk mengurangi
tonjok-tonjok hangat nyeri.
Klien mengatakan f. Berikan posisi klien yang f. Cara/respon untuk
nyeri hilang setelah nyaman: duduk mengurangi nyeri
minum obat g. Kaji pengalaman klien g. Mengetahui
Klien mengatakan mengatasi nyeri pengalaman klien
skala nyerinya 6 dalam mengatasi nyeri
DO:
k/u lemah
Klien tampak
meringis kesakitan
TTV: TD: 110/70
mmHg
T: 37,8°c
N: 94x/mnt
R: 26x/mnt
Klien tampak
memegang perut
kanan bawah
8

2. 19 Mei 2018 Ansietas b.d kurang setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat 1. Dengan mengetahui
pengetahuan tentang keperawatan pada Nn. N kecemasan klien tentang lingkup ke-
prosedur operasi ditandai selama 2x24 jam diharapkan 1x/hari. cemasan klien akan
dengan : ansietas akan teratasidengan memudahkan pe-
DS : kriteria: Klien mengerti nentuan intervensi se-
Klien tentang penyakit atau kondisi 2. Beri kesempatan klien lanjutnya.
mengatakan yang dialaminya. Klien untuk mengungkapkan 2. Dengan
takut/merasa khawatir kooperatif dalam perawatan keluhannya. mendengarkan
tentang kondisi yang dan pengobatan. Ekspresi keluhan, klien akan
dialaminya wajah tidak tegang. merasa diperhatikan
sekarang dengan 3. . Beri informasi dan dapat mengurangi
rencana tindakan operasi tentang perawatan kecemasannya.
yang dijadwalkan yang diper- lukan 3. Pemberian informasi
tanggal 27 januari 2016. selama dirawat yang adekuat dapat
DO : 4. menurunkan
- Ekspresi wajah tegang kecemasan klien dan
- Klien dan keluarga 4. Ciptakan lingkungan dapat melakukan pera-
selalu bertanya yang nyaman dan watan dengan baik.
tentang kondisnya. tenang 5. Agar klien tidak me-
- Klien terlihat gelisah rasa bosan dalam
menghadapi
perawatan.
8

klien Tidakkemerahan 6. Kolaborasi dalam meningkatkan


mengata pemberian antibiotic: metabolism
kan badannya meriang. ceftriaxone 1gr. 9. Minum/cairan dapat
membantu mengatur
DO: suhu tubuh
Kulit teraba panas. 10. Antibiotic berguna
TTV: TD: untuk membunuh
100/70mmHg, kuman penyebab
nadi: 96 x/menit, Suhu: infeksi
37,60C, RR: 20x/menit.
8

TABEL 4.6
CATATAN PERKEMBANGAN KLIEN 1
Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
Kode NDX
19 Mei 2018 11.30 Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik Evaluasi tgl 24/05/2018 pukul 21.00
11.40 dan integritas nyeri dengan skala (0-10) S:
11.50 Mengukur tanda-tanda vital (TD, N, RR, S) Klien mengatakan abdomen masih terasa sakit.
12.20 Mengajarkan teknik relaksasi Skala nyeri 4
: nafas dalam Klien mengatakan masih sedikit merasa cemas terhadap Penyakitnya
12.20 Memberikan kompres hangat selama 20 O:
menit Memberikan posisi yang nyaman Ekspresi wajah nampak meringis
16.00 pada klien Memberikan kompres hangat Pasien rencana operasi
21.00 selama 20 menit Klien nampak gelisah
11.40 Memonitor tingkat kecemasan klien Skala HARZ 36
12.20 memberikan kesempatan klien untuk Tanda-tanda vital
mengungkapkan TD: 100/70mmHg, nadi: 96 x/menit, Suhu: 37,60C, RR: 20x/menit
keluhannya, A : Masalah belum teratasi
Memberikan informasi P : Lanjutkan intervensi Kaji tingkat nyeri Observasi tanda-tanda vital
Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri
Memberikan kompres hangat pada abdomen
8

20 Mei 2018 08.00 Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, Evaluasi tgl 20/05/2018 pukul 14.00
08.10 karakteristik dan integritas nyeri dengan S:
08.30 skala (0-10) hasil: masih Klien mengatakan perutnya masih terasa sakit. Skala
nyeri dengan skala 5 Nyeri 3
Mengukur tanda-tanda vital klien mengatakan sudah merasa tenang dengan
Memberikan kompres hangat menggunakan teknik nafas dalam
di abdomen Skala Harz 26
Menganjurkan klien O:
menggunakan teknik nafas Ekspresi wajah sudah tidak menahan nyeri
08.40 dalam untuk mengurangi Pasien rencana operasi
nyeri
Memberikan kompres hangat Tanda-tanda vital
08.50 pada abdomen TD: 110/70mmHg, nadi: 88 x/menit, Suhu: 36,50C, RR:
20x/menit A : Masalah teratasi sebagian
Memonitor tingkat kecemasan klien. P : pertahankan intervensi
Menganjurkan klien menggunakan
13.30 teknik nafas dalam untuk menurunkan
rasa cemas
Menjelaskan dampak prosedur
pembedahan
Mengingatkan klien untuk banyak minum
air putih (8gelas=2000cc)
9

TABEL 4.7
CATATAN PERKEMBANGAN KLIEN II
Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
Kode NDX
23 Mei 2018 08.30 Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik Evaluasi tgl 23/05/2018 pukul 21.00
08.40 dan integritas nyeri dengan skala (0-10) S:
09.00 Mengukur tanda-tanda vital (TD, N, RR, S) Klien mengatakan abdomen masih terasa sakit.
09.20 Mengajarkan teknik relaksasi Skala nyeri 4
: nafas dalam Klien mengatakan masih sedikit merasa cemas terhadap Penyakitnya
10.20 Memberikan kompres hangat selama 20 O:
menit Memberikan posisi yang nyaman Ekspresi wajah nampak meringis
pada klien Memberikan kompres hangat Pasien rencana operasi
selama 20 menit Klien nampak gelisah
10.30 Memonitor tingkat kecemasan klien Skala HARZ 32
11.00 Memberikan kesempatan klien untuk Tanda-tanda vital
11.40 mengungkapkan keluhannya, TD: 100/70mmHg, nadi: 96 x/menit, Suhu: 37,60C, RR: 20x/menit
12.20 Memberikan informasi penkes prabedah A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi Kaji tingkat nyeri Observasi tanda-tanda vital
Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri
Memberikan kompres hangat pada abdomen
9

24 Mei 2018 08.00 Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, Evaluasi tgl 24/05/2018 pukul 14.00
08.10 karakteristik dan integritas nyeri dengan S:
08.30 skala (0-10) hasil: masih Klien mengatakan perutnya masih terasa sakit. Skala
nyeri dengan skala 5 Nyeri 3
Mengukur tanda-tanda vital klien mengatakan sudah merasa tenang dengan
Memberikan kompres hangat menggunakan teknik nafas dalam
di abdomen Skala Harz 22
Menganjurkan klien O:
menggunakan teknik nafas Ekspresi wajah sudah tidak menahan nyeri
08.40 dalam untuk mengurangi Pasien rencana operasi
nyeri
Memberikan kompres hangat Tanda-tanda vital
08.50 pada abdomen TD: 110/70mmHg, nadi: 88 x/menit, Suhu: 36,50C, RR:
20x/menit A : Masalah teratasi sebagian
Memonitor tingkat kecemasan klien. P : pertahankan intervensi
13.30 Menganjurkan klien menggunakan
teknik nafas dalam untuk menurunkan
rasa cemas
Memberikan penkes pra
bedah Menjelaskan dampak
prosedur pembedahan
Mengingatkan klien untuk banyak
minum air putih (8gelas=2000cc)
92

2. Hasil evaluasi subyek sesudah dilakukan intervensi keperawatan dengan

teknik distraksi nafas ritmik

Berdasarkan hasil studi kasus, dapat diketahui bahwa sesudah

dilakukan intervensi keperawatan dengan pemberian Teknik distraksi nafas

ritmik, maka terjadi penurunan skala nyeri yang dialami oleh kedua subyek,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :

Subyek I

TABEL 4.7
EVALUASI PENURUNAN SKALA KECEMASAN
PRA BEDAH APENDIKSITIS

Hari/ Kondisi
No Kondisi Pre Intervensi
Tanggal Post
Interpretasi
Skala Skala
Kecemasan Kecemasan
1 19 Mei 2018 Penkes Pra Terjadi penurunan
36 34
Bedah skala nyeri
2 20Mei 2018 Penkes Pra Terjadi penurunan
30 22
Bedah skala nyeri

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa terjadi penurunan skala

kecemasan setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan pendidikan

kesehatan prabedah selama 2 hari berturut- turut. Pada hari pertama skala

nyeri pada subjek I adalah 36, setelah dilakukan penkes maka skala

kecemasan turun menjadi 34. Pada hari kedua tepat sebelum tindakan

operasi skala kecemasan juga kembali turun dari skala 30 turun menjadi 22.
9

Subyek II
TABEL 4.7
EVALUASI PENURUNAN SKALA KECEMASAN
PRA BEDAH APENDIKSITIS

Hari/ Kondisi
No Kondisi Pre Intervensi
Tanggal Post
Interpretasi
Skala Skala
Kecemasan Kecemasan
1 23 Mei 2018 Penkes Pra Terjadi penurunan
37 27
Bedah skala nyeri
2 24 Mei 2018 Penkes Pra Terjadi penurunan
25 20
Bedah skala nyeri

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa terjadi penurunan skala

kecemasan setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan pendidikan

kesehatan prabedah selama 2 hari berturut- turut. Pada hari pertama skala

nyeri pada subjek I adalah 37, setelah dilakukan penkes maka skala

kecemasan turun menjadi 27. Pada hari kedua tepat sebelum tindakan

operasi skala kecemasan juga kembali turun dari skala 25 turun menjadi 20.

B. Pembahasan

Pada pembahasan akan membahas tentang asuhan keperawatan Tn. N

dan Tn. A dengan Post Operasi Appendisitis RS Dr.Sobirin Kabupaten Musi

Rawas pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian

maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan

memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap,

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,implementasi,dan evaluasi.

1. Pengkajian
9

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang

bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat

ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat

ini dan waktu sebelumnya (Perry & Potter, 2006).

Menurut Nikmatur Rohmah & Saiful Walid (2012), pengkajian

adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Kemampuan

mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan

menentukan diagnosis keperawatan. Pada tahap ini penulis menggunakan

metode wawancara kepada keluarga dan pasien, metode observasi,

metode studi dokumentasi yang mana penulis mengambil data dari

catatan medis pasien. Dimana catatan medis tersebut berisi tentang

riwayat kesehatan pasien, program terapi, dan data penunjang lainnya

yang berhubungan dengan perkembangan kesehatan pasien. Pasien

masuk rumah sakit pada hari rabu

Apendiks diperkirakan ikut serta dalam system imun sektorik di

saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan

efek fungsi system imun yang jelas (Syamsyuhidayat, 2005). Dari

pengkajian subjek I tanggal 19 mei 2018, dan pada subjek II pada tanggal

23 mei 2018 didapatkan data keluhan utama pada Tn.N dan Tn. A gejala

yang dirasakan adalah nyeri pada perut bagian kanan bawah. Semua

pasien apendiks akan mengalami nyeri (Adha,2014).


9

Pasien mengatakan nyeri seperti dicubit, nyeri dibagian perut

kanan bawah, skala nyeri 6, dan nyeri dirasakan sewaktu-waktu. Pasien

juga tampak terlihat meringis saat nyeri terasa. Dalam teori untuk

pengkajian nyeri ini menggunakan metode PQRST, meliputi provoking

incident atau faktor penyebab, quality atau kualitas nyeri, region atau

lokasi nyeri, scale atau skala nyeri, time atau waktu (Muttaqin, 2009).

Hasil pengkajian nyeri, penulis sudah melakukan sesuai dengan teori.

Tanda dan gejala nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti

oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung

lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran

kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar titik Mc.Burney,

kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Pada pengkajian

nyeri Provoking: pasien mengatakan nyeri bertambah ketika malam,

Quality: nyeri seperti ditusuk-tusuk, Region: lokasi nyeri perut bagian

kanan bawah . Severity: skala nyeri pada subjek I: 6 dan pada subjek II:

5,Time: Nyeri bisa muncul sewaktu-waktu, bertambah ketika

beraktivitas, dan ketika malam hari.

Berdasarkan data yang didapatkan penulis sesuai dengan teori yang

menyebutkan pengkajian nyeri yang aktual dan tepat dibutuhkan untuk

menetapkan dasar, menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat,

menyeleksi terapi keperawatan yang cocok dan mengevaluasi respon

(Potter & Perry, 2006). Pengkajian karakteristik nyeri meliputi PQRST: P

(palipatif: yang menyebabkan timbul masalah), Q (Quality: kualitas dan


9

kuantitas nyeri yang dirasakan), R (Region: Lokasi nyeri), S (severty:

keparahan), T (Timing: waktu). Batasan karakteristik nyeri subjektif

mengungkapkkan secara verbal atau melaporkan dengan isyara, obyektif

atau gerakan menghindari nyeri, posisi menghindari nyeri, perubahan

autonomik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak berenergi sampai

kaku). Respon-respon autonomik (misalnya diaforasis, tekanan darah,

pernafasan atau perubahan nadi), perubahan nafsu makan, perilaku

ekspresif (misalnya: kegelisahan, merintih menangis, kewaspadaan

berlebih, peka terhadap rangsangan, dan menarik nafas panjang),

gangguan tidur (mata sayu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan

menyeringai) (Wilkinison, 2011). Data menurut teori yang ada didalam

kasus diatas, dengan adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah

yang mengidentifikasikan nyeri meliputi menggertakkan gigi, memegang

pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan ekspresi

wajah yang menyeringai (Perry & Potter, 2006).

Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri

angka dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu

bilangan dari (0-10) yang menurutnya paling menggambarkan

pengalaman nyeri yang ia rasakan. Skala nyeri angka dapat dituliskan

sebagai berikut: 0: tidak nyeri, 1-3: nyeri ringan, 4-6: nyeri sedang, 7-9:

sangat nyeri tetapi dapat dikendalikan dengan aktivitas yang biasa

dilakukan, 10: sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan (Saputra, 2013).
9

Infeksi adalah invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme

yang mampu menyebabkan sakit (Potter&Perry, 2005). Infeksi

nosocomial adalah infeksi yang diakibatkan oleh pemberian layangan

kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Tanda dan gejala pasien

appendisitis terdapat kemerahan bekas operasi. Berdasarkan data yang

didapatkan oleh penulis pada Tn. N dan Tn. A sesuai dengan teori yang

telah dijelaskan penulis diatas.

Pengkajian pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital

Tn. N yaitu TD : 110/70mmHg, N : 84x/menit, RR : 22x/menit, S :

36,1°C. Dalam teori nyeri, apabila nyeri tidak segera ditangani dengan

benar mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pernafasan, suhu

tubuh, bahkan dapat meningkatkan kolaps kardiovaskuler dan syok

(Adha, 2014). Disini terdapat kesenjangan antara teori dan kasus untuk

tanda-tanda vital, karena tanda-tanda vital Tn. N tidak ada peningkatan

bahkan tanda-tanda vital klien masih belum stabil.Hasil pemeriksaan

abdomen, inspeksi perut datar, ada luka bekas operasi, luka tidak ada pus,

dan tidak kemerahan. Auskultasi bising usus 15x/menit. Perkusi pada

kuadran I pekak kuadran II, III tympani, perkusi hanya dilakukan di

kuadran I,II,III karena di kuadran IV ada luka bekas operasi. Palpasi

dilakukan disemua kuadran, dan di kuadran IV dilakukan disekitar luka,

dan hasilnya ada nyeri tekan di kanan bawah atau kuadran IV. Nyeri

biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi seperti pada saat sakit

kepala, sakit gigi, terbakar, pasca persalinan dan pasca pembedahan


9

(Andarmoyo,2013).

Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak

(mobile) dalam sistem pertahanan tubuh. Memiliki fungsi menahan

invasi oleh patogen (mikroorganisme penyebab penyakit, misalnya

bakteri dan virus) melalui fagositosis, mengidentifikasi dan

menghancurkan sel-sel kanker yang muncul dalam tubuh, berfungsi

sebagai petugas pembersih yang membersihkan sampah tubuh dengan

memfagosit debris yang berasal dari sel yang mati atau cedera, penting

dalam penyembuhan luka dan perbaikan jaringan. Hitung leukosit adalah

menghitung jumlah leukosit per milimeterkubuk atau mikrometer darah.

Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh,

terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga

hitung jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui

respon tubuh terhadap infeksi (Putri,2010). Pada kasus Tn. N dan Tn. A

didapatkan hasil leukosit dari pemeriksaan laboratorium adalah

19,110/mm3 dan 18,05/mm3 yang normalnya 3.600- 11.000 mm3. Hasil

tersebut membuktikan bahwa pada kasus sudah sesuai dengan teori.

Hasil pemeriksaan penunjang USG abdomen yaitu tak tampak efusi

pleura bilateral dan asites, hepar/kedua ginjal/uterus tak tampak kelainan.

Secara umum kegunaan USG adalah untuk menilai infalmasi dari

apendiks. USG pada appendisitis akut adalah bagian kiri yaitu sonogram

secara sagital mengambarkan inflamasi apendiks, bagian kanan yaitu

kompresi transabdominal secara transversal didapatkan akumulasi cairan


9

dari apenndiks (Mutaqin,2011). Data penunjang yang didapatkan belum

sesuai dengan teori, disini penulis belum mencantumkan hasil

pemeriksaan USG apendikogram karena saat pengkajian hasil

pemeriksaan tidak ada, dan setelah ditanyakan kepada keluarga klien,

keluarga juga tidak mengetahui.

Terapi yang diberikan adalah infus ringer laktat 20 tpm untuk

menambah cairan, injeksi cefotaxime 2x1 gr antibiotik yag digunakan

untuk mengobati infeksi sendi,penyakit radang panggul, meningitis.

Injeksi omeprazole 1x0 mg, obat yang digunakan untuk menurunkan

kadar asam yang diproduksi di dalam lambung, inj ketorolac 2x20

mg,obat untuk meredakan peradangan dan rasa nyeri setelah operasi.

Gentamicin 2x3 mg obat ini digunakan untuk menangani infeksi akibat

bakteri dengan cara membunuh sekaligus mencegah pertumbuhan

bakteriMetronidazole tablet 3x5000mg golongan antimikroba untuk

mencegah infeksi ( ISO,2012).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan merupakan pengkajian yang menunjukkan

pengelompokan data yang mengidentifikasikan klien mempunyai resiko

keamanan yang aktual atau potensial dengan mengembangkan suatu

pernyataan diagnosa keperawatan dimana harus dipastikan batasan

karakteristik yang tepat dalam dasar pengkajian (Perry dan Potter, 2006).

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan

dengan agen pencederan fisik, intoleransi aktifitas berhubungan dengan


10

tirah baring, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan

mobilitas, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

( Sdki,2016). Dari analisa data, penulis merumuskan dua diagnosa yaitu

nyeri akut berhubungan dengan agen pencederan fisik dan ansietas

berhubungan dengan rencana prosedur bedah. Disini penulis akan

membahas satu persatu diagnosa-diagnosa tersebut, yaitu : Nyeri akut

Diagnosa keperawatan : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

biologis: apendisitis. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan

jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal

kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of

pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga

berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung <6 bulan (asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013).

Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan

dengan (diagnosa keperawatan NANDA 2009-2011). Penulis

mencantumkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

biologis dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan menjalar

kebenjolan. Nyeri seperti digigit-gigit, dengan skala nyeri 5, lama nyeri

lebih kurang 1-2 menit. Data obyektif pasien tampak menunjukkan lokasi

nyeri, ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit.

Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat
10

dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui

dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka

operasi. Nyeri terasa tajam seperti ditusuk, disayat, dicubit, dan lain-lain

(Asmadi, 2012). Dikatakan nyeri akut ditandai dengan adanya perubahan

respirasi, tekanan darah, denyut jantung.Secara verbal melaporkan

adanya ketidaknyamanan dan menunjukkan respon emosi dan perilaku

seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah

(Andarmoyo, 2013). Dari batasan karakteristik maka penulis mengambil

etiologi agen cidera fisik ( Nanda, 2013). Hasil data yang ditemuka

dalam kasus ternyata sudah sesuai dengan teori dari Asmadi dan

Andarmoyo.

Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera fisik sebagai prioritas utama karena menurut teori Hierarki

Abraham Maslow nyeri merupakan kebutuhan fisiologi sehingga terus

diprioritaskan terlebih dahulu (Setiadi, 2012). Dijelaskan bahwa

pengertian adalah nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat

subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan

dan mengevaluasi perasaan tersebut (Asmadi, 2012).

Diagnosa kedua adalah ansietas berhubungan prosedur invasif, dari

pengkajian pasien mengatakan takut akan tindakan operasi. Kecemasan

muncul akibat persepsi pasien yang kurang tempat tentang gambaran

ruang operasi, oleh sebab itu penkes tentang ruang operasi harus

dijelaskan.
10

Diagnosa keperawatan : ansietas berhubungan dengan perubahan

dalam : status kesehatan. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau

kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali

tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) ; perasaan takut yang

disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat

kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan

memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (asuhan

keperawatan nanda nic-noc 2013).

Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan

dengan (diagnosa keperawatan NANDA 2009-2011). Penulis

mencantumkan diagnosa ansietas berhubungan dengan perubahan dalam

: status kesehatan dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data

subyektif pasien mengatakan khawatir dengan keadaan dirinya saat ini,

pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya saat ini, pasien merasa

cemas takut karena akan menjalani operasi esok hari. Data obyektif

didapatkan pasien tampak mengucapkan doa, pasien tampak bertanya

tentang masalah penyakitnya, tampak cemas, gelisah, bingung, dan

ekspresi wajah pasien tegang.

Batasan karakteristik ansietas menurut (asuhan keperawatan nanda

nic-noc 2013) yaitu perilaku meliputi : gelisah, mengekspresikan

kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup. Affektif meliputi

: gelisah distres, ketakutan, perasaan tidak adekuat, bingung, khawatir.

Fisiologis meliputi : wajah tegang, peningkatan ketegangan. Simpati


10

meliputi : peningkatan tekanan darah.

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ansietas berhubungan

dengan perubahan dalam : status kesehatan, sebagai prioritas diagnosa

kedua dengan alasan ansietas merupakan kekhawatiran pada sesuatu hal

dimana sumber tidak begitu spesifik sehingga ansietas bisa diprioritaskan

diakhir. Dilengkapi oleh data pengkajia yaitu data subjektif antara lain.

pasien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa

gugup dan khawatir dengan operasi yang akan dialaminya besok, serta

pasien susah tidur. Data objektif yang diperoleh pasien nampak buruk

atau tidak fokus, muka nampak merah, mengalami gangguan tidur, pada

pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 27 yang

mana masuk dalam tingkat kecemasan sedang. Pada teori Abraham

maslow (1950) dalam Wahit Iqbal (2007) yang menyatakan, bahwa

kebutuhan keselamatan dan rasa aman merupakan kebutuhan dasar

manusia setelah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan keselamatan dan rasa

aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai aspek, baik fisiologis

maupun psikologis. Kebutuhan tersebut meliputi: kebutuhan

perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi,

kebutuhan bebas dari rasa takut dan kecemasan, serta kebutuhan bebas

dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing.

Berdasarkan diagnosa yang sudah diangkat penulis, penulis

berfokus pada masalah kecemasan pasien. Penulis bermaksud

mengaplikasikan hasil riset dari (Endang sawitri dan Agus sudaryanto,


10

2008) tentang pemberian informasi prabedah tentang komunikasi

terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi.

3. Intervensi

Perencanaan adalah bagian data fase pengorganisasian dalam

proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan

keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah

atau untuk memenuhi kebutuhan klien (Setiadi, 2012).

Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik, intervensi disusun dengan tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang

dengan kriteria hasil skala nyeri 1-2, nyeri berkurang atau hilang, pasien

mendemonstrasikan teknik bernafas ritmik, dan pasien tampak rileks.

Intervensi pertama ukur TTV, tanda-tanda vital bisa menggambarkan

perubahan kondisi pasien. Pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan untuk

menentukan status kesehatan pasien, seperti terapi medis dan

keperawatan atau menandakan perubahan fisiologis (Muttaqin, 2009).

Intervensi yang kedua adalah kaji karakteristik nyeri PQRST ini

untuk mengetahui penyebab, kualitas, tempat, skala, dan waktu nyeri

terjadi. metode PQRST meliputi Provoking: pasien mengatakan nyeri

bertambah ketika malam, Quality: nyeri seperti ditusuk-tusuk, Region:

lokasi nyeri perut bagian kanan bawah . Severity: skala nyeri pada subjek

I: 9 dan pada subjek II: 7, Time: Nyeri bisa muncul sewaktu-waktu,

bertambah ketika beraktivitas, dan ketika malam hari (Muttaqin, 2009).


10

Intervensi yang ketiga, berikan teknik distraksi bernafas ritmik

untuk mengalihkan rasa nyeri dengan menganjurkan pasien memejamkan

mata, kemudian tarik nafas melalui hidung dalam empat hitungan, dan

dihembuskan secara perlahan lewat mulut dengan empat hitungan, lalu

dilakukan secara berulang sampai terbentuk perrnafasan ritmik. Distraksi

adalah metode pengalihan perhatian Distraksi adalah mengalihkan

perhatian klien ke hal yang lain sehingga dapat menurunkan

kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi terhadap

nyeri (Prasetyo, 2010). Tindakan tersebut bisa membuat pasien menjadi

rileks sehingga nyeri akan berkurang. Distraksi adalah metode

pengalihan perhatian klien ke hal lain dan dengan demikian menurunkan

kewaspadaan klien terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi

terhadap nyeri sehingga nyeri berkurang. Teknik distraksi bekerja

memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, serta

untuk mengatasi nyeri intensif yang hanya berlangsung beberapa menit

(Potter & Perry, 2006).

Intervensi keempat, berikan posisi nyaman untuk mengurangi nyeri

dan menghilangkan tegangan abdomen. Posisi semi fowler dengan

derajat kemiringan 45° yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk

membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen

pada diafragma (Rozikhin, 2014). Intervensi kelima, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian analgesik. Analgesik adalah metode paling

umum untuk mengatasi nyeri, tergolong dalam analgesik non-narkotik


10

dengan indikasi nyeri pasca operasi, nyeri trauma berat, artritis rematoid

(Andarmoyo, 2013).

Intervensi yang dilakukan yaitu kaji tingkat kecemasan pasien

dengan rasionalisasi untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien. Skala

cemas menjadi turun, dari skala sedang 27 menjadi skala kurang dari 14

yaitu skala tidak cemas. Alat untuk mengukur kecemasan salah satu

tujuan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang

apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali yaitu dengan menggunakan

alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale

for Anxiety (HRS-A) (Hawari, 2008).

Monitor tanda-tanda vital dengan rasionalisasi mengetahui

keadaan tubuh pasien. Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu

cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital

meliputi, suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah.

Tanda-tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh.

Adanya perubahan tanda vital misalnya suhu tubuh menunjukkan

perubahan sistem kardiovaskuler, frekuensi pernafasan menunjukkan

fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem

kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda

vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan

tanda vital dapat terjadi bila tubuh dala kondisi aktivitas atau dalam

keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator adanya

gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005), berikan informasi akurat nyata


10

tentang penyakit apendisitis dan persiapan sebelum operasi dengan

rasionalisasi mengatasi dan mengurangi kecemasan pada pasien.

Pemberian informasi tentang persiapan operasi merupakan salah

satu komponen dari komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk

menurunkan tingkat kecemasan pasien melalui pemenuhan kebutuhan

informasi mengenai pembedahan. Pasien preoperasi akan lebih

mengetahui harapan mereka setelah dilakukan operasi dan pasien akan

lebih banyak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan tujuan dan

pendapat mereka mengenai operasi, serta akan beradaptasi dengan lebih

baik terhadap nyeri dan penurunan mobilitas fisik setelah tindakan

operasi (Anonim, 2008), ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan

rasionalisasi selain untuk mengurangi nyeri dapat untuk merilekskan

ketegangan otot karena kecemasan. Tekniknya dengan menganjurkan

pasien bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga

memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang

penuh dan menghembuskan secara perlahan lewat hidung, serta dapat

dilakukan selama 15 menit (Potter & Perry, 2005).

Kolaborasi dengan keluarga untuk memberi dukungan dan

motivasi pada pasien dengan rasional menurunkan kecemasan dan

kegelisahan pasien (Wilkinson, 2012), yakinkan kembali pasien melalui

sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan non-verbal dengan rasional

mengurangi ansietas pada pasien (Green setyowati, 2006).


10

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Implementasi dilakukan dari perencanaan yang disusun

sebelumnya. sebelumnya. Berikut ini pembahasan inplementasi dari

masing-masing diagnosa:

Mengajarkan teknik distraksi bernafas ritmik, distraksi dapat

menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi system kontrol

desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang

ditransmisikan ke otak (Nurhayati, 2011). Otak itu sendiri

mengendalikan atau memengaruhi persepsi nyeri yaitu hipotalamus dan

struktur limbik berfungsi sebagai pusat emosinal persepsi nyeri, dan

korteks, frontalis menghasilkan interpretasi dan respon rasional terhadap

nyeri. Namun, terdapat variasi yang luas dalam cara individu

mempersepsikan nyeri. Salah satu penyebab variasi adalah karena sistem

saraf pusat (SSP)

Memiliki beragam mekanisme untuk memodulasi dan menekan

rangsangan nosiseptif. Kemudian jalur-jalur desendens serat eferen yang

berjalan dari korteks serebrum kebawah ke medula spinalis dapat

menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui

suatu mekanisme umpan-balik yang melibatkan substansia gelatinosa dan

lapisan lain kornu dorsalis Karenanya, jalur-jalur desendens dapat

memengaruhi implus nyeri di tingkat spinal.


10

Salah satu jalur desendens yag telah diidentifikasi sebagai jalur

penting dalam sistem modulasi nyeri atau analgesik adalah jalur yang

mencakup tiga komponen berikut, bagian pertama adalah substansia

grisen periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea periventrikel (PVG)

Mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi akuadutus slyvius.

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama

dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru, menurut

(Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).

Pemberian informasi mengenai kondisi yang dialami pasien

mampu menurunkan tingkat kecemasan dan pasien mampu menjalani

operasi dengan tenang. Dari implementasi yang dilakukan kepada pasien

selama 2x24 jam terhadap Tn.K didapatkan hasil :

Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

biologis : apendisitis. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu

mengkaji karakteristik nyeri, memberikan posisi yang nyaman dengan

posisi setengah duduk (semi fowler), mengajarkan teknik relaksasi nafas

dalam. Intervensi yang direncanakan pada diagnosa pertama dapat

diimplementasikan dengan baik karena adanya kerjasama diantara tim

kesehatan yang ada serta adanya peran serta keluarga dan pasien pada

tindakan keperawatan. Untuk intervensi yang akan dilaksanakan akan

didelegasikan kepada perawat.


11

Faktor kekuatan dari implementasi ini adalah masalah nyeri akut

yang dirasakan oleh pasien menunjukkan bahwa pasien harus diberikan

tindakan untuk meningkatkan kenyamanan pasien terutama mengurangi

nyeri yang dirasakan oleh pasien. Penulis tidak memiliki hambatan dalam

melaksanakan implementasi. Hal tersebut karena adanya kerjasama yang

baik antara penulis, pasien, dan tim kesehatan yang lain.

Diagnosa kedua adalah ansietas berhubungan dengan perubahan

dalam : status kesehatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh

penulis pada diagnosa ini lebih berfokus pada pemberian informasi yang

diberikan kepada pasien. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan

dari pembelajaran, pengalaman, atau intruksi (Andhi, 2008). Pemberian

informasi oleh penulis dimaksudkan untuk mengurangi rasa cemas yang

dialami pasien sebelum melaksanakan operasi. Data yang diperoleh dari

Tn.K diantaranya data subyektif pasien mengatakan tidak tahu tentang

penyakit yang sedang dialaminya saat ini, pasien mengatakan takut

melaksanakan operasi karena dokter menyarankan untuk dilakukannya

operasi pada penyakitnya ini. Pasien takut dioperasi dan takut jika

operasinya gagal. Data obyektif ditemukan pasien mengucapkan doa,

pasien tampak cemas gelisah, pasien tampak bingung dan selalu bertanya

tentang penyakitnya dan penatalaksanaan operasi dari dokter akan

berbahaya dengan dirinya atau tidak. Ekspresi wajah pasien tampak

tegang, skala kecemasan 27 (kecemasan sedang). Pemeriksaan vital sign

tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 87x/menit, respirasi 20x/menit, dan


11

suhu 35,90c.

Penulis mengkategorikan tingkat kecemasan pasien sedang, dengan

mengacu pendapat yang dikemukakan oleh (Ibrahim 2007), bahwa

manifestasi yang muncul pada kecemasan tingkat sedang

diantaranyajantung berdebar-debar, keluar keringat dingin, serangan

panik, sering gemetar, kecemasan yang menonjol, peningkatan tekanan

darah dan bukti dari pemeriksaan fisik.

Pasien yang melakukan mekanisme koping adaptif dikarenakan

mereka dapat mengendalikan perasaan cemas yang muncul sehingga

mampu mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Berbeda

pada pasien yang melakukan mekanisme koping maladaptif, mereka

mengalami kecemasan dan ketidakmampuan mengendalikan

kecemasannya, ketakutan yang mengancam dirinya (Andhi, 2008). Jika

dikaitkan dengan kasus, maka kecemasan yang dialami Tn.K sebelum

diberikan informasi dapat dikategorikan kecemasan tingkat sedang yang

ditunjukkan dengan Tn.K ketakutan akan operasi dapat mengancam

dirinya.

Tindakan yang diberikan kepada pasien adalah mengkaji

kecemasan pasien, mengkaji tingkat pengetahuan pasien, memberi

informasi kepada pasien. Dari intervensi yang direncanakan, penulis

lebih sering memberi informasi kepada pasien dengan harapan

kecemasan yang dialami pasien dapat berkurang dan pasien lebih tenang

untuk menjalani operasi. Adapun informasi yang diberikan kepada pasien


11

diantaranya memberikan informasi tentang penyakit yang dialami pasien,

melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dengan memberikan

bantuan penerangan kepada pasien mengenai segala kemungkinan yang

terjadi, sehingga pasien siap dalam menghadapi dan menyesuaikan

dengan keadaan dirinya. Memberikan informasi tentang penatalaksanaan

penyakitnya dengan dilakukannya operasi dengan kemajuan kesehatan

pasien (Astuti, 2009). Setelah diberikannya informasi kepada pasien

didapatkan hasil pasien mengatakan sudah merasakan nyaman, tidak

merasa takut dan cemas lagi, dan pasien mengatakan sudah siap untuk

menjalani operasi, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A

didapatkan kecemasan menurun menjadi score 14 yang mana merupakan

skala kecemasan ringan.

Dari data yang diperoleh penulis selama pengkajian terhadap Tn.K

dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi mampu menurunkan

tingkat kecemasan pasien preoperasi dengan memberikan pendidikan

kesehatan dan komunikasi terapeutik. Pengaruh pemberian informasi

dengan memberikan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik

kepada pasien preoperasi juga telah diteliti oleh (Diyono, dkk tahun

2014) dan (Sova Kaparang, dkk tahun 2014) dimana jurnal hasil

penelitiannya dijadikan sebagai sumber acuan bagi penulis..

5. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
11

dibuat pada tahap perencanaan, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful

Walid, 2012).

Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan

kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat

dilaksanakan dengan SOAP yaitu subjective, objective, analisa, planning

(Dermawan, 2012)

Evaluasi diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis : apendisitis. Pada hari pertama, masalah nyeri belum

teratasi, pasien masih merasakan nyeri pada kedua pinggangnya yang

menjalar kebenjolan, kualitas seperti digigit-gigit, skala nyeri 5, lama

nyeri (±1-2 menit), pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri,

dilakukan tindakan pemberian posisi yang nyaman semi fowler, dan

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.

Intervensi yang akan dilanjutkan adalah kaji status nyeri yang meliputi

penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu nyeri dengan rasionalisasi

mengetahui status perkembangan nyeri pasien. Ajarkan teknik relaksasi

nafas dalam dengan rasionalisasi mengurangi nyeri pasien, kolaborasikan

dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi

menghilangkan nyeri.

Pada hari kedua, masalah nyeri akut belum teratasi. Pasien

mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya sedikit berkurang tetapi

masih merasakan nyeri dengan skala nyeri berkurang menjadi 4. Pasien

tampak sedikit rileks, ekspresi wajah pasien masih tampak menahan


11

sakit. Intervensi tetap pertahankan dengan mengajarkan teknik relaksasi

nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Kaji status nyeri baru setelah

dilakukannya operasi yang meliputi penyebab, kualitas, tempat, skala,

waktu nyeri dengan rasionalisasi mengetahui status perkembangan nyeri

pasien. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan

rasionalisasi menghilangkan nyeri.

Evaluasi diagnosa kedua : ansietas berhubungan dengan perubahan

dalam : status kesehatan. Pada hari pertama, masalah ansietas belum

teratasi, pasien mengatakan cemas, takut akan dilakukannya operasi,

pasien takut dengan bius anastesi. Pasien mengatakan tidak tahu tentang

penyakit yang dialaminya saat ini. Pasien tampak gelisah, cemas,

bingung, dan ekspresi wajah pasien tampak tegang. Skala kecemasan 27.

Intervensi yang dilanjutkan adalah dilakukannya tindakan pemberian

informasi.

Pada hari kedua, masalah ansietas sudah teratasi, pasien

mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi dan sudah siap untuk

diantar keruang operasi. pasien tampak rileks, tenang, tampak sudah

tidak cemas, dan pasien sudah siap untuk menunggu jam dilakukannya

operasi. Skala kecemasan menurun dari skala sedang 27 menjadi skala

ringan 14. Maka dari itu intervensi dapat dihentikan.


11

E. Keterbatasan Studi Kasus

Dalam studi kasus ini penulis menemui hambatan sehingga menjadi

keterbatasan dalam penyusunan studi kasus ini. Keterbatasan dalam studi

kasus ini yaitu :

1. Belum adanya instrumen yang baku untuk penulis melakukan studi

kasus, sehingga instrumen yang digunakan masih perlu

dikembangkan lagi.

2. Keterbatasan waktu penulis dalam melakukan pengkajian terhadap

kedua subjek karena penulis melakukan pengkajian pada saat penulis

melakukan praktek dirumah sakit

3. Susahnya penulis untuk mendapatkan sampel karena pada saat

melakukan penelitian penulis juga masih melaksanakan pendidikan.


11

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan

bawah dan bertambah berat saat beraktifitas. Selain keluhan nyeri pasien

juga mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, pasien merasa cemas

takut dengan keadaan penyakit yang dialaminya saat ini. Pasien takut

untuk menjalani operasi, pasien takut dengan bius anastesi. Pasien

mengatakan dirinya khawatir jika saat operasi terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan kepada dirinya.

2. Diagnosa

Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada kedua subjek adalah

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : apendisitis dan

ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan/kurang

terpapanya informasi.

3. Intervensi

Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

: appendisitis, dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam adalah

pengkajian pada status nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan

kolaborasi dokter dalam pemberian obat analgesik. Dan pada diagnosa

ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan,

dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam adalah pengkajian pada


11

tingkat kecemasan, pemberian informasi dengan pendidikan kesehatan dan

komunikasi terapeutik serta memberikan dukungan kepada pasien sebelum

operasi.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan penulis pada dignosa nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis : apendisitis meliputi mengkaji

nyeri pasien, memberikan posisi nyaman semi fowler, mengajarkan teknik

relaksasi nafas dalam. Diagnosa ansietas berhubungan perubahan dalam :

status kesehatan meliputi memberikan informasi dengan melakukan

pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik kepada pasien preoperasi

penjelasan tentang penyakit yang diderita, penjelasan pentingnya

dilakukan operasi, penjelasan prosedur sebelum dilakukannya operasi dan

memberikan dukungan kepada pasien.

5. Evaluasi

Hasil evaluasi diagnosa pertama, nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera biologis : apendisitis belum teratasi. Intervensi masih tetap

dilanjutkan dengan tindakan mengkaji status nyeri, ajarkan teknik relaksasi

nafas dalam dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

analgesik. Diagnosa kedua, ansietas berhubungan d6engan perubahan

dalam: status kesehatan sudah teratasi. Skala kecemasan menurun dari

skala sedang 27 menjadi skala ringan 14. Maka intervensi dapat

dihentikan, pasien sudah tidak mengalami kecemasan lagi.


11

B. Saran

Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, diharapkan saran

ini bisa diterima dan dipertimbangkan sebaik-baiknya untuk peningkatan

kualitas asuhan keperawatan pada tahap selanjutnya.

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat meningkat kualitas asuhan keperawatan yang berfokus

pada pasien dengan terus mengotimalkan SOP (Standar Operational

Prosedure) dalam setiap melakukan tindakkan keperawatan.

2. Bagi Institusi Pendidikan.

Diharapkan hasil studi kasus ini bisa untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dan referensi tambahan bagi mahasiswa dalam

melaksanakan praktek tentang pemberian informasi pra bedah

dilaboratorium dengan sesuai SOP (Standart Operational Prosedure).

3. Bagi Pengembangan dan Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar

pengembangan model – model intervensi keperawatan lainnya dalam

menangani dan menurunkan kecemasan pra operasi appendisitis.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Appendicitis. http://theeqush.wordpress.com/2009/06/10


apendisitis. diakses pada tanggal 8 Mei 2011 jam 10.00 WIB.

Adamidis D, Giannikou, Karamolegou K, Tselalidou E, Constantopoulos. 2000.


Fiber Intake And Childhood Appendicitis. Int J Food Sel Nutr. Greece:
Departement of Paediatrics of Athens University; 20(2), hal 224- 239

Agrawal, C.S. 2008. Role of Serum C Reactive Protein and Leukocyte Count in
the Diagnosis of Acute Appendicitis in Nepalese Population. Med Coll J
Nepal : Departemen of surgery

Burnner and suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC.

Cairg, S. 2010. Acute Appendicitis.Med Coll J. [Diakses Tanggal : 21 Maret


2018]; tersedia dari: Http://Emedicine.Medcape.Com/Article/773895-
Overview

Departemen Bedah Universitas Gadjah Mada. 2010, Apendik. Sama ka[Diakses


Tanggal 20 Maret 2018. Tersedia Dari:
Http://Www.Badahugm.Net/Tag/Appendix.

Departemen Kesehatan RI, 2005, Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM),


Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Jakarta.

Djojoningrat D. 2006. Dispepsia Fungsional. Dalam Sudoyo Aw. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Fitriana S, Yusran H, Darwis, 2013. Faktor Risiko Kejadian Apendisitis di Rumah


Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep. STIKESNH. Makassar : STIKES
Nani Hasanuddin; 2(1), hal. 2302-1721.

Grace P dan Borley N. 2006. At A Glance, Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga.

Herminingsih A. 2010. Manfaat Serat Dalam Menumakanan. Jakarta : Universitas


Mercu Busana.

Jamil M. 2009. Sensitivitas Antibiotik Pada Kuman Penderita Peritonotis di


Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. The Indonesian Journal Of Medical
Science. Makassar : Medical Faculty Hassanuddin University. [Diunduh
Tanggal 5 Maret 2018]; Tersedia Dari :
Http://www.Med.Unhes.Ac.Id/Jurnal

Julian R. 2013. Apendisitis Akut Epidemiologi Pravalesi Di Indonesia. Bandar


Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati [Skripsi].

Kusharto C. 2006. Serat Makanan Dan Peranannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi
Dan Pangan. 1(2), hal. 45-54.

Kusnandar F. 2010. Mengenal Serat Pangan. [diakses tanggal : 2 April 2018]


tersedia dari : http://Itp.Faleta.Ipb.Ac.Id

Masjoer A. 2010. Kepita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Mekay R dan Shepherd J. 2007. The Use Of The Clinical Scoring System By
Alvarado I The Decision To Perform Computed Tomography For Acute
Appencitis In The Wd. Am J Emerg Med. USA : Saint Vincent Health
Center.

Moore K1 dan Agur A. 2006. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates


Muchtadi D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk
Mencegah Timbulnya Penyakit Degeneratif. Teknologi dan Industri
Pangan. Bogor : Institut Pertanian Bogor; 6(1), hal 61-71.

Notoadmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Cetakan VI. Jakarta : PT.


Rineka Cipta.

Nainggolan O dan Adimuca C. 2005. Diet Sehat Dengan Serat. Jakarta :


Departemen Kesehatan RI.

Oswari E. 2000. Bedah Dan Keperawatannya. Jakarta : PT Gramedia.

Penfold, Deena J, Benedict C dan Kelly J. 2008. Geographic Disparities In The


Risk Of Perforated Appendicitis Among Children In Ohio. International
Journal Of Health Geographics. Columbus: Biomed Central,56(7),
Http://Www.Ik-Healtgeograhics.com

Price SA, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

Putz R dan Pabst R. 2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2, Edisi 22.
Jakarta : EGC.

Rukmono. 2008. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.
Shahril D. 2008. Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire For
Assessment Of Energy, Total Fat, Fatty Acids, And Vitamin A, C And E
Intake Among Malaysian Women : Comparison With Three Days 24

Hour Diet Recalls. 2014. Jurnal Sains Kesihatan Malaysia. Malaysia : The
National University Of Malaysia;6(2), hal. 75-91.

Sastroasmoro S. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV.


Sagung Seto.

SDKI. 2016. Standar Diagnosi Keperawatan Indonesia. Jakarat: DPP PPNI

Schwartz. 2010. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.


Silalahi J dan Hutagalung N. 2010. Komponen-Komponen Bioaktif Dalam
Makanan dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. Medan : Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara [Skripsi].

Silent W. Acute Appendicitis And Peritonitis, In: Kasper D1, Fauci As, Longo
D1, Braunwald E, Hauser S1, Jameson Jl, 2005. Harrison’s Prinsiple Of
Internal Medicine. 16th Ed. New York : The Mc Graw-Hill Companies.

Sjamsuhidayat R dan Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3 Jakarta :
EGC.

Smeltzer, Suzzane C, Brenda GB. 2005. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8.


Jakarta : EGC.

Supariasa dan I Nyoman. 2001. Penelitian Status Gizi. Jakarta : EGC. Triatmodjo.
2008. Kesehatan Anak Di Daerah Tropis. Jakarta : Bumi Aksara.

Ummualya. 2008. Angka Kejadian Appendisitis. [Diakses dari : Pada Tanggal 2


April 2018]; tersedia dari :
http://www.digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-
6753-1-babi.pdf

Anda mungkin juga menyukai