Anda di halaman 1dari 153

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

K DENGUE HAEMORAGIC

FEVER (DHF) DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI

DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSUD dr. R SOETIJONO BLORA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Risa Dwi Aprillia


NIM. P1337420418012

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. K DENGUE HAEMORAGIC

FEVER (DHF) DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI

DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSUD dr. R SOETIJONO BLORA

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya


Keperawatan

Pada Program Studi D III Keperawatan Blora

Risa Dwi Aprillia


P1337420418012

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Risa Dwi Aprillia
NIM : P1337420418012

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa KTI yang saya tulis ini adalah benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.

Apalagi di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan


kasus ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Blora, Mei 2021


Yang membuat Pernyataan,

Risa Dwi Aprillia

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah oleh Risa Dwi Aprillia NIM. P1337420418012 dengan judul
Asuhan Keperawatan Anak Dengue Haemoragic Fever (DHF) Dengan Fokus
Studi Pengelolaan Hipertermi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Blora, Mei 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Siti Kistimbar., Spd S. Kep., Ns., M. Kes Sutarmi, MN


NIP. 196506061984032001 NIP. 197406151998032001
Tanggal : Mei 2021 Tanggal : Mei 2021

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Risa Dwi Aprillia NIM. P1337420418012 dengan
judul Asuhan Keperawatan Anak Dengue Haemoragic Fever Dengan Fokus
Studi Pengelolaan Hipertermi ini telah dipertahankan di depan dewan penguji
pada tanggal 25 Mei 2021.

Dewan Penguji

Erni Nuryanti, S.Kep, Ners, M.Kes Ketua


NIP. 197011071998032001

Sutarmi, MN
Anggota I
NIP. 197406151998032001

Siti Kistimbar., Spd S. Kep., Ns.,


M.Kes NIP. 196506061984032001 Anggota II

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Blora

Joni Siswanto, S. Kep., M. Kes


NIP. 196607131990031003

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan Puji syukur ke hadirat Allah SWT,


atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
tentang “Asuhan Keperawatan Anak Dengue Haemoragic Fever Dengan
Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi” untuk memenuhi persyaratan kuliah
Tugas Akhir pada Program Studi D III Keperawatan Blora Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Semarang.
Penulis menyadari bahwa waktu kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan
berkat adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang atas dukungan dana yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan penelitian ini, Ketua Jurusan Keperawatan, Ketua Program Studi
Diploma III Keperawatan Blora, direktur RSUD, dan klien yang dengan sukarela
berpartisipasi dalam asuahan keperawatan.
Peneliti berharap semoga hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat
khususnya untuk pengelolaan klien dengan masalah hipertermi karena DHF.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah masih belum sempurna, oleh karena
itu masukan dan kritik untuk perbaikan penulisan karya ilmiah pada masa
mendatang sangat penulis harapkan.
Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Marsum BE, S. Pd., MHP Direktur Poltekkes Kemenkes Semarang.
2. Suharto, S.Pd. MN Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Semarang.
3. Joni Siswanto, S. Kep., M. Kes Ketua Program Studi Keperawatan Blora.
4. dr. Nugroho, Direktur RSUD dr. Soetijono Blora
5. Siti Kistimbar Spd., S. Kep., Ns, M. Kes selaku pembimbing pertama dan
penguji II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

vi
6. Sutarmi, MN selaku pembimbing kedua dan penguji I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
7. Erni Nuryanti, S.Kep, Ners, M.Kes selaku ketua penguji yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.

8. Bapak Ibu Dosen dan Staf Program Studi Keperawatan Blora yang telah
memberikan ilmu dan bimbingan.
9. Kedua orang tua Bapak Dasar dan Ibu Yatmi, Kakak saya tercinta yang
telah membantu doa, menguatkan, memberikan perhatian, dan semangat
kepada penulis.
10. Teman-teman seperjuangan dalam bimbingan karya tulis ilmiah yang telah
berjuang bersama penulis dan selalu memberi semangat.
11. Teman-teman seangkatan 2018 dan semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan laporan kasus ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis berharap semoga hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi orang lain khususnya dalam penyusunan Asuhan Keperawatan Anak Dengue
Haemoragic Fever Dengan Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi. Penulis
menyadari bahwa karya tulis ilmiah masih belum sempurna, oleh karena itu
masukan dan kritik untuk perbaikan penulisan karya tulis pada masa mendatang
sangat penulis harapkan.

Blora, Mei 2021

Penulis

vii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGUE HAEMORAGIC
FEVER DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI

Risa Dwi Aprillia 1


Siti Kistimbar, S.Pd., S.Kep, M.Kes2, Sutarmi, MN2
Erni Nuryanti, S.Kep, Ners, M. Kes2
1
Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Semarang
2
Dosen Jurusan Keperawatan Semarang
Email : risadwi806@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang : Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit yang


disebabkan karena infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegepty yang dapat memicu terjadinya demam mendadak selama 2-7 hari,
disertai gejala seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota
badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Bahaya jika Hipertermi pada Dengue
Haemoragic Fever (DHF) tidak segera ditangani dapat menyebabkan perdarahan,
resiko kejang, dehidrasi, bahkan dapat menyebabkan syok yang dapat mengancam
jiwa dan bisa menyebabkan kematian.
Tujuan : karya tulis ini bertujuan untuk menggambarkan Asuhan Keperawatan
Pada An. K Dengue Haemoragic Fever (Dhf) Dengan Fokus Studi Pengelolaan
Hipertermi Di Ruang Wijaya Kusuma Rsud Dr. R Soetijono Blora
Metoda : Metode yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus dan menggunakan
proses pendekatan keperawatan.
Hasil : pengkajian dilakukan pada anak dengan cara anemnesa ibu untuk
membantu hingga muncul masalah DHF, intervensi masalah tersebut
menggunakan lima intervensi dan implementasi selama 3 hari dengan tujuan yang
sudah dibuat, kemudian dengan hasil evaluasi masalah teratasi terhadap pasien
anak yang sudah dilakukan anemnesa.

Kata kunci : Hipertermi, DHF

viii
NURSING CARE IN DENGUE HAEMORAGIC FEVER CHILDREN
WHICH FOCUS ON HYPERTHERMIA MANAGEMENT STUDIES

Risa Dwi Aprillia 1


Siti Kistimbar, S.Pd., S.Kep, M.Kes2, Sutarmi, MN2

Erni Nuryanti, S.Kep, Ners, M. Kes2


1
Student of D III of Semarang Nursing Study Program
2
Lecturer of Nursing Department of Poltekkes Kemenkes Semarang

Email: risadwi806@gmail.com

ABSTRACT

Background : Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by infection


with the dengue virus transmitted through the bite of the Aedes aegepty mosquito,
which can develop sudden fever for 2-7 days, the symptoms are weakness,
decreased appetite, vomiting, pain in the legs, back, joints. , head and stomach.
The danger if Hyperthermia in Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) does not act
immediately it can cause bleeding, risk of seizures, dehydration, and can even
cause shock that can be life-threatening and can lead to death.

Purpose: this paper aims to describe Nursing Care at An. K Dengue Haemoragic
Fever (Dhf) with a Study Focus on Hypertermi Management in the Wijaya
Kusuma Room, Rsud Dr. R Soetijono Blora

Methods: the method used in providing nursing care using a descriptive method
with a case study approach and using a nursing approach process.

Results: The assessment was carried out on the child by means of anemnesic
mother to help with DHF problems, the intervention used five interventions and
was implemented for 3 days with the goals that had been made, then with the
results of evaluating the problem was resolved on the pediatric patient who had
anemnesis.

Key words: Hyperthermia, DHF

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
LEMBAR JUDUL............................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. v
KATA PENGANTAR....................................................................................... vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7
A. Konsep Dasar DHF................................................................................. 7
1. Pengertian .......................................................................................... 7
2. Etiologi .............................................................................................. 7
3. Manifestasi Klinis.............................................................................. 8
4. Klasifikasi.......................................................................................... 8
5. Patofisiologi....................................................................................... 9
6. Pathway.............................................................................................. 11
7. Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 12
8. Penatalaksanaan................................................................................. 12
B. Konsep Hipertermi.................................................................................. 13
1. Pengertian .......................................................................................... 13
2. Etiologi............................................................................................... 13

x
3. Tahapan Demam & Cara Penanganannya......................................... 13
4. Fase-fase terjadinya hipertermi pada DHF........................................ 15
5. Batasan Karakterstik hipertermi......................................................... 16
6. Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertermi................................. 16
7. Pengelolaan Hipertermi...................................................................... 17
C. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak.................................................. 18
1. Definisi Pertumbuhan Dan Perkembangan........................................ 18
2. Ciri – Ciri Pertumbuhan Dan Perkembangan.................................... 18
3. Pertumbuhan Dan Perkembangan Usia Sekolah (6- 12 Tahun) ....... 19
D. Konsep Dasar Hospitalisasi..................................................................... 20
1. Definisi............................................................................................... 20
2. Stressor Umum pada Hospitalisasi Anak........................................... 20
3. Manfaat Hospitalisasi......................................................................... 20
4. Reaksi Hospitalisasi Pada Usia Sekolah (6 – 12 Tahun)................... 21
5. Intervensi Keperawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi... 21
6. Manajemen Asuhan Keperawatan Anak Usia Sekolah Dengan
Hospitalisasi........................................................................................... 22
E. Konsep Bermain Pada Anak.................................................................... 23
1. Definisi............................................................................................... 23
2. Manfaat Terapi Bermain.................................................................... 23
3. Terapi Bermain di Rumah Sakit......................................................... 24
4. Pedoman Terapi Bermain Menyusun Puzzle ( Usia 6-12 Tahun)..... 24
F. Konsep Dasar Imunisasi........................................................................ 25
1. Definisi.............................................................................................. 25
2. Imunisasi Untuk Usia Sekolah (6-12 Tahun).................................... 26
3. Efek Samping Yang Timbul Setelah Imunisasi Anak Usia Sekolah 27
4. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ( KIPI )......................................... 28
G. Asuhan Keperawatan DHF .................................................................... 28
1. Pengkajian......................................................................................... 28
2. Diagnosa keperawatan...................................................................... 36
3. Perencanaan...................................................................................... 36

xi
4. Implementasi..................................................................................... 38
5. Evaluasi............................................................................................. 39
6. Discharge Planning........................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 41
A. Rancangan Penelitian.............................................................................. 41
B. Subjek Penelitian..................................................................................... 41
C. Tempat Dan Waktu................................................................................. 42
D. Variabel Dan Definisi OperasionalVariabel........................................... 42
E. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 44
F. Teknik Analisa Data................................................................................ 45
G. Etika Penelitian....................................................................................... 45
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Gambaran Lokasi Penelitian.................................................................... 47
2. Pengkajian ............................................................................................... 47
3. Analisis masalah...................................................................................... 57
4. Diagnosis Keperawatan............................................................................ 58
5. Rencana Keperawatan.............................................................................. 59
6. Implementasi............................................................................................ 62
7. Evaluasi.................................................................................................... 75
B. Pembahasan
1. Pengkajian................................................................................................ 76
2. Diagnosis Keperawatan............................................................................ 79
3. Rencana Keperawatan.............................................................................. 80
4. Implementasi Keperawatan...................................................................... 83
5. Evaluasi Keperawatan.............................................................................. 86

xii
BAB V KESIMPULAN & SARAN
1. Simpulan ................................................................................................. 88
2. Saran......................................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1.1 Diagnosa Keperawatan ..................................................... 36

xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pathway DHF.................................................................................. 11

xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit pada anak sangat banyak. Mulai penyakit yang
disebabkan oleh virus ataupun karena genetik. Anak-anak sangat rentan
terserang penyakit, hal ini disebabkan daya tahan anak relative lemah,
sebab system imun anak belum sempurna. Penyakit yang sering terjadi
pada anak adalah Dengue Haemoragic Fever (DHF) terutama pada negara
beriklim tropis yaitu pada musim penghujan dan pancaroba salah satunya
di Indonesia.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau yang biasa disebut dengan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan karena infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegepty yang dapat memicu terjadinya demam atau
hipertermi (Wijayanti & Anugrahati,2019).

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia hingga Juli


mencapai 71.633 kasus. Jumlah kasus dan kematian tahun ini masih
rendah dibandingkan tahun 2019. Dengan jumlah kematian di seluruh
Indonesia mencapai 459.10 jiwa . ( Kemenkes,2020).

Di Jawa Tengah, Pada tahun 2019 Kasus DBD tecatat sebanyak


9007 kasus. Angka Kesakitan DHF sebesar 25,9 per 100.000 penduduk,
mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2018 yakni 10,2 per
100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian DBD di Jawa Tengah
tahun 2019 sebesar 1,5%,meningkat bila dibandingkan tahun 2018 yaitu
1,1%. (Dinkes Jateng Prov, 2019).

Kabupaten Blora merupakan daerah endemik DBD. Karena


pergantian iklim membuat musim tidak dapat lagi di prediksi sehingga
menyebabkan penyakit DBD ada sepanjang tahun serta cenderung
bertambah. Pada tahun 2018 kasus DBD di Blora sebanyak 45,01 per
100.00 penduduk dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten

1
2

Grobogan sebanyak 33,54 per 100.000 penduduk. Kasus DBD di


kabupaten Blora menduduki posisi tertinggi di Jawa Tengah (Kemenkes,
2018) . Penderita DBD di Kabupaten Blora selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut cukup tinggi. Data kumulatif yang paling tinggi penderita DBD
adalah tahun 2016 mencapai angka 83,3 per 100.000 penduduk. Angka
kematian DBD pada tahun 2018 mencapai angka 1,5% untuk itu perlu
langkah-langkah yang tepat untuk mencegah agar tidak terjadi KLB di
Kabupaten Blora (Dinkes Blora, 2018).

Di tengah pandemi Covid-19 ini masyarakat harus tetap waspada


terhadap DBD, disamping juga mematuhi protokol kesehatan untuk
mencegah penularan Covid-19. Oleh karena itu perlu adanya peran serta
masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pengendalian kasus Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF). Upaya penanggulangan penyakit Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) kementrian kesehatan melakukan langkah
pencegahan dini, yaitu fogging sebelum musim penularan, untuk
pemberantasan sarang nyamuk ( PSN) dan 3M yaitu, menguras, menutup
& mengubur plus menabur bubuk larvasida. Selain itu juga dapat
melakukan beberapa hal pencegahan seperti mendaur ulang sampah,
menggunakan obat nyamuk dan lotion antinyamuk, mengatur cahaya dan
ventilasi ruangan, memasang kelambu antinyamuk, dan memelihara
kebersihan sekitar (Kemenkes, 2019).

Pada kasus DHF masalah yang pertama kali muncul adalah


hipertermi. Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas
ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya
ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi
produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Hipertermi juga merupakan respon tubuh terhadap proses infeksi (Potter &
Perry ,2010).
3

Demam pada anak DHF umumnya timbul mendadak, pasien


mengalami demam selama 2-7 hari, disertai gejala seperti lemah, nafsu
makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi,
kepala dan perut. Pada hari ke-3 muncul perdarahan dimulai dari yang
ringan yaitu berupa perdarahan di bawah kulit (ptekia), perdarahan gusi.
Pada kasus ringan tanda dan gejala akan menghilang seiring dengan
penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh dapat disertai dengan
berkeringat, dan perubahan pada laju nadi serta tekanan darah.
Kebanyakan keluarga pasien yang menderita penyakit DHF terlambat
membawa anaknya ke Rumah Sakit. Karena keluarga menganggap hanya
panas biasa dan panasnya bisa segera turun dengan sendirinya. Bahaya
jika Hipertermi pada DHF tidak segera ditangani dapat menyebabkan
perdarahan, resiko kejang, dehidrasi, bahkan dapat menyebabkan syok
yang dapat mengancam jiwa pasien dan bisa menyebabkan kematian.

Menurut Sodikin, 2012 untuk mengatisipasi terjadinya syok karena


terjadinya kebocoran dan kehilangan plasma yang hebat, maka
peningkatan suhu tubuh harus segera diturunkan . Dengan turunnya suhu
tubuh pasien , maka pasien tidak akan mengalami syok karena tidak
terdapat pembesaran / kebocoran plasma pada tubuh pasien yang
disebabkan oleh virus dengue.

Berdasarkan kasus DHF di atas perlu peran perawat dalam


menangani DHF yaitu dengan cara promotif (promosi kesehatan),
preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitatif
(pemulihan).

Promotif yaitu dengan cara memberikan penyuluhan kepada


masyarakat tentang pencegahan factor yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit DHF meliputi 3M, PSN. Preventif yaitu dengan
melakukan upaya pencegahah factor yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit DHF dengan cara merubah pola kehidupan sehari-hari
masyarakat melalui membersihkan lingkungan dan penampungan air,
4

tidak menggantung pakaian yang sudah dipakai, menguras bak mandi,


membersihkan genangan air. Di lingkungan masyarakat masih banyak
yang belum melakukan hal tersebut contohnya masih banyak orang yang
suka menggantung pakaian yang sudah di pakai, dan membiarkan
genangan air serta jarang menguras bak mandi. Karena hal tersebut dapat
menjadi tempat atau wadah bagi sarang nyamuk untuk berkembang biak.
Kuratif yaitu, pada klien dengan hipertermi dapat dilakukan kompres
hangat yang diberikan pada daerah leher, lipatan ketiak dan pahayang
dilakukan perawat secara mandiri.Tetapi pada kenyataanya di lapangan
perawat belum melakukan kompres hangat secara optimal, kompres
hangat dilakukan oleh keluarga klien,karena perawat hanya memberikan
instruksi. Memonitor tanda- tanda vital setiap setiap 2 jam, menganjurkan
untuk minum sedikit tapi sering dan serta memberikan minuman yang
dapat meningkatkan trombosit, istirahat yang cukup, menganjurkan
memakai pakaian tipis yang dapat menyerap keringat, serta kolaborasikan
dengan tim medis dalam pemberian antipiretik. Yang terakhir yaitu
rehabilitatif perawat berperan untuk memulihkan kondisi pasien dan
memberikan informasi mengenai penyakit DHF agar penyakitnya tidak
terulang kembali.
Dari penjelasan latar belakang serta uraian diatas sehingga bisa
diambil kesimpulan bahwa hipertermi pada pasien DHF menjadi fokus
yang harus diperhatikan serta perlu penanganan yang tepat, supaya tidak
terjadi komplikasi yang muncul akibat hipertermi. Perihal tersebut menjadi
dasar mengapa penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan Anak Dengue Haemoragic Fever(DHF)
Dengan Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi”
B. Perumusan masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Anak Dengue Haemoragic Fever
Dengan Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi?
5

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan Anak Dengue Haemoragic
Fever (DHF) Dengan Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi dengan
pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapatmelaksanakan pengkajian pada klien anak Dengue
Haemoragic Fever (DHF) Dengan Fokus Studi Pengelolaan
Hipertermi.
b. Dapat menyusun dan merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
anak Dengue Haemoragic Fever (DHF) Dengan Fokus Studi
Pengelolaan Hipertermi.
c. Dapatmenyusun rencana keperawatan untuk memecahkan masalah
pada klien anak Dengue Haemoragic Fever (DHF) Dengan Fokus
Studi Pengelolaan Hipertermi.
d. Dapatmelaksanakan tindakan keperawatan untuk memecahkan
masalah pada klien anak Dengue Haemoragic Fever (DHF) Dengan
Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi.
e. Dapat mengevaluasi hasil tindakan dari keperawatan pada klien
anakDengue Haemoragic Fever (DHF) Dengan Fokus Studi
Pengelolaan Hipertermi.
f. Dapat membandingkan respon 2 klien pada anak Dengue
Haemoragic Fever Dengan Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan proposal KTI ini diharapkan memberikan
sumbangan untuk meningkatkan pengetahuan dan praktik terutama
dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak Dengue
Haemoragic Fever (DHF) dengan fokus studi pengelolaan
hipertermi.
6

2. Manfaat Praktis
a. Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Hasil penulisan proposal KTI diharapkan memberikan kontribusi
dalam peningkatan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada
anak Dengue Haemoragic Fever (DHF) Dengan Fokus Studi
Pengelolaan Hipertermi.
b. Peningkatan Kesehatan masyarakat
Hasil penulisan proposal KTI diharapkan memberikan kontribusi
dalam peningkatan status kesehatan melalui upaya promotif
khususnya bagi klien anak Dengue Haemoragic Fever Dengan
Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dengue Haemoragic Fever (DHF)


1. Definisi Dengue Haemoragic Fever (DHF)
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue
yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan Demam
Berdarah Dengue. (Hidayat, 2006, dalam Wulandari & Erawati, 2016,
p. 279)
Demam berdarah dengue ( DBD) atau Dengue Haemoragic Fever (
DHF ) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah flavivirus.
( Misnadiarly, 2009 dalam Wulandari & Erawati, 2016, p. 280)
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
terdapat pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama
demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu
infeksi arbovirus (arthropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Titik Lestari,
2016)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
penyakit Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Haemoragic
Fever ( DHF ) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang masuk ke dalam tubuh gigitan nyamuk Aedes Aegypty .
2. Etiologi
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus
Dengue. Di Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi
menjadi 4 serotipevirus Dengue yang termasuk dalam grup B
arthropediborne viruses (arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Virus Dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti masuk
ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.

7
8

(Titik lestarin, 2016)


3. Manifestasi Klinis
Menurut kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan apabila
semua hal dibawah ini terpenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
1) Uji tourniquet positif.
2) Ptieke, ekimosis, atau purpura.
3) Perdarahan mukosa (epiktaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan.
4) Hematemesis atau melena.
c. Trombosit <100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
1) Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin.
2) Penurunan nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat.
e. Tanda kebocoran plasma seperti : Hipoproteinemi, asitesis, efusi
pleura.
4. Klasifikasi
Klasifikasi derajat DBD Menurut WHO (2017), sebagai berikut:
a. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan (uji torniket positif).
b. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit (epitaksis,
hematomesis, melena, dan perdarahan gusi)
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan ditandai dengan nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau
hipotensi, kulit dingin lembab, gelisah.
9

d. Derajat IV
Syok berat dengan nadi tidak teraba , dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
5. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
aedes aegypty, dan virus tersebut beredar kedalam aliran darah dan
akan mengalami masa inkubasi 3-15 hari tetapi pada umumnya 5-8
hari. Didalam tubuh terdapat sistem imun, apabila sistem imun tubuh
kuat maka tidak akan terjadi sakit, tetapi apabila sistem imun tubuh
penderita lemah, maka virus akan masuk ke aliran darah manusia
(viremia) yang akan merangsang tubuh mengaktifkan sistem
komplemen sehingga zat anafilatoksin akan keluar maka terjadilah
pelepasan zat c3a dan c5a dan merangsang PGE2 (Prostaglandin 2)
yang selanjutnya akan meningkatkan setting point suhu di hipotalamus.
Dimana suhu setting point di hipotalamus lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu tubuh. Sehingga untuk menyamakan perbedaan suhu
tubuh akan meningkat sehingga terjadi hipertermi.
Selain itu, permeabilitas membrane meningkat menyebabkan
kebocoran plasma. Adanya komplek imun antibody virus juga
menimbulkan agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit , trombositopeni. Trombositopeni dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi antibody melawan virus.
Perdarah pasien pada trombositopeni terdapat adanya perdarahan baik
dikulit seperti petekie atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini
mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk
melakukan mekanisme hemostatis. Hal tersebut dapat menimbulkan
perdarahan di lambung. Selain itu dengan BAB darah , bahkan muntah
darah, hb turun dan pasien menjadi lemah. Jika perdarahan tidak segera
ditangani akan beresiko perfusi jaringan tidak efektif yang
menyebabkan tidak cukupnya oksigen dalam jaringan untuk
mempertahankan fungsi tubuh (Hipoksia) dan menyebabkan asam
10

terlalu banyak menumpuk dalam tubuh sehingga beresiko timbulnya


syok.
Akibat dari kebocoran plasma juga menyebabkan plasma darah
mengalami pergeseran dimana dari plasma cair menjadi plasma yang
lebih pekat dan berakibat rendahnya trombosit dalam darah turun
menyebabkan nilai hematokrit meningkat dan menimbulkan efek pada
hati dimana hati menjadi membesar (Hepatomegali) ini terjadi akibat
berlebihanya kerja hepar dalam memecahkan senyawa trombosit dan
berakibat timbul nyeri dan gangguan metabolisme lemak di dalam
hepar yang menimbulkan rasa mual , muntah yang berakibat
anoreksia , timbullah masalah keperawatan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dan deficit volume cairan (Nurarif & Kusuma ,2013)
11

6. Pathway
Arbovirus Beredar dalam infeksi virus Mengaktifkan
(Nyamuk aliran darah dengue sistem
Aegypty) (viremia) Komplemen

PGE2 Pembebasan membentuk & pengeluaran zat


Histamin melepaskan zat anafilatoksin
C3a ,C5a
Hipotalamus
Permeabilitas
membrane
Mengaktifkan meningkat
setting point
Hospitalisasi
Kebocoran plasma
Menggigil
Cemas

Hipertermi Anak orang Agregulasi


trombosit
Perawatan kurangnya
Di Rs pengetahuan trombositopenia

Perdarahan Hematokrit

Pembesaran hepar

Sistem Sistem respirasi Sistem pencernaan hepatomegaly


integument

Petekie epitaksis Melena Gangguan


metabolisme

Resiko perfusi Mual, muntah


jaringan tidak efektif

Anoreksia
Hipoksia jaringan
Syok
Asidosis metabolik
Ketidakseimbangan Defisit volume
nutrisi kurang dari cairan
kebutuhan tubuh
12

Gambar 2.1 Pohon Masalah

Sumber : Huda & Kusuma, 2016

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cris Tanto (2014) pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada penderita demam berdarah dengue antara lain:
laboratorium, pemeriksaan, radiologis, dan serulogi: uji hemaglutinasi
ini bisa dilakukan saat fase akut dan fase konvalens.
Menurut Ngastiyah (2014, p. 369) pemeriksaan penunjang
Demam Berdarah Dengue meliputi:
1) Terjadinya trombositopenia (100.000/ml atau kurang)
2) Hemokonsentrasi dapat dilihat dari meningginya nilai
hematokrit sebanyak 20% atau dibandingkan dengan nilai
hematokrit pada masa kovalens.
8. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah, 2014, p. 371 penatalaksanaan pada DHF:
a. DHF Tanpa Renjatan
Memiliki gejala klinis seperti demam tinggi, anoreksia dan
sering muntah sehingga menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Sehingga pasien harus banyak minum kurang lebih 1,5-2
liter / 24 jam, dapat berupa air teh, sirup atau oralit, pemberian
antipiretik untuk menurunkan panas, kompres dingin,infus
diberikan pada klien apabila: Muntah, tidak dapat diberikan
minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi atau
hematokrit yang cenderung meningkat
b. DHF Dengan Renjatan
Pasien yang mengalami renjatan harus segera dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat. Jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respon di berikan plasma
atau plasma ekspender, banyaknya 20-30 ml/kg BB.
13

Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah teraba, amplitudo


nadi cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg/lebih, kecepatan
tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam, mengingat
kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-48 jam, maka
pemberian infus diberikan selama 1-2 hari lagi walaupun tanda-
tanda vital telah nyata baik, karena hematokrit merupakan
indeks yang terpercaya dalam menentukan kebocoran plasma,
maka pemeriksaan Ht dilakukam secara periodik.
B. Hipertermi
1. Pengertian
hipertermi adalah ketika keadaan individu mengalami kenaikan
suhu tubuh > 37, 80C per aksila. (Carpenito & Moyet 2013)
Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan dan infeksi
(disebabkan oleh bakteri atau virus) ditandai dengan nyeri dan sakit
yang spesifik (seperti sakit kepala, kulit kemerahan, kulit terasa
hangat) ( Nurarif & Kusuma, 2015, Nanda NIC-NOC jilid 1)
2. Etiologi
Menurut Gussastrawan, 2014 Pusat pengaturan suhu tubuh
terletak di Hipotalamus Anterior dimana terdapat suatu pusat kecil
yang mengatur suhutubuh. Virus yang akanmasuk ke aliran darah
manusia yang akan menyebabkan pengaktifan komplemen dan
pelepasan anafilaktosin C3a dan C5a sebagai kompensasi
tubuhterhadap masuknya virus, sehingga terjadi perubahan setting
suhu pada Hipotalamus dan menyebabkan fase dilatasi semua
pembuluh darah tubuh. Maka dari itu tubuh akan berkompensasi
terhadap peradangan karena virus yang ditandai dengan hipertermi
atau peningkatan suhu tubuh.
3. Tahapan-tahapan Demam & Cara Penangananya
a. Febris
Menurut Nurarif & Kusuma, 2015 NANDA NIC-NOC Febris
diartikan suhu tubuh diatas 37,2oC. Dalam demam febris dibagi
14

menjadi bermacam-macam tipe antara lain:


1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ketingkat yang normal
pada pagi hari.
2. Demam Remiten
Demam berangsur naik selama seminggu pertama pada sore
dan malam hari, suhu badan dapat turun namun tidak dapat
mencapai suhu badan normal.
3. Demam Intermiten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa
jam dalam satu hari.
4. Demam Kontinyu
Demam terjadi pada minggu ke dua dan ketiga dan terus
menerus tinggi atau disebut dengan hiperpireksia.
5. Demam Siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa
hari kemudian diikuti dengan kenaikansuhu seperti semula.
b. Sub Febris
Suhu tubuh antara rentang 37,2 oC - 37,7 oC. Untuk
penanganan penderita febris dan sub febris dapat dilakukan
dengan cara, kenakan pakaian yang tipis dan menyerap
keringat, memberikan minum air putih yang banyak, kompres
dengan air hangat, hindari kompres es/dingin, kompres pada
daerah lipatan, anjurkan banyak istirahat
c. Hipertermia
Menurut Guyton (2012) menyatakan “ demam yang
berartisuhu diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak atau zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu”(p.643). Cara penanganan yaitu,beri pasien
15

banyak minum air putih, berikan kompres hangat, anjurkan


pasien memakai pakaian tipis yang menyerap keringat,
memberikan obat antipiretik
d. Hiperpireksia
Suranto (2010) menyatakan “demam tinggi atau
meningkatnya suhu tubuh melebihi 40oC. Hiperpireksia
merupakan keadaan darurat yang harus ditangani karena
demam tinggi terlalu lama dapat merusak organ vital”(p.34).
Cara penanganan yaitu, berikan pasien banyak minum, berikan
kompres hangat, anjurkan pasien memakai pakaian tipis,
berikan obat antipiretik yang kerjanya cepat
e. Hipotermia
Mutaqim (2009) menyatakan “suhu kurang dari 35oC.
Penyebabnya adalah paparan yang lama terhadap udara yang
dingin”(p.44) . Cara penangananya yaitu, bawa anak ke
ruangan hangat, kenakan baju tebal dan selimut untuk anak,
berikan minuman yang manis dan hangat, segera bawa anak
kerumah sakit bila anak tak sadarkan diri.

4. Fase-fase Terjadinya Hipertermi pada Dengue Haemorrhagic Fever


(DHF)
Fase demam, siklus demam berdarah pertama ditandai
dengan gejala demam. Demam yang ditimbulkan oleh
demam berdarah dengue ini memiliki garnbaran berupa
demam mendadak tinggi, tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus menerus selama 2 sampai 7 hari. Namun
demam ini dapat turun pada hari ke-3 sampai hari ke-5 dan
kemudian naik lagi pada fase ini, kebanyakaan orang akan
mengalami demam tinggi selama 3 hari dan disertai dengan
nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola mata, nyeri otot dan
juga nyeri sendi, ruam kulit, mimisan maupun gusi berdarah
16

juga keluhan pencernaan seperti mual muntah.


Fase kritis, pada fase ini, seorang pasien yang
mengalami demam berdarah dengue tarnpak seperti mengalami
perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh demam yang turun sampai
normal, disertai keringat dan berkurangnya gejala-gejala lain yang
terjadi pada fase demam. Akan tetapi sesuai dengan namanya
fase dernam kritis yang terjadi pada hari ke -4 sarnpai ke-5
ini pasien akan merasakan tubuhnya semakin lemas dan
kemungkinan akan terjadi dengue syock syndrome (DSS). Pada
fase ini dapat terjadi peradarah hidung, muIut, kulit pucat dan
dingin, serta terjadi pcnurunan kesadaran.
Fase penyembuhan, merupakan fase terakhir dari
perjalanan penyakit demam berdarah. Fase penyembuhan ini
biasanya terjadi pada hari ke-6 sampai ke-7. Keadaan pada pasien
ini biasanya akan kembali stabil. Dalam fase ini denyut nadi
menguat, perdarahan berhenti, dan terjadi perbaikan fungsi
tubuh lainnya, nafsu makan mereka mulai kembali dan
berkurangnya bintik merah pada kulit.
(Ariani Ayu Putri, 2016).
5. Batasan Karakteristik Hipertermi.
Menurut H. Nabiel Ridha, 2017, p. 450 batasan
karakteristik hipertermi antara lain, kenaikan suhu tubuh diatas
rentang normal >37 o C ( 100 o F ) peroral atau 38,8 o
C (101o F )
per rektal, serangan atau konvulasi (kejang), kulit kemerahan,
pertambahan RR, Takikardi, saat disentuh tangan terasa hangat.
6. Faktor yang Berhubungan dengan Hipertermi
Menurut Ridha H. Nabiel, 2017, p. 450 faktor yang
berhubungan dengan hipertermi antara lain, penyakit / trauma,
peningkatan metabolisme, aktivitas yang berlebih, pengaruh
Medikasi / anestesi, ketidakmampuan / penuruan kemampuan
17

untuk berkeringat, terpapar dilingkungan panas, dehidrasi, pakaian


dilingkungan panas
7. Pengelolaan Hipertermi
Pengelolaan hipertermi pada kasus Dengue Haemoragic Fever
dapat ditangani yaitu dengan:
a) Kompres
Pemberian kompres air hangat pada bagian lipatan ketiak
dan lipatan paha.
b) Monitor Tanda-Tanda Vital
Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam (suhu, nadi, tekanan
darah, pernafasan). Jika kondisi pasien memburuk,
observasi ketat tiap jam.
c) Pemantauan Hematokrit Dan Trombosit
Pemantauan dilakukan setiap hari.
d) Rehidrasi
Pemberian air minum agar tidak terjadi dehidrasi.
Berikan air putih, teh hangar, air gula atau susu hangat
700-800 ml setiap hari. (Taylor, C.M & Ralph, S. S, 2009.
p. 101)
e) Penggunaan Pakaian / Alat Tenun
Anjurkan pasien tidak memakai pakaian yang tidak
terlalu tebal dan selimuti pasien.
f) Pengaturan Suhu Ruangan
Kondisikan sirkulasi ruangan yang baik agar terasa
nyaman. Dapat dengan kipas angin dan jika menggunakan
alat pendingin ruangan aturlah suhunya diangka 22 °C
- 24°C - 26°C dengan kelembaban antara 65% sampai
95% (Guyton, 2012)
g) Pemberian Antipiretik
Pemberian paracetamol pada anak usia 6-12 tahun dapat
diberikan setiap 6-8 jam sekali (3-4 kali dalam sehari)
18

bila panas masih diatas 38°C dengan dosis yaitu :


1) Berat Anak 16,5 kg - 21 kg : Dosis 240 Mg
2) Berat Anak 21,5 Kg - 27 Kg : Dosis 320 Mg
3) Berat Anak 27,5 Kg- 32 Kg : Dosis 400 Mg
4) Berat Anak 32,5 Kg - 43 Kg : Dosis 480 Mg
h) Pemberian penkes
Memberikan penkes kepada keluarga pasien mengenai
gejala pertama yang ditimbulkan DHF seperti hipertermi
dan cara penanganan pertama yang harus dilakukan.

C. KONSEP DASAR TUMBUH KEMBANG ANAK

1. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan pertambahan


jumlah dan ukuran sel secara kuantitatif, di mana sel sel tersebut
mensintesis protein baru yang nantinya akan menunjukkan
pertambahan seperti umur, tinggi badan, berat badan dan
pertumbuhan gigi (Maryunani, 2010, dalam Wulandari & Erawati
2016, P. 17).
Perkembangan adalah peningkatan kompleksitas fungsi dan
keahlian (kualitas) dan merupakan aspek tingkah laku pertumbuhan.
Contohnya : kemampuan berjalan, berbicara , dan berlari (Marmi dan
Rahardjo,2012 dalam Wulandari & Erawati, 2016, P.18).
2. Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuh kembang merupakan suatu proses utama yang hakiki
dan khas pada anak, dan merupakan suatu yang terpenting pada anak
tersebut. Tumbuh kembang anak mempunyai ciri-ciri antara lain:
a. Bahwa manusia itu tumbuh dan berkembang sejak dalam
rahim sebagai janin, akan berlanjut dengan proses tumbuh
kembang anak, dan kemudian proses tumbuh kembang
dewasa.
19

b. Dalam periode tertentu, terdapat adanya periode percepatan


atau periode perlambatan, antara lain, Pertumbuhan cepat
terjadi di masa janin, pertumbuhan cepat kembali terjadi pada
masa akil balik (12-16 tahun), selanjutnya pertumbuhan
kecepatannya secara berangsur-angsur berkurang sampai suatu
waktu (sekitar usia 18 tahun) berhenti, terdapat adanya laju
tumbuh kembang yang berlainan di antara organ-organ,
tumbuh kembang merupakan suatu proses yang dipengaruhi
oleh dua faktor penentu, yaitu faktor lingkungan dan faktor
bawaan dan faktor lingkungan.
c. Pola perkembangan anak mengikuti arah perkembangan yang
disebut sedalokadaudal (dari arah kepala ke kaki) dan
proksimaldistal (menggerakkan anggota gerak yang paling
dekat dengan pusat, kemudian baru yang jauh).
d. Pola perkembangan anak sama pada setiap anak. Tetapi
kecepatan berbeda-beda. (Maryunani, 2010 dalam Wulandari
& Erawati, 2016, p. 19)

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Usia Sekolah (6-12 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan pada masa sekolah akan
mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun,dimana
penambahan berat badan pertahun akan dapat 2,5 kg dan ukuran
panjang tinggi badan sampai 5 cm per tahunnya. Pada usia sekolah ini
secara umum aktivitas fisik pada anak semakin tinggi dan memperkuat
kemampuan motoriknya . Pertumbuhan jaringan limfatik pada usia ini
akan semakin besar bahkan melebihi jumlahnya orang dewasa.
Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan di mana
lingkungan luar rumah dalam hal ini adalah sekolah cukup besar,
sehingga beberapa masalah sudah mampu diatasi dengan sendirinya
dan anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri dengan
lingkungan yang ada, rasa tanggung jawab dan percaya diri dalam
20

tugas sudah mulai terwujud sehingga dalam menghadapi kegagalan


maka anak sering kali dijumpai reaksi kemarahan atau kegelisahan,
perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal, psikososial, moral
dan spiritual sudah mulai menunjukan kematangan pada masa ini.
Secara khusus perkembangan pada masa ini anak banyak
mengembangkan kemampuan interaksi social, belajar tentang nilai
moral dan budaya dari lingkungan keluarganya dan mulai mencoba
mengambil bagian dari kelompok untuk berperan, terjadi
perkembangan secara lebih khusus lagi, terjadi perkembangan konsep
diri, keterampilan membaca, menulis serta berhitung, belajar
menghargai di sekolah (Hidayat, 2008 dalam Wulandari & Erawati,
2016, p. 49)

D. Hospitalisasi
1. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang
berencana/darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh
dengan stress. Perasaan yang sering muncul yaitu cemas, marah, sedih,
takut, dan rasa bersalah. (Wong, 2000 dalam Wulandari & Erawati,
2016, p. 88).
2. Stressor Umum pada Hospitalisasi Anak
a) Perpisahan
b) Kehilangan kendali
c) Perubahan gambaran diri (citra rubuh)
d) Nyeri dan rasa takut
(Wulandari & Erawati, 2016).
21

3. Manfaat Hospitalisasi
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak dilakukan dengan
cara, membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan
orang tua untuk belajar, memberi kesempatan pada orang tua untuk
belajar tentang penyakit anak, meningkatkan kemampuan kontrol diri,
memberi kesempatan untuk sosialisasi, memberikan dukungan
psikologis pada anggota keluarga, mempersiapkan anak sebelum
masuk rumah sakit dan sebelum mendapatkan perawatan di rumah
sakit. (Wulandari & Erawati, 2016, p. 95)
4. Reaksi Hospitalisasi Pada Anak sesuai Usia 6-12 tahun (Usia sekolah)
Perawatan di rumah sakit memaksakan anak meninggalkan
lingkungan yang dicintai, keluarga, kelompok social sehingga
menimbulkan kecemasan. Kehilangan control berdampak pada
perubahan peran dalam keluarga, kehilangan keluarga, kehilangan
kelompok social, perasaan takut mati, dan kelemahan fisik.Reaksi
nyeri dapat digambarkan dengan verbal dan non verbal (Wulandari &
Erawati, 2016, p. 94)
5. Intervensi Keperawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi
1) Memimalkan stressor
Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stres dapat dilakukan
dengan cara :
a) Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
Upaya mencegah/ meminimalkan dampak perpisahan
dilakukan dengan cara, melibatkan orangtua berperan aktif
dalam perawatan anak, modifikasi ruang perawatan,
mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat
menyurat, bertemu teman sekolah
b) Mencegah perasaan kehilangan
Mencegah perasaan kehilangan kontrol dapat dilakukan dengan
cara, hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif,
22

bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan, buat jadwal


untuk prosedur terapi, latihan, bermain.

2) Mengurangi/ memimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan


rasa nyeri
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa
nyeri dilakukan dengan cara, mempersiapkan psikologi anak dan
orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri,
lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak ,
menghadirkan orangtua bila mungkin, tunjukkan sikap empati,
pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
yang dilakukan melalui cerita dan gambar, perlu dilakukan
pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima
informasi ini dengan terbuka
3) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
Memaksimalkan manfaat hospotalisasi anak dilakukan
dengan cara, membantu perkembangan anak dengan memberi
kesempatan orangtua untuk belajar, memberikan kesempatan pada
orangtua untuk belajar tentang penyakit anak, meningkatkan
kemampuan kontrol diri, memberi kesempatan untuk sosialisasi
4) Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
5) Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit dan sebelum
mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah
sakit dilakukan dengan cara, kenalkan perawat dan dokter yang
merawatnya, kenalkan pada pasien yang lain, berikan identitas
pada anak, Jelaskan aturan rumah sakit, laksanakan pengkajian,
lakukan pemeriksaan fisik
(Wulandari & Erawati, 2016, p. 95)
23

6. Manajemen Asuhan Keperawatan Anak Usia Sekolah Dengan


Hospitalisasi
Manajemen asuhan keperawatan anak usia balita dengan
hospitalisasi meliputi, monitor perilaku untuk menentukan kebutuhan
emosi terutama pada anak yang menarik diri dan tidak berespon,
jelaskan prosedur secara rinci (jika anak meminta), anjurkan
kunjungan temam sebaya, diskusikan respon terhadap pertanyaan
tentang penyakit dan perubahan tubuh, beri waktu diskusi, ijinkan anak
memilih, berpartisipasi dan menjaga privasi, ikuti keinginan anak
tentang keberadaan orangtua.
(Wulandari & Erawati, 2016 , p. 98)

E. KONSEP BERMAIN PADA ANAK


1. Definisi Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara
sukarelauntuk memperoleh kesenangan/kepuasan. Bermain
merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan
sosial, dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar
karenadengan bermain, anak-anak akan berkata-kata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak serta
suara. Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak
serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan
stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan dan emosional
anak. (Champbell dang laser, 1995 dalam Wulandari & Erawati,
2016,p.102)
2. Manfaat Terapi Bermain
Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di rumah
sakit akan memberikan keuntungan sebagai berikut, meningkatkan
hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
karena dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat
24

mempunyai kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan


menyenangkan dengan anak dan keluarganya, perawatan di
rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri,
aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan
mandiri pada anak, permainan pada anak di rumah sakit tidak
hanya akan memberikan, rasa senang pada anak, tetapi juga
akan mernbantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri, permainan yang terapeutik
akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai
tingkah laku yang positif, permainan yang memberikan
kesempatan pada beberapa anak untuk berkompetisi secara
sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan
keluarganya. . (Wulandari & Erawati, 2016, p. 118)
3. Terapi Bermain Di Rumah Sakit
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman
yang penuh dengan stress, baik bagi anak maupun orangtua,
Beberapa bukti ilmiah, menunjukkan bahwa lingkungan rumah
sakit itu sendiri merupakan penyebab stress bagi anak dan
orangtuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit seperti
bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih
petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama
pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu
sendiri. Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan
perasaan yang tidak menyenangkan lainnya, sering kali dialami
anak. (Wulandari & Erawati,2016,p.118)
4. Pedoman Terapi Bermain menyusun puzzle (Usia 6-12 tahun)
a. Tujuan bermain
Kebutuhan bermain mengacu pada tahapan tumbuh
kembang anak, sedangkan tujuan yang ditetapkan harus
memperhatikan prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu
menekankan pada upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan
25

distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri.


(Wulandari & Erawati, 2016, p. 120)
b. Proses kegiatan bermain
Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Kegiatan bermain yang akan
dilakukan anak harus diuraikan dengan jelas . Kegiatan bermain
terutama harus dilakukan secara aktif oleh anak dan orang tua.
Perawat bertindak sebagai fasilitator.
c. Alat permainan yang diperlukan
Hal yang harus diperhatikan adalah permainan yang
digunakan harus menggambarkan kreativitas perawat dan orang
tua, serta dapat menjadi media untuk eksplorasi perasaan anak.
Alat permainan yang digunakan yaitu papan Puzzle.
d. Pelaksanaan kegiatan bermain
Selama kegiatan bermain , respons anak dan orang tua
harus diobservasi dan menjadi catatan penting bagi perawat. Hal
yang perlu diingat adalah proses dalam aktivitas bermain lebih
penting daripada hasil.
e. Evaluasi atau penilaian
Perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh setelah
kegiatan bermain. Evaluasi dapat dilakukan dengan
membandingkan pelaksanaan kegiatan bermain dengan tujuan
yang telah ditetapkan di awal. Hambatan- hambatan yang terjadi
selama proses permainan juga harus diperhatikan oleh perawat
agar dalam pelaksanaan kegiatan selanjutnya bisa lebih optimal.
F. IMUNISASI DASAR
1. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga
terhindar dari penyakit (Depkes, 2000 Dalam Buku Ajar
Keperawatan Anak, 2016 )
26

Imunisasi adalah suatu Tindakan yang dengan bertujuan


memberikan kekebalan (imunitas) aktif mamupun pasif terhadap
suatu penyakit dengan jalan mmberikan vaksin (virus bakteri yang
dilemahkan atau dimatikan/toksid ). Vaksin adalah bahan yang
dapat dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukanke dalam tubuh melalui suntikan (Wulandari & Erawati,
2016, P. 171 )
2. Imunisasi untuk usia sekolah (6-12 tahun)
Bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) diadakan 2 kali
dalam setahun yaitu pada bulan September untuk pemberian
imunisasi campak pada anak kelas 1 SD dan pada bulan November
untuk pemberian imunisasi DT pada anak kelas 1 SD dan TT untuk
anak kelas II dan III SD, serentak di seluruh kota di Indonesia.
Hanya 3 imunisasi wajib terulang yang akan di berikan pada saat
BIAS, yaitu :
a. Imunisasi Campak
Sebanyak 28 – 3 % - nya anak berusia 2 – 12 tahun masih
terkena campak meskipun sudah mendapatkan vaksinasi
sewaktu bayi. Atas dasar pertimbangan lain, maka dibuatlah
rekomendasi imunisasi ulang pada anak kelas 1 diseluruh
sekolah dasar (SD). Bila seorang anak terkena campak dan
tidak memiliki kekebalan imunisasi, maka anak terjadi
komplikasi berupa : infeksi paru (pneumonia) dan radang
otak (ensefalitis). Kedua kondisi ini dapat mengancam nyawa
sang anak
b. Imunisasi Difteri Tetanus (DT)
Bersamaan dengan campak, imunisasi DT juga turut
diberikan ulang pada anak sekolah kelas I SD. Selanjutnya,
mengingat masih dijumpainya kasus difteria pada umur >10
tahun, imunisasi DT dapat diberikan lagi pada saat anak usia
12 tahun. Imunisasi DT sangat penting karena bakteri
27

corynabacterium diptheria penyebab difteria akan


menginfeksi saluran napas dan dapat mengakibatkan gagal
nafas pada aak –anak yang tidak terlindungi imunisasi.
c. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
Imunisasi tetanus direkomendasikan untuk diberikan ulang
pada anak sekolah kelas I dan II SD. Sebab imunisasi tetanus
yang didapatkan ketika berusia 18 – 24 bulan hanya
memberikan perlindungan hingga sang ana berusia 6 – 7
tahun saja atau saat ia duduk di bangku kelas II SD .
pemberian ulang imunisasi tetanus ini akan memperpanjang
kekebalan tubuh anak hingga 10 tahun kedepan. Ketika
diberikan kembali setahun berikutnya yaitu saat anak duduk
dikelas III SD kekebalannya akan bertambah lama hingga 20
tahun kemudian.
3. Efek samping yang timbul setelah imunisasi anak sekolah
a. Imunisasi campak
Setelah imunisasi campak pada umumnya anak akan
mengalami panas disertai kemerahan nyaman dibekas
penyuntikan, rasa tidak nyaman dibekas penyuntikan juga
terjadi pembengkakan kelenjar getah bening dibelakang
telinga yang terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi
campak
b. Imunisasi DT dan TD
Efek samping dari imunisasi DT dan TD yaitu, demam yang
berlangsung 1 – 2 hari, ruam merah pada bekas penyuntikan,
bahkan kejang bagi anak yang pernah mengalami sakit
kejang, namun efek ini akan menurun dengan perlahan
seiring dengan menghilangkan rasa sakit pada daerah suntik
c. Imunisasi TT (tetanus toksoid)
Setelah dilakukan imunisasi TT (tetanus toksoid ) biasanya
hanya terjadi gejala ringan seperti nyeri, kemerahan,
28

pembengkakan pada tempat penyuntikan dan efek samping


ini berlangsung 1-2 hari setelah saja dan akan sembuh
dengan sendirinya ( Proverawati & Andhini, 2017, p. 37).

4. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


KIPI adalah kejadian sakit yang mungkin timbul
setelahimunisasi. Kejadian ini umumnya terjadi dalam masa satu
bulan setelah imunisasi.
1. BCG: Setelah dua minggu akan terjadi pembengkakan kecil
dan merah di tempat suntikan. Setelah 2-3 minggu
kemudian pembengkakan menjadi abses kecil yang menjadi
luka dengan garis tengah sekitar 10 mm. Jangan diberi obat
apapun, dan biarkan luka tetap terbuka luka tersebut akan
sembuh dengan sendirinya dan meninggalkan parut yang
kecil
2. DPT: Kadang bayi menderita panas setelah mendapat
vaksin ini. akan tetapi panas nya akan sembuh dalam 1-2
hari. sebagian bayi merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak
di tempat suntikan. Sedangkan sebagian bayi lainnya.
Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu pengobatan,
akan sembuh sendiri.
3. Polio: Tidak ada efek samping
4. Campak: Anak mungkin panas pada hari 5-12 sesudah
suntikan. Kadang kadang disertai kemerahan pada kulit
seperti campak. Hal ini adalah gejala penyakit Campak
ringan dan umumnya setelah 1-2 hari akan hilang .
5. Hepatitis B: Tidak ada efek samping
29

G. Asuhan Keperawatan DHF


1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Identitas pasien berisi tentang nama pasien ,umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama pendidikan, alamat, tanggal masuk RS,
nomer rekam medis, nama orang tua, pekerjaan orang tua. Pada
Dengue Haemoragic Fever (DHF) paling sering menyerang
anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun. (Lestari, 2016, p. 20)
2) Keluhan utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien Dengue
Haemoragic Fever (DHF) untuk datang ke rumah sakit adalah
panas tinggi secara mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari,
dan terdapat petchie (petekie) pada tubuh.
3) Riwayat penyakit sekarang
a. Demam berapa lama?
b. Gejala yang menyertai demam ( seperti: mual muntah, nafsu
makan menurun, nyeri otot, sendi )
c. Apakah ada rasa yang tidak nyaman?
d. Kapan gejala timbul?
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Dengue
Haemoragic Fever (DHF), anak bisa mengalami serangan ulang
Dengue Haemoragic Fever (DHF) dengan tipe virus yang lain .
1. Prenatal
Selama hamil apakah ibu pernah mengalami sakit dan ibu
pernah minum obat-obatan atau jamu.
2. Natal
Umur kehamilan 9 bulan, jenis persalinan normal / sectio,
keadan bayi baik, bayi menangis dan tidak mengalami
afeksia.
30

3. Post Natal
Pernah dirawat di Rumah sakit atau tidak
4. Pernah dirawat di rumah sakit
Apabila anak tidak pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya, karena di dalam keluarga, tidak ada penyakit
keturunan, menular, seperti hipertensi, DM.
5) Riwayat keluarga
Pasien atau keluarga pernah terkena penyakit DHF perlu
ditanyakan, sebab mungkin berhubungan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi.
6) Penyakit waktu kecil
Penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu diketahui
karena ada kemungkinan ada hubungannya dengan penyakit yang
diderita sekarang.
7) Obat-obatan yang digunakan
Apabila anak panas, maka kelurga memberikan paracetamol/
penurun panas.
8) Alergi
Anak yang pernah alergi obat tertentu, bila adda tanda-tanda
alergi setelah minum obat, maka kemungkinan besar anak juga
akan mengalami alergi terhadap obat.
9) Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari.
10) Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat berisiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Anak yang menderita Dengue Haemoragic
Fever (DHF) sering mengalami keluhan mual, muntah, dan
nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan
31

tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,


maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.

11) Kondisi lingkungan


Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan
gantungan baju di kamar).
12) Pola Pengkajian Fungsional
e. Pola Persepsi dan Pola Manajemen Kesehatan
Keluarga pasien selalu memperhatikan status kesehatan
anaknya, kemudian setelah ibu mengetahui anaknya panas,
sakit perut, mual dan muntah ibu langsung memeriksakan
anaknya.
b. Nutrisi dan Metabolisme
Anak yang menderita Dengue Haemoragic Fever (DHF)
sering mengalami keluhan mual, muntah dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan.
c. Eliminasi Alvi
1. Buang Air Besar (BAB)
Kadang kadang anak mengalami konstipasi.
Sementara DHF pada grade IIIIV bisa terjadi melena.
2. Buang Air Kecil (BAK)
Perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit / banyak,
sakit / tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi
hematuria.
32

d. Tidur dan Istirahat.


Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e. Aktivitas & latihan
Rutinitas menjaga kebersihan tubuh, aktivitas sehari-hari, dan
kemampuan mandiri anak, selama sakit anak lebih suka tidur
dan aktivitas bermain menurun akibat sakit yang dialami.
f. Kognitif Persepsi
Bagaimana respon anak terhadap tenaga kesehatan (apakah ada
tanda-tanda hospitalisasi), bagaimana upaya keluarga untuk
menangani anak DHF dengan peningkatan suhu tubuh)
g. Persepsi diri & Konsep diri
Pemahaman anak terhadap identitas diri.
h. Peran hubungan
bagaimana interaksi antara anggota keluarga dengan anak,
bagaimana respon anak terhadap perpisahan.
i. Sexualitas
Bagaimana perasaan anak sebagai laki-laki/perempuan
j. Koping toleransi & stress
Apa yang menyebabkan hospitalisasi pada anak, Apakah anak
tampak gelisah dan lebih sensitive sehingga sering menangis
ebagai dampak stress yang dialami.
k. Nilai keyakinan
Bagaimana perkembangan moral anak dan keyakinan akan
kesembuhan dan orang tua klien yakin dan percaya kepada Tuhan
bahwa anaknya akan sembuh.
l. Peran hubungan
Bagaimana interaksi antara anggota keluarga dengan anak,
bagaimana respon anak terhadap perpisahan dan anak tampak
lebih banyak diam dan selalu bersama orangtuanya.
33

m. Kebersihan
n. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypty.
13) Pemeriksaan Fisik ( Head to Toe)
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki.
a) Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak
adalah sebagai berikut:
1. Grade I: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tandatanda vital dan nadi lemah.
2. Grade II: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi
dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3. Grade III: Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi
menurun,
4. Grade IV: Kesadaran koma, tandatanda vital: nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
b) Sistem integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin dan lembab.
c) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang, pada
kuku sianosis atau tidak.
d) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epitaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut di dapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan
34

nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia


faring dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
e) Mata
Retro orbital , kongjungtiva anemis.
f) Hidung
Bentuk hidung simetris, ada tidaknya perdarahan (epitaksis),
tidak ada secret.
g) Mulut
Mukosa bibir kering, bibir pecah-pecah.
h) Telinga
Bentuk normal, tidak ada secret, ada tidaknya pendarahan.
i) Dada
I ( Inspeksi) : Bentuk simetris

P ( Palpasi ) : Biasanya fremitus kanan dan kiri tidak


sama.

P ( Perkusi ) : Bunyi redup karena adanya cairan yang


tertimbun pada pleura ( efusi pleura).

A ( Auskultasi ): Wheezing dan Ronchi terdengar( Ronchi


biasanya terdapat pada grade IIIdan IV)

j) Jantung
I ( Inspeksi) : Ictus cordis tidak tampak.

P( Palpasi ) : Ictus cordis teraba midklavikula sinistra.

P ( Perkusi ) : Pekak

A( Auskultasi ): Terjadi bunyi jantung regular. .

k) Paru-paru
I ( Inspeksi) :Simetris, tidak menggunakan alat bantu
pernafasan.
35

P ( Palpasi ) : Fokal fremitus kanan dan kiri sama.

P ( Perkusi ) : Sonor

A( Auskultasi ): Vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing

l) Abdomen
I ( Inspeksi) : Tampak simetris, tidakada asites dan tidak
ada lesi.

P ( Palpasi ) : Mengalami nyeri tekan, pembesaran


hati (Hepatomegali)

P ( Perkusi ) : Terdengar redup.

A ( Auskultasi ): Adanya penurunan bising usus.

m) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
n) Genetalia
Ada tidaknya melena dan hematuria.
( Wulandari dan Erawati, 2016, 287 )

14) Pemeriksaan laboratorium


Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai:

a. Hb dan PCV meningkat (≥20%)


b. Trombositopenia (100.000/ml).
c. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d. lg. D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan:
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik: pC0 <3540 mmHg dan HC03 rendah.
36

h. SGOT ( Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) / SGPT


( Serum Glutamic Piruvic Transminase )
(Nursalam danSusilaningrum, 2008 dalam Wulandari &
Erawati,2016,p. 290)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa keperawatan yang muncul pada Dengue Haemoragic
fever (DHF) yaitu hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi (virus dengue) yang ditandai dengan suhu tubuh
meningkat di atas rentang normal. (SDKI DPP PPNI, 2017, p.
284)
Table 1.1
Data Masalah Penyebab/ Etiologi

Klien Hipertermi Infeksi virus Dengue

2) Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit


3) Devisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi karena
peningkatan suhu tubuh
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun
3. Perencanaan
a. Diagnosa Keperawatan: hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi ( virus dengue).
b. Tujuan keperawatann: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan hipertermi teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan pernafasan dalam rentang normal
3. Mukosa bibir lembab
4. Pasien tidak lemas
37

5. Tidak ada perubahan warna kulit


c. Rencana Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya kepada pasien dan libatkan
keluarga.
Rasional: Menghindari rasa takut pasien terhadap tenaga
medis.
2. Monitor TTV : Terutama pada suhu tubuh minimal 2 jam
sekali, nadi, RR, dan tekanan darah.
Rasional: TTV merupakan cara untuk mengetahui keadaan
klien.
3. Berikan kompres air hangat pada daerah aksila dan lipat
paha (kurang lebih 15 menit panas akan turun)
Rasional: Kompres hangat akan menyebabkan
pemindahan panas secara konduksi.
4. Beri pakaian tipis guna mengurangi penguapan
Rasional : Pakaian tipis dapat mudah menyerap keringat
dan tidak merangsang peningkatan suhu.
5. Beri pasien banyak minum air (1500-2000 cc/hari)
Rasional: Dengan minum yang banyak, diharapkan cairan
yang hilang dapat diganti,dan dapat cegah dehidrasi.
6. Pemantauan hematokrit dan trombosit.
Rasional: Untuk mengetahui tanda-tanda perdarahan.
7. Beri cairan parenteral, beri antipiretik dan antibiotic sesuai
dengan ketentuan.
Rasional: Antipiretik yang mempunyai reseptor di
hipotalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu
tubuh di upayakan mendekati suhu tubuh normal
(diberikan 8 jam sekali)
8. Libatkan keluarga dan ajarkan cara melakukan kompres
yang benar. Serta evaluasi pada perubahan suhu.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
38

dari pasien dan keluarga dan dapat melakukan kompres


hangat dengan benar.
9. Berikan penkes tentang pencegahan penyakit DHF
Rasional: Menambah pengetahuan tentang pencegahan
DHF
(Wulandari & Erawati, 2016, P. 290)
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada
hasil,sebagaimana digambarkan dalam rencana. Fokus utama dari
komponen implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan
yang aman dan individual dengan pendekatan terapeutik.
Spesifikasi dari tindakan mandiri maupun kolaborasi (Christensen
& Kenney, 2009,p.329)

Menurut Sujono & Suharsono, 2010 implementasi yang


dilakukan pada anak Dengue Hemmorhagic fever dengan
hipertermi yaitu:
1) Mengajak pasien dan keluarga komunikasi terapeutik dan
bina hubungan saling percaya.
2) Memberi kompres air hangat
3) Mengobservasi tanda tanda vital (suhu , nadi, TD, RR)
setiap 2 jam
4) Memberi nasehat dan membantu pasien untuk memakai
pakaian yang tidak terlalu tebal/menyerap keringat.
5) Memberi pasien banyak minum
6) Mengajari pasien dan keluarga cara melakukan kompres
yang benar dengan penyuluhan kesehatan.
7) Memberi terapi cairan intravena dan obat antipiretik
sesuai program dokter.
39

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.
Tahap ini merupakan proses yang diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan tercapai. Evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu
evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif) yang
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan. Evaluasi proses dan
evaluasi hasil dilakukan dengan membandingkan respon klien
pada tujuan umum dan khusus, disamping itu juga sangat
membantu dalam menentukan perubahan - perubahan untuk
memperbaiki perencanaan dan Tindakan keperawatan selanjutnya.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
SOAP. (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan
1) Keluarga pasien mengatakan pasien sudah tidak demam
lagi
2) Keluarga pasien mengatakan keadaan pasien membaik
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan
1) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 oC - 37,5 oC)
2) HR dan RR dalam rentang normal ( HR : 25 - 32 x/menit
dan RR : 80 - 120 x/menit)
3) Tidak ada perubahan warna kulit
4) Keadaan umum pasien baik
5) Orang tua mampu melakukan tindakan penatalaksanaan
masalah.
hipertermi pada anak DHF secara mandiri meliputi cara
mengukur suhu, dan cara melakukan kompres hangat
yang benar.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah berkurang, tetap atau muncul
40

masalah baru atau ada data yang kontra indikasi dengan


masalah yang ada. Masalah hipertermi pada anak DHF dapat
teratasi
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien. Hentikan intervensi
6. Discard Planning
a. Minum yang cukup, diselingi minum sari buah-buahan (tidak
harus jus jambu) dan ukur jumlah cairan yang keluar dan yang
diminum.
b. Upayakan untuk makan dan istirahat yang cukup
c. Untuk perlindungan gunakanlah obat anti nyamuk yang
mengandung DEET saat mengunjungi tempat endemik dengue
d. Cegah perkembangbiakan nyamuk dan kenali tanda gejalanya.
e. Buang sampah pada tempatnya dan perbaiki tempat
penyimpanan air untuk mencegah nyamuk berkembang biak
dengan menutup tempat penampungan, mengosongkan air
tergenang dari ban bekas, kaleng bekas, dan pot bunga.
f. Pada pasien DBD tidak boleh diberikan asetosal, aspirin, anti
inflamasi, non steroid karena potensial mendorong terjadinya
perdarahan.
g. Melakukan abatesasi tempat-tempat penampungan air untuk
mencegah berkembangbiaknya nyamuk, untuk abate yang
ditaburkan kedalam bak tendon air, satu sendok makan abate
untuk bak ukuran 1m x 1m x 1m atau 10mg dalam 100 liter air.
Jangan dikuras 1 bulan karena obat ini melapisi dinding bak air
sehingga kalau ada jentik, jentik akan mati.
( NANDA NIC-NOC jilid 1, 2015 )
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Menurut Nursalam, 2017, p. 156 jenis rancangan penelitian
keperawatan dibedakan menjadi empat bagian, yaitu penelitian deskritif,
penelitian faktor yang berhubugan (relationship), penelitian faktor yang
berhubungan (sosial), penelitian pengaruh (causal).
Rancangan penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah
Rancangan penelitian deskriptif dengan pemaparan kasus dan menggunakan
pendekatan proses keperawatan dengan memfokuskan dengan satu masalah
penting dalam kasus yang dipilih yaitu "Asuhan Keperawatan Anak Dengue
Haemoragic Fever Dengan Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi”.
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan dua responden (klien), dimana,
memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria yang akan dijadikan objek penelitian.
Berikut yang termasuk kriteria Inklusi antara lain:
1) Pasien yang menderita Dengue Haemoragic Fever (DHF).
2) Pasien berjenis laki-lakimaupun perempuan.
3) Pasien dengan rentan usia 6-12 tahun dengan gangguan masalah
keperawatan hipertermi( >38oC)
4) Pasien bersedia menjadi responden.
2. Kriteria Ekslusi
Menurut Nursalam,2017 Kriteria Ekslusi adalah kriteria yang tidak
layak dijadikan objek penelitian antara lain:
1. Klien yang berumur <6 tahun dan >12 tahun.
2. Keluarga klien tidak mengizinkan klien dijadikan responden
3. Dokter tidak mengizinkan klien dijadikan responden
4. Klien memiliki penyakit lain yang memerlukan penanganan khusus

41
42

yang dapat membahayakan atau memperparah keadaan klien jika


menjadi responden.
C. Tempat dan Waktu
Asuhan Keperawatan pada anak DHFdengan fokus studi pengelolaan
hipertermi akan dilaksanakan pada :

1. Tempat Penelitian
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Dengue Haemoragic
Fever (DHF) dengan fokus studi pengelolaan hipertermi yaitu di
ruang Wijaya Kusuma RSUD Dr. R Soetijono Blora
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 19 April 2021 - 21 April
2021.
D. Definisi Operasional
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai
beda terhadap sesuatu ( benda, manusia dan lain lain ). ( Nursalam, 2017,
p.177)
Definisi operasional adalah mendifinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang
dijadikan ukuran dalam penelitian. Sementara cara pengukuran merupakan
cara yaitu variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya. (A. Aziz
Alimul Hidayat,2017, p. 37 )
Studi kasus ini berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak Dengue
Haemoragic FeverDengan Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi” Dari judul
tersebut, maka definisi operasional yang penulis dapat temukan sebagai
berikut:
1. Asuhan keperawatan Anak
Asuhan Keperawatan Anak merupakan tahap awal dan dasar awal dan
dasar utama dari proses keperawatan terdiri atau pengumpulan data,
43

analisa data, merumuskan masalah, menganalisis masalah. (Menurut,


Wulandari & Erawati,2016). Proses Asuhan Keperawatan dimulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Sedangkan asuhan keperawatan anak tidak jauh berbeda dengan
asuhan keperawatan orang dewasa pada proses pengkajian anak tidak
hanya mengumpulkan data saja tetapi harus memperhatikan tumbuh
kembang, hospitalisasi, konsep bermain sesuai usia dan riwayat
imunisasi pada anak. Asuhan keperawatan dilakukan kepada kedua
subjek penelitian dengan intervensi yang sudah ditentukan penulis.
2. Dengue Haemoragic Fever
Dengue Haemoragic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti
(betina), penyakit ini dapat menyerang semua orang khusunya pada
anak- anak dan dapat mengakibatkan kematian .

3. Hipertermi
Hipertermi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
kenaikan suhu tubuh menerus diatas rentang normal yaitu 37,8 oC per
oral atau 38,8oC per rektal karena faktor eksternal.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yaitu
dengan cara sebagai berikut:

1. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang yang
diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai
suatu hal. ( A.Aziz Alimul hidayat, p. 83 , 2017)

Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada An. K dan


Ny. S yaitu ibu An. K mengenai keluhan yang dirasakan pasien pada
saat dilakukan pengkajian, penulis juga menanyakan mengenai
44

riwayat kesehatan sekarang tentang sejak kapan keluhan yang


dialami pasien muncul, tindakan apa yang telah dilakukan,
bagaimana respon dari tindakan yang dilakukan dan sejak kapan
pasien dibawa ke rumah sakit. Kemudian penulis menanyakan
mengenai riwayat penyakit dahulu kepada Ny. S mengenai hal
apakah klien pernah mengalami penyakit lain, serta riwayat
kesehatan keluarga, penulis menanyakan apakah ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan data subjektif mengenai
penyakit yang diderita klien terutama pada masalah hipertermi.

2. Observasi
Observasi merupakan cara melakukan pengumpulan data
penilitian dengan observasi secara langsung kepada responden yang
dilakukan penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan
diteliti. ( A.Aziz Alimul hidayat,2017, p.84)
Penulis melakukan pengamatan langsung melalui
pemeriksaan fisik kondisi klinis An. K, keadaan klinis yang
diamati meliputi suhu tubuh, nadi, pernafasan, dan perubahan
warna kulit.
Penulis melakukan pengamatan langsung pada keadaan
klinis klien dalam memberikan asuhan keperawatan dan hasil
tindakan Asuhan Keperawatan anak pada Dengue Haemoragic
Fever dengan fokus studi pengelolaan Hipertermi.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, penulis mengumpulkan data
dengan cara melakukan pengkajian sesuai dengan buku panduan
praktik klinik Keperawatan Anak, seperti melakukan pemeriksaan
fisik mulai dari head to toe. Dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data
objektif klien sehingga data yang diperoleh lebih lengkap.
45

4. Studi Dokumentasi Keperawatan


Studi dokumentasi adalah setiap bahan tertulis yang dipersiapkan
karena adanya permintaan seseorang yang menyidik. (Nursalam,
2013). Dalam kasus ini studi dokumentasi akan dilakukan dengan
mengumpulkan data yang diambil secara langsung melalui
pengkajian kepada pasien serta dari catatan medis pasien.
Penulis menggunakan berbagai sumber catatan medis serta hasil
pemeriksaan penunjang untuk membahas tentang asuhan
keperawatan anak Dengue Haemoragic Fever (DHF) dengan fokus
studi pengelolaan hipertermi.

F. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data merupakan cara mengolah data agar dapat
disimpulkan atau diinterprestasikan menjadi informasi. Dalam statistik,
informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan
keputusan, atau analisa data untuk menyimpulkan agar data dapat
diinformasikan / diinterpretasikan. ( A.Aziz Alimul hidayat, 2017, p. 101)

Analisa data yang dilakukan adalah menilai kesenjangan antara


teori yang terdapat didalam tinjauan pustaka yang ada dalam konsep teori
dengan respon klien yang memiliki masalah hipertermi. Dalam karya tulis
studi kasus, analisa data yang dilakukan adalah analisa deskriptif dimana
penulis menganalisa data berdasarkan data-data yang telah didapatkan
melalui tahap pengkajian sampai dengan evaluasi, data tersebut dapat
berupa data subjektif maupun data objektif yang terkumpul untuk
digambarkan. Teknik analisis data kemudian diinterpretasikan dan
dikomperasikan (dibandingkan) dengan tinjauan pustaka.

G. Etika Penelitian
Setiap penelitian yang menggunakan subyek manusia harus mengikuti
aturan etik dalam hal ini adalah adanya persetujuan. Etika yang perlu
dituliskan pada penelitian antara lain adalah :
46

1. Informed Consent ( Lembar Persetujuan)


Peneliti memberikan lembar persetujuan penelitian kepada
responden sebelum dilakukan penelitian. Kemudian peneliti
memberikan informasi yang adekuat mengenai tujuan dari asuhan
keperawatan yang akan dilakukan dan memberikan infonnasi terkait
dengan hak dan kewajiban responden. Peneliti memberikan
kesempatan kepada responden untuk mengambil keputusan apakah
bersedia ataupun menolak berpartisipasi secara sukarela.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Penulisan menjamin akan menjaga kerahasiaan responden
dengan cara mencantumkan inisial nama pada laporan kasus serta
penulisan alamat dengan wilayah kabupaten dan provinsi.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Penulis rnenjamin kerahasiaan dari hasil laporan kasus
baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Seperti data terkait
informasi responden disimpan di laptop pribadi penulis. Hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penulisan.
Data yang ditampilkan bersifat umum dan data akan dimusnahkan
satu tahun setelah penulisan selesai. (Menurut, Setya Adi, 2013, p.
265)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Pada bab ini akan membahas tentang hasil dari studi kasus
pengelolaan hipertermi pada pasien DHF di Ruang Wijaya Kusuma RSUD
dr. Soetijono Blora. Pengelolaan pada An. K dilakukan pada tanggal 19 April
2021 - 21 April 2021 di Ruang Wijaya Kusuma RSUD dr. Soetijono Blora.
Pengelolaan ini mencakup lima tahap proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
2. Pengkajian
Pengkajian pada An.K menggunakan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Asuhan keperawatan pada An. K dilakukan pada 19 April 2021 - 21 April
2021. Hasil pengkajian didapatkan identitas pasien atas nama pasien An. K
umur 11 tahun, jenis kelamin perempuan, pendidikan SD, pasien beralamat di
Desa Jiken Rt. 01 Rw. 05, pasien beragama islam, pasien bersuku bangsa
Jawa, Indonesia. Untuk identitas penanggung jawab yaitu Ny. S berumur 38
tahun, pendidikan SMA, pekerjaan IRT dan memiliki hubungan dengan pasien
yaitu ibu kandung dari pasien.
Saat dilakukan pengkajian, keluhan utama yaitu Ibu pasien mengatakan
An.K panas terus menerus selama 5 hari.
Riwayat Kesehatan Sekarang didapatkan data yaitu Ibu pasien
mengatakan Sejak tanggal 14 April panas anaknya sudah 5 hari terus
menerus. Disertai badan lemas, pusing, pasien mengalami mual dan muntah,
nyeri pada ulu hati, ibu pasien sudah memberikan obat penurun panas dibeli di
apotek akan tetapi tidak ada perubahan. Panasnya tidak kunjung turun. Lalu
pada tanggal 19 April 2021 keluarga membawa pasien ke IGD RSUD
Soetijono Blora. Setelah itu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, dan
didapatkan data uji rumple leed positif yaitu muncul pteckie pada kulit,

47
48

didapatkan TTV (tanda-tanda vital) dengan hasil yaitu tekanan darah


100/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, Suhu 38,7 oC, RR 20x/menit, dan An. K
mendapat terapi infus RL 28 tpm, Paracetamol 480 mg per oral. Setelah itu
pasien di pindah rawat inap di Ruang Wijaya Kusuma (ruang anak) . Penulis
melakukan pengkajian pada An. K. Ibu pasien mengatakan panas selama
5 hari yang lalu secara terus-menerus, anaknya lemas dan rewel saat
dilakukan pemeriksaan TTV di dapatkan hasil yaitu 90/60 mmHg, Nadi
96 x/menit, Suhu 38,7 oC, RR 20 x/menit
Riwayat Kesehatan Dahulu didapatkan data yaitu Ibu pasien mengatakan
anaknya belum pernah di rawat inap di rumah sakit dan tidak pernah
mempunyai riwayat sakit DHF seperti sekarang. Keadaan saat Prenatal Care
yaitu Ibu memeriksakan kandungannya rutin di poli KIA di puskesmas jiken.
Selama hamil ibu tidak pernah mengalami sakit. Tidak terjadi Komplikasi
selama hamil. Keadaan saat Natal yaitu umur kehamilan 9 bulan, tempat
melahirkan di puskesmas Jiken, jenis persalinan normal, penolong persalinan
Bidan, tidak ada komplikasi yang terjadi selama melahirkan, bayi menangis
spontan, dan tidak mengalami asfiksia. Keadaan saat post natal yaitu kondisi
bayi normal, ibu mengatakan reflek menghisap kuat, suhu tubuh bayi normal
36,5 oC.
Riwayat penyakit keluarga didapatkan data yaitu Ibu pasien mengatakan
tidak ada anggota keluarganya mengalami penyakit DHF dan penyakit menular
maupun keturunan seperti DM, Hipertensi, TBC.
Penyakit waktu kecil didapatkan data yaitu Ibu pasien mengatakan An. K
pada waktu kecil pernah sakit, batuk pilek, akan tetapi belum pernah menderita
penyakit DHF
Obat-obatan yang digunakan didapatkan data yaitu apabila An.K panas,
maka keluarga memberikan paracetamol/ penurun panas yang dibeli di apotek
Riwayat alergi didapatkan data yaitu ibu pasien mengatakan An. K tidak
memiliki riwayat alergi obat, makanan, debu maupun udara dingin.
Riwayat imunisasi didapatkan data yaitu Ibu mengatakan An. K sudah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap, bayi berusia kurang dari 24 jam
49

diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG dan Polio
1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan
(DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4
dan IPV atau Polio suntik), dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR)
Riwayat sosial didapatkan data yaitu pasien diasuh oleh orang tua
terutama ibu yang paling berperan di dalam pengasuhan. An. K memiliki
banyak teman sebaya, An. K adalah orang yang periang, dan mudah untuk
bergaul.
Kondisi lingkungan didapatkan data yaitu Ibu pasien An. K
mempunyai kebiasaan buruk yaitu selalu menggantungkan pakaian yang
sudah dipakai didalam kamar menjadi menumpuk, serta jarang menguras
bak mandi, sehingga dapat dijadikan tempat nyamuk untuk berkembang biak
Pola Fungsional didapatkan data pengkajian dari Ibu pasien.
Manajemen kesehatan Ibu an. K selalu memperhatikan status kesehatan
anaknya, dari pemilihan bahan makanan, menu yang sehat untuk anak, dan jika
anak sakit panas ibu An.K memberikan obat penurun panas, yang di beli di
Apotek. Nutrisi Sebelum sakit Ibu pasien mengatakan An. K, makan tepat
waktu, makan 3 x/hari habis satu porsi dengan nasi, sayur, lauk pauk dan
minum air putih 900 ml/hari, makanan kesukaan An.K yaitu ayam goreng, dan
suka jajan ciki-ciki, sosis, dan es. Selama sakit Ibu pasien mengatakan anaknya
susah makan karena nafsu makan menurun, dan kurang suka dengan menu
makanan rumah sakit, pasien makan 3x/hari, habis ¼ porsi makanan yang
diberikan di rumah sakit dan minum 200-300 ml/hari. Eliminasi sebelum sakit
Ibu pasien mengatakan An.K BAB 1 x/ hari dengan konsistensi lembek , warna
kuning sedangkan BAK 5 x sehari, warna jernih. Selama sakit Selama sakit
BAK 3 x sehari tidak terdapat hematuria, frekuensi BAB 1x sehari dengan
konsitensi lunak, warna kuning , tidak terdapat melena.Aktivitas sebelum sakit
Pasien dapat beraktivitas seperti biasa An. K bersekolah dan melakukan
kegiatannya sebagai pelajar, bermain dengan teman sebaya.Selama sakit An.K
hanya berbaring hanya berbaring di tempat tidur karena pusing dan badan
terasa lemas sehingga membatasi aktivitas pasien. Kognitif persepsi An. K
50

duduk di bangku kelas 5, tidak pernah tinggal kelas. Persepsi diri dan konsep
diri An. K sudah suka berdandan, merasa cantik jika menggunakan jilbab, An.
k memiliki kepercayaan diri , An. k juga memiliki banyak teman sebaya.Peran
hubungan An. K sejak kecil di asuh oleh keluarga nya sendiri, dan lebih dekat
dengan Ayahnya. Sexualitas An. K belum menstruasi, An. K sudah tertarik
dengan lawan jenis, dan memiliki idola. Koping toleransi dan stress Jika An.K
mempunyai masalah , ia selalu bercerita kepada ibu.Nilai keyakinan Jika An.K
mempunyai masalah , ia selalu bercerita kepada ibu. Kebersihan diri
sebelumsakit Pasien mandi 2 kali sehari pagi dan sore secara mandiri, kuku
bersih, rambut bersih. Selama sakit Pasien mandi 1 kali sehari hanya dilap saja,
selama dirawat belum keramas dan kuku masih pendek dan bersih. Istirahat
tidur sebelum sakit An. K dapat tidur 7-8 jam/hari Pasien terbiasa tidur jika
lampunya redup . Selama sakit An. K tidak bisa tidur pada siang hari, dan
malam hari sering terbangun karena merasa nyeri dan panas yang dirasakan
Pemeriksaan Fisik didapatkan data sebagai berikut Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, Kesadaran Composmentis. BB sebelum sakit 39 kg. BB
saat sakit 38 kg.Tinggi Badan 140 cm. Suhu 38,7oC per aksila. Nadi 90
x/menit. Tekanan Darah 90/60 mmHg. Pernapasan 20x/menit GCS E4 M6 V5 =
15. Kepala Mesochepal, pusing, muka tampak kemerahan. Mata Tampak
berkaca-kaca. Hidung Bersih, Tidak terdapat polip, tidak mengalami epistaksis.
Telinga bersih, tidak ada gangguan pendengaran. Mulut Mukosa bibir kering,
membrane mukosa pucat, tidak terjadi perdarahan gusi. Leher Tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada kesulitan menelan. Pemeriksaan thorax
paru-paru : inspeksi pergerakan dada simetris kanan dan kiri, palpasi
pergerakan dada teratur dan tidak ada odema, perkusi sonor, auskultasi irama
pernapasan vesikuler. Pemeriksaan thorax jantung : inspeksi tidak nampak
ictus cordis pada ICS V mid klavikula sinistra, palpasi teraba ictus cordis pada
ICS V mid klavikula sinistra selebar 2 cm dan tidak terdapat nyeri tekan,
perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung reguler (lup dup). Abdomen tidak ada
massa, nyeri pada ulu hati, bising usus peristaltik 8 x/ menit. Integumen RL test
positif dan pada kulit teraba hangat, Adanya ptekie pada kulit , dan akral
51

teraba hangat. Ekstermitas atas Ekstremitas atas tangan kanan terpasang infus,
muncul ptekie pada tangan, akral teraba hangat, tidak mengalami kelemahan
otot. Ekstermitas bawah Tidak ada kelemahan otot, kedua kaki bisa bergerak,
tidak ada gangguan dalam bergerak. Genetalia dalam batas normal, tidak ada
lesi, tidak terpasang kateter
Pemeriksaan penunjang meliputi test rumpel leed menunjukkan hasil
positif yaitu muncul bercak- bercak merah atau pteckie pada kulit. Dan
pemeriksaan laboratorium yang dilaksanakan pada tanggal 19 April 2021,
Didapatkan hasil nilai hematokrit 34.8 % ( nilai normal 35-47% ) ,
hemoglobin 11 gr/dl (nilai normal 12.8 g/dL-16,8 g/dL), trombosit 72.000
sel/mm3 ( nilai normal 150.000 sel/mm3 - 450.000 sel/mm3) dan test rumpel
leed menunjukkan hasil positif yaitu muncul bercak-bercak merah atau pteckie
pada kulit. Pada tanggal 20 April 2021, Didapatkan hasil nilai hematokrit
35,8 %, hemoglobin 12,6 gr/dl, trombosit 115.000 sel/mm3. Pada tanggal 21
April 2021, Didapatkan hasil nilai hematokrit 40,1 %, hemoglobin 13,7
gr/d l, trombosit 190.000 sel/mm3
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diambil pada An. K yaitu hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi (virus dengue). Berdasarkan data
subyektif didapatkan hasil ibu Pasien mengatakan panas sudah 5 hari secara
terus menerus , mual muntah, nyeri ulu hati, pusing. terus menerus, mual
muntah, nyeri ulu hati, pusing. Data obyektif Pasien tampak lemah Tanda-
tanda vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg, suhu 38.7 C per aksila, nadi 90 x/
menit, RR 20 x/ menit, kulit : RL test positif dan pada kulit teraba hangat ,
kepala dan leher, mata tampak berkaca- kaca, mulut mukosa kering, membran
mukosa pucat, hidung tidak mengalami perdarahan
3. Perencanaan
Rencana keperawatan disusun menurut Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3x24 jam masalah hipertermi teratasi dengan
kriteria hasil suhu dalam rentang normal (36,5 – 37o C), nadi, RR, dan
52

tekanan darah dalam rentan normal (Nadi 70 – 110 x/menit, RR 20-30


x/menit, tekanan darah systol 80-100 mmHg, diastol 50-80 mmHg), tidak
ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Rencana tindakan yang penulis lakukan pada An. K yaitu melakukan
tindakan berupa Bina hubungan saling percaya kepada pasien dan libatkan
anggota keluarga, rasional: Menghindari rasa takut pada pasien terhadap
perawat. Monitor TTV terutama pada suhu tubuh minimal 2 jam sekali,
nadi, RR dan tekanan darah, rasional : Acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien. Berikan kompres air hangat pada daerah aksila dan lipat
paha ( kurang lebih selama 15 menit panas akan mulai turun), rasional:
Dilakukan kompres hangat akan menyebabkan vasodilatasi sehingga
mengalami penguapan. Berikan penkes kepada pasien dan keluarga pasien
mengenai pencegahan DBD, rasional: Menambah pengetahuan tentang
pencegahan penyakit DHF. Beri pasien banyak minum air (1500-2000
cc/hari), rasional: Dengan minum yang banyak, diharapkan cairan yang
hilang dapat diganti, dan mencegah pasien dehidrasi. Berikan pakaian
berbahan katun, rasional: Pakaian berbahan katun dapat mudah menyerap
keringat, dan tidak merangsang peningkatan suhu. Beri cairan parenteral
dan beri antipiretik sesuai dengan ketentuan, rasional: Antipiretik yang
mempunyai reseptor di hipotalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga
suhu tubuh di upayakan mendekati suhu tubuh normal. Beri pasien Diit
TKTP (tinggi kalori tinggi protein), rasional: Untuk mengoptimalkan
kondisi pasien agar tidak lemah, serta untuk meningkat kan BB pasien
agar ideal, dan memenuhi kebutuhan pasien saat sakit.
4. Implementasi

Pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

(viremia) yang penulis lakukan pada An. K tanggal 19 April 2021.

Implementasi pertama pada pukul 08.00 WIB membina hubungan saling

percaya kepada pasien dengan dan keluarga antara lain dengan menyapa,
53

sopan, memberikan informasi kepada keluarga dan pasien saat

dibutuhkan, menampakkan hubungan saling bersahabat. Ibu pasien

mengatakan mengizinkan penulis untuk melakukan wawancara dan

diizinkan untuk berbicara kepada anaknya. Ibu pasien menjawab

pertanyaan penulis, An. K tampak tidak takut dengan penulis dan

bersedia berkenalan. Implementasi kedua pada pukul 08.10 WIB

menganjurkan pasien untuk banyak minum (bisa minum air putih, jus

buah ataupun teh manis) sebanyak 1500-2000 ml. Dengan memberikan

tekhnik yaitu memberikan minum 250 ml saat bangun pagi, 250 ml

setelah sarapan, 250 ml menjelang siang, 250 ml setelah makan siang,

250 ml setelah makan malam, 250ml sebelum tidur. Respon An. K

mengangguk dan bersedia minum 1 gelas Aqua dengan dibantu oleh ibu

pasien.Implementasi ketiga pada pukul 08.15 WIB yaitu mengukur

tanda-tanda vital, respon pasien bersedia dan hasil yang didapat yaitu

tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 38.70 C per aksila, nadi 90 x/ menit,

RR 20 x/ menit. Implementasi kempat pada pukul 08.30 WIB

memberikan kompres hangat pada daerah dahi, aksila, dan lipatan paha

respon pasien tampak sedikit rewel dan kompres tampak terpasang pada

dahi, kedua ketiak dan selangkangan pasien. Implementasi kelima pada

pukul 08.45 WIB Mengajurkan keluarga menggunakan pakaian berbahan

katun yang mudah menyerap keringat respon pasien mau ganti baju,

pasien sudah memakai pakaian yang sesuai dan pasien tampak

menggunakan kaos dalam karena kepanasan. Pada pukul 10.15 WIB


54

penulis melakukan implementasi yaitu mengukur tanda-tanda vital dan

didapatkan hasil tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 38,5o C, nadi 90

x/menit, pernafasan 20 x/menit respon pasien mengatakan mau dilakukan

pengukuran tanda-tanda vital, pasien tampak tenang. Implementasi yang

dilakukan pada pukul 12.00 WIB memberikan pasien obat antipiretik

(Paracetamol 480 mg) sesuai dengan ketentuan dokter dan cairan

intravena respon pasien yaitu pasien mengatakan bersedia meminum

obatnya dan obat masuk, tidak ada reaksi alergi. Implementasi pada

pukul 14.00 WIB melibatkan keluarga pasien dan mengajarkan cara

kompres hangat yang benar serta evaluasi perubahan suhu respon

keluarga adalah Ibu pasien mengatakan bersedia diajari cara

mengkompres hangat yang benar dan mampu menerima arahan dan

panduan dari perawat. Implementasi yang dilakukan pada pukul 14.30

WIB yaitu memberikan pasien diit TKTP respon anak menolak untuk

makan dan ibu pasien mengatakan memaksa anaknya untuk makan dan

hanya habis 3 sendok makan.

Pada pukul 15.15 WIB penulis melakukan implementasi memonitor

tanda-tanda vital dan didapat hasil tekanan darah 90/70 mmHg, suhu 38
o
C, nadi 100 x/ menit respon pasien bersedia untuk dilakukan pengecekan

tanda-tanda vital. Pada pukul 15.30 WIB penulis melakukan tindakan

kompres hangat di sekitar dahi, aksila, dan lipatan paha respon Ibu pasien

mengatakan akan mengompres anaknya. Ibu tampak mengompres

anaknya sesuai petunjuk, pasien tampak rileks dan kooperatif. Pada pukul
55

18.15 WIB penulis melakukan implementasi memonitor tanda-tanda vital

dan didapat hasil tekanan darah 100/70 mmHg, suhu 38,5oC, nadi 100x/

menit RR 20x/menit. Respon pasien mau dilakukan pengecekan tanda-

tanda vital. Pada pukul 19.00 WIB Menganjurkan pasien menggunakan

pakaian berbahan katun yang mudah menyerap keringat, respon pasien

mengatakan bersedia diganti dan pasien menggunakan pakaian yang

tipis, pasien tampak mengikuti arahan perawat. Pada pukul 21.15 WIB

penulis melakukan implementasi memonitor tanda-tanda vital dan

didapat hasil tekanan darah 100/77 mmHg, suhu 380C, nadi 110x/ menit

pasien tampak mengikuti arahan perawat. Pada pukul 23.00 WIB

tindakan yang dilakukan yaitu menginjeksi pasien dengan obat antipiretik

dan memberikan cairan intravena. Pada pukul 00.15 WIB penulis

melakukan implementasi memonitor tanda-tanda vital dan didapat hasil

tekanan darah 90/70mmHg, suhu 37,8 oC, nadi 90x/ menit.

Hari kedua pada tanggal 20 April 2021 tindakan yang dilakukan pada

pukul 03.15 WIB yaitu mengukur tanda-tanda vital dan didapat hasil

tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 37,8 0C, RR 20x/

menit respon pasien mengatakan pasien bersedia untuk dilakukan

pengecekan tanda-tanda vital. Pada pukul 06.00 WIB tindakan yang

dilakukan adalah memberikan pasien Diit TKTP respon pasien sudah

mau makan namun masih sedikit sekitar 3-5 sendok saja, pada pukul

06.15 WIB penulis melakukan implementasi memonitor tanda-tanda vital

dan didapat hasil tekanan darah 100/70 mmHg, suhu 37,70 C, nadi 110x/
56

menit , RR= 20x/mnt respon pasien mau untuk dilakukan pengecekan

tanda-tanda vital. Pada pukul 06.30 WIB menganjurkan pasien banyak

minum 1500-2000 ml respon pasien mengangguk dan mau minum

habis 4 tegukan. Pada pukul 07.00 WIB melakukan injeksi antipiretik

sesuai ketentuan dokter dan memberikan cairan intravena, respon pasien

bersedia meminum obatnya dan setelah itu obat masuk dan tidak ada

tanda – tanda alergi. Pada pukul 08.00 WIB tindakan yang dilakukan

yaitu melakukan kompres hangat pada daerah dahi, aksila, atau lipatan

paha respon pasien tampak kooperatif dan kompres tampak terpasang

pada leher bagian kanan dan kiri, kedua ketiak dan selangkangan pasien,

pada pukul 08.10 WIB menganjurkan pasien untuk banyak minum

(seperti minum air putih, jus buah ataupun teh) respon pasien

mengangguk dan mau minum habis 4 tegukan. pada pukul 08.20 WIB

menganjurkan keluarga untuk memakaikan pasien baju berbahan katun

yang mudah menyerap keringat respon pasien bersedia diganti baju

dengan dibantu ibunya dan tampak lebih nyaman. Pada pukul 09.15 WIB

penulis melakukan implementasi memonitor tanda-tanda vital dan

didapat hasil tekanan darah 100/70 mmHg, suhu 37,70C, nadi 100 x/

menit, RR 20x/menit respon pasien mengatakan iya bersedia. Pada pukul

12.00 WIB tindakan yang dilakukan adalah memberikan diit TKTP

kepada pasien respon pasien sudah mau makan meskipun hanya habis

menghabiskan ¼ porsi jatah makanan yang telah diberikan. Pada pukul

12.15 WIB tindakan yang dilakukan adalah mengukur tanda-tanda vital


57

dan didapatkan hasil tekanan darah112/75 mmHg, nadi 100x/ menit, suhu

37,50C, RR 20x/ menit respon pasien mau dilakukan pengecekan tanda-

tanda vital. Pada pukul 12.30 WIB menganjurkan pasien minum banyak

1500-2000 ml (seperti air putih, jus buah ataupun teh) respon pasien mau

minum dan habis 1 gelas aqua. Pada pukul 15.15 WIB tindakan yang

dilakukan adalah mengukur tanda-tanda vital dan didapatkan hasil

tekanan darah 110/78 mmHg, nadi 100x/ menit, suhu 37,50C, RR 20x/

menit respon pasien iya bersedia. pada pukul 16.30 WIB tindakan yang

dilakukan adalah memberikan diit TKTP respon pasien adalah mau

makan meskipun habis ½ porsi makanan yang sudah diberikan, pada

pukul 18.15 WIB tindakan yang dilakukan adalah mengukur tanda-tanda

vital dan didapatkan hasil tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 90x/ menit,

suhu 37,50C, RR 20x./ menit. Pada pukul 20.00 WIB tindakan yang

dilakukan adalah memberikan injeksi antipirentik sesuai dengan

ketentuan dokter respon klien mau dinjeksi dan minum obat masuk tidak

ada alergi pada pasien terhadap obat yang sudah diberikan. pada pukul

21.15 WIB tindakan yang dilakukan adalah mengukur tanda-tanda vital

dan didapatkan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 100x/ menit,

suhu 37,70C, RR 20 x/ menit.

Hari ketiga pada tanggal 21 April 2021 tindakan yang dilakukan pada

pukul 03.15 WIB mengukur tanda-tanda vital dan didapat hasil tekanan

darah 115/78 mmHg, nadi 97x/ menit, suhu 370 C, RR 20 x/ menit respon

pasien hanya menganggukan kepala, pada pukul setelah itu pukul 06.15
58

WIB dilakukan lagi pengecekan tanda-tanda vital dengan hasil 110/70

mmHg, nadi 100 x/menit, suhu 36,5oC dan RR 20x/ menit respon pasien

iya dan sudah nyaman dan kooperatif saat dilakukan pengukuran tanda-

tanda vital. Pada pukul 07.00 WIB tindakan yang dilakukan adalah

memberikan diit TKTP kepada pasien respon pasien sudah mau

membuka mulut dan makan habis 1 porsi rumah sakit. Padapukul07.10

WIB memberikan penkes kepada pasien dan keluarga pasien mengenai

pencegahan DBD. Respon Keluarga pasien bersedia diberikan

pendidikan kesehatan dan tampak lebih mengerti mengenai pencegahan

DBD.

5. Evaluasi
Hasil evaluasi keperawatan pada diagnosa keperawatan hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (viremia) pada An. A dengan
Dengue Haemoragic Fever pada tanggal 21 April 2021 respon S
(Subjektif) : Ibu pasien mengatakan panas anaknya sudah turun. O
(objektif) : Hasil pengecekan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 100
x/menit, suhu 36,5oC dan RR 20x/ menit. pasien sudah tidak lemas, akral
hangat. A (Analisa) : Masalah teratasi. P (Planning) : Hentikan
intervensi. Rencana pulang pasien yaitu mengajarkan keluarga pasien
untuk menerapkan cara kompres hangat yang benar saat pasien sakit
panas.

B. Pembahasan
Penulis membahas dan menganalisis hasil dari laporan karya tulis ilmiah
pengelolaan Hipertermi dengan DHF pada An.K di mulai pada tanggal 19
April 2021-21 April 2021 di Ruang Wijaya Kusuma RSUD dr. R. Soetijono
Blora. Pengelolaan asuhan keperawatan ini mencakup lima tahap proses
59

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana


keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Adapun
proses pembahasannya yaitu:

1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang penulis lakukan yaitu pada An.K berjenis
kelamin perempuan, berumur 11 tahun, di diagnose Dengue Haemoragic
Fever (DHF). Pasien ini termasuk dalam usia yang rentan terkena Dengue
Haemoragic Fever (DHF) sesuai teori dari Lestari (2016, p. 20) paling
sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Dapat
disimpulkan bahwa data pada tinjauan kasus sesuai dengan tinjauan
pustaka dan tidak ditemukan kesenjangan

Keluhan yang diungkapkan oleh keluarga An. K mengalami panas


sejak 5 hari yang lalu, secara terus menerus, disertai badan lemas, pusing,
mual muntah, nyeri pada ulu hati. Data pada tinjauan kasus tersebut sesuai
dengan yang ada pada tinjauan pustaka menurut Ridha H, Nabiel 2017
yang menyebutkan bahwa pada pasien Dengue Haemoragic Fever pasien
mengalami panas secara mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari dan
terdapat pteckie pada tubuh. Gejala pada klien diakibatkan oleh virus yang
telah masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty, virus
tersebut beredar kedalam aliran darah. Masa inkubasi 3-15 hari tetapi pada
umumnya 5-8 hari. Apabila sistem imun tubuh penderita lemah, maka
virus akan masuk ke aliran darah manusia (viremia) yang akan
merangsang tubuh mengaktifkan sistem komplemen sehingga zat
anafilatoksin akan keluar maka terjadilah pelepasan zat C3a dan C5a dan
merangsang PGE2 (Prostaglandin 2) yang selanjutnya akan meningkatkan
setting point suhu di hipotalamus. Dimana suhu setting point di
hipotalamus lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh. Sehingga untuk
menyamakan perbedaan suhu tubuh akan meningkat sehingga terjadi
hipertermi (Nurarif & Kusuma ,2013). Selain itu data uji rumple leed
positif, yaitu muncul pteckie pada kulit. Menurut Johny Bayu Fitantra,
60

2017 menyimpulkan tidak ditemukan kesenjangan antara tinjauan kasus


dan tinjauan pustaka, akan tetapi tanda dan gejala yang ada pada tinjauan
pustaka tidak semua muncul pada tinjauan kasus pada An. K. Yaitu tanda
gejala dari klien dengan munculnya gejala petekie pada sebagian
tubuhnya, Petekie muncul karena adanya suatu kelainan dari trombosit.
Petekie tersebut terjadi karena adanya perdarahan yang disebabkan oleh
menurunnya kadar trombosit dalam darah.

Dalam tinjauan pustaka menurut Wulandari & Erawati, 2016


dalam riwayat penyakit dahulu pada pasien Dengue Haemoragic Fever,
kemungkinan dapat ditemukan penyakit sebelumnya pada pasien yaitu
pernah mengalami DHF atau dapat disebut bahwa anak tersebut
mengalami serangan ulang DHF namun dengan tipe virus yang lain.
Namun setelah dilakukan pengkajian dan didapatkan data tinjauan kasus
pada An. K dengan hasil An. K sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat
penyakit dengan DHF.

Selanjutnya pada pengkajian riwayat sosial, An.K adalah anak


tunggal Pasien diasuh oleh orang tua terutama ibu yang paling berperan di
dalam pengasuhan. An. K memiliki banyak teman sebaya, An. K adalah
orang yang periang, dan mudah untuk bergaul. An.K kooperatif dengan
tindakan keperawatan akan diberikan tetapi dia adalah anak yang sedikit
rewel ketika sakit tetapi tidak menjadi penghambat dalam pemberian
asuhan keperawatan.

Pada pengkajian kondisi lingkungan rumah. Ibu pasien An. K


mempunyai kebiasaan buruk yaitu selalu menggantungkan pakaian
yang sudah dipakai didalam kamar menjadi menumpuk, serta jarang
menguras bak mandi, sehingga dapat dijadikan tempat nyamuk untuk
berkembang biak. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa kondisi
lingkungan An.K mendukung berkembangbiaknya nyamuk aedes
aegypty sehingga memicu terjadinya DHF pada klien. Hal tersebut sesuai
61

dalam tinjauan pustaka menurut Wulandari & Erawati, 2016 menyebutkan


bahwa kondisi lingkungan menjadi penyebab timbulnya penyakit Dengue
Haemoragic Fever; dimana penyakit Dengue Haemoragic Fever sering
terjadi di daerah yang padat penduduk dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar). Jadi
dalam hal ini tidak ditemukan kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan
tinjauan kasus pada An. K.

Dalam tinjauan kasus pada an. A pada pengkajian pola nutrisi dan
metabolik didapatkan data bahwa porsi makan dan minum An. A
menurun karena pasien mengalami mual, mutah serta nafsu makan
menurun. Data tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyebutkan
bahwa anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah
dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan.(Wulandari & Erawati, 2016, p.287)

Pola eliminasi, dalam tinjauan pustaka menyebutkan terkadang


anak mengalami konstipasi dan akan terjadi melena pada pasien dengan
DHF grade III dan IV selain itu pada pasien DHF dengan grade IV juga
sering terjadi hematuria. Namun data tersebut tidak ditemukan dalam
tinjauan kasus pada An. K

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan fisik pada An.K didapatkan


hasil dengan tanda-tanda vital tekanan darah 90/60 mmhg, nadi
90x/menit, suhu 38,7 o C per aksila, RR 20x/ menit. Dari hasil
tersebut dapat dianalisa bahwa pasien mengalami kenaikan suhu
diatas normal. Menurut Carpenito & Moyet (2013) hipertermi adalah
ketika keadaan individu mengalami kenaikan suhu tubuh > 37, 8 0C
per aksila. Jadi dapat disimpulkan bahwa tinjauan kasus pada An. A tidak
ditemukan kesenjangan dengan tinjauan pustaka.
62

Selanjutnya hasil pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pada


An.K nilai hematokrit 34,8 %, hemoglobin 11 gr/dl, trombosit pasien
menurun drastis yaitu 72.000 sel/mm3 dan test rumpel leed menunjukkan
hasil positif yaitu muncul bercak-bercak merah atau pteckie pada kulit.
Menurut Suriadi (2010, p.59) pemeriksaan penunjang DHF
(Dengue Haemorogic Fever) adalah pemeriksaan darah lengkap :
kenaikan nilai hemokonsentrasi yaitu hematokrit meningkat sekitar 20%
atau lebih dan terjadi penurunan nilai trombosit (trombositopenia ≤ 100 x

103 / uL) . Pada penderita infeksi dengue yang mengalami penurunan


jumlah trombosit secara signifikan, mengakibatkan fungsi homeostatis
tersebut terganggu sehingga terjadi perdarahan pada kulit yang sering
disebut dengan ptieckie. Selain itu hal yang paling penting untuk
membedakan antara penyakit DHF dengan penyakit lainnya yaitu dalam
pemeriksaan darah yang menunjukan tromobosit menurun
(trombositopenia) dan hematokrit yang meningkat. Program terapi yang
diberikan pada pasien, infus RL 28 tpm. Untuk keseimbangan cairan tubuh
dan pengobatan pada trombositopenia yang dialami pasien dikarenakan
pasien mengeluh lemas. Selanjutnya Paracetamol yaitu sebagai terapi
untuk mengatasi demam yang dialami pasien.

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), struktur penulisan diagnosa
keperawatan aktual yang tepat penulisan diagnosa aktual menggunakan
stuktur penulisan PES (problem, etiologi, dan symptom ). Pada diagnosa
laporan kasus yang penulis susun sudah sesuai dengan Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (2016). Masalah diagnosa pada DHF yang penulis
angkat pada karya tulis ini menurut SDKI DPP PPNI, 2017, p. 284
salah satu diagnosa DHF adalah hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi (virus dengue) yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat di atas
rentang normal (36,5oC - 37,5oC).
63

Hal ini sesuai dengan respon pada problem Ibu pasien mengatakan
An. K panas selama 5 hari secara terus menerus, mual muntah, nyeri ulu
hati, pusing, pasien tampak lemah didapatkan hasil pemeriksaan TTV :
Tekanan darah : 90/60 mmHg, suhu 38.7 C per aksila, nadi 90 x/ menit,
RR 20 x/ menit, kulit : RL test positif dan pada kulit teraba hangat, mata
tampak berkaca- kaca, mulut mukosa kering, membran mukosa pucat,
tidak ada epistaksis dan perdarahan gusi,tanda dan gejala hipertermi yaitu
suhu tubuh diatas normal. Alasan penulis dalam menegakkan diagnosa
masalah keperawatan yang muncul yaitu Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi (virus dengue). Hal ini sesuai dengan ketentuan
berdasarkan pembuatan diagnosa keperawatan menurut SDKI DPP PPNI,
2017, p. 284.

Hipertermi b.d proses infeksi ( virus dengue ) diangkat sebagai


diagnosa utama karena menurut Sujono dan Suharso (2010) adanya
kenaikan suhu > 37,8 oC dan data Objektif penunjang yang ada
merupakan data aktual yang ditemukan saat pengkajian, dan kondisi
tersebut memerlukan tindakan yang cepat dan tepat karena apabila
masalah hipertermi pada DHF segera diatasi dapat mencegah resiko
komplikasi. Menurut Sodikin, 2012 untuk mengatisipasi terjadinya syok
karena terjadinya kebocoran dan kehilangan plasma yang hebat, maka
peningkatan suhu tubuh harus segera diturunkan . Dengan turunnya suhu
tubuh pasien , maka pasien tidak akan mengalami syok karena tidak
terdapat pembesaran / kebocoran plasma pada tubuh pasien yang
disebabkan oleh virus dengue.

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang telah dirumuskan pada An. A untuk
mengatasi masalah keperawatan hipertermi yang dialami pasien yaitu
dengan tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam
masalah hipertermi teratasi dengan kriteria hasil suhu dalam rentang
normal ( 36,5 – 37o C ), nadi, RR, dan tekanan darah dalam rentan normal
64

( Nadi 70 – 110 x/menit, RR 20-30 x/menit, tekanan darah systol 80-100


mmHg, diastol 50-80 mmHg), tidak ada perubahan warna kulit, tidak ada
tanda – tanda perdarahan lebih lanjut.

Rencana tindakan yang penulis lakukan pada An. K yaitu

melakukan tindakan berupa bina hubungan saling percaya,

merupakan suatu tindakan pendekatan melalui komunikasi

teraupetik, untuk mengurangi kecemasan pada pasien serta

meminimalkan dampak psikologi pada anak terhadap perubahan

lingkungan dan tindakan yang akan dilakukan untuk mempermudah

perawat dalam memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan prosedur.

Anjurkan banyak minum 1500-2000 ml . Menurut Nugrahajati

2012 cara ini merupakan pertolongan pertama yang segera di berikan pada

pasien yaitu memberikan pengganti cairan lewat minuman atau elektrolit

yang bertujuan untuk mencegah dehidrasi akibat demam dan muntah,

memberikan minum 1,5 sampai 2 liter air dalam waktu 24 jam seperti air

teh, jus buah, atau susu supaya tidak terjadi dehidrasi karena penguapan air

dalam tubuh dan dapat menurunkan panas pada tubuh pasien karena panas

tubuh akan di keluarkan tubuh melalui air seni dan keringat, sehingga

badan pasien akan terasa nyaman dan panas tubuh akan turun .

Mengukur TTV tiap 2 jam sekali, dalam tindakan ini


sangat penting sekali sesuai dengan keadaan pasien hipertermi harus
dilakukakan TTV rutin karena untuk memantau keadaan umum
pasien, sehingga apabila terjadi kondisi kegawatdaruratan pada pasien
bisa segera ditangani.
65

Berikan kompres hangat pada daerah dahi, aksila, atau

lipatan paha, menurut sodikin 2010 salah satu tindakan untuk menangani

hipertermi yaitu dengan kompres hangat pada dahi, kedua ketiak, kedua

lipatan paha, karena pada leher, kedua ketiak, kedua lipatan paha karena

daerah tersebut merupakan bagian yang paling banyak di lintasi oleh

pembuluh darah, sehingga sel saraf akan segera memberi sinyal ke

thermostat di hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh, upaya untuk

menurunkan suhu tubuh dengan cara mengompres menggunakan air

hangat berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan aliran darah akan

bertambah lancar sehingga panas dalam tubuh semakin cepat dibuang ke

udara. Kemudian menyarankan kepada keluarga untuk mengganti pakaian

pasien dengan bahan yang tidak terlalu tebal/menyerap keringat

dikarenakan panas pada tubuh akan lebih mudah menguap ke udara tanpa

ada penghalang pakaian yang tebal atau selimut yang menutupi tubuh

pasien.

Menganjurkan keluarga pasien untuk memakaikan pasien

baju berbahan katun sehingga dapat menyerap keringat, rasionalnya

untuk mempercepat terjadinya penguapan panas dalam tubuh pasien serta

membuat pasien menjadi lebih nyaman. Menurut Sodikin (2012), pakaian

yang dikenakan saat demam sebaiknya pakaian tipis agar panas mudah

keluar. Namun bila anak merasa kedinginan dapat diberikan selimut.

(Prasetyo, 2017)
66

Memberikan obat antipiretik sesuai program dokter, Obat


antipiretik bekerja dengan cara menurunkan patokan thermostat di
hipotalamus dan bekerja dalam sistem fisiologis pegaturan suhu yaitu
dengan menurunkan pembentukan panas, vasodilatasi pembuluh darah
di kulit yang menyebabkan kecepatan aliran darah bertambah, dan
peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi, radiasi, dan
konveksi. Pemberian antipiretik juga dapat menyebabkan efek
samping seperti peningkatan spasme bronkus, gangguan pada saluran
cerna, penurunan fungsi ginjal, dan menghalangi supresi respon
antibodi serum. Menurut NICE Clinical Guidelines 2007, antipiretik
tidak harus digunakan secara rutin dengan tujuan menurunkan suhu
tubuh saat demam (Cahyaningrum dan Putri, 2017). Tindakan non
famakologik dapat dilakukan dengan perlakuan fisik seperti memberi
minum banyak, memberikan kompres, memberi obat tradisional dan
menggunakan pakaian yang tidak tebal (Wardiyah, 2016 dan
Cahyaningrum, 2017).

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberiaan Diit, rasionalnya untuk


mencukupi kebutuhan makanan pada pasien. Penulis dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan hanya mencantumkan
paraf penulis dalam hal ini harusnya melakukan pembenaran bahwa
pendokumentasian asuhan keperawatan harus disertakan nama pemberi
asuhan keperawatan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat Perry
& Potter (2006) menyatakan bahwa dokumentasi keperawatan dari
askep hukum mempunyai makna penting yaitu semua catatan
tentang informasi pasien merupakan dokumentasi yang resmi yang
bernilai hukum. Bila terjadi suatu maslah yang berhubungan dengan
profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien
sebagai pengguna jasa maka dokumentasi sangat diperlukan.
Dokumentasi dapat dijadikan barang bukti di pengadilan, oleh karena itu
data di identifikasi secara lengkap, jelas dan objektif dan ditanda
67

tangani oleh perawat, nama jelas, tanggal, agar tidak menimbulkan salah
interpretasi.

Berikan Pendidikan Kesehatan tentang pencegahan penyakit DHF


Rasionalnya yaitu untuk menambah pengetahuan tentang pencegahan
penyakit DHf (Wulandari dan Erawati, 2016, P. 290)

Penulis dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien


hanya dilakukan selama satu kali shift, untuk selanjutnya
penulis melakukan pendelegasian kepada teman sejawat lainnya agar
asuhan keperawatan yang di berikan kepada klien berjalan secara
berkesinambungan. Menurut Swansburg (2000) menjelaskan
pendelegasian dilakukan untuk menerima tanggung jawab secara
structural.

4. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan hasil implementasi keperawatan yang penulis lakukan
pada An. K tanggal 19 April 2021 – 21 April 2021 di dapatkan adanya
faktor penghambat dan faktor pendukung dalam memberikan setiap
tindakan. Dari implementasi yang pertama yaitu Membina hubungan
saling percaya dengan komunikasi teraupetik . Membina hubungan
baik dengan anak dapat dijadikan modal terapi penyembuhan
anak serta menurunkan resiko traumatic dari setiap tindakan yang
dilakukan petugas kesehatan (Wong; 2014). Dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada anak hospitalisasi perawat harus sering berulang
ulang dilakukan dengan cara berinteraksi dengan anak dan tidak hanya
dilakukan saat memberikan tindakan keperawatan saja. Sementara faktor
pendukung lainnya juga di dapatkan dari keluarga, dengan kehadiran orang
tua sangat penting sekali. Karena orang tua memberikan rasa aman pada
anak sehingga anak dapat lebih nyaman dan mudah di ajak berkomunikasi.

Dari implementasi selanjutnya yaitu Menganjurkan pasien untuk


banyak minum ( bisa minum air putih, jus buah ataupun teh manis )
68

sebanyak 1500-2000 ml. Faktor penghambat An.K susah minum dan


diam karena lemas, hal ini di buktikan dengan pasien hanya tidur di tempat
tidur. Faktor pendukung pasien mau minum meskipun sedikit. Hal ini
dibuktikan dengan pasien tampak menghabiskan minum 1 gelas
aqua. Menurut Meira (2016) Pada anak usia sekolah akan
mengalami hospitalisasi akan cenderung cemas dan hilang kontrol
karena memaksakan anak meninggalkan lingkungan rumah dan
teman-temannya sehingga terjadi perubahan situasi yang
mengakibatkan anak menjadi lebih cemas dan susah menerima tindakan
yang di berikan.

Dari implementasi selanjutnya yaitu mengukur TTV . Faktor penghambat


pasien An. K hanya diam karena lemas, hal ini di buktikan dengan
pasien hanya tidur di tempat tidur. Faktor pendukung perawat pasien
bersedia di ttv. Hal ini dibuktikan dengan di dapatkan hasil TTV
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 102 x/menit, suhu 36,5 oC dan RR 20x/
menit, pasien tampak lemas, akral hangat.

Sikap perawat seharusnya dapat lebih berperan aktif dan melibatkan


orang tua agar tindakan tindakan asuhan keperawatan dapat berjalan
optimal.

Dari implementasi selanjutnya yaitu Memberikan kompres hangat pada


daerah dahi, aksila atau lipatan paha. Dari keluarga mendukung
pemberian kompres hangat karena dapat membantu menurunkan
suhu tubuh anak. Faktor pendukung pada An.K mau diberikan
tindakan kompres hangat. Dari keluarga juga mendukung karena dapat
membantu menurunkan suhu tubuh anak. Pada An. K respon
subjektifnya ibu mengatakan bahwa panas anaknya sudah mulai turun
dengan bantuan kompres hangat. Respon objektifnya suhu panas
menurun ke normal. Setelah itu perawat harus membina hubungan
saling percaya dengan pasien agar pasien kooperatif dalam setiap
69

diberikan tindakan keperawatan. Menurut penelitian yang dilakukan


oleh Wowor, Katuuk, dan Kallo (2017, p.6) kompres air hangat lebih
efektif untuk menurunkan demam dibanding dengan kompres plester,
dengan hasil rata-rata kompres hangat dapat menurunkan suhu sebesar
0,8oC dan kompres plester dapat menurunkan suhu sebesar 0,4oC

Dari implementasi selanjutnya yaitu Menganjurkan keluarga pasien


memakaikan pasien baju berbahan katun yang mampu menyerap
keringat. Faktor penghambat pasien An. K lemas, hal ini dibuktikan
pasien tiduran, faktor pendukung dari ibu pasien yang membantu
pasien untuk ganti pakaian, pasien kooperatif, hal ini dibuktikan
meskipun terlihat lemas dan pasien tampak mengganti pakaian.
Penggunaan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat akan
Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat pasien dan tidak merangsang peningkatan suhu dan membantu
penguapan.( Meira & Wulandari, 2016 )

Dari implementasi selanjutnya Memberikan obat antipiretik sesuai


program dokter. Faktor pendukung pasien An.K kooperatif hal ini di
tandai dengan obat masuk kedalam tubuh pasien melalui oral sesuai
dengan dosis. Respon subjektifnya pasien mengatakan mau minum obat,
respon objektifnya obat masuk sesuai program dokter dan tidak ada
alergi. Pemberian obat sangat penting dalam keadaan suhu tubuh
pasien yang tinggi berguna agar suhu tubuh pasien cepat menurun dalam
rentan normal

Dari implementasi selanjutnya Mengkolaborasi dengan ahli gizi


dalam pemberian Diit TKTP. Faktor penghambat pasien An.K tidak
mau makan hal ini dibuktikan dengan pasien menutup mulut .Faktor
pendukung pasien kooperatif hal ini dan tampak habis setengah porsi
rumah sakit. Dalam hal ini selain harus melibatkan orang tua dalam
tindakan ini kita sebagai perawat juga harus mampu merayu anak
70

supaya mau makan agar nutrisi dapat terpenuhi. Implementasi


keperawatan bertujuan untuk mengobservasi respon pasien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan
tindakan keperawatan, perawat harus melakukan sesuai tahap-tahap
yaitu pra-interaksi, orientasi kerja, dan terminasi. Pada tahap
terminasi perawat harus mendokumentasikan tindakan beserta hasil /
respon pasien (Budiono, 2016) perawat harus mendokumentasikan
setiap tindakan yang dilakukan, dokumentasi keperawatan jugasesuai
yang dilakukan terhadap pasien

Berikan Pendidikan Kesehatan tentang pencegahan penyakit DHF


faktor pendukung keluarga An.K bersedia untuk diberikan penkes dan
tampak lebih mengerti mengenai pencegahan DHF.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilakukan kepada An.K
dan selama 3x24 jam diruang Wijaya Kusuma RSUD dr. R. Soetijono
Blora dengan diagnosa keperawatan hipertemi b.d infeksi penyakit
(virus dengue) didapatkan hasil evaluasi pada pasien An. K respon
subjektif : Ibu pasien mengatakan panas anaknya sudah turun. Respon
Objektif : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 100 x/menit, suhu 36,5oC dan
RR 20x/ menit. pasien sudah tidak lemas, akral hangat. A (Analisa) :
Masalah teratasi. Karena dalam kasus hipertermi pada An.K dimana
An.K dibawa orang tuanya kerumah sakit sudah panas hari ke-5 dilihat
dari jalannya penyakit panas akan terjadi pada hari ke 2 sampai ke
7 oleh karena itulah mengapa hipertermi pada An.K dapat teratasi
karena dihitung dari masuknya rumah sakit panasnya sudah hari ke-5
ditambah perawatan 3 hari di rumah sakit jadi 8 hari otomatis pada hari
kedelapan suhu tubuh akan kembali normal karena masa inkubasi virus
umumnya terjadi pada hari ke 2-7. Planning : hentikan intervensi. Rencana
71

pulang pasien yaitu mengajarkan keluarga pasien untuk menerapkan cara


kompres hangat yang benar saat pasien sakit panas. Dan memberikan
edukasi tentang bagaimana cara mengatasi pasien DHF Ada bebrapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada DHF dengan hipertermi diantaranya adalah respon
pasien terhadap tenaga kesehatan. Apabila pasien mengalami hospitalisasi
dan takut dengan tenaga kesehatan seperti perawat yang akan
merawatnya tentu saja akan mempengaruhi keberhasilan dalam setiap
tindakan keperawatan. Keluarga yang selalu mendampingi dan merawat
serta kooperatif dalam setiap tindakan keperawatan kepada pasien menjadi
salah satu indikator keberhasilan dalam merawat pasien. Dengan adanya
keluarga yang menjadi pelindung pasien untuk membuang rasa takut
terhadap lingkungan baru, orang baru dan suasana baru yang
menurut pasien mungkin saja adalah sesuatu yang menyeramkan.
kecemasan anak hospitalisasi dipicu karena anak dipaksa
meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga , kelompok sosial
dan juga akan kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran
dalam keluarga, perasaan takut mati, dan kelemahan fisik. Oleh
karena itu peran keluarga khususnya orang tua sangat penting bagi
kelancaran pemberian asuhan keperawatan
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dari uraian pembahasan sebelumnya maka penulis membuat simpulan dari

laporan kasus yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada Anak DHF dengan

Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi ”, maka dapat di tarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Pengkajian yang telah penulis lakukan pada An. K ditemukan


masalah keperawatan yaitu mengalami panas dengan Suhu :
38,7o C .

2. Dari hasil pengkajian di dapatkan data: keluhan utama An. K yaitu Ibu
pasien mengatakan anaknya panas sudah 5 hari secara terus
menerus, pusing, nyeri di ulu hati, muncul bercak-bercak merah pada
kulit. Data tersebut merujuk pada diagnosa keperawatan yang dapat
muncul pada klien dengan DHF yang berkaitan dalam peningkatan
suhu tubuh Hipertermi b.d proses infeksi ( virus dengue ) (SDKI DPP
PPNI, 2017, p. 284)
3. Rencana keperawatan disusun menurut Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) sebagai berikut: Rencana
tindakan yang penulis lakukan yaitu melakukan tindakan berupa
Bina hubungan saling percaya kepada pasien dan libatkan anggota
keluarga. Monitor TTV terutama pada suhu tubuh minimal 2 jam
sekali, nadi, RR dan tekanan darah. Berikan kompres air hangat pada
daerah aksila dan lipat paha ( kurang lebih selama 15 menit panas
akan mulai turun). Berikan penkes kepada pasien dan keluarga pasien
mengenai pencegahan DBD. Beri pasien banyak minum air (1500-
2000 cc/hari). Beri cairan parenteral dan beri antipiretik dan antibiotic

72
73

sesuai dengan ketentuan.Beri pasien Diit TKTP (tinggi kalori tinggi


protein) ..
4. Implementasi keperawatan pada An. K sudah dilakukan sesuai
dengan rencana keperawatan yang telah direncanakan selama 3x24
jam. Dalam melaksanakan intervensi tersebut terdapat faktor
pendukung dalam melakukan proses keperawatan antara lain
komunikasi terapeutik yang baik antara pasien, keluarga dan
perawat, klien kooperatif dan keluarga selalu memberikan
dukungan dan bantuan dalam segala tindakan, alat-alat yang
tersedia di rumah sakit sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi ada
beberapa kendala antara lain lingkungan yang asing dengan anak
dianggap sebagai salah satu stressor di rumah sakit, tingkat kecemasan
pasien.
5. Hasil evaluasi setelah dilakukan pengelolaan selama 3x24
jam menunjukan bahwa masalah DHF dengan fokus hipertermi
pada Pada An.K masalah teratasi dikarenakan kondisi pasien yang
sudah memasuki fase penyembuhan. Faktor pendukung pasien dan
keluarga kooperatif sehingga mepermudah perawat dalam melakukan
tindakan keperawatan.
B. Saran
Dari kesimpulan yang sudah di sampaikan untuk pengembangan perbaikan
serta sosialisasi lebih lanjut dari hasil penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, maka
disarankan kepada pihak- pihak berikut :

1. Bagi Rumah Sakit


Diharapkan dari pihak rumah sakit dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal dengan membuat SOP untuk dijadikan
acuan dalam melaksanakan perawatan pasien khususnya pada pasien
dengan DHF.
74

2. Bagi perawat
Perawat menjadikan suatu acuan untuk meningkatkan pelayanan
pada klien khususnya DHF. Sebagai petugas kesehatan
kami akan meminimalkan resiko terjadinya kekambuhan pada klien
DHF.

3. Bagi Institusi
Diharap Institusi menambah referensi yang terbaru sehingga
mahasiswa dapat melakukan dan memberikan asuhan keperawatan
pada klien sesuai dengan asuhan keperawatan yang baru agar dapat
memaksimalkan asuhan keperawatan untuk menunjang kesembuhan
pasien.

4. Bagi Pasien dan Keluarga


Keluarga mampu memantau keadaan pasien dan memantau adanya
tanda dan gejala yang bisa menyebabkan kekambuhan. Sehingga
pasien tidak mengalami kondisi yang semakin memburuk
khususnya dalam keadaan suhu tubuhya, hal ini bertujuan supaya
keluarga dapat berperan aktif dalam penyembuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA.

Ariani Putri Ayu, (2016). Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta: Nuha Medika

Atikah Proverawati & Citra Setryo Dwi Andhini, (2017). Imunisasi dan
Vaksinasi. Yogjakarta: Medical Book.
Budiono, Sumirah, (2016), Konsep Dasar Keperawatan: Bumi Medika

Cahyaningrum, E.T ., dan Putri , D. (2017). Perbedaan Suhu Tubuh Anak Demam
Sebelum Dan Setelah Di Kompres Bawang Merah. MEDISAINS: jurnal
ilmiah ilmu-ilmu Kesehatan. 15(2): 66-74

Cahyaningsih & Dwi Susilo, (2011). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Carpenito,L.J. (2014). Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis.


Edisi 9: Buku Kedokteran: EGC

Dewi Wulandari & Meira Erawati, (2016). Buku Ajar Keperawatan


Anak.Yogyakarta: Buku Belajar

Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, (2018). Profil Kesehatan Kabupaten Blora


tahun 2018. Blora: Pemerintah Kabupaten Blora.

Dinkes Provinsi Jawa Tengah, (2019). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
2019. Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Gusastrawa, (2014). Hipertermi. Artikel Kesehatan, (online), ( 18 oktober 2020)


Guyton, A.C., Hall J.E, (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC

Hidayat, A Aziz Alimul, (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Buku 2.


Ed.1. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A Aziz Alimul, (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan Dan


Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Marmi dan Raharjo K, (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Nabiel Ridha, (2017). Buku Ajar Keperawatan Anak.Yogyakarta: Buku Pelajar

Ngastiyah, (2014). Perawatan Anak Sakit . Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran:


EGC

Nurarif & Kusuma, (2015). Nanda NIC – NOC. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis. Yogjakarta: Mediaction

Nursalam, (2017). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Dan Ilmu Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika

Riyadi, Sujono & Suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Anak Sakit.


Yogyakarta: Gosyen publishing

Setiadi, (2013). Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Edisi 2.


Yogjakarta. Graha ilmu.
Sodikin, (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius.
Tarwoto & Wartonah, (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC

Taylor, C.M & Sheila Ralph, (2009). Diagnosa Keperawatan Dengan Rencana
Asuhan. Jakarta: EGC

Titik lestari, (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Jogjakarta:Buku Belajar.

Viny A. Kahinden Iswanto Gabel, (2017). (online). http://e-


journal.polnustar.ac.id/jis/article/view/31 diakses tanggal 4 oktober 2020
Wowor, M. S., Katuuk, M. E., & Kallo, V. D. (2017). Efektivitas Kompres Air
Suhu Hangat Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh
Anak Demam. E- Journal Keperawatan, 5 (2), 8.
LAMPIRAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. K DENGUE HAEMORAGIC

FEVER (DHF) DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI

DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSUD dr. R SOETIJONO BLORA

Disusun Oleh:

Risa Dwi Aprillia

P1337420418012

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
Mahasiswa : Risa Dwi Aprillia

Tempat Praktek : Ruang Wijaya Kusuma RSUD dr. Soetijono Blora

Tanggal : 19 April 2021- 21 April 2021

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Tabel 1.2 Identitas Klien

Identitas Pasien Klien Penanggung Jawab

Nama An. K Ny. S

Umur 11 tahun 38 tahun

Pendidikan SD SMA

Pekerjaan Pelajar IRT

Status Belum kawin Kawin


Perkawinan

Alamat Jiken Rt 01 Rw 05 Jiken Rt 01 Rw 05

Nomor Registrasi 379429

Diagnosis Medis DHF


a. Riwayat Penyakit
Tabel 1.3 Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Klien

Keluhan Utama Ibu pasien mengatakan An.K panas terus


menerus selama 5 hari .

Riwayat Kesehatan Ibu pasien mengatakan Sejak tanggal 14


Sekarang April panas anaknya sudah 5 hari terus
menerus. Disertai badan lemas, pusing,
pasien mengalami mual dan muntah, nyeri
pada ulu hati, ibu pasien sudah memberikan
obat penurun panas dibeli di apotek akan
tetapi tidak ada perubahan. Panasnya tidak
kunjung turun. Lalu pada tanggal 19 April
2021 keluarga membawa pasien ke IGD
RSUD Soetijono Blora. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah, dan
didapatkan data uji rumple leed positif yaitu
muncul pteckie pada kulit, didapatkan TTV
(tanda-tanda vital) dengan hasil yaitu
tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 90
x/menit, Suhu 38,7 oC, RR 20x/menit, dan
An. K mendapat terapi infus RL 28 tpm,
Paracetamol 480 mg per oral. Setelah itu
pasien di pindah rawat inap di Ruang Wijaya
Kusuma (ruang anak) . Penulis melakukan
pengkajian pada An. K. Ibu pasien
mengatakan panas selama 5 hari yang lalu
secara terus-menerus, anaknya lemas dan
rewel saat dilakukan pemeriksaan TTV di
dapatkan hasil yaitu 90/60 mmHg, Nadi 96
x/menit, Suhu 38,7 oC, RR 20 x/menit

Riwayat Kesehatan Ibu pasien mengatakan anaknya belum


Dahulu pernah di rawat inap di rumah sakit dan tidak
pernah mempunyai riwayat sakit DHF seperti
sekarang

a. Prenatal Care
Ibu memeriksakan kandungannya rutin di
poli KIA di puskesmas jiken. Selama
hamil ibu tidak pernah mengalami sakit.
Komplikasi yang terjadi selama hamil :
tidak ada
b. Pola Pengkajian Fungsional (Gordon)
Tabel.3 Perubahan Pola Kesehatan
Pola Kesehatan Klien

Manajemen kesehatan Ibu an. K selalu memperhatikan status


kesehatan anaknya, dari pemilihan bahan
makanan, menu yang sehat untuk anak,
dan jika anak sakit panas ibu An.K
memberikan obat penurun panas, yang di
beli di Apotek

Nutrisi

Sebelum sakit Ibu pasien mengatakan An. K, makan


tepat waktu, makan 3 x/hari habis satu
porsi dengan nasi, sayur, lauk pauk dan
minum air putih 900 ml/hari, makanan
kesukaan An.K yaitu ayam goreng, dan
suka jajan ciki-ciki, sosis, dan es.

Ibu pasien mengatakan anaknya susah


Selama sakit makan karena nafsu makan menurun,
dan kurang suka dengan menu makanan
rumah sakit, pasien makan 3x/hari, habis
¼ porsi makanan yang diberikan di
rumah sakit dan minum 200-300 ml/hari,

Eliminasi

Sebelum sakit Ibu pasien mengatakan An.K BAB 1 x/


hari dengan konsistensi lembek , warna
kuning sedangkan BAK 5 x sehari,
warna jernih.

Selama sakit BAK 3 x sehari tidak


terdapat hematuria, frekuensi BAB 1x
Selama sakit
sehari dengan konsitensi lunak, warna
kuning , tidak terdapat melena.

Aktivitas

Sebelum sakit Pasien dapat beraktivitas seperti biasa


c. Pemeriksaan Fisik
Tabel 4. Pemeriksaan Fisik
Observasi Klien

Keadaan Umum Pasien tampak lemah, Kesadaran


Composmentis

39 kg
BB sebelum sakit
38 kg
BB saat sakit
140 cm
Tinggi Badan
38,7oC per aksila
Suhu

Nadi 90 x/menit

Tekanan Darah 90/60 mmHg

Pernapasan 20x/menit

GCS E4 M6 V5 = 15

Pemeriksaan Fisik

Kepala Mesochepal, pusing, muka tampak


kemerahan

Tampak berkaca-kaca
Mata
Bersih, Tidak terdapat polip, tidak
Hidung
mengalami epistaksis.

Bersih, tidak ada gangguan


Telinga pendengaran

Mukosa bibir kering, membrane


mukosa pucat, tidak terjadi perdarahan
Mulut
gusi

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,


Leher
tidak ada kesulitan menelan.

Thoraks

- Paru- paru
Tidak mengalami sesak nafas.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Tabel.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Diagnostik Klien

Laboratorium Pada tanggal 19 April 2021

Didapatkan hasil nilai hematokrit 34.8 %


( nilai normal 35-47% ) , hemoglobin 11
gr/dl (nilai normal 12.8 g/dL-16,8 g/dL),
trombosit 72.000 sel/mm3 ( nilai normal
150.000 sel/mm3 - 450.000 sel/mm3) dan
test rumpel leed menunjukkan hasil positif
yaitu muncul bercak-bercak merah atau
pteckie pada kulit.

Pada tanggal 20 April 2021

Didapatkan hasil nilai hematokrit 35,8


%, hemoglobin 12,6 gr/dl, trombosit
115.000 sel/mm3

Pada tanggal 21 April 2021

Didapatkan hasil nilai hematokrit 40,1


%, hemoglobin 13,7 gr/d l, trombosit
190.000 sel/mm3

Program Terapi
2. 1. Infus RL 28 tpm
2. Paracetamol 480 mg per ora
Analisis masalah
Tabel.6 Analisis masalah

Analisis Data Penyebab (etiologi) Masalah

Data Subjektif Proses infeksi (virus Hipertermi


dengue)
Pasien mengatakan panas
sudah 5 hari secara terus
menerus, mual muntah,
nyeri ulu hati, pusing

Data Objektif

- Pasien tampak lemah


- TTV :
Tekanan darah :
90/60mmHg, suhu
38.7o C per aksila, nadi
90 x/ menit, RR 20 x/
menit, kulit : RL test
positif dan pada kulit
teraba hangat , kepala
dan leher, mata tampak
berkaca- kaca, mulut
mukosa kering,
membran mukosa
pucat, hidung tidak
mengalami perdarahan.
3. Diagnosis Keperawatan
Tabel 7. Diagnosis Keperawatan

Data Masalah Etiologi /


penyebab

Data Subjektif Hipertermi Proses infeksi (virus


dengue)
Pasien mengatakan panas
sudah 5 hari secara terus
menerus , mual muntah,
nyeri ulu hati, pusing

Data Objektif

- Pasien tampak lemah


- TTV :
Tekanan darah : 90/60
mmHg, suhu 38.7o C
per aksila, nadi 90 x/
menit, RR 20 x/ menit,
kulit : RL test positif
dan pada kulit teraba
hangat , kepala dan
leher, mata tampak
berkaca- kaca, mulut
mukosa kering,
membran mukosa
pucat, hidung tidak
mengalami perdarahan.

4. Perencanaan
Tabel 8. Perencanaan Keperawatan
Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi (NIC) - Rasional
Keperawatan

Hipertermi b.d. Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling


Proses infeksi perawatan selama percaya kepada pasien
(virus dengue) 3x24 jam, dan libatkan anggota
diharapkan keluarga.
hipertermi teratasi, Rasional: Menghindari
dengan kriteria rasa takut pada pasien
hasil : terhadap perawat

1. Suhu tubuh 2. Monitor TTV terutama


dalam rentang pada suhu tubuh
normal (36,5- minimal 2 jam sekali,
37 o C) nadi, RR dan tekanan
2. Nadi (70- darah.
110x/menit) Rasional : Acuan
dan RR dalam untuk mengetahui
rentang keadaan umum pasien
normal (20-
3. Berikan kompres air
30x/menit)
hangat pada daerah
Tekanan darah
aksila dan lipat paha
systole 80-100
( kurang lebih selama
mmHg
15 menit panas akan
diastole 50-80
mulai turun)
mmHg
Rasional: Dilakukan
3. Tidak ada
kompres hangat akan
perubahan
menyebabkan
warna kulit
vasodilatasi sehingga
dan tidak ada
mengalami penguapan
pusing,
mukosa bibir 4. Berikan penkes kepada
lembab. pasien dan keluarga
4. Tidak ada pasien mengenai
tanda-tanda pencegahan DBD.
perdarahan Rasional: Menambah
lebih lanjut pengetahuan tentang
pencegahan penyakit
DHF

5. Beri pasien banyak


minum air (1500-2000
cc/hari).
Rasional: Dengan
minum yang banyak,
diharapkan cairan yang
hilang dapat diganti,
dan mencegah pasien
dehidrasi

6. Berikan pakaian
berbahan katun
Rasional: Pakaian
berbahan katun dapat
mudah menyerap
keringat, dan tidak
merangsang
peningkatan suhu

7. Beri cairan parenteral


dan beri antipiretik
sesuai dengan
ketentuan.
Rasional: Antipiretik
yang mempunyai
reseptor di
hipotalamus dapat
meregulasi suhu tubuh
sehingga suhu tubuh di
upayakan mendekati
suhu tubuh normal

8. Beri pasien Diit TKTP


(tinggi kalori tinggi
protein) .
Rasional: Untuk
mengoptimalkan
kondisi pasien agar
tidak lemah, serta
untuk meningkat kan
BB pasien agar ideal,
dan memenuhi
kebutuhan pasien saat
sakit.

5. Implementasi
Tabel 9. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Hari / Jam Tindakan TTD
Keperawatan
Tanggal

Hipertermi b.d. 19 April 08.00 Membina hubungan saling

Proses infeksi 2021 WIB percaya kepada pasien dengan dan

(virus dengue) keluarga antara lain dengan

menyapa, sopan, memberikan

informasi kepada keluarga dan

pasien saat dibutuhkan,

menampakkan hubungan saling

bersahabat.

S :.Ibu pasien mengatakan

mengizinkan penulis untuk

melakukan wawancara dan

diizinkan untuk berbicara kepada

anaknya.

O : Ibu pasien menjawab

pertanyaan penulis, An. K tampak

tidak takut dengan penulis dan

bersedia berkenalan.

08.10 Menganjurkan pasien untuk

WIB banyak minum (bisa minum air


putih, jus buah ataupun teh manis)

sebanyak 1500-2000 ml. Dengan

memberikan tekhnik yaitu

memberikan minum 250 ml saat

bangun pagi, 250 ml setelah

sarapan, 250 ml menjelang siang,

250 ml setelah makan siang, 250

ml setelah makan malam, 250ml

sebelum tidur.

S : An. K mengangguk dan

bersedia minum 1 gelas Aqua.

O : An. K tampak minum dengan

dibantu oleh ibu pasien.

08.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S:-

O : Pasien tampak sedikit rewel,

Hasil yang didapat yaitu tekanan

darah 90/60 mmHg, suhu 38.70 C

per aksila, nadi 90 x/ menit, RR

20 x/ menit
08.30 Memberikan kompres hangat pada

WIB daerah dahi, aksila, dan lipatan

paha.

S:-

O : Pasien tampak sedikit rewel

dan kompres tampak terpasang

pada leher bagian kanan dan kiri,

kedua ketiak dan selangkangan

pasien.

08.45 Mengajurkan keluarga

WIB menggunakan pakaian berbahan

katun yang mudah menyerap

keringat.

S : Pasien mau ganti baju.

O : Pasien tampak menggunakan

kaos dalam karena kepanasan.

10.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S : Pasien mengatakan mau

dilakukan pengukuran ttv.

O : Pasien trampak tenang.


Tekanan darah 90/60 mmHg, suhu

38,5o C, nadi 90 x/menit,

pernafasan 20 x/menit

12.00 Memberikan cairan parenteral dan


beri antipiretik sesuai dengan
WIB
ketentuan.

S : Pasien bersedia meminum


obatnya, dan merintih kesakitan

O: Obat masuk.

dan tidak ada reaksi alergi.

14.00 Melibatkan keluarga pasien dan

WIB mengajarkan cara kompres hangat

yang benar serta evaluasi

perubahan suhu respon keluarga

S : Ibu pasien mengatakan

bersedia diajari cara

mengkompres hangat yang benar

O : Ibu pasien mampu menerima

arahan dan panduan dari perawat.

14.30 Memberikan pasien diit TKTP

WIB
S : Pasien menolak untuk makan
dan menutup mulut

O : Ibu pasien tampak memaksa

anaknya untuk makan, pasien

tidak mau makan.

15.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S:-

O : Pasien tampak kooperatif.

Hasil tekanan darah 90/70 mmHg,

suhu 38 oC, nadi 100 x/ menit.

15.30 Melakukan tindakan kompres

WIB hangat di sekitar dahi, aksila, dan

lipatan paha

S : Ibu pasien mengatakan akan

mengompres anaknya

O: Ibu tampak mengompres

anaknya sesuai petunjuk, pasien

tampak rileks dan kooperatif

18.15 Mengukur tanda-tanda vital.

WIB
S : Pasien bersedia.
O : Hasil tekanan darah 100/70

mmHg, suhu 38,5oC, nadi 100x/

menit RR 20x/menit.

19.00 Menganjurkan pasien

WIB menggunakan pakaian berbahan

katun yang mudah menyerap

keringat

S : Pasien mengatakan ya

O: Pasien tampak mengikuti

arahan perawat.

21.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S:-

O : Hasil tekanan darah 100/77

mmHg, suhu 380C, nadi 110x/

menit

23.00 Menginjeksi pasien dengan obat

WIB antipiretik dan memberikan cairan

intravena

S:-
O : Obat masuk dan tidak ada

reaksi alergi.

00.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S:-

O: Hasil tekanan darah

90/70mmHg, suhu 37,8 oC, nadi

90x/ menit

20 April 03.15 Mengukur tanda-tanda vital


2021 WIB
S : Pasien mengatakan mau

O : Hasil tekanan darah 100/70


mmHg, nadi 80x/menit, suhu 37,8
0
C, RR 20x/ menit

06.00 memberikan pasien Diit TKTP

WIB
S : Pasien mau makan.

O : Pasien tampak makan namun

masih sedikit sekitar 3-5 sendok

saja

06.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S : Pasien mau untuk dilakukan
pengecekan TTV.

O : Hasil tekanan darah 100/70

mmHg, suhu 37,70 C, nadi 110x/

menit , RR= 20x/mnt

06.30 Menganjurkan pasien banyak

WIB minum 1500-2000 ml ( sesuai

tekhnik yang diberikan perawat)

S : Pasien mengangguk

O : Pasien mau , dan tampak

minum habis 4 tegukan.

07.00 Melakukan injeksi antipiretik

WIB sesuai ketentuan dokter dan

memberikan cairan intravena

S : Pasien bersedia .

O : pasien tampak sedikit rewel,

Obat masuk dan tidak ada

tanda – tanda alergi.

08.00 Melakukan kompres hangat pada

WIB daerah dahi, aksila, atau lipatan

paha.
S:-

O : Pasien tampak kooperatif dan

nyaman

08.10 Menganjurkan pasien untuk

WIB banyak minum (bisa minum air

putih, jus buah ataupun teh)

S : Pasien mengangguk.

O : Pasien tampak minum habis 4

tegukan

08.20 Menganjurkan keluarga untuk

WIB memakaikan pasien baju berbahan

katun yang mudah menyerap

keringat

S : Pasien mau ganti baju

O : Pasien tampak lebih nyaman

09.15 mengukur tanda-tanda vital.

WIB
S:-

O : Hasil tekanan darah 100/70


mmHg, suhu 37,70C, nadi 100 x/

menit, RR 20x/menit

12.00 Memberikan diit TKTP (tinggi

WIB kalori tinggi protein)

S : Pasien mau makan.

O : Pasien tampak menghabiskan

¼ porsi makanan yang telah

diberikan.

12.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB S : Pasien bersedia.

O : Hasil tekanan darah 112/75

mmHg, nadi 100x/ menit, suhu

37,50C, RR 20x/ menit

12.30 Menganjurkan pasien minum

WIB banyak 1500-2000 ml (bisa air

putih, jus buah ataupun teh )

S : Pasien mau minum

O : Pasien tampak habis 1 gelas

Aqua.
15.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S :-

O : Hasil tekanan darah 110/78

mmHg, nadi 100x/ menit, suhu

37,50C, RR 20x/ menit.

16.30 Memberikan diit TKTP

WIB
S : Pasien mau makan.

O : Pasien tampak makan habis ¼

porsi makanan yang sudah

diberikan

18.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S : Pasien bersedia.

O : Hasil tekanan darah 100/70

mmHg, nadi 90x/ menit, suhu

37,50C, RR 20x./ menit

20.00 Memberikan injeksi antipirentik

WIB cairan intravena sesuai dengan

ketentuan dokter

S : Pasien mau
O : Pasien tampak minum obat

dan masuk tidak ada alergi.

21.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S:-

O : Hasil tekanan darah 110/70

mmHg, nadi 100x/ menit, suhu

37,70C, RR 20 x/ menit

21 April 03.15 Mengukur tanda-tanda vital

2021 WIB
S : Pasien mengangguk.

O : Hasil tekanan darah 115/78

mmHg, nadi 97x/ menit, suhu 370

C, RR 20 x/ menit

06.15 Mengukur tanda-tanda vital

WIB
S:-

O : Hasil pengecekan tekanan

darah 110/70 mmHg, nadi 100

x/menit, suhu 36,5oC dan RR 20x/

menit.

07.00 Memberikan diit TKTP


WIB S : Pasien mau membuka mulut

untuk makan.

O : Pasien tampak makan dan

habis 1 porsi rumah sakit.

Memberikan penkes kepada


07.10
pasien dan keluarga pasien

mengenai pencegahan DBD

S: Keluarga bersedia diberikan

pendidikan kesehatan

O: Keluarga pasien tampak lebih

mengerti mengenai pencegahan

DBD

6. Evaluasi
Tabel 10. Evaluasi Tindakan Keperawatan

Klien Diagnosis Hari/tanggal Evaluasi


Keperawatan
An. K Hipertermi b.d. 21 April S (Subjektif) : Ibu pasien
Proses infeksi 2021 mengatakan panas anaknya sudah
(virus dengue) turun.

O (objektif) : Hasil pengecekan


tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
100 x/menit, suhu 36,5oC dan RR
20x/ menit. pasien sudah tidak
lemas, akral hangat.

A (Analisa) : Masalah teratasi.

P (Planning) : Hentikan intervensi.

Rencana pulang pasien yaitu


mengajarkan keluarga pasien untuk
menerapkan cara kompres hangat
yang benar saat pasien sakit panas.
Lampiran 2

STANDAR OPERASIONAL PROSDUR ( SOP )


PEMBERIAN KOMPRES HANGAT

NO NO REVISI: HALAMAN:
DOKUMEN:
STANDAR
…………….. ……………………. ……………..
OPERASIONAL
Tahun Terbit Ditulis Oleh
PROSEDUR

……………… ……………………..
1. PENGERTIAN Kompres hangat adalah memberikan rasa
hangat pada daerah tertentu dengan
menggunakan cairan atau alat yang
menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang
memerlukan.
2. TUJUAN 1. Memperlancarsirkulasidarah
2. Menurunkansuhutubuh
3. Mengurangi rasa sakit
4. Memberi rasa
hangat,nyamandantenangpadaklien
3. INDIKASI 1. Klien hipertermi (suhu tubuh yang
tinggi)
2. Klien dengan perut kembung.
3. Klien yang mempunyai penyakit
peradangan, seperti radang persendian.
4. Spasme otot.
5. Adanya abses.
4. KONTRAINDIKASI
1. Trauma 12-24 jam pertama
2. Perdarahan/edema
3. Gangguan vascular
4. Pleuritis
5. PERSIAPAN PASIEN 1. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan
identifikasi pasien dengan memeriksa
identitas pasien secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan. Berikan kesempatan
kepada pasien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan pasien.
3. Atur posisi pasien sehingga merasakan
aman dan nyaman.
6. PERSIAPAN ALAT: 1. Air panas
2. Washlap
3. Sarung tangan
4. Handuk kering
7. CARA KERJA:
1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja yang nyaman
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
5. Posisikan pasien senyaman mungin
6. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
7. Periksa TTV pasien sebelum memulai backrub (terutama nadi dan tekanan
darah)
8. Kebersihanalatdiperhatikan
9. Kompres hangat diletakkan di bagian tubuh yang memerlukan (dahi, aksila,
lipat paha).
10. Minta pasien untuk mengungkapkan ketidaknyamanan saat dilakukan
kompres.
11. Pengompresan dihentikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
12. Kaji kembali kondisi kulit disekitar pengompresan, hentikan tindakan jika
ditemukan tanda-tanda kemerahan.
13. Rapikan pasien ke posisi semula
14. Beri tahu bahwa tindakan sudah selesai
15. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas sarung tangan
16. Kaji respon pasien (respon subjektif dan objektif)
17. Berikan reinforcement positif pada pasien
18. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
19. Akhiri kegiatan dengan baik

HASIL:
Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam tindakan, hasil yang diperoleh,
respon pasien selama tindakan, nama dan paraf perawat

8. UNIT TERKAIT
Rawat Jalan, Polindes, dan Rs
9. SUMBER
Hanny Rasni, S. Kep., M. Kep, (2014). Tugas Pemicu Praktek Belajar Lapangan
Keperawatan Klien Di Rumah Dengan Kompres Air Hangat. (online),
(http://.id.scribd.com/doc/SOP-kompres-hangat)
Lampiran 3

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Pokok Bahasan : Demam Berdarah Dengue (DBD)


Sub Pokok bahasan : Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Sasaran : Orang Tua Pasien DBD
Waktu : 30 Menit
Tempat : RSUD Dr. Soetijono Blora
Hari/tgl Pelaksanaan : Jumat, 21 Januari 2020
Jam Pelaksanaan : 07.10 WIB – 0740 WIB
Penyuluh : Risa Dwi Aprillia

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 30 menit tentang
pencegahan DBD diharapkan keluarga pasien dapat mengetahui dan
melakukan cara pencegahan terhadap DBD

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 30 menit diharapkan
keluarga pasien mampu:

a. Menjelaskan tentang pengertian penyakit DBD


b. Menjelaskan tanda dan gejala terjangkit penyakit DBD
c. Mengetahui pertolongan pada penderita DBD
d. Menjelaskan tentang cara pencegahan DBD
B. Materi ( Terlampir)
Materi yang akan disampaikan meliputi:
a. Menjelaskan tentang pengertian penyakit DBD
b. Menjelaskan tanda dan gejala terjangkit penyakit DBD
c. Ciri- ciri nyamuk Aedes Aegypty
d. Mengetahui pertolongan pada penderita DBD
e. Menjelaskan tentang cara pencegahan DBD

C. Media
1. Leaflet
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
E. Susunan Acara Penyuluhan
No Tahap/ Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta
Waktu

1. Pra interaksi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam


pembuka 2. Mendengarkan
5 Menit
2. Memperkenalkan diri 3. Perkenalan
3. Menggali kemampuan 4. Menjawab pertanyaan
keluarga pasien tentang 5. Menyetujui kontrak waktu
DBD
4. Menjelaskan maksud dan
tujuan
5. Membuat kontrak waktu
2. Interaksi 1. Menjelaskan pengertian 1. Mendengarkan
DBD 2. Memperhatikan
15 menit
2. Menjelaskan tentang 3. Berdiskusi dengan
tanda-tanda dan gejala mahasiswa (penyuluh )
penderita DBD
3. Menjelaskan ciri-ciri
nyamuk Aedes Aegypty
4. Menjelaskan pertolongan
pertama yang dapat
dilakukan pada pasien
DBD
5. Menjelaskan cara
pencegahan terhadap
penyakit DBD
6. Diskusi ( memberi
kesempatan untuk
bertanya)
3. Terminasi 1. Menyimpulkan hasil 1. Memperhatikan
penyuluhan 2. Memberi tanggapan
5 menit
2. Mengevaluasi peserta atas 3. Menjawab pertanyaan yang
penjelasan yang diberikan
disampaikan dan 4. Menjawab salam penutup
penyuluh menanyakan
kembali mengenai materi
penyuluhan
3. Salam Penutup

F. Kriteria Evaluasi
Evaluasi Hasil
- Tes lisan : Diakhir ceramah

- Penilaian

System penilaian sesuai dengan masing-masing pertanyaan tiap nomor :

1. Bila benar semua, nilai :1

2. Bila benar semua, nilai :4

3. Bila benar semua, nilai :3

4. Bila benar semua, nilai :4


5. Bila benar semua, nilai :4

6. Bila benar semua, nilai :4

Jumlah nilai benar pada semua soal : 20 point

Klasifikasi penilaian
- Bila nilai benar : 0 – 5 : D : berarti tidak memahami

- Bila nilai benar : 6 – 10 : C : berarti kurang memahami

- Bila nilai benar : 11 – 15 : B : berarti cukup memahami

- Bila nilai benar : 16 -20 : A : berarti memahami / mengerti

G. Daftar Pertanyaan
1. Penyakit DB disebabkan oleh apa?
2. Bagaimana cara penularannya?
3. Bagaimana cirri-ciri nyamuk Aedes Aegypty?
4. Bagaimana tanda-tanda anak yang sudah terkena DBD?
5. Pertolongan apa yang dapat diberikan pada penderita DBD sebelum
dibawa ke RS?
6. Cara apa sajakah yang dapat dilakukan guna mencegah penyebaran
paenyakit DBD?
H. Materi ( Terlampir )
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
(betina). DBD terutama menyerang anak remaja dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot, tulang dan sendi yang biasanya
memburuk setelah dua hari pertama dan dapat menyebabkan perdarahan.
dan dapat menyebabkan kematian pada penderitanya.

B. Penyebab
Virus dengue yang terdapat pada nyamuk aedes aegypti. Dapat
ditemukan di daerah tropis yang curah hujanya cukup tinggi. Karena,
nyamuk mudah berkembang biak di daerah yang tergenang air.
Umumnya sering terjadi di daerahAsia Tenggara, khususnya di Indonesia
yang sampai saat ini menjadi masalah yang harus diwaspadai.

C. Ciri- ciri Nyamuk Aedes Aegypty


1. Warna hitam dengan belang-belang putih di seluruh badannya.
2. Berbadan kecil.
3. Biasanya menggigit pada siang hari dan sore hari.
4. Hidup dan berkembang biak di dalam rumah (bak mandi, kaleng
Bekas, kolam ikan, ban bekas,pot tanaman air, tempat minuman
burung)

5. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung, kelambu dan


ditempat yang gelap dan lembab.
6. Jentik nyamuk berperan aktif di dalam bak air.
7. Posisi jentik nyamuk tegak lurus dengan permukaan air.
8. Gerakan jentik nyamuk naik turun ke atas pemukaan air untuk
bernafas.
9. Kemampuan terbang kira-kira 100 meter.
D. Tanda dan gejala
1. Demam tinggi 2 – 7 hari disertai menggigil. kurang nafsu makan,
nyeri pada persendiaan,serta sakit kepala.
2. Pendarahan dibawah kulit berupa : Bintik-bintik merah pada kulit
dan mimisan (epistaksis).
3. Nyeri perut ( ulu hati ) tapi tidak ada gejala kuning,ada mual dan
muntah.
4. Terjadi syok atau pingsan pada hari ke 3-7 secara berulang-ulang.
Dengan tanda syok yaitu lemah, kulit dingin , basah dan tidak
sadar.
Tanda Bahaya DBD :

a. Perdarahan gusi
b. Muntah darah
c. Penderita tidak sadar
d. Denyut nadi tidak teraba
Segara periksakan diri ke RS atau sarana pelayanan kesehatan
terdekat.

E. Cara penularan
1. Demam berdarah dengue hanya dapat ditularkan oleh gigitan
nyamuk Aedes Aegypty betina,yang tersebar luas di rumah-rumah
dan tempattempat umum (Sekolah,Pasar,Terminal,Warung dsb)
2. Nyamuk ini mendapatkan virus dengue waktu
menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD atau orang yang
tidak sakit tetapi dalam darahnya terdapat Virus Dengue.
3. Orang yang darahnya mengandung Virus Dengue tetapi tidak sakit
dapat pergi kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang
lain di tempat yang ada nyamuk Aedes Aegyptynya.
4. Virus dengue yang terhisap nyamuk Aedes Aegypty akan
berkembang biak dalam tubuh nyamuk.
5. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain,virus
tersebut akan dipindahkan bersama air liur nyamuk ke orang
tersebut.
6. Orang yang digigit nyamuk Aedes Aegypty yang mengandung
virus dengue gejala sakit/demam setelah 4-7 hari (masa inkubasi)
7. Bila orang yang ditularkan tidak memiliki daya tahan tubuh yang
baik,ia akan segera menderita DBD (demam berdarah dengue)
F. Cara pertolongan DBD
1. Memberi minum sebanyak-banyaknya.
2. Memberi obat penurun panas.
3. Memberi kompres air hangat saat panas tinggi.
4. Segera bawa ke pelayanan kesehatan.
G. Pencegahan
· Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes
aegypti) harus diberantas sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada.
Cara yang tepat dalam pencegahan penyakit DBD adalah dengan
pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Cara yang tepat
untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah memberantas jentik-
jentiknya di tempat berkembang biaknya.

Cara ini dikenal dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD


(PSN-DBD). Oleh karena tempat-tempat berkembang biaknya terdapat di
rumah-rumah dan tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus
melaksanakan PSNDBD secara teratur sekurang-kurangnya seminggu
sekali. PSN-DBD tersebut dapat digambarkan pada bagan berikut :
Gambar 2.1.
Nyamuk dewasa
Fogging (dengan insektisida)

Nyamuk jentik 1. kimia


2. Fisika
3. Biologi
Bagan cara pemberantasan nyamuk (PSN DBD)

Cara Pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Kimia Dengan cara pemberian abatisasi(abate), pengasapan dan fogging.


2. Fisik
3. Dalam sekurang-kurangya seminggu sekali, maka cegahlah dengan cara 3
M plus :
a. Menguras bak mandi
b. Menutup tempat penampungan air
c. Mengubur atau menyingkirkan benda- benda yang dapat digenangi
air seperti ban bekas,kaleng bekas,vas bunga,penampungan air dsb.
d. Menggunakan obat nyamuk sebelum tidur dan sebelum bepergian
e. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat
lainnya yang sejenis seminggu sekali.
f. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar / rusak.
g. Menutup lubang pada potongan bambu / pohon dengan tanah.
h. Menaburkan bubuk Larvasida.
i. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam / bak penampung air.
j. Memasang kawat kasa.
k. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.
l. Menggunakan kelambu.
m. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
4. Biologi Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14) yaitu agen
yang aktif mengendalikan nyamuk .
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1.Jakarta:
Media Aesculapius

Ngastiyah. 2005.Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC 57

Suwarsono H : Berbagai cara pemberantasan jentik Ae. Aegypti. Cermin


Dunia Kedokteran 1997; 119 : 32-3.

Brunner & Suddarth (2002), Keperawatan Medikal Bedah,volume 2, Jakarta;


EGC 2. Buku Ajar Penyakit Dalam. (1995). Jilid I. Edisi ke 3.
Jakarta : FK UI Effendi, 1995, Perawatan Pasien DHF, Jakarta :
EGC
DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD)
penyakit yang disebabkan oleh CIRI-CIRI NYAMUK AEDES AEGYPTY 1. Warna hitam dengan belang-belang
putih di seluruh badannya
virus dengue yang masuk kedalam 2. Berbadan kecil & biasanya menggigit
tubuh penderita melalui gigitan pada siang hari dan sore hari
3. Hidup dan berkembang biak di dalam
nyamuk aedes aegypty rumah (bak mandi,kaleng bekas,
kolam ikan, ban bekas, pot tanaman
air, tempat minuman burung)
PENYEBAB 4. Senang hinggap pada pakaian yang
Virus dengue yang terdapat pada bergantung, kelambu dan ditempat
yang gelap dan lembab.
nyamuk aedes aegypti. Dapat 5. Jentik nyamuk berperan aktif di
ditemukan di daerah tropis yang dalam bak air, Posisi jentik nyamuk
tegak lurus dengan permukaan air
curah hujanya cukup tinggi.
dan gerakan jentik nyamuk naik turun
Karena, nyamuk mudah ke atas pemukaan air untuk bernafas
6. Kemampuan terbang kira-kira 100
berkembang biak di daerah yang
meter.
tergenang air.
3. Menggunakan obat nyamuk
Tanda & sebelum tidur dan sebelum

Gejala bepergian.

Mencegah lebih baik


 Demam tinggi 2 – 7 hari nafsu 1. Pemberian Fogging (pengasapan)
makan, nyeri pada persendiaan,
daripada mengobati !!!
serta sakit kepala. dan abatisasi (bubuk abate)
 Pendarahan dibawah kulit berupa :
Bintik-bintik merah pada kulit dan
2. Dengan cara 3M plus yaitu :
Waspada Demam
 Menguras bak mandi
mimisan (epistaksis).
Berdarah
 Nyeri perut ( ulu hati ), ada mual  Menutup tempat penampungan
dan muntah.
air Dengue !
 Terjadi syok atau pingsan pada
hari ke 3-7 secara berulang-ulang.  Mengubur benda- benda yang
Dengan tanda syok yaitu lemah, kulit dapat digenangi air seperti
dingin, basah dan tidak sadar.
ban bekas,kaleng bekas dsb.

pencegahan
Disusun Oleh:

Risa Dwi Aprillia

P1337420418012

Prodi D3 Keperawatan Blora


Poltekkes Kemenkes Semarang
RIWAYAT DAFTAR HIDUP

1. Nama Lengkap : Risa Dwi Aprillia


2. NIM : P1337420418012
3. Tanggal Lahir : 04 April 2000
4. Tempat Lahir : Blora
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah
a. Jalan : Rt 08/ Rw 05
b. Kelurahan : Ngawen Jepon
c. Kecamatan : Jepon
d. Kab/Kota : Blora
e. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telpon
a. Hp : 085865182711
b. E-Mail : risadwi806@gmail.com
A. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan Diploma III Keperawatan Blora
2. Pendidikan SMA NEGERI 1 JEPON, Lulus Tahun 2018
3. Pendidikan SMP N 1 JEPON, Lulus Tahun 2015
4. Pendidikan SD JEPON BLORA, Lulus 2012
B. RIWAYAT ORGANISASI
4. Rohis Prodi DIII Keperawatan Blora Poltekkes Kemenkes Semarang
tahun 2018 sampai sekarang.
Blora , Mei 2021

Risa Dwi Aprillia


NIM.P1337420418012
LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA
JURUSAN KEPERAWATAN –POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Risa Dwi Aprillia


NIM : P1337420418012
Nama Pembimbing : Siti Kistimbar.,Spd S.Kep.,Ns.,M.Kes
Judul KTI :Asuhan Keperawatan pada Anak Dengue
Haemoragic Feverdengan Fokus Studi Pengelolaan
Hipertermi

NO. HARI / MATERI SARAN TANDA MONITOR


TANGGAL TANGAN
BIMBINGAN KAPRODI
PEMBIMBING

1. Selasa, 15 Membuat Judul Maksimal 2


September Proposal Judul
2020

2. Jumat, 2 Judul Acc judul


Oktober
2020
3. Sabtu, 31 Bab I Penulisan Latar
Oktober Belakang
2020

4. Kamis, 5 Bab I Latar Revisi Latar


November Belakang Belakang
2020
Data-data
terlalu banyak.

5. Rabu, 11 Bab I dan Bab II Revisi Kedua


November Bab I Latar
2020 Belakang, Bab
II untuk
tumbang,
hospitalisasi,
konsep bermain
dan imunisasi
sesuai dengan
umur yang akan
di ambil,
menulis
diagnosa
keperawatan
apasaja yang
muncul
6. Rabu, 18 Revisi Bab II Memberikan
November tanda untuk
.
2020 fokus yang
diambil pada
patway,
menambahkan
manfaat
hositalisasi,
terapi pedoman
bermain,
imunisasi KIPI.

7. Rabu, 2 Bab I Latar Revisi ketiga


Desember belakang, bab II bab I latar
2020 dan bab III belakang
subjek penelitian memberi peran
perawat , Acc
bab II, dan
revisi bab III
kriteria inklusi
& eksklusi,
variabel &
operasional.
8. Kamis, 17 Bab I dan bab III bab I peran dan
Desember fungsi perawat ,
2020 bab III subjek
operasional

9. sabtu, 19 Bab I dan bab bab I ACC bab


Desember III III ACC
2020

10. Rabu 19 Mei Pengumpulan -


2021 bab 4&5

11. Arahan Penulisan


penyusunan KTI disarankan
Kamis, 20
sesuai dengan
Mei 2021
panduan yang
ada

12. Jumat, 21 Bab IV dan V Revisi dan


Mei 2021 pembahasan
13. Sabtu, 22 Revisi Bab IV Acc Hasil dan
Mei 2021 dan V revisi
pembahasan
dan bab V

14. Minggu, 23 Revisi Bab IV ACC bab IV


Mei 2021 dan V dan V

15. TTD acc

Senin, 24
Mei 2021

Blora, Mei 2021

Ketua Program Studi DIII


Keperawatan Blora

Joni Siswanto
NIP. 1996607131990031003
LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA
JURUSAN KEPERAWATAN –POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Risa Dwi Aprillia


NIM : P1337420418012
Nama Pembimbing : Sutarmi, MN
Judul KTI :Asuhan Keperawatan pada Anak Dengue
Haemorhagic Fever dengan Fokus Studi
Pengelolaan Hipertermi

NO. HARI / MATERI SARAN TANDA MONITOR


TANGGAL TANGAN
BIMBINGAN KAPRODI
PEMBIMBING

1. 18, Desember Revisi proposal Harus tau


2020 KTI kenapa tertarik
dengan judul
tersebut.

2. 19, Desember Tapak asma ACC KTI,


2020 proposal KTI
Dipersiapkan
dengan baik.
3. Konsul bab IV Merevisi
dan V penulisan
yang salah
Minggu, 23
Mei 2021

4. Senin, 24 ACC Bab IV TTD Acc


Mei 2021 dan V

Blora, Mei 2021

Ketua Program Studi DIII


Keperawatan Blora

Joni Siswanto
NIP. 1996607131990031003
LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA
JURUSAN KEPERAWATAN –POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Risa Dwi Aprillia


NIM : P1337420418012
Nama Pembimbing : 1. Erni Nuryanti, S.Kep, Ners, M.Kes

2. Sutarmi, MN

3. Siti Kistimbar.,Spd S.Kep.,Ns.,M.Kes


Judul KTI : Asuhan Keperawatan pada Anak Dengue
Haemoragic Feverdengan Fokus Studi Pengelolaan
Hipertermi

NO. HARI / MATERI SARAN TANDA MONITOR


TANGGAL TANGAN
BIMBINGAN KAPRODI
PEMBIMBING
.

Blora, Desember 2020

Ketua Program Studi DIII


Keperawatan Blora

Joni Siswanto
NIP. 1996607131990031003
GLOSARRY

Aedes Aegypti : Jenis nyamuk yang dapat membawa virus

dengue penyebab penyakit demam berdarah

Dengue : Penyakit / virus yang dibawa oleh nyamuk

DSS (Dengue Shock Sindrome) : Syok hipovolemik yang penyebabnya adalah

peningkatan permeabilitas kapiler yang

disertai kebocoran plasma

Fase Dilatasi : Pelebaran pembuluh darah

Ekimosis : Perdarahan dibawah kulit

Endemik : Penyakit selalu ada pada suatu daerah atau

kelompok populasi tertentu

Epitaksis : Perdarahan dari hidung

Hematomesis : Pengumpulan darah dalam organ, interstitium

jaringan dan otak.

Hematuria : Kencing Berdarah

Hemoglobin : Protein yang mengandung zat besi didalam

sel darah merah yang berfungsi sebagai

pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh

tubuh.

Hospitalisasi : Merupakan suatu proses yang memiliki

alasan berencana/darurat sehingga

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai


pemulangannya kembali kerumah

Hematokrit : Kadar sel darah merah dalam darah


Hepatomegali : Pembesaran hati

Hipertermi : Peningkatan suhu tubuh manusia yang

biasanya terjadi karena infeksi.

Hipotalamus : Area kecil di pusat otak yang memiliki

banyak peran penting ebagai pusat pengendali

fungsi tubuh dan sistem daraf untuk menjaga

agar kondisi tubuh selalu stabil.

Hipotensi : Tekanan darah rendah

Hemokonsentrasi : Cairan elektrolit yang keluar, maka pembuluh

darah akan mengalami pemekatan.

Hyperemia faring : Pembuluh darah di faringmelebar

Larvasida : Golongan pestisida yang dapat membunuh

serangga (jentik nyamuk)

Leukosit : Sel yang membentuk komponen darah yang

berfungsi untuk membantu tubuh melawan

berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari

sistem kekebalan tubuh.

Pleura : Lapisan tipis yang melapisi paru-paru.

Serotipe : Variasi yang berbeda dalam spesies bakteri/

virus.

Sianosis : Warna kebiruan pada kulit, kuku, bibir, Atau


sekitar mata.

Takikardi : Denyut jantung yang lebih cepat daripada

denyut jantung normal.

Takipnea : Pernapasan dengan frekuensi lebih dari 20x/

menit.

Termogulasi : Proses yang melibatkan mekanisme

homeostatik yang mempertahankan suhu

tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai

dengan mempertahankan keseimbangan antara

panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas

yang dikeluarkan.

Trombosit : Komponen sel darah yang berfungsi dalam

proses menghentikan perdarahan dengan

membentuk gumpalan.

Trombositopenia : Kondisi yang terjadi akibat kurangnya jumlah

platelet atau trombosit dalam tubuh.

Vasodilatasi : Pelebaran pembuluh darah, terjadi saat otot-

otot dinding pembuluh darah mengendur.

Viremia : Masa dimana virus berada di dalam aliran

darah sehingga ditularkan kepada orang lain


DAFTAR SINGKATAN

DBD : Demam Berdarah Dengue

DHF : Dengue Haemoragic Fever

DSS : Dengue Syock Syndrome

DT : Difteri Tetanus

HR : Heart Rate

IV : Intravena

KLB : Kejadian Luar Biasa

PSN : Pemberantas Sarang Nyamuk

PGE2 : Prostaglandin E2

RR : Respiratory Rate

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic

SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transminase

TD : Tetanus Difteri

TT : Tetanus Toksoid

BCG : Bacillus Calmette-Guérin

DPT : Difteri, Pertusis, Tetanus

DM : Diabetes Mellitus

Anda mungkin juga menyukai