Anda di halaman 1dari 118

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN DBD

DENGAN MASALAH HIPERTERMIA DI RUANG


RAWAT INAP ANAK RSUD SEKAYU
TAHUN 2018

KARYA TULIS ILMIAH

TRI NISTIANA
(PO.71.20.1.17.154)

KEMENTERIAN KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN DBD
DENGAN MASALAH HIPERTERMIA DI RUANG
RAWAT INAP ANAK RSUD SEKAYU
TAHUN 2018

Diajukan Kepada Poltekkes Kemenkes Palembang Untuk


Memenuhi Salah Satu Persyaratan memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan

TRI NISTIANA
(PO.71.20.1.17.154)

KEMENTERIAN KESEHATAN RAPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
3
4
5

iv
6

KATA PENGANTAR

Assalamuaikum Wr. Wb.


Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
berkat rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini yang berjudul ”Implementasi Keperawatan Pada Pasien DBD
Dengan Masalah Hipertermia Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Sekayu
Tahun 2018” sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis sangat menyadari
bahwa masih banyaknya terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu
pengetahuan, pengalaman serta kekhilafan yang penulis miliki. Maka dari itu,
dengan ikhlas penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendidik dan
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan Karya Tulis
Ilmiah dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Ibu drg. Nur Adiba Hanum, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Palembang
2. Bapak H. Budi Santoso, M.Kep, Sp.Kom. selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang
3. Bapak Lukman, S.Kep., Ns., MM., M.Kep, selaku Ketua Prodi D III
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang
4. Ibu Jawiah, S.Pd., M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah
5. Ibu Rehana, S.Pd., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang juga
telah memberikan bimbingan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah
6. Ibu Nilai Utami Nurhasanah, SKM., MKM selaku Ketua Penguji Karya
Tulis Ilmiah
7. Ibu Hj. Devi Mediarti., S.Pd., M.Kes selaku Penguji Anggota 1 Karya
Tulis Ilmiah

v
7

8. Bapak Lukman, S.Kep., Ns., MM., M.Kep, Selaku Penguji Anggota II


Karya Tulis Ilmiah
9. Bapak dr. Makson Parulian Purba, MARS Selaku Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Sekayu yang telah memberikan izin untuk melakukan Studi
Kasus
10. Para dosen dan staf Program Studi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Palembang
11. Pada teman-temanku yang sudah memberikan masukan dan bantuan untuk
pembuatan Karya Tulis Ilmiah
12. Dan semua pihak yang telah membantu sehingga Karya Tulis Ilmiah ini
dapat diselesaikan
13. Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu yang telah bersedia dijadikan tempat
penelitian.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala


kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Wassalamuaikum Wr. Wb.

Palembang, Juli 2018

Penulis

vi
8

ABSTRAK

Tri Nistiana. 2018. Implementasi Keperawatan Pada Pasien DBD Dengan Masalah
Hipertermia di Ruang Rawat Inap Anak Di RSUD Sekayu Tahun 2018. Program
Diploma III Keperawatan, Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Palembang, Pembimbing (I) : Jawiah, S.Pd., M.Kes. Pembimbing (II) : Rehana,
S.Pd., M.Kes

Latar Belakang : Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis Hipertermia 2- 7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Untuk
mengatasi hipertermia maka perlu dilakukan implementasi keperawatan pada pasien
DBD tersebut.
Metode : Jenis penulisan ini adalah deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus untuk
mengeksplorasi masalah implementasi keperawatan pada pasien DBD dengan masalah
Hipertermia di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Sekayu Tahun 2018. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan implementasi keperawatan yang meliputi edukasi, kompres
hangat, pemenuhan kebutuhan cairan, kolaborasi pemberian obat. Studi Kasus ini
dilakukan untuk membandingkan dua responden yang telah diberikan implementasi.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan Pada edukasi kesehatan tentang DBD, awalnya
pasien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya namun setelah diberikan edukasi
tentang penyakit DBD kedua pasien mulai banyak tahu tentang penyakit yang
dideritanya. Pada implementasi keperawatan kompres hangat, terjadi penurunan subu
badan secara signifikan, pemberian cairan telah mengurangi rasa haus dan dehidrasi
karena demam tinggi. Kolaborasi pemberian obat antipiretik, kedua pasien sangat
kooperatif dan mau minum obat dengan tepat waktu sesuai dengan waktu pemberian
obatnya.
Kesimpulan : Melihat hasil penelitian ini maka perlu dilakukan implementasi
keperawatan edukasi, kompres hangat, pemenuhan kebutuhan cairan, kolaborasi
pemberian obat untuk menurunkan suhu badan pasien.

Kata Kunci : DBD, Hipertermia, Implementasi Keperawatan

vii
9

ABSTRACT

Tri Nistiana. 2018. Implementation of Nursing In Dengue Haemorrhagic Fever Patients


With Hyperthermia Problem In RSUD Sekayu 2018. Nursing Diploma III
Program, Department of Nursing Poltekkes Kemenkes Palembang, Supervisor
(I): Jawiah, S.Pd., M.Kes. Advisor (II) : Rehana, S.Pd., M.Kes

Background: Infectious diseases caused by the dengue virus with clinical manifestations
2-7 days of hyperthermia, muscle pain and or joint pain accompanied by leukopenia,
rash, lymphadenopathy, thrombocytopenia and hemorrhagic diathesis. To overcome
hyperthermia, it is necessary to implement nursing in these DHF patients.
Method: This type of writing is descriptive analytic in the form of a case study to explore
the problem of nursing implementation in DHF patients with hyperthermia problems in
the Sekayu Hospital Inpatient Room in 2018. The approach used is a nursing
implementation approach which includes education, warm compresses, fluid needs
fulfillment, collaboration drug administration. This Case Study was conducted to
compare the two respondents who had been given implementation.
Results: The results showed that in health education about DHF, patients initially did not
know the disease but after being educated about DHF both patients began to know a lot
about their illness. In the implementation of nursing, a warm compress, a significant
decrease in body subu, a decrease in thirst and dehydration due to high fever.
Collaborative administration of antipyretic drugs, both patients are very cooperative and
want to take medication in a timely manner according to the time of administration of the
drug.
Conclusion: Seeing the results of this study, it is necessary to implement educational
nursing, warm compresses, fulfillment of fluid needs, collaboration in giving drugs to
reduce the patient's body temperature.

Keywords: Dengue Haemorrhagic Fever, Hiperthermia, Nursing Implementation

viii
10

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5
A. Tinjauan Teori ........................................................................ 5
1. Konsep Penyakit DBD. ..................................................... 5
a. Pengertian ................................................................... 5
b. Etiologi ........................................................................ 5
c. Anatomi dan Fisiologi ................................................. 6
d. Patofisiologi ................................................................. 10
e. Klasifikasi .................................................................... 11
f. Pemeriksaan Laboratorium .......................................... 15
g. Penularan ..................................................................... 15
h. Vektor Penular DBD .................................................... 16
i. Pemberantasan Hipertermia Berdarah ........................ 21
j. Komplikasi ................................................................... 24
k. Penatalaksanaan Medis ............................................... 25
l. Pengobatan Penderita ................................................... 26
B. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................ 26
1. Pengkajian ........................................................................ 26
2. Diagnosa Keperawatan...................................................... 29
3. Intervensi Keperawatan ................................................... 30
4. Implementasi Keperawatan ............................................... 33
5. Evaluasi ............................................................................. 33
C. Konsep Hipertermia ............................................................... 33
1. Definisi Hipertermia.......................................................... 33
2. Penyebab Hipertermia ....................................................... 34
3. Batasan Karakteristik ....................................................... 34
4. Faktor yang Berhubungan Hipertermia ............................ 35
5. Proses Pengaturan Suhu Tubuh ........................................ 37
6. Prosedur Terjadinya Demam ........................................... 38
7. Penatalaksanaan ............................................................... 39

ix
11

D. Konsep Kompres .................................................................... 40


1. Definisi ............................................................................. 40
2. Macam – macam Kompres ............................................... 41
3. Manfaat ............................................................................ 41
4. Mekanisme Kompres Terhadap Tubuh ........................... 41
5. Prosedur Pemberian Kompres .......................................... 42

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 47


A. Pendekatan/Desain Penulisan ................................................ 47
B. Kerangka Konsep ................................................................... 47
C. Definisi Istilah ........................................................................ 48
D. Subyek Studi Kasus ............................................................... 48
E. Tempat dan Waktu ................................................................. 48
F. Prosedur Studi Kasus ............................................................. 48
G. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ............................ 49
H. Etika Studi Kasus ................................................................... 50
I. Analisis Data dan Penyajian Data .......................................... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................... 53


4.1 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus .................................. 53
4.2 Hasil Studi Kasus ................................................................... 64
A. Pengumpulan Data ................................................................ 64
B. Diagnosa Keperawatan........................................................... 71
C. Intervensi Keperawatan .......................................................... 72
D. Implementasi Keperawatan ................................................... 73
E. Evaluasi ................................................................................. 80

BAB V PEMBAHASAN ........................................................................ 82


1. Edukasi pada Pasien DBD. ...................................................... 82
2. Melakukan Kompres Hangat. .................................................. 83
3. Pemenuhan Kebutuhan Cairan. ................................................ 85
4. Kolaborasi Dalam Pemberian Obat Antipiretik. ...................... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 88


6.1 Kesimpulan ............................................................................ 88
6.2 Saran. ...................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
12

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan ............................................................... 30


Tabel 4.1 Identitas Pasien ............................................................................ 64
Tabel 4.2 Analisa Data ................................................................................ 70
Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan ............................................................... 72
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan .......................................................... 73
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan .................................................................. 80

xi
13

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 47

xii
14

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman


Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Sirkulasi ............................................. 6
Gambar 2.2 Anatomi dan Fisiologi Jantung ................................................... 7
Gambar 2.3 Anatomi Pembuluh Darah ............................................................ 9
Gambar 2.4 Anatomi Darah ............................................................................. 9
Gambar 2.5 Pathway DBD ............................................................................... 11

xiii
15
16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DBD merupakan suatu penyakit disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictu. Hipertermia yang terjadi akibat penyakit ini
bersifat mendadak dan berlangsung selama 5 – 7 hari. Biasanya terlihat lesu,
nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri pada daerah bola mata, punggung,
dan persendian. Timbul pula bercak – bercak merah pada tubuh (petekie)
terutama di daerah muka dan dada. Gejala lanjut yang terjadi adalah
timbulnya keriput kulit di kening, perut, lengan, paha, dan anggota tubuh
lainnya (Suriadi, 2010).
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu
penyakit endemis dengan angka kesakitan yang cenderung meningkat dari
tahun ke tahun serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di
berbagai daerah di Indonesia, sampai saat ini DBD telah menjangkit di 34
provinsi dan 417 kabupaten / kota di Indonesia. Sampai saat ini vaksin dan
obat untuk mengobati DBD belum tersedia oleh karena itu upaya yang paling
utama dalam pengendalian pencegahan DBD adalah melalui pergerakan
masyarakat dalam melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), agar
upaya ini dapat berlangsung efektif (Kementerian Kesehatan, 2013).
Di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data pada tahun 2015, DBD
masuk dalam 10 kasus penyakit terbanyak di rumah sakit yang ada di
Provinsi Sumatera Selatan dengan jumlah kasus 2.015, bahkan sampai
menyebabkan kematian sebanyak 32 kasus. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan di Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2010 sampai dengan
2014 terdapat 675 kasus, pada tahun 2010 terdapat 723 kasus, pada tahun
2011 dan pada tahun 2012 terdapat 883 ditahun 2013 dengan jumlah kasus
438 serta pada tahun 2014 622 kasus (Kemenkes RI, 2012).
Permasalahan utama pada pasien demam berdarah adalah panas tinggi
atau hipertermia. Hipertermia merupakan bentuk mekanisme pertahanan

1
17
2

tubuh terhadap serangan penyakit, apabila ada suatu kuman penyakit yang
masuk ke dalam tubuh secara ototmatis tubuh akan melakukan perlawanan
terhadap kuman penyakit itu dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran
zat antibodi yang lebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya
suhu badan. Semakin berat penyakit yang menyerang, semakin banyak pula
antibodi yang dikeluarkan, dan akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang
terjadi (Widjaja, 2013).
Ada banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami
Hipertermia. Biasanya setiap penyebab Hipertermia menimbulkan gejala
yang berbeda-beda namun pada umumnya Hipertermia yang diderita oleh
anak diikuti dengan perubahan sifat atau sikap, misalnya menurunnya gairah
bermain, lesu, pandangan mata meredup, rewel, cengeng atau sering
menangis, dan cenderung bermalas-malasan. Secara garis besar, ada dua
kategori Hipertermia yang seringkali diderita oleh anak yaitu Hipertermia
noninfeksi adalah Hipertermia yang bukan disebabkan masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh. Contohnya Hipertermia karena stres, sedangkan
Hipertermia infeksi adalah Hipertermia yang disebabkan oleh masuknya
pathogen misalnya kuman, bakteri, atau virus (Widjaja, 2013).
Masalah Hipertermia sudah menjadi fokus perhatian tersendiri pada
berbagai profesi kesehatan baik itu dokter, perawat, dan bidan. Bagi profesi
perawat masalah gangguan suhu tubuh atau perubahan suhu tubuh termasuk
Hipertermia sudah dirumuskan secara jelas pada North American Nursing
Diagnosis Association / NANDA (Sodikin, 2012).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Musi Banyuasin penyakit DBD
pada tahun 2014 berjumlah 40 kasus dan pada tahun 2015 mengalami
peningkatan berjumlah 286 kasus. Dan pada tahun 2016 berjumlah 263 dan
pada tahun 2017 mengalami peningkatan berjumlah 294 kasus (Dinkes Kab
Muba, 2018).
Berdasarkan data RSUD Sekayu diketahui bahwa angka kejadian
DBD terjadi pada tahun 2016 terdapat 120 kasus dan pada tahun 2017
sebanyak 54 kasus (Dinkes Kab Muba, 2018).
318

Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk melakukan Karya Tulis


Ilmiah mengenai implementasi keperawatan pada pasien DBD dengan
masalah Hipertermia Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Sekayu Tahun 2018.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data latar belakang masalah di atas maka timbul
beberapa perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana implementasi
keperawatan pada pasien DBD dengan masalah Hipertermia Di Ruang Rawat
Inap Anak Medang RSUD Sekayu Tahun 2018.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar penulis mendapatkan gambaran bagaimana melaksanakan
implementasi keperawatan pada pasien DBD dengan masalah Hipertermia
Di Ruang Rawat Inap Anak Medang RSUD Sekayu Tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah pada pasien, diharapkan
penulis mampu:
a. Dapat melakukan edukasi pada pasien DBD dengan Hipertermia Di
Ruang Rawat Inap Anak Medang RSUD Sekayu Tahun 2018.
b. Dapat melakukan kompres hangat pada pasien DBD dengan
Hipertermia Di Ruang Rawat Inap Anak Medang RSUD Sekayu Tahun
2018.
c. Dapat melakukan pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien DBD
dengan Hipertermia Di Ruang Rawat Inap Anak Medang RSUD
Sekayu Tahun 2018.
d. Dapat melakukan kolaborasi dalam pemberian obat pada pasien DBD
dengan Hipertermia Di Ruang Rawat Inap Anak Medang RSUD
Sekayu Tahun 2018.
19
4

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan dalam rangka pengembangan ilmu dan sebagai
bahan referensi yang berguna bagi institusi pendidikan, dosen dan
mahasiswa khususnya dalam kajian masalah studi kasus serupa lebih
lanjut.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Dapat dijadikan bahan informasi untuk membuat Standar
Operasional Prosedur (SOP) Asuhan Keperawatan pasien dengan DBD.
Sebagai acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan terutama
dalam memberikan asuhan keperawatan dan untuk tenaga kesehatan
dapat memberikan ilmu yang dimiliki serta mau membimbing kepada
mahasiswa tentang cara memberikan asuhan yang berkualitas.
3. Manfaat bagi Penulis
Dengan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman penulis tentang implementasi keperawatan pada pasien DBD
dengan masalah hipertemia di Ruang Rawat Inap Anak Medang RSUD
Sekayu Tahun 2018.
20
21

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Penyakit (DBD)
a. Pengertian
Hipertermia berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
Hipertermia 2- 7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik (Suhendro, 2014).
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan
manifestasi DBD berat. Ada yang hanya bermanifestasi Hipertermia
ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang
sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi akan
menderita Hipertermia dengue saja yang tidak menimbulkan
kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian (Kemenkes RI, 2015).
b. Etiologi
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae.
Keempat serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4 dapat dibedakan dengan metodologi serologi. Infeksi pada
manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang
hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya
menjadi perlindungan sementara dan parsial terhadap serotipe yang
lain (Soedarmo, 2012).
Virus-virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang
sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal
yang dikelilingi oleh nukleotida ikosahedral dan terbungkus oleh
selaput lipid. Virionnya mempunyai panjang kira-kira 11 kb
(kilobases), dan urutan genom lengkap dikenal untuk mengisolasi
keempat serotipe, mengkode nukleokapsid atau protein inti (C),
protein yang berkaitan dengan membrane (M), dan protein

5
22
6

pembungkus (E) dan tujuh gen protein nonstruktural (NS) (WHO


2009).

c. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Sirkulasi (Syaifuddin,
2011)

Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DBD


adalah sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi adalah sarana untuk
menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dari paru-paru
ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk
membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ginjal, paru-paru dan
kulit yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah.
1) Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot.
Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat
dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi
cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita
237

Gambar 2.2 Anatomi Dan Fisiologi Jantung (Pearce, 2009)

Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya


tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah
bawah agak runcing yang disebut apeks cordis. Letak jantung
didalam rongga dada sebelah depan, sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya
terdapat dibelakang kiri antara kosa V dan VI dua jari dibawah
papilla mammae. Pada tempat ini teraba adanya denyut jantung
yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar
genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
2) Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada tiga yaitu :
a) Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung
yan membawa darah ke seluruh bagian dan alat tubuh.
Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding
yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastik dan terdiri dari 3
lapisan.
8
24

Arteri yang paling besar didalam tubuh yaitu aorta dan


arteri pulmonalis, garis tengahnya kira-kira 1-3 cm. Arteri ini
mempunyai cabang-cabang keseluruhan tubuh yang disebut
arteriola yang akhirnya akan menjadi pembuluh darah rambut
(kapiler). Arteri mendapat darah dari darah yang mengalir
didalamnya tetapi hanya untuk tunika intima. Sedangkan untuk
lapisan lainnya mendapat darah dari pembuluh darah yang
disebut vasa vasorum.
b) Vena
Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah
yang membawa darah dari bagian/alat-alat tubuh masuk ke
dalam jantung. Tentang bentuk susunan dan juga pernafasan
pembuluh darah yang menguasai vena sama dengan pada arteri.
Katup-katup pada vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok
yang gunanya untuk mencegah darah agar tidak kembali lagi.
Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena kava dan
vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih
kecil yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
c) Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh
darah yang sangat halus. Diameternya kira-kira 0,008 mm.
Dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel. Bagian tubuh
yang tidak terdapat kapiler yaitu; rambut, kuku, dan tulang
rawan. Pembuluh darah rambut/kapiler pada umumnya
meliputi sel-sel jaringan. Oleh karen itu dindingnya sangat tipis
maka plasma dan zat makanan mudah merembes ke cairan
jaringan antar sel.
25
9

Gambar 2.3 Anatomi Pembuluh Darah (Pearce 2006)

3) Darah

Gambar 2.4 Anatomi Darah (Syaifudin 2011)

Darah adalah jaringan cair dan terdiri dari dua bagian:


bagian cair disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah.
Warna merah pada darah keadaannya tidak tetap bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah yang
banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah tua. Adanya
oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini
sangat berguna pada peristiwa pembakaran/metabolisme didalam
tubuh. Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah
sebanyak kira-kira 1/3 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5
26
10

liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama,


bergantung pada umur, pekerjaa, keadaan jantung atau pembuluh
darah.
Fungsi darah antara lain sebagai alat pengangkut, sebagai
pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam
tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi/zat-zat antiracun
serta mengatur panas keseluruh tubuh. Adapun proses
pembentukan sel dara terdapat tiga tempat yaitu: sumsung tulang,
hepar, dan limpa.
d. Patofisiologi Hipertermia Berdarah Dengue
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika,
dan biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran
mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan
untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga
kini sebagian besar masih menganut the secondary heterologous
infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi
apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali
mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam
jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun (Soedarmo, 2012).
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus
dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan
terjadi kebocoran plasma (Suhendro, 2009).
27
11

Gambar 2.5 Pathway DBD

Virus Dengue (Arbovirus)

Melalui gigitan nyamuk

Re infection oleh virus dengue dengan serotip berbeda

Bereaksi dengan antibodi

Menimbulkan respon Terbentuk kompleks antibodi


peradangan dalam sirkulasi darah

Pengaktifan sistem complemen dan


Hipertermia dilepaskannya anvilaktoksin
C3a dan C5a

Melepaskan histamin yang


bersifat vasoaktif

permeabilitas dinding pembuluh darah

Sumber : Soegjarto, 2016

d. Klasifikasi
WHO (2009) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):
1) Derajat 1
Hipertermia tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari)
disertai tanda dan gejala klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah,
hepatomegali), tanpa perdarahan spontan, trombositopenia dan
hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
2) Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau
tempat lain seperti mimisan, muntah darah dan BAB darah.
28
12

3) Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah,
sianosis disekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini
renjatan).
4) Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
e. Tanda dan Gejala Hipertermia Berdarah Dengue
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat
asimtomatik atau dapat berupa Hipertermia yang tidak khas,
Hipertermia dengue, DBD atau sindrom syok dengue (SSD). Pada
umumnya pasien mengalami fase Hipertermia selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
Hipertermia, akan tetapi mempunyai faktor risiko untuk terjadi
renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat (Suhendro, 2009).
1) Hipertermia Dengue (DD)
Gambaran klinis dari DD sering tergantung pada usia pasien.
Bayi dan anak kecil dapat mengalami penyakit Hipertermia, sering
dengan ruam makropapuler. Anak yang lebih besar dan orang
dewasa dapat mengalami baik sindrom Hipertermia atau penyakit
klasik yang melemahkan dengan mendadak Hipertermia tinggi,
kadang-kadang dengan 2 puncak (punggung sadel), sakit kepala
berat, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan tulang atau sendi,
mual dan muntah, dan ruam. Perdarahan kulit (petekie) tidak umum
terjadi. Biasanya ditemukan leukopenia dan mungkin tampak
trombositopenia. Pemulihan mungkin berpengaruh dengan
keletihan dan depresi lama, khususnya pada orang dewasa
(Soedarmo, 2012).
2) Hipertermia Berdarah Dengue (DBD)
Kasus khas DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis
mayor: Hipertermia tinggi, fenomena hemoragis, dan sering
29
13

hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang


sampai nyata dengan hemokonsentrasi secara bersamaan, adalah
temuan laboratorium klinis khusus dari DBD. Perubahan
patofisiologis utama yang menentukan keparahan penyakit pada
DBD dan yang membedakannya dengan DD adalah rembesan
plasma seperti dimanifestasikan oleh peningkatan hematokrit
(hematokonsentrasi, efusi serosa atau hipoprotemia).
Anak-anak dengan DBD umumnya menunjukkan
peningkatan suhu tiba-tiba yang disertai kemerahan wajah dan
gejala konstituional non spesifik yang menyerupai DD, seperti
anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot, atau tulang dan
sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok dan nyeri faring
sering ditemukan pada pemeriksaan, tetapi rhinitis dan batuk jarang
ditemukan. Nyeri konjungtiva mungkin terjadi. Ketidak nyamanan
epigastrik, nyeri tekan pada margin kosta kanan, dan nyeri
abdominal generalisata umum terjadi. Suhu biasanya tinggi
0
(>39 C) dan menetap selama 2-7 hari. Kadang suhu mungkin
0
setinggi 40-41 C; konfulsi virus debris dapat terjadi terutama pada

bayi (Soedarmo, 2012).


Untuk penegakkan diagnosa DBD diperlukan sekurang-
kurangnya kriteria klinis 1 dan 2 dan dua kriteria laboratorium.
Kriteria klinis menurut WHO (2009) adalah :
a) Hipertermia tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7
hari.
b) Manifestasi perdarahan minimal uji tourniquet positif dan
salah satu bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
c) Pembesaran hati.
d) Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan
nadi menurun (< 20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan
sistolik < 80 mmHg) disertai kulit teraba dingin dan lembab
30
14

trutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien gelisah, dan
timbul sianosis di sekitar mulut.
Untuk kriteria laboratoriumnya adalah trombositopenia
3
(100.000/mm atau kurang) dan adanya kebocoran plasma karena

peningkatan permeabilitas kapiler, yang ditandai adanya


hemokonsentrasi atau peningkatan hematrokit >20% atau adanya
efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia (Kemenkes RI, 2013).
Gejala klinis DBD sendiri terdiri dari beberapa fase, fase
Hipertermia, fase kritis dan fase penyembuhan. Fase Hipertermia
terjadi pada hari pertama dan kedua yang merupakan awal
terjadinya Hipertermia mendadak dengan suhu yang dapat
0
mencapai 40 C. Pada fase ini juga dapat disertai keluhan lain

seperti kemerahan, sakit kepala, nyeri otot, dehidrasi, bahkan


kejang pada anak.
Fase kritis terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Pada fase
ini Hipertermia cenderung tidak ada, suhu tubuh kembali normal,
namun kejadian syok dapat terjadi di fase ini. Suhu pada penderita
0 0
sekitar 37,5 – 38 C. Namun pada fase ini terjadi kebocoran

plasma, kenaikan hematokrit dan penurunan kadar trombosit.


Kegagalan organ juga dapat terjadi pada fase ini karena kebocoran
plasma yang terjadi. Jika penanganan pada fase ini tidak adequat
maka dapat terjadi syok (DSS).
Fase penyembuhan adalah fase dimana suhu tubuh kembali
normal dan terjadi reabsorbsi cairan setelah kebocoran plasma di
fase kritis. Pada fase penyembuhan ini dapat terjadi hipervolemia
(hanya terjadi jika pemberian cairan berlebihan). Pada fase ini
nafsu makan akan mulai membaik dan keadaan hemodinamik
penderita mulai stabil (WHO, 2009).
3) Dengue Shock Syndrome (DSS)
DSS merupakan keadaan syok pada DBD. Hal ini terjadi pada
fase kritis keadaan penderita memburuk. Manifestasi syok antara
31
15

lain kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki,
tangan dan hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Penderita merasa
gelisah, nadi menjadi cepat dan lembut sampai tidak teraba.
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan
sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang, oliguria sampai
anuria karena menurunnya perfusi darah.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis DBD juga dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium (Soedarmo, 2012), yaitu:
1) Trombositopeni
Jumlah trombosit dalam tubuh mengalami penurunan yang
drastis hingga mencapai 100.000 sel/mm3 atau dapat lebih rendah
lagi.
2) Haemoconcentration
Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas
vaskular, dimanifestasikan dengan hal berikut:
a) Peningkatan hematokrit sama atau lebih besar dari 20% di atas
rata-rata usia, jenis kelamin, dan populasi.
b) Penurunan hematokrit setelah tindakan penggantian volume
sama dengan atau lebih besar dari 20% data dasar, serta
c) Tanda-tanda rembesan plasma seperti efusi pleural, asites, dan
hipoproteinemia.
g. Penularan
Virus dengue (arbovirus) ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti betina. Dapat pula melalui gigitan nyamuk
Aedes albopictus, namun di daerah perkotaan nyamuk tersebut bukan
sebagai vektor utama. Sekali terinfeksi dengan arbovirus, maka
seumur hidup nyamuk akan tetap terinfeksi dan dapat terus
menularkan virus tersebut kepada manusia. Nyamuk betina yang
terinfeksi juga dapat menurunkan virus ke generasi berikutnya dengan
cara transmisi transovarial. Akan tetapi hal tersebut jarang terjadi dan
tidak berpengaruh signifikan pada penularan ke manusia. Host dari
32
16

virus yang paling utama adalah manusia, walaupun ada beberapa


penelitan yang menyebutkan bahwa virus juga ditemukan pada
monyet. Virus dengue bersirkulasi dalam tubuh manusia selama 2-7
hari atau selama Hipertermia terjadi. Dalam waktu 4-7 hari, virus
dengue di tubuh penderita dalam keadaan viremia dan pada masa
itulah penularan terjadi. Apabila penderita digigit oleh nyamuk
penular, maka virus dengue juga akan terhisap dalam tubuh nyamuk.
Virus tersebut kemudian berada dalam lambung nyamuk dan akan
memperbanyak diri selanjutnya akan berpindah ke kelenjar ludah
nyamuk. Proses tersebut memakan waktu 8-10 hari sebelum virus
dengue dapat ditularkan kembali ke manusia melalui gigitan nyamuk
yang terinfeksi. Lama waktu yang dibutuhkan selama masa inkubasi
ekstrinsik ini tergantung pada kondisi lingkungan, terutama faktor
suhu udara (Soegijanto, 2016).
h. Vektor Penular DBD
Pengertian vektor DBD adalah nyamuk yang dapat
menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular DBD.
Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan Aedes
niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Aedes aegypti
semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang
terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk
virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang
efisien dibanding Aedes aegypti (Ditjen PP dan PL, 2011).
Bila penderita DBD digigit nyamuk penular maka virus akan
ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya akan
memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk,
termasuk kelenjar ludahnya. Nyamuk Aedes aegypti yang telah
menghisap virus dengue akan menjadi penular atau infektif selama
hidupnya. Nyamuk dengan umur panjang berpeluang menjadi vektor
lebih besar, karena lebih sering kontak dengan manusia. Penyakit DBD
17
33

semakin menyebar luas sejalan dengan meningkatnya arus transportasi


dan kepadatan penduduk, semua desa/kelurahan mempunyai resiko
untuk terjangkit penyakit DBD.
a) Morfologi
Nyamuk Aedes aepgyti dewasa berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan nyamuk Culex quinquefasiatus, memiliki
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badannya terutama pada kaki dan dikenal dari bentuk
morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai
gambaran lira (lyre form) yang putih pada punggungnya. Probosis
bersisik hitam, pali pendek dengan ujung hitam bersisik putih
perak. Oksiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang.
Tibia berwarna hitam seluruhnya. Tarsi belakang berlingkaran
putih pada segmen basal ke-1 samapi ke-4 dan ke-5 berwarna
putih. Sayap bersisik hitam dan mempunyai ukuran selebar 2,5-3
mm (Sembel, 2009).
b) Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosa sempurna,
yaitu telur - larva / jentik-pupa / kepompong - nyamuk dewasa.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam
keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Stadium
telur, larva, dan pupa hidup di air. Seekor nyamuk betina dapat
meletakkan rata-rata 100 butir telur tiap kali bertelur (Soegijanto,
2016).
Pada umunya telur akan menetas menjadi larva/jentik
dalam waktu kira-kira 2 hari setelah telur terendam air. Stadum
larva/jentik biasanya berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan
dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang diperlukan
dalam stadium larva pada suhu 27⁰ C adalah 6,4 hari dan pada
suhu 23–26⁰ C adalah 7 hari. Stadium berikutnya adala pupa
yang berlangsung 2 hari pada suhu 25–27⁰ C. Kemudian
34
18

selanjutnya menjadi dewasa dan melanjutkan siklus berikutnya.


Dalam suasana yang optimal, perkembangan dari telur menjadi
dewasa memerlukan waktu sedikitnya 9 hari. Umur nyamuk
betina diperkirakan mencapai 2-3 bulan. Penjelasan lebih lengkap
akan disampaikan di bawah ini.
1) Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dan
berukuran sangat kecil, yaitu sekitar 0,7-0,8 mm. Telur
biasanya menempel pada dinding tempat perindukan. Setiap
kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur
sebanyak 100 butir. Telur nyamuk dapat bertahan selama
beberapa waktu pada suhu -7–45 ⁰C. Telur nyamuk yang
berada di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan
sampai 6 bulan. Telur ini akan menetas menjadi jentik dalam
waktu ± 2 hari setelah terendam air. Telur dapat menetas
lebih cepat apabila tempat dimana telur berada tergenang
oleh air atau kelembabannya tinggi (Depkes RI, 2005).
2) Larva/Jentik
Jentik nyamuk Aedes aegypti selalu bergerak aktif di
dalam air dan mempunyai ukuran 0,5-1 cm. Gerakannya naik
turn dari bawah ke atas permukaan air secara berulang-ulang.
Gerakan ini dilakukan untuk bernafas. Jika terkena cahaya,
jentik akan bergerak menjauhi sumber cahaya. Pada waktu
istirahat, posisi jentik berada tegak lurus dengan permukaan
air. Sesuai dengan pertumbuhan jentik nyamuk Aedes
aegypti, ada 4 tingkatan (instar) jentik yang dibedakan
berdasarkan ukuran tubuhnya, keempat instar tersebut
(Depkes RI, 2005), yakni:
 Instar I yang berukuran paling kecil, yaitu sekitar 1-2 mm.
 Instar II yang berukuran 2,5-3,8 mm.
 Instar III yang ukurannya lebih besar sedikit dari Instar II.
 Instar IV yng berukuran paling besar yaitu sekitar 5 mm
35
19

Jentik biasanya hidup di air bersih yang tergenang,


tidak terkena sinar matahari, dan tidak berhubungan langsung
dengan tanah. Jentik sering ditemukan pada bak kamar
mandi, lokasi pengumpulan barang bekas, tempat air untuk
menyiram tanaman pada penjual tanaman hias, guci, kendi,
dan tempat bunga di pemakaman umum. Jentik akan berubah
menjadi pupa/kepompong setelah 6-8 hari.
3) Pupa/Kepompong
Kempompong nyamuk Aedes aegypti berbentuk seperti
koma. Gerakannya lambat dan sering berada di atas
permukaan air. Setelah 1-2 hari kepompong akan menjadi
nyamuk baru. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti mulai dari
telur hingga nyamuk memerlukan waktu sekitar 7-10 hari.
Kepompong nyamuk akan tumbuh dengan baik pada
suhu 28–32⁰ C. Pertumbuhan kepompong nyamuk jantan
memerlukan waktu selama 2 hari, sedangkan kepompong
nyamuk betina selama 2,5 hari. Kepompong nyamuk akan
bertahan dengan baik pada suhu dingin, yaitu sekitar 4,5 oC
daripada suhu yang panas. Dalam keadaan bahaya,
kepompong nyamuk dapat menyelam sampai kedalaman 90-
100 cm (Yatim, 2007).
4) Nyamuk dewasa
Untuk keperluan hidupnya, nyamuk Aedes aegpti
betina menghisap darah. Darah manusia lebih disukai oleh
nyamuk betina daripada darah binatang (antropofilik).
Nyamuk Aedes aegypti betina ini menghisap darah manusia
setiap 2 hari. Protein yang terkandung dalam darah manusia
yang dihisap digunakan untuk mematangkan telur yang
dikandungnya agar dapat menetas jika dibuahi sperma oleh
nyamuk Aedes aegypti jantan. Berbeda dengan nyamuk
Aedes aegypti betina, nyamuk jantan biasanya menghisap
36
20

sari bunga atau tumbuhan yang mengandung gula untuk


keperluan hidupnya (Bustan, 2010).
Setelah menghisap darah, nyamuk akan mencari tampat
hinggap yang digunakan untuk istirahat. Tempat yang disukai
nyamuk untuk beristirahat berupa benda-benda yang
tergantung, seperti pakaian, kelambu, gorden, atau tumbuh-
tumbuhan di dekat tempat perkembangbiakannya yang gelap
dan lembab. Setelah beristirahat nyamuk akan bertelur dan
menghisap darah kembali.
c) Habitat dan Tempat Berkembang biak
Tempat perkembangbiakan yang disenangi oleh nyamuk
Aedes aegypti adalah air jernih yang tidak berhubungan langsung
dengan tanah dan berwarna gelap. Tempat berkembangbiak berada
di dalam atau sekitar rumah maupun tempat-tempat umum dan
biasanya tidak melebihi jarak 500 m dari rumah. Tempat
perindukan nyamuk Aedes aegypti dibedakan menjadi (Soegijanto,
2016):
(a) Tempat perindukan buatan, seperti baik air untuk wudhu, bak
penampung air, menara air, bak mandi / WC, drum/gentong/
tempayan, buangan air kulkas atau dispenser, penampungan air
bersih untuk minum/masak, vas bunga, perangkap semut,
kaleng bekas, botol bekas, kendi di tempat pemakaman, tempat
minum binatang, kotak meteran PAM, ban bekas, dan lain-
lain.
(b) Tempat perindukan alami, seperti genangan air pada
pelepah/ranting/dahan pohon, genangan air pada bambu/besi,
batok kelapa, dan lain-lain.
d) Penyebaran
Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan
sub-tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-
rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat
bertahan hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah ±
37
21

1.000 m di atas permukaan laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak


dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu
udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi
kehidupan nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes RI, 2013).
i. Pemberantasan Hipertermia Berdarah
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti
merupakan cara utama yang dilakukan untuk pemberantasan DBD,
karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya
belum tersedia (Depkes RI, 2005). Pemberantasan nyamuk atau
pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan
oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor,
menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara
vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit
(Ditjen PP dan PL, 2011).
Berbagai metode pengendalian vektor DBD, yaitu:
1) Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan
insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih
populer di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain.
Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa.
Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme
bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang
penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor.
Aplikasi insektisida yang berulang disatuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran (Sungkar,
2015).
2) Biologi
Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi
seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami
stadium pra dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan
38
22

adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll),


sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat
juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode yang
lazim untuk pengendalian vektor DBD.
3) Manajemen Lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana
penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap
tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor
DBD. Nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman
mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang berada di
daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya
pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat
perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti
3M plus (menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas,
dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator, menabur
larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga
kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang
gelap dan lembab di lingkungan rumah dll) (WHO, 2012).
4) Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif
adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan
jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya
Pemberantasan Sarang Nyamuk Hipertermia Berdarah Dengue
(PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus
dilakukan secara luas/ serempak dan terus menerus/
berkesinambungan.
Tujuan PSN-DBD adalah mengendalikan populasi nyamuk
Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi. Sasarannya adalah semua tempat perkembiakan
nyamuk, seperti tempat penampungan air untuk kebutuhan sehari-
hari atau tempat penampungan air alamiah. Keberhasilan kegiatan
39
23

PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik
(ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Depkes RI, 2005).
PSN DBD dilakukan dengan cara “3M-Plus‟, 3M yang
dimaksud yaitu:
a) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air,
seperti bak mandi/WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali
(M1)
b) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti
gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2)
c) Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan (M3).
Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:
a) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-
tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
b) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
c) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan
lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain)
d) Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air
e) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak
penampungan air
f) Memasang kawat kasa
g) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
h) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai
i) Menggunakan kelambu
j) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
k) Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.
Pemberantasan sarang nyamuk juga bisa dilakukan dengan
larvasidasi. Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik)
nyamuk dengan pemberian larvasida yang bertujuan untuk
40
24

membunuh larva. Jenis larvasida ada bermacam- macam,


diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren dan
bacillus thuringensis. Temephos atau abate terbuat dari pasir yang
dilapisi dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk.
Dosis penggunaan temephos adalah 10 gram untuk 100 liter air.
Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok makan peres
yang diratakan diatasnya. Pemberian temephos ini sebaiknya
diulang penggunaannya setiap 2 bulan (Kemenkes RI, 2013).
Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan
menggunakan insektisida atau racun serangga. Melakukan
pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang
mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati
dengan pengasapan. Cara paling tepat memberantas nyamuk
adalah memberantas jentiknya dengan kegiatan PSN 3M Plus.
5) Pengendalian Vektor Terpadu (IVM)
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang
diusulkan oleh WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan
pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam
pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada
peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal
DBD, Kegiatan PSN anak sekolah dll.
Pencegahan dan pengendalian vektor bertujuan untuk
mengurangi transmisi dari penularan Hipertermia berdarah
dengue, sehingga akan menurunkan kejadian infeksi dan
mencegah terjadinya kejadian luar biasa (WHO, 2012).
j. Komplikasi
Komplikasi DHF menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah
perdarahan, kegagalan sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan
vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000
/mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan
41
25

meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan


pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat
pada uji tourniquet positif, petechiae, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan Sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari
ke 2–7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga
pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena
(venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah
jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan
penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis
mengakibatkan perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam
12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang
berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada
lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan
limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau kompleks virus antibodi.
4. Efusi Pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
k. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis menurut Bustan (2010) :
42
26

1) DBD tanpa renjatan


Hipertermia tinggi, anoreksia, dan sering muntah
menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan
dalam pemberian minum pada anak sedikit yaitu 1, 5-2 liter dalam
24 jam,
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjantan (syok) harus segera
dipasang infus sebagai pengganti cairan infuse yang hilang akibat
kebocoran plasma. Cairan yang biasanya diberikan ringer
laktat.pada pasien dengan renjantan berat pemberian infus harus
diguyur, apabila renjantan sudah teratasi, kecepatan dikurangi
menjadi 10 ml.
l. Pengobatan Penderita
Pengobatan (treatment) untuk penderita DBD umumnya
dengan cara (Kemenkes RI, 2013) :
1) Mengganti cairan dengan minum yang banyak.
Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena)
mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang berlebihan.
2) Memberikan obat-obatan:
a) Bila suhu lebih dari 40oC berikan obat antipiretik, sebaiknya
memberikan parasetamol daripada aspirin.
b) Bila terjadi syok diberikan antibiotik.
c) Memberikan tambahan oksigen bila terjadi syok.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Effendy, 2013).
43
27

a. Pengkajian Data Dasar Klien (Doengus, 2008)


Identitas :
1) Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa,
tanggal MRS, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no.
rekam medik)
2) Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, umur)
b. Pemeriksaan Fisik :
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama
Pasien dengan DBD biasanya datang dengan keluhan panas
tinggi dengan keluhan yang menyertai Hipertermia, anoreksia,
mual-muntah, perdarahan terutama perdarahan dibawah kulit.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
- Kaji penyakit yang pernah diderita. Pada DBD biasanya pasien
bisa mengalami serangan ulang DBD dengan tipe virus yang
lain
- Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal,
posnatal, riwayat tumbang, dan riwayat imunisasi.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya.
4) Riwayat Sosial
Kaji hubungan pasien dengan keluarganya
5) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Pasien DBD biasanya berada dilingkungan yang kurang bersih dan
padat penduduknya.
6) Kebutuhan Dasar
- Pola nafas : Frekuensi pernafasan meningkat
- Nutrisi : Pasien dengan DBD mengalami anoreksia, mual dan
muntah
44
28

- Eliminasi : - Bak : Pada grade IV sering terjadi hematuria


- Bab : Pada grade III-IV sering terjadi melena
- Istirahat dan tidur : Pada tidur pasien mengalami perubahan
karena Hipertermiaa dan pengaruh lingkungan rumah sakit
yang ribut
- Aktivitas : Pergerakan yang berhubungan dengan sikap aktifitas
pasien terganggu
- Kebersihan dan kesehatan tubuh : Pemenuhan kebersihan dan
kesehatan tubuh pasien dibantu.
7) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Lemah
- Kesadaran : - Grade I : Compos mentis

- Grade II : Compos mentis


- Grade III : Apatis
- Grade IV : Koma.
- TTV : TD : Menurun

RR : Meningkat
N : Menurun
SB : Meningkat
- Wajah : Ekspresi wajah meringis
- Kulit : Adanya petekia, turgor kulit menurun
- Kepala : Terasa nyeri
- Mata : Anemis
- Hidung : Kadang mengalami perdarahan
- Mulut : Mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan
nyeri tekan
- Dada : Bentuk simetis dan kadang-kadang sesak, ronchi.
- Abdomen : Nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
- Ekstremitas : Akral dingin, sering terjadi nyeri otot, sendi, dan
tulang.
29
45

8) Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin, Hematokrit, Hitung trombosit, Uji serologi, Dengue
blot, HIA
2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah, dan Hipertermia
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik (DHF), viremia,
nyeri otot dan sendi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perdarahan.
6. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
7. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
46
30

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Hipertermia NOC : NIC :
berhubungan dengan Thermoregulasi Fever Treatment
proses infeksi virus Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering mungkin
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Monitor IWL
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Monitor warna dan suhu kulit
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing 4. Monitor tekanan darah, Nadi dan RR

Thermoregulation 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran


Indikator A T 6. Monitor WBC, Hb dan Hct
0
1. Suhu normal (36,5 C -
37,50C) 7. Monitor intake dan output
2. Kulit tidak kemerahan 8. Berikan antipireutik
3. Kulit tidak hangat jika di
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab Hipertermia
sentuh
4. Tidak ada peningka-tan 10. Selimuti pasien
frekuensi perna-pasan
5. Tidak ada takikardi 11. Lakukan Tapid sponge
6. Tidak terjadi kejang 12. Kolaborasi pemberian cairan intravena
Hipertermia
13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim 14. Tingkatkan sirkulasi udara
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang 15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan 16. Temperatur regulation
47
31

17. Monitor suhu tiap 2 jam

18. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

19. Monitor TD,nadi dan RR

20. Monitor warna dan suhu kulit

21. Monitor tanda hipotermi dan Hipertermia

22. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

23. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

24. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

25. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek


negatif dari kedinginan

26. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan


emergency yang diperlukan

27. Berikan Antipiretik jika perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri

4. Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan

5. Monitor tekanan darah, nadi, respirasi sebelum, selama, dan setelah


aktivitas.

6. Monitor kualitas dari nadi

7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan


48
32

8. Monitor suara paru

9. Monitor pola pernafasan abnormal

10. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit

11. Monitor sianosis perifer

12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign


33

4. Implementasi
Implementasi merupakan pengarahan atau melaksanakan rencana
asuhan sercara efisien dan aman yang dilakukan perawat untuk membantu
melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah ditemukan, pada tahap ini
perawat siap membantu pasien atau orang terdekat menerima stress situasi
atau prognosis, mencegah komplikasi, membantu program rehabilitas
individu, memberikan informasi tentang penyakit, prosedur, prognosis dan
kebutuhan pengobatan pasien dari masalah yang dihadapi. Status yang
lebih baik menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana tahap proses keperawatan
menyangkut pengumpulan data obyektif dan subjektif yang dapat
menunjukkan masalah apa yang terselesaikan, apa yang perlu dikaji dan
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah
tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru.
Evaluasi pada pasien DBD tersebut adalah suhu tubuh pasien
normal (36 - 37⁰ C) pasien bebas dari demam.

C. Peningkatan Suhu Tubuh (Hipertermia)


1. Definisi Hipertermia
Menurut Wilkinson (2009) Hipertermia merupakan keadaan suhu
tubuh seseorang yang meningkat diatas rentang normalnya. Hipertermia
terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya
telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi (Noer, 2014).
Menurut Potter & Perry (2010) Hipertermia adalah peningkatan
suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.Suhu rektal >
38oC (100,4 F). Suhu inti (rektal) lebih dapat diandalkan daripada metode
lain pada anak < 1 tahun (Lalani, 2016).
34

Menurut Dorland (2006) hipertermia/febris/demam adalah


peningkatan suhu tubuh diatas normal. Hal ini dapat diakibatkan oleh
stress fisiologik seperti ovulasi, sekresi hormon thyroid berlebihan, olah
raga berat, sampai lesi sistem syaraf pusat atau infeksi oleh
mikroorganisme atau ada penjamu proses noninfeksi seperti radang atau
pelepasan bahan-bahan tertentu seperti leukemia.Demam diasosiasikan
sebagai bahan dari respon fase akut, gejala dari suatu penyakit dan
perjalanan patologis dari suatu penyakit yang mengakibatkan kenaikan
set-point pusat pengaturan suhu tubuh (Sugarman, 2015).
2. Penyebab Hipertermia
Menurut Nelson (2010) hipertermia disebabkan oleh mekanisme
pengatur panas hipotalamus yang disebabkan oleh meningkatnya
produksi panas endogen (olah raga berat, hipertermia maligna, sindrom
neuroleptik maligna, hipertiroidisme), pengurangan kehilangan panas
(memakai selimut berlapis-lapis, keracunan atropine), atau terpajan lama
pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas). Ada juga yang
menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak terjadi karena
reaksi transfusi, tumor, imunisasi, dehidrasi, dan juga karena adanya
pengaruh obat.
Menurut Sari Pediatri (2016) tiga penyebab terbanyak demam
pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-vaskular,
dan keganasan. Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab
demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus.
Sebagian besar penyebab demam pada anak terjadi akibat perubahan titik
pengaturan hipotalamus yang disebabkan adanya pirogen seperti bakteri
atau virus yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Terkadang demam juga
disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap obat (Potter &
Perry, 2010).
3. Batasan Karakteristik
Menurut NANDA (2012) batasan karakteristik pada Hipertermia
meliputi :
a. Konvulsi
35

Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi


kontraksi dan peregangan dengan sangat cepat sehingga
menyebabkan gerakan yang tidak terkendali seperti kejang.
b. Kulit kemerah-merahan
Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan
disebabkan karena adanya vasodilatasi pembuluh darah.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Hal ini berhubungan dengan adanya produksi panas yang
berlebih, kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal,
kehilangan panas minimal, atau kombinasi antara keduanya.
d. Kejang
Kejang terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang
tinggi sehingga otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan
peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan
yang tidak terkendali seperti kejang.
e. Takikardia
Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau
ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri (Wong,
2013).
f. Takipnea
Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau
ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
g. Kulit terasa hangat
Fase dingin pada hipertermia akan hilang jika titik pengaturan
hipotalamus baru telah tercapai. Dan selama fase plateau, dingin
akan hilang dan anak akan merasa hangat. Hal ini juga terjadi karena
adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga kulit menjadi hangat.
4. Faktor Yang Berhubungan Hipertermia
Menurut NANDA (2012) faktor yang berhubungan atau penyebab
dari Hipertermia meliputi :
a. Anestesia
36

Setiap tanda-tanda vital di evaluasi dalam kaitannya dengan


efek samping anestesi dan tanda-tanda ancaman syok, pernapasan
yang memburuk, atau nyeri karena anestesi ini dapat menyebabkan
peningkatan suhu, kekakuan otot, hipermetabolisme, destruksi sel
otot (Wong, 2008).
b. Penurunan perspirasi
Penguapan yang tidak dapat keluar akan mengganggu sirkulasi
dalam tubuh sehingga menyebabkan hipertermi yang diakibatkan
oleh kenaikan set point hipotalamus.
c. Dehidrasi
Tubuh kehilangan panas secara kontinu melalui evaporasi.
Sekitar 600 – 900 cc air tiap harinya menguap dari kulit dan paru-
paru sehingga terjadi kehilangan air dan panas. Kehilangan panas air
ini yang menyebabkan dehidrasi pada hipertermia.
d. Pemajanan lingkungan yang panas
Panas pada 85 % area luas permukaan tubuh diradiasikan ke
lingkungan. Vasokontriksi perifer meminimalisasi kehilangan panas.
Jika lingkungan lebih panas dibandingkan kulit, tubuh akan
menyerap panas melalui radiasi.
e. Penyakit
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang
belakang (yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah
kontrol suhu menjadi berat.
f. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan.
Pakaian yang tidak tebal akan memaksimalkan kehilangan panas.
g. Peningkatan laju metabolisme
Panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan
metabolisme, yaitu reaksi kimia dalam seluruh sel tubuh. Aktivitas
yang membutuhkan reaksi kimia tambahan akan meningkatkan laju
metabolik, yang juga akan menambah produksi panas. Sehingga
peningkatan laju metabolisme sangat berpengaruh terhadap
hipertermia.
37

h. Medikasi
Demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas
terhadap obat.
i. Trauma
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang
belakang (yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah
kontrol suhu menjadi berat.
j. Aktivitas berlebihan
Gerakan volunter seperti aktivitas otot pada olahraga
membutuhkan energi tambahan. Laju metabolik meningkat saat
aktivitas berlebih dan hal ini menyebabkan peningkatan produksi
panas hingga 50 kali lipat.
5. Proses Pengaturan Suhu Tubuh
Menurut Ganong (2008) mekanisme pengaturan suhu tubuh
dibagi menjadi dua yaitu mekanisme yang diaktifkan oleh dingin dan
mekanisme yang diaktifkan oleh panas. Mekanisme yang diaktifkan oleh
dingin itu sendiri terdiri dari peningkatan produksi panas (menggigil,
lapar, peningkatan aktivitas voluntar, peningkatan sekresi norepinefrin dan
epinefrin) dan penurunan pengeluaran panas (vasokontriksi kulit,
menggulung tubuh, dan horipilasi). Sedangkan mekanisme yang diaktifkan
oleh panas terdiri dari peningkatan pengeluaran panas (vasodilatasi kulit,
berkeringat, peningkatan pernapasan) dan penurunan pembentukan panas
(anoreksia, apati dan inersia).
Respons refleks yang diaktifkan oleh dingin dikontrol dari
hipotalamus posterior. Respons yang dihasilkan oleh panas terutama
dikontrol dari hipotalamus anterior, walaupun sebagian termoregulasi
terhadap panas masih tetap terjadi setelah deserebrasi setingkat rostral
mesensefalon. Rangsangan hipotalamus anterior menyebabkan terjadinya
vasodilatasi kulit dan pengeluaran keringat sehingga lesi di regio ini
menyebabkan panas.
Pembentukan panas dapat berubah-ubah akibat pengaruh
mekanisme endokrin walaupun tidak terjadi asupan makanan atau gerakan
38

otot yang menjadi sumber utama panas. Epinefrin dan norepinefrin


menyebabkan peningkatan pembentukan panas yang cepat namun singkat.
Hormon tiroid menimbulkan peningkatan yang lambat namun
berkepanjangan.
Menurut Asmadi (2008) sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas
tiga bagian yaitu reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian tubuh
lainnya, integrator didalam hipotalamus, dan efektor sistem yang mengatur
produksi panas dengan kehilangan panas. Reseptor sensori yang paling
banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai lebih banyak reseptor untuk
dingin dan hangat dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain
seperti lidah, saluran pernafasan, maupun organ visera lainnya. Bila kulit
menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada tiga proses yang dilakukan
untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses tersebut yaitu menggigil
untuk meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk menghalangi
kehilangan panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan panas.
Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada
di preoptik area hipotalamus.Bila sensitif reseptor panas di hipotalamus
dirangsang, efektor sistem mengirim sinyal yang memprakarsai
pengeluaran keringat dan vasodilatasi perifer. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menurunkan suhu, seperti menurunkan produksi panas dan
meningkatkan kehilangan panas. Sinyal dari sensitif reseptor dingin di
hipotalamus memprakarsai efektor untuk vasokontriksi, menggigil, serta
melepaskan epineprin yang meningkatkan metabolisme sel dan produksi
panas. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produksi panas dan
menurunkan kehilangan panas.
Efektor sistem yang lain adalah sistem saraf somatis. Bila sistem
ini dirangsang, maka seseorang secara sadar membuat penilaian yang
cocok, misalnya menambah baju sebagai respons terhadap dingin, atau
mendekati kipas angin bila kepanasan (Asmadi, 2008).
6. Proses Terjadinya Demam
Suhu tubuh dikontrol oleh pusat termoregulasi di hipotalamus,
yang mempertahankan suhu tubuh pada angka sekitar set point (370C).
39

Suhu tubuh diatur dengan mekanisme thermostat di hipotalamus.


Mekanisme ini menerima masukan dari reseptor yang berada di pusat dan
perifer. Jika terjadi perubahan suhu, reseptor-reseptor ini menghantarkan
informasi tersebut ke termostat, yang akan meningkatksaan atau menurunkan
produksi panas untuk mempertahankan suhu set point yang konstan. Akan
tetapi, selama infeksi substansi pirogenik menyebabkan peningkatan set point
normal tubuh, suatu proses yang dimediasi oleh prostaglandin. Akibatnya,
hipotalamus meningkatkan produksi panas sampai suhu inti (internal)
mencapai set point yang baru (Connel, 1997 dalam Wong, 2008).
Sebagai tambahan, terdapat kelompok reseptor pada hipotalamus
preoptik/anterior yang disuplai oleh suatu jaringan kaya vaskuler dan sangat
permeabel. Jaringan vaskuler yang khusus ini disebut organum vasculorum
laminae terminalis (OVLT). Sel-sel endotel OVLT ini melepaskan metabolit
asam arkidonat ketika terpapar pirogen endogen dari sirkulasi. Metabolit asam

arkidonat yang sebagian besar prostaglandin E2 (PGE2), kemudian diduga

berdifusi ke dalam daerah hipotalamus preoptik/anterior dan mencetuskan


demam (Harrison, 2012).
7. Penatalaksanaan
Perawat sangat berperan penting untuk mengatasi Hipertermia.
Tindakan mengatasi atau menurunkan suhu ini mencakup intervensi
farmakologi dan nonfarmakologi. Untuk terapi farmakologi obat
antipiretik yang digunakan untuk mengatasi demam antara lain
asetaminofen, aspirin, dan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).
Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin tidak diberikan pada anak-
anak karena terdapat hubungan antara penggunaan aspirin pada anak-anak
dengan virus influenza atau cacar air dan sindroma Reye. Penggunaan
ibuprofen disetujui untuk menurunkan demam pada anak yang berusia
minimal 6 bulan. Dosis dihitung berdasarkan suhu awal, 5 mg/kg BB
o
untuk suhu kurang dari 39,1 C atau 10 mg/kg BB untuk suhu lebih dari

39⁰C. Durasi penurunan demam umumnya 6 – 8 jam. Dosis dapat


diberikan setiap 4 jam tetapi tidak lebih dari 5 kali dalam 24 jam. Suhu
tubuh secara normal menurun pada malam hari, 3 – 4 dosis dalam 24 jam
40

biasanya cukup untuk mengendalikan demam. Suhu diukur kembali 30


menit setelah antipiretik diberikan untuk mengkaji efeknya (Wong, 2008).
Strategi nonfarmakologis terdiri dari mempertahankan intake
cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi. Intake cairan pada anak
yang mengalami demam ditingkatkan sedikitnya 30 – 50 ml cairan per jam
(misalnya air putih, jus buah, dan cairan tanpa kafein lainnya). Intervensi
lainnya adalah memakai pakaian yang berwarna cerah, melepas jaket atau
tidak menggunakan baju yang tebal, dan mengatur suhu ruangan yang
sesuai (25,6oC). Dalam mengatasi Hipertermia juga bisa dengan
melakukan kompres (Setiawati, 2014). Kompres seluruh badan dengan air
hangat dapat memfasilitasi pengeluaran panas, serta dibutuhkan untuk
meningkatkan keefektifan pemberian antipiretik. Namun selama ini
kompres dingin atau es menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya demam.
Selain itu, kompres alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk
mengompres. Namun kompres menggunakan es sudah tidak dianjurkan
karena pada kenyataan demam tidak turun bahkan naik dan dapat
menyebabkan anak menangis, menggigil, dan kebiruan. Metode kompres
yang lebih baik adalah kompres tepid sponge (Kolcaba, 2016).

D. Konsep Kompres
1. Definisi
Kompres adalah bantalan dari linen atau meteri lainnya yang
dilipat-lipat, dikenakan dengan tekanan, kadang-kadang mengandung obat
dan dapat basah ataupun kering, panas ataupun dingin (Dorland, 2009).
Adapun tujuan dari pemberian kompres yaitu menurunkan suhu tubuh,
mengurangi rasa sakit atau nyeri, mengurangi perdarahan dan membatasi
peradangan. Beberapa indikasi pemberian kompres adalah klien dengan
suhu tinggi, klien dengan perdarahan hebat, dan pada klien kesakitan.
Kompres hangat merupakan pemberian kompres pada area yang memiliki
pembuluh darah besar menggunakan air hangat Suhu air yang digunakan
0 0 0
dalam kompres hangat adalah 34 C sampai 37 C (93-98 F) (Wolf, 2008).
41

Kompres hangat adalah metode penanganan demam secara fisik


yang memungkinkan tubuh kehilangan panas secara fisik yang
memungkinkan tubuh kehilangan panas secara konveksi yaitu pelepasan
panas melalui penguapan dari kulit (Djuwariyah, 2016).
2. Macam – Macam Kompres
Cara sederhana yang efektif untuk menurunkan demam adalah
dengan mengompres. Pemberian kompres yang disepakati saat ini adalah
pemberian kompres dengan air suam-suam kuku (air hangat). Karena
kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin
basah, kompres dingin basah, kompres dingin kering, bantal dan selimut
listrik, lampu penyinaran, busur panas (Djuwariyah, 2016).
3. Manfaat
Cara sederhana yang efektif untuk menurunkan demam adalah
dengan mengompres. Pemberian kompres yang disepakati saat ini adalah
pemberian kompres dengan air suam-suam kuku (air hangat). Karena
kompres hangat adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan demam
dibanding dengan kompres yang lainnya seperti kompres dengan air es
atau alkohol. Karena air es dapat menyebbabkan anak menggigil
sedangkan alkohol dapat menyebabkan keracunan. Menurut Swardana
dkk, 2010 dalam Purwanti, 2015, mengatakan bahwa menggunakan air
dapat memelihara suhu tubuh sesuai dengan fluktuasi suhu tubuh pasien.
Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evapoasi.
4. Mekanisme Kompres Terhadap Tubuh
Kompres hangat dan dingin mempengaruhi tubuh dengan cara
yang berbeda. Kompres dingin mempengaruhi tubuh dengan cara
vasokontriksi pembuluh darah, mengurangi oedem, mematirasakan sensasi
nyeri, memperlambat proses inflamasi, mengurangi rasa gatal. Sedangkan
kompres hangat mempengaruhi tubuh dengan vasodilatasi pembuluh
darah, memberi nutrisi dan oksigen pada sel, meningkatkan suplai darah,
dan mempercepat penyembuhan. (Barbara R Hegner, 2009)
Mekanisme kompres hangat dimana tubuh akan memberikan
sinyal ke hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor
42

yang peka terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem efektor


mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada
medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik
bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi (Wolf, 2008). Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan energi panas melalui kulit
meningkat.
5. Prosedur Pemberian Kompres Hangat
Pemberian kompres pada daerah leher, ketiak dan lipat paha
mempunyai pengaruh yang baik dalam menurunkan suhu tubuh karena
ditempat-tempat itulah terdapat pembuluh darah besar yang akan
membantu mengalirkan darah. Sedangkan kompres pada daerah abdomen
baik karena reseptor yang memberi sinyal ke hipotalamus lebih banyak
(Guyton, 2012).
Langkah-langkah Pemberian Kompres Hangat menurut Sodikin
(2013) adalah :
a. Beri kesempatan anak untuk menggunakan urinal atau pispot
sebelum kompres dilaksanakan
b. Ukur suhu tubuh anak dan catat
c. Buka seluruh pakaian anak
d. Lakukan :
1) Basahi kedua handuk mandi besar dengan air hangat, peras
hingga handuk lembab
2) Letakkan perlak di atas tempat tidur, kemudian letakkan handuk
yang lembab
3) Tidurkan anak pada handuk lembab, kemudian tutup bagian atas
badan anak dengan handuk lembab lainnya, diamkan kurang
lebih 5 menit
4) Ganti secara bergilir bagian handuk bawah dan atas setelah suhu
dingin
5) Lakukan prosedur 4a-d secara teratur 2-4 kali, dengan melihat
kondisi anak
43

6) Hentikan prosedur jika anak kedinginan atau mengigil, atau


segera setelah suhu tubuh anak mendekati normal, dan
7) Pakaikan anak baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.

6. Intake Cairan
Intake cairan yaitu jumlah atau volume kebutuhan tubuh manusia akan
cairan per hari.
Selama aktivitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum
kira-kira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500
ml per hari sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari
makanan, dan oksidasi selama proses metabolisme.

Tabel. Kebutuhan intake cairan berdasarkan umur dan berat badan


No Umur BB (Kg) Kebutuhan Cairan
1 3 hari 3 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3 2 tahun 11,8 1350-1500
4 6 tahun 20 1800-2000
5 10 tahun 28,7 2000-2500
6 14 tahun 45 2200-2700
7 18 tahun 54 2200-2700

Pengaturan utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat


haus dikendalikan berada di otak sedangkan rangsangan haus berasal dari
kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari
penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume
darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus
walaupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang
setelah minum sebelum proses absorbsi oleh gastrointestinal.
44

7. Output Cairan
Output cairan yaitu jumlah atau volume kehilangan cairan pada tubuh
manusia per hari. Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui traktus urinarius
merupakan proses output cairantubuh yang utama. Dalam kondisi normal
output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam
pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine
bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat
maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan
keseimbangan dalam tubuh.
b. IWL (Insesible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit. Melalui kulit dengan mekanisme
diffusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini
adalah berkisar 300-400 ml per hari, tetapi bila proses respirasi atau suhu
tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon
ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui
sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada
kulit.
d. Feses
Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100-200 ml per hari, yang diatur
melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
Hal – hal yang perlu di perhatikan:
Rata-rata cairan per hari
1. Air minum : 1500-2500 ml
2. Air dari makanan :750 ml
3. Air dari hasil oksidasi atau metabolisme :200 ml
Rata- rata haluaran cairan per hari
1) Urin : 1400 -1500 ml
45

2) Iwl
a) Paru : 350 -400 ml
b) Kulit : 350 – 400 ml
3) Keringat : 100 ml
4. Feses : 100 -200 ml
Iwl
5. dewasa : 15 cc/kg BB/hari
6. anak : (30-usia{tahun}cc/kgBB/hari
7. jika ada kena
8. Memonitor/mengukur Intake Dan Output
a. Definisi
Merupakan suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk ke dalam
tubuh (intake) dan mengukur jumlah cairan yang keluar dari tubuh (out put).
b. Tujuan
a) Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien
b) Menentukan tingkat dehidrasi klien
c. Prosedur
a) Menentukan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh klien, terdiri dari air
minum, air dalam makanan, air hasil oksidasi (metabolisme), cairan intra
vena.
b) Menentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien, terdiri dari urine,
keringat, feses, muntah, insensible water loss (IWL).
c) Menentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan rumus : INTAKE –
OUTPUT
d) Mendokumentasikan
Perhitungan Intake & Output
Total TBW = 60% / BB (45%-75% / BB)
Cairan Tubuh dibagi :
1. Cairan Intraselular = 2/3 TBW (40%)
2. Cairan Ekstraseluler =
a) Cairan Intravasculer (plasma) = 5 %
46

b) Cairan Interstitial = 15 %
c) Cairan Transceluler = 1-3 %
Perbandingan CIS dengan CES
1. Dewasa = 2:1
2. Anak-Anak = 3:2
3. Bayi = 1:1
Jumlah Cairan Tubuh :
1. Dewasa = 45%-75% / BB
Pria = 60 %
Wanita = 55 %
2. Anak & Bayi = 75 %
Konsentrasi cairan elektrolit dihitung dengan
Rumus : M.Eq/L = Mg % x 10 x 1
47
48

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan / Desain Penulisan


Desain penelitian adalah susunan atau rancangan yang dilakukan untuk
perbandingan yang memenuhi syarat untuk memperoleh hasil yang dapat
dipercaya (Notoadmojo, 2014).
Jenis penulisan ini adalah deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus
untuk mengeksplorasi masalah implementasi keperawatan pada pasien DBD
Dengan Masalah Hipertermia di Ruang Rawat Inap Anak Medang RSUD
Sekayu Tahun 2018. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
implementasi keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk memperoleh informasi secara
terperinci terhadap kasus yang akan diterapkan implementasi keperawatan.
Penulis melakukan pengkajian impelementasi keperawatan mendalam pada
pasien DBD Dengan Masalah Hipertermia di Ruang Rawat Inap Anak
Medang RSUD Sekayu Tahun 2018.

B. Kerangka Konsep
Bagan 3.1 Kerangka Konsep

DBD dengan Implementasi DBD

Masalah Hipertermia - Edukasi


- Kompres Hangat
- Pemenuhan
kebutuhan cairan
- Kolaborasi pemberian
obat

47
49
48

C. Definisi Istilah
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam 2-7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik (Suhendro, 2015).
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas (Potter & Perry, 2010).
Kompres Hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau
handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian
tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan
suhu tubuh. Tindakan kompres hangat merupakan tindakan yang cukup
efektif dalam menurunkan demam. Oleh karena itu sebaiknya penggunaan
antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap keadaan demam
(Mohamad, 2013).
Pemenuhan cairan adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stresor
fisiologis dan lingkungan (Tarwoto, 2016).

D. Subyek Studi Kasus


Subyek pada studi kasus ini adalah dua orang anak dengan DBD
dengan Hipertermia.

E. Tempat dan Waktu


Studi kasus ini akan dilakukan di Ruang Rawat Inap Anak Medang
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu Tahun 2018. Penelitian dilakukan pada
bulan Juni 2018.

F. Prosedur Studi Kasus


Diawali dengan penyusunan proposal dengan menggunakan metode
studi kasus. Setelah disetujui oleh penguji proposal maka studi kasus diajukan
50
49

dengan kegiatan pengumpulan data. Data penulisan berupa hasil pengukuran,


observasi, wawancara terhadap kasus yang dijadikan subyek penulisan.

G. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan informasi (data) dilakukan dengan memperoleh
informasi secara langsung kepada pasien yang akan dilakukan
implementasi keperawatan di RSUD Sekayu dengan melalui metode
pengumpulan data yang digunakan meliputi :
a. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dan
lain-lain, sumber data dari pasien, keluarga, perawat lainnya).

b. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA :


Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) pada sistem tubuh pasien.

c. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik


dan kuesioner).

2. Instrumen Pengumpulan Data


Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format
pengkajian implementasi keperawatan pada pasien DBD dengan
masalah Hipertermia.
Dalam penulisan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan
hasil dapat dibuktikan, ada beberapa yang harus diperlukan dalam
observasi sebagai berikut :
a. Buku catatan, berfungsi untuk hal – hal yang penting dari
responden.

b. Camera, untuk memotret apabila penulis sedang melakukan


tindakan dengan responden.
51
50

H. Etika Studi Kasus


Pertimbangan efek dalam penulisan ini dilaksanakan dengan
memenuhi prinsip-prinsip the Five Right of Human Subjects in Research
(Macnee, 2004). Lima hak tersebut meliputi hak self determinator, hak
terhadap privacy dan dignity, hak terhadap anonymity dan confidentiality, hak
untuk mendapatkan penanganan yang adil dan hak terhadap pelindungan dan
ketidaknyamanan atau kerugian.
1. Hak terhadap Privacy dan Dignity
Pasien memiliki hak untuk dihargai tentang apa yang mereka
lakukan dan apa yang dilakukan terhadap mereka serta untuk mengontrol
kapan dan bagaimana informasi tentang mereka dibagi dengan orang
lain. Proses pengumpulan data juga beresiko mengungkap pengalaman
pasien yang bersifat sangat rahasia bagi pribadinya. Penulis
menginformasikan bahwa pasien juga berhak untuk tidak menjawab
pertanyaan wawancara yang mungkin menimbulkan rasa malu atau tidak
ingin diketahui oleh orang lain. Jika pasien merasa tidak nyaman untuk
berpartisipasi lebih lanjut, pasien diperkenankan untuk mengundurkan
diri dari proses penelitian kapan pun yang ia inginkan. Semua ini
dilakukan peneliti untuk menghormati prinsip privacy dan dignity.
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan
kerugian mengharuskan agar pasien dilindungi dan eksploitasi dan
penulis harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk
meminimalkan bahaya atau kerugian dari suatu penulisan, serta
memaksimalkan manfaat dari penulisan (Macnee, 2004). Pada penulisan
ini, untuk memenuhi hak-hak tersebut penulis memberikan informed
consent yang memungkinkan penulis untuk mengevaluasi kesediaan
pasien berpartisipasi dalam penulisan pada berbagai tahap dalam proses
penulisan (Streubert & Carpenter, 2010). Maksud dari informed consent
adalah agar pasien dapat membuat keputusan yang dipahami dengan
benar berdasarkan informasi yang tersedia dalam dokumen informed
consent (Macnee, 2004). Pasien diberikan penjelasan singkat tentang
penulisan yang meliputi tujuan penulisan, prosedur penulisan, durasi
52
51

keterlibatan pasien, hak-hak pasien dan diharapkan dapat berpartisipasi


dalam penulisan ini kemudia menandatangani lembar persetujuan.
3. Hak untuk Self Determination
Pasien memiliki otonomi dan hak untuk membuat keputusan secara
sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk berpartisipasi
atau tidak dalam penelitian ini atau untuk mengundurkan diri dari
penelitian.
4. Hak Anonymity dan Confidentiality
Semua informasi yang didapat dari pasien dijaga dengan
sedemikian rupa sehingga informasi individual tertentu tidak bisa
langsung dikaitkan dengan pasien, dan pasien juga harus dijaga
kerahasian atas keterlibatannya dalam penulisan ini. Untuk menjamin
kerahasiaan (confidentiality), maka penulis menyimpan seluruh dokumen
hasil pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti penulis,
biodata, kaset rekaman dan transkrip wawancara dalam tempat khusus
yang hanya bisa diakses oleh penulis dan dalam menyusun laporan
penulisan, penulis menguraikan data tanpa mengungkap identitas pasien
(anonymous).
5. Hak terhadap penanganan yang adil memberikan individu hak yang sama
untuk dipilih atau terlibat dalam penulisan tanpa diskriminasi dan
diberikan penanganan yang sama dengan menghormati seluruh
persetujuan yang disepakati, dan untuk memberikan penanganan
terhadap masalah yang muncul selama partisipasi dalam penulisan.
Semua pasien mempunyai kesepakatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam penulisan ini dan mendapatkan perlakuan yang sama dari penulis.

I. Analisis Data dan Penyajian Data


Penulisan ini adalah penulisan Deskriptif Kualitatif, dengan lebih
banyak bersifat uraian dari hasil observasi, wawancara dan telaah
dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta
diuraikan dalam bentuk deskriptif.
53
52

Bungin (2003), mengemukakan teknik analisis data yang digunakan


dalam penulisan ini adalah :
1. Pengumpulan Data : pengumpulan data pada penulisan ini adalah dengan
teknik observasi, wawancara dan telaah dokumentasi.
2. Reduksi Data (Pemilahan Data) : diartikan sebagai proses pemilihan atau
penyederhanaan data yang didapat dari catatan tertulis di lapangan.
Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat
ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis
memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang
tidak relevan.
3. Display Data : Pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk
teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel
dan bagan.
4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan : Merupakan kegiatan akhir dari
analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu
menemukan makna data yang disajikan.
54
55

BAB IV
HASIL STUDI KASUS

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu
4.1.1.1 Perkembangan Sebelum Tahun 2000
RSUD Sekayu dibangun zaman Belanda yaitu tepat nya
pada tahun 1937 yang berlokasi di Jalan dr. Slamet Imam Santoso
Sekayu. Kegiatan pelayanan kesehatan rumah sakit pada waktu
itu terfokus pada jalan dan rawat inap dengan kapasitas 10 tempat
tidur. Dokter pertama yang bertugas di RSUD Sekayu adalah dr.
Slamet Imam Santoso.
Pada tahun 1963 bersamaan dengan kepindahan Ibu kota
Kabupaten Musi Banyuasin dari Palembang ke Sekayu, RSUD
Sekayu sedikit mengalami perkembangan dengan perubahan tipe
menjadi Rumah Sakit Tipe D dengan kapasitas 42 tempat tidur.
Pada tahun 1970 dilakukan renovasi gedung RSUD
Sekayu dengan penambahan gedung perawatan bertingkat.
Gambaran RSUD Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin kelas D
sebagai berikut: RSUD Sekayu memiliki luas 2500 m2 dengan
luas bangunan 1105 m2, terletak di pinggir Sungai Musi dan
sering dan sering mengalami kebanjiran akibatnya rumah sakit
terkesan kumuh dan tidak terawat, lokasi yang berada di
lingkungan rumah penduduk serta area lahan terbatas sehingga
tidak memungkinkan untuk dikembangkan.
Pada tahun 1996 Pemerintah Daerah merencanakan
realokasi / pemindahan gedug RSUD Sekayu ke lokasi baru yang
terletak di jalan Kolonel Wahid Udin Lingkungan I Kayuara.
Untuk merealisasikan rencana tersebut ± 6,7ha. Kemudian
dilakukan proses penimbunan terhadap lahan yang merupakan

53
56
54

lahan persawahan/daerah rawa-rawa hingga menjadi lahan bebas


banjir
Pada tanggal 6 Mei 1997 dilakukan pembangunan fisik
tahap I dan II. Pembangunan gedung secara resmi ditandai dengan
peletakan batu pertama pembangunan gedung RSUD Sekayu
dilakukan oleh Dirjen pelayanan Medik Departemen Kesehatan
RI yang pada saat itu dijabat oleh dr. Sugoya, MPH. Kemudian
diteruskan dengan penyelesaian pengerjaan fisik bangunan dan
pengadaan peralatan.
Tepat pada tanggal 23 Maret 1999 kegiatan operasional
RSUD Sekayu pindah dari rumah sakit lama ke lokasi baru yang
berada di jalan kol. Wahid Udin Lingkungan I Kayuara
Kabupaten Musi Banyuasin dengan kapasitas 60 tempat tidur.
Fasilitas dan saran kegiatan pelayanan dilengkapi.
Pada tanggal 10 Februari 2000 ditetapkan menjadi kelas
Type C dengan Surat keputusan Bupati Muba Nomor:
058/SK/IV/2000, dengan 60 TT, 4 dokter spesialis (Anak,
kebidanan, dan Kandungan, Penyakit Dalam dan Bedah).

4.1.1.2 Perkembangan Setelah Tahun 2000


A. Periode Persiapan

Pada tahun 2007 dilakukan pembangunan gedung


baru RSUD Sekayu dan mulai operasional Rawat Jalan
(Tahap Awal) pada bulan Bulan Maret 2008. Gedung baru
dengan penambahan gedung perawatan bertingkat, dengan
kapasitas 150 (seratus lima puluh) tempat tidur. RSUD
Sekayu menjadi pusat rujukan 25 unit Puskesmas, 103 Pustu,
142 Polindes serta 22 unit Puskesmas Keliling. RSUD
Sekayu kelas C yang berlokasi di jalan Kolonel Wahid Udin
Lingkungan I Kecamatan Kayuara Kabupaten Musi
Banyuasin berbatasan dengan:
57
55

 Sebelah Utara berbatas : Gedung SMP 6 Unggul Sekayu


Kab. Muba
 Sebelah Selatan berbatas : Gedung AKPER Kab.Musi
Banyuasin
 Sebelah Barat berbatas : Tanah Penduduk (area
persawahan)
 Sebelah Timur berbatas : Jalan raya (Jalan Kol. Wahid
Udin)
Pada awal RSUD Sekayu kelas C hanya memiliki 60
tempat tidur dengan fasilitas dan jenis pelayanan seperti
layaknya RSU Kelas C lainnya, yang mempunyai 4 orang
dokter spesialis yaitu; Spesialis Kebidanan dan Kandungan,
Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah, Spesialis Anak.
Namun pada kenyataannya dua spesialis lainnya adalah
Tenaga Kontrak.
Banyak hal substansi dan finasial yang di hadapi
RSUD Sekayu pada masa ini, antara lain jumlah tenaga
perawatan yang kurang, gedung baru yang belum rampung
sehingga diperlukan adaptasi dalam hal pemantauan dan
pemeliharan nya.
Persiapan pelayanan fisik gedung baru disertai pula
pelaksanaan kegiatan-kegiatan perubahan kelembagaan
RSUD Sekayu menuju Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) dengan segala substansi yang mendukung.

B. Periode Pemantapan

a. Penatapan Sebagai Badan Layanan Umum Daerah


(BLUD)
Pada tahun 2007 Pemerintah Daerah Kabaputen
Musi Banyuasin membangun gedung baru untuk Rumah
Sakit Umum Daerah Sekayu, hal ini memacu kami untuk
melakukan peningkatan sarana dan fasilitas pelayanan
58
56

serta peningkatan dan pengembangan sumber daya


manusia kesehatan di rumah sakit yang memenuhi
harapan dan kebutuhan seluruh masyarakat Kabputen
Musi Banyuasin.
Seiring dengan upaya mewujudkan visi dan misi
Kabupaten Musi Banyuasin, Pemerintah Republik
Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indoesia Nomor 23 tahun 2005, tanggal 13 Juni 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(BLU), Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu mengalami
perubahan status instusi dari Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Kabupaten Musi Banyuasin ke Badan
Layanan Umum Daerah Musi Banyuasin berdasarkan
Surat keputusan Bupati Musi Banyuasin berdasarkan
Surat Keputusan Bupati Musi Banyuasin Nomor : 451
Tahun 2008 pada tanggal 31 Maret 2008, tentang
Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu sebagai
Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Musi
Banyuasin yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) secara
penuh.
b. Pelakasanaan Akreditasi Rumah Sakit
Seiring peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap
pelayanan di Rumah Sakit. Masyarakat sebagai customer
/ pelanggan menuntut adanya kepuasan terhadap
pelayanan di Rumah Sakit. RSUD Sekayu Kabupaten
Musi Banyuasin merupakan Rumah Sakit milik
Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin berdiri
sejak tahun 1937. Peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit di indonesia perlu ditingkatkan sehingga dapat
5759

sejajar dengan mutu pelayanan rumah sakit di negara-


negara maju lainnya.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan terebut,
setiap 3 (tiga) tahun sekali rumah sakit wajib mengikuti
akreditasi rumah sakit sesuai ketentuan undang-undang
rs nomor 44 tahun 2009,pasal 40 yang menerangkan
bahwa “Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
Rumah sakit wajib dilakukan areditasi secara berskala
minimal 3 (tiga) tahun sekali”.
Akreditasi Rumah sakit adalah pengakuan yang
diberikan kepada rumah sakit oleh pemerintah melalui
badan yang berwenang (KARS / Komisi Akreditasi
Rumah Sakit) Karena Rumah sakit memenuhi standar
pelayanan yang ditentukan.
Akreditasi RSUD sekayu versi lama telah
berlangsung sejak tahun 2002 yang telah diperbaharui
pada tahun 2012.
Pada tahun 2014 dibawah kepemimpinan direktur
dr. H. Azmi Dariusmansya, MARS, RSUD Sekayu
melakukan persiapan akreditasi versi baru (akreditasi
versi 20020. Ada beberapa tahapan yang dilalui sebelum
dilakukan survey akreditasi meliputi.
1. Kegiatan Worskop akreditasi oleh tim KARS Pusat
dilaksanakan tanggal 11-12 Agustus 2014
2. Kegiatan bimbingan akreditasi tim KARS Pusat
dilaksanakan tanggal 6-28 November 2015
3. Kegiatan Survei akreditasi oleh tim KARS Pusat
dilaksanakan tanggal 11-13 Oktober 2016. Pada
tranggal 1 Desember 2016, berdasarkan surat dari
KARS PUSAT NOMOR 2757/KARS/XII/2016
menyatakan hasil survey RSUD Sekayu dari 15 Bab
mencapai ≥ 60% dan ≤ 80% :
60
58

TINGKAT MADYA atau dapat mengajukan


remedial untuk Bab sebagai berikut :

1. SKP/Sasaran keselamatan pasien


2. PPK/Pendidikan pasien dan keluarga
3. KPS/Kualifikasi pendidikan san staf
4. Tkp/ Tata kelola kepemimpinan dan pengarahan
Pada tahun 2017, ada perubahan kepemimpinan
Direktur RSUD Sekayu yaitu Bapak dr, Makson Perulian
Purba MARS, Dibawah kepemimpinan dr, Makson
Perulian Purba Mars. RSUD sekayu melakukan kegiatan
survey ulang akreditasi oleh tim KARS Pusat untuk
mendapatkan Tingkat Paripurna yang dilaksanakan 12
mei 2017. Hasil survey ulang akreditasi tersebut telah
keluar dan RSUD Sekayu mendapatkan Tingkat
Paripurna (bintang lima) dikeluarkan pada 26 mei 2017
berlaku hingga 10 oktober 2019.
Survei/ penilaian Akreditasi bertujuan untuk
mengetahui apakah pelayanan Rumah sakit telah
memenuhi standar Akreditasi. Survei Akreditasi Baru di
RSUD Sekayu ini menjadi tolak Ukur perubahan pola
piker dan budaya RSUD Sekayu dari yang berorientasi
kepada provider menjadi berorientasi kepada pasien. Dan
juga adanya komitmen pihak RSUD Sekayu untuk
meningkatkan mutu pelayanan berdasarkan standar
pelayanan Rumah sakit yang berlaku sehingga kepuasan
pasien meningkat.
Survei Akreditasi bisa menambah semangat
seluruh karyawan dan tenaga medis di RSUD Sekayu
supaya dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan
berstandar kepada masyarakat Musi Banyuasin.
59
61

c. Sertifikasi Internasional (ISO) IGD dan Farmasi


RSUD Sekayu
Percepatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Sekayu terus dilakukan. Pada Rabu 18 Oktober 2017
dilakukan assessment awal mengenai sertifikasi Mutu
Pelayanan ISO 9000:2015 oleh konsultan ISO dari PT
Asia Cipta Manajemen yang sudah terakreditasi The
United Kingdom Accreditation Service (UKAS), yang
disampaikan oleh Muh Fidi Andri Putra MM dan Winda
Sarawati SE. dengan komitmen yaitu untuk
meningkatkan mutu kinerja Sumber Daya Manusia
(SDM) di RSUD Sekayu. Untuk mencapai tipe B tentu
melaui proses, salah satunya adalah sertifikasi
internasional. Sertifikasi internasional ini terbagi menjadi
dua bagian pelayanan dan non pelayanan. Untuk tahap
awal yang sedang kiota jalani ini adalah pelayanan IGD
dan Farmasi, guna mengukur system manajemen yang
ada di IGD dan Farmasi.
d. Menjadi RS Kelas B
1. Peningkatan kelas Rumah Sakit menjadi tipe B
dengan layanan unggulan Prlayanan Critical care and
trauma respon centre. Prlayanan ini akan di dukung
dengan pengembangan ruangan IGD, ruang intensif,
Kamar Bedah, pusat sterilisasi. Adapun alat-alat
pendukung untuk pengembangan ruangan tersebut
seperti :
a. Computerized Tomography Scanner (CT-Scan)
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
c. Fluorescopy provinsi Sumsel Kesehatan RSUD
Sekayu
2. Pengembangan ruang rawat inap dan ruangan
penunjang lainnya.
62
60

3. Sebagai pusat rujukan khususnya kabupaten MUBA


dan umumnya propinsi Sumsel dan sekitarnya.
4. Fasilitas pelayanan kesehatan RSUD Sekayu.

Jenis pelayanan RSUD Sekayu kelas B diantaranya :


A. Pelayanan Medik Umum : Pelayanan medic dasar,
pelayanan medic gigi mulut, pelayanan KIA/KB
B. Pelayanan Gawat Darurat : 24jam &7 hari
seminggu
C. Pelayanan medic spesialis dasar : Penyakit Dalam,
Kesehatan anak, Bedah, OBstetri 7 ginekologi
D. Pelayanan Spesialis penunjang Medik :
Anestesiologi, Radiologipatologi, klinik, patologi
anatomi, rehabilitasi medik.
E. Pelayanan Spesialis Medik Lain : Mata, telinga,
hidung, tenggorokan, syaraf, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, paru.
F. Pelayanan medik SubSpesialis : Bedah, penyakit
dalam Kesehatan Anak, obstetric dan Ginekologi.
G. Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut :Bedah
Mulut, Konservasi// endodonsi. Periondonti,
Orthodonti, Prosthodonyti, Pedodonsi dan Penyakit
Mulut. (Di provinsi Sumatera Selatan hanya ada di
beberapa RS)
H. Pelayanan Kefarmasian
I. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
 Asuhan keperawatan generalis dan spesiaalis
 Asuhan kebidanan
J. Pelayanan penunjang Medik : Radiodiagnostik,
Lboratorium Terpadu (Patologi Klinik, Patologi
Anatomi), Bank darah RS/UTD, Rehabilitasi Medik,
Medikacal Check Up, gizi.
63
61

K. Pelayanan Penunjang Non Klinik.


1. CSSD/Sterilisasi
2. Laundry/Linen
3. Jasa boga/dapur
4. Teknik dan pemeliharaan fasilitas
5. Pengelolaan limbah
6. Gudang
7. Ambulans.
8. Sistem Informasi dan komunikasi
9. Pemulasaran jenazah
10. System penanggulangan kebakaran
11. Pengelolaan gas medic
12. Pengelolaan air bersih
L. Pelayanan rawat inap
M. Pelayanan rawat jalan
N. Pelayanan Operasi

Pelayanan di RSUD Sekayu kelas B masih ada yang


perlu ditambah dan diperbaiki berdasarkan hasil visitasi
dan akan segera ditindaklanjuti. Untuk sekarang unit
pelayanan yang ada di RSUD Sekayu di antaranya :
 INSTILASI
1. Instilasi rawat jalan :
a. Klinik Penyakit Dalam
b. Klinik Kebidanan dan kandungan
c. Klinik anak
d. Klinik bedah
e. Klinik gigi dan mulut
f. Klinik mata
g. Klinik saraf
h. Klinik paru
i. Klinik jantung
j. Klinik jiwa
62
64

k. Klinik THT
l. Klinik Rehabilitasi Medik
m. Klinik kulit dan kelamin
n. Klinik umum (medical check up)
o. Klinik pisiologis
2. Instilasi rawat inap (Kelas VIP, KELAS 1,
KELAS 2, KELAS 3 )
3. Instilasi gawat darurat
4. Instilasi Laboratorium patologi anatomi
5. Instilasi Laboratorium patologi klinik
6. Instilasi radiologi
7. Instilasi gizi
8. Instilasi Farmasi
9. Instilasi Bedah Sentral( Ok)
10. Instilasi Intensive Care Unit (ICU)
11. Instilasi Neonates Intensive Care Unit (NICU )
12. Instalasi kebidanan
13. instalasi Rehabilitas Medik
14. instalasi Pemeriksaan Sarana RS (IPSRS)
 UNIT
1. Unit Hemodialisa
2. Unit MCU dan UTD
3. Unit Rekam Medik
4. Unit Sanisasi
5. Unit CSSD
6. Unit Diklat
7. Unit Humas
8. Unit IT
9. Unit Pendapatan dan pelaporan
 Periode Pengembangan
 Bangunan Fisik
65
63

Rumah sakit Umum Daerah Sekayu adalah


Rumah Sakit Pemerintah Daerah Kabupaten
Musi Banyuasin Kelas C dari tahun 2000 hingga
2017 pada akhir 2017 RSUD Sekayu berhasil
melakukan peningkatan kelas menjadi kelas B
dengan tingkat hunian (BOR) sebesar 84 %
pada tahun 2018 dengan kapasitas tempat tidur
227 tempat tidur .berdasarkan kajian yang
mendalam kebutuha temat tidur RSUD Sekayu
harus ditingkat sesuai dengan tingkat kunjungan
dan standar kelas B.
Selain itu berdasarkan visitasi dari tim
visitasi peningkatan kelas RSUD Sekayu ke
kelas B terdapat beberapa kekurangan yang
perlu segera ditindaklanjutkan untuk memenuhi
standar bangunan dan ruangan RS kelas B.
RSUD Sekayu terdiri dari gedung A,B,C,D dan
Gedung Baru masing-masing 2 (dua) lantai.
Rumah sakit semakin memantapkan diri
dengan melengkapi fasilitas dan sarana
penunjang dalam memberikan pelayanan terbaik
bagi masyarakat.
66
64

4.2 Hasil Asuhan Keperawatan

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN DBD DENGAN


MASALAH HIPERTERMIA DI RUANG RAWAT INAP ANAK MEDANG
RSUD SEKAYU TAHUN 2018

A. Pengumpulan Data

1) Identitas Pasien dan Hasil Anamnesis

Tabel : 4.1 Identitas Pasien

Pasien 1 Pasien 2

A. Identitas Pasien
Nama An. “N” Nn. “M”
Umur 8 Tahun 14 tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SLTP
Pekerjaan Pelajar Pelajar
Alamat Desa Lumpatan, Kec. Kayuara, Dusun IV Danau Cala
Kab. MUBA
Suku/Bangsa Indonesia Indonesia
Tanggal Masuk RS 10 Juni 2018 10 Juni 2018
Tanggal Pengkajian 11 Juni 2018 11 Juni 2018
No. Register 296723 292967

Nama PJ Ny. “A” Ny. “K”


Umur 38 Tahun 36 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMP SLTA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga
Alamat Desa Serasan Jaya, Kec. Plakat Tinggi, Muba
Sekayu, Kab. MUBA
67
65

B. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama Ibu pasien mengatakan demam Ibu pasien mengatakan demam
naik turun terutama pada sore naik turun terutama pada sore
dan malam hari. Suhu tubuh dan malam hari.
pada demam berlangsung
selama 3 minggu, bersifat febris
remiten, dan suhunya tidak
tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur naik setiap harinya,
biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari.
Riwayat Kesehatan ibu pasien mengatakan sejak Ibu pasien mengatakan
Sekarang beberapa hari yang anaknya mengeluh demam.
lalu sebelum masuk rumah dirasakan pada pagi hari dan
sakit, pasien mengeluh panas, badan terasa lemah. tanggal 10
mimisan(+), dan mual (+) Juni keluarga membawa
pasien telah diberi parestamol, anaknya ke RSUD Sekayu dan
panas turun tatapi setelah itu dokter menganjurkan rawat
naik lagi tanggal 10 Juni inap,
keluarga membawa anaknya ke pada saat pengkajian suhu
RSUD Sekayu dan dokter tubuh pasien mencapai 38,2o C
menganjurkan rawat inap,
pada saat pengkajian suhu tubuh
pasien mencapai 39o C
Riwayat kesehatan lalu Ibu Pasien mengatakan pasien Ibu Pasien mengatakan pasien
baru mengalami penyakit baru mengalami penyakit
seperti ini dan belum pernah seperti ini dan belum pernah
dirawat di rumah sakit dirawat di rumah sakit
sebelumnya. sebelumnya.
Riwayat kesehatan Ibu Pasien Mengatakan Ibu Pasien Mengatakan
68
66

keluarga Keluarganya Tidak Ada Yang Keluarganya Tidak Ada Yang


Mempunyai Penyakit Menular Mempunyai Penyakit Menular
Seperti Tuberculosis (TBC), Seperti Tuberculosis (TBC),
Hepatitis, Human Immuno Hepatitis, Human Immuno
Deficiency Virus/ Acquired Deficiency Virus/ Acquired
Immuno Deficiency Syndrome Immuno Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS) dan penyakit (HIV/AIDS) dan penyakit
menurun seperti Diabetes menurun seperti Diabetes
Mellitus (DM), Hipertensi Mellitus (DM), Hipertensi

C. Riwayat Psikososial Ibu Pasien mengatakan setelah Ibu Pasien mengatakan setelah
mengalami masalah ini anaknya mengalami masalah ini
merasa sedih karena sakit yang anaknya merasa sedih karena
dialaminya tetapi ibu pasien sakit yang dialaminya tetapi
tetap bersemangat mencari ibu pasien tetap bersemangat
pengobatan. Cara mengatasi mencari pengobatan. Cara
perasaan tersebut adalah dengan mengatasi perasaan tersebut
mengajak anak berbincang- adalah dengan mengajak anak
bincang. Rencana ibu pasien berbincang-bincang. Rencana
setelah masalah anaknya ibu pasien setelah masalah
terselesaikan adalah tetap anaknya terselesaikan adalah
bersekolah dan berkumpul tetap bersekolah dan
dengan keluarga. berkumpul dengan keluarga.

D. Riwayat Spiritual Pasien melakukan ibadah Pasien melakukan ibadah


dirumah. Pasien tetap berdoa dirumah. Pasien tetap berdoa
ketika dirawat di rumah sakit. ketika dirawat di rumah sakit.
Ibu Pasien meyakini bahwa Ibu Pasien meyakini bahwa
sakit anknya saat ini merupakan sakit anknya saat ini
kehendak Tuhan Yang Maha merupakan kehendak Tuhan
Esa dan ibu pasien meyakini Yang Maha Esa dan ibu pasien
kesembuhan anaknya karena meyakini kesembuhan anaknya
69
67

Tuhan Yang Maha Esa. karena Tuhan Yang Maha Esa.


Masalah keperawatan : Tidak Masalah keperawatan : Tidak
ada masalah keperawatan ada masalah keperawatan

E.Pola Aktivitas Sehari-hari


1. Pola Nutrisi
a. Makan Sebelum sakit, pola makan Sebelum sakit, pola makan
pasien 3x/hari sebanyak 1 porsi. pasien 3x/hari sebanyak 1
Sedangkan selama sakit pola porsi. Sedangkan selama sakit
makan pasien menjadi 3x/hari pola makan pasien menjadi
sebanyak ½ porsi. 3x/hari sebanyak ½ porsi.
b. Minum Sebelum sakit, pola minum Sebelum sakit, pola minum
pasien sebanyak 6 gelas/hari. pasien sebanyak 6 gelas/hari.
Sedangkan selama sakit pola Sedangkan selama sakit pola
minum menjadi 5 gelas/hari. minum menjadi 5 gelas/hari.
2. Pola Eliminasi
a. BAK ± 5x/hari ±5x/hari
Frekuensi Kuning jernih Kuning jernih
Warna
b. BAB
Frekuensi ± 1x/hari ± 1x/hari
Konsistensi Padat Padat
3. Pola Istirahat/tidur
a. Malam Saat dirumah tidur jam 21.00 Saat dirumah tidur jam 22.00
WIB, tidur selama ± 7-8 jam WIB, tidur selama ± 6 jam
b. Siang 2 jam/hari Tidak tidur
4. Personal Hygiene
a. Mandi 2x/hari 2x/hari
b. Gosok Gigi 2x/hari 1x/hari
c. Ganti Pembalut 3x/hari 1x/hari
5.Aktivitas/mobilitas Ibu Pasien mengatakan sebelum Ibu Pasien mengatakan
70
68

fisik sakit, anaknya melakukan sebelum sakit, anaknya


aktivitas sehari-hari secara melakukan aktivitas sehari-hari
mandiri. Sedangkan selama secara mandiri. Sedangkan
sakit aktivitas anaknya dibantu selama sakit aktivitas anaknya
sebagian olehnya dibantu sebagian olehnya
6. Komunikasi Sebelum dan selama sakit, Sebelum dan selama sakit,
komunikasi pasien lancar komunikasi pasien lancar

F.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Sakit sedang Sakit sedang
Kesadaran Compos mentis Compos mentis
Tekanan darah
Suhu 39,0oC 38,2 oC
Nadi 90 kali/menit 84 kali/menit
Respiration Rate 22x/menit 20x/menit
Berat Badan 25 kg 45 kg
2. Kepala Simetris, Tidak ada Simetris, Tidak ada
pembengkakan, tidak ada pembengkakan, tidak ada
ketombe ketombe
3. Rambut Bersih, tidak bermintak, tidak Bersih, tidak bermintak, kering
kering dan tidak rontok dan tidak rontok
4. Mata Simetris, lapang pandang baik, Simetris, lapang pandang baik,
sklera putih, pupil isokor sklera putih, pupil isokor
5. Muka Simetris, Tidak ada oedema, Simetris, Tidak ada oedema,
tidak pucat sedikit pucat
6. Hidung Simetris, tidak ada polip Simetris, tidak ada polip
7. Mulut simetris, tidak ada sariawan, Simetris, tidak ada sariawan,
tidak karies gigi, membran tidak karies gigi, membran
mukosa kering mukosa kering
8. Gigi Terdapat gigi berlubang Tidak ada gigi berlubang
9. Lidah Lidah bersih Lidah bersih
69
71

10. Tenggorokan Normal Normal


11. Leher Normal, tidak ada pembesaran Normal, tidak ada pembesaran
tiroid dan vena jugularis tiroid dan vena jugularis
12. Dada Simetris, bunyi jantung reguler, Simetris, bunyi jantung
pernafasan vesikuler reguler, pernafasan vesikuler
13. Abdomen normal normal
14. Genital Normal Normal
15. Integument Normal Normal
16. Ekstremitas 5 5 5 5

5 5 5 5
17. Persyarafan Normal Normal
G.Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
- Golongan Darah A+ A+
- Hb 11,1 gr% 11,5 gr%
- Leukosit 4,30 g/dL (N: 14,5-45,0) 4,50 g/dL (n: 14,5-45,0)
- Trombosit 37.000 (N: 40-150) 39.000 (N: 40-150)
- Hematokrit 32,1 % (N: 35-45) 33 % (N: 35-45
2. Urine
- Glukosa - (negatif) - (negatif)
- Protein - (negatif) - (negatif)
- Aseton +3 +3
3. Glukosa 196,20 mg/dl 150,00 mg/dl
4. SGOT 27,32 u/l 21,0 u/l

H. Terapi Infus Ringer’s Lactate 15 tpm Infus Ringer’s Lactate 15 tpm


Obat Parasetamol Tablet 3 x ½ Obat Parasetamol Tablet 3 x 1
tab (250mg) tab (500mg)
Injeksi Cefotaxime 2x500 mg Injeksi Cefotaxime 2x500 mg
72
70

2. Analisa Data

4.2 Analisa Data

Analisa Data Penyebab Masalah

Pasien 1 (An. “N”) Virus Dengue (Arbovirus) Hipertermia

Data Subjektif: Melalui gigitan nyamuk


ibu pasien mengatakan
sejak beberapa hari yang Re infection oleh virus
dengue dengan serotip
lalu sebelum masuk
berbeda
rumah sakit, pasien
mengeluh panas, mimisan
Bereaksi dengan antibodi
(+), dan mual (+)
Data Obyektif:
- Pasien terlihat Menimbulkan respon
lemah dan tampak
peradangan
gelisah.
- Kulit teraba hangat
saat disentuh
- Tanda Vital
Nadi : 98x/menit
RR: 22 x/menit Hipertermia
Temp : 39 oC
7173

Pasien 2 (Nn. “M”) Virus Dengue (Arbovirus) Hipertermia


Data Subjektif:
ibu pasien mengatakan Melalui gigitan nyamuk
sejak beberapa hari yang
lalu sebelum masuk Re infection oleh virus
dengue dengan serotip
rumah sakit, pasien
berbeda
mengeluh panas, mimisan
(+), dan mual (+)
Bereaksi dengan antibodi

Data Obyektif: Menimbulkan respon


- Pasien terlihat peradangan
lemah dan mata
tampak gelisah.
- Kulit teraba hangat
saat disentuh
- Tanda Vital
Nadi : 84x/menit Hipertermia
RR: 20 x/menit
Temp : 38,2 oC

B. Diagnosa Keperawatan

Pasien 1 (An. “N”) :

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia)

Pasien 2 (Nn. “M”):

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia).


72

C. Intervensi Keperawatan

4.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1 Hipertermia berhubungan dengan proses NOC : 1) Lakukan pengkajian terhadap 1. Rasionalnya merupakan acuan untuk
penyakit (viremia) Thermoregulasi kondisi pasien mengetahui kondisi pasien melalui
Pasien 1 Kriteria Hasil : assesment
ibu pasien mengatakan sejak beberapa hari 1. Suhu tubuh 2) observasi tanda vital pasien
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien dalam rentang 2. Rasionalnya sebagai acuan untuk
mengeluh panas, mimisan(+), dan mual (+) normal mengetahui keadaan umum pasien.
3) berikan penjelasan keluarga
Data Obyektif: 2. Nadi dan RR pasien tentang peningkatan suhu 3. Rasionalnya agar keluarga mengetahui
- pasien terlihat lemah dan tampak dalam rentang
batas normal suhu dan membantu
gelisah. normal 4) anjurkan keluarga pasien untuk mengurangi kecemasan.
- Kulit teraba hangat saat disentuh 3. Tidak ada memakaikan pasien Pakaian
- Tanda Vital perubahan Tipis dan Menyerap Keringat 4. Rasionalnya agar pasien merasa
Nadi : 98x/menit RR: 22 x/menit warna kulit nyaman dan pakaian tipis mengurangi
Temp : 39 oC dan tidak ada 5) anjurkan keluarga untuk penguapan.
Pasien 2 pusing memberikan minum banyak
Data Subjektif: 5. Rasionalnya suhu yang meningkat
ibu pasien mengatakan sejak beberapa hari 6) berikan kompres hangat mengakibatkan banyak penguapan
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien pada tubuh sehingga perlu dengan
mengeluh panas, mimisan (+), dan mual (+) asupan cairan yang seimbang.
Data Obyektif: 7) kolaborasi dengan dokter
- pasien terlihat lemah dan tampak pemberian terapi antipiretik 6. Rasionalnya membantu menurunkan
gelisah. suhu tubuh.
- Kulit teraba hangat saat disentuh 7. Rasionalnya Untuk Menurunkan
- Tanda Vital: Nadi : 84x/menit, RR: 20 demam.
x/menit, Temp : 38,2 oC
73

D. Implementasi Keperawatan

4.4. Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4


11 Juni 2018 12 Juni 2018 13 Juni 2018 14 Juni 2018
1 Hipertermia berhubungan 09.30 1. Melakukan 08.40 1. Melakukan 09.00 1. Melakukan pengkajian 09.00 1. Melakukan
dengan proses penyakit pengkajian terhadap pengkajian terhadap terhadap kondisi umum pengkajian terhadap
(viremia) kondisi umum kondisi umum pasien kondisi umum pasien
Pasien 1 (An. “N”) pasien pasien R/ Subyektif yaitu ibu R/ subyektif pasien
R/ Subyektif yaitu R/ Subyektif yaitu Pasien mengatakan yaitu ibu An. “N”
Data Subjektif: ibu pasien ibu Pasien badan anaknya masih mengatakan An. “N”
ibu pasien mengatakan mengatakan badan mengatakan badan sedikit panas. Respon badannya sudah tidak
sejak beberapa hari yang anaknya panas. anaknya panas. obyektif yaitu Pasien panas lagi ibu. Respon
lalu sebelum masuk Respon obyektif Respon obyektif Pasien tampak tidak obyektif badan An.
rumah sakit, pasien yaitu Pasien tampak yaitu Pasien tampak gelisah lagi, mukosa “N” tidak teraba
mengeluh panas, gelisah, lemah dan gelisah, lemah dan bibir tampak kering panas, mukosa bibir
mimisan (+), dan mual badan teraba panas. badan teraba panas. lembab.
(+) 09.30 2. Mengkaji tanda-tanda
Data Obyektif: 09.50 2. Mengkaji tanda- 09.00 2. Mengkaji tanda- vital 10.00 2. Mengkaji tanda-tanda
- pasien terlihat tanda vital tanda vital  suhu 37,6o C, vital
lemah dan tampak  suhu 39o C,  suhu 38,5o C,  frekuensi nadi 90  suhu 37,2o C,
gelisah.  frekuensi nadi 100  frekuensi nadi 94 kali per menit,  frekuensi nadi 82 kali
- Kulit teraba hangat kali per menit, kali per menit,  frekuensi per menit,
saat disentuh  frekuensi pernafasan  frekuensi pernafasan 20 kali  frekuensi pernafasan
- Tanda Vital 22 kali per menit. pernafasan 20 per menit. 22 kali per menit.
Nadi : 98x/menit kali per menit.
RR: 22 x/menit 10.15 3. Memberikan 09.40 3. Memberikan 10.15 3. Memberikan
Temp : 39 oC penjelasan keluarga 09.50 3. Memberikan penjelasan keluarga penjelasan keluarga
pasien tentang penjelasan keluarga pasien tentang pasien tentang
74

peningkatan suhu pasien tentang peningkatan suhu peningkatan suhu


R/ ibu pasien peningkatan suhu R/ ibu pasien R/ ibu pasien
mengatakan R/ ibu pasien mengatakan bersedia mengatakan bersedia
bersedia untuk mengatakan bersedia untuk diberikan untuk diberikan
diberikan penjelasan untuk diberikan penjelasan tentang penjelasan tentang
tentang peningkatan penjelasan tentang peningkatan suhu, peningkatan suhu,
suhu, keluarga peningkatan suhu, keluarga Pasien keluarga Pasien
Pasien tampak keluarga Pasien tampak mendengarkan tampak
mendengarkan tampak penjelasan dari mendengarkan
penjelasan dari mendengarkan perawat dan tampak penjelasan dari
perawat dan tampak penjelasan dari mengangguk perawat dan tampak
mengangguk perawat dan tampak mengangguk
mengangguk 4. Menganjurkan
10.30 4. Menganjurkan 10.15 keluarga pasien untuk 11.00 4. Menganjurkan
keluarga pasien 10.20 4. Menganjurkan memakaikan pasien keluarga pasien untuk
untuk memakaikan keluarga pasien Pakaian Tipis dan memakaikan pasien
pasien Pakaian Tipis untuk memakaikan Menyerap Keringat Pakaian Tipis dan
dan Menyerap pasien Pakaian Tipis Menyerap Keringat
Keringat dan Menyerap R/ respon ibu pasien
Keringat mengatakan bersedia R/ respon ibu pasien
R/ respon ibu pasien untuk memakaikan mengatakan bersedia
mengatakan R/ ibu pasien pakaian tipis menyerap untuk memakaikan
bersedia untuk memakaikan pakaian keringat, dari hasil pakaian tipis
memakaikan tipis menyerap observasi didapatkan menyerap keringat,
pakaian tipis keringat, dari hasil pasien mau memakai dari hasil observasi
menyerap keringat, observasi didapatkan pakaian tersebut didapatkan pasien mau
dari hasil observasi pasien mau memakai memakai pakaian
didapatkan pasien pakaian tersebut 10.20 5. Memberikan kompres tersebut
mau memakai hangat
pakaian tersebut 10.50 5. menganjurkan R/espon subyektif pasien 11.30 5. menganjurkan
keluarga agar pasien yaitu An. “N” mengatakan keluarga agar pasien
75

10.40 5. menganjurkan minum yang cukup bersedia untuk dikompres minum yang cukup
keluarga agar pasien sekurangnya 1000 cc air hangat, respon obyektif sekurangnya 1000 cc
minum yang cukup sehari pasien yaitu badan AN. sehari
sekurangnya 1000 Respon subyektif “N” tampak rileks. Respon subyektif
cc sehari pasien yaitu ibu An. pasien yaitu ibu An.
Respon subyektif “N” mengatakan 11.05 6. menganjurkan keluarga “N” mengatakan
pasien yaitu ibu An. An.N susah minum, agar pasien minum Anaknya sudah mulai
“N” mengatakan repon obyektif yang cukup minum air putih
An.N susah minum, pasien yaitu An. “N” sekurangnya 1000 cc sekitar 8 gelas
repon obyektif minum air putih sehari belimbing dalam
pasien yaitu An. “N” seperempat gelas Respon subyektif sehari, serspon
minum air putih belimbing pasien yaitu ibu An. obyektif pasien yaitu
seperempat gelas “N” mengatakan An.N An. “N”tampak lebih
belimbing. 11.00 6. Memberikan susah minum, repon segar dan mukosa
kompres hangat obyektif pasien yaitu bibir lembab.
11.00 6. Memberikan Respon subyektif yaitu An. “N” tampak
kompres hangat ibu pasien minum 1 gelas
Respon subyektif mengatakan setuju belimbing. 12.15 6. Berkolaborasi dengan
pasien yaitu ibu An. bila An. “N” dokter dalam
“N” mengatakan mau diberikan kompres 12.30 7. Berkolaborasi dengan pemberian obat
mengompres, respon hangat, respon dokter dalam antibiotik: Cefotaxime
obyektif pasien yaitu obyektif pasien yaitu An. pemberian antipiretik 2x500mg), respon
An. “N” tampak rileks. “N” tampak rileks, kulit dan antibiotik: subyektif pasien yaitu
masih teraba panas, Amoxcilin 3x350mg An. “N” bersedia
11.30 7. Berkolaborasi pasien mau diberikan dan parasetamol tablet disuntik, respon
dengan dokter dalam kompres hangat 3x ½ 250 mg), respon obyektif pasien yaitu
pemberian obat sebyektif pasien yaitu injeksi diberikan
antipiretik dan 11.30 7. Berkolaborasi An. “N” mengatakan melalui IV.
antibiotik: dengan dokter dalam mau disuntik dan
Respon Subyektif pemberian obat minum obat, respon
pasien yaitu An. “N” antipiretik dan obyektif pasien yaitu
76

mengatakan mau antibiotik: . injeksi amoxcilin


disuntik, respon Respon Subyektif 3x350 mg sudah
obyektif pasien yaitu pasien yaitu An. “N” diberikan melalui IV,
injeksi melalui IV. mengatakan mau dan Parasetamol sudah
Memberikan obat disuntik, respon diminum.
oral Tablet obyektif pasien yaitu
parasetamol 250mg injeksi melalui IV.
(1/2 tablet), respon Memberikan obat
subyektif oral Tablet
pasienyaitu pasien parasetamol 250mg
mengatakan (1/2 tablet), respon
bersedia minum subyektif pasienyaitu
obatnya, respon pasien mengatakan
obyektif pasien yaitu bersedia minum
obat oral obatnya, respon
Parasetamol sudah obyektif pasien yaitu
diminum. obat oral
Parasetamol sudah
diminum.
77

2. Pasien 2 (Nn. “M”) 09.30 1. Melakukan 08.40 1. Melakukan 08.10 1. Melakukan pengkajian 08.20 1. Melakukan
Data Subjektif: pengkajian pengkajian terhadap terhadap kondisi pasien pengkajian terhadap
ibu pasien mengatakan terhadap kondisi kondisi pasien R/ ibu Pasien kondisi pasien
sejak beberapa hari yang pasien R/ ibu Pasien mengatakan badan R/ ibu Pasien
lalu sebelum masuk R/ ibu Pasien mengatakan badan anaknya tidak lagi mengatakan badan
rumah sakit, pasien mengatakan badan anaknya masih panas. panas. Pasien tampak anaknya tidak lagi
mengeluh panas, anaknya panas. Pasien tampak masih tidak gelisah lagi panas. Pasien tampak
mimisan(+), dan mual Pasien tampak gelisah segar
(+) gelisah dan lemah 08.15 2. Mengkaji tanda-tanda
Data Obyektif: 2. Mengkaji tanda- 09.00 2. Mengkaji tanda-tanda vital 08.40 2. Mengkaji tanda-tanda
- pasien terlihat 09.50 tanda vital vital  suhu 37,6o C, vital
lemah dan tampak suhu 38,2o C,  suhu 38,0o C,  frekuensi nadi 80 kali  suhu 37,2o C,
gelisah frekuensi nadi 90  frekuensi nadi 86 kali per menit,  frekuensi nadi 74 kali
- Kulit teraba hangat kali per menit, per menit,  frekuensi pernafasan per menit,
saat disentuh frekuensi  frekuensi pernafasan 22 kali per menit.  frekuensi pernafasan
- Tanda Vital pernafasan 22 kali 20 kali per menit. 22 kali per menit.
Nadi : 84x/menit per menit.
RR: 20 x/menit 3. Memberikan 09.30 3. Memberikan 08.40 3. Memberikan 09.15 3. Memberikan
o
Temp : 38,2 C 10.15 penjelasan penjelasan keluarga penjelasan keluarga penjelasan keluarga
keluarga pasien pasien tentang pasien tentang pasien tentang
tentang peningkatan suhu peningkatan suhu peningkatan suhu
peningkatan suhu R/ ibu pasien R/ ibu pasien R/ ibu pasien
R/ ibu pasien mengatakan bersedia mengatakan bersedia mengatakan bersedia
mengatakan untuk diberikan untuk diberikan untuk diberikan
bersedia untuk penjelasan tentang penjelasan tentang penjelasan tentang
diberikan peningkatan suhu, peningkatan suhu, peningkatan suhu,
penjelasan tentang keluarga Pasien keluarga Pasien keluarga Pasien
peningkatan suhu, tampak mendengarkan tampak mendengarkan tampak mendengarkan
keluarga Pasien penjelasan dari penjelasan dari perawat
tampak perawat dan tampak dan tampak 09.35 4. Menganjurkan
mendengarkan mengangguk mengangguk keluarga pasien untuk
78

penjelasan dari 10.10 4. Menganjurkan 09.25 4. Menganjurkan memakaikan pasien


perawat dan keluarga pasien untuk keluarga pasien untuk Pakaian Tipis dan
tampak memakaikan pasien memakaikan pasien Menyerap Keringat
mengangguk Pakaian Tipis dan Pakaian Tipis dan R/ respon ibu pasien
10.30 4. Menganjurkan Menyerap Keringat Menyerap Keringat mengatakan bersedia
keluarga pasien R/ respon ibu pasien R/ respon ibu pasien untuk memakaikan
untuk memakaikan mengatakan bersedia mengatakan bersedia pakaian tipis
pasien Pakaian untuk memakaikan untuk memakaikan menyerap keringat,
Tipis dan pakaian tipis pakaian tipis menyerap dari hasil observasi
Menyerap Keringat menyerap keringat, keringat, dari hasil didapatkan pasien mau
R/ respon ibu dari hasil observasi observasi didapatkan memakai pakaian
pasien mengatakan didapatkan pasien mau pasien mau memakai tersebut
bersedia untuk memakai pakaian pakaian tersebut
memakaikan tersebut 09.50 5. Menganjurkan
pakaian tipis 10.15 5. Memberikan kompres keluarga agar pasien
menyerap keringat, 10.30 5. Memberikan kompres hangat minum yang cukup
dari hasil observasi hangat R/ ibu pasien sekurangnya 1000 cc
didapatkan pasien R/ ibu pasien mengatakan setuju bila sehari
mau memakai mengatakan setuju Nn. “M” diberikan Respon subyektif
pakaian tersebut bila Nn. “M” kompres hangat, dari pasien yaitu ibu Nn.
10.40 5. Memberikan diberikan kompres hasil observasi “M” mengatakan
kompres hangat hangat, dari hasil didapatkan kulit masih Anaknya sudah mulai
R/ ibu pasien observasi didapatkan teraba panas, pasien minum air putih
mengatakan setuju kulit masih teraba mau diberikan kompres sekitar 8 gelas
bila Nn. “M” panas, pasien mau hangat belimbing dalam
diberikan kompres diberikan kompres sehari, serspon
hangat, dari hasil hangat 11.15 6. menganjurkan keluarga obyektif pasien yaitu
observasi agar pasien minum Nn. “M” tampak lebih
didapatkan kulit 11.35 6. menganjurkan yang cukup segar dan mukosa
teraba panas, keluarga agar pasien sekurangnya 1000 cc bibir lembab.
pasien mau minum yang cukup sehari
79

diberikan kompres sekurangnya 1000 cc Respon subyektif 12.20 6. Berkolaborasi dengan


hangat sehari pasien yaitu ibu Nn. dokter dalam
11.10 6. menganjurkan Respon subyektif “M” mengatakan Nn. pemberian obat
keluarga agar pasien yaitu ibu Nn. “M” susah minum, Antipiretik dan
pasien minum “M” mengatakan repon obyektif pasien antibiotik:
yang cukup An.N susah minum, yaitu Nn. “M” tampak Amoxcilin 3x500mg
sekurangnya 1000 repon obyektif pasien minum 2 gelas dan parasetamol tablet
cc sehari yaitu Nn. “M” belimbing. 3x 1 500 mg), respon
Respon subyektif minum air putih sebyektif pasien yaitu
pasien yaitu ibu seperempat gelas 12.45 7. Berkolaborasi dengan Nn. “M” mengatakan
Nn. “M” belimbing. dokter dalam mau disuntik dan
mengatakan Nn. pemberian obat minum obat, respon
“M” susah minum, 12.10 7. Berkolaborasi dengan antipiretik dan obyektif pasien yaitu
repon obyektif dokter dalam antibiotik: injeksi amoxcilin
pasien yaitu Nn. pemberian Amoxcilin 3x500mg 3x350 mg sudah
“M” minum air antipiretik dan dan parasetamol tablet diberikan melalui IV,
putih seperempat antibiotik: Amoxcilin 3x 1 500 mg), respon dan Parasetamol sudah
gelas belimbing. 3x500mg dan sebyektif pasien yaitu diminum
11.40 7. Berkolaborasi parasetamol tablet 3x Nn. “M” mengatakan
dengan dokter 1 500 mg), respon mau disuntik dan
dalam pemberian sebyektif pasien yaitu minum obat, respon
o: Amoxcilin Nn. “M” mengatakan obyektif pasien yaitu
3x500mg dan mau disuntik dan injeksi amoxcilin
parasetamol tablet minum obat, respon 3x350 mg sudah
3x 1 (500 mg), obyektif pasien yaitu diberikan melalui IV,
respon subyektif injeksi amoxcilin dan Parasetamol sudah
pasien yaitu Nn. 3x350 mg sudah diminum
“M” mengatakan diberikan melalui IV,
mau disuntik dan dan Parasetamol
minum obat sudah diminum
80

E. Evaluasi Keperawatan

4.5. Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4


11 Juni 2018 12 Juni 2018 13 Juni 2018 14 Juni 2018
1 Pasien 1 (An. “N”) S: S: S: S:
Ibu Pasien mengatakan ibu Pasien mengatakan ibu Pasien mengatakan badan ibu Pasien mengatakan panas
Data Subjektif: badan anak masih panas panas anak sudah sedikit anak tidak terlalu panas anaknya sudah menurun
ibu pasien mengatakan berkurang
sejak beberapa hari yang O: O: O:
lalu sebelum masuk K/U lemah, O: K/U lemah, pasien tidak lagi K/U baik, An. “N” tampak lebih
rumah sakit, pasien Pasien tampak gelisah, K/U lemah, gelisah, badan tidak lagi teraba segar, mukosa bibir tampak lembab,
mengeluh panas, bibir masih tampak kering. Badan masih panas, panas, kulit tidak kemerahan, kulit tidak
mimisan (+), dan mual badan masih teraba panas. Tanda vital: Tanda vital: teraba hangat.
(+) Tanda vital:  suhu 38o C,  suhu 37,5o C, Tanda vital:
Data Obyektif:  suhu 38,1o C,  frekuensi nadi 86 kali  frekuensi nadi 80 kali per  suhu 37,0o C,
- pasien terlihat  frekuensi nadi 90 kali per menit, menit,  frekuensi nadi 78 kali per menit,
lemah dan tampak per menit,  frekuensi pernafasan  frekuensi pernafasan 20 kali  frekuensi pernafasan 22 kali per
gelisah.  frekuensi pernafasan 22 20 kali per menit. per menit. menit.
- Kulit teraba hangat kali per menit.
saat disentuh A: A: A:
- Tanda Vital A: Masalah belum teratasi Masalah belum teratasi Masalah teratasi
Nadi : 98x/menit Masalah belum teratasi
RR: 22 x/menit P: P: P:
Temp : 39 oC P: Lanjutkan intervensi Lanjutkan intervensi Lanjutkan intervensi Intervensi dihentikan pasien pulang.
1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6 ,7 1,2,3,4,6,7
81

2 Pasien 2 ( Nn. “M”) S: S: S: S:


Ibu Pasien mengatakan ibu Pasien mengatakan ibu Pasien mengatakan panas ibu Pasien mengatakan badan anak
Data Subjektif: badan anak masih panas panas anak sudah anaknya sudah berkurang nya tidak panas lagi
ibu pasien mengatakan berkurang
sejak beberapa hari yang O: O: O:
lalu sebelum masuk K/U lemah, Pasien tampak O: KU : Baik KU : Baik, Nn. “M” tampak lebih
rumah sakit, pasien gelisah, badan masih K/U lemah RR: 19 x/menit segar, mukosa bibir tampak lembab,
mengeluh panas, teraba panas, Pasien tampak masih Nadi: 75 x/menit kulit tidak kemerahan, kulit tidak
mimisan (+), dan mual Tanda vital: sedikit gelisah dan badan Temp: 37,2 oC teraba hangat.
(+) RR: 24 x/menit sedikit panas, Tanda vital :
Data Obyektif: Nadi:84x/menitTemp: 38 Tanda vital: A: RR: 19 x/menit
o
- pasien terlihat C RR: 19 x/menit Masalah belum teratasi Nadi: 78 x/menit
lemah dan tampak Nadi: 80 x/menit Temp: 37 oC
gelisah A: Temp: 37,6 oC P:
- Kulit teraba hangat Masalah belum teratasi Lanjutkan intervensi A:
saat disentuh A: 1,2,3,4,6,7 Masalah teratasi
- Tanda Vital P: Masalah belum teratasi
Nadi : 84x/menit Lanjutkan intervensi P: Lanjutkan intervensi P:
RR: 20 x/menit 1,2,3,5,6,7 1,2,3,4,5,6,7 Intervensi dihentikan pasien pulang
Temp : 38,2 oC
81
82

BAB V
PEMBAHASAN

Setelah memberikan implementasi pada An. “N” dan Nn. “M”


dengan diagnosa Demam Berdarah Dengue (DBD) selama 4 hari (dari
tanggal 11 Juni sampai 14 Juni 2018) di Ruang Rawat Inap Anak Medang
RSUD Sekayu, maka pada Bab ini penulis mengemukakan pmbahasannya.

1. Edukasi pada Pasien DBD


Pada pasien 1 (“An. N”) didapatkan hasil ibu pasien mengatakan
bersedia untuk diberikan penjelasan tentang demam berdarah, keluarga Pasien
tampak mendengarkan penjelasan dari perawat, dan setelah diberikan
penjelasan keluarga pasien mengerti dan mampu mengulangi penjelasan yang
diberikan.
Sedangkan pada pasien 2 (An. “M”) didapatkan hasil ibu pasien
mengatakan sudah tahu tentang penyakit yang diderita anaknya dan bersedia
untuk diberikan penjelasan tentang demam berdarah, keluarga pasien tampak
mendengarkan penjelasan dari perawat, dan setelah diberikan penjelasan
keluarga pasien mengerti dan mampu mengulangi penjelasan yang diberikan.
Dari hasil diatas didapatkan ada peningkatan pengetahuan responden
ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan kepada
responden dapat diterima dengan baik. Pendidikan kesehatan yang diberikan
ditujukan agar responden ataupun masyarakat dapat lebih memahami
permasalahan tentang demam berdarah yang masih mungkin terjadi di
lingkungan tempat tinggalnya (Wawan, 2010).
Memberikan penjelasan merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan pengetahuan pada pasien maupun keluarga pasien. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah memberikan informasi.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Dengan ini orang yang memiliki

82
83

pengetahuan baik maka akan lebih mampu bersikap baik terhadap


penyakitnya (Sodikin, 2012).
Departemen kesehatan RI (2005) menyatakan pendidikan kesehatan
merupakan penambahan pengetahuan serta kemampuan seseorang dengan
cara praktek belajar bertujuan mengubah atau perilaku baik secara individu,
maupun masyarakat untuk lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Hal ini sesuai dengan teori Maulana (2009) bahwa pendidikan
kesehatan merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan. Edukasi kesehatan ini bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk
memelihara serta meningkatkan kesehatannya sendiri. Oleh karena itu, tentu
diperlukan upaya penyediaan dan penyampaian informasi untuk mengubah,
menumbuhkan, atau mengembangkan perilaku positif.
Menurut penulis, tidak ada kesenjangan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus bahwa edukasi berupa pendidikan/penyuluhan kesehatan
tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) sangat penting untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada
pasien 1 (An. “N”) dan pasien 2 (Nn. “M”) edukasi diberikan kepada ibu
pasien karena kedua pasien masih anak-anak dan memerlukan bimbingan dari
keluarga pasien.

2. Melakukan Kompres Hangat


Setelah diberikan kompres hangat pada pasien 1 (“An. N”) mulai
dari hari ke 1 dilakukan implementasi sampai hari ke 4 terlihat sekali ada
perubahan suhu tubuh dari awalnya 38,1o C menjadi 37 o C. Sedangkan pada
pasien 2 (An. “M”) juga terlihat ada perubahan suhu tubuh setelah dilakukan
intervensi dari hari ke 1 sampai hari ke 4 dari awalnya 38 o C menjadi 37 o C.
Berdasarkan hasil diatas didapatkan bahwa Anak-anak dengan DBD
umumnya menunjukkan peningkatan suhu tiba-tiba yang disertai kemerahan
wajah dan gejala konstituional non spesifik yang menyerupai DD, seperti
84

anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot, atau tulang dan sendi.
Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok dan nyeri faring sering ditemukan
pada pemeriksaan, tetapi rhinitis dan batuk jarang ditemukan. Nyeri
konjungtiva mungkin terjadi. Ketidak nyamanan epigastrik, nyeri tekan pada
margin kosta kanan, dan nyeri abdominal generalisata umum terjadi. Suhu
biasanya tinggi (>390C) dan menetap selama 2-7 hari. Kadang suhu mungkin
setinggi 40-410 C; konvulsi virus debris dapat terjadi terutama pada bayi
(Soedarmo, 2012).
Perawat sangat berperan penting untuk mengatasi Hipertermia pada
Demam Berdarah Dengue. Tindakan mengatasi atau menurunkan suhu ini
mencakup intervensi farmakologi dan nonfarmakologi. Untuk terapi non
farmakologi Dalam mengatasi Hipertermia juga bisa dengan melakukan
kompres. Kompres seluruh badan dengan air hangat dapat memfasilitasi
pengeluaran panas, serta dibutuhkan untuk meningkatkan keefektifan
pemberian antipiretik (Setiawati, 2014).
Hasil ini sesuai dengan teori Barbara R Hegner (2009), yang
menyatakan Kompres hangat dan dingin mempengaruhi tubuh dengan cara
yang berbeda. Kompres dingin mempengaruhi tubuh dengan cara
vasokontriksi pembuluh darah, mengurangi oedem, mematirasakan sensasi
nyeri, memperlambat proses inflamasi, mengurangi rasa gatal. Sedangkan
kompres hangat mempengaruhi tubuh dengan vasodilatasi pembuluh darah,
memberi nutrisi dan oksigen pada sel, meningkatkan suplai darah, dan
mempercepat penyembuhan.
Sedangkan menurut Wolf (2012) Mekanisme kompres hangat
dimana tubuh akan memberikan sinyal ke Hipotalamus melalui sumsum
tulang belakang. Ketika respon yang peka terhadap panas dihipotalamus
dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat
dan vasolidator parifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla dari tungkai otak, dibawah pengaruh
hipotalamusbagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan energi panas melalui kulit
meningkat.
85

Menurut penulis, terdapat kesamaan antara teori dan temuan yang ada
di lapangan bahwa kompres hangat dapat menurunkan suhu pada pasien DBD
dengan masalah Hipertermia. Pada pasien 1 (An. “N”) dan pasien 2 (Nn.
“M”) telah dilakukan kompres hangat. Pada kompres hangat terjadi dilatasi
pada pembuluh darah yang dapat memfasilitasi pengeluaran panas dan
mempercepat penguapan. Namun pada pasien 1 (An. “N”) dan pasien 2 (Nn.
“M”) diperlukan peran keluarga terutama ibu pasien untuk membantu terapi
yang diberikan.

3. Pemenuhan Kebutuhan Cairan

Setelah pasien dianjurkan untuk minum yang cukup sekurangnya


1000 cc sehari pada pasien 1 (“An. N”) dan pasien 2 (Nn. “M”), ibu pasien
mengatakan pada hari ke 1 dilakukan implementasi, anaknya susah minum,
namun mulai minum air putih seperempat gelas belimbing. Dan terjadi
peningkatan saat dilakukan implementasi hari ke 4 yaitu sudah mulai minum
air putih sekitar 8 gelas belimbing dalam sehari. Pasien tampak lebih segar
dan mukosa bibir lembab.
Tujuan pemberian cairan oral adalah untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah, atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan
perlu diberikan. Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi
karena demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Penderita DBD perlu diberi
minum sebanyak mungkin (Susilaningrum, 2013).

Pemenuhan cairan pada pasien DBD sangat diperlukan karena suhu


yang meningkat mengakibatkan banyak penguapan pada tubuh sehingga perlu
dengan asupan cairan yang seimbang (Hidayat, 2008).

Kekurangan volume cairan dan elektrolit dalam jumlah yang banyak


dapat menyebabkan terjadinya penurunan volume, tekanan darah, nadi cepat
dan kecil, berat badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun
cekung, selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering. Hal ini
dikarenakan penderita mengalami defisit volume cairan akibat dari
86

meningkatnya permeabilitas dari kapiler pembuluh darah sehingga seseorang


yang menderita DBD mengalami syok hipovolemik dan akhirnya meninggal
(Ngastiyah, 2010).

Menurut penulis, terdapat kesamaan antara teori dan temuan yang ada
di lapangan bahwa penggantian cairan pada pasien DBD dengan masalah
Hipertermia dapat menurunkan suhu badan pasien. Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak. Pada pasien 1 (An. “N”) dan pasien 2
(Nn. “M”) telah dianjurkan pemenuhan cairan dengan minum air yang cukup
sekurangnya 1000 cc sehari dan pasien mengikuti dengan baik dengan
bantuan anggota keluarga pasien yaitu ibu dalam pemberian implementasi.

4. Kolaborasi Dalam Pemberian Obat Antipiretik


Setelah pasien diberikan obat antipertik untuk menurunkan demam,
implementasi pada hari ke 1 pada pasien 1 (An. “N”) terdapat penurunan suhu
badan secara berkala sampai perawatan hari ke 4. Suhu badan pasien awalnya
38, 1o C pada hari ke 1 setelah diberikan obat antipiretik sesuai jadwal yang
diberikan dokter terjadi penurunan menjadi 37,0o C pada hari ke 4.
Sedangkan pada pasien 2 (Nn. M) terdapat penurunan suhu badan secara
berkala sampai perawatan hari ke 4. Suhu badan pasien awalnya 38o C pada
hari ke 1 setelah diberikan obat antipiretik sesuai jadwal yang diberikan
dokter terjadi penurunan menjadi 37,0o C. Pada pasien 1 diberikan Obat
Parasetamol Tablet 3 x ½ tab (250mg) sedangkan pasien 2 diberikan Obat
Parasetamol Tablet 3 x 1 tab (500mg).

Antipiretik merupakan obat yang ditujukan untuk mengobati demam.


Tujuan pengobatan demam adalah untuk mengembalikan suhu demam
menjadi suhu normal 36,5o C (Rahardja, 2012).

Obat antipiretik diberikan bila suhu tubuh lebih dari 38,5oC. obat
Antipiretik diberikan apabila diperlukan. Obat Antipretik digunakan
bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh menjadi dibawah 39 oC (Sutedjo,
2008).
87

Menurut penulis, terdapat persamaan antara teori dan implementasi


yang dilakukan di lapangan yaitu pemberian antipiretik pada pasien demam
berdarah dengue (DBD) merupakan kolaborasi terapi antara perawat dan
dokter dalam upaya penurunan suhu badan pasien. Parasetamol yang
diberikan pada pasien merupakan antipiretik yang aman digunakan pada
anak-anak dibandingkan golongan antipiretik lainnya. Selain parasetamol
cepat diabsorbsi pada pemberian obat secara oral.
88
89

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Setelah memberikan pendidikan kesehatan (edukasi) kepada orang
tua pasien, didapatkan ada pengetahuan mengenai penanganan pada
anak DBD dengan masalah keperawatan hipertermi yang nantinya
diharapkan terjadinya perubahan perilaku khususnya dalam bidang
kesehatan.
2. Kompres Hangat
Pemberian kompres hangat pada pasien DBD terbukti
memberikan dampak penurunan suhu tubuh karena memberikan efek
vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) sehingga sangat
berpengaruh dalam proses penurunan suhu tubuh.
3. Pemenuhan Kebutuhan Cairan
Pemenuhan kebutuhan cairan merupakan salah satu cara yan
dilakukan untuk menurunkan demam pada anak, selain itu cairan
diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi karena demam
tinggi, anoreksia dan muntah.
4. Kolaborasi Dalam Pemberian Obat Antipiretik
Setelah pemberian obat antipiretik pada pasien 1 dan pasien 2
terdapat penurunan suhu tubuh sampai perawatan hari ke- 4.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penerapan implementasi keperawatan pada
pasien demam Berdarah dengan masalah hipertermia berhubungan dengan
proses infeksi virus, maka penulis dapat memberikan beberapa saran
antara lain:
1. Bagi Perawat
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah
hipertermia di RSUD Sekayu sebaiknya perawat mengkaji terlebih dahulu
masalah dan kebutuhan pasien secara menyeluruh untuk menegakkan

88
90
89

diagnosa keperawatan yang tepat sehingga dapat memecahkan masalah


pasien sesuai dengan keluhan dan kondisinya. Dalam hal ini perawat
dituntut mempunyai sikap ramah, penuh perhatian dan empati serta
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam
memecahkan masalah pasien terutama terhadap keluarga karena tindakan
keperawatan melibatkan keluarga. Perawat juga diharapkan melaksanakan
implementasi keperawatan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit.
2. Bagi Pasien
Pasien/keluarga pasien agar lebih memahami tentang proses
penyakitnya dan menyampaikan informasi selengkap-lengkap tentang
keluhannya, masalah kesehatan dan riwayat kesehatannya agar semakin
meningkatkan kualitas proses keperawatan. Dan pasien/keluarga pasien
agar melaksanakan perawatan di rumah secara mandiri agar tidak terjadi
peningkatan suhu badan lagi.
3. Bagi RSUD Sekayu
Diharapakan Rumah Sakit memiliki Standar Operasional
Prosedur dalam perawatan pasien Demam Berdarah Dengue dengan
masalah Hipertermi sehingga perawat dapat melaksanakan asuhan
keperawatan dengan baik.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat professional,
terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan
keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
91

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bustan. 2010. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

DepKes, RI. 2005. Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan.

Dinkes Kabupaten Musi Banyuasin. 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Musi


Banyuasin.

Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera


Selatan.

Djuwariyah. 2016. Efektifitas Kompres Hangat dalam Menurunkan Demam pada


Pasien DBD di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Gorontalo. Foum
Penelitian. 33, 52-57, 60.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah


Dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Ditjen PP dan PL. Hlm. 10,
21, 53-9.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang


Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue oleh Juru Pemantau Jentik
(Jumantik). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Ditjen PP dan PL. Hlm.
29-33.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah


Dengue di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Ditjen PP dan
PL.

Macnee. 2004. Understanding Nursing Reseach: Reading and Using Research in


Practice. Philadelphia: Lippincott, William and Wilkins.

Mubarak, W.I & Chayatin Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Noer, Syaifullah. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

NANDA NIC NOC. 2013. Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosis Medis.


Jakarta: EGC.
92

Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Umum.

Potter, P.A., Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

Sari Pediatri, Batubara JRL. 2016. Volume 12 No 1 Bulan Juni. Jakarta:


Departemen Ilmu Kesehehatan Anak FKUI/RSCM.

Sembel, D.T. 2009. Entemologi Kedokteran. Yogyakarta: ANDI.

Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam pada Anak. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Soedarmo, SSP, dkk. 2012. Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Soegijanto Soegeng, 2016. Demam Berdarah Dangue. Surabaya: Airlangga


University Press.

Suhendro, dkk. 2009. Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Sungkar, Saleha. 2015. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue : Sebuah


Tantangan yang harus dijawab. Majalah Kedokteran Indonesia.

Suriadi, Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV.
Sagung Seto.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Widjaja. 2013. Mencegah Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta: Kawan


Pustaka EGC.

Wilkinson, Judith M. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. 2012. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

World Health Organization. 2009. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis,


Treatment, Prevention, and Control. 2nd edition. Ganeva.
http:www.who.int. diakses Maret 2018.

World Health Organization. 2012. Global Strategy for Dengue Prevention and
Control. Dikutip dari :
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75303/1/9789241504034_eng.pdf.
diakses pada tanggal 25 Maret 2018.
93
94
95
96
97
98
99

Anda mungkin juga menyukai