Anda di halaman 1dari 141

KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN KOMPRES DINGIN DENGAN GELANG JELI UNTUK


MEMINIMALKAN SKALA NYERI SAAT TINDAKAN PEMASANGAN
INFUS PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH
DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUD Dr.SOBIRIN
MUSI RAWAS TAHUN 2018

SUCI RAHAYU
PO 71.20.3.15.061

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUK LINGGAU
TAHUN 2018

11
12

PENERAPAN KOMPRES DINGIN DENGAN GELANG JELI UNTUK


MEMINIMALKAN SKALA NYERI SAAT TINDAKAN PEMASANGAN
INFUS PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN DEMAM TIFOID
DI RSUD Dr.SOBIRIN MUSI RAWAS TAHUN 2018

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar
AHLI MADYA KEPERAWATAN

SUCI RAHAYU
PO 71.20.3.14.061

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUK LINGGAU
TAHUN 2018
13

HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Suci Rahayu
NIM : PO.71.20.3.15.061
Jurusan : Keperawatan
Judul : Penerapan Kompres Dingin Dengan Gelang Jeli untuk
meminimalkan Skala Nyeri Saat Tindakan Pemasangan INFUS
Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Demam Tifoid Di RSUD
Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2018.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan pada Jurusan Keperawata di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau.

DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An ( )

Pembimbing II : Nadi Aprilyadi, S.Sos., M.Kes ( )

Penguji I : H. Jhon Feri, S.Kep.Ns., M.Kes ( )

Penguji II : Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep., M.Kep ( )

Ditetapkan di : Lubuklinggau
Tanggal : Juli 2018
14

PERNYATAAN PERSETUJUAN SEMINAR


LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI)

Judul KTI : Penerapan Kompres Dingin Dengan Gelang Jeli Untuk


Meminimalkan Skala Nyeri Saat Tindakan Pemasangan
Infus Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Demam Tifoid
Di Rs Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2018.
Nama Mahasiswa : Suci Rahayu

NIM : PO.71.20.3.15.061
Pembimbing : 1. Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An
2. Nadi Aprilyadi, S.Sos., M.Kes
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima dan disetujui untuk diajukan dan
diseminarkan dalam seminar proposal penelitian KTI Program Studi D-3
Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang Tahun Akademik
2017/2018.
Lubuklinggau, Juli 2018
Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An Nadi Aprilyadi, S.Sos., M.Kes


NIP.19851010 201012 2 003 NIP. 19770422 199603 1 001

Mengetahui
Ketua Program Studi D III Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang

H. Jhon Feri, S.Kep.Ns., M.Kes


NIP.19760509 199502 1 001
15

PANITIA SIDANG KARYA TULIS ILMIAH


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

Lubuklinggau, Juli 2018


Tim Penguji
Ketua

Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An


NIP. 19851010 201012 2 003

Anggota :
Penguji I

H. Jhon Feri, S.Kep.Ns., M.Kes


NIP. 19760509 199502 1 001

Penguji II

Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep., M.Kep


16

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya Karya Tulis Ilmiah dengan judul :

“PENERAPAN KOMPRES DINGIN DENGAN GELANG JELI UNTUK


MEMINIMALRKAN SKALA NYERI SAAT TINDAKAN PEMASANGAN
INFUS PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN DEMAM TIFOID
DI RS DR. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS
TAHUN 2018 ”

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Ahli Madya Keperawatan


pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes
Palembang, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari
KTI yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatakan
gelar Ahli Madya Keperawatan di lingkungan Prodi D-3 Keperawatan
Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang maupun di Perguruan Tinggi atau
Instansi Manapun. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan KTI ini
merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya
bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi
berdasarkan aturan tata tertib di Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes
Kemenkes Palembang.

Lubuklinggau, Juli 2018


Yang Menyatakan

Suci Rahayu
PO.71.20.3.15.061
17

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

KARYA TULIS ILMIAH, JULI 2018

Suci Rahayu

Penerapan Kompres Dingin Dengan Gelang Jeli Untuk Meminimalkan Skala


Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Demam
Tifoid Di RSUD Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas

xix + 105 halaman, 10 tabel, 1 gambar, 2 skema, 11 lampiran

ABSTRAK

Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang menyerang kekebalan tubuh dan dapat
menyebabkan hipertermia. Dengan prevalensi terbanyak terjadi pada rentang usia
3-6 tahun. Hipertermia dapat menyebabkan tubuh kehilangan cairan apabila tidak
segera ditangani sehingga menyebabkan anak harus dirawat dirumah sakit.
Dampak dari hospitalisasi pada anak adalah perpisahan dengan keluarga dan anak
harus menghadapi prosedur yang menyakitkan seperti tindakan invasif
(pemasangan infus). Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran asuhan
keperawatan dalam penerapan kompres dingin dengan gelang jeli untuk
meminimalkan skala nyeri pada anak usia pra sekolah saat pemasangan infus
dengan demam tifoid. Metode penelitian ini menggunakan desain studi kasus
dengan pendekatan asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi dan evalusi. Sampel yang diambil sebanyak dua orang
yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Prioritas penatalaksanaan untuk
mengurangi nyeri menggunakan kompres dingin dengan gelang jeli. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kompres dingin dengan gelang jeli dapat
meminimalkan skala nyeri saat tindakan pemasangan infus pada pasien demam
tifoid. Kompres dingin dengan modifikasi gelang jeli bisa diterapkan diruangan
sebagai bagian dari perawatan atraumatik saat pemasangan infus pada anak.

Kata Kunci : Demam tifoid, kompres dingin , nyeri


Daftar Pustaka : 34 (1998-2017)
18

HEALTH DEPARTEMENT OF REPUBLIC INDONESIA


POLYTECHNIC OF HEALTH PALEMBANG
THE FIELD OF NURSING

MASTERPIECH WRITE ERUDITELY, JULI 2018

Suci Rahayu

Use Of Cold Pack With Jeli Bracelet To Minimize Pain Scale When
Installating Infusion Toward Children Of Pre-Primary Age On Tifoid Fever
At RSUD Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas 2018

xix + 105 C Pages, 10 List of Tables, 1 List of Images, 2 List of Schemes, 11


List Appendix
ABSTRACT

Fever tifoid was an infection that attacks the immune and can lead to
hyperthermia. With the prevalence of going on in the range of age 3-6 years.
Hyperthermia can cause the body lose fluids if not addressed promptly, causing
the child should be treated at the hospital. The impact of hospitalisasi in children
have to deal with the procedure painful as the invasive (the installation of an IV).
The purpose of this study to obtain an estimation of the nursing in the
implementation of the cold compress a corresponding sharp to minimize the pain
in the pre school during the installation of a fever tifoid. The research method is
using the design of a case study approach the care of nursing, namely assessment,
diagnosis of nursing, intervention, implementation and evaluation. This research
consist of two samples based on inclution criteria. These management to reduce
pain using cool pack a corresponding sharp. The results showed that cold pack a
corresponding sharp can minimize the pain during the installation of an IV in
patients with fever tofoid. Apply cold with modifications a bracelet jelly can be
applied in the room as part of treatment atraumatic when setting up an IV in
children.

Keywords : Fever tifoid, cold pack, pain


References : 34 (1998-2017)
19

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
1. Sesuatu yang belum dikerjakan sering kali tampak mustahil, kita baru
yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik
2. Kita melihat kebahagian itu seperti pelangi, tidak pernah berada diatas
kepala kita sendiri, tetapi selalu berada diatas kepala orang lain
3. Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa
bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada
kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri
yang tersenyum

PERSEMBAHAN
Dengan hasil kerja kerasku dan tentunya tak terlepas dari orang-orang
yang telah memberikanku semangat ku persembahkan :
1. Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini tepat waktu.
2. Terimakasih kepada Mamak Subirah dan Bapak Sampun yang sudah
bekerja keras mencari uang, berdoa, motivasi dan Nasihatnya sehingga
terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. Yeeyy allhamdulillah
akhirnya... Mak Pak panjang umur ya, sehat selau Aamiin.
3. Untuk saudaraku tercinta Adek Suni Dwi Cahyani dan Aulia Shavira,
yang selalu menghiburku saat lagi galau-galaunya bikn KTI tapi banyak
ngeselinnya ..hahahaha..
4. Untuk sepupuku Elyza Shapita, Desti Novika Rani, Anahata
Ramadania Reva, Alvi Ananta Azahra, Faiz Kenzi Hamizan, dan Zee
Sauqqi Alkhaf terimakasih sudah menemani dikala bosen membuat
KTI.
5. Untuk pembimbing utama Ibu Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An
yang telah dengan sabar membimbing dan memberikan saran yang
20

amat berarti serta pengarahan yang sangat dibutuhkan dalam proses


penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Untuk pembimbing pendamping Bapak Nadi Aprilyadi, S.Sos., M.Kes
selaku Pembimbing Pendamping yang telah bersedia meluangkan
waktu serta memberikan saran sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan.
7. Untuk penguji I Bapak H. Jhon Feri, S.Kep.Ns., M.Kes dan penguji II
Bapak Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep., M.Kep terimakasih atas
motivasi dan masukannya selama menjadi penguji.
8. Ibu Yeni Elviani, SKM., M.Kes Dosen Pembimbing Akademik terima
kasih banyak atas bimbingan selama 3 tahun ini.
9. Untuk Dosen sekaligus Kakak Wahyu Dwi Ari Wibowo dan Sapondra
Wijaya terimakasih untuk waktunya tiga tahun ini banyak kenangan
banyak cerita yang tidak ingin ku akhiri berharap silaturahmi ini tetap
terjalin hingga kakek nenek tapi aku gak mau jadi nenek hahaha....
kapan jalan bareng lagi ajak Siti Hanifah, Oktaria Sari, Ghita Thalia,
dan Tri Anggraini....love you
10. Teruntuk Nixcolla Clausa terimakasih sudah menemani dari awal
hingga saat ini, terimakasih sudah sabar menghadapi aku saat stres
bikin KTI, terimakasih motivasinya semangatnya maaf yang selalu
kena marah dikala emosi bikin KTI...hahaha intinya aku sayang
kamu..I Love You
11. Buat adik bimbinganku Alvhi Wulandari, Shahnaz Zanirah dan Febi
Wulandari semangat kuliahnya dek, rajin-rajin belajar, makasih untuk
semangatnya cepet nyusul wisuda, undang kakak kalo nikah...hahaha..
tapi jangan dului kakak.
12. Untuk sahabatku tercinta tersayang tersemuanya lah Reta Febriani,
Endah Putri Handayani dan Tiya Oktavia terimakasih untuk waktunya
selama ini terimakasih telah menjadi yang terbaik, tetap menjadi
keluargaku dikala seneng ataupun susah. Pokoknya love you..sayang
kalian
21

13. Untuk Cerry Room dan Gelatik Room Hikma Ninggara, Lina
Yumiarti, Maya Rumantir S, Nisa Mustika, Oktaria Sari, Siti Hanifah,
Tri Anggraini dan Yayuk Lestari terimakasih waktunya tiga tahun ini
gak bakal lupa saat bersama di asrama banyak la kalo mau diceritai satu-
satu...love you gaesss.....
14. Buat teman seperjuangan dari KTI Devita Sari, Oktaria Sari, Neli
Novita Sari, Elda Natalia Barasa dan Heni Alvionita terimakasih kalian
selalu sama-sama kalo mau konsul, susah bareng, seneng bareng.
Thanks gaes..yeyyyy Acc Alhamdulillah wisuda bareng..hahaha
15. Buat genk geboy mujaer (angkatan 14) suka, duka kita rasain 3 tahun
ini, jangan sombong yaaa kawan silaturahmi jangan pernah terputus.
22

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI
Nama Lengkap : Suci Rahayu
Tempat/Tanggal Lahir : A Widodo, 22 April 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat :Desa A.Widodo Kecamatan Tugumulyo Kabupaten
Musi Rawas
Orang Tua : Ayah : Sampun
Ibu : Subirah

RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 2003-2004 : TK Darma Wanita
Tahun 2004-2009 : SD Negeri 1 A.Widodo
Tahun 2009-2011 : SMP Negeri B.Srikaton
Tahun 2012-2015 : SMA Negeri Tugumulyo
Tahun 2015-2018 :Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan
Lubuklinggau
23

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat waktu.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan pada Jurusan Prodi
Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang . Saya menyadari
bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah atas bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Pada Kesempatan ini ijinkan saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Kepada kedua orangtuaku yang telah memberikan semangat, motivasi, dan
nasehat serta doa.
2. Ibu Hj. Drg. Nur Adiba Hanum, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Palembang.
3. Bapak H. Budi Santoso, M.Kep., S.Kom selaku Ketua Jurusan Poletekkes
Kemenkes Palembang Jurusan Keperawatan.
4. Bapak H. Jhon Feri, S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketua Prodi Keperawatan
Lubuklinggau.
5. Ibu Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep.An selaku Pembimbing Utama yang
telah dengan sabar membimbing dan memberikan saran yang amat berarti
serta pengarahan yang sangat dibutuhkan dalam proses penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak Nadi Aprilyadi, S.Sos., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang
telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan saran sehingga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.
7. Bapak H. Jhon Feri, S.Kep.Ns., M.Kes selaku penguji I KTI yang penuh
dengan kesabaran menguji dan membimbing penulis dalam menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah.
24

8. Bapak Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep., M.Kep selaku penguji II KTI yang
penuh dengan kesabaran menguji dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
9. Ibu Yeni Elviani, SKM., M.Kes Dosen Pembimbing Akademik terima kasih
banyak atas bimbingan selama 3 tahun ini.
10. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Prodi Keperawatan Lubuklinggau yang telah
memberikan bimbingan, serta pengarahan dengan penuh perhatian dan
kesabaran berhubungan dengan proses perkuliahannya.
11. Teman Satu Almamater yang telah membantu tersusunnya Karya Tulis Ilmiah.
12. Dan tentunya untuk semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya
yang memberikan semangat penulis untuk tersusunnya Karya Tulis Ilmiah
Akhir kata, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
ini, oleh karena itu kritik dan saran yang yang bersifat membangun dalam
penulisan yang lebih baik dikemudian hari sangat penulis harapkan.
Semoga Allah SWT melimpahkan karunia serta rahmat-Nya untuk kita semua.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin ya Rabbal Alaamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Lubuklinggau, Juli 2018


Penulis
25

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................ ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN SEMINAR ................................. iii
HALAMAN PANITIA SIDANG ................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................... v
ABSTRAK ................................. vi
ABSTRACK ................................. vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................. viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................. xi
KATA PENGANTAR xii
DAFTAR ISI ................................. xiv
DAFTAR TABEL ................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ................................. xvii
DAFTAR SKEMA ................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................. xix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................. 1
B. Rumusan Masalah .................................. 8
C. Tujuan Studi Kasus .................................. 9
D. Manfaat Studi Kasus .................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teoritis 11
1. Definisi Demam Tifoid ................................ 11
2. Etiologi ................................ 11
3. Manifestasi klinis ................................ 12
4. Patofisiologi ................................ 14
5. WOC (Web of Causation) ................................ 16
6. Komplikasi ................................ 17
7. Pemeriksaan Penunjang ................................ 19
8. Penatalaksanaan ................................ 22
B. Konsep Nyeri Prosedur Invasif 23
1. Pengertian nyeri ................................ 23
2. Fisiologis Nyeri ................................ 24
3. Nyeri Pada Anak ................................ 25
4. Intensitas Skala Nyeri ................................ 26
5. Stimulus Nyeri ................................ 27
6. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Nyeri ................................ 28
C. Konsep Pemasangan Infus 30
D. Konsep Perawatan Atraumatik 32
1. Definisi Perawatan
Atraumatik ................................ 32
26

2.
Tujuan Perawatan
Atraumatik ................................ 32
3. Prinsip Perawatan
Atraumatik ................................ 32
E Penerapan Intervensi Kompres Dingin 33
1. Definisi Kompres Dingin ................................ 33
2. Tujuan Pemberian
Kompres Dingin ................................ 34
3. Penggunaan Kompres
Dingin ................................ 34
4. Cara Menggunakan
Kompres Dingin ................................ 35
5. Alat Yang Digunakan
Untuk Membuat Gelang
Jeli ................................ 35
6. Pengaruh Kompres
Dingin ................................ 36
7. Pengaruh Kompres
Dingin Terhadap Nyeri ................................ 36
F Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian ................................ 37
2. Diagnosis Keperawatan ................................ 42
3. Intervensi Keperawatan ................................ 43
4. Implementasi
Keperawatan ................................ 49
5. Evaluasi Keperawatan ................................ 49
G Kerangka Konsep ................................ 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ................................ 52
B. Subyek Penelitian ................................ 52
C. Fokus Studi ................................ 53
D. Definisi Operasional ................................ 53
E. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................ 54
F. Instrumen Penelitian ................................ 54
G. Pengumpulan Data ................................ 54
H. Pengolahan dan Analisis Data ................................ 56
I. Pengkajian Data ................................ 56
J. Etika Penelitian ................................ 56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus ................................ 58
B. Pembahasan ................................ 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................ 100
B. Saran ................................ 101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
27

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intervensi ................................ 44
Tabel 4.1 Pengkajian ................................ 61
Tabel 4.2 Analisa data subjek I ................................ 68
Tabel 4.3 Analisa data subjek II ................................ 70
Tabel 4.4 Diagnosa keperawatan ................................ 72
Tabel 4.5 Intervensi keperawatan subjek I ................................ 73
Tabel 4.6 Intervensi keperawatan subjek II ................................ 77
Tabel 4.7 Implementasi keperawatan subjek I ................................ 82
Tabel 4.8 Implementasi keperawatan subjek II ................................ 88
Tabel 4.9 Evaluasi kompres dingin ................................ 93
28

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fisiologis Nyeri ................................ 24
29

DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 WOC Demam Tifoid ................................ 16
Skema 2.2 Kerangka Konsep ................................ 51
30

DAFTAR LAMPIRAN
1 Protokol Pelaksanaan Pengukuran Nyeri
2 Protokol Pelaksanaan Pemasangan Infus
3 Protokol Pelaksanaan Kompres Dingin
4 Surat izin pengambilan data pendidikan
5 Surat izin pengambilan data RS Dr.Sobirin
6 Lembar Izin Penelitian Pendidikan
7 Lembar Izin Penelitian RS Dr.Sobirin
8 Lembar Infomkonsen
9 Lembar Ceklist
10 Lembar konsul pembimbing KTI
11 Lembar Konsul Penguji KTI
31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam

tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian

tiap tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang

dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling

rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih

ringan dari dewasa. Di hampir semua daerah endemik, insidensi demam

tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun.

Kejadian demam tifoid di Indonesia sepanjang tahun selalu ada,

dimana diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk setiap

tahun dan sepanjang tahun ditemukan mengalami demam tifoid sehingga

Indonesia merupakan negara endemik demam tifoid. Seluruh wilayah

Indonesia dapat ditemukan penyakit ini dengan insidensi yang hampir sama

antara daerah. Penyakit ini penyerangannya bersifat sporadis (Widoyono,

2011). Insiden demam tifoid pada anak usia < 5 tahun cukup tinggi, insiden

semakin tinggi sesuai dengan bertambahnya usia (Setiabudi &

Madiapermana, 2005). Tingginya tingkat morbiditas semakin mendorong

tingginya rawat inap anak dirumah sakit. Anak-anak yang datang ke unit

gawat darurat, hampir 90% dilakukan pemasangan infus (Farion, Splinter,

Newhook, Gaboury, & Splinter, 2008). Hasil penelitian di Jawa Barat dan

Sumatra Selatan menunjukkan angka morbiditas penyakit demam tifoid


32

lebih tinggi untuk daerah perkotaan dari pada daerah perdesaan (Arjoso &

Simanjuntak, 1998).

Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Dr.Sobirin

menunjukkan tingginya kejadian demam tifoid dengan rentang usia, 7-28

hari sebanyak 0 orang (0%), 28hari-<1 tahun sebanyak 13 orang (5,3%), 1-4

tahun sebanyak 86 orang (35,1%), dan usia 5-14 tahun sebanyak 146

orang(59,6%), dari data diatas usia 5-14 tahun memegang peringkat

tertinggi yang mengalami penyakit demam tifoid (Profil RS Dr.Sobirin,

2018).

Penyakit demam tifoid dapat mempengaruhi imunitas atau daya tahan

tubuh anak sehingga aktivitas anak terganggu seperti lemah, rewel dan tidak

nafsu makan sehingga perlu dilakukan tindakan hospitalisasi, jika tidak

dilakukan tindakan hospitalisasi akan mengakibatkan beberapa komplikasi

dan menyebarnya bakteri Salmonella Typhi (Mayasari & Pratiwi, 2009).

Hospitalisasi pada anak menjadi krisis yang harus dihadapai anak karena

dapat menyebabkan stres dan trauma (Fauzi & Handayani, 2013).

Reaksi anak usia pra sekolah terhadap nyeri cenderung sama dengan

yang terlihat pada usia toddler. Namun, terdapat perbedaan seperti respons

anak usia pra sekolah terhadap intervensi persiapan dalam hal penejelasan

prosedur dan teknik distraksi lebih baik bila dibandingkan dengan respons

anak usia toddler. Anak usia pra sekolah akan bereaksi terhadap tindakan

penusukan bahkan mungkin bereaksi untuk menarik diri terhadap jarum


33

karena menimbulkan rasa nyeri yang nyata, yang menyebabkan takut

terhadap tindakan penusukan (Hockenberry & Wilson, 2009).

Agresi fisik dan verbal lebih spesifik dan mengarah pada tujuan. Anak

usia pra sekolah dapat menunjukkan letak nyeri yang dirasakan dan dapat

menggunakan skala nyeri dengan tepat (Hockenberry & Wilson, 2007).

Pemasangan infus pada anak bukan hal yang mudah karena anak memiliki

vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemukan penusukan lebih dari

satu kali yang akan berdampak pada timbulnya cidera tubuh, nyeri, dan

ketakutan pada anak. Fenomena yang ditemukan disalah satu rumah sakit di

daerah Lubuklinggau adalah saat dilakukan pemasangan infus prinsip

kenyamanan dan perawatan atraumatik belum dilaksanakan secara optimal,

sehingga berdampak pada pengalaman traumatik pada anak. Berdasarkan

studi pendahuluan yang dilakukan dirumah sakit Dr.Sobirin diruangan

menunjukkan hampir setiap anak mengalami nyeri saat pemasangan infus

dengan skala nyeri sedang –berat dan kebanyakan tindakan yang dilakukan

dirumah sakit saat pemasangan infus anak dengan cara pengekangan,

sehingga membuat anak ketakutan.

Penyakit dengan konsekuensi rawat inap sangat mempengaruhi anak

dan keluarga dalam berbagai hal. Mekanisme koping yang masih terbatas

untuk menyelesaikan hal-hal yang menimbulkan stres dapat meningkatkan

stres pada anak. Stresor utama dari hospitalsasi antara lain adalah

perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh dan, nyeri (Wong, 2009).


34

Salah satu penyakit dengan rawat inap adalah demam tifoid, ini bukan

sesuatu yang bisa disepelekan. Demam tifoid akan mengakibatkan

hipertermi karena terjadinya inflamasi pada hati dan limfe akan

mengakibatkan peradangan lokal meningkat dan merangsang hipotalamus

sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Oleh sebab itu tindakan pemasangan

infus sangat diperlukan bagi penderita tifoid karena terpi cairan dapat

menurunkan suhu tubuh. Sebagian anak kesulitan memahami nyeri dan

prosedur invasif yang menyebabkan nyeri. Nyeri yang dirasakan anak akibat

prosedur invasif salah satunya adalah saat pemasangan infus. Pemasangan

infus merupakan suatu prosedur yang sering dilakukan selama anak

mengalami hospitalisasi. Pemasangan infus digunakan untuk pemberian

cairan, nutrisi, dan pemberian obat secara terus menerus (Potter & Perry,

2013). Nyeri yang terjadi menimbulkan masalah baru akibat perasaan yang

tidak menyenangkan, distress dan ketidaknyamanan (Cheng, Foster, &

Huang, 2003).

Nyeri sendiri merupakan penurunan sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang adekuat atau potensial

pernyataan akan ketidaknyamanan bagi masing-masing individu dan

penyebab dari ketidaknyamanan tersebut. Nyeri yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah nyeri yang diakibatkan akibat pemasangan infus pada

anak usia pra sekolah (Potter & Perry, 2006).

Nyeri yang tidak ditangani dapat berdampak besar pada kehidupan

anak. Nyeri dapat menggangu aktivitas anak dan kesulitan untuk


35

berinteraksi dengan orang lain karena anak terfokus pada nyeri yang

dirasakan. Dampak nyeri jangka pendek pada pemasanagan infus pada anak

yaitu seperti menangis, memberontak, dan teriak sedangkan dampak jangka

panjang pada pemasangan infus pada anak yaitu kesulitan tidur, penurunan

minat anak untuk melakukan kegiatan, dan meningkatkan kecemasan.

Ketidakmampuan untuk mengurangi nyeri dapat menimbulkan

ketidakberdayaan dan keputusasaan (Wong, 2009).

Pengurangan nyeri merupakan kebutuhan dasar dan hak semua anak.

Metode pengurangan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu

nonfarmakologik dan farmakologik. Farmakologik merupakan teknik

mengurangi nyeri menggunakan obat-obatan (Wong, 2009).

Nonfarmakologik merupakan teknik mengurangi nyeri tanpa menggunakan

obat-obatan meliputi relaksasi, hipnotis, guided imagery, massage, terapi

musik, kompres hangat dan kompres dingin (Dochter, 2013). Intervensi

non- farmakologik merupakan konsep perawatan atraumatik pada anak

dengan hospitalisasi.

Perawatan atraumatik adalah asuhan terapeutik dalam lingkungan

perawat melalui penggunaan intervensi yang tidak menimbulkan trauma

psikologis dan fisik pada anak dan keluarganya. Perawatan atraumatik dapat

diberikan kepada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis

dan tindakan yang diberikan. Asuhan terapeutik dilakukan untuk

pencegahan, diagnosis, penanganan atau pemenuhan kondsi akut dan kronis


36

yang difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan

bagian dari keperawatan (Hockenberry & Wilson, 2009).

Salah satu prinsip utama dari perawatan atraumatik adalah

mengurangi perpisahan anak dan keluarga dan melibatkan peran serta

keluarga dalam perawatan anak begitu juga saat prosedur invasif.

Kondisistres terjadi pelepasan hormon-hormon stres, antara lain kortisol

yang dapat menyebabkan penekanan pada sistem imun anak. (Guyton &

Hall, 2007). Teknik nonfarmakologi ini merupakan suatu strategi koping

yang mampu mengurangi persepsi nyeri sehingga nyeri dapat ditoleransi,

kecemasan menjadi menurun dan efektivitas analgesik menjadi meningkat

(Hockenberry & Wilson, 2009).

Penerapan pemberian kompres dingin merupakan salah satu

perawatan atraumatik pada anak selama prosedur invasif (Sulistiyani,

Rostina, & Mulyono, 2015). Kompres dingin adalah suatu metode dalam

penggunaan suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek

fisiologis. Aplikasi kompres dingin adalah mengurangi aliran darah kesuatu

bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Kompres dingin

merupakan terapi yang menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat

kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih

sedikit mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah bahwa persepsi dingin

menjadi dominan dan mengurangi perseps nyeri (Fraser, 2009). Pemberian

kompres dingin dapat menyebabkan pelepasan endorphin sehingga akan

membentuk transmisi stimuli nyeri, kompres dingin menggunakan es


37

memperlambat konduksi serabut saraf perifer dan menurunkan pelepasan

mediator inflamasi dan nosiseptor sehingga menimbulkan efek anastesi kulit

yang relatif cepat (Waterhouse, 2013).

Kompres dingin berguna untuk mengurangi ketegangan nyeri sendi

dan otot, mengurangi pembengkakan dan menyejukkan kulit. Kompres

dingin akan membuat daerah yang terkena dengan memperlambat transmisi

nyeri melalui neuron-neuron sensorik (Rohani, Saswita, & Marisah, 2011).

Kompres dingin merupakan terapi nonfarmakologi yang cocok

diberikan sebelum dilakukan tindakan pemasangan infus. Panas berlebih

akan menimbulkan rasa terbakar. Dingin akan menimbulkan mati rasa

sebelum nyeri timbul. Kompres dingin dapat menimbulkan efek anestesi

lokal pada luka tusuk akibat pemasangan infus (Potter & Perry, 2013).

Hasil dari penelitian Indriyani, Hayati dan Chodidjah (2013),

menunjukkan bahwa kompres dingin lebih efektif menurunkan nyeri oleh

karena itu kompres dingin lebih disarankan untuk digunakan dalam

menurunkan nyeri pada anak yang dilakukan prosedur pemasangan infus

(p=0,0001; α:0,05). Asriani, Lestiawati dan Retnaningsih (2017), melakukan

penelitan yang serupa dengan Indriyani dengan hasil perbedaan rata-rata

tingkat nyeri kelompok intervensi lebih rendah 2,17 dibandingkan kelompok

kontrol, terdapat pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri anak saat

pemasangan infus (p=0,000).

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada anak usia pra

sekolah pada salah satu rumah sakit di daerah Lubuklinggau bahwa saat
38

pemasangan infus anak belum kooperatif, pemasangan masih dilakukan

dengan cara menekan tangan anak, sehingga anak mengalami trauma seperti

takut pada jarum suntik dan menangis. Penerapan perawatan atraumatik

pada anak belum optimal padahal dampak fisik dan psikologis pada anak

berakibat buruk, dari hasil observasi didapatkan hasil rata-rata skala nyeri

yang dialami anak saat pemasangan infus diruangan berkisar 7-8 (nyeri

berat). Oleh karena itu, perlu diterapkannya Evidence Based Nursing (EBN)

sebagai salah satu upaya menurunkan intensitas nyeri selama pemasangan

infus. Melihat fenomena yang terjadi maka mendorong penulis untuk

melakukan penelitian dengan pendekatan Studi Kasus berjudul“Penerapan

Kompres Dingin Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sebelum Tindakan

Pemasangan Infus Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Demam Tifoid”.

B. Rumusan Masalah

Kejadian demam tifoid mengakibatkan hipertermi karena terjadinya

inflamasi pada hati dan limfe akan mengakibatkan peradangan lokal

meningkat dan merangsang hipotalamus sehingga terjadi kenaikan suhu

tubuh anak harus dihospitalisasi dan dilakukan tindakan pemasangan infus.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada anak usia pra sekolah

pada salah satu rumah sakit di daerah Lubuklinggau bahwa saat pemasangan

infus anak belum kooperatif, pemasangan masih dilakukan dengan cara

menekan tangan anak, sehingga anak mengalami trauma seperti takut pada

jarum suntik dan menangis. Oleh karena itu perawat perlu menerapkan EBN

(Evidence Based Nursing) yaitu kompres dingin, sehingga timbul masalah


39

yang dapat disimpulkan adalah bagaimana “penerapan kompres dingin

dengan Gelang Jeli untuk meminimalkan skala nyeri sebelum tindakan

pemasangan infus pada anak usia pra sekolah dengan demam tifoid di RS

Dr. Sobirin Musi Rawas?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui pemberian kompres

dingin dengan gelang jeli untuk meminimalkan skala nyeri saat

tindakan pemasangan infus pada anak usia pra sekolah di RS

Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengkajian pada klien dengan Demam Tifoid

b. Diketahuinya diagnosis keperawatan pada klien dengan Demam

Tifoid

c. Diketahuinya perencanaan keperawatan pada klien Demam Tifoid

yang diberikan terapi kompres dingin dengan gelang jeli saat

pemasangan infus

d. Diketahuinya intervensi keperawatan dengan kompres dingin saat

pemasangan infus pada pasien Demam Tifoid

e. Diketahuinya evaluasi tingkat nyeri setelah diberikan terapi

kompres dingin dengan gelang jeli saat pemasangan infus

dengan pasien Demam Tifoid


40

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

Hasil penulisan ini bisa untuk memberikan masukan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini dan

diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran bagi mahasiswa Poltekkes Kemenkes

Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau khususnya dibidang

keperawatan Anak.

2. Bagi RS Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada rumah sakit dalam menerapkan kompres dingin dengan

gelang jeli sebagai teknik perawatan atraumatik untuk menurunkan

nyeri sebelum tindakan pemasangan infus pada anak usia pra sekolah.

3. Bagi Peneliti

Hasil penulisan ini diharapkan mampu menambah ilmu

pengetahuan dalam menerapkan intervensi keperawatan berbasis bukti

yaitu pemberian kompres dingin dengan gelang jeli untuk

meminimalkan skala nyeri saat tindakan pemasangan infus pada anak

usia pra sekolah.


41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teoritis

1. Pengertian Demam Tifoid

Tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan

oleh Salmonella Typhi A, B dan C yang dapat menular melalui oral,

fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi (Padila, 2013).

Penyakit tifoid ini terjadi apabila kuman Salmonella Typhi

masuk ke dalam tubuh khususnya usus dan kuman tersebut akan

menembus dan masuk ke peredaran darah melalu aliran limfe.

Selanjutnya kuman menyebar kleseluruh tubuh dalam sistem

retikuloendotelial yaitu hati dan limfa, kemudian kuman berkembang

biak dan masuk ke peredaran darah kembali. Kelainan yang terjadi

pada tifus abdominalis kumannya menyerang pada daerah usus ileum

bagian distal, dimana pada Minggu pertama dapat terjadi hiperflasi

plak peyer; kemudian pada Minggu kedua dapat terjadi nekrosis; pada

Minggu ketika dapat terjadi ulserasi; dan selanjutnya pada Minggu

keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat meninggalkan sikatrik

yang memeudahkan terjadi perdarahan hingga perforasi (Hidayat,

2012).

2. Etiologi

Etologi tifoid adalah Salmonella Typhi A, B, dan C, ada dua

sumber penularan Salmonella Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid


42

dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari

demam tifoid dan masih terus mengekresi Salmonella Typhi dalam

tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Padila, 2013).

Salmonella Typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah

bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak

membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O)

yang terdiri dari oligosakarida, flagelargen (H) yang terdiri dari

protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari

polisakarida.Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks

yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin

Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang

berkaitan dengan resistensi terhadap multipe antibiotik (Nurarif &

Kusuma, 2015).

3. ManisfestasiKlinis

Menurut Padila (2013), tandadangejala Demam Tifoid adalah

sebagai berikut:

a. Minggu I

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari

dan malam hari.Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot,

nyeri kepala, anoreksia dan mual, batuk, epistaksis,

obstipasi/diare, perasaan tidak enak diperut.


43

b. Minggu II

Pada Minggu ke II gejala sudah jelas dapat berupa demam,

brakikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemia),

hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), tanda dan gejala Demam

Tifoid adalah sebagai berikut :

a. Gejala pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14

hari

b. Demam meninggi sampai akhir Minggu pertama

c. Demam turun pada Minggu ke empat, kecuali demam tidak

tertangani akan menyebabkan syok, stupor dan koma.

d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertambah selam 2-3 hari.

e. Nyeri kepala, nyeri perut

f. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi

g. Pusing, brakikardi, nyeri otot

h. Batuk

i. Epistaksis

j. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid ujung merah serta

tremor)

k. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus

l. Gangguan mental berupa samnolen

m. Delirium atau psikosis


44

n. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi

muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan

hipotermia.

4. Patofisiologi

Menurut Sodikin (2011), mekanisme masuknya kuman diawali

dengan infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan, basil diserap

oleh usus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran

darah sampai di organ-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang

tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga

organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri pada

perabaan, kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia)

dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid

usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada

mukosa di atas plak peyeri; tukak tersebut dapat menimbulkan

perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh

endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan

oleh kelainan pada usus.

Menurut Padila (2013), penularan Slmonella Typhi dapat

ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu: Food

(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),

dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita tifoid dapat menularkan

kuman Salmonella Typhi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat


45

ditularkan memalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap

dimakankan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila

orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti

mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella Typhi

masuk ke tubuh orang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk

kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam

lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal

mencapai jaringan limpoid. Didalam jaringan limpoid ini kuman

berkembang bak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel

retikuloendotelial.Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan

kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman

selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada tifoid

disebabkan oleh endotoksemia. Tetap berdasarkan penelitian

eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan

penyebab utama demam pada tifoid. Endotoksemia berperan pada

patogenesis tifoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus

halus. Demam disebabkan karena Salmonella Typhi dan

endotoksinnya merangsanag sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh

leukosit pada jaringan yang meradang.


46

5. WEB OF CAUSATION (WOC)

Bakteri Salmonella Typhi MK: Intoleransi


Aktivitas

Masuk bersama makanan ke saluran cerna


Mudah letih & lesu ,
malaise, perasaan tidak
enak badan
Dilambung (sebagian bakteri mati oleh
asam lambung)

EnergiMenurun
Masuk ke usus halus (Limpoid usus halus, terjadi
proses infeksi)
Metabolisme menurun

Inflamasi pada plak peyeri (Limpoid usus halus)


Defisit Nutrisi
DEMAM TIFOID

Nafsu makan menurun


Bakteri masuk ke aliran darah dan pembuluh limfe
(bakterimia perifer)
Peristaltik dan bising
ususmenurun
Bakteri yang tidak fagosit akan masuk dan
berkembang di hati dan limfe
MK:Risiko Konstipasi

Inflamasi hati dan limfe

MK: Hipertermi Hepatomegali dan Spenomegali

Gangguan termogulator Nyeri tekan

Merangsang Hipotalamus
MK: Nyeri Akut Masa inkubasi 5 – 9 hari

Pirogen beredar dalam darah


Bakterimia skunder

Endotoksin merangsang Peradangan lokal Bakteri mengeluarkan


sintesa & pelepasan zat meningkat endotoksin
pirogen oleh leukosit
pada jaringan radang

Sumber: Nasrulah (2013)

Skema 2.1 Proses Perjalanan Penyakit


47

6. Komplikasi

Menurut Padila (2013) dan Sodikin (2011) komplikasi Demam

Tifoid, yakni:

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit,

perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan

pemeriksaan feses dengan benzidin; jika perdarahan

banyak, maka dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri

perut dengan tanda-tanda renjatan.

2) Perforasi usus

Perforasi usus biasanya timbul pada Minggu ketiga

atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal

ileum.Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu

pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati

dan diafragma pada foto Rongten abdomen yang dibuat

dalam keadaan tegak.

3) Peritonitis

Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun

dapat juga terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala

abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang (defence musculair), dan nyeri tekan


48

4) Komplikasi di luar usus

Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis

(bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati,

dan lain-lain.Komplikasi di luar usus ini terjadi karena

infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi (renjatan

sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan

syndroma uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,

kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan

perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis,

spondilitis dan arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus,

meningitis, pelineuritis perifer, sindroma guillain bare dan

sindroma katatonia.
49

7. PemeriksaanPenunjang

Menurut Padila (2013) pemeriksaanpenunjang pada klien

dengan Demam Tifod adalah pemeriksaan laboratorium, yaitu terdiri

dari :

a. Pemeriksaan Leukosit

Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam

tifoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi

kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.Pada

kebanyakan kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada sediaan

darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-

kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau

infeksi sekunder.Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit

tidak berguna untuk diagnosa demam tifoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam tifoid sering kali

meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya

tifoid.

c. Biakan Darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam

tifoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup

kemungkinan akan terjadi demam tifoid. Hal ini dikarenakan

hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :


50

1) Teknik Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan

laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan

teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu

pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam

tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Biakan darah terhadap Salmonella Thypi terutama

positif pada Minggu pertama dan berkurang pada Minggu-

minggu berikutnya.Pada waktu kambuh biakan darah

dapat positif kembali

3) Vaksinasi dimasa lampau

Vaksinasi terhadap demam tifoid dimasa lampau

dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi

ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah

negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah

mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman

dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin

negatif.
51

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan

antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terdapat Salmonella

Thypi terdapat dalam serum klien dengan tifoid juga terdapat

pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang

digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang

sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan dari uji

widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam

serum klien yang disangka menderita tifoid, kenaikan titer

aglutinin >4 kali terutama aglutinin O dan H bernilai diagnostik

penting untuk demam tifoid. Akibat infeksi oleh Salmonella

Typhi, klien memuat antibodi atau aglutinin yaitu:

1) Aglutinin O, yang dibut karena rangsangan antigen O

(berasal dari tubuh kuman)

2) glutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H

(berasal dari flagel kuman)

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi

( berasal dari simpai kuman)

Titer widal biasanya angka kelipatan: 1/32, 1/64, 1/160, 1/320,

1/640.

1) Peningkatan titer uji widal 4x (selama 2-3 minggu) :

dinyatakan (+)
52

2) Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan,

apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).

3) Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung

dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.

8. Penatalaksanaan

Menurut Wijayanigsih (2013) penatalaksanaan Demam tifoid

yakni:

a. Tirah baring atau bed rest.

b. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buah),

kecuali komplikasi pada intestinal.

c. Obat-obat :

1) Antimikroba

a) Kloramfenikol 4x500 mg sehari/iv

b) Tiamfenikol 4x500 mg sehari oral

c) Kotrimoksazol 2x2 tablet sehari oral (1 tablet =

sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau

dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan

infus.

d) Ampisilin atau amoksilin 100 mg/kg BB sehari

oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.

e) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7

hati bebas demam.

2) Antipiretik seperlunya
53

3) Vitamin B kompleks dan vitamin C

4) Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam

B. Konsep Nyeri Prosedur Invasif

1. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensor dan emosional yang tidak

menyenangkan dan bersifat sangat subjektif.Sebab, perasaan nyeri

berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya.Dan,

hanya pada orang tersebutlah, yang dapat menjelaskan atau

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

Menurut Internasional Association for Study of Pain (IASP),

nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual

maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Beberapa ahli juga berpendapat, diantaranya adalah Mc. Coffery

(1979), yang mendefinisikan bahwa nyeri adalah suatu keadaan yang

memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika

orang tersebut pernah mengalaminya.

Nyeri berhubungan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

organ tubuh. Umumnya, rasa nyeri akan berkurang dan menghilang

setelah stimulus yang menyebabkan rasa rasa nyeri itu hilang, atau

organ tubuh itu sudah sembuh dan kembali normal. Tetapi, terkadang,
54

ada rasa nyeri yang tetap dialami, meskipun organ tubuh sudah

sembuh dan tidak ada kerusakan yang lain.

Nyeri merupakan alasan seseorang mencari bantuan perawatan

kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan

diagnostik, dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan

menyulitkan banyak orang.Perawat tidak bisa melihat dan merasakan

nyeri yang dialami oleh klien.Hal itu karena nyeri bersifat subjektif

(antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam

menyikapi nyeri).

Secara umum nyeri dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang

tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari

serabut saraf dalam tubuh otak yang diikuti oleh reaksi fisik

(fisiologis) maupun emosional.Salah satunya adalah nyeri pada saat

pemasangan infus dimana nyeri berasal dari terjadinya perlukaan pada

anggota tubuh kita sehingga menyebabkan nyeri.

2. Fisiologis Nyeri

Gambar 2.1 Hantaran Respon Nyeri


55

Nyeri murapakan campuran reaksi fisk, emosi, dan perilaku.

Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan

membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni

: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan

impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula

spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya

sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat

pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibator, mecegah

stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa

hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas

nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan

yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempresepsikan

nyeri (Poter & Perry, 2006).

Munculnya nyeri erat kaitannya dengan resepotor. Reseptor

nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung

saraf bebas dalam kulit yang merespons hanya terdapat stimulus kuat

yang secara potensial merusak ( Triyana, 2013).

3. Nyeri Pada Anak

Nyeri merupkan stimulus yang dirasakan oleh sensori dan

bersifat subjektif, nyeri yang dialami oleh seorang anak

mempengaruhi dan melibatkan perkembangan, fisiologis, psikologis

dan faktor-faktor situasional pada anak.


56

Tindaka invasif atau intervensi yang menimbulkan nyeri

merupakan salah satu hal yang ingin diminimalisasi atau dihilangkan

dalam prinsip perawatan atraumatik.Pengalaman nyeri yang

menimbulkan trauma dan distress sedapat mungkin tidak terjadi dalam

setiap tindakan invasif. Sejumlah cara penilaian nyeri telah

dikembangkan untuk mengukur nyeri pada anak. Pengukuran nyeri

dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: pengukuran objektif (objective

measures) digunakan untuk mengobservasi skor parameter perilaku

(behavioral measures), atau fisiologis (physiologic measures), dan

pengukuran subjektif (subjective measures) yaitu laporan dari (self

report measures) yang digunakan agar anak dapatr mengukur

nyerinya (Hockenberry & Wilson, 2009).

4. Intensitas Skala Nyeri

Pengkajian perilaku sangat berguna untuk mengukur pada bayi

dan anak preverbal yaitu anak yang belum memiliki kemampuan

untuk mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan, atau pada anak

dengan gangguan mental yang memiliki kemampuan terbatas dalam

menyampaikan kalimat yang memiliki arti. Pengukuran ini bergantung

pada observasi dalam mengamati dan merekam perilaku anak

misalnya vokalisasi (suara), ekspresi wajah, dan gerak tubuh yang

menunjukan ketidaknyamanan.Pengukuran nyeri melalui pengamatan

perilaku seringkali reliabel dalam mengukur nyeri akut, nyeri dari

prosedur yang tajam seperti injeksi dan fungsi lumbar, namun kurang
57

reliabel saat mengukur nyeri yang berkepanjangan.Terdapat beberapa

skala pengkajian perilaku nyeri yang sering digunakan.

Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur skor nyeri

pada anak pra sekolah adalah:

a. FLACC Pain Assessment Tool

Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada

anak mulai usia 2 bulan – 8 tahun namun telah digunakan juga

pada usia 0-18 tahun. Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan

skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri

hebat.Penilaian tersebut adalah ekspresi muka (0-2), gerakan

kaki (0-2), aktivitas (0-2), menagis (0-2), kemampuan dihibur

(0-2).

Hasil skor perilakunya adalah :

0 : Tidak Nyeri

1-3: Nyeri ringan / ketidaknyamanan ringan

4-6: Nyeri sedang

7-10: Nyeri hebat / ketidaknyamanan berat

5. Stimulasi Nyeri

Seseorang dapat menoleransi menahan nyeri (pain tolerance)

atau dapat mengenali jumlah stimulus nyeri sebelum merasakan nyeri

(pain thresbold). Ada beberapa jenis stimulus nyeri diantaranya

adalah sebagai berikut (Triyana, 2013):

a. Trauma pada jaringan tubuh.


58

b. Gangguan pada jaringan tubuh.

c. Tumor

d. Iskemia pada jaringan.

e. Spasme otot.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Rasa nyeri yang dialami seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal. Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Usia

Anak –anak tentu belum bisa mengungkapkan nyeri yang

ia alami. Sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada

anak.Pada orang dewasa terkadang melaporkan nyeri jika sudah

patologis dan mengalami kerusakan fungsi.Pada lansia,

cenderung memendam nyeri yang dialami karena mereka

menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani, dan

mereka takut jika mengalami penyakit berat atau meninggal jika

nyeri diperiksakan. Hasil penelitian Sada ulina sembiring, Riri

novayelinda, dan Fathara annis nauli dengan menggunakan

pengukuran skala nyeri FLACC, anak usia pra sekolah

merespon nyeri dengan meringis, mengerutkan kening, gelisah,

menendang, bergerak bola-balik, mengerang serta menangis

terus menerus (Sembiring, Novayelinda,& Nauli, 2015).


59

b. Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan

dalam merespon nyeri, dan justru lebih dipengaruhi faktor

budaya.Misalnya tidak pantas jika laki-laki mengeluh nyeri, dan

wanita boleh mengeluh nyeri.

c. Arti Nyeri

Arti nyeri bagi setiap orang berbeda-beda.Namun

mayoritas menganggap bahwa nyeri cenderung negatif, seperti

membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini

dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin,

latar belakang sosial kultural, lingkungan dan pengalaman.

d. Toleransi Nyeri

Toleransi kaitanyya dengan adanya intensitas nyeri yang

dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain

alkohol, obat-obatan, hipnosis, gesekan atau garukan,

penglihatan, perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya.

Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi anatara lain

kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung

hilang, sakit dan sebagainya (Triyana, 2013).


60

C. Konsep Pemasangan Infus

1. Definisi

Menurut Aryani (2011), pemasangan infus adalah proses

memasukan jarum intravena kateterke dalam pembuluh darah vena

yang kemudian di sambungkan dengan selang infus dan dialirkan

cairan infus. Keadaan-keadaan yang umunya memerlukan

pemasangan infus adalah :

a. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan

komponen darah).

b. Trauma abdomen berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen

darah).

c. Fraktur khususnya di pelvis dan femur (kehilangan cairan tubuh

dan komponen darah).

d. Heta stroke (kehilangan cairan tubuh dan dehidrasi).

e. Diare dan demam (mengakibatka dehidrasi).

f. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh).

g. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan

cairan tubuh dan komponen darah).

h. Dehidrasi.

i. Klien yang memakai obt-obatan tertentu, seperti diuretik (dapat

menyebabkan ekresi air dan sodium) dan steroid (dapat

menyebabkan ekresi potasium).


61

2. Tujuan

a. Memberikan sejumlah cairan ke dalam tubuh, ke dalam pembuluh

darah vena untuk menggantikan cairan tubuh atau zat-zat

makanan.

b. Sebagai media pemberian obat.

3. Indikasi

a. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

b. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam pembuluh

darah dalam jumlah terbatas.

c. Pemberian kantong darah dan produk darah.

d. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

e. Pra dan pasca bedah.

f. Dipuasakan.

g. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur.

h. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabli, misalnya

resiko dehidrasi, dan syok.

4. Kontraindikasi

a. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi

pemasangan infus.

b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini di

gunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada

tindakan hemodialisi (cuci darah).


62

c. Obat-obatan yang berpotensi iritasi terhadap pembuluh vena kecil

yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh darah tungkai

dan kaki).

D. Konsep Perawatan Atraumatik

1. Definisi Perawatan Atraumatik

Perawatan atraumatik adalah asuhan terapeutik dalam

lingkungan perawat melalui penggunaan intervensi yang tidak

menimbulkan trauma psikologis dan fisik pada anak dan

keluarga.Perawatan atraumatik dapat diberikan kepada anak dan

keluarga dan mengurangi dampak psikologis dari tindakan yang

diberikan.Asuhan terapeutik dilakukan untuk pencegahan, diagnosis,

penanganan atau penambahan kondisi akut dan kronis yang

difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan

bagian dalam keperawatan (Hockenberry & Wilson, 2007).

2. Tujuan Perawatan Atraumatik

Tujuan utama perawatan atraumatik adalah “First, do no herm”

maksudnya jangan melakukan hal yang membahayakan anak dari

awal anak mengenal rumah sakit (Wong, 2009)

3. Prinsip Perawatan Atraumatik

a. Mencegah dan menurunkan dampak perpisahan pada anak dengan

keluarga
63

b. Tingkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan

anak

c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak

psikologis)

d. Tidak melakukan kekerasan pada anak

e. Modifikasi lingkungan fisik

E. Penerapan Intervensi Keperawatan Brerbasis Bukti Pemberian

Kompres Dingin

1. Definisi Kompres Dingin

Pengertian kompres dingin adalah suatu metode dalam

penggunaan suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa

efek fisiologis.Aplikasi kompres dingin adalah mengurangi aliran

darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta

edema.Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik

dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri

yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin

bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan

mengurangi persepsi nyeri (Price, 2005).

Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu

rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek

fisiologis.Aplikasi kompres dingin adalah mengurangi aliran darah ke

suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan


64

bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan

memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang

mencapai otak lebih sedikit.

Kompres dingin kering merupakan tindakan memasang kantong

es yang memiliki beberapa bentuk.Kantong berbentuk lonjong

digunakan untuk bagian kepala, dada, dan perut; sedangkan yang

memanjang digunakan untuk bagian leher.

2. Tujuan Pemberian Kompres Dingin

a. Menurunkan suhu tubuh

b. Mencegah peradangan meluas

c. Mengurangi perdarahan setempat

d. Mengurangi rasa sakit pada daerah setempat

3. Penggunaan Kompres Dingin

a. Digunakan untuk cedera tiba-tiba atau yang baru terjadi/ akut. Jika

cedera baru terjadi (dalam waktu 48 jam terakhir) yang lalu

timbul pembengkakan, maka dengan kompres dingin bisa

membantu meminimalkan pembengkakan di sekitar cedera

karena suhu dingin mengurangi aliran darah di daerah cidera

sehingga memperlambat metabolisme sel dan yang paling

penting adalah dapat mengurangi rasa sakit.

b. Untuk keseleo pergelangan kaki, cedera berlebihan pada atlet atau

luka memar.
65

4. Cara Menggunakan Kompres Dingin

a. Gunakan kantong berisi jelly yang sudah didinginkan atau air es,

bisa juga berupa handuk yang dicelupkan ke dalam air dingin.

b. Kompres dingin dilakukan dekat lokasi nyeri, disisi tubuh yang

berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, atau

dilokasi yang terletak antara otak dan lokasi nyeri.

c. Pemberian kompres dingin dapat dilakukan dalam waktu 3 menit

(Asriani, Lestiawatai & Retnaningsih, 2017).

d. Suhu dalam pemberian kompres dingin yaitu 13˚C (Indriyani,

Hayati & Chodidjah, 2013).

e. Dampak fisiologisnya adalah vasokonstriksi (pembuluh darah

penguncup), penurunan metabolik, membantu mengontrol

perdarahan dan pembengkakan karena trauma, mengurangi nyeri

dan menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot.

5. Alat Yang Digunakan Untuk Membuat Gelang Jeli (Geli)

a. Jeli yang berasal dari Diapres

b. Plastik

c. Kain planel

d. Jarum dan benang

Gelang geli adalah gelang yang dibuat secara kreatif oleh

peneliti dengan konsep atraumatik untuk anak yang akan dilakukan

tindakan pemasangan infus untuk meminimalkan skala nyeri yang

dirasakan. Gelang jeli sendiri dibuat dengan bahan yang sederhana.


66

Peneliti menggunakan gelang jeli (geli) sebagai instrumen dalam

melakukan penelitian pada anak yang akan dilakukan tindakan

pemasangan infus.

6. Pengaruh Kompres Dingin

Efek terapeutik pemberian kompres dingin :

a. Vasokonstriksi untuk menurunkan aliran darah ke daerah tubuh

yang mengalami cedera, mencegah terbentuknya edema,

mengurangi inflamasi.

b. Anestesi lokal untuk mengurangi nyeri lokal.

c. Metabolisme sel menurun untuk mengurangi kebutuhan oksigen

pada jaringan.

d. Viskositas darah meningkat untuk meningkatkan koagulasi darah

pada tempat cedera.

e. Ketegangan otot menurun yang berguna untuk menghilangkan

nyeri.

7. Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Nyeri

Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kulit

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar

dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut

C dan deta-A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi

impuls nyeri. Kompres dingin akan menimbulkan efek analgetik

dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri

yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin


67

bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan

mengurangi persepsi nyeri.

Hasil dari penelitian Indryani, Hayati, dan Chodidjah (2013).

menunjukkan bahwa kompres dingin lebih efektif menurunkan nyeri

oleh karena itu kompres dingin lebih disarankan untuk digunakan

dalam menurunkan nyeri pada anak yang dilakukan prosedur

pemasangan infus (p=0,0001; ɑ:0,05). Asriani, Listiawati dan

Retnaningsih (2017), melakukan penelitan yang serupa dengan

Indriyani dengan hasil perbedaan rata-rata tingkat nyeri kelompok

intervensi lebih rendah 2,17 dbandingkan kelompok kontrol, terdapat

pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri anak saat

pemasangan infus (p=0,000).

F. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pada pengkajian anak dengan demam tifoid dapat ditemukan

timbulnya demam yang khas yang berlangsung selama kurang lebih 3

minggu dan menurun pada pagi hari serta meningkat pada sore dan

malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah,

lidah kotor ujung dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi

pembesaran hati dan limfa, adanya konstipasi dan bahkan bisa terjadi

gangguan kesadaran seperti apatis sampai samnolen, adanya

bradikardia, kemungkinan terjadi komplikasi seperti pendarahan pada


68

usus halus, adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan pada

meningen, bronkhopneumonia, dan lain-lain.

Pengkajian merupakan tahapan awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap

tindakan keperawatan. Keberhasialan proses keperawatan sangat

bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumupulan Data

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,

bahasa yang dipakai, pendidikan, asuransi, golongan

darah, no.register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

a) Riwayat penyakit yang pernah dialami seperti

demam yang menganggu aktivitas.

b) Riwayat keperawatan diri serta pemeliharaan

lingkungan yang dapat menjadi penyebab penyakit.

c) Riwayat kesehatan keluarga ada yang menderita

penyakit febris

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat

pengkajian) : panas.
69

2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang

diderita pasien saat masuk rumah sakit) sejak kapan timbul

demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam

(misalnya:mual, muntah, nafsu makan, eliminasi, nyeri

otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.

3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama

atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).

4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama

atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota

keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak).

c. Pemeriksaan fisik

1. Gambaran umum

a) Keadaan umum

b) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,

composmetis tergantung pada keadaan klien

c) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,

sedang, berat.

d) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan

baik fungsi maupun bentuk

2. Secara sistemik dari kepala sampai kaki

a) Integumen

1) Inspeksi : apakah ada perubahan warna kulit,

dan turgor kulit


70

2) Palpasi : apakah ada nyeri tekan pada kulit

atau teraba panas.

b) Kepala

1) Inspeksi : bagaimana kebersihan kulit kepala,

rambut serta bentuk kepala

2) Palpasi : apakah terdapat benjolan atau tidak

c) Leher

1) Inspeksi : apakah terlihat pembengkakan

kelenjar tiroid atau tidak

2) Palpasi : apakah ada pembengkakan kelenjar

tiroid atau tidak

d) Muka

1) Inspeksi : bagaimana bentuk muka, terlihat

pucat atau tidak

2) Palpasi : apakah terdapat edema di daerah

muka

e) Mata

1) Inspeksi: bagaimana bentuk mata, keadaan

konjungtiva,keadaan pupil, dan seklera

2) Palpasi : apakah ada nyeri tekan atau tidak

f) Telinga

1) Inspeksi : apakah terdapat kelainan pada

telinga berupa bentuk


71

2) Palpasi : apakah ada nyeri tekan atau tidak

g) Hidung

1) Inspeksi : bagaimana bentuk hidung, keadaan

bersih atau tidak, dan terdapat sekret atau tidak

h) Mulut dan Faring

1) Inspeksi : bagaimana bentuk mulut, memberan

mukosa kering atau lembab, dan kelainan pada

lidah

i) Thoraks

1) Inspeksi : bagaimana bentuk dada simetris atau

tidak

2) Palpasi :apakah ada benjolan atau tidak

3) Perkusi : apakah terdapat cairan atau tidak

4) Auskultasi : apakah ada suara tambahan atau

tdak

j) Abdomen

1) Inspeksi : bagaimana bentuk abdomen

2) Palpasi : apakah ada nyeri tekan atau tidak

3) Perkusi : apakah ada suara tambahan atau

tidak seperti kembung

4) Auskultasi : bagaimana bising usus


72

k) Inguinal-Genetalia-Anus

1) Bagaimana bentuk alat kelamin, normal atau

tidak

l) Ekstremitas

1) Apakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan

fisik, dan nyeri otot

d. Pemeriksaan Psikologis

1) Anak memiliki sifat temperamen atau tidak

2) Anak kooperatif atau tidak kooperatif

3) Anak didampingi orangtua atau tidak didampingi orangtua

e. Pemeriksaan penunjang

1) Laboratorium : pemeriksaan darah dan pemeriksaan

leukosit

2) Foto rontgent

3) Uji widal

4) Pemeriksaan leukosit

5) Obat-obatan : Kloramfenikol 4x500 mg, Tiamfenikol

4x500 mg, Kotrimoksazol 2x2 tablet, Ampisilin 100 mg.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon

individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau

proses kehidupan ataupun kerentanan respon terkait masalah

kesehatan (Lestari, 2016). Diagnosa keperawatan menjadi dasar untuk


73

pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai kriteria hasil yang

diharapkan selama proses perawatan. Pedoman diagnosa keperawatan

yang digunakan di seluruh dunia saat ini mengacu pada NANDA

International (NANDA-I).

Menurut buku SDKI PPNI (2016), diagnosis keperawatan

Demam Tifoid yakni:

a. Hipertermia b.d proses penyakit

b. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis

c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

e. Risiko konstipasi b.d kelemahan otot abdomen

3. Intervensi

Perencanaan keperawatan adalah langkah ketiga dari proses

keperawatan yang terdiri dari dua langkah. Langkah pertama adalah

menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi klien. Langkah

kedua perencaan keperawatan adalah merencanakan intervensi

keperawatan yang akan diimplementasikan kepada klien. Dalam

menentukan tujuan dan kriteria hasil perawat menggunakan pedoman

Nursing Outcomes Classification (NOC).Sedangkan dalam

merencanakan intervensi keperawatan digunakan Nursing

Interventions Classification (NIC) sebagai acuan (Lestari, 2016)


TABEL 2.1 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 Hipertermia berhubungan dengan NOC: Termoregulasi NIC: Perawatan Demam 1. Tanda-tanda vital
proses penyakit 1. Pantau suhu & tanda-tanda vital merupakan aluan untuk
Setelah dilakukan asuhan lainnya mengetahui keadaan umum
keperawatan selama 3x24 jam pasien terutama suhu
diharapkan hipertermi klien teratasi 2. Monitor warna kulit & suhu tubuhnya
dengan kriteria hasil: 2. Perubahan pada warna &
3. Monitor asupan & keluaran,
suhu kulit merupakan
1. Berkeringat saat panas sadari perubahan kehilangan
indikasi demam
cairan yang tidak dirasakan
2. Tingkat pernafasan normal (20- 3. Menunjukkan status volume
30x/m) 4. Berikan obat & cairan IV sirkulasi, terjadinya/
perbaikan perpindahan
3. Suhu normal (36,5˚C-37,5˚C) 5. Tutup pasien dengan selimut atau cairan & respons terhadap
pakaian ringan terapi
4. Tidak terjadi dehidrasi dengan 4. Pemberian obat untuk
turgor kulit elastis 6. Dorong konsumsi cairan mencegah infeksi
7. Mandikan pasien dengan spons 5. Untuk mengurangi demam
hangant dengan hati-hati & untuk mengurang respons
hipertermi
8. Pantau komplikasi-komplikasi
6. Dengan mengkonsumsi
yang berhubungan dengan
cairan dharapkan cairan
demam (misalnya: kejanag &
yang hlang da[at digant
penurunan kesadaran
7. Memandikan dengan spons
hangat akan terjadi
perpindahan panas secara
konduksi
8. Memberikan informasi

44
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

tentang kondisi penyakit


2 Defisit nutrisi berhubungan dengan NOC: Status Nutrisi NIC: Monitor Nutrisi 1. Memberikan informasi
faktor psikologis tentang kebutuhan
Setelah dilakukan asuhan 1. Timbang berat badan pasien diet/keefektifan terapi
keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor kecenderungan turun 2. Memberikan informasi
diharapkan defisit nutrisi klien & naiknya berat badan tentang keadekuatan
teratasi dengan kriteria hasil : 3. Monitor turgor kulit kebutuhan nutrisi
4. Monitor adanya mual muntah 3. Memberikan informasi
1. Asupan gizi pasien baik (4 sehat 5. Monitor diet & asupan kalori tentang volume sirkulasi
5 sempurna) 6. Identifikasi perubahan nafsu umum & tingkat hidrasi
2. Nafsu makan pasien meningkat makan 4. Mual & muntah
7. Tentukan pola makan mempengaruhi pemenuhan
3. pasien banyak minum
(misalnya: makanan yang nutrisi
4. Tidak terjadi penurunan BB disukai dan tidak disukai) 5. Mengidentifikasi pola yang
8. Identifikasi perubahan berat memerlukan perubahan
badan terakhir) dan/atau dasar
menyesuaikan program diet
6. emberi informasi
kekurangan/ kebutuhan
nutrisi
7. Memberikan keempatan
untuk individu
memfokuskan/ internalisasi
gambaran nyata jumlah
makanan yang dimakan &
penyesuaian kebasaan
makan/perasaan
Memberikan catatan lanjut

45
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

penurunan dan atau


peningkatan berat badan
yang akurat

3 Nyeri akut berhubungan dengan NOC: Kontrol Nyeri NIC I: Manajemen Nyeri 1. Perubahan pada
agen pencedera fisiologis 1. Lakukan pengkajian nyeri karakteristik nyeri dapat
Setelah dilakukan asuhan secara menyeluruh meliputi menunjukkan penyebaran
keperawatan selama 3x24 jam lokasi, durasi, kualitas, penyakit/ terjadi komplikasi
diharapkan nyeri klien teratasi keparahan nyeri & faktor 2. Melihat kondisi klien pada
dengan kriteria hasil: pencetus nyeri saat nyeri kambuh
2. Observasi kenyamanan non 3. Supaya klien dapat
1. Mengenali kapan nyeri terjadi
verbal mengatasi nyerinya &
2. Menggambarkan faktor penyebab 3. Ajarkan untuk teknik non mengurangi intensitas
farmakologi misalnya, kompres nyerinya
3. Melaporkan nyeri terkontrol dingin 4. Lingkungan bisa menjadi
4. Kendalikan faktor lingkungan pemicu meningkatnya
yang dapat mempengaruhi derajat nyeri
respons pasien terhadap 5. Analgetik dapat
ketidaknyamanan misalnya, membantu menurunkan
suhu, lingkungan, cahaya, nyeri
kegaduhan 6. Agar tidak terjadi
5. Kolaborasi: pemberian kesalahan dalam pemberian
analgetik sesuai indikasi jenis obat sesuai indikasi
NIC II: Pemberian Analgetik 7. Untuk mengurangi resiko
6. Tentukan lokasi, karakteristik, kesalahan pemberian obat
kualitas & tingkat nyeri 8. Agar tidak terjadi
sebelum mengobati pasien kelebihan dosis dan
7. Cek obat meliputi jenis obat & kesalahan penyuntikan

46
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

frekuensi pemberian analgetik 9. Mencegah terjadinya


8. Tentukan analgetik yang tepat, komplikasi pada pasien
cara pemberian & dosis yang
tepat
9. Monitor tanda-tanda vital
sebelum & setelah pemberian
analgetik
4 Intoleransi aktivitas berhubungan NOC:Toleransi Terhadap NIC: Terapi Aktivitas 1. Kebutuhan
dengan kelemahan Aktivitas klien terpenuhi tanpa
1. Bantu klien untuk membuat klien
Setelah dilakukan asuhan memilih aktivitas konsisten ketergantungan pada
keperawatan selam 3x24 jam yang sesuai dengan kemampuan perawat
diharapkan intoleransi aktivitas fisik, psikologis & social 2. Pelaksanaan
klien teratasi dengan kriteria hasil: 2. Bantu klien untuk aktivitas dapat membantu
mengidentifikasi aktivitas yang klien untuk mengembalikan
1. Frekuensi nadi normal (80- mampu dlakukan kekuatan secara bertahap &
90x/m) 3. Dorong aktivitas menambah kemandirian
kreatif yang tepat dalam memenuhi
2. Frekuensi nafas norml (20-
4. Bantu klien untuk kebutuhannya
30x/m)
menjadwalkan waktu-waktu 3. Untuk
yang spesifik terkait dengan mengembalikan klien dalam
aktivitas harian beraktivitas
5. Bantu dengan 4. Mengkaji
aktivitas fisik secara teratur setiap aspek klien terhadap
sesuai kebutuhan terapi latihan yang
6. Berikan aktivitas direncanakan
motorik untuk mengurangi 5. Untuk
terjadinya kejang otot mencegah kekakuan pada

47
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

7. Berikan otot klien


kesempatan keluarga untuk 6. Untuk
terlibat dalam aktivitas dengan memberikan relaksasi pada
cara yang tepat otot
8. Bantu klien dan 7. Partisipasi
keluarga memantau keluarga sangant penting
perkembangan klien terhadap untuk mempermudah proses
pencapaian tujuan keperawatan & mencegah
komplikasi lebih lanjut
8. Membantu
melihat kebutuhan klien
yang tidak terpenuhi secara
mendiri
5 Risiko konstipasi berhubungan NOC: Eliminasi Usus NIC: Manajemen Saluran Cerna 1. Untuk melihat apakah
dengan kelemahan otot abdomen terjadi konstipasi atau tidak
Setelah dialkukan asuhan 1. Catat tanggal buang ar besar 2. Untuk melihat
keperawatan selama 3x24 jam terakhir perkembangan kesehatan
diharapkan resiko konstipasi tidak 2. Monitor buang air bersar pasien
terjadi dengan kriteria hasil: termasuk frekuensi, konsistensi, 3. Untuk mendengarkan
bentuk, volume & warna peristaltik usus
1. Pola eliminasi baik 3. Monitor bising usus 4. Mencegah terjadinya
4. Lapor berkurangnya bising usus komplikasi lebih lanjut
2. Feses lembut & berbentuk
5. Monitor adanya tanda & gejala 5. Untuk melihat proses
3. Kemudahan BAB diare, konstipasi dan impaksi penyakt
6. Ajarkan pasien mengenai 6. Untuk melancarkan
4. Suara bisisng usus normal (3- makanan-makanan tertentu eliminasi fekal
10x/menit) yang membantu mendukung 7. Feses warna tanah liat
keteraturan aktivitas usus terjadi bila empedu tidak

48
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

7. Anjurkan anggota keluarga ada dalam usus


pasien untuk mencatat warna, 8. Untuk melunakkan feses
volume, frekuensi &
konsentrasi tinja
8. Masukkan supositoria rektall,
sesuai dengan kebutuhan

49
4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses

keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana

keperawatan (Lestari, 2016). Pada tahap ini perawat akan

mengimplementasikan intervensi yang telah direncanakan berdasarkan

hasil pengkajian dan penegakan diagnosis keperawatan. Implementasi

dari rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang

tepat diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil sesuai yang

diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan

klien.Perawat memberikan pelayanan kesehatan yang memelihara

kemampuan fungsional lansia dan mencegah komplikasi serta

meningkatkan ketidakmampuan (Sunaryo, 2016).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan.

Tahap ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi

atau kesejahteraan klien (Lestari, 2016). Hal yang perlu diingat adalah

evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat

melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat

membuat keputusan-kepusan kinis dan secara terus menerus mengarah

kembali ke asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah

membantu klien menyelesaikan masalah kesehatan aktual, mencegah

terjadinya masalah risiko, dan mempertahankan status kesehatan

58
59

sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektivitasan asuhan

keperawatan yang diberikan.

Berdasarkan implementasi yang dilakukan, maka evaluasi yang

diharapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan tifoid

adalah: tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan

nutrisi terpenuh, tidak terjadi hipertermia, klien dapat mengontrol

nyeri yang dirasakan, daan kebutuhan eliminasi klien normal (Padila,

2013)
60

G. Kerangka Konsep

Hipertermia, Hospitalisasi
Demam Tifoid
mual, muntah,

Pemasangan Infus Perawatan


Atraumatik:
Kompres Dingin
Respon nyeri

Evaluasi

Skema 2.2 Kerangka Konsep


61

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode

pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan

dengan meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari

unit tunggal dengan pokok pertanyaan yang berkenaan dengan “how” atau

“why”. Unit tunggal dapat berarti satu orang atau sekelompok penduduk

yang terkena suatu masalah (Notoatmodjo, 2012). Pendekatan studi

kasusiniadalah dengan menggambarkansecara komprehensif mengenai efek

positifdilakukannya kompres dingin sebelum pemasangan infus berdasarkan

SOP danmenilaiadaatautidaknya penurunan nyeri pada pasien Demam

Tifoid.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah dua orang anak dengan Demam Tifoid di

RuanganMelati RSDr.Sobirindengan kriteria subyek :

Kriteria inklusi

1. Anak yang sudah terdiagnosis medis Demam Tifoid

2. Umur responden anak usia pra sekolah (3-6) tahun

3. Pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

Kriteria eksklusi

1. Pasien dengan demam tifoid yang disertai penurunan kesadaran dan

komplikasi berat
62

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian ini adalah meminimalkan skala nyeri

pada pasien Demam Tifoid saat tindakan pemasangan infus dengan

intervensi keperawatan kompres dingin

D. Definisi Operasional

1. Kompres Dingin

Kompres dingin adalah tindakan memasang kantong es yang

dimasukkan ke dalam kain flanel berbentuk gelang yang dimodifikasi

secara kreatif oleh peneliti sebagai penerapan perawatan atraumatik

yang dipasang pada area yang akan dipasang infus. Peneliti

menamakan alat yaitu gelang jeli (Geli).

2. Pemasangan Infus

Pemasangan infus suatu tindakan yang biasa dilakukan oleh

perawat ruangan berupa penusukan ke pembuluh darah vena

menggunakan IV cateter.

3. Nyeri

Nyeri merupakan respons wajah yang digambarkan oleh anak

dengan cara menangis dan meringis dan kriteria lain yang diukur

sesuai dengan instrumen FLACC.

4. Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit yang sudah terdiagnosis oleh

medis dengan tes laboratorium.


63

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi kasus Ini dilakukan di RS Dr. Sobirin Musi Rawas pada bulan

April-Juni tahun 2018.

F. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan :

1. Lembar observasi SOP pemberian kompres dingin

2. Lembar ceklist

G. Pengumpulan data

1. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan

observasi terhadap pemberian kompres dingin dengan gelang jeli

untuk meminimalkan skala nyeri setelah dilakukan tindakan

pemasangan infus.

2. Langkah pengumpulan data

a. Mengurus perijinan dengan institusi terkait yaitu RS Dr.Sobirn

Kabupaten Musi Rawas

b. Menjelaskan maksud, tujuan, dan waktu penelitian pada kepala

ruangan atau perawat penanggung jawab di tempat penelitian

dan meminta persetujuan untuk melibatkan subyek dalam

penelitian.
64

c. Meminta responden atau diwakilkan oleh orang tua untuk

menandatangani lembar informed consent sebagai bukti

persetujuan penelitian.

d. Mengidentifikasi atau mendiskusikan dengan subjek tentang

pemberian kompres dingin dengan gelang jeli.

e. Melakukan tindakan kompres dingan dengan metode gelang yang

dimodifikasi secara kreatif dengan cara dipasang bagian yang

akan dilakukan tindakan pemasangan infus

f. Melakukan intervensi kompres dingin dengan gelang jeli selama

kurang lebih 3 menit sebelum subyek dilakukan pemasangan

infus sesuai SOP.

g. Setelah pemberian kompres dingin dengan gelang jeli selama 3

menit, dilakukan pengkajian tentang karakteristik nyeri

h. Meminta bantuan kepada perawat yang bertugas dihari itu untuk

menilai respons nyeri subyek dengan kriteria, berpengalaman

bekerja diruangan selama 1 tahun,bersedia menjadi penilai skala

nyeri.

i. Melakukan pengolahan data.

j. Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil penelitian dalam

bentuktabel dan narasi.


65

H. Pengolahan dan analisis data

Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif

adalah digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan

data yang terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan (Notoatmodjo,

2010). Pengolahan data ini dilakukan untuk mengetahui apakah

meminimalkan skala nyeri pada anak Demam Tifoid setelah dilakukan

intervensi keperawatan dengan kompres dingin menggunakan gelang jeli.

I. Penyajian data

Setelah dilakukan pengolahan data dan didapatkan hasil penelitian,

maka data/ hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk teks dan tabel

J. Etika penelitian

1. Prinsip manfaat

Penelitian dilaksanakan untuk mengurangi penderitaan subyek

(nyeri yang dirasakan), selain itu peneliti berhati-hati dalam

mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat

kepada subyek pada setiap tindakan. Manfaat yang didapatkan dari

kompres dingin adalah untuk meminimalkan skala nyeri yang

dirasakan oleh subyek.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

Subyek dilakukan secara manusiawi dan tidak memaksa subyek

untuk menjadi responden penelitian.


66

3. Keadilan

Subyek berhak mendapatkan keadilan berupa penjelasan

tindakan yang akan dilakukan dan mempunyai hak agar data yang

didapatkan dirahasiakan.
67

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr.Sobirin Kabupaten Musi

Rawas. RSUD Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas Berdiri Sejak

Tahun 1938, dengan nama Centrale Bougerlijke Ziekeninrichting.

Tahun 1964 nama Centrale Bougerlijke Ziekeninrichting dirubah

menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Lubuklinggau berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 21215/Kab/1964

tanggal 14 April 1964, bersamaan dengan itu pengelolaan Rumah

Sakit Umum Daerah Lubuklinggau diserahkan kepada Pemerintah

Daerah Kabupaten Musi Rawas sebagai pemilik Rumah Sakit.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas Nomor 3

Tahun 2001 tentang Pembentukan organisasi dan Tata Kerja Lembaga

Teknis Daerah Kabupaten Musi Rawas, nama Rumah Sakit Daerah

Lubuklinggau berubah menjadi Rumah Sakit Daerah Kabupaten Musi

Rawas.

RSUD Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas menempati lahan

seluas 10,960m2 dengan luas bangunan 3.431m2, tahun 2013 luas

bangunan menjadi 8.872m2 termasuk bangunan lantai 1, dengan luas

parkiran ±1000 m2. Secara geografis RSUD dr. Sobirin Kabupaten

Musi Rawas terletak pada 102051’49,9”BT sampai 102051’46,1”BT


68

dan 03017’40,1”LS sampai 03017’51,3”LS berada di Kota

Lubuklinggau tepatnya di Jalan YosSudarso No.13 Kota

Lubuklinggau.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Ruang Penyakit Anak &

Perinatologi yaitu ruang penyakit anak yang menangani semua kasus

yaitu, baik kasus kegawatdaruratan maupun tidak. Ruang melati terdiri

dari 3 kelas, ruang neonatus, ruang infeksius, dan ruang isolasi. Kelas

1 terdiri dari 3 ruangan dalam satu ruangan terdiri dari 1 tempat tidur,

kelas 2 terdiri dari 2 ruangan dalam satu ruangan terdiri dari 4 tempat

tidur, kelas 3 terdiri dari 1 ruangan dalam satu ruangan terdiri dari 6

tempat tidur, ruang neonatus terdiri dari 6 inkubator, ruang infeksius

terdiri dari 6 tempat tidur, dan ruang isolasi terdiri dari 1 tempat tidur.

Konsep atraumatik diruangan melati sudah tergambar dengan adanya

dekorasi didinding yang ada diruangan tersebut.

2. Karakteristik Subjek Penelitian (Identitas Klien)

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subyek studi

kasusyaitu Subjek I dan Subjek II. Kedua subjek ini sudah sesuai

dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan.

Subjek I

Subjek I dengan inisial An.W berusia 5 Tahun, beragama islam,

belum sekolah An.W masuk rumah sakit pada tanggal 09 Juni 2018

pukul 17.00 WIB dengan keluhan Ibu klien mengatakan anaknya

demam sudah 3 hari dan tidak mau makan, klien nyeri dibagian
69

kepala. Penyebab dari terjadinya demam tifoid anak jajan diluar dan

ibu klien tidak mengetahui kenapa anaknya bisa demam. Saat

pengkajian ibu klien mengatakan anaknya baru pertama kali masuk

rumah sakit dan belum pernah dirawat, anak tampak lemas, pucat dan

keadaan umum klien lemah, lidah klien kotor.

Subjek II

Subjek II dengan inisial An.Z berusia 3 tahun, beragama islam,

belum sekolah. An.Z masuk rumah sakit pada tanggal 10 Juni 2018

pukul 17.00 WIB dengan keluhan Ibu klien mengatakan anaknya

demam sudah 2 hari dan perut kembung, klien mengeluh nyeri

diperut. Sebelum mengalami demam anak “Z” bermain seperti

biasanya ibu klien tidak mengetahui penyebab demam. Pada saat

pengkajian ibu klien mengatakan anaknya baru pertama masuk rumah

sakit dan belum pernah dirawat sebelumnya, anak tampak lemas,

lemah dan pucat, dan lidah kotor kemudian langsung dibawa ke

Rumah Sakit
70

3. Data Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

TABEL 4.1
HASIL PENGKAJIAN (OBSERVASI) AWAL
DUA ORANG SUBJEK
Subjek
Aspek yang dinilai
I II
I. BIODATA
A. Identitas klien
1) Nama AN.W AN.Z
2) Tempat tanggal lahir LLG, 28-04-2013 LLG, 14-02-2015
3) Usia 5 tahun 3 tahun
4) Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki
5) Pendidikan Belum sekolah Belum sekolah
6) Agama Islam Islam
7) Alamat Marga Bakti B.Srikaton
8) Tanggal masuk 09 Juni 2018 10 Juni 2018
9) Tanggal pengkajian 10 Juni 2018 11 Juni 2018
10) No. Register 0287287 0285277
11) Diagnosa medis Demam Tifoid Demam Tifoid
B. Identitas orangtua
Ayah
1) Nama Tn.A Tn.S
2) Usia 30 Tahun 35 Tahun
3) Pendidikan SMP SD
4) Pekerjaan Buruh Petani
5) Agama Islam Islam
6) Alamat Marga Bakti B.Srikaton
Ibu
a. Nama Ny.F Ny.R
b. Usia 28 Tahun 30 Tahun
c. Pendidikan SMP SMP
d. Pekerjaan Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga
e. Agama Islam Islam
f. Alamat Marga Bakti B.Srikaton
II. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan Utama Ibu klien mengatakan Ibu klien
anaknya demam mengatakan anaknya
sudah 3 hari dan tidak demam sudah 2 hari,
mau makan, dan nyeri perut kembung, dan
kepala, lemas dan nyeri perut
pucat
b. Riwayat keluhan utama Sebelum mengalami Sebelum mengalami
demam anak “W” demam anak “Z”
sering jajan diluar, anak bermain seperti
ibu klien tidak biasanya, ibu klien
mengetahui kenapa tidak mengetahui
anaknya bisa demam. penyebab anak
demam.
2) Riwayat kesehatan lalu (khusus
untuk anak usia0-5 tahun)
71

a. Prenatal care
1. Ibu memeriksakan kehamilannya Puskesmas Bidan
setiap minggu di
2. Riwayat terkena radiasi Ibu tidak pernah Ibu tidak pernah
melakukan rontgen melakukan rontgen
3. Riwayat berat badan selama hamil Berat badan selama Berat badan selama
hamil naik secara hamil naik secara
bertahap bertahap
4. Riwaya imunisasi TT Klien melakukaan Klien melakukan
imunisasi TT di imunisasi TT di
Puskesmas Bidan
5. Golongan darah ibu B B
6. Golongan darah ayah A B
b. Natal
1. Tempat melahirkan Rumah Sakit Bidan
2. Jenis persalinan Normal Normal
3. Penolong persalinan Bidan Bidan
4. Komplikasi yang dialami ibu saat Tidak ada komplikasi Tidak ada
melahirkan dan setelah melahirkan saat melhirkan dan komplikasi saat
setelah melhirkan melhirkan dan
setelah melahirkan
c. Post natal
1. Kondisi bayi Baik Baik
2. APGAR 7/8 7/8
3. Anak pada saat lahir tidak Asfiksia ringan Asfiksia ringan
mengalami
Untuk semua usia
1. Klien pernah mengalami penyakit Demam Batuk pilek
2. Pada umur 4 tahun 2 tahun
3. Diberikan obat Parasetamol Obat warung
4. Riwayat kecelakaan Tidak ada Tidak ada
5. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan Tidak pernah Tidak pernah
berbahaya tanpa anjuran dokter dan
mengguanakan zat yang berbahaya
6. Perkembangan anak dibandingkan Baik sama seperti Baik
saudara-saudaranya saudaranya
III. Riwayat Imunisasi
1. Riwayat mendapatkan imunisasi Lengkap Lengkap
IV. Riwayat Tumbuh Kembang
A. Pertumbuhan fisik
1. Berat badan 20 kg 14 kg
2. Tinggi badan 100 cm 70 cm
3. Waktu tumbuh gigi 8 bulan 7 bulan
4. Jumlah gigi Lengkap Gigi susu
B. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat
1. Berguling 3 bulan 2,5 bulan
2. Duduk 8 bulan 7 bulan
3. Merangkak 9 bulan 8 bulan
4. Berdiri 1 tahun 11 bulan
5. Berjalan 1 tahun 5 bulan 1 tahun
6. Senyum kepada orang lain 8 bulan 7 bulan
pertama kali
7. Bicara pertama kali dengan 11 bulan 9 bulan
menyebutkan
72

8. Berpakaian tanpa bantuan Belum bisa Belum bisa


V. Riwayat nutrisi
A. Pemberian ASI Saat baru lahir Tidak diberikan
B. Pemberian susu formula Tidak diberikan Diberikan
1. Alasan pemberian Tidak ada Karena ASI tidak
keluar
2. Jumlah pemberian Tidak ada Setiap bayi
menangis
3. Cara pemberian Tidak ada Menggunakan botol
susu
VI. Riwayat Psikososial
1. Anak tinggal bersama Orangtua Orangtua
2. Lingkungan berada Diperumahan Diperumahan
3. Rumah dekat dengan Dekat dengan jalan Dekat dengan
raya sekolah SD
4. Tempat bermain Didalam rumah Dihalaman rumah
5. Rumah ada tangga Tidak ada Tidak ada
6. Hubungan anatar anggota Baik Baik
keluarga
7. Pengasuh anak Orangtua Orangtua dan nenek
VII. Riwayat Psiritual
1. Support sistem dalam Baik Baik
keluarga
2. Kegiatan keagamaan Orangtua solat 5 Orangtua solat 5
waktu waktu
VIII. Reaksi Hospitalisasi
A. Pengalaman keluarga tentang Belum pernah baru Belum pernah baru
sakit dan rawat inap pertama masuk rumah pertama masuk
sakit rumah sakit
1. Ibu membawa anak ke Ibu membawa Ibu klien membawa
rumah sakit karena anaknya kerumah anaknya kerumah
sakit dikarenakan sakt dikarenkan
demam sudah 3 hari demam 2 hari dan
dan tidak mau makan perut kembung
2. Apakah dokter Iya, dan anak harus Iya, dan anak harus
menceritakan tentang dirawat dirawat
kondisi anak
3. Perasaan orangtua saat Sedih dan takut Khawatir dengan
ini melihat kondisi kondisi anaknya
anaknya
4. Orantua selalu Iya, orangtua Iya, orangtua
berkunjung k RS berkunjung ke RS berkunjung di RS
5. Yang akan tinggal Orangtua Orangtua
dengan anak
IX. Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
a) Frekuensi makan 2 x /hari 3 x /hari
b) Nafsu makan Menurun Menurun
c) Jenis makanan rumah Nasi. Lauk pauk, dan Nasi. Lauk pauk,
buahan dan buahan
d) Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
2) Pola Eliminasi
BAK
a) Frekuensi 7x/hari 5x/hari
b) Warna Kekuning-kuningan Kekuning-kuningan
73

c) Keluhan saat BAK Tidak ada Tidak ada


BAB
a) Frekuensi 1x/hari 1x/hari
b) Warna Kecokelatan Kecokelatan
c) Konsistensi Lunak Lunak
d) Keluhan Tidak ada Tidak ada
3) Pola Personal Hygiene
Mandi
a) Frekuensi 2x/hari 1x/hari
b) Sabun Ya Ya
Oral Higyene
a) Frekuesni 3x/hari 3x/hari
b) Waktu Pagi, malam dan Pagi, malam dan
setelah makan setelah makan
Cuci Rambut
a) Frrekuensi 1x/hari 1x/hari
b) Shampoo Ya Ya
4) Pola istirahat tidur
a) Lama tidur 9 jam/hari, siang : 3 8 jam/hari, siang : 3
jam, malam : 6 jam jam, malam : 5 jam
b) Kebiasaan sebelum tidur Menonton TV Bermain
c) Keluhan Tidak ada Tidak ada
5) Pola aktivitas dan latihan
a) Kegiatan dalam pekerjaan Tidak bekerja Tidak bekerja
b) Waktu bekerja Tidak bekerja Tidak bekerja
c) Olah raga Tidak pernah Tidak Pernah
d) Kegiatan waktu luang Tidak ada Tidak ada
e) Keluhan dalam aktifitas Lemas Lemas
X. Pemeriksaan Fisik
b. Keadaan umum Baik Baik
c. Kesadaran Composmetis Composmetis
d. Tanda tanda vital
1) Pernafasan 24 x/m 24 x/m
2) Berat badan 20 Kg 14 Kg
3) Nadi 100 x/m 120 x/m
4) Suhu 38C 39C
5) TB 100 cm 70 cm
e. Kepala
Inpeksi
Keadaan rambut dan hygiene Bersih Bersih
kepala
1. Warna rambut Hitam Hitam
2. Penyebaran Merata Merata
3. Mudah rontok Tidak Tidak
4. Kebersihan rambut Bersih Bersih
Palpasi
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan a Tidak ada Tidak ada
Tekstur rambut kasar / tidak Halus Halus
f. Muka
Inspeksi
1. Simetris / tidak Simetris Simetris
2. Bentuk wajah Oval Oval
3. Gerakan abnormal Tidak ada Tidak ada
4. Ekspresi wajah Datar Meringis
74

Palapsi
Nyeri tekan / tidak Tidak ada Tidak ada
Data lain Tidak ada Tidak ada
g. Mata
Inspeksi
1. Palpebra Tidak ada edema Tidak ada edema
2. Sklera Tidak ikterik Tidak ikterik
3. Konjungtiva Tidak anemis Tidak anemis
4. Pupil Isokor Isokor
5. Posisi mata Simetris Simetris
6. Gerakan bola mata Simetris Simetris

7. Penutupan kelopak mata Peka terhadap Peka terhadap


rangsang rangsang
8. Keadaan bulu mata Lurus Lurus
9. Keadaan visus Baik Baik
10. Penglihatan Tidak kabur Tidak kabur
Palpasi
Tekanan bola mata Tidak ada tekanan Tidak ada tekanan
Data lain Tidak ada Tidak ada
h. Hidung & sinus
Inspeksi
1. Posisi hidung Simetris Simetris
2. Bentuk hidung Simetris Simetris
3. Keadaan septum Berada ditengah Berada tengah
4. Secret/cairan Tidak ada Tidak ada
i. Telinga
Inspeksi
1. Posisi telinga Simetris Simetris
2. Ukuran/bentuk telinga Cekung Cekung
3. Aurikel Lengkap Lengkap
4. Lubang telinga Bersih Bersih
5. Pemakaian alat bantu Tidak memakai Tidak memakai
Palpasi
Nyeri tekan / tidak Tidak Tidak
Data lain Tidak ada Tidak ada
j. Mulut
Inspeksi
1. Gigi
a. Keadaan gigi Bersih Bersih
b. Karang gigi/caries Caries Tidak ada
c. Pemakaian gigi palsu Tidak ada Tidak ada
2. Gusi
Merah/radang/ tidak Tidak ada Tidak ada
3. Lidah
Kotor/ tidak Kotor Kotor
4. Lidah
1. Sianosis /pucat / tidak Tidak Tidak
2. Basah/kering / pecah Basah Basah
3. Mulut berbau /tidak Bau Tidak
4. Kemampuan berbicara Baik Baik
Data lain Tidak ada Tidak ada
k. Tenggorokan
1. Warna mukosa Merah muda Merah muda
2. Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
75

3. Nyeri menelan Tidak ada Tidak ada


l. Leher
Inspeksi
Kelenjar tiroid Tidak membesar Tidak membesar
Palpasi
1. Kelenjar tiroid Tidak teraba Tidak teraba
2. Kaku kuduk /tidak Tidak ada Tidak ada
3. Kelenjar limfe Tidak teraba Tidak teraba
Data lain Tidak ada Tidak ada
m. Thorax dan pernapasan
1. Bentuk dada Datar Datar
2. Irama pernapasan Teratur Teratur
3. Pengembangan diwaktu Simetris Simetris
pernapasan
4. Tipe pernapasan Baik Baik
Data lain Tidak ada Tidak ada
Palpasi
1. Vokasi fremitus Tidak ada Tidak ada
2. Massa/nyeri Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Auskultasi
1. Suara nafas Vesikuler Vesikuler
2. Suara tambahan Tidak ada Tidak ada
Perkusi
Redup/ pekak/ hipersonor/ timpani Timpani Timpani
Data lain Tidak ada Tidak ada
n. Jantung
Palpasi
Ictus cordis S1 dan S2 normal S1 dan S2 normal
Perkusi
Pembesaran jantung Tidak terjadi Tidak terjadi
Auskultasi
Bunyi jantung tambahan Tidak ada Tidak ada
Data lain Tidak ada Tidak ada
o. Abdomen
Inspeksi
1. Membuncit Tidak Tidak
2. Ada luka/ tidak Tidak ada Tidak ada
Palpasi
1. Hepar Tidak terjadi Tidak terjadi
pembesaran pembesaran
2. Lien Tidak terjadi Tidak terjadi
pembesaran pembesaran
3. Nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri
tekan
Auskultasi
Peristaltik 10 x/m 8x/m
Perkusi
1. Tympani / Redup Tympani Tympani
Data lain Tidak ada Tidak ada
p. Genetalia dan anus Tidak adakelainan Tidak ada kelainan
q. Ekstremitas
1) Turgor Kulit Elastis Elastis
2) Warna Kulit Kuning langsat Putih
3) Kesulitan dalam Pergerakan Tidak ada Tidak ada
r. Terapi yang didapat 1. IVFD RL gtt 1. Paracetamol flas
76

20x/m 4x20 cc
2. Ceftriaxon 1x 1gr 2. IVFD RL gtt
3. Paracetamol flas 20x/m
3x20 cc 3. Ceftriaxon 1x 1gr

s. Test diagnostik
1. Laboratorium  LED 22 mm/jm  LED 23 mm/jm
 Hemoglobin 16  Hemoglobin 15
gr% gr%
 Leukosit 11.300  Leukosit 11.400
mm mm
 Trombosit  Trombosit
155.000 156.00
 Widal sal  Widal sal
paratyphy paratyphy
O=1/160 O=1/160
H=1/160 H=1/160
2. Foto rontgen, ct-scan, MRI, Tidak ada Tidak ada
USG, EEG, ECG
77

TABEL 4.2
ANALISA DATA PADA SUBJEK I

Analisa Data Etiologi Masalah

DS : Demam tifoid Hipertermia

 Ibu klien mengatakan anaknya Bakteri masuk ke aliran


demam darah dan pembuluh limfe
 Ibu klien mengatakan anaknya
lemas Inflamasi hati dan limfe

Hepatomegali dan
DO : spenomegali

 Akral teraba hangat Masa inkubasi 5-9 hari


 K/u lemah
Bakteri mengeluarkan
 Klien tampak lemas
endoktosin
 Klien tampak terpasang infus
ditangan sebelah kiri, cairan RL Peradangan lokal
dengan gtt 20x/m meningkat
TTV :
Endoktosin merangsang
 S: 38˚C sintesa & pelepasan zat
 N: 100 x/m pirogen oleh leukosit
 P: 24 x/m pada jaringan radang
Hasil Lab :
Pirogen beredar dalam
 LED 22 mm/jm darah
 Hemoglobin 16 gr%
 Leukosit 11.300 mm Merangsang hipotalamus
 Trombosit 155.000
Gangguan termogulator
 Widal sal paratyphy O=1/160
H=1/160 Hipertermia

DS : Demam Tifoid Nyeri akut

 Ibu klien mengatakan kepala Bakteri masuk ke aliran


anaknya sakit darah dan pembuluh limfe
 Skala nyeri 4
DO : Bakteri yang tidak fagosit
akan masuk dan
 Klien tampak meringis berkembang dihati dan
 Klien tampak tegang limfe

Inflamasi hati dan limfe

Hepatomegali dan
spenomegali

Nyeri tekan

Nyeri akut
78

Analisa Data Etiologi Masalah

DS : Bakteri Salmonella Typhy Risiko Defisit Nutrisi

 Ibu klien mengatakan anaknya Masuk bersama makanan


tidak mau makan ke saluran cerna
 Klien mengatakan sakit jika
menelan Masuk ke usus halus
DO :
Infeksi pada plak peyeri
 K/u lemah
Nafsu makan menurun
 BB : 20kg
 TB : 100cm Risiko defisit nutrisi
 Makanan tampak tidak
dihabiskan
79

TABEL 4.3
ANALISA DATA PADA SUBJEK II
Analisa Data Etiologi Masalah

DS : Demam tifoid Hipertermia

 Ibu klien mengatakan badan Bakteri masuk ke aliran


anaknya panas darah dan pembuluh limfe
 Ibu klien mengatakan anaknya
rewel Inflamasi hati dan limfe
DO :
Hepatomegali dan
spenomegali
 K/u lemah
 Klien tampak rewel Masa inkubasi 5-9 hari
 Klien tampak lemas
 Klien tampak terpasang infus Bakteri mengeluarkan
ditangan sebelah kiri, cairan endoktosin
RL dengan gtt 20x/m
TTV : Peradangan lokal meningkat

 S : 39˚C Endoktosin merangsang


sintesa & pelepasan zat
 N : 120 x/m
pirogen oleh leukosit pada
 P : 24 x/m
jaringan radang
Hasil Lab :
Pirogen beredar dalam
 LED 23 mm/jm
darah
 Hemoglobin 15 gr%
 Leukosit 11.400 mm Merangsang hipotalamus
 Trombosit 156.00
 Widal sal paratyphy O=1/160 Gangguan termogulator
H=1/160
Hipertermia

DS : Bakteri Salmonella Typhy Risiko Defisit Nutrisi

 Ibu klien mengatakan anaknya Masuk bersama makanan ke


tidak nafsu makan saluran cerna
 Ibu klien mengatakan anaknya
hanya makan 5-6 sendok Masuk ke usus halus
DO :
Infeksi pada plak peyeri
 K/u lemah Nafsu makan menurun
 Lidah terlihat kotor
 Mukosa bibir pucat Risiko defisit nutrisi
 BB turun 1kg dari 15=14kg
 TB : 70cm
80

Analisa Data Etiologi Masalah

DS : Demam Tifoid Nyeri Akut

 Ibu klien mengatakan anaknya Bakteri masuk ke aliran


rewel darah dan pembuluh limfe
 Ibu klien mengatakan perut
anaknya sakit Bakteri yang tidak fagosit
akan masuk dan
 Skala nyeri 4
berkembang dihati dan
DS :
limfe
 k/u lemah
Inflamasi hati dan limfe
 Klien tampak meringis
 Klien tampak tegang Hepatomegali dan
spenomegali

Nyeri tekan

Nyeri akut

DS : Bakteri Salmonella Typhy Intoleransi Aktivitas

 Ibu klien mengatakan anaknya Masuk bersama makanan ke


lemas saluran cerna
DO :
Masuk ke usus halus
 K/u lemah
Infeksi pada plak peyeri
 Klien tampak dibantu ibunya
Nafsu makan menurun

Metabolisme menurun

Energi menurun

Mudah letih & lesu, malaise,


perasaan tidak enak badan

Intoleransi aktivitas
81

b. Diagnosa Keperawatan

TABEL 4.4
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DUA ORANG SUBJEK STUDI KASUS

No Subyek I Subyek II

1. Hipertermia berhubungan dengan Hipertermia berhubungan dengan


proses penyakit proses penyakit

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen RIsiko Defisit nutrisi


pencidera fisiologis berhubungan dengan faktor
psikologis

3. RIsiko Defisit nutrisi Nyeri akut berhubungan dengan agen


berhubungan dengan faktor pencidera fisiologis

psikologis

4. - Intoleransi aktivitas berhubungan


dengan kelemahan
73

c. Intervensi Keperawatan

TABEL 4.5
DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA SUBJEK 1
NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

KLIEN 1 AN”W”

1. Hipertermia NOC: Termoregulasi NIC: Perawatan 1. Tanda-tanda vital


berhubungan dengan Demam merupakan aluan untuk
proses penyakit Setelah dilakukan asuhan mengetahui keadaan
keperawatan selama 3x24 jam 1. Pantau suhu & tanda- umum pasien terutama
diharapkan hipertermi klien tanda vital lainnya suhu tubuhnya
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor warna kulit & 2. Perubahan pada warna &
suhu suhu kulit merupakan
1. Berkeringat saat panas 3. Monitor asupan & indikasi demam
2. Pernapasan normal (20- keluaran, sadari 3. Menunjukkan status
30x/m) perubahan kehilangan volume sirkulasi,
3. Suhu normal (36,5˚C- cairan yang tidak terjadinya/ perbaikan
37,5˚C) dirasakan perpindahan cairan &
4. Tidak terjadi dehidrasi 4. Mengobservasi keadaan respons terhadap terapi
dengan turgor kulit elastis infus 4. Melihat keadaan infus
5. Melakukan terapi apakah terjadi tanda
kompres dingin dengan infeksi
gelang jeli sebelum 5. Untuk meminimalkan
dilakukan pemasangan nyeri saat pemasangan
infus infus
6. Melakukan pemasangan 6. Untuk memberikan cairan
infus ditangan sebelah 7. Pemberian obat untuk

73
74

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

kiri mencegah infeksi


7.Berikan obat & cairan IV 8. Untuk mengurangi demam
8.Tutup pasien dengan & untuk mengurang
selimut atau pakaian respons hipertermi
ringan 9. Dengan mengkonsumsi
9. Dorong konsumsi cairan cairan dharapkan cairan
10. Mandikan pasien dengan yang hlang dapat diganti
spons hangant dengan 10. Memandikan dengan
hati-hati spons hangat akan terjadi
11. Pantau komplikasi- perpindahan panas secara
komplikasi yang konduksi
berhubungan dengan 11. Memberikan informasi
demam (misalnya: tentang kondisi penyakit
kejanag & penurunan
kesadaran)
2. Resiko Defisit nutrisi NOC: Status Nutrisi NIC: Monitor Nutrisi 1. Memberikan informasi
berhubungan dengan tentang kebutuhan
faktor psikologis Setelah dilakukan asuhan 1. Timbang berat badan pasien diet/keefektifan terapi
keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor kecenderungan 2. Memberikan informasi
diharapkan defisit nutrisi klien turun & naiknya berat badan tentang keadekuatan
teratasi dengan kriteria hasil : 3. Monitor turgor kulit kebutuhan nutrisi
4. Monitor adanya mual muntah 3. Memberikan informasi
1. Asupan gizi pasien baik 5. Monitor diet & asupan kalori tentang volume sirkulasi
(4 sehat 5 sempurna) 6. Identifikasi perubahan nafsu umum & tingkat hidrasi
2. Nafsu makan pasien makan 4. Mual & muntah
meningkat 7. Tentukan pola makan mempengaruhi pemenuhan
3. pasien banyak minum (misalnya: makanan yang nutrisi
4. Tidak terjadi penurunan disukai dan tidak disukai)

74
75

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

BB 8. Identifikasi perubahan berat 5. Mengidentifikasi pola


badan terakhir) yang memerlukan
perubahan dan/atau dasar
menyesuaikan program
diet
6. Memberi informasi
kekurangan/ kebutuhan
nutrisi
7. Memberikan keempatan
untuk individu
memfokuskan/
internalisasi gambaran
nyata jumlah makanan
yang dimakan &
penyesuaian kebasaan
makan/perasaan
8. Memberikan catatan lanjut
penurunan dan/ atau
peningkatan berat badan
yang akurat
3. Nyeri akut NOC: Kontrol Nyeri NIC I: Manajemen Nyeri 1. Perubahan pada
berhubungan dengan karakteristik nyeri dapat
agen pencedera fisik Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri menunjukkan penyebaran
keperawatan selama 3x24 jam secara menyeluruh meliputi penyakit/ terjadi
diharapkan nyeri klien teratasi lokasi, durasi, kualitas, komplikasi
dengan kriteria hasil: keparahan nyeri & faktor 2. Melihat
pencetus nyeri kondisi klien pada saat
2. Observasi kenyamanan non

75
76

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

1. Mengenali kapan nyeri terjadi verbal nyeri kambuh


3. Ajarkan untuk teknik non 3. Supaya klien
2. Menggambarkan faktor farmakologi misalnya, dapat mengatasi nyerinya
penyebab kompres dingin & mengurangi intensitas
4. Kendalikan faktor lingkungan nyerinya
3. Melaporkan nyeri
yang dapat mempengaruhi 4. Lingkungan
terkontrol
respons pasien terhadap bisa menjadi pemicu
ketidaknyamanan misalnya, meningkatnya derajat nyeri
suhu, lingkungan, cahaya, 5. Analgetik
kegaduhan dapat membantu
5. Kolaborasi: pemberian menurunkan nyeri
analgetik sesuai indikasi 6. Agar tidak
NIC II: Pemberian Analgetik terjadi kesalahan dalam
pemberian jenis obat
6. Tentukan lokasi, karakteristik, sesuai indikasi
kualitas & tingkat nyeri 7. Untuk
sebelum mengobati pasien mengurangi resiko
7. Cek obat meliputi jenis obat & kesalahan pemberian obat
frekuensi pemberian analgetik 8. Agar tidak
8. Tentukan analgetik yang tepat, terjadi kelebihan dosis dan
cara pemberian & dosis yang kesalahan penyuntikan
tepat 9. Mencegah
9. Monitor tanda-tanda vital terjadinya komplikasi pada
sebelum & setelah pemberian pasien
analgetik

76
77

TABEL 4.6
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA SUBJEK II

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

KLIEN 2 AN”Z”

1. Hipertermia NOC: Termoregulasi NIC: Perawatan Demam 1. Tanda-tanda vital


berhubungan dengan merupakan aluan untuk
proses penyakit Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau suhu & tanda- mengetahui keadaan
keperawatan selama 3x24 jam tanda vital lainnya umum pasien terutama
diharapkan hipertermi klien teratasi 2. Monitor warna kulit & suhu tubuhnya
dengan kriteria hasil: suhu 2. Perubahan pada warna
3. Monitor asupan & & suhu kulit
1. Berkeringat saat panas keluaran, sadari perubahan merupakan indikasi
2. Tingkat pernafasan normal kehilangan cairan yang demam
(20-30x/m) tidak dirasakan 3. Menunjukkan status
3. Suhu normal (36,5˚C- 4. Mengobservasi keadaan volume sirkulasi,
37,5˚C) infus terjadinya/ perbaikan
4. Tidak terjadi dehidrasi 5. Melakukan terapi kompres perpindahan cairan &
dengan turgor kulit elastis dingin dengan gelang jeli respons terhadap terapi
sebelum dilakukan 4. Untuk melihat keadaan
pemasangan infus infus apakah terjadi
6. Melakukan pemasangan infeksi
infus ditangan sebelah kiri 5. Untuk meminimalkan
7. Berikan obat & cairan IV nyeri saat dilakukan
8. Tutup pasien dengan pemasangan infus
selimut atau pakaian 6. Untuk memberkan
ringan terapi cairan

77
78

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

9. Dorong konsumsi cairan 7. Pemberian obat untuk


10. Mandikan pasien dengan mencegah infeksi
spons hangant dengan 8. Untuk mengurangi
hati-hati demam & untuk
11. Pantau komplikasi- mengurang respons
komplikasi yang hipertermi
berhubungan dengan 9. Dengan mengkonsumsi
demam (misalnya: kejanag cairan dharapkan cairan
& penurunan kesadaran) yang hlang dapat
diganti
10. Memandikan dengan
spons hangat akan
terjadi perpindahan
panas secara konduksi
11. Memberikan informasi
tentang kondisi
penyakit
2. Defisit nutrisi NOC: Status Nutrisi NIC: Monitor Nutrisi 1. Memberikan informasi
berhubungan dengan tentang kebutuhan
faktor psikologis Setelah dilakukan asuhan 1. Timbang berat badan diet/keefektifan terapi
keperawatan selama 3x24 jam pasien 2. Memberikan informasi
diharapkan defisit nutrisi klien 2. Monitor kecenderungan tentang keadekuatan
teratasi dengan kriteria hasil : turun & naiknya berat kebutuhan nutrisi
badan 3. Memberikan informasi
1. Asupan gizi pasien baik (4 3. Monitor turgor kulit tentang volume
sehat 5 sempurna) 4. Monitor adanya mual sirkulasi umum &
2. Nafsu makan pasien muntah tingkat hidrasi
meningkat 5. Monitor diet & asupan

78
79

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

3. pasien banyak minum kalori 4. Mual & muntah


4. Tidak terjadi penurunan 6. Identifikasi perubahan mempengaruhi
BB nafsu makan pemenuhan nutrisi
7. Tentukan pola makan 5. Mengidentifikasi pola
(misalnya: makanan yang yang memerlukan
disukai dan tidak disukai) perubahan dan/atau
8. Identifikasi perubahan dasar menyesuaikan
berat badan terakhir) program diet
6. Memberi informasi
kekurangan/ kebutuhan
nutrisi
7. Memberikan
keempatan untuk
individu memfokuskan/
internalisasi gambaran
nyata jumlah makanan
yang dimakan &
penyesuaian kebasaan
makan/perasaan
8. Memberikan catatan
lanjut penurunan dan/
atau peningkatan berat
badan yang akurat

79
80

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

3. Nyeri akut NOC: Kontrol Nyeri NIC I: Manajemen 1. Perubahan pada


berhubungan dengan Nyeri karakteristik nyeri
agen pencedera Setelah dilakukan asuhan dapat menunjukkan
fisiologis keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri penyebaran penyakit/
diharapkan nyeri klien teratasi secara menyeluruh terjadi komplikasi
dengan kriteria hasil: meliputi lokasi, durasi, 2. Melihat kondisi klien
kualitas, keparahan nyeri pada saat nyeri kambuh
1. Mengenali kapan nyeri terjadi & faktor pencetus nyeri 3. Supaya klien dapat
2. Observasi kenyamanan mengatasi nyerinya &
2. Menggambarkan faktor penyebab
non verbal mengurangi intensitas
3. Melaporkan nyeri 3. Ajarkan untuk teknik non nyerinya
terkontrol farmakologi misalnya, 4. Lingkungan bisa
kompres dingin menjadi pemicu
4. Kendalikan faktor meningkatnya derajat
lingkungan yang dapat nyeri
mempengaruhi respons 5. Analgetik dapat
pasien terhadap membantu menurunkan
ketidaknyamanan nyeri
misalnya, suhu, 6. Agar tidak terjadi
lingkungan, cahaya, kesalahan dalam
kegaduhan pemberian jenis obat
5. Kolaborasi: pemberian sesuai indikasi
analgetik sesuai indikasi 7. Untuk mengurangi
NIC II: Pemberian Analgetik resiko kesalahan
pemberian obat
6. Tentukan lokasi,
8. Agar tidak terjadi
karakteristik, kualitas &
kelebihan dosis dan
tingkat nyeri sebelum

80
81

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

mengobati pasien kesalahan penyuntikan


7. Cek obat meliputi jenis 9. Mencegah terjadinya
obat & frekuensi komplikasi pada pasien
pemberian analgetik
8. Tentukan analgetik yang
tepat, cara pemberian &
dosis yang tepat
9. Monitor tanda-tanda vital
sebelum & setelah
pemberian analgetik

4 Intoleransi aktivitas NOC:Toleransi Terhadap NIC: Terapi Aktivitas 9. Kebutuhan klien terpenuhi
berhubungan dengan Aktivitas tanpa membuat klien
kelemahan 9. Bantu klien untuk memilih ketergantungan pada
Setelah dilakukan asuhan aktivitas konsisten yang sesuai perawat
keperawatan selam 3x24 jam dengan kemampuan fisik, 10. Pelaksanaan aktivitas dapat
diharapkan intoleransi aktivitas psikologis & social membantu klien untuk
klien teratasi dengan kriteria hasil: 10. Bantu klien untuk mengembalikan kekuatan
mengidentifikasi aktivitas yang secara bertahap &
1. Frekuensi nadi normal (80- mampu dlakukan menambah kemandirian
90x/m) 11. Dorong aktivitas kreatif yang dalam memenuhi
tepat kebutuhannya
2. Frekuensi nafas norml (20-
12. Bantu klien untuk 11. Untuk mengembalikan klien
30x/m)
menjadwalkan waktu-waktu dalam beraktivitas
yang spesifik terkait dengan 12. Mengkaji setiap aspek klien
aktivitas harian terhadap terapi latihan yang
13. Bantu dengan aktivitas fisik direncanakan

81
82

NO Diangnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

secara teratur sesuai kebutuhan 13. Untuk mencegah kekakuan


14. Berikan aktivitas motorik untuk pada otot klien
mengurangi terjadinya kejang 14. Untuk memberikan relaksasi
otot pada otot
15. Berikan kesempatan keluarga 15. Partisipasi keluarga sangant
untuk terlibat dalam aktivitas penting untuk
dengan cara yang tepat mempermudah proses
16. Bantu klien dan keluarga keperawatan & mencegah
memantau perkembangan klien komplikasi lebih lanjut
terhadap pencapaian tujuan 16. Membantu melihat
kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi secara mendiri

82
83

d. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi

TABEL 4.7
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA SUBJEK 1

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

CATATAN PERKEMBANGAN DIAGNOSA PRIORITAS

1. Minggu Hipertermia berhubungan dengan 08.30 WIB 11.25 WIB

proses penyakit  Mengkaji keadaan umum S:


10 juni 2018
klien  Ibu klien mengatakan
08.35 WIB badan anaknya masih
panas
 Ibu klien mengatakan
 Mengecek catatan medis dan anaknya tidak menangis
melihat keadaan infus saat dilakukan
pemasangan infus
08.40 WIB  Ibu klien mengatakan
anaknya minum haya
 Memonitor warna kulit & sedikit
O:
suhu
08.45 WIB  K/u lemah
 Akral masih terasa hangat
 Memonitor asupan & dan warna kulit
kemerahan
keluaran, sadari perubahan  Klien tampak lemas
 Klien tampak sedikit

83
84

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

kehilangan cairan yang minum


 Pemasangan infus hari ke
tidak dirasakan
3 dan harus diganti
08.50 WIB  Klien terpasang infus
ditangan sebelah kiri,
 Melakukan terapi kompres caira RL dengan gtt
20x/m
dingin dengan gelang jeli  Kesadaran klien
saat akan dilakukan tidakan composmetis
 Skala nyeri pemasangan
pemasangan infus infus 4
08.55 WIB TTV :

 S: 38˚C
 Melakukan pemasangan
 N: 100x/m
infus ditangan sebelah kiri  P: 24x/m
09.00 WIB
A : Masalah hipertermi belum
 Memberikan terapi obat teratasi
09.15 WIB

 Mendorong konsumsi cairan


P : Intervensi dilanjutkan 1-8
09.25 WIB

 Memaantau komplikasi-
komplikasi yang

84
85

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

berhubungan dengan
demam (misalnya: kejanag
& penurunan kesadaran)
2 Senin Hipertermia berhubungan dengan 14.15 WIB 16.45 WIB

proses penyakit S:
11 juni 2018  Mengkaji keadaan umum
klien  Ibu klien mengatakan
14.20 WIB panas anaknya sedikit
menurun
 Ibu klien mengatakan
 Mengecek catatan medis anaknya masih sedikit
14.25 WIB minum
O:
 Melihat keadaan infus
 K/u lemah
apakah terdapat kemerahan  Klien tampak lemas
atau bengkak  Kesadaran klien
composmetis
14.30 WIB  Akral teraba hangat warna
sedikit kemerahan
 Memonitor warna kulit &  Klien terpasang infus
suhu sebelah kiri, cairan RL
dengan gtt 20x/m
14.35 WIB  Klien masih sedikit minum
 Tidak terjadi tanda infeksi
 Memonitor asupan & pada daerah pemasangan
infus
keluaran, sadari perubahan

85
86

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

kehilangan cairan yang TTV:


tidak
 S: 37,5˚C
14.45 WIB  N: 90x/m
 P: 22x/m
 Memberikan obat & cairan
IV A : Masalah hipertermi sedikit
14.50 WIB teratasi

 Mendorong konsumsi cairan


15.00 WIB P : Intervensi dilanjutkan nomor
1,2,3,4,5,6,7
 Memaantau komplikasi-
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam (misalnya: kejanag
& penurunan kesadaran)
3 Selasa Hipertermia berhubungan dengan 14.15 WIB 16.50 WIB

proses penyakit S:
 Mengkaji keadaan umum
12 juni 2018
klien  Ibu klien mengatakan
 panas anaknya sudah
turun dan anak tidak
demam lagi
 Ibu klien mengatakan

86
87

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

14.20 WIB anaknya menghabiskan


minumnya
 Mengecek catatan medis O:

14.25 WIB  Akral teraba dingin warna


tidak kemerahan
 Memonitor warna kulit &  Kesadaran composmetis
 Klien tampak membaik
suhu  Klien minum dengan baik
14.30 WIB  Tidak terjadi tanda infeksi
pada daerah pemasangan
infus
 Melihat keadaan infus
TTV :
apakah ada kemerahan dan
bengkak  S: 36,7˚C
 N: 92x/m
14.40 WIB  P: 22x/m

 Memonitor asupan &


A : Masalah hipertermi teratasi
keluaran, sadari perubahan
kehilangan cairan yang
tidak dirasakan P : Intervensi dihentikan
14.50 WIB

 Memberikan obat & cairan


14.55 WIB

87
88

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

 Mendorong konsumsi cairan


15.15 WIB

 Memaantau komplikasi-
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam (misalnya: kejanag
& penurunan kesadaran)

88
87

Implementasi yang dilakukan pada subjek I dengan diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dan resiko defisit nutrisi

berhubungan dengan faktor psikologis. Implementasi yang dilakukan pada

diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis yaitu,

melakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi (durasi, karakteristik

nyeri dan faktor pencetus nyeri), memberikan obat sesuai order dokter, dan

mengukur tanda-tanda vital. Implementasi pada diagnosa kedua yatu, menimbang

berat badan pasien, memonitor turgor kulit, dan mengidentifikasi berat badan

terakhir. Setelah dilakukan implementasi selama 3 hari didapatkan masalah klien

teratasi.

58
88

TABEL 4.8
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA SUBJEK II

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

CATATAN PERKEMBANGAN DIAGNOSA PRIORITAS

1. Senin Hipertermia berhubungan dengan 14.30 WIB 17.00 WIB

proses penyakit  Mengkaji keadaan umum S:


11 juni 2018
klien  Ibu klien mengatakan
14.40 WIB badan anaknya masih
panas belum turun dan
rewel
 Mengecek catatan medis dan  Ibu klien mengatakan
melihat keadaan infus anaknya menangis saat
dilakukan pemasangan
14.50 WIB infus
 Ibu klien mengatakan
 Memonitor warna kulit & anaknya lemas tidak mau
minum
suhu
O:
14.55 WIB
 K/u lemah
 Memonitor asupan &  Akral masih terasa hangat
dan warna kulit
keluaran, sadari perubahan kemerahan
kehilangan cairan yang  Klien tampak lemas
 Klien tampak rewel
tidak dirasakan  Klien tampak tidak minum
89

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

15.05 WIB  Pemasangan infus hari ke


3 dan harus diganti
 Melakukan terapi kompres  Klien terpasang infus
ditangan sebelah kiri,
dingin dengan gelang jeli ciran RL dengan gtt
saat pemasangan infus 20x/m
 Kesadaran klien
15.10 WIB composmetis
TTV :
 Melakukan pemasangan
 S: 39˚C
infus ditangan sebelah kiri
 N: 120x/m
15.15 WIB  P: 24x/m
A : Masalah hipertermi belum
 Memberikan terapi obat teratasi

15.20 WIB P : Intervensi dilanjutkan 1-8

 Mendorong konsumsi cairan


15.30 WIB

 Memaantau komplikasi-
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam (misalnya: kejanag
& penurunan kesadaran)
90

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

2 Selasa Hipertermia berhubungan dengan 14.00 WIB 17.00 WIB

proses penyakit  Mengkaji keadaan umum S:


12 juni 2018
klien  Ibu klien mengatakan
14.10 WIB panas anaknya sedikit
menurun
 Ibu klien mengatakan
 Mengecek catatan medis anaknya mau minum
14.15 WIB sedikit demi sedikit
 Ibu klien mengatakan
aanaknya tidak terlalu
 Memonitor warna kulit &
rewel
suhu
O:
14.20 WIB
 K/u lemah
 Melihat keadaan infus  Klien tampak lemas
apakah terjadi kemerahan  Kesadaran klien
atau bengkak composmetis
14.30 WIB  Klien tampak sedikit rewel
 Akral teraba hangat warna
 Memonitor asupan & sedikit kemerahan
 Klien terpasang infus
keluaran, sadari perubahan sebelah kiri, ciran RL
kehilangan cairan yang dengan gtt 20x/m
 Klien tampak minum
tidak sedikit demi sedikit
15.00 WIB  Tidak terjadi tanda infeksi
pada daerah pemasangan
infus
91

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

 Memberikan obat & cairan TTV:


IV
 S: 38,6˚C
15.10 WIB  N: 100x/m
 P: 22x/m
 Mendorong konsumsi cairan A : Masalah hipertermi sedikit
teratasi
15.15 WIB
P : Intervensi dilanjutkan nomor
 Memaantau komplikasi- 1,2,3,4,5,6,7
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam (misalnya: kejanag
& penurunan kesadaran)
3 Rabu Hipertermia berhubungan dengan 14.00 WIB 17.00 WIB

proses penyakit  Mengkaji keadaan umum S:


13 juni 2018
klien  Ibu klien mengatakan
14.10 WIB panas anaknya sudah
turun dan anak tidak rewel
lagi
Mengecek catatan medis  Ibu klien mengatakan
anaknya menghabiskan
14.15 WIB minumnya

 Memonitor warna kulit &


92

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

suhu O:
14.20 WIB
 Akral teraba dingin warna
tidak kemerahan
 Mengecek keadaan infus  Kesadaran composmetis
apakah terjadi kemerahan  Klien tampak membaik
 Klien minum dengan baik
dan bengkak  Tidak terjadi tanda infeksi
14.30 WIB pada daerah pemasangan
infus
TTV :
 Memonitor asupan &
keluaran, sadari perubahan  S: 37,0˚C
kehilangan cairan yang  N: 90x/m
 P: 22x/m
tidak dirasakan
15.00 WIB
A : Masalah hipertermi teratasi
 Memberikan obat & cairan P : Intervensi dihentikan
15.15 WIB

 Mendorong konsumsi cairan


15.20 WIB

 Memaantau komplikasi-
komplikasi yang
93

NO Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

berhubungan dengan
demam (misalnya: kejanag
& penurunan kesadaran)
Implementasi yang dilakukan pada subjek II dengan diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, resiko defisit nutrisi berhubungan

dengan faktor psikologis dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan. Implementasi yang dilakukan pada diagnosa nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisiologis yaitu, melakukan pengkajian nyeri secara

menyeluruh meliputi (durasi, karakteristik nyeri dan faktor pencetus nyeri),

memberikan obat sesuai order dokter, dan mengukur tanda-tanda vital.

Implementasi pada diagnosa kedua yatu, menimbang berat badan pasien,

memonitor turgor kulit, dan mengidentifikasi berat badan terakhir. Setelah

dilakukan implementasi selama 3 hari didapatkan masalah klien teratasi.

Implementasi pada diagnosa ketiga yaitu, memberikan kesempatan keluarga untuk

terlibat dalam aktivitas dengan cara yang tepat, membantu klien untuk memilih

aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik psikologis dan sosial.

103
TABEL 4.9
EVALUASI PEMBERIAN KOMPRES DINGIN

Klien 1

No Hari/Tanggal Tingkat nyeri Skala FLACC

1 Minggu, 10 Juni 2018 Nyeri sedang (4) Selama dilakukan terapi kompres dingin
anak menunjukkan sikap :

 Wajah 1 : terkadang menyeringai


atau menangis
 Tungkai 1 : tidak tenang gelisah
 Aktivitas 1 : menggeliat
 Menangis 0 : tidak menangis
 Kemampuan untuk tenang 1 :
terkadang ditenangkan dengan
menyentuh
Klien 2

2 Senin, 11 juni 2018 Nyeri sedang (4) Selama dilakukan terapi kompres
dingin anak menunjukkan sikap :

 Wajah 1 : terkadang
menyeringai atau
menangis
 Tungkai 1 : tidak tenang
gelisah
 Aktivitas 0 : berbaring
dengan tenang
 Menangis 1 : menggerang
atau merengek
 Kemampuan untuk tenang
1 : terkadang ditenangkan
dengan menyentuh

104
B. Pembahasan

1. Pengkajian

Pada bab ini penulis akan melaporkan hasil pengelolaan asuhan

keperawatan pada An.W dan An. Z dengan Demam Tifod di Ruangan

Melati Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tanggal 10

Juni 2018-12 Juni 2018 dan 11 Juni 2018-13 Juni 2018. Pada

pengkajian awal, penulis mendapatkan data sekunder dari keluarga,

catatan medis, status klien dan pemeriksaan fisik klien.

Penyakit demam tifoid dapat menyebabkan demam, nyeri kepala

dan perut, kembung, mual ,muntah, pusing dan lidah kotor (Nurarif &

Kusuma, 2015). Hal ini sesuai dengan subjek I dan subjek II. Demam

tifoid akan mengakibatkan hipertermi karena terjadinya inflamasi

pada hati dan limfe akan mengakibatkan peradangan lokal meningkat

dan merangsang hipotalamus sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh.

Oleh sebab itu tindakan pemasangan infus sangat diperlukan bagi

penderita tifoid karena terpi cairan dapat menurunkan suhu tubuh. Hal

ini juga sesuai dengan subjek I dan subjek II yang mengalami

hipertermi dan harus dilakukan tindakan pemasangan infus dengan

terapi kompres dingin. Sebagian anak kesulitan memahami nyeri dan

prosedur invasif yang menyebabkan nyeri. Nyeri yang dirasakan anak

akibat prosedur invasif salah satunya adalah saat pemasangan infus.

Pemasangan infus merupakan suatu prosedur yang sering dilakukan

selama anak mengalami hospitalisasi. Pemasangan infus digunakan

105
untuk pemberian cairan, nutrisi, dan pemberian obat secara terus

menerus (Potter & Perry, 2013).

Subjek I pada An.W berusia 5 Tahun, beragama islam, belum

sekolah. An.W masuk rumah sakit pada tanggal 09 Juni 2018 pukul

17.00 WIB dengan keluhan Ibu klien mengatakan anaknya demam

sudah 3 hari dan tidak mau makan, dan nyeri kepala. Penyebab dari

terjadinya demam tifoid anak jajan diluar dan ibu klien tidak

mengetahui penyebab anaknya demam. Sebelumnya klien belum

pernah mengalami penyakit seperti yang sekarang dan belum pernah

di rawat di Rumah Sakit. Menurut padila (2013) penyebab terjadinya

demam tifoid adalah makanan yang terkontaminasi oleh bakteri

Salmonella Typhi.

Subjek II pada An.Z berusia 3 Tahun, beragama islam, belum

sekolah. An.Z masuk rumah sakit pada tanggal 10 Juni 2018 pukul

17.00 WIB dengan keluhan Ibu klien mengatakan anaknya demam

sudah 2 hari dan perut kembung. Sebelum demam anak bermain

seperti biasanya ibu klien tidak mengetahui penyebab demam.

Sebelumnya klien belum pernah mengalami penyakit seperti yang

sekarang dan belum pernah di rawat di Rumah Sakit.

2. Diagnosa Keperawatan

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Diagnosis

keperawatan ini dijadikan penulis sebagai prioritas pertama selain

karena sesuai dengan prioritas masalah. Hipertermia dapat

106
menyebabkan inflamasi pada hati dan limfe akan mengakibatkan

peradangan lokal meningkat dan merangsang hipotalamus sehingga

terjadi kenaikan suhu tubuh. Oleh sebab itu tindakan pemasangan

infus sangat diperlukan bagi penderita tifoid karena terpi cairan dapat

menurunkan suhu tubuh (Potter & Perry, 2013).

Pada kasus An.W diagnosa keperawatan yang muncul ada 3

diagnosis yaitu Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit,

Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor pisikologis, Nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

Sedangkan pada kasus An.Z diagnosa keperawatan yang muncul

ada 4 diagnosis yaitu Hipertermia berhubungan dengan proses

penyakit, Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor pisikologis, Nyeri

akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, Intoleransi

aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Pada diagnosis keperawatan terdapat kesenjangan antara teori

dan praktek, hal ini dikarenakan tidak terdapatnya masalah

keperawatan yang ada pada teori dengan subyek saat dilakukan proses

pengkajian, contohnya konstipasi. Pada karya tulis ini fokus diagnosa

keperawatannya Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan salah satu tahap proses

keperawatan yang dapat digunakan sebagai pedoman kegiatan untuk

mengatasi masalah keperawatan. Penulis menyusun perencanaan yang

107
akan diimplementasikan pada An.W dan An.Z adalah dengan

diagnosis medis demam tifoid dengan masalah keperawatan

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Hipertermia dapat

menyebabkan inflamasi pada hati dan limfe akan mengakibatkan

peradangan lokal meningkat dan merangsang hipotalamus sehingga

terjadi kenaikan suhu tubuh. Oleh sebab itu tindakan pemasangan

infus sangat diperlukan bagi penderita tifoid karena terpi cairan dapat

menurunkan suhu tubuh (Potter & Perry, 2013). Perawatan atraumatik

adalah mengurangi perpisahan anak dan keluarga dan melibatkan

peran serta keluarga dalam perawatan anak begitu juga saat prosedur

invasif. Kondisistres terjadi pelepasan hormon-hormon stres, antara

lain kortisol yang dapat menyebabkan penekanan pada sistem imun

anak (Guyton & Hall, 2007). Penerapan pemberian kompres dingin

dengan gelang jeli merupakan salah satu perawatan atraumatik pada

anak selama prosedur invasif (Sulistiyani, Rostina & Mulyono, 2015).

Oleh karena itu penulis menggunakan intervensi terapi non

farmakologi kompres dingin dengan gelang jeli untuk meminimalkan

skala nyeri saat pemasangan infus.

Penulis menulis rencana tindakan dengan melihat kebutuhan

klien dan kondisi klien saat ini, tidak ada faktor penghambat dalam

menyusun rencana tindakan.

108
4. Implementasi

Fase implementasi yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang

sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman serta

sesuai dengan kondisi klien. Pelaksanaan asuhan keperawatan ini

dilakukan sesuai dengan kondisi klien dan situasi serta menggunakan

sarana yang tersedia diruangan, penulis mengikuti perkembangan

pasien dengan melihat dari catatan perkembangan dokter yang

menangani pasien.

Implementasi yang dilakukan pada pasien subyek I dan subyek

II dengan diagnosis keperawatan hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit dengan salah satu intervensi yaitu kompres dingin

dengan gelang jeli untuk meminimalkan skala nyeri saat pemasangan

infus. Karena pada pasen dengan hipertermia dapat menyebabkan

inflamasi pada hati dan limfe akan mengakibatkan peradangan lokal

meningkat dan merangsang hipotalamus sehingga terjadi kenaikan

suhu tubuh. Oleh sebab itu tindakan pemasangan infus sangat

diperlukan bagi penderita tifoid karena terpi cairan dapat menurunkan

suhu tubuh (Potter & Perry, 2013). Penerapan pemberian kompres

dingin dengan gelang jeli merupakan salah satu perawatan atraumatik

pada anak selama prosedur invasif (Sulistiyani, Rostina & Mulyono,

2015). Implementasi yang dilakukan peneliti yaitu kompres dingin

dengan gelang jeli yang dilakukan dengan metode memasang kantong

es yang dimasukkan ke dalam kain flanel berbentuk gelang yang

109
dimodifikasi secara kreatif sebagai penerapan perawatan atraumatik

yang dipasang pada area yang akan dipasang infus.

Semua intervensi dapat penulis lakukan pada An.W dan An.Z

dikarenakan kerja sama yang baik antara penulis, perawat ruangan,

pasien serta keluarga pasien. Hasil yang diperoleh saat dilakukan

kompres dingin dengan gelang jeli untuk meminimalkan skala nyeri

saat pemasangan infus menunjukkan hasil skala nyeri dari nyeri berat

ke nyeri sedang (4).

Hasil dari penelitian Indriyani, Hayati, dan Chodidjah(2013),

menunjukkan bahwa kompres dingin lebih efektif menurunkan nyeri

oleh karena itu kompres dingin lebih disarankan untuk digunakan

dalam menurunkan nyeri pada anak yang dilakukan prosedur

pemasangan infus. Hasil serupa dilakukan oleh Asriani, Lestiawati,

dan Retnaningsih (2017), melakukan penelitan dengan hasil perbedaan

rata-rata tingkat nyeri kelompok intervensi lebih rendah 2,17

dibandingkan kelompok kontrol, terdapat pengaruh kompres dingin

terhadap tingkat nyeri anak saat pemasangan infus.

5. Evaluasi

Kompres dingin akan membuat daerah yang terkena dengan

memperlambat transmisi nyeri melalui neuron-neuron sensorik.

(Rohani, Saswita & Marisah, 2011). Pemberian kompres dingin dapat

menyebabkan pelepasan endorphin sehingga akan membentuk

transmisi stimuli nyeri, kompres dingin menggunakan es

110
memperlambat konduksi serabut saraf perifer dan menurunkan

pelepasan mediator inflamasi dan nosiseptor sehingga menimbulkan

efek anastesi kulit yang relatif cepat (Waterhouse, 2013).

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir proses

keperawatan yang dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan

suatu keperawatan yang dibuat. Evaluasi dilakukan pada tanggal 10

Juni 2018- 13 Juni 2018 selama dilakukan kompres dingin dengan

gelang jeli untuk diagnosa keperawatan Hipertermia behubungan

dengan proses penyakit yaitu pemasangan infus pada subyek I dan

subyek II memiliki hasil yang sama yaitu skala nyeri sedang (4). Hasil

evaluasi tidak didapatkan kesenjangan antara teori dan

pelaksanaannya di lapangan, evaluasi sudah sesuai dengan intervensi

dan implementasi.

111
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan fokus studi dan pembahasan tentang Penerapan

Kompres Dingin saat Pemasangan Infus pada anak usia pra sekolah dengan

Demam Tifoid dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengkajian

Dari hasil pengkajian pertama kali penulis diketahui kedua

subyek yaitu subyek I berinisial An.W dan subyek II berinisial An.Z

yang sama-sama dilakukan tindakan pemasangan infus pada penderita

Demam Tifoid. Didapatkan keluhan pada subyek I yaitu, ibu klien

mengatakan anaknya demam sudah 3 hari, tidak mau makan dan nyeri

kepala. Pada subyek II yaitu, ibu klien mengatakan anaknya demam

sudah 2 hari, perut kembung dan nyeri perut.

2. Diagnosa keperawatan

Prioritas diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua subyek

yaitu hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan yang dibuat penulis untuk menyelesaikan masalah

pada kedua subyek dapat dilaksanakan dengan baik karena sesuai

dengan kebutuhan kedua subyek yaitu kompres dingin dengan gelang

jeli untuk meminimalkan skala nyeri saat pemasangan infus.

112
4. Implementasi keperawatan

Kedua subyek mendapatkan implementasi yang sama yaitu,

kompres dingin dengan gelang jeli untuk meminimalkan skala nyeri

saat tindakan pemasangan infus.

5. Evaluasi keperawatan

Kompres dingin dengan gelang jeli dapat meminimalkan skala

nyeri saat tindakan pemasangan infus. pada subyek I setelah dilakukan

tindakan kompres dingin dengan gelang jeli saat pemasangan infus

skala nyeri yang terkaji yaitu nyeri sedang, pada subyek II setelah

dilakukan tindakan kompres dingin dengan gelang jeli saat

pemasangan infus skala nyeri yang terkaji yaitu nyeri sedang.

B. Saran

Berdasarkan analisa dan kesimpulan penelitian, maka dalam sub bab

ini peneliti akan menyampaikan beberapa saran diantaranya :

1. Bagi Poltekkes Kemenkes Palembeng Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih

berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional,

terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan

keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik

keperawatan.

113
2. Bagi Rumah Sakit Dr.Sobrin

Hasil aplikasi riset pendidikan ini diharapkan rumah sakit

mampun memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif

melalui terapi non farmakologi dengan pemberian kompres dingin

dengan gelang jeli untuk meminimalkan skala nyeri saat tindakan

pemasangan infus pada anak usia pra sekolah dengan Demam Tifoid.

3. Bagi Pengembangan dan Penelitian

Selanjutnya untuk perkembangan dan penelitian diharapkan

untuk memodifikasi desain dari gelang jeli yang lebih baik dengan

menambahkan unsur untuk atraumatik, memeriksa kandungan dari jeli

yang digunakan untuk melakukan kompres, dan menambah banyak

sampel dalam penelitian.

114
DAFTAR PUSTAKA

Arjoso, S., & Simanjuntak, C.H. (1998). Typhoid fever and salmonellosis in
Indonesia. Medikal Jurnal Indonesia: s:1-5.

Aryani, R., Tutiany., Mumpuni., Mulyani, S., Sumiati., Lestari, T.R., &
Miradwiyana, B. (2011). Prosedur klinik keperawatan pada mata ajar
kebutuhan dasar manusia. Buku Kesehatan: Jakarta Timur.

Asriani, N.K., Lestiawati, E., & Retnaningsih, L.N. (2017). Pengaruh kompres
dingin terhadap tingkat nyeri anak usia sekolah saat pemasangan infus di
poliklinik persiapan rawat inap RSUD penambahan senopati bantul.
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4(1): 70-75.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013).
Nursing Intervension Clasification (NIC) & Nursing Outcomes
Classification (NOC). Moccmedia: Indonesia.

Cheng, S.F., Foster, R.L., & Huang, C.Y. (2003). Concept analysis of pain. Jurnal
Tzu Chi Nursing, 2(3): 20-30.

Dochter., & Parry. (2006). Fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik.
Jakarta: EGC.

Fauzi, H., & Handayani, N. (2013). Pengaruh kompres dingin terhadap tingkat
nyeri pada prosedur invasif pemasangan infus anak usia sekolah.

Farion, K.J., Splinter, K.L., Newhook, K., Gaboury, I., & Splinter, W.L. (2008).
The effect of vapocoolant spray on pain duet o intravenous cannulation in
Children: A randomized controlled trial. Jurnal Canadian Medical
Association, 179(1): 31-36. Doi: https://doi.org/10.1503/cmaj.070878.

Fraser., & Cooper. (2009). Buku ajar bidan, Edisi 14. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran, Edisi 11.
Jakarta: EGC.

Hidayat, A.A.H. (2012). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba


Medika.

Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentialse of pediatric nursing.


Missouri: Mosby.

Hockenberry, M.J., & Wilson ,D. (2007). Wong’s nursing care of infants and
children (8th ed).St.Louis: Mosby Elsevier.

115
Indriyani, P., Hayati, H., & Chodidjah, S. (2013). Kompres dingin dapat
menurunkan nyeri anak usia sekolah saat pemasangan infus. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 16(2): 93-100.

Lestari, S. (2016). Pedoman diagnosa keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Mayasari, D., & Pratiwi, A. (2009). Hubungan respons imun dan stres dengan
tingkat sekambuhan demam tifoid pada masyarakat diwilayah puskesmas
colomadu Karanganyar. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan, 2(1): 13-18.

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan. Yogyakarta:


Mediaction.

Notoadmojo. (2012), Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

PPNI. (2016). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik ed.1. Jakarta Selatan.

Padilah. (2013). Asuhan keperawatan penyakit dalam. Yogyakarta: Medical


Book.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2013). Fundamental of nursing eight edition. Canada:
Mosby.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Jakarta: EGC.

Price., Debra, L., Gwin., & Julie, F. (2008). Pediatric Nursing : An Introductory
rest. Edn. Saunders Elsevier : st Louis .

Rohani., Saswita, R., & Marisah. (2011). Asuhan kebidanan pada masa
persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Sembiring, S.U., Novayelinda, R., & Nauli, F.A. (2015). Perbandingan respons
nyeri anak usia toddlerdan pra sekolah yang dilakukan prosedur invasi.
Jurnal Online Mahasiswa, 2(2): 1491-1500.

Setiabudi, D., & Madiaperma, K. (2005). Demam tifoid pada anak usia dibawah 5
tahun dibagian ilmu kesehatan anak RS Hasan Sadikin Bandung. Jurnal
Sari Pediatri, 7(1): 13.

Sodikin. (2011). Asuhan keperawatan anak gangguan gastrointestinal dan


hepatobilier. Jakarta; Salemba Medika.

Sulistiyani, E., Rustina,Y., & Mulyono, S. (2015). Pengaruh pemberian kompres


es batu terhadap penurunan tingkat nyeri pada anak usia pra sekolah yang

116
dilakukan prosedur pemasangan infus di RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Jurnal Prima, 1(1): 77-87.

Sunaryo (2016). Asuhan keperawatan gerontik 1st es. Yogyakarta.

Triyana, Y.F. (2013). Asuhan keperawatan anak gangguan sistem gastrointestinal


dan hepatobiler. Yogyakarta. Salemba medika.

Waterhouse, M.R., Liu, D.R., & Wang, V.J. (2013). Cryotherapeutic topical
analgesics for pediatric intravenous catheter placement: Ice versus
vapocoolant spray. Pediater Emerg Care, 29(1): 8-12. Doi:
10.1097/PEC.0b013e31827b214b.

Widoyono. (2011). Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &


pemberantasannya. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga.

Wijayaningsih, K.S. (2013). Asuhan keperawatan anak. Jakarta: Cv. Trans Info
Media.

Wong, D.L. (2009). Buku ajar keperawatan pedriatik. Jakarta: EGC.

117
LAMPIRAN

118
PROTOKOL PELAKSANAAN PENGUKURAN SKALA NYERI

A. Definis Pengukuran Skala Nyeri

Adalah suatu tindaklan yang dilakukan untuk mengetahui skala nyeri pada pasien.

B. Tujuan

Untuk mengetahui tindakan apa yang dilakukan untuk mengurangi nyeri.

No Tindakan Yang Dilakukan

A. Fase Orientasi

 Mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan prosedur
B. Prosedur

 Lakukan pengkajian skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan


kualitas nyeri.
 Observasi reaksi nonverbal
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
 Saat pemasangan infus dilakukan asisten melakukan pengukuran skala
nyeri
 Lakukan pengukuran skala nyeri dengan menggunakanskala nyeri
FLACC (facial, legs, activity, cry, consolability)
 Skala ini digunakan nyeri pada anak mulai usia 2 bulan – 8 tahun namun
telah digunakan juga pada usia 0-18 tahun.
 Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri
dan 10 untuk nyeri hebat.
 Penilaian tersebut adalah ekspresi muka (0-2), gerakan kaki (0-2),
aktivitas (0-2), menangis (0-2), kemampuan dihibur (0-2).
Hasil skor perilakunya adalah :
0 : Tidak Nyeri
1-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri hebat
(sumber : Smeltzer , 2002).

119
C. Metode pengukuran nyeri FLACC

FLACC (face, legs, arms, cry, dan consolability)


Kategori Skor
0 1 2
Wajah Tidak ada ekspresi Terkadang Sering atau selalu
tertentu atau menyeringai atau meringis, rahang
senyuman meringis, menarik menggertak, dagu
diri, tidak tertarik. gemetar.
Tungkai Posisi normal atau Tidak tenang, gelisah, Menendang, atau
relaks. tegang. tungkai naik ke
atas.
Aktivitas Berbaring dengan Menggeliat, berganti Melengkung, kaku,
tenang, posisi normal, posisi ke depan dan atau menyentak.
bergerak dengan ke belakang, tegang.
mudah.
Menangis Tidak menangis Mengerang atau Menangis terus-
(bangun atau merengek, terkadang menerus, berteriak
tertidur). mengeluh. atau terisak, sering
mengeluh.
Kemampuan tenang, rileks. Terkadang Sulit untuk
untuk tenang ditenangkan dengan ditenangkan atau
menyentuh, memeluk dibuat nyaman.
atau berbicara
dengan, dapat
didistraksi.

120
PROTOKOL PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS

A. Definisi Pemasangan infus

Proses memasukan jarum iv line ke dalam pembuluh darah vena yang kemudian di

sambungkan dengan selang infus dan dialirkan cairan infus.

B. Tujuan

1. Untuk memberikan terapi cairan pada tubuh.

2. Memberikan obat melalui infus.

C. Indikasi

1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam pembuluh darah dalam jumlah

terbatas.

3. Pemberian kantong darah dan produk darah.

4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

D. Kontraindikasi

1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi pemasangan infus.

2. Obat-obatan yang berpotensi mengiritasi.

E. Langkah-langkah Pemasangan Infus

No Tindakan Yang Dilakukan

A. Persiapan Alat

 Sarung tangan bersih


 Kapas alkohol.
 Tourniquet.
 Pengalas.
 Kassa steril.
 Plester.
 Iv line
 Infus set.
 Botol infus.
 Bak spuit.

121
B. Persiapan lingkungan

 Jaga privasi klien

C. Persiapan pasien

 Memperkenalkan diri.
 Menjelaskan tujuan.
 Memberikan posisi supinasi atau semifowler.
D. Langkah-langkah

 Cuci tangan.
 Pasang sarung tangan bersih.
 Cek cairan yangdigunakan dengan prinsip 5 benar medikasi, warna,
kejernihan, tanggal kadaluarsa.
 Buka set infus.
 Pasang roller klem selang infus 2-4 cm di bawah ruang udara. Roller
klem dalam posisi off.
 Masukkan ujung set infus ke dalam botol cairan infus tanpa harus
menyentuh area steril.
 Isi ruang udara dengan cara memijit ruang udara sehingga terisi 1/3
sampai ½ bagian.
 Buka roller klem dan alirkan cairan infus sampai keluar dari ujung
selang ke bengkok.
 Periksa adanya udara disepanjang selang.
 Pasang kembali roller klem dalam kondisi off.
 Tutup ujung selang menggunakan penutup spuit.
 Pasang pengalas.
 Pasang tourniquet 10-12 cm di atas lokasi penusukan.
 Pilih vena yang akan ditusuk.
 Bersihkan area penusukan menggunakan kapas alkohol dari arah dalam
keluar.
 Tarik kulit ke arah distal berlawanan dengan arah penusukan.
 Masukkan jarum iv line secara perlahan ke lokasi penusukan dengan
sudut 20-30 derajat.
 Jika terlihat darah akan masuk ke dalam iv line maka menandakan
masuk dalam pembuluh darah

122
 Tarik jarum iv line perlahan dan stabilisasi dengan satu tangan.
 Masukkan iv line lebih dalam mengikutri arah pembuluh darah.
 Lepaskan tourniquet.
 Pasang roller klem dalam posisi on.
 Fiksasi bagian badan iv line dengan plester.
 Atur tetesan infus sesuai kolaborasi tim medis.
 Tulis tanggal dan waktu pemasanagan.
 Rapikan alat dan klien.
 Lepaskan sarung tangan.
 Cuci tangan.
 Dokumentasikan.
Sumber: Aryani, 2011.

123
Protokol Pelaksanaan Kompres Dingin Dengan Gelang Jeli (Geli)

NO Tindakan yang dilakukan

DEFINISI KOMPRES DINGIN

1 Pengertian kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu


rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis
TUJUAN

2 Untuk menurunkan rasa nyeri atau efek anestesi non farmakologi

MANFAAT

3 1. Menurunkan suhu tubuh


2. Mencegah peradangan meluas
3. Mengurangi perdarahan setempat
4. Mengurangi rasa sakit pada daerah setempat
FASE PRAINTERAKSI

4 Mengidentifikas kebutuhan/indikasi klien

5 Mencuci tanagan

6 Menyiapkan alat

FASE ORIENTASI

7 Mengucapkan salam & memperkenalkan diri

8 Menjelaskan tujuan prosedur tindakan

9 Menanyakan persetujuan klien untuk dilakukan tindakan (dalam hal ini

diwakilkan kepada orang tua klien)

FASE KERJA

10 Dekatkan alat-alat ke klien

124
11 Pasang sampiran bila perlu

PROSEDUR PELAKSANAAN

13 Bantu posisi klien yang nyaman dan tepat

14 Membebaskan area yang akan dilakukan tindakan

15 Cuci tangan dan pasanag sarung tangan

16 Pasang pengalas/perlak dibawah area yang akan diberikan kompres

17 Siapkan gelang yang dibuat dari jely dan sudah didinginkan

18 Pertahankan gelang jely dalam kondisi dingin

19 Lakukan kompres selama 3 menitdengan suhu 13ºC

20 Lepaskan gelang jely jika sudah selesai digunakan

21 Lanjutkan dengan pemasangan infus segera setelah kompres dilepas

22 Rapikan klien kembali dan atur posisi klien pada posisi nyaman

FASE TERMINASI

23 Merapikan klien dan alat

24 Mengevaluasi respons klien

25 Mengucapkan salam

26 Mencuci tangan

27 Mendokumentasikan prosedur dalam catatan klien

125
92

LEMBAR CEKLIST
MENGUKUR SKALA NYERI PADA PEMASANGAN
INFUS DI RS DR. SOBIRIN MUSI RAWAS
Inisial Pasien :
Ruangan :
Diagnosa :
KONDISI PASIEN
0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan 4-6 : Nyeri sedang 7-10 : Nyeri hebat

NO HARI/ JAM
TANGGAL (WIB)

58
LEMBAR CEKLIST
PENERAPAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI
SEBELUM TINDAKAN PEMASANGAN INFUS PADA
ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN DEMAM TIFOID
DI RS DR. SOBIRIN MUSI RAWAS
TAHUN 2018
Inisial Pasien :
Ruangan :
Diagnosa :
KONDISI PASIEN
NO HARI/ JAM (WIB) SKALA NYERI SELAMA DILAKUKAN HASIL
TANGGAL KOMPRES DINGIN

93

Anda mungkin juga menyukai