Anda di halaman 1dari 128

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AN.

K DEMAM TYPHOID
DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI DI RSUD Dr.
R SOEPRAPTO CEPU

KARYA TULIS ILMIAH


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

ARIANA ANGGY FIBRIANI


NIM. P1337420418021

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AN. K DEMAM TYPHOID
DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI DI RSUD Dr.
R SOEPRAPTO CEPU

KARYA TULIS ILMIAH


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

ARIANA ANGGY FIBRIANI


NIM. P1337420418021

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021

ii
PERYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Ariana Anggy Fibriani
Nim : P1337420418021

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa KTI yang saya tulis ini adalah benar – benar
merupakan hasil karya saya sendiri; bukan merupakan pengambilan alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tujuan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan kasus
ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Blora,15 Desember 2020


Yang Membuat Penyataan

Ariana Anggy F.
P1337420418021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Ariana Anggy Fibriani NIM. P1337420418021,
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada An.K Demam Typhoid Dengan Fokus
Studi Pengelolaan Hipertermi di Ruang Teratai RSUD Dr. R Soeprapto Cepu,
ini diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Blora, 21 Mei 2021

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Sutarmi, MN Erni Nuryanti, S.Kep., Ners.,


MKes NIP. 1974061519980320001 NIP. 197011071998032001
Tanggal, 21 Mei 2021 Tanggal 21 Mei 2021

i
LEMBAR

Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Ariana Anggy Fibriani NIM. P1337420418021,
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien An.K Demam Typhoid dengan
Fokus Studi Pengelolaan Hipertermi Di Ruang Teratai Di RSUD Dr. R
Soeprapto Cepu ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal

Dewan Penguji

Siti Kistimbar, S.Pd., S.Kp., Ns., MKes Ketua Penguji ............................


NIP. 19650606198403 2 001

Sutarmi, MN Anggota ............................


NIP. 19701107 199803 2001

Erni Nuryanti, S.Kep., Ners., MKes Anggota ............................


NIP. 197011071998032001

Mengetahui,
Ketua Prodi D III Keperawatan Blora

Joni Siswanto, S.Kp., M.Kes


NIP. 19660713199003100

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,


atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan Proposal Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada Anak Demam
Typhoid dengan Fokus Studi Hipertermi Di RSUD dr. R Soeprapto
Cepu”sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan
berkat adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Marsum, BE, SPd., MHP Direktur Poltekkes Kemenkes Semarang.
2. Suharto, SPd., MN., Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Semarang.
3. Joni Siswanto, SKp,M.Kes Ketua Program Studi D III Keperawatan Blora
Poltekkes Kemenkes Semarang.
4. Sutarmi, MN dan Erni Nuryanti.,S.Kep.Ners.,MKes. Dosen Pembimbing
Karya Tulis Ilmiah penulis.
5. Semua Dosen dan seluruh staf karyawan Poltekkes Kemenkes Semarang
yang telah memberi kontribusi besar pada penulis.
6. Bapak (Bpk. Sumarno) dan ibu (Ibu Ngatini) tercinta, adikku (Angga Aprilian
Nugroho) tersayang serta semua keluargaku yang sudah memberikan
semangat, kasih sayang dan doa dalam penyusunan proposal ini.
7. Teman – Teman bimbingan, dan teman kelas 3A, serta teman – temanku
angkrek 6.
8. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini.

v
Penulis menyadari bahwa proposal Karya Tulis Ilmiah ini belum
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi para
pembaca khususnya bagi penulis sendiri. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita.

Blora, 14 november 2020

Penulis

v
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.K DEMAM TYPHOID DENGAN
FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI DI RUANG TERATAI
DI

Ariana Anggy Fibriani1, Sutarmi, MN2, Erni Nuryanti, S.Kep.,Ners.,MKes2


1
Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Blora
2
Dosen Jurusan Keperawatan Blora
Email : arianaanggi2@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang : Demam Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini masih menjadi masalah
kesehatan teruutama di negara berkembang. Penyakit ini berhubungan erat dengan
personal Hygiene dan lingkungan di sekitarnya seperti penggunaan air bersih,
pengelolaan dan pembuangan sampah. Demam typhoid dapat ditularkan melalui
makan dan minuman yang terkontaminasi. Di indonesia demam typhoid bersifat
endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Kasus demam typhoid
naik kembali pada tahun 2016 dengan jumlah 244.071 kasus. (Depkes:RI).
Tujuan : Menggambarkan tentang pengelolaan asuhan keperawatan dengan
masalah utama Demam typhoid.
Metode : Deskriptif yaitu menggambarkan tentang proses asuhan keperawatan
dengan memfokuskan pada salah satu masalah penting dalam kasus yang dipilih
yaitu asuhan keperawatan dengan masalah utama Demam Typhoid.
Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An.K selama 3 x 24 jam
pertemuan pada responden didapatkan hasil responden mengalami peningkatan
suhu tubuh.
Kata kunci : Demam Typhoid, Penyebab, Kebersihan diri dan Kebiasaan
jajan.

vi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.K DEMAM TYPHOID DENGAN
FOKUS STUDI PENGELOLAAN HIPERTERMI DI RUANG TERATAI
DI

Ariana Anggy Fibriani1, Sutarmi, MN2, Erni Nuryanti, S.Kep.,Ners.,MKes2


1
Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Blora
2
Dosen Jurusan Keperawatan Blora
Email : arianaanggi2@gmail.com

ABSTRAC

Background: Typhoid fever is an acute systemic infectious disease caused by


salmonella typhi. This disease is still a health problem, especially in developing
countries. This disease is closely related to personal hygiene and the surrounding
environment such as the use of clean water, waste management and disposal.
Typhoid fever can be transmitted through contaminated eating and drinking. In
Indonesia, typhoid fever is endemic and is a public health problem. Typhoid fever
cases rose again in 2016 with a total of 244,071 cases. (MOH: RI).
Purpose: Describe the management of nursing care with the main problem of
typhoid fever.
Method: Descriptive, which describes the nursing care process by focusing on
one of the important problems in the selected case, namely nursing care with the
main problem of Typhoid Fever.
Results: After nursing care in An.K for 3 x 24 hours of meeting with the
respondents, the results showed that the respondents experienced an increase in
body temperature

Keywords: Typhoid Fever, Causes, Personal Hygiene and Snacking Habits.

ix
DAFTAR

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ............................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................... vi
ABSTRAK...........................................................................................................viii
ABSTRACK ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Batasan Masalah..........................................................................4
C. Rumusan Masalah........................................................................4
D. Tujuan Penelitian.........................................................................4
E. Manfaat Penelitian.......................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Demam Typhoid ..................................................... 6
1. Definisi ......................................................................... 6
2. Etiologi ......................................................................... 6
3. Patofisiologi ................................................................. 7
4. Pathway......................................................................... 9
5. Manifestasi Klinik ....................................................... 10
6. Pemeriksaan Diagnostik .............................................. 10
7. Penatalaksanaan............................................................ 12
8. Komplikasi.................................................................... 12

x
x

B. Hipertermi..................................................................................14
1. Definisi...............................................................................14
2. Etiologi...............................................................................14
3. Manifestasi Klinik.............................................................14
4. Hipertermi pada Typhoid....................................................14
5. Proses terjadinya kehilangan panas....................................15
6. Penatalaksanaan hipertermi................................................15
C. Konsep dasar Tumbuh Kembang Anak.................................15
1. Masa Pra Natal..................................................................15
2. Masa Post Natal..................................................................16
D. Hospitalisasi
1. Hospitalisasi Pada Anak.....................................................20
E. Imunisasi....................................................................................23
1. Pengertian...........................................................................23
2. Tujuan Imunisasi...............................................................23
3. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Memberikan
Imunisasi.............................................................................23
4. Keadaan-keadan Dimana Imunisasi Tidak
di Anjurkan.........................................................................24
5. Macam-macam Imunisasi..................................................24
F. Konsep Bermain Pada Anak......................................................26
1. Definisi Bermain.................................................................26
2. Terapi Bermain di Rumah Sakit......................................27
3. Manfaat Terapi Bermain...................................................27
4. Prinsip Terapi Bermain.....................................................28
G. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Typhoid
Dengan Fokus Study Hipertermi..............................................29
1. Pengkajian...........................................................................29
2. Diagnosa Keperawatan......................................................35
3. Rencana Keperawatan........................................................35
4. Implementasi.......................................................................36
x
5. Evaluasi...............................................................................38

BAB III METODE PENELITIAN


A. Rancangan Penelitian.................................................................39
B. Subjek Penelitian.......................................................................39
C. Fokus Studi................................................................................40
D. Definisi Operasional..................................................................40
E. Tempat dan Waktu.....................................................................41
F. Pengumpulan Data.....................................................................41
G. Pengolahan Data........................................................................43
H. Analisa Data...............................................................................43
I. Etika Penelitian..........................................................................43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL........................................................................................45
B. PEMBAHASAN........................................................................61
BAB V KESIMPULAN
A. KESIMPULAN..........................................................................73
B. SARAN......................................................................................74
DAFTAR PUSTKA
LAMPIRAN
x
xi
x
DAFTAR

Gambar 2.1 Pathway Typhoid...................................................................... 9

x
DAFTAR

Lampiran 1 : Standart Operasional Prosedure


Lampiran 2 : Lembar Bimbingan
Lampiran 3 : Daftar Riwayat Hidup

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Demam typhoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonella typhi. Typhoid suatu penyakit infeksi
usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Padila, 2013). Demam typhoid itu tandai dengan tanda dan gejala
antaralain demam tinggi kurang lebih 1 minggu disertai dengan nyeri
kepala yang hebat dangan gangguan saluran pencernaan bahkan ada yang
mengalami gangguan kesadaran. Gangguan pencernaan yang terjadi pada
demam typhoid antara lain mual, muntah, perut kembung, diare, nyeri ulu
hati, anoreksia, konstipasi, lidah tifopid (kotor ,bagian belakang tampak
putih, pucat dan tebal , serta bagian ujung dan tepi kemerahan. Untuk
gangguan kesadaran yang terjadi pada pasien typhoid antaralain apatis dan
somnolen (Marni, 2016).
Di Indonesia demam typhoid bersifat endemic dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Dari kasus beberapa rumah sakit besar.
Kasus tersangka demam typhoid menunjukkan kecenderungan meningkat
dari tahun ketahun dengan rata – rata kesakitan 500/100.000 penduduk
dengan kematian anatara 0,6 – 5,0 %. WHO menyatakan penyakit tifoid di
dunia mencapai 11 – 20 juta kasus pertahunnya yang mengakibatkan
sekitar 128.000 – 161.000 kematian di setiap tahunya (WHO, 2018).
Penyakit ini mencapai tingkat prevalensi 358 – 810/100.000 penduduk di
Indonesi. Berdasarkan data Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
(SKDR) kementerian kesehatan tahun 2016, kasus demam tifoid di jawa
tengah cenderung fluktuatif. Pada tahun 2014 terdapat 17.606 kasus, turun
pada 2015 terdapat 13.397 kasus, dan naik kembali pada tahun 2016
menjadi 244.071 kasus.( Depkes:RI).

1
2

Demam typhoid dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh di


atas batas normalnya secara mendadak serta berlangsung selama 7 – 14
hari, apa bila ada suatu kuman atau virus penyakit yang masuk kedalam
tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawan anter hadap kuman
penyakit itu dengan mengeluarkan zat anti bodi, pengeluaran zat anti bodi
yang lebih banyak dari biasanya ini dikuti dengan naiknya suhu badan
(hipertermi). Hipertermi yang tidak segera ditangani gejala akan semakin
buruk minggu demi minggu. Hipertermi merupakan suatu masalah atau isu
yang paling menonjol pada kasus typhoid dan memerlukan
penatalaksanaan yang baik dan harus segera di tanagni. Jika tidak segera di
tangani akan menyebabkan kejang, dehidrasi, syok, serta perforasi usus
(lubang di usus) dan komplikasi.
Untuk melakukan penatalaksanaan yang tepat dalam memberikan
pengobatan dan perawatan pada anak hipertermi pada typhoid sehingga
kematian pada anak akibat hipertermi pada typhoid dapat berkurang.
Dalam rumah sakit tatalaksana perawatan pada anak hipertermi dapat
dimulai dengan pemeriksaan dinidan gejala yang muncul pada anak
hipertermi pada typhoid dan pemberian tindakan yang tepat oleh perawat.
Fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak
hipertermi pada typhoid dilakukan berdasarkan fungsi independen,
dependen dan interpenden.
Perawat memiliki fungsi independen dimana memberikan asuhan
keperawatan anak typhoid dengan hipertermi dilakukan secara mandiri
berdasarkan ilmu keperawatan. Misalnya apabila ditemukan anak dengan
hipertermi, perawat dapat melakukan kompres hangat, mengatur suhu
ruangan, mengajurkan kepada keluarga pasien untuk memberikan minum
air putih yang cukup, menganjurkan keluarga pasien untuk memakaikan
pakaian tipis, melakukan pengawasan terhadap suhu tubuh dan pemberian
penkes pada pasien.
Perawat juga memiliki fungsi dependen yaitu melaksanakan
tindakan khusus yang terjadi wewenang tenaga medis lain. Pemberian obat
3

antibiotic intravena pada anak typhoid merupakan wewenang dokter, tetapi


tindakan tersebut dapat dilaksanakan oleh perawat.
Selain itu, Perawat juga memiliki fungsi interpenden dimana
perawat berkolaborasi dengan tenaga medis lain dalam merencanakan
tindakan untuk anak typhoid dengan hipertermi. Apabila ditemukan anak
dengan hipertermi perawat dapat berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat antipiretik. Selain itu dapat berkolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemenuhan nutrisi.
Menurut pengamatan penulis selama praktek Keperawatan Anak
di salah satu RS di Jawa Tengah, penanganan yang dilakukan untuk
mengatasi hipertermi belum optimal, sebenarnya perawat sudah
menggunakan SOP yang sesuai, akan tetapi perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan belum mampu memberikan tindakan asuhan
keperawatan secara optimal, misal seperti pemberian kompres
memerlukan penatalaksaan yang baik. Dampaknya lebih lanjut akan
menyebabkan kejang, dehidrasi, syok, serta perforasi usus (lubang di usus)
dan komplikasi. Sehingga diperlukan pentalaksanaan yang tepat dalam
memberikan pengobatan dan perawatan yang adekkuat. Dirumah sakit
penatalaksana perawatan pada anak demam typhoid dapat dimulai dengan
pemeriksaan dini, tanda dan gejala yang muncul, dan pemberian tindakan
yang tepat. Dan memerlukan penatalaksanaan yang baik. Dalam kompres
seharusnya perawat memperhatikan macam – macam kompres dan
penempatan lokasi saat kompres pada pasien. Dimana pada pasien
hipertermi seharusnya diberikan kompres hangat yang seharusnya
dikompreskan pada bagian tubuh, yang mempunyai pembuluh darah besar.
Tetapi pada kenyataanya, perawat dirumah sakit lebih sering memberikan
kompres pada pasien yang diletakkan di dahi. Selain itu penangan
hipertermi kurang optimal. Selain itu, mayoritas perawat hanya
melaksanakan tindakan kolaborasi pemberian obat antipiretik dan
antibiotic. Perawat menganggap dengan pemberian obat dapat mengatasi
masalah hipertermi pada anak. Padahal, dalam melakukan perawatan anak
4

demam typhoid salah utama yang harus segera ditangani adalah hipertermi
untuk mencegah adanya timbulnya masalah baru.
Berdasarkan uraian diatas, peran perawat dan fungsi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada anak demam typhoid yang
mengalami masalah hipertermi belum dilaksanakan secara maksimal. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Demam Typhoid dengan Fokus
Studi Hipertermi”.
B. Batas Masalah
Masalah pada studi kasus ini di batasi pada Asuhan Keperawatan
pada Anak Demam Typhoid dengan masalah keperawatan Hipertermi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, bagaimanakah asuhan keperawatan
pada anak demam typhoid dengan focus studi hipertermi?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
demam typhoid dengan hipertermi pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Penulis dapat mengkaji pasien demam typhoid dengan hipertermi.
b. Penulis dapat menegakkan diagnose pada pasien demam typhoid
dengan hipertermi.
c. Penulis dapat merencanakan tindakan pada pasien demam typhoid
dengan hipertermi.
d. Penulis dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien
demam typhoid dengan hipertermi.
e. Penulis dapat mengevaluasi tindakan pada pasien demam typhoid
dengan hipertermi.
f. Penulis dapat menganalisa perbandingan 2 respon pasien dengan
hipertermi.
5

E. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini di harapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu keperawatan khususnya pada asuhan keperawatan
yang di berikan pada pasien yang mengalami penyakit demam typhoid
terutama pada pengelolaan gangguan Hipertermi.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Perawat
Perawat dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada anak
demam typhoid dengan hipertermi.
b. Bagi Rumah Sakit
KTI ini sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan
dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya pada
anak dengan hipertermi pada kasus demam typhoid.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil pengelolaan kasus ini dapat dijadikan wawasan dan
bahan bacaan bagi mahasiswa khususnya Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Semarang.
d. Bagi klien
Klien dan keluarga dapat mengetahui dan menanggulangi
masalah hipertermi pada kasus demam typhoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DEMAM TYPHOID


1. Definisi
Demam Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sitemik
bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi.Penyakit ini
ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa
keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang
lain melalui makanan dan air yang terkontaminasi (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
Typhoid suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral,
fecal, makan dan minuman yang terkontaminasi. (Padila, 2017).
Typhoid penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2014).
2. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah
bakteri Gram – negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakulatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O)
yang terdiri dari oliosakarida, falgela antigen (H) yang teridiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai makromolekul lipoposakarida komplek yang membentuk
lapisan luar dinding sel dan dinamakan emdotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid factor – R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif dan Kusuma, 2015).

6
Salmonella paratyphi A, B dan C ada dua dua sumber penularan
salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid
dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun (Padila, 2013).
3. Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui beberapa
cara yang dikenal dengan 5f yaitu : Food (makanan), Finggers ( jari
tangan/ kuku), fomitus ( muntah ), Fly ( lalat ), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman salmonella typhi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui prantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakan
yang akan dikonsumsi orang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella typhi masuk ke tubuh orang
yang sehat melalui mulut.
Kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian kuman akan masuk ke
usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang
baik maka basil salmonella typhi akan menembus sel – sel epitel (sel
M) dan selanjutnya lamina propia akan berkembang biak dijaringan
limpoid plak peyer di ileum distal dan kelenjar getah bening
mensentrika dan mengalami hyperplasia. Membesarnya plak peyer ini
menandakan jika jaringan ini menjadi rapu dan mudah rusak oleh
gesekan makanan yang melaluinya, inilah sebabnya mengapa orang
yang terserang typhoid harus diberikan makanan lunak, yaitu agar
makanan yang melalui usus halus tidak sampai merusak permukaan
plak peyer. Bila tetap dilanjutkan makan makanan yang tidak lunak
maka jaringan plak peyer akan rusak. Dinding usus yang sudah tipis
akan semakin menipis, sehingga pembuluh darah yang ada di usus
akan menjadi rusak sehingga mengakibatkan perdarahan. Perdarahan

7
8

yang terjadi bisa sangat hebat. Bila ini terjadi terus menerus ada
kemungkinan dinding usus menjadi tidak kuat dan pecah (perforasi)
yang diikuti peritonitis yang dapat berakibat fatal.
Di dalam jaringan limfoid kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah (bacteremia I) dan menyebar ke sel – sel
retikulpendotetial tubuh terutama hati, sumsum tulang dan limfa
melalui sirkulasi portal di usus. Hati besar (hepatomegali) dengan
infiltrasi limfosit zat plasma dan sel mononukler serta terdapat nekrosis
fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini bakteri
berkembang biak dan masuk ke sirkulasi darah lagi mengakinbatkan
bacteremia ke dua disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, myalgia, sakit kepala, sakit perut). Di sel – sel
retikuloendotetial itu kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan kuman akan beredar ke peredaran darah untuk kedua kalinya
sehingga menimbulkan (baktermia II), kuman ini akan mengeluarkan
endotoksin dan merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang dan mempengaruhi
termoregulator yang menyebabkan terjadi hipertermi. (Dermawan &
Rahayungsih, 2010 dalam Dewi & Meira 2016).
9

4. Pathway

Gambar 2.1.
1

5. Manifestasi Klinik
Menurut Marni (2016), Manifestasi klinik yaitu :
a. Masa inkubasi 5 – 40 hari dengan rata – rata 10 – 14 hari.
b. Demam tinggi kurang lebih 1 minggu disertai dengan nyeri kepala
yang hebat dan gangguan saluran pencernaan bahkan ada yang
mengalami gangguan kesadaran.
c. Demam tinggi biasanya dimulai sore hari dan malam hari dan akan
turun pagi hari demam ini terjadi kurang lebih 7 hari, demam anak
yang mengalami demam tinggi dapat terjadinya kejang.
d. Gangguan pencernaan yang terjadi pada demam typoid :
e. Mual, Muntah, Nyeri ulu hati, Lidah tifoid (kotor, bagian belakang
tampak putih, pucat dan tebal, serta bagian ujung dan tepi
kemerahaan), Perut kembung, Anoreksia, Diare, Konstipasi.
f. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam typoid :
Apatis dan Somnolen
Pada minggu kedua dapat terjadi hepatomegaly, spenomegali,
dan roseola. Roseola merupakan bintik kecil kemerahan yang hilang dan
penekanan. Roseola ini terdapat pada perut, dada, dan kadang bokong.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) , Pemeriksaan Diagnostik yaitu :
a. Pemeriksaan Darah Perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SPGT
1

SGOT dan SPGT sering meningkat, tetapi akan kembali normal


setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SPGT ini tidak memerlukan
penangan khusus.
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinin antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspense salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium. Tujuan uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella typhi, klien membuat
antibody atau aglutini yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman)
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagella kuman)
3) Agglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnose, makin tinggi titernya makin
besar klien menderita typhoid. Titernya yang bernilai ≥ 1/200 dan
atau menunjukkan kenaikan 4 kali, maka diagnosis demam tifoid
dapat ditegakkan.
d. Kultur
Kultur Darah : Bisa positif pada minggu pertama
Kultu Urin : Bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur Feses : Bisa positif dari minggu kedua hingga minggu
ketiga
1

e. Anti Salmonella Typhi IgM


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut salmonella typhi, karena antibody IgM muncul pada hari ke 3
dan ke 4 terjadinya Demam.
7. Penatalaksanaan
Menurut Padila (2017), Penatalaksanaan Demam Typhoid yaitu :
a. Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari
untuk mencegah komplikasi peradarhan usus
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan
b. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur sharing
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari
5) Tidak boleh pedas dan asam.
c. Obat – obatana
Klorampenikol, Tiampenikol, Kotrimaxazol, Amoxilin, Ampicillin.
8. Komplikasi
Menurut Wulandari & erawati (2016), komplikasi pada demam tifoid
dibagi dalam 2 bagian yaitu :
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan Usus
Diketahui dengan pemeriksaan dengan benzidin dapat terjadi
melena, disertai dengan nyeri perut dengan tanda renjatan.
2) Perforasi Usus
1

Biasanya terjadi pada minggu ke 3 bagaimana distal


ileum.Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi apabila ada
udara dihati dan diafragma pada foto rontgen abdomen posisi
tegak.
3) Peritonitis
Gejala akut abdomen yang ditemui nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang dan nyeri tekan.
b. Komplikasi ekstraintestinal
1) Komplikasi Kardivaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,sepsis), miokarditis,
thrombosis dan tromboflebitis.
2) Komplikasi Darah
Anemia hemolitik, trombositopenia, atau koagulasi intravaskuler
di seminata dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi Paru
Pneumonia, empishema, pleuritis.
4) Komplikasi hepar dan Kandung
kemih Hepatitis dan Kolelitiasis
5) Komplikasi Ginjal
Glomerulonephritis, Pielonefritis, dan Perinephritis.
6) Komplikasi Tulang
Osteomielitis, periostitis, spondylitis dan arthiritis
7) Komplikasi Neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer dan
sindrom katstonia.
1

B. Hipertermi
1. Definisi
Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau resiko
mengalami kenaikan suhu lebih dari 37,8OC (100OF) per oral atau 38,8OC
per rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal (Ilmiah, 2016).
Menurut Perry(2010) Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas
ataupun mengurangi panas.
2. Etiologi
Hipertermi pada typhoid dapat disebabkan karena keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terdapat pemakian obat dan gangguan pusat regulasi
suhu sentral. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah
cara timbul demam, lama demam, tinggi demam, serta gejala lain yang
menyertai demam.
3. Manifestasi Klinik
Ketika orang mengalami hipertermi typhoid maka orang tersebut akan
terlihat tanda dan gejala antara lain: Kulit kemerahan, badan tersentuh
hangat, nyeri pada bagian abdomen serta nafsu makan berkurang,
penurunan dan kesadaran.
4. Hipertermi pada Typhoid
Demam khas yang berlangsung 3 minggu bersifat febris remitmen dan
suhu tidak seberapa tinggi.Minggu pertama suhu meningkat setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari.
Dan terjadi hiperplasi plaks player yang terjadi pada kelenjar limfoid.
Usus halus pada organ hati dan limpa terjadi pembesaran.Minggu kedua
pasien terus berada dalam karena adanya pembesaran organ menyebabkan
organ rapuh dan mudah rusak sehingga bisa terjadi nekrosis.Minggu
1

ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga,
dan terjadi ulerasi plaks player, dan akhirnya terbentuk ulkus. Ulkus ini
mudah menimbulkan perdarahanb dan perforasi yang merupakan
komplikasi yang sangat berbahaya.
5. Proses terjadinya kehilangan panas
a. Radiasi yaitu perpindahan panas dari suatu objek kepermukaan objek
lain tanpa keduanya bersentuhan.
b. Konveksi yaitu proses penyebaran panas karena pergeseran antara
daerah yang kepadatannya tidak sama seperti dari tubuh pada udara
dingin yang bergerak atau pada air kolam renang penguapan dari
tubuh keudara.
c. Evaporasi yaitu proses perubahan cairan menjadi uap karena
penguapan cairan yang melekat pada kulit.
d. Konduksi yaitu proses perpindahan panas pada objek kain dengan
langsung tanpa gerakan yang jelas, seperti bersentuhan dengan
permukaan yang dingin dan lain- lain.
6. Penatalaksanaan hipertermi
Prinsip penatalaksanaan hipertermi masih menganut trilogy
penatalaksanaan yang meliputi istirahat dan perawatan, diet, kompres
hangat dan terapi penunjang (baik simtomatik maupun suportif) serta
pemberian antipiretik (Amin dan Hardi 2013).Adapun kompres hangat
(terlampir).

C. Konsep dasar Tumbuh Kembang Anak


1. Masa Pra Natal
Pada tahap ini terdiri dari fase germinal, embrio, dan fetal. Fase
germinal yaitu mulai dari konsepsi sampai kurang lebih usia kehamilan 2
minggu. Fase embrio mulai dari usia kehamilan 2 minggu sampai 8
minggu, dan fase fetal mulai dari 8 minggu sampai dengan 40 minggu
1

atau kelahiran. Pada tahap ini terjadi pertumbuhan yang sangat cepat dan
sangat penting karena terjadi pembentukan organ dan sistem organ anak.
2. Masa Post Natal
a. Masa neonates (0 sampai 28 hari)
Setelah lahir merupakan masa dari kehidupan yang baru dalam ekstra
uteri, dengan terjadi proses adaptasi dari organ tersebut dimulai dari
aktifitas pernapasan, penyesuaian denyut jantung, terjadi aktivitas
(pergerakan) bayi yang mulai meningkat, perubahan selanjutnya
sudah di mulai proses pengeluaran tinja.
b. Masa Bayi (28 hari sampai 1 tahun)
1) Usia 1 – 4 bulan
Pertumbuhan Usia 1 – 4 bulan
Perubahan dalam pertumbuhan diawali dengan perubahan
berat badan berat badan pada usia ini, bila gizi anak baik maka
perkiraan berat badan akan mencapai 700 – 100 gram/bulan
sedangkan pertumbuhan tinggi badan agak stabil tidak
mengalami kecepatan dalam pertumbuhan tinggi badan,
kemudian dalam perkembangannya dapat dilihat dari
perkembangan motoric kasar, halus, bahasa dan adaptasi sosial.
Perkembangan Motorik, Bahasa, dan Adapatasi Sosial
masa bayi, Perkembangan motoric kasar memiliki kemampuan
mengangkat kepala secara tengkurap, mencoba duduk sebentar
dengan dipotong, dan lain – lain. Perkembangan motorik halus
dapat melakukan usaha bertujuan untuk memegang suatu objek,
mengikuti objek dari sisi ke sisi, mencoba memegang benda ke
dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, dan sebagainya.
2) Usia 4 – 8 bulan
Pertumbuhan usia 4 – 8 bulan
1

Pada usia ini pertumbuhan badan dapat terjadi 2 kali berat


badan pada waktu lahir rata – rata kenaikan 500 – 600
gram/bulan apabila mendapatkan gizi yang baik. Sedangkan
pada tinggi badan tidak mengalami kecepatan dalam
pertumbuhan dan terjadi kestabilan berdasarkan pertambahan
umur.
Perkembangan Motorik, Bahasa, dan Adapatasi Sosial.
Perkembangan motoric kasar awal terjadi perubahan aktivitas
seperti posisi telungkap pada alas dan sudah mampu
memalingkan ke kanan dan ke kiri dan sudah mulai terjadi
kemampuan dalam duduk dengan kepala tegak.
Perkembangan motorik halus sudah mulai mengamati
benda, mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk
memegang benda yang sedang dipegang.
3) Usia 8 – 12 bulan
Pertumbuhan Usia 8 – 12 bulan
Pada usia ini pertumbuhan berat badan dapat mencapai 3
kali berat badan lahir apabila mencapai usia 1 tahun.
Pertambahan berat badan pertahun sekitar 350 – 450 gram pada
usia 7 – 9 bulan dan 250 – 350 gram perbulan pada usia 10 – 12
bulan. Pertumbuhan tinggi badan sekitar 1,5 kali tinggi badan
pada lahir, pada usia 1 tahun penambahan tinggi badan tersebut
masih stabil dan diperkirakan tinggi badan akan mencapai 75
cm. Perkembangan bayi pada tahun pertama adalah terjadi
peningkatan beberapa organ fisik atau biologis seperti ukuran
panjang badan, peningkatan jaringan subkutan, perubahan pada
lingkar kepala dan lingkar dada, pertumbuhan gigi dimulai dari
gigi susun pada umur 5 – 9 bulan.
4) Masa Todler (1 – 3 tahun)
1

Anak juga sering mengalami penurunan nafsu makan.Pada


awalnya anak berdiri tegak dan kaku, kemudian berjalan dengan
berpegangan. Sekitar usia enam belas tahun, anak mulai belajar
berlari dan menaiki tangga. Anak perlu diawasi karena dalam
aktivitas anak tidak memperhatikan bahaya. Bagi anak pada usia
ini, bermain sangat penting untuk perkembangan sosial
(Setiawan, dkk).,2014).
Ciri pertumbuhan fisiknya :
a) Pada usia 2 tahun BB = 4Xbbl,tb 50% dari TB dewasa
b) Pada usia 3 tahun BB naik 2-3 kg/tahun, TB naik 6-8
cm/tahun, lingkar kepala 50 cm.
5) Masa Prasekolah (usia 4 – 5 tahun)
Ciri pada fase ini adalah banyak berinisiatif, rasa ingin tahu
besar, sering bertanya, banyak bicara, aktif bermain, bekerja,
aktif di luar rumah. Bila pada fase ini terdapat hambatan, akan
timbul kesulitan belajar, pasif, takut, kurang inisiatif. Pada masa
ini, anak masih memiliki sifat egosentris, pola piker didasarkan
pada objek, sikap kaku. Anak belum mampu membedakan hal
abstrak atau konkrit sehingga orang tua sering menggap anaknya
berbohong (Setiawan, dkk.,2014 : Nursalam & Utami, 2005).
Pusat kenikmatan terletak di alat kelamin.Pada fase ini
anak mulai memperhatikan perbedaan laki – laki dan perempuan.
Anak akan mengidentifikasi perilaku orang tuanya sehingga
mempunyai kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang
dewasa disekitarnya. Jika pada masa ini terganggu akan
menimbulkan sifat homoseksual (pada laki – laki) atau sifat
lesbian (pada anak perempuan) (Setiawan, dkk., 2014).
Pada perkembangan ini anak sudah mengurangi aktivitas
bermain sendiri, lebih sering berkumpul dengan teman, interaksi
1

sosial selama bermain meningkat. Tugas perkembangan yang


harus diselesaikan meliputi anak mampu mempelajari perbedaan
seks dan perilakunya, mempersiapkan diri untuk membaca
dengan kemampuan bicara dan bahasa, belajar membedakan
yang benar dan salah, serta mulai mengembangkan hati nurani
(Setiawan, dkk.,2014).
6) Masa Sekolah (usia 6-12 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan masa sekoloah akan
mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun, dimana
penambahan berat badan pertahun akan dapat 2,5kg dan ukuran
– ukuran panjang tinggi badan sampai 5 cm pertahunnya. Pada
usia sekolah ini secara umum aktivitas fisik pada anak semakin
tinggi dan memperkuat kemampuan motoriknya. Pertumbuhan
jaringan limfatik pada usia ini akan semakin besar bahkan
melebihi jumlahnya orang dewasa. Kemampuan kemandirian
anak akan semakin dirasakan dimana lingkungan luar rumah
dalam hal ini adalah sekolah cukup besar, sehingga beberapa
masalah sudah mampu diatasi dengan sendirinya dan anak sudah
mampu menunjukkan penyesuaian diri dengan lingkungan yang
ada, rasa tanggung jawab dan percaya diri dalam tugas sudah
mulai terwujud sehingga dalam menghadapi kegagalan maka
anak sering kali dijumpai reaksi kemarahan atau kegelisahan,
perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal, moral dan
spiritual sudah mulai menunjukkan kematangan pada masa ini.
Secara khusus perkembangan pada masa ini anak banyak
mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang
nilai moral dan budaya dari lingkungan keluarganya dan mulai
mencoba mengambil bagian dari kelompok untuk berperan,
terjadi perkembangan secara lebih khusus lagi, terjadi
2

perkembangan konsep diri, ketrambilan membaca, menulis serta


berhitung, belajar menghargai disekolah (Hidayat, 2008).
7) Masa remaja (usia 12 – 18 tahun)
Pada masa ini terjadi peristiwa yang sangat penting dan
perlu perhatian yaitu peristiwa pubertas. Peristiwa tersebut akan
di alami pada anak baik laki – laki maupun perempuan akan
tetapi dalam perkembangan mempunyai ciri yang menonjol dari
masing-masing kelamin. Pada anak laki – laki di tandai adanya
tumbuhnya rambut pubis, penambahan ukuran penis, testis mulai
besar membesar dan perempuan dapat dilihat dari perubahan
ukuran buah dada dan adanya rambut pada pubis.

D. Hospitalisasi
1. Hospitalisasi Pada Anak
a. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan
yang berencana / darurat sehingga mengharuskan anak tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangnnya
kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dan orangtua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian di
tunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh
dengan stress. Perasaan yang sering muncul yaitu cemas, sedih,
marah, takut dan rasa bersalah. (wong, 2000).
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah
dari lingkungan yang dirasanya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman
sepermainanya.Perawatan anak dirumah sakit juga membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya.Perawatan dirumah sakit
mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak
2

merasa kehilangan kekutan diri. Hal ini menimbulkan reaksi agresif


dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucap kata –
kata marah, tidak mau bekerjasama dengan perawat, dan
ketergantungan pada orang tua (Deslidel. Dkk, 2011).
b. Stressor Umum Pada Hospitalisasi
1) Perpisahan
2) Kehilangan kendali
3) Perubahan gambaran diri (citra tubuh)
4) Nyeri dan rasa takut
c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hospitalisasi Pada Anak
1) Berpisah dengan orang tua dan sparing.
2) Fantasi – fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan,
monster, pertumbuhan, binatang buas diawali dengan yang asing.
3) Gangguan kontak sosial jika penunjang tidak diizinkan.
4) Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit.
5) Prosedur yang menyakitkan dan takut akan cacat dan kematian.
d. Reaksi Hospitalisasi Pada Anak Berdasarkan Usia
1) Reaksi hospitalisasi pada anak usia 0-12 bulan
Masalahnya yang utama adalah dampak dari perpisahan
dengan orangtua sehingga ada gangguan pembentukan rasa
percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan
terjadi stranger anxiety(cemas apabila berhadapan dengan orang
yang tidak di kenalinya) dan cemas karena perpisahan. Respon
yang paling sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah
dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap terhadap stranger
anxiety.
2) Reaksi hospitalisasi pada usia tolder
Sebagian besar stress yang terjadi pada bayi usia
pertengahan sampai anak periode prasekolah khususnya anak
2

yang berumur 6-30 bulan adalah cemas karena perpisahan. Balita


belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang
nenadai dan memiliki pengertian yang terbatas terhadap realita.
Hubungan anak dengan ibu adalah sangat dekat, apabila
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan pada
anak akan orang terdekat dirinya dan akan lingkungan yang
dikenal olehnya, sehingga pada akahirnya akan menimbulkan
perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, 2005).
3) Reaksi hospitalisasi pada usia prasekolah
Dampak hospitalisasi pada anak usia
prasekolah:
a) Menolak makan
b) Sering bertanya
c) Menangis berlahan
d) Tidak kooperatif dengan tenaga kesehatan
4) Reaksi hospitalisasi pada masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan dirumah sakit memaksakan anak
meninggalkan lingkungan yang di cintai, keluarga, kelompok
sosial sehingga menimbulkan kecemasan.Kehilangan kontrol
berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan
kelompok sosial, perasaan takut mati, dan kelemahan
fisik.Reaksi nyeri dapat digambarkan dengan verbal dan non
verbal.
a) Reaksi Hospitalisasi pada Masa Remaja (12-18)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok
sebayanya.Reaksi yang muncul adalah sebagai berikut.
b) Menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan
c) Tidak kooperatif dengan petugas
d) Bertanya – Tanya
e) Menarik diri
2

f) Menolak kehadiran orang lain.

E. Imunisasi
1. Pengertian
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar
dari penyakit (Depkes, 2000).Imunisasi adalah suatu tindakan yang
dengan sengaja bertujuan memberikan kekebalan (imunitas) aktif maupun
pasif terhadap suatu penyakit dengan jalan memberikan vaksin
(virus/bakteri yang dilemahkan atau dimatikan/toksoid).Vaksin adalah
bahan yang dipakai atau untung merangsang pembentukan zat inti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan.
a. BCG diberikan 1 kali (pada usia 1 bulan)
b. DPT diberikan 3 kali (pada usia 2,3 dan 4 bulan)
c. Polio diberikan 4 kali (pada usia 1, 2, 3, dan 4 bulan)
d. Campak diberikan 1 kali (pada usia 9 bulan)
e. Hepatitis B diberikan 1 kali (pada usia 0-7 hari)
2. Tujuan Imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk pencegahan penyakit
(memberikan kekebalan/ imunitas) pada anak.
3. Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Memberikan Imunisasi
Hal – hal yang perlu di pertahankan dalam memberikan imunisasi
adalah sebagian berikut :
a. Status kesehatan saat ini
b. Penyakit sekarang dan masalalu
1) Flu berat dan panas tinggi
2) Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima vaksin
virus hidup
2

3) Sedang dalam pemberian obat – obatan yang menekan sistem


imun (sisotatika, transfusi darah dan immunoglobin)
4. Keadaan – Keadan Dimana Imunisasi Tidak Di Anjurkan
a. BCG, tidak diberikan pada bayi yang menderita penyakit kulit sangat
lama, sedang sakit TBC dan panas tinggi.
b. DPT, tidak diberikan bila bayi sedang sakit parah, panas tinggi dan
kejang
c. Polio, tidak diberikan pada saat diare dan sakit parah
d. Campak, tidak diberikan bila bayi sakit mendadak saat panas tinggi
5. Macam - Macam Imunisasi
a. Imunisasi BCG
Vaksin BCG memberikan kekebalan aktif terhadap kekebalan
penyakit tuberculosis (TBC).BCG diberikan 1 kali sebelum anak
berumur 2 bulan.Vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette –
guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000 – 1.000.000
partikel atau dosis.Kontraindikasi untuk vaksin BCG adalah
penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang,
penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi :
1) Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada lokasi
penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil teraba keras.
2) Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau
leher tanpa disertai nyeri tekan.
Komplikasi yang timbul :
a) Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat
penyuntikan karena penyuntuikan yang terlalu dalam.
b) Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dosisnya
terlalu tinggi.
b. Imunitas DPT
2

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 (tiga vaksin dalam


satu sediaan) yang melindungi tu uh terhadap difteri, pertussis dan
tetanus.Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang
tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi komplikasi yang
serius atau fatal.
Vaksin DPT dapat diberikan pada anak yang berumur kurang
dari 7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan,
yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Komplikasi yang timbul :
1) Demam tinggi (lebih dari 4,0OC)
2) Kejang
3) Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya
pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam
keluarganya)
4) Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon)
c. Imunisasi polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan
memberikan kekebalan akjtif terhadap poliomyelitis. Polio bisa
menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun
kedua lengan/tungkai.Kontrak indikasi pemberian vaksin polio, diare
berat, gangguan kekebalan.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
1) IPV (Inactivated Polio Vaccine) mengandung virus polio yang
telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
2) OPV ( Oral Polio Vaccine ) mengandung vaksin hidup yang
telah di lemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
d. Imunisasi campak
2

Imunisasi campak adalah imunisasi yang memberikan


kekebalan aktif untuk penyakit campak.Imunisasi campak diberikan
sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan lebih.
Kontrak indikasi pemberian vaksin campak :
1) Infeksi akut disertai dengan demam lebih dari 37,8 O C
2) Gangguan sistem kekebalan
3) Alergi terhadap protein telur
4) Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
e. Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan hepatitis B. Hepatitis B
adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabakan kanker hati dan
kematian.Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir.
Imunisasi HBV diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu
3 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II serta selang waktu 5
bulan anatara suntikan HBV II dan HBV III. Efek samping suntikan
Vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan
sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak, pada saluran
pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.

F. Konsep Bermain Pada Anak


1. Definisi Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukses untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial, dan bermain
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, abak –
anak akan berkata – kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal
waktu, jarak serta suara. (wong dalam Dewi Wulandari dan Meira
Erawati, 2016).
2

2. Terapi Bermain di Rumah Sakit


Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan.
Permainan yang teraupeutik didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi
anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan
tumbuh kembang anak dan memungkinkan untuk dapat menggali dan
mengekspresikan perasaan dan pikiran anak, mengalihkan perasaan nyeri,
dan relaksasi. Dengan demikian, kegiatan bermain harus menjadi bagian
integral dan pelayanan kesehatan anak di rumah sakit (Dewi Wulandari
dan Meria Erawati, 2016).
3. Manfaat Terapi Bermain
Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di rumah sakit
akan memberikan keuntungan sebagai berikut.
a. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai
kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan menyenangkan
dengan anak dan keluarganya.
b. Perawatan dirumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk
mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan
perasaan mandiri pada anak.
c. Permainan pada anak dirumah sakit tidak hanya memberikan rasa
senang pada anak, tetapi juga anakn membantu anak mengekspresikan
perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri.
d. Permainan yang teraupetik akan dapat meningkatkan kemampuan
anak untuk mempunyai tingkah laku yang postif.
e. Permainan yang memberikan kesemapatan pada beberapa untuk
berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada
anak dan keluarganya.
2

4. Prinsip Terapi Bermain


a. Permainan tidak boleh bertentangan denga terapi dan perawatan yang
sedang dijalankan pada anak.
b. Tidak membutuhkan energy yang banyak, singkat, dan sederhana.
c. Harus memperhatikan keamanan anak.
d. Dilakukan pada kelompok umur yang sama
e. Melibatkan orangtua
2

G. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Typhoid Dengan Fokus


Study Hipertermi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan terdiri atas pengumpulan data, analisa data,merumuskan
masalah, mengalisis masalah.
a. Identitas klien
Nama, umur (pada Typhoid paling sering menyerang anak – anak
dengan usia 5-12 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orangtua, pendidikan orangtua.
b. Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran :apatissampai
samnolen, dan gangguan saluran pencernaan seperti perut kembung
atau tegang dan nyeri pada perabaa, anoreksia dan muntah, tinja
berdarah dengan atau tanpa lender.
c. Riwayat penyakit sekarang
Di dapatkan adanya keluhan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
yang berlangsung selama kurang lebih 4 hari yang membuat kondisi
anak semakin melemah disertai dengan lesu, anoreksia, sakit kepala
dan sakit perut.
d. Riwayat masa lampau
1) Prenatal : Selama hamil apakah ibu pernah mengalami sakit
dan ibu pernah minum obat – obatan atau jamu.
2) Natal : Umur kehamilan 9 bulan, jenis persalinan normal
(spontan), keadaan bayi baik, bayi menangis dan
bayi tidak mengalami asfeksia.
3) Post Natal : Tidak pernah di rawat di Rumah Sakit sebelumnya.
a) Pernah dirawat di Rumah Sakit
3

Apabila anak tidak pernah di rawat di Rumah Sakit


sebelumnya, karena di dalam keluarga tidak ada penyakit
yang menurun, menular dan menahun seperti hipertensi,
diabetes melitus, jantung, asma, dll.
b) Penyakit waktu kecil
Penyakit yang pernah di derita anak sebelumnya perlu di
ketahui, karena kemungkinan ada hubungannya dengan
penyakit yang sekarang di derita. (Matodanhg,2000.p.12)
c) Obat – obatan yang di gunakan
Biasanya apabila anak mengalami panas, maka keluarga
memberikan obat paracetamol/ penurun panas.
d) Alergi
Anak yang pernah mengalami alergi obat tertentu, bila ada
tanda – tanda alergi setelah minum obat, maka kemungkinan
besar anak juga akan mengalami alergi terhadap obat.
(Matodang,2000.p.12)
e) Kecelakaan
Apabila di temukan pada anak yang pernah mengalami trauma
pada kepala, pernah menderita meningitis atau kerusakan otak
karena suatu sebab atau pernah mengalami prosedur mendik
maupun bedah yang sulit dimasa lampau, karena pada tumbuh
kembang selanjutnya adanya suatu penyimpanan dapat
dikoreksi sedini mungkin.
f) Imunisasi
Biasanya anak mendapatkan imunisasi dasar lengkap :
Usia 1 bulan : BCG
Usia 2-3 bulan : Hep. B, I, II, Polio I, II, DPT I, II
Usia 4 bulan : DPT III dan Polio III
Usia 9 bulan : Polio IV dan Campak
3

e. Riwayat keluarga
Terdapat penyakit tertentu pada keluarga (stigma alergi, penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus, atau penyakit keganasan, epilepsy,
dll) perlu ditanyakan, sebab mungkin berhubungan dengan masalah
kesehatan yang di hadapi.
f. Riwayat sosial
1) Yang mengasuh dan alasanya : orangtua karena cinta dan kasih
sayang dari orangtua sangat di perlukan di waktu sakit dan di
perlukan untuk melengkapi perjalanan tumbuh kembang anak.
2) Pembawaan secara umum : periang, pemalu, pendiam.
3) Lingkungan rumah : apabila ada salah satu keluarga atau
tetangganya yang menderita typhoid.
g. Pengakajian pola fungsional
1) Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Keluarga pasien selalu memperhatikan status kesehatan anaknya,
kemudian setelah ibu mengetahui anaknya panas, sakit kepala,
mual dan sakit perut ibu langsung memeriksakan anaknya.
2) Nutrisi pola metabolik
Anak yang menderita typhoid sering mengalami keluhan mual,
muntah, nyeri perut dan nafsu makan menurun.Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi
a. Eliminasi alvi (BAB) : kadang – kadang anak mengalami
konstipasi.
b. Eliminasi urin (BAK) : perlu di kaji apakah sering kencing,
sedikit / banyak, sakit / tidak.
4) Aktivitas pola latihan
3

Anak mengalami sakit atau nyeri pada perut sehingga aktivitasnya


terganggu.
5) Pola istirahat
Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri
pada perut serta suhu tubuh yang naik turun sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
6) Pola kognitif persepsi
Anak merasakan tidak nyaman terhadap penyakitnya.
7) Persepsi diri pola konsep diri
Anak usia sekolah yang di rawat di rumah sakit akan merasa
khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebaya, takut
kehilangan keterampilan, merasa kesepian dan sendiri.
8) Pola peran hubungan
Anak berespon baik terhadap ibu dan keluarganya akan tetapi anak
bergantung pada ibu karena tidak mau ditinggal sendirian.
9) Sexualitas
Anak bertingkah laku layaknya laki – laki atau perempuan
10) Koping pola toleransi stress
Orangtua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan di rawat di
rumah sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang
informasi tentang prosedur dan pengobatan anak.
11) Pola nilai keyakinan
Di isi dengan nilai – nilai keyakinan klien atau keluarga terhadap
sesuatu yang menjadi sugesti yang amat kuat hingga
mempengaruhi gaya hidup klien dan berdampak pada kesehatan
klien. Termasuk juga praktek ibadah yang di jalankan klien
sebelum ataupun sesudah sakit.Dinilai apakah klien sudah baik,
perlu bantuan ataupun mempunyai perubahan keyakinan.
3

h. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien : kesadaran pasien perlu di
kaji dari sadar/tidak sadar untuk mengetahui berat ringannya
prognosis pasien.
2) Tanda – tanda vital dan keadaan umum : tekanan arah, denyut
nadi, respirasi, temperature merupakan tolak ukur dan keadaan
pasien. Disamping itu penimbangan berat badan juga harus
dilakukan untuk mengetahui adanya penurunan BB akibat
gangguan nutrisi. Biasanya pasien typhoid mengalami kelemahan,
demam, pucat, mual, rasa tidak nyaman di perut (anorexia).
3) Lingkar kepala : mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma,
tidak ada nyeri tekan.
4) Mata : kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cekung,
pupil isokhor, sclera ikterik.
5) Hidung : hidup bentuk simetris, tidak ada perdarahan, tidak ada
secret.
6) Mulut : mukosa bibir kering, bibir pecah – pecah, napas bau, lidah
typhoid dengan warna putih, pucat, tebal, serta ujung dan tepi
kemerahan dan tremor.
7) Telinga : bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada secret,
tidak ada perdarahan.
8) Tengkuk : tidak ada pembesaran tiroid
9) Pemeriksaan paru – paru
I : simetris, tidak menggunakan alat bantu pernapasan
Pal : fokal fremitis kanan dan kiri sama
Per : sonor
A : Vasikuler, tidak ada ronchi dan whezzing
3

10) Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pal : ictus cordis teraba di midclavikula sinistra
Per : pekak
A : terjadi bunyi jantung reguler
11) Abdomen
I : abdomen tampak simetris dan tidak ada asites, tidak ada
lesi
Pal : adanya penurunan bising
usus Per : adanya nyeri tekan
A : terdengar redup
12) Genetalia
Tidak ada kelainan pada genetalia
13) Sistem Integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
i. Pemeriksaan perkembangan
1) Kemandirian dan bergaul : ketika anak di rawat di rumah sakit
anak akan meninggalkan kelompok atau teman sebayanya
sehingga anak mengalami kecemasan.
2) Motorik halus dan kasar : apabila ada masalah di pertumbuhan
dan perkembangan maka kemungkinan akan mengalami
hambatann pertumbuhan dan perkembangan.
3) Kognitif dan bahasa : anak mampu mengklarifikasi benda dan
menyelesaikan masalah secara konkret dan sistematis berdasarkan
apa yang mereka terima dari lingkungannya.
j. Pemeriksaan diagnostic
1) Jumlahn leukosit normal/ leukopenia/leukositosis
3

2) Minggu pertama biarkan darah S.Typhi positif dalam minggu


berikutnya menurun
3) Biarkan tinjan positif dalam minggu kedua dan ketiga
4) Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang
memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer agglutinin O dan H
meningkat sejak minggu kedua. Titer reaksi widal diatas 1:200
menyongkong diagnosis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien Typhoid yaitu
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi (Kuman Salmonella
Typhi) suhu naik di atas rentang normal (>37OC), kulit kemerahan, saat di
sentuh kulit terasa hangat, lemas, mukosa bibir kering, takikardi dan nafas
cepat. (Nuararif, 2015.p175)
3. Rencana Keperawatan
Masalah utama klien pasien Typhoid yaitu Hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi (kuman salmonella typhi). Tujuan keperawatan
meliputi tujuan jangka pendek suhu tubuh normal (36-37OC) selama 1
jam. Dalam kriteria hasil : suhu tubuh dalam rentang normal (36-37 OC),
nadi dalam rentang normal (80-90 kali permenit), RR dalam rentang
normal (20-50 kali permenit), tidak ada perubahan warna kulit, pasien
tidak lemas, dan mukosa bibir lembab.
Rencana intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan baik
Rasional : menarik perhatian anak agar mau berinteraksi dengan
perawat dan mau diberikan tindakan keperawatan oleh perawat juga
mengurangi dampak hospitalisasi.
b. Monitor keadaan umum dan kesadaran
Rasional : melihat KU dan kesadaran (lemas,kuat,
composmentis, apatis, delirium)
3

c. Monitor TTV : nadi, pernapasan dan tekanan darah


Rasional : mencegah terjadinya hiperpireksia.
d. Monitor intake dan output anak
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga intake dan output harus seimbang.
e. Beri pasien banyak minum air (1.500 – 2000cc/hari)
Rasional : dengan minum yang banyak, diharapkan cairan yang
hilang dapat diganti cegah dehidrasi.
f. Beri Kompres air hangat pada pasien pada bagian axial dan lipat paha,
temporal (kurang lebih 10 -15 menit panas akan turun)
Rasional : untuk memperlancar aliran darah dan pembuluh darah
g. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang peningkatan
suhu tubuh dan ajarkan cara melakukan kompres yang benar serta
evaluasi perubahan suhu.
Raisonal : meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dari pasien dan
keluarganya.
h. Anjurkan keluarga pasien untuk memakaikan pakaian yang tipis dan
dapat menyerap keringat
Rasional : membantu mempercepat penguapan tubuh
i. Gunakan antipiretik
Rasional : antipiretik yang mempunyai reseptor di hypothalamus
dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupauyakan
mendekati suhu tubuh normal (di berikan 8 jam sekali)
j. Berikan obat antibiotic
Rasional : mengobati penyebab demam karena inveksi virus bakteri.
4. Implementasi
Implementasi (pelaksanaa) adalah pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat dan klien.Perawat bertanggung jawab terhadap
asuhan keperawatan yang berfokus pada klien dan berorientasi pada hasil,
3

sebagaimana di gambarkan dalam rencana keperawatan. Focus utama dari


komponen implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang
aman dan individual dengan pendekatan teraupetik. Spesifikasi dari
tindakan keperawatan berupa tindakan mandiri ataupun kolaborasi.
Menurut Christenses & Kenney (2009.p.329) : implementasi yang
dilakukan pada anak Typhoid dengan Hipertermi yaitu :
3

a. Mengkaji saat timbulnya demam


b. Mengobservasi tanda – tanda vital ( suhu, nadi, tensi, pernafasan
setiap 3 jam )
c. Menjelaskan penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
d. Menganjurkan pasien banyak minum ( 1500 – 2000 cc/hari )
e. Memberikan kompres hangat
f. Mengajurkan untuk memakai pakaian yang tipis
g. Memberikan terapi cairan intravena dan antipiretik sesuai program
dokter
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan,
semua tahap keperawatan harus dievaluasi dengan melibatkan klien
keperawatan, anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuab untuk menilai
apakah tujuan dalam perencanaan tercapai atau tidak untuk melakukan
pengkajian ulang jika tindakan belum berhasil. Menurut Potter dan Perry,
(2016)
Evaluasi yang diharapkan pada anak typhoid dengan hipertermi adalah:
a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36-37,5OC) nadi dalam rentang
normal (80-90 kali per menit), RR dalam rentang normal (20-50 kali
per menit).
b. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, lemas, mual
muntah dan mukosa bibir lembab.
c. Klien tampak rileks.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah desain
penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk
mendiskripsikan peristiwa atau fenomena yang ada. Adapun karya tulis ilmiah
ini berupa studi kasus dimana penulis melakukan studi mendalam mengenai
kasus tertentu yang hasilnya merupakan gambaran lengkap mengenai kasus
tersebut. (setiadi,2007). Karya tulis (studi kasus) ini menggunakan pendekatan
proses keperawatan pada klien anak dengan typhoid yang mengalami masalah
keperawatan Hipertermi. Tujuannya adalah untuk mempelajari secara intensif
mengenai pengelolaan hipertermi pada klien anak.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siapa yang akan diteliti pada suatu penelitian
(Hidyah,2003). Subjek dan studi kasus adalah An.K usia 4 tahun dengan
masalah keperawatan dan diagnose medis yang sama serta memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi pada kasus ini adalah sebagai berikut :
a. Klien pada anak usia 4 – 12 tahun dengan gangguan masalah
keperawatan hipertermi pada typhoid ditandai dengan demam, suhu >
400C, nyeri kepala, malaise, konstipasi, kesadaran kompos menstis.
b. Keluarga menyetujui menjadi responden.
2. Kriteria Ekslusi
a. Keluarga klien tidak menyetujui menjadi responden
b. Dokter tidak mengizinkan klien menjadi pasien kelolaan

39
4

c. Klien memiliki penyakit lain yang memerlukan penanganan khusus


dari medis
d. Klien dengan komplikasi lain seperti perdarahan dan perforasi usus,
meokarditis, neuropsikiatrik dan abses pada limpa

C. Fokus Studi
Fokus studi pada kasus ini adalah typhoid dengan masalah
keperawatan hipertermi pada klien anak.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variable dan istilah
yang akan digunakan dalam karya tulis secara operasional yang bertujuan
untuk memudahkan pembaca mengartikan makna karya tulis (setiadi,2007).
Studi kasus ini berjudul “ Asuhan Keperawatan pada An.K Demam Typhoid
dengan focus studi pengelolaan Hipertermi.” Dari judul definisi operasional
yang penulis dapat tentukan sebagai berikut :
1. Asuhan Keperawatan Anak
Asuhan Keperawatan adalah rangkaian proses keperawatan mulai
dari pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi (putra, 2012).
2. Typhoid
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat
akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Organisme ini masuk
melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.
(Bruner and sudart, 1994 ).
3. Hipertermi
Hipertermi adalah suatu keadaan suhu tubuh meningkat sangat
tinggi (mencapai sekitar 40oC) yang disebabkan gangguan otak, penyakit,
4

metabolic, lingkungan, atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi


pusat penganturan suhu tubuh (hipotalamus), suhu tubuh yang sangat
tinggi dapat merusak otak dan organ vital lainnya (Nurfanida,2013).

E. Tempat dan Waktu


1. Tempat
Asuhan Keperawatan pengelolaan hipertermi pada anak dengan
diagnose medis typhoid dilaksanakan di RSUD dr. R Soeprapto Cepu.
2. Waktu
Studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 24 - 26 April 2021 mulai
pengambilan kasus, hingga penyusunan laporan hasil studi kasus.

F. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis sebagai berikut :
1. Penulis mengajukan surat permohonan pengambilan kasus kepada Ketua
Program Studi D III Keperawatan Blora Poltekkes Kemenkes Semarang.
2. Surat permohonan dan Proposal Karya Tulis Ilmiah diajukan ke bagian
Diklat RSUD dr. R Soeprapto Cepu
3. Mendapatkan surat balasan dari bagian DiklatRSUD dr. R Soeprapto
Cepu Berupa surat izin pengambilan kasus
4. Sura izin pengambilan kasus diserahkan kepada kepala ruang anak RSUD
dr. R Soeprapto Cepu
5. Kepala ruang menunjuk seorang Clinical Instructutre untuk membimbing
penulis.
6. Clinal instructure membimbing penulis dalam mendapatkan klien yang
sesuai dengan kriteria
7. Setelah menemukan klien yang sesuai, penulis menjelaskan kepada
keluarga klien mengenai tujuan pengelolaan kasus, prosedur pelaksanaan
pengelolaan kasus, hak – hak klien serta kemungkinan mengenai
4

keuntungan dan resiko yang diterima klien selama terlibat dalam


pengelolaan kasus (informed consent). Jika keluarga menyatakan setuju
terlibat dalam pengelolaan kasus, keluarga harus menandatangani
persetujuan (informed consent).
8. Penulis selanjutnya akan melakukan pengumpulan data sesuai dengan
yang sudah ditentukan
9. Dari proses pengkajian penulis memperoleh masalah keperawatan utama.
Dari masalah tersebut penulis menegakkan diagonsa keperawatan dan
menyusun rencana keperawatan
10. Penulis memberikan asuhan keperawatan selama 7 x 7 jam Sesuai dengan
rencana keperawatan yang sudah disusun
11. Setela 7 x 7 jam penulis akan mengevaluasi kondisi klien dalam
melakukan pengumpulan data, dengan berdasarkan setiadi (2007) penulis
akan menggunakan cara berikut :
a. Wawancara, penulis melakukan wawancara secara langsung kepada
klien dan keluarga klien menganai keluhan yang dirasakan klien.
Pertanyaan ditunjukan langsung kepada klien, keluarga, atau orang
terdekat klien dengan menggunakan pertanyaan terbuka sesuai yang
dibutuhkan penulis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data
subjektif mengenai hipertermi pada klien
b. Observasi, penulis melakukan pengamatan langsung melalui
pemeriksaan fisik kondisi klinis klien ssat ini. Pada pemeriksaan
fisik, penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan pengkajian
sesuai dengan buku panduan praktik klinik Keperawatan Anak.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan data objektif klien sehingga
data yang diperoleh lebih lengkap.
c. Studi dokumentasi keperawatan, penulis menggunakan berbagai
sumber catatan medis klien serta hasil pemeriksaan penunjang yang
berhubungan dengan masalah keperawatan klien
4

G. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan pengelolaan data. Data
disajikan secara narasi dan disetai ungkapan verbal dari klien / keluarga yang
merupakan data pendukung dalam pengambilan studi kasus (Alimul, 2003).

H. Analisa Data
Analisa data yang dilakukan adalah menilai kesenjangan antara teori
yang terdapat di dalam tinjauan pustaka dengan respon klien yang memiliki
masalah hipertermi. Dalam studi kasus, nalisa data yang dilakukan adalah
analisa deskriptif dimana penulis mengalisa data berdasarkan data – data yang
telah didapat melalui tahap pengkajian sampai dengan evaluasi, data tersebut
dapat berupa data subjektif maupun objektif yang terkumpul untuk
digambarkan. Teknik analisis data kemudian diinterprestasikan dan
dikomparasikan (dibandingkan) anatar kasus (Alimul, 2003 ; setiadi 2007).

I. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas
responden yang kemungkinan dapat menimbulkan masalah di masa yang akan
datang (Alimul, 2003).
1. Anonimity (tanpa nama)
Penulis menjamin akan menjaga kerahasiaan responden dengan cara
mencantumkan inisial nama pada laporan kasus serta penulisan alamat
dengan wilayah kabupaten dan provinsi (Hidayat, 2003, hlm 42).
2. Informed conset (lembar persetujuan menjadi klien)
Penilitian memberikan lembar persetujuan penelitian kepada
responden sebelum dilakukan penelitian (Hidayat, 2003, hlm 42).
Kemudian peneliti memberikan informasi yang adekuat mengenai tujuan
dari asuhan keperawatan yang akan dilakukan dan memberikan informasi
4

terkait dengan hak dan kewajiban responden. Peniliti memberikan


kesempatan kepada responden untuk mengambil keputusan apakah
bersedia ataupun menolak berpartisipasi secara sukarela.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Penulis menjamin kerahasiaan dari hasil laporan kasus baik
informasi maupun masalah – masalah lainnya. Seperti data terkait
informasi responden disimpan di laptop pribadi penulis. Hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penulisan. Data yang
ditampilkan bersifat umum dan data akan dimusnahkan satu tahun setelah
penulisan selesai (Hidayat, 2003, hlm 42).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas tentang hasil dari studi kasus pengelolaan
hipetermi pada pasien Typhoid di RSUD dr. R Soeprapto Cepu Pengelolaan pada An.
K dilakukan pada tanggal 24 April – 26 April 2021 di ruang Teratai RSUD dr. R
Cepu. Pengelolaan ini mencakup lima tahap proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.

A. HASIL
1. Gambaran Lokasi Studi Kasus
RSUD dr. R. Soeprapto Cepu terletak di Jalan Ronggolawe No.50,
Megal, Balun, Kec. Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah 58311 adalah
Rumah Sakit Umum Daerah milik pemerintah dan merupakan salah satu
rumah sakit tipe C yang terletak diwilayah Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Rumah sakit ini memberikan pelayanan dibidang kesehatan yang didukung
oleh layanan dokter spesialis serta ditunjang dengan fasilitas medis lainnya.
Selain itu RSUD dr. R. Soeprapto Cepu juga sebagai rumah sakit rujukan
dari faskes tingkat 1, seperti puskesmas atau klinik. Di RSUD dr. R.
Soeprapto Cepu memiliki fasilitas pelayanan IGD 24 jam, Instalasi
Radiologi, Instalasi Bedah Sentral, Apotek, Instalasi Gizi, Histologi/ Kamar
Jenazah, Fisioterapi, Ruang Kemoterapi, CSSD, Ruang Intensif Terpadu,
Ruang Hemodialisa, Ruang Bersalin/VK, Instalasi Rawat Inap (kelas I, II,
III, dan VIP ).
Penelitian studi kasus ini dilaksanakan di ruang Teratai RSUD dr. R.
Soeprapto Cepu yang terletak di Jl. Ronggolawe No.50, Megal, Balun, Kec

45
4

Cepu, Kabupaten Blora. Kasus penyakit yang terdapat di ruang teratai yang
diterima langsung setelah pasien datang dari IGD atau Poliklinik. Kasus
penyakit yang terdapat diruang teratai yaitu Demam Typhoid.
2. Pengkajian
Pada tanggal 24 – 26 April 2021 telah dilakukan pengkajian Asuhan
Keperawatan An. K di ruang teratai di Rsud Dr. R. Soeprapto Cepu.
Pengakjian pada An. K dimulai pukul 08.00 WIB. Hasil pengakjian yang di
dapatkan data nama pasien An.K, Umur 4 tahun, Jenis kelamin Perempuan,
suku bangsa jawa, agama islam, alamat Tranggel Randublatung Rt 02 Rw
04, pendidikan pasien belum sekolah. Identitas penanggung jawab yaitu Ny.
S , Umur 30 tahun, Pendidikan SMA, pekerjaan Ibu rumah tangga dan
hubungan dengan pasien Ibu Kandung.
Pada saat dilakukan pengkajian ibu pasien mengatakan Keluhan
Utama An.K anaknya demam 7 hari sebelumnya di sertai dengan mual,
muntah, nafsu makan turun dan disertai dengan diare , demam turun jika di
minumin PCT.
Dalam pengakjian Riwayat Kesehatan Sekarang didapatkan data
yaitu ibu pasien mengatakan sejak tanggal 20 April 2021 pasien mengalami
demam, mual, muntah dan nyeri pada perut kemudia pasien di bawa ke
puskesmas Randublatung pada tanggal 20 April 2021 dan disarakan oleh
dokter untuk menunggu selama 3 hari kedepan jika tidak ada perubahan
dokter menyarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit. Pada saat hari kedua
setelah dibawa ke puskesmas pasien mengalami diare sehari 5 – 6 kali dan
panasnya tidak turun. Kemudia pasien dibawa orangtuanya ke IGD RSUD
dr. R. Soeprapto Cepu pada tanggal 23 April pukul 07.00 WIB dengan
keluhan Demam, mual, muntah, nyeri pada perut dan diare. Nyeri pada perut
perut dengan skala 4 dan di dapatkan pemeriksaan Tanda – tanda vvital
dengan Suhu 39,8oC, Nadi 100x/menit tekanan darah 110/70 mmHg.
Kemudian pasien mendapatkan terapi infus asering 16 tpm, dengan injeksi
4

cefotaxime 2 x 400 mg. Kemudia pasien di pindahkan ke ruang rawat inap


Teratai dan mendapatkan therapy Syrup 3 x 1, imunos, syrup 3x1 ½
paracetamol, 3x1 tyampenikol. Pada saat dilakukan pengkajian di ruang
teratai pasien mengeluh Demam, nyeri pada perut, mual, muntah dan diare,
mukosa bibir kering, turgor kulit menurun pasien tampak lemah dan lemas
dan uji widal positif.
Pada pengakajian Riwayat Kesehatan Dahulu ibu pasien
mengatakan An.K tidak pernah memiliki riwayat penyakit seperti sekarang
ini, tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat dan pasien belum
pernah dirawat dirumah sakit.
Pada pengkajian Riwayat Kesehatan Keluarga ibu pasien
mengtakan bahwa keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
seperti yang di derita An.K dan tidak memiliki alergi obat maupun makanan.
Pada pengkajian Riwayat Alergi Ibu pasien mengatakan An. K tidak
memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan.
Pada pengkajian Riwayat Kecelakaan Ibu pasien mengatakan An. K
tidak pernah memiliki riwayat/ trauma kecelakaan seperti benturan kepala,
prosedur medik maupun bedah.
Pada pengkajian Riwayat Sosial Pasien disuruh oleh orangtua
terutama ibu yang paling berperan di dalam pengasuhan An.K adalah anak
periang An. K tinggal di lingkungan pedesaan.
Pada pengkajian Riwayat Imunisasi Ibu pasien mengatakan An. K
sudah mendapatkan imunisasi lengkap yaitu imunisasi BCG 1 kali saat baru
lahir DPT 3 kali saat berusia 2 bulan, 4 bulan, dan 8 bulan, Polio 4 kali saat
berusia 0 hari, 2 bulan, 4 bulan dan 8 bulan. Hepatitis B 3 kali saat berusia 1
bulan, 2 bulan, 5 bulan, dan imunisasi Campak 1 kali saat berusia 9 bulan.
Pada pengkajian Perubahan Pola Kesehatan, dalam pengkajian
nutrisi Ibu pasien mengatakan An.K sebelum sakit pasien : pasien susah
makan/makan tidak teratur 3x/ sehari dengan nasi, sayur, lauk pauk dan
4

minum delapan gelas 600 ml air putih. Selama sakit pasien : pasien susah
makan, makan hanya habis 3 sendok dan hanya ngemil biskuit karena terasa
mual dan lidah terasa pahit. Pengkajian eliminasi Sebelum sakit pasien :
klien BAB 1-2x/hari tidak ada darah dengan konsistensi lembek kuning,
warna kuning dan BAK 6 – 7 kali sehari dengan warna kuning. Selama sakit
pasien : klien BAB 5 – 6 kali dengan konsistensinya BAB encer tidak ada
lendir dan BAK 7-8x/hari. Pengkajian aktivitas Ibu pasien mengatakan
tampak lemah dan lemas, gerakannya terbatas karena nyeri pada perutnya
dan hanya berbaring di tempat tidur semua aktifitas dibantu ibunya.
Pengkajian istirahat Ibu pasien mengatakan An.K sering terbangun karena
nyeri pada perutnya tidur 3-4 jam. Pengkajian kognitif persepsi Ibu pasien
mengatakan anaknya sering menangis, rewel dan mengatakan sakit perut.
Pada pengkajian pemeriksaan fisik di dapatkan data kesadaran
umum pasien tampak lemah dan lemas, kesadaran composmentis dengan
GCS : E4, M6, V5. Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital meliputi suhu
39,8oC, frekuensi nadi 100x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg. Mulut
dengan mukosa bibir kering terdapat stomatitis di lidah. Dibagian Abdomen
terdapat inspeksi abdomen tampak tegang dan kembung, auskultasi adanya
penurunan bising usus, perkusi adanya bunyi timpani, palpasi terdapat nyeri
tekan dengan skala 4, teraba keras dan terdapat pembesaran limpa. Dibagian
sistem integumen kulit bersih turgor kulit menurut, pucat berkeringat, akral
hangat. Bagian ekstermitas atas terpasang infus di bagian kiri, rentan gerak
dibatasi karena nyeri pada perut, ekstrermitas bawah mengalami kelemahan.
Pada pengkajian tumbuh kembang dengan DDST personal sosial,
anak dapat mengosok gigi tanpa bantuan, menyusun kubus, bermain ular
tangga, mencuci tangan, menyebutkan nama teman dan berpakaian tanpa
bantuan. Motorik halus anak dapat menggambarkan orang 3 bagian
mencontoh, memilih garis yang lebih panjang serta menyusun menara dari
kubus. Sektor bahasa anak dapat menghitung, mengetahui dan menyebutkan
4

warna. Motorik kasar anak dapat berdiri dengan satu kaki serta dapat
melompat dengan satu kaki dan naik sepeda.
Pada pemeriksaan diagnostik
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan
Darah Rutin Anak P : 34,0 – 40,0 I W : 34,0- 40,0
Lekosit 20,0 L : 3,8-10,6 ; P : 3,6 – 11,0 Tinggi
Hemoglobin 11,6 L : 13,2 – 17,3 ; P : 11,7 – 15,5 Normal
Salmonella typhi O 1/160 Negative Positif
Salmonella typhi H 1/320 Negative Positif
IGDM salmonella Positif Negative Positif
Hematokrit 37 L : 40,0 – 52,0 ; P : 35,0 – 47,0 Normal
Trombosit 480 150 – 450 Tinggi
Eritrosit 4,50 3,5 – 5,5 Normal
Limfosit 17,0 25,0 – 40,0 Rendah
Mix Diff 13,3 1,0 – 8,0 Tinggi
Neutrophil 69,7 50,0 – 70,0 Normal
Gds 74 <200 Normal
Elitrolit 97 – 110
Natrium 129,9 135 – 155 Rendah
Kalium 3,67 3,6 – 5,5 Normal
Clorida 92,3 9,7 - 110 Rendah

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada An.K setelah
dilakukan pengkajian pada tanggal 24 April 2021 yaitu : Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi (Kuman Salmonella Typhi) di tandai
dengan kenaikan suhu tubuh di atas rentang normal (>37 oC), dengan data
subjektif yang di daptakan Ibu pasien mengatakan An.K demam sejak 1
5

minggu yang lalu, mual, muntah, diare disertai nyeri perut. Data Objektif
yaitu pasien tampak lemas lemah letih lesu, mukosa bibir kering, suhu
39,8oC, nadi 100x/menit, respirasi 22x/menit, jumlah leukosit 20,0/mm3,
hemoglobin 11,6 gr%, salmonella thyphi O 1/160, Salmonella typhi H 1/320,
IGDM salmonella positif.
4. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan dengan tujuan setalah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam masalah Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi (kuman salmonella typhosa). Dengan kriteria hasil : suhu
dalam rentang normal (36-37oC), nadi dalam rentang normal (80 – 90
x/menit), RR dalam rentang normal (20 – 50 x/menit), tidak ada perubahan
warna kulit, pasien tidak lemas dan mukosa bibir lembab, nyeri hilang, mual
muntah hilang, diare hilang.
Rencana tindakan yang penulis lakukan pada An.K yaitu melakukan
tindakan Bina hubungan saling percaya dengan baik, Monitor intake dan
output pada anak, Beri pasien banyak minum air (1500 – 2000cc/hari), Beri
kompres air hangat pada daerah axila, lipatan paha, temporal, Berikan
penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh dan
ajarkan cara melakukan kompres yang benar serta evaluasi perubahan suhu,
anjurkan keluarga pasien untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat, Kolaborasikan pemberian antipiretik dan
antibiotik.Anjurkan pasien untuk beristirahat total.
5

5. Implementasi Keperawatan

Klien Diagnose Hari/ Jam Tindakan


keperawatan tanggal
1. Hipertermi Sabtu ,24 10.00 1. Membina hubungan
b.d. proses April 2021 saling percaya antara
infeksi perawat dengan klien
(memperkenalkan diri).
Responsive :
S : klien tidak mau
berjabat tangan dengan
perawat, klien menolak
O : klien tampak rewel
dan menangis
10.35 2. Memonitor keadaan
umum pasien
Responsive
S : klien mengatakan
sakit perut, muntah, dan
demam
O : klien tampak lemah,
mukosa bibir kering,
memegangi perut,
muntah, terdapat
stomatitis di lidah
10.45 3. Memonitor TTV
Responsive
5

S : ibu klien mengatakan


badan anaknya panas
O : klien tampak lemah,
kulit teraba hangat,
muntah dan memegangi
perutnya, suhu 39,8OC,
nadi 100x/menit, RR
22x/menit, TD : 110/70
mmHg
11.10 4. Memberikan kompres
air hangat pada daerah
axila
Responsive
S : klien mengatakan
bersedia
O : klien tampak tenang
di kompres dengan air
hangat pada daerah axila
11.25 5. Memberikan klien
banyak minum air putih
Responsive
S : klien mengatakan
bersedia
O : klien tampak minum
1 gelas air putih
11.30 6. Memberikan penkes
pada keluarga cara
kompres yang benar
5

Responsive
S : keluarga mengatakan
bersedia
O : keluarga tampak
memperhatikan, keluarga
mengerti dan
mendemonstrasikan cara
kompres air hangat yang
benar
11.45 7. Membantu klien
memakaikan pakaian tipis
Responsive
S : ibu mengatakan
bersedia
O : klien tampak nyaman
memakai pakaian tipis.
12.00 8. Memberikan obat
antipiretik dan antibiotic
injeksi : cefotaxime
400mg, anadex syrup
5ml, imunos syrup 5ml,
paracetamol syrup 10ml,
thyampenicol syrup 5ml
Responsive
S : klien sedikit rewel
O : obat masuk tidak ada
alergi, klien menangis.
12.25 9. Memonitor TTV
5

Responsive
S : ibu klien mengatakan
anaknya panas
O : klien tampak lemah,
kulit teraba hangat,
mukosa bibir kering,
muntah, nyeri perut, suhu
39OC, nadi 100x/menit,
RR 22x/menit, TD :
110/80 mmHg
1. Hipertermi Minggu 25 08.00 1. Melaksanakan advis
b.d. proses April 2021 dari hasil kolaborasi
infeksi dengan memberikan obat
antipiretik dan antibiotic
injeksi.
- cefotaxime 400mg
- anadex syrup 10ml
- imunos syrup 5ml
- paracetamol syrup 10ml
- thyampenicol syrup 5ml
Responsive
S : ibu klien mengatakan
anaknya masih demam
O : klien takut dengan
jarum suntik, obat masuk
tidak ada alergi
09.00 2. Memonitor TTV
Responsive
5

S : ibu mengatakan panas


anaknya sudah sedikit
turun panasnya dan diare
sudah berhenti
O : klien tampak lemah,
kulit teraba hangat,
mukosa bibir kering,
terdapat stomatitis pada
lidah, suhu 38,5OC,nadi
98x/menit, RR 22x/menit.
09.10 3. Memonitor intake dan
output anak
Responsive
S : ibu mengatakan panas
anaknya kurang minum
O : klien tampak minum
1 gelas air putih dan susu,
BAK kurang lebih 600cc.
09.30 4. Memberikan kompres
hangat pada daerah axila
Responsive
S : ibu mengatakan panas
anaknya sudah sedikit
menurun
O : klien tampak di
kompres air hangat pada
daerah axila
10.00 5. Memberikan Banyak
5

air putih
Responsive
S : klien mengatakan
bersedia
O : klien tampak minum
air putih 1 gelas

11.00 6. Membantu
memakaikan pakaian tipis
Responsive
S : klien tampak
mengatakan bersedia
O : klien tampak nyaman
dengn pakaian tipis
12.00 7. Memonitor TTV
Responsive
S : ibu mengatakan panas
anaknya sudah sedikit
menurun
O : klien tampak lemah,
nyeri perut, muntah
berkurang, kulit teraba
hangat, mukosa bibir
sedikit lembab, terdapat
stomatitis di lidah, suhu
38 OC , nadi 98x/menit,
RR 22x/menit.
12.15 8. Menganjurkan pasien
5

untuk bedrest total


Responsive
S : klien tampak
kooperatif
O : klien tampak
beristirahat
1. Hipertermi Senin 26 08.00 1. Memonitor TTV
b.d. proses April 2021 Responsive
infeksi S : ibu klien mengatakan
panas anaknya sudah
turun
O : klien tampak sudah
tidak lemas, nyeri perut
hilang, kulit teraba
O
hangat, suhu 37,5 C,
nadi 100x/menit, RR
22x/menit
10.00 2. Memberikan kompres
air hangat pada daerah
axila
Responsive
S : klien bersedia
O : klien tampak tenang
di kompres pada daerah
axila
10.15 3. Memberikan klien
banyak minumm air putih
Responsive
5

S : klien ingin minum


susu
O : klien tampak minum
1 gelas air putih
11.00 4. Membantu klien
memakai pakaian tipis
Responsive
S : ibu klien mengatakan
bersedia
O : klien tampak nyaman
memakai pakaian tipis
12.00 5. Melaksanakan advis
dari hasil kolaborasi
dengan memberikan obat
antipiretik dan antibiotic
injeksi
- cefotaxime 400mg
- anadex syrup 5ml
- imunos syrup 5ml
- paracetamol syrup 10ml
- thyampenicol syrup 5ml
Responsive
S : ibu mengatakan
anaknya sudah tidak
panas lagi
O : obat masuk tidak ada
alergi
5

12.15 6. Memonitor TTV


Responsive
S : ibu klien mengatakan
anaknya sudah tidak
panas
O : klien tampak sudah
tidak lemas, nyeri perut
hilang, kulit teraba
hangat, tidak muntah lagi,
suhu 38,5OC, nadi
100x/menit,RR 24x/menit

6. Catatan Perkembangan
Catatan perkembangan An.K pada tanggal 24 April 2021 pukul 14.00
WIB didapatkan data Subyektif, ibu klien mengatakan panas pada anaknya
berkurang nyeri perut dan mual, obyektif suhu 39,0 oC , nadi 100x/menit,
pernafasan 22x/menit, TD 110/70 mmHg, leukosit 20,0, mukosa bibir
kering, terdapat stomatitis di lidah, kulit teraba hangat. Analisisnya adalah
masalah belum teratasi dan perencanaanya lanjutkan intevensi untuk
mengukur tanda – tanda vital terutama suhu tubuh, memberikan kompres air
biasa dan libatkan keluarga dalam pemberian kompres, menganjurkan pasien
untuk banyak minum air putih (800-900 ml/hari) dan membantu untuk
menggunakan pakaian tipis guna penguapan, kolaborasikan dalam
pemberian antibiotik dan antipiretik.
Catatan perkembangan pada pukul 21.00 WIB didapatkan data
subyektif yaitu klien mengatakan tubuh anaknya panas sejak habis Isyak
nyeri perut dan mual disertai diare, obyektif suhu 39,5 oC, nadi 110x/menit,
pernafasan 22x/menit, TD 115/75 mmHg, mukosa bibir kering, kulit teraba
6

hangat, menangis sambil memegangi perutnya. Analisa masalah adalah


masalah belum teratasi dan perencanaanya lanjutkan intervensi untuk
mengukur tanda – tanda vital terutama suhu tubuh, memberikan kompres air
biasa dan libatkan keluarga dalam pemberian kompres, menganjurkan pasien
untuk banyak minum air putih (800 – 900ml/hari) dan membantu untuk
menggunakan pakaian tipis guna penguapan.
Catatan perkembangan pada hari kedua pada An.K pada tanggal 25
April 2021 pukul 07.00 WIB didapatkan data subyektif ibu klien
mengatakan panas anaknya sudah sedikit turun, obyektifnya suhu 39,0 oC ,
nadi 100x/menit, pernafasan 22x/menit, TD 110/70 mmHg, leukosit 20,0,
mukosa bibir kering, terdapat stomatitis di lidah, kulit teraba hangat.
Analisisnya adalah masalah belum teratasi dan perencanaanya lanjutkan
intevensi untuk mengukur tanda – tanda vital terutama suhu tubuh,
memberikan kompres air biasa dan libatkan keluarga dalam pemberian
kompres, menganjurkan pasien untuk banyak minum air putih (800-900
ml/hari) dan membantu untuk menggunakan pakaian tipis guna penguapan,
kolaborasikan dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
Catatan perkembangan pada pukul 15.00 WIB didapatkan data
subyektif yaitu Ibu klien mengatakan panas pada tubuh An.K sedikit
berkurang, Obyektifnya : Suhu 38oC, Nadi 98x/menit, pernafasan 22x/menit,
TD 110/70mmHg, mukosa bibir sedikit lembab, kulit teraba hangat, tidak
mual, diare sudah berhenti. Analisanya masalahnya adalah masalah belum
teratasi sebagian, perencanaanya lanjutkan intervensi untuk mengukur tanda
– tanda vital terutama suhu tubuh, memberikan kompres air biasa dan
libatkan keluarga dalam pemberian kompres, menganjurkan pasien untuk
banyak minum air putih (800 – 900ml/hari) dan membantu untuk
memakaikan pakaian tipis guna penguapan.
Catatan perkembangan pada hari kedua pada An.K pada tanggal 25
April 2021 pukul 07.00 WIB didapatkan data subyektif ibu klien
6

mengatakan panas sudah berkurang , obyektifnya suhu 37,5 oC , nadi


90x/menit, pernafasan 20x/menit, TD 110/80 mmHg, mukosa bibir lembab,
kulit teraba hangat. Analisisnya adalah masalah teratasi sebagian dan
perencanaanya lanjutkan intevensi.
Catatan perkembangan pada pukul 14.00 WIB didapatkan data
subyektif yaitu Ibu klien mengatakan badan anak panas lagi obyektif suhu
38,5oC, nadi 100x/menit, pernafasan 24x/menit, TD 115/75 mmHg, kulit
teraba hangat, klien menangis sambil dan rewel. Analisa masalah adalah
masalah belum teratasi sebagian, perencanaanya lanjutkan intervensi.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pada An.K yaitu setelah dilakukan tindakan
selama 3 x 24 jam tanggal 26 April 2021 pukul 14.00 WIB didapatkan data
Subyektif Ibu klien mengatakan tubuh klien panasnya naik lagi, nyeri perut
hilang, dan tidak mual dan diare sudah berhenti. Dan data Obyektifnya suhu
38,5OC , nadi 100x/menit, mukosa bibir lembab, kulit teraba hangat.
Analisinya yaitu Masalah tertasi sebagian dan Perencanaanya Lanjutkan
Intervensi.

B. PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas dan menganilisis hasil dari laporan karya
tulis ilmiah pengelolaan Hipertermi dengan Typhoid pada An.K dimulai pada
tanggal 24 – 26 April 2021 diruang Teratai RSUD dr. R Soeprapto Cepu.
Pengelolaan ini mencakup lima tahap proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Adapun proses pembahasannya adalah
sebagai berikut :
6

1. Pengkajian
Dalam bab ini pengakjian penulis akan membahas tentang data yang
didapatkan dari pengkajian An.K serta akan menganalisis data antara lain
kenaikan suhu tubuh pada malam hari, nyeri perut, mual dan penurunan
nadi.
a. Hipertermi
Peningkatan suhu tubuh yang dialami An.K dikarenakan adanya
proses infeksi Salmonella Typhosa dan endotoksinya yang merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
merdang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi
pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatakan timbulnya
gejala demam (Nurarif,2013).
An.K mengalami kenaikan suhu tubuh di malam hari sekitar 40 OC
dan termasuk dalam kategori hipertermi yang mengakibatkan
ketidaknyamanan dampak dari peningkatan suhu tubuh pada typhoid
akan menyebabkan kejang, dehidrasi, syok, serta perforasi usus (lubang
usus) dan komplikasi (Mansjoer, 2003).
b. Penurunan Nadi
Tanda dan gejala yang dialami An.K adalah penurunan nadi yang
dikarenakan pada penderita typhoid memiliki karakteristik Bradikardia
relative yaitu peningkatan suhu 1 oC tetapi tidak ikut peningkatan denyut
nadi 8 kali permenit, hal ini disebabkan karena adanya kuman yang ada
di dalam aliran pembuluh darah yang mempengaruhi kerja jantung
(Nurfanida,2003).
c. Muntah
Biasanya anak – anak dengan typhoid akan mengalami mause dan
vomite atau mual dan muntah pada minggu pertama. Akan tetapi pada
kasus ini An.K hanya merasa mual dan tidak mengalami muntah karena
memasuki fase typhoid minggu pertama hal disebabkan karena adanya
6

kuman salmonella yang menginfeksi hati dan limfa yang menyebabkan


terjadinya pembengkakan pada hati dan limfa yang menekan lambung
sehingga akan timbul mual muntah.
d. Nyeri perut
Kesamaan data berikutnya yaitu anak dengan typhoid akan
mengalami nyeri pada daerah perut hal ini disebabkan karena adanya
infeksi kuman salmonella yang terjadi di hati dan limfa dan mengalami
proses inkubasi yang menyebabkan pembengkakan pada hati dan limfa
yang menyebabkan nyeri pada abdomen atau perut. Sementara anak –
anak dengan typhoid akan mengalami proses penurunan suhu tubuh
pada minggu ke empat karena memasuki fase penyembuhan akan tetapi
pada fse ini komplikasi perdarahan dan perforasi usus cenderung terjadi
hal ini akibatkan karena lepasnya kerak dari ulkus sehingga dibutuhkan
kewasapdaan dan pengawasan dalam perawatan anak dengan typhoid,
serta dibutuhkan kerja sama dengan keluarga untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan dan perforasi usus (price,2006)
e. Penurunan nafsu makan
Adapun data – data yang pada An.K yang mengalami penurunan
nafsu makan dan minum yang disebabkan perasaan tidak nyaman pada
pencernaan dan mual yang akibat dari proses infeksi kuman salmonella
pada usus halus juga dapat menyebabkan timbulnya muntah dan rasa
mual. Selanjutnya data – data focus tersebut akan di analissis untuk
membentuk suatu diagnosa. Bahasan tentang diagnosa akan penulis
bahas di bab berikutnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam bab diagnosa penulis akan membahas atau menjelaskan tentang
arti diagnosa, perumusan diagnose dan prioritas diagnosa.
Setelah dilakukan proses analisa data terbentuklah sebuah diagnose
yaitu Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi (kuman salmoenlla
6

typhosa). Yang artinya adalah kenaikan suhu tubuh di atas rentang normal
(>37oC), di sertai dengan kulit kemerahan, saat disentuh kulit terasa hangat,
lemas, mukosa bibir kering, takikardi dan nafas cepat hal ini disebebkan
karena adanya terjadinya infeksi kuman salmonella typhosa yang terjadi di
usus halus yang masuk melalui makanan yang menyebabkan gangguan pada
beberapa organ pencernaan, hati dan limfa serta pusat pengetahuan suhu
tubuh atau hipotalamus (Nurarif,2015.p.175).
Diagnosa tersebut dirumuskan berdasarkan data – data An.K yang
mengalami kenaikan suhu tubuh diatas 37oC, mukosa bibir kering,
bradicardi, nyeri pada perut, mual muntah yang sesuai dengan pendapat dari
(Nurarif, 2015.p175) untuk terbentuknya sebuah diagnose hipertermi di
dukung atau ditandai dengan kenaikan suhu tubuh di atas rentang normal
(>37oC), di sertai dengan kulit kemerahan, saat disentuh kulit terasa hangat,
lemas, mukosa bibir kering, bradicardi dan nafas cepat dimana data – data
tersebut sesuai dengan kondisi atau yang di dapatkan dari pengkajian An.K.
Diagnosa hipertermi merupakan kebutuhan fisiologis yaitu rasa
nyaman dan bagian dari kebutuhan dasar maslow bila tidak ditangani akan
terjadi kejang, dehidrasi, syok, serta perforasi usus (lubang di usus) dan
komplikasi.
Hipertermi adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal dapat
disebabkan karena kelainan dalam otak itu sendiri atau oleh zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi (Guyton,2012).
Pada kasus An.K penulisan diagnosanya yaitu Hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi kuman salmonella typhosa. An.K ditandai dengan data
obyektif yaitu kulit teraba panas, mukosa bibir kering, mual, nyeri perut,
teknan darah 110/80 mmHg, suhu tubuh 39,8 oC , frekuensi nadi 100x/menit,
pernafasan 22x/menit, hemoglobin 10,1 g/dL, leukosit 22,0 x 103u.
6

Penulis memprioritaskan diagnose hipertermi karena kebutuhan dasar


manusia harus dipenuhi. Dalam menentukan prioritas harus didasarkan pada
konsep Hirearki Maslow yaitu kebutuhan fisiologis (Perry Potter,2006).
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi yaitu seseorang yang
memiliki bebebrapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan terlebih dahulu
memenuhi kebutuhan fisiologisnya, karena kebutuhan fisiologisnya adalah
kebutuhan mutlak yang paling mendasar dan harus dipenuhi oleh manusia
untuk bertahan hidup. Selain itu hipertermi beresiko tinggi apabila tidak
segera ditangani akan mengakibatkan gangguan otak. Zat yang dapat
menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga
menyebabkan demam disebut pirogen (Hidayat,2017.p.285).
3. Intervensi
Penulis membuat tujuan untuk mengatasi masalah keperawatan
hipertermi pada Typhoid menggunakan konsep Spesific, Measurable,
Attainable , Realistic, Timely (SMART) penulis merencanakan tindakan
keperawatan diharapkan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
(kuman salmonella typhosa) teratasi dengan kriteria hasil S : suhu tubuh
pasien kembali normal (36,5 – 37,5 oC), M : ada A : memberikan kompres air
biasa, memberikan banyak minum, memakaikan pakaian tipis, R : panas
pasien hilang T : 3 x 24 jam.
Dalam perencanaan ini penulis merencanakan dalam waktu 3 x 24 jam
karena berdaarkan fase hipertermi pada typhoid yaitu selama 4 minggu.
Dimana An.K mengalami panas 7 hari sampai akhirnya fase hipertermi.
Sehingga hipertermi dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam
rentang normal (36,5 – 37,5oC), pasien tidak lemas, membrane mukosa bibir
lembab, tidak terdapat nyeri perut dan tanda – tanda vital normal (Nurarif,
2015).
Rencana tindakan yang penulis rencanakan untuk pasien An.K adalah
hamper sama di beberapa rencana tindakan dengan rasional menyesuaikan
6

keadaan masing - masing pasien. Berikut beberapa rencana tindakan antara


lain.
Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien
merupakan suatu tindakan pendekatan melalui komunikasi teraupetik, untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada pasien serta meminimalkan dampak
psikologis anak terhdap perubahan lingkungan dan tindakan yang akan
diberikan sehingga dapat mempermudah perawat dalam melakukan
tindakan.
Memonitor keadaan umum dan kesadaran merupakan suatu
tindakan untuk mengetahui keadaan umum seseorang dapat dinyatakan
dalam tiga kriteria yaitu tampak sakit ringan, tampak sakit sedang dan
tampak sakit berat, tingkat kesadaran adalah respon dari seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan.
Memonitor tanda – tanda vital, takiardi dan suhu tubuh, kaji
turgor kulit dan kelembaban membran mukosa adalah suatu rencana
tindakan mengobservasi keadaan umum pasien melalui pengukuran vital
sign secara periodic sehingga apabila ada kondisi pasien yang mengalami
kegawatan dapat segera di ketahui. Rasional untuk mengetahui keadaan
umum pasien (Wulandari & Erawati,2016).
Memonitor intake dan output merupakan suatu tindakan yang di
lakukan untuk memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk
menetapkan kebutuhan cairan pengganti pada pasien.
Beri pasien banyak minum air putih banyak sekali efek samping
demam, salah satunya adalah dehidrasi. Tubuh demam akan mengalami
kenaikan suhu sehingga tubuh terasa panas. Saat inilah cairan di dalam tubuh
seperti menguap dan tubuh mudah sekali mengalami dihidrasi oleh karena
itu pemberian air putih pada pasien hipertermi sangat dianjurkan untuk
mencegah terjadinya dehidrasi.
6

Beri kompres air hangat yang benar pada daerah aksila dan
lipatan paha (kurang lebih 10 - 15 menit ) pemberian kompres hangat
pada daerah tubuh dapat memberikan rangsangan atau sinyal ke hipotalamus
melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang melalui
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan pembuluh darah diatur oleh
pusat vasometer pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah
pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Dengan
terjadi vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan atau kehilangan energi
panas melalui kulit meningkat (yang ditandai dengan tubuh mengeluarkan
keringat), kemudian suhu tubuh dapat menurun atau normal. (Potter & perry,
2005). Kompres air hangat adalah tindakan yang diberikan dengan tujuan
untuk menurunkan suhu tubuh. Letak kompres air hangat diberikan pada
dahi, aksila, dan lipatan paha untuk memberi efek vasodilatasi pada
pembuluh darah sehingga mempercepat penguapan tubuh.
(Ardiansyah,2012).
Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang
peningkatan suhu tubuh dan ajarkan cara melakukan kompres yang
benar serta evaluasi perubahan suhu, tindakan ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dari pasien dan keluarganya
tentang proses peningkatan suhu dan bagaimana cara kompres yang benar
untuk pasien hipertermi.
Bantu menggunakan pakaian tipis dengan menggunakan pakaian
tipis akan membantu menurunkan suhu tubuh karena dapat menyerap
keringat, membantu penguapan pada tubuh dan melindungi permukaan
tubuh dari lingkungan yang panas (Widjaja,2003).
Memonitor pola nutrisi pasien, pengaturan pola makanan sangar
penting pada penting pada penderita typhoid, mengingat organ yang
terganggu yaitu sistem pencernaan, khususnya usus halus, maka pemberian
6

makan dapat di mulai dari bubur saring, jika kondisi pasien sudah mulai
membaik maka dapat di tingkatkan menjadi bubu kasar, dan jika sudah
normal dapat diberikan nasi biasa, pemberian makanan ini dapat mengurangi
resiko penurunan berat badan yang berlebihan, serta dapat mencegah
terjdinya penurunan albumin dan dapat mencegah terjadinya infeksi lain.
Pada prinsipnya, makanan yang di berikan adalah makanan yang tidak begitu
merangsang pencernaan, misal terlalu pedas atau asam. Selain itu dapat pula
diberikan makanan rendah selulosa serta tidak menimbulkan gas
(Marni,2016).
Beri diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein) lunak mengandung
rendah serat diberikan untuk mengurangi kerja usus ataupun
mengistirahatkan sistem pencernaan karena pada saat kuman salmonella
berada di usus kuman tersebut menginfeksi usus sehingga harus diberikan
makanan lunak dan rendah serat agar usus tidak bekerja terlalu berat serta
menghindari perdarahan pada usus, selain itu makanan yang tinggi akan
protein dan kalori juga penting di berikan pada pasien typhoid. Pemberian
makanan tinggi protein ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan jaringan
yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh kuman serta untuk
meminimalkan terjadinya kehilangan jaringan, makanan yang harus di
berikan pada typhoid yang mempunyai nilai protein tinggi adalah telur
karena makanan ini mudah di cerna dan di serap oleh tubuh. Sedangkan
untuk makanan yang mengandung tinggi kalori di berikan untuk membentuk
energy pada tubuh karena biasanya pada pasien typhoid akan merasa lemas,
makanan yang mengandung tinggi kalori yaitu berbagai macam olahan buah
dan telur.
Beri pasien makan sedikit tapi sering, hal ini dilakukan karena pada
pssien typhoid akan mengalami mual dan muntah hal ini di sebabkan karena
bakteri salmonella yang berkembang pada hati dan limfa, yang
mengakibatkan terjadinya pembengkakan dan akhirnya akan menekan
6

lambung terjadi rasa mual dan muntah yang membuat nafsu makan menjadi
turun.
Kolaborasi dengan pemberian antipiretik dan antibiotic sesuai
dengan ketentuan dengan memberikan hasil kolaborasi dengan antipiretik
yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapatmeregulasi suhu tubuh
sehingga suhu tubuh dapat mendekati normal (diberikan 8 jam sekali).
Antipiretik adalah obat penurunan panas dengan indikasi paracetamol yaitu
obat penghilang panas dan rasa sakit. Antibiotic mengobati demam karena
inveksi virus bakteri (ISO, 2012).
Rencana tindak lanjut pasien akan pulang sangat penting seperti
memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang pencegahan
penularan typhoid, sehingga keluarga dapat mengerti tentang bagaimana cara
pencegahan terjadinya kembali penyakit typhoid serta pemberian kompres
air hangat pada daerah axila atau lipat paha jika swaktu – waktu mengalami
peningkatan suhu tubuh.
4. Implementasi
Pada bagian implementasi penulis akan membahas dan menganalisa
tentang pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah disusun. Dalam
pelaksanaan atau implementasi penulis mendapatkan beberapa pengalaman
yang mendukung terlaksananya intervensi akan tetapi penulis juga
mengalami beberapa kendala.
Implementasi keperawatan yang pertama membina hubungan saling
percaya, faktor penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan ini
yaitu, respon An.K menangis dan sering rewel terhadap tindakan yang di
berikan perawat.
Implementasi yang kedua yang dilakukan penulis Memonitor
keadaan umum pasien faktor pendukung adalah pasien mau saat di berikan
tindakan faktor penghambat An.K menangis dan rewel, respon dari An.K di
dapatkan data subyektif ibu klien mengatakan anaknya masih panas, nyeri
7

pada perut serta mual, dan obyektifnya klien tampak lemah, suhu tubuh
39,8oC, mukosa bibir kering, turgor kulit kering.
Implementasi ketiga memonitor TTV faktor pendukung klien mau
dilakukan pengukuran suhu tubuh, nadi turgor kulit dan kelembaban
membrane mukosa bibir. Faktor penghambatnya klien mau tetapi klien
menangis dan minta ibu untuk menggendongnya. Respon An.K suhu
tubuhnya menurun 38,5oC, nadi 100x/menit, bibir lembab, turgor kulit
cukup.
Implementasi ke empat memonitor intake dan output cairan faktor
pendukungnya klien senyum kepada perawat saat dilakukan tindakan respon
An.K klien terlihat masih tampak lemah, susah minum air putih, nafsu
makan turun.
Implementasi ke lima menganjurkan keluarga untuk memberi
minum banyak paka klien 2 – 3 liter/hari. Faktor pendukung keluarga
sudah memberikan makanan dan banyak minum pada klien. Faktor
penghambatnya klien tidak mau minum pada klien. Faktor penghambatnya
klien tidak mau minum dan makan, jadi perawat harus merayu klien untuk
mau minum sedikit namun sering. Respon An.K kurang banyak minum.
Implementasi ke enam memberikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang peningkatan suhu tubuh dan cara kompres hangat
yang benar faktor pendukung keluarga mengatakan mau di berikan
penjelasan. Respon ibu pasien tampak mengerti apa yang di jelaskan
perawat.
Implementasi ke tujuh menganjurkan keluarga pasien untuk
memakaikan pakaian tipis yang menyerap keringat faktor pendukungnya
klien senyum kepada perawat saat dilakukan tindakan. Respon An.K pasien
tampak terlihat nyaman dengan pakaian tipis.
Implementasi ke delapan memberikan kompres hangat faktor
pendukungnya klien senyum kepada perawat dan mau dilakukan tindakan.
7

Respon An.K suhu tubuh menurun 37,5oC, nadi 100x/menit, bibir kering,
turgor kulit cukup.
Selanjutnya memberikan nutrisi diit TKTP lunak yang
mengandung rendah serat, (telur, biscuit, daging, buah dan susu) faktor
penghambat pasien tidak kooperatif dan sulit untuk makan.
Selanjutnya memberikan pasien sedikit makan tapi sering faktor
penghambat dalam tindakan keperawatan ini pasien tidak nafsu makan dan
mudah bosan dengan menu rumah sakit.
Implementasi ke Sembilan melakukan kolaborasi diberikan terapi
kolaborasi pemberian terapi pemeriksaan laboratorium, uji widal. Sesuai
dengan umur, obat – obatan (injeksi cefotaxime, anadex syirup, imunos
syirup, thyampenikol syirup). Faktor pendukung klien mau diberikan
tindakan. Faktor penghambat klien rewel menangis, jadi perawat harus
menunggu klien ditenangkan oleh ibu/keluarga. Respon An.K suhu tubuh
menurun 38,5oC,nadi 100x/menit, bibir lembab, turgor kulit cukup, nyeri
pada perut berkurang dan mual berkurang.
5. Evaluasi
Dalam bahasan evaluasi akan menjelaskan evaluasi dari rencana tujuan
dan respon pasien setelah di lakukan tindakan An.K masalah teratasi
sebagian.
Pada bagian masalah teratasi sebagian yang masa tercapi tujuan suhu
tubuh sedikit berkurang karena anak baru memasuki fase minggu pertama di
tandai dengan suhu 38,5oC, nadi 100x/menit, RR 24x/menit, mukosa bibir
lembab, kulit teraba hangat, nyeri perut masih serta anak tidak kooperatif
karena masih dalam usia prasekolah sehingga mudah rewel dan menghambat
perawat dalam memberikan asuhan. Dalam mendapatkan hasil tindakan
keperawatan dipengaruhi faktor pendukung dari keluarga untuk mengontrol
pergerakan pasien agar pasien tetap pada posisi yang nyaman serta dukungan
dan kerjasama keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
7

perawat kepada pasien, sehingga perawatan yang diberikan dapat terlaksana


dengan baik serta efektif dan hiptermi (demam) menjadi paten. Karena pada
hasil evaluasi sudah mendapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria hasil
serta pada pasien sudah tidak terdapat keluhan sehingga tindakan
keperawatan yang terdapat pada intervensi tidak lagi dilaksanakan dan
diberhentikan dalam pelaksanaannya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari uraian pembahasan sebelumnya maka penulis membuat simpulan
dari laporan kasus yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada Anak Demam
Typhoid dengan focus studi Hipertermi”, maka dapat di tarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Gambaran pengkajian yang telah dilakukan penulis pada An.K
mengalami demam 39,8oC, dan nyeri pada perut, serta mengalami
penurunan nafsu makan pasien tersebut diterapkan dalam teori dan
dijelaskan penulis di pembahasan.
2. Masalah keperawatan ditemukan pada An.K dengan diagnose Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella typhosa. Dalam
merumuskan diagnose keperawatan penulis menyusun diagnose yang
mencakup 3 komponen yaitu PES (Problem, Etiologi, Sign & Symtomp).
Sehingga penulis memerlukan data – data yang mendukung sesuai
konidisi pasien dan harus menguatkan alasan dengan pemeriksaan
diagnostic.
3. Dalam penulisan rencana keperawatan penulis menekankan faktor
pengelolaan hipertermi dan faktor kebutuhan nutrisi pada pasien typhoid.
Rencana tindakan keperawatan harus sesuai dengan fase penyakit yang
dialami oleh setiap pasien, co ntohnya An.K memasuki fase minggu
pertama dengan tersebut penulis menentukan intervensi yang sama untuk
mengetahui perbedaan respond an penyembuhan setiap pasien.
4. Hasil implementasi yang dilakukan selama 3 x 24 jam yang dilakukan
pada An.K mengalami kemajuan setiap harinya contohnya pada hari
pertama demam pada pasien masih tinggi, nafsu makan belum muncul,
mual dan nyeri pada perut masih, hari ke dua An.K demam sudah mulai

73
7

turun, muntah berkurang, nyeri pada perut berkurang nafsu makan sudah
mulai muncul, hal ini dibuktikan dengan klien tampak lebih segar, sudah
tidak rewel lagi, porsi makan bertambah. Pada pemeriksaan tanda – tanda
vital masih dalam rentang normal dan tidak mengalami kenaikan yang
signifikan.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan penulis sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang di buat dalam asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pada
An.K yakni pada masalah keperawatan hipertermi belum teratasi / teratasi
sebagian

B. Saran
Dari kesimpulan yang sudah disampaikan, untuk pengembangan
perbaikan serta sosialisasi lebih lanjut dari hasil penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini, maka disarankan kepada pihak – pihak berikut :
1. Bagi Rumah Sakit
Disarankan untuk membuat standrt operasional prosedur yang tepat
untuk menangani pasien dengan diagnose hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi kuman salmonella typhosa.
2. Bagi Perawat
Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan melakukan
pemantuan hipertermi dengan anak typhoid pada fase minggu kedua
dengan memperhatikan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan untuk pasien
typhoid.
3. Bagi Institusi pendidikan
Di harapkan institusi pendidikan mampu memberikan informasi
kepada mahasiswa pada pengkajian klien anak dengan memperhatikan
faktor usia, trauma hospitalisasi masalalu serta faktor pencetus yang
menyebabkan klien sakit. Karena pada setiap individu yang masuk rumah
7

sakit meskipun dengan diagnose yang sama akan tetapi tindakan yang
diberikan harus sesuai kondisi klien.
4. Bagi pasien dan keluarga
Perlunya keluarga di berikan penyuluhan tentang diit makanan yang
diberikan pada pasien dengan penyakit typhoid.
7

DAFTAR PUSTAKA

Fauzan, R,.(2019). Asuhan Keperawatan pada An. Z Demam Typhoid. (online),


http://repo.stikesperintis.ac.id/.pdfdiakses tanggal 21 desember 2020.
https://journal.unnes.ac.id diakses tanggal 14 Desember 2020.

Marni. ( 2016), Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Wonogiri :


Erlangga.

Naraya, W., R., C. (2018). Bab II Tinajauan Pustaka.http://repository.poltekkes-


denpasar.ac.id/.pdf diakses pada tanggal 15 Desember 2020.

Ngastiyah. ( 2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Nurarif ,H., A. dan Kusuma, H. ( 2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC – NOC Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta :
Mediaction jogja

Padila. (2017). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha medika.

Putra, S., R. (2012).Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Untuk Keperawatan Dan
Kebidanan. Yogyakarta: D Medika.

Prahemukti, A., A. (2018). Higeia Journal Of Public Health Research and


Development.(Online),

Rachman, N., Y. (2017). Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Anak di
RSUD Abdul Wahab Sjahraie Samarainda. (Online). http://eprints.ums.ac.id
diakses pada tanggal 11 dan 15 Desember 2020.

Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta : Graha Ilmu

Wulandari, D., & Meira, E. (2016).Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar
7

LAMPIRAN
78
79
8
BAB II

LAPORAN KASUS

Nama Mahasiswa : Ariana Anggy Fibriani

Tempat Praktik : Ruang Teratai RSUD Dr. R Soeprapto

Cepu Tanggal Praktik :

I. IDENTITAS PASIEN
a. Identitas klien
Nama : An. K
Umur / TTL : 4 Th. / 6 maret 2017
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Tranggel Randublatung, Rt 02/Rw 04
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Tanggal masuk RS : 23 April 2021
Tanggal pengkajian : 24 April 2021
No. RM 032888
Diagnose medis : Demam Typhoid

b. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. S
Umur : 30 Th.
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan klien : Ibu Kandung

II. KELUHAN
8

Ibu klien mengatakan An.K anaknya demam 7 hari sebelumnya di sertai dengan
mual, muntah, nafsu makan turun dan diare 4 hari lalu, demam turun jika di minumin
PCT.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Ibu klien mengatakan sejak tanggal 20 April 2021 pasien mengalami demam,
mual, muntah dan nyeri pada perut kemudia pasien di bawa ke puskesmas
Randublatung pada tanggal 20 April 2021 dan disarakan oleh dokter untuk menunggu
selama 3 hari kedepan jika tidak ada perubahan dokter menyarankan untuk dibawa ke
Rumah Sakit. Pada saat hari kedua setelah dibawa ke puskesmas pasien mengalami
diare sehari 5 – 6 kali dan panasnya tidak turun. Kemudia pasien dibawa orangtuanya
ke IGD RSUD dr. R. Soeprapto Cepu pada tanggal 23 April pukul 07.00 WIB dengan
keluhan Demam, mual, muntah, nyeri pada perut dan diare. Nyeri pada perut perut
dengan skala 4 dan di dapatkan pemeriksaan Tanda – tanda vvital dengan Suhu 39,8oC,
Nadi 100x/menit tekanan darah 110/70 mmHg. Kemudian pasien mendapatkan terapi
infus asering 16 tpm, dengan injeksi cefotaxime 2 x 400 mg. Kemudia pasien di
pindahkan ke ruang rawat inap Teratai dan mendapatkan therapy Syrup 3 x 1, imunos,
syrup 3x1 ½ paracetamol, 3x1 tyampenikol. Pada saat dilakukan pengkajian di ruang
teratai pasien mengeluh Demam, nyeri pada perut, mual, muntah dan diare, mukosa
bibir kering, turgor kulit menurun pasien tampak lemah dan lemas dan uji widal positif.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Ibu pasien mengatakan An.K tidak pernah memiliki riwayat penyakit seperti
sekarang ini, tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat dan pasien belum
pernah dirawat dirumah sakit.

V. RIWAYAT PENYAKIT
8

ibu pasien mengtakan bahwa keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit seperti yang di derita An.K dan tidak memiliki alergi obat maupun makanan.

VI. GENOGRAM

 Keterangan Genogram

= Laki-laki

= perempuan

= Tinggal serumah

= Keluarga yang sakit

= Hubungan keluarga

= Anggota keluarga yang meninggal karena sakit tapi tidak


diketahui penyebab sakitnya. Tidak ada penyakit keturunan dan
penyakit menular keluarga
83

VII. PENGKAJIAN FUNGSIONAL

1. Pada persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan ibu klien


mengatakan bahwa tidak tahu tentang penyakit yang dialami
anaknya saat panas anakanya langsung panic dan dibawa ke klinik
terdekat.
2. Pola nutrisi – metabolic
Sebelum sakit : ibu klien mangatakan klien makannya rutin 3 kali
sehari
dengan porsi sedikit, lengkap dengan nasi, sayur dan
lauk
dan juga minum air putih.
Sesudah sakit : ibu klien mengatakan nafsu makan menurun, agak
rewel.
Klien makan 3 kali sehari porsi kecil sesuai menu dari
RS,
Minum susu dan juga air putih.
3. Pola
eliminasi

Sebelum sakit : ibu klien mengatakan BAB 1x sehari warna kuning,


konsistensi
Lunak, BAK kursng lebih 4 – 6x sehari warna kuning
jernih.
Setelah sakit : ibu klien mengatakan selama sakit anaknya BAB 5
kali -
6 kali dalam 1 hari Dan kurang lebih 4 hari, konsistensi
BAB nya encer dan bau khas . BAK kurang lebih 5 –
7
kali sehari, warna Kuning bau khas, dan tidak ada
lendir
8

maupun darah.
4. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit : ibu klien mengatakan bahwa klien biasanya tidur
9jam/hari,
Tidur siang kurang lebih 2 jam.
Setelah sakit : ibu klien mengatakan tidur klien sering terbangun,
gelisah kurang
Lebih 2 - 3jam
5. Pola aktivitas
Sebelum sakit : ibu klien mengatakan dapat melakukan aktivitas
(mandi,
Berpakaian, makan, minum, bermain) secara mandiri
Terkadang juga di bantu
Setelah sakit : ibu klien mengatakan aktivitas dibantu oleh orang
lain/
Orangtuanya.
6. Pola persepsi – konsep diri
Ibu klien mengatakan tidak tahu penyebab demam typhoid yang
dialami anaknya, ibu klien hanaya mengetahui anaknya demam dan
diare dn ibu khawatir saat anaknya terlihat lemas dan panas tinggi saat
di malam hari.
7. Pola koping – toleransi stress
Anak hanya akan tenang jika didekati ibunya dan ayahnya ketika
didekati perawat klien pun juga terkadang menerima dengan
senyuman terkadang juga menolak dengan tangisan.
8

VIII. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : lemah


Kesadaran : composmentis
TTV :
S : 39,8 OC
N : 100 x/menit
RR : 22 x/menit
GCS : E4 M6 V 5

IX. PEMERIKSAAN HEAD TOO TOE

1. Kepala : Mesochepal, tidak ada lesi dan benjolan


2. Mata : Sclera non ikterik, penglihatan normal, konjungtiva
merah
3. Hidung : Tidak ada polip, tidak ada sputum, fungsi penciuman
baik, simetris
4. Telingan : Tidak ada serumen atau cairan , telinga kanan dan kiri
simetris, fungsi pendengaran baik
5. Mulut : Tidak ada stomatis, lidah kotor,
pengecapan normal,bibir lembab
6. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
dan venajugularis
7. Paru – paru : Tidak ada lesi, vocal fremitus teraba kanan kiri sama,
sonor, vesikuler
8. Jantung : Lectus cordis tidak terlihat, tidak ada benjolan, suara
pekak, S1 dan S2 reguler
9. Abdomen :
I : perut pasien simetris, tidak terdapat lesi
8

P : tidak ada pembesaran hati, turgor kulit >2 detik


P : timpani
A : suara peristaltik terdengar, bising usus kurang lebih
10 x/menit
10. Ekstremitas :

Atas : Tangan kanan terpasang infus asering 16 tpm, dan


tidak ada kelainan
Bawah : Gerakan normal, tidak ada edema maupun sianosis,
tidak ada kelainan
11. Genetalia : Tidak ada kelainan

X. PEMERIKSAAN TUMBANG

TB : 102 cm
BB : 12 kg
Tumbang : Anak tidak mengalami keterlambatan pertumbuhan maupun
gangguan perkembangan
8

XI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan

Darah Rutin Anak P : 34,0 – 40,0 I W : 34,0- 40,0

Lekosit 20,0 L : 3,8-10,6 ; P : 3,6 – 11,0 Tinggi

Hemoglobin 11,6 L : 13,2 – 17,3 ; P : 11,7 – 15,5 Normal

Salmonella typhi O 1/160 Negative Positif

Salmonella typhi H 1/320 Negative Positif

IGDM salmonella Positif Negative Positif

Hematokrit 37 L : 40,0 – 52,0 ; P : 35,0 – 47,0 Normal

Trombosit 480 150 – 450 Tinggi

Eritrosit 4,50 3,5 – 5,5 Normal

Limfosit 17,0 25,0 – 40,0 Rendah

Mix Diff 13,3 1,0 – 8,0 Tinggi

Neutrophil 69,7 50,0 – 70,0 Normal

Gds 74 <200 Normal

Elitrolit 97 – 110
8

Natrium 129,9 135 – 155 Rendah

Kalium 3,67 3,6 – 5,5 Normal

Clorida 92,3 9,7 – 110 Rendah

XII. TERAPHY

1. Cefotaxime 2x400 mg
2. Imunos syrup 3x1
3. Paracetamol 3x1
4. Thyampenikol syrup 3x1

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

Ds : Ibu klien mengatakan Proses Penyakit Hipertermia


tubuh anaknya panas dan
lemas

Do :

- Klien tampak
gelisah
- Akral hangat
- Membran mukosa
kering
8

- S : 38,8 OC
- N : 120 x/menit
- RR : 22 x/menit

XIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

XIV. INTERVENSI

No. Tanggal / Tujuan & kriteria Intervensi TTD


jam hasil

1 24 April Setelah dilakukan 1. bina hubungan


2021 jam tindakan keperawatan saling percaya
08.00 3x24 jam masalah
2. monitor keadaan
Hipertermi
umum dan
berhubungan dengan
kesadaran
proses infeksi (kuman
salmonella typhosa) 3. monitor TTV
dengan kriteria hasil :
4. monitor intake
- suhu tubuh rentang dan output anak
normal (36-37OC)
5. beri pasien
- nadi dalam rentang banyak minum air
9

normal (80- (1.500 – 2.000)


90x/menit)
6. beri kompres
- RR dalam rentang air hangat pada
normal (20- axila, lipatan
50x/menit) paha, temporal

- tidak ada perubahan 7. beri penjelasan


warna kulit kepada pasien
dan keluarga
- pasien tidak lemas
tentang
- mukosa bibir peningkatan suhu
lembab tubuh

- nyeri hilang 8. ajarkan cara


melakukan
- mual muntah hilang.
kompres yang
benar serta evaluasi
peubahan suhu

9. anjurkan
keluarga pasien
untuk memakaikan
pakaian yang tipis
dan dapat meresap
keringat

10. kolaborasikan
pemberian
antipiretik dan
antibiotic.
9

XV. IMPLEMENTASI

No. Tanggal / Implementasi Respon Ttd


jam

1. 24 April 1. Membina S : klien mau berjabat


2021 hubungan saling tangan dengan
percaya antara perawat
perawat dengan
O : klien tempak
10.00 klien
kooperatif, kenal
(memperkenalkan
dengan perawat
diri).

2. 10.35 2. Memonitor S : klien mengatakan


keadaan umum sakit perut, muntah,
pasien dan demam

O : klien tampak
lemah, mukosa bibir
kering, memegangi
perut, muntah,
terdapat stomatitis di
lidah

3. 10.45 3. Memonitor TTV S : ibu klien


mengatakan badan
anaknya panas

O : klien tampak
lemah, kulit teraba
hangat, muntah dan
9

memegangi perutnya,
suhu 39,8OC, nadi
110x/menit, RR
22x/menit, TD :
120/80 mmHg

4. 11.10 4. Memberikan S : klien mengatakan


kompres air hangat bersedia
pada daerah axila
O : klien tampak
tenang di kompres
dengan air hangat
pada daerah axila

5. 11.25 5. Memberikan klien S : klien mengatakan


banyak minum air bersedia
putih
O : klien tampak
minum 1 gelas air
putih

6. 11.30 6. Memberikan S : keluarga


penkes pada mengatakan bersedia
keluarga cara
O : keluarga tampak
kompres yang benar
memperhatikan,
keluarga mengerti
dan
mendemonstrasikan
cara kompres air
hangat yang benar
9

7. 11.45 7. Membantu klien S : ibu mengatakan


memakaikan pakaian bersedia
tipis
O : klien tampak
nyaman memakai
pakaian tipis.

8. 12.00 8. Melaksanakan S : klien bersedia


obat syrup 10ml,
O : obat masuk tidak
thyampenicol syrup
ada alergi, klien
5ml
kooperatif

9. 12.25 9. Memonitor TTV S : ibu klien


mengatakan anaknya
panas

O : klien tampak
lemah, kulit teraba
hangat, mukosa bibir
kering, muntah, nyeri
perut, suhu 39OC,
nadi 110x/menit, RR
20x/menit, TD :
110/80 mmHg

No Tanggal/jam Implementasi Respon Ttd


9

1. 25 April 1. Melaksanakan S : ibu klien


2021 advis dari hasil mengatakan
kolaborasi dengan demam anaknya
memberikan obat sudah sedikit
08.00 antipiretik dan berkurang
antibiotic injeksi.
O : klien tampak
- cefotaxime 400mg kooperatif, obat
masuk tidak ada
- anadex syrup 10ml
alergi
- imunos syrup 5ml

- paracetamol
syrup 10ml

- thyampenicol
syrup 5ml

2. 09.00 2. Memonitor TTV S : ibu mengatakan


panas anaknya
sudah sedikit turun

O : klien tampak
lemah, kulit teraba
hangat, mukosa
bibir kering,
terdapat stomatitis
pada lidah, suhu
38,5OC,nadi
9

99x/menit, RR
20x/menit.

3. 09.10 3. Memonitor intake S : ibu mengatakan


dan output anak panas anaknya
kurang minum

O : klien tampak
minum 1 gelas air
putih, BAK kurang
lebih 600cc.

4. 09.30 4. Memberikan S : ibu mengatakan


kompres hangat panas anaknya
pada daerah axila sudah sedikit
menurun

O : klien tampak di
kompres air hangat
pada daerah axila

5. 10.00 5. Memberikan S : klien


Banyak air putih mengatakan
bersedia

O : klien tampak
minum air putih 1
gelas

6. 11.00 6. Membantu S : klien tampak


memakaikan mengatakan
9

pakaian tipis bersedia

O : klien tampak
nyaman dengn
pakaian tipis

7. 12.00 7. Memonitor TTV S : ibu mengatakan


panas anaknya
sudah sedikit
menurun

O : klien tampak
lemah, nyeri perut,
muntah berkurang,
kulit teraba hangat,
mukosa bibir
sedikit lembab,
terdapat stomatitis
di lidah, suhu 38
O
C , nadi
100x/menit, RR
22x/menit.

No Tanggal/jam Implementasi Respon Ttd

1. 26 April 1. Memonitor TTV S : ibu klien


2021 mengatakan panas
anaknya sudah
turun
9

08.00 O : klien tampak


sudah tidak lemas,
nyeri perut hilang,
kulit teraba hangat,
suhu 37,5 OC, nadi
100x/menit, RR
22x/menit

2. 10.00 2. Memberikan S : klien bersedia


kompres air hangat
O : klien tampak
pada daerah axila
tenang di kompres
pada daerah axila

3. 10.15 3. Memberikan S : klien ingin


klien banyak minum siusu
minumm air putih
O : klien tampak
minum 1 gelas air
putih

4. 11.00 4. Membantu klien S : ibu klien


memakai pakaian mengatakan
tipis bersedia

O : klien tampak
nyaman memakai
pakaian tipis

5. 12.00 5. Melaksanakan S : ibu mengatakan


advis dari hasil anaknya sudah
kolaborasi dengan
9

memberikan obat tidak panas lagi


antipiretik dan
O : obat masuk
antibiotic injeksi
tidak ada alergi
- cefotaxime 400mg

- anadex syrup 5ml

- imunos syrup 5ml

- paracetamol
syrup 10ml

- thyampenicol
syrup 5ml

6 12.15 6. Memonitor TTV S : ibu klien


mengatakan
anaknya panas lagi

O : klien tampak
menagis dan rewel
sudah tidak lemas,
nyeri perut hilang,
kulit teraba hangat,
tidak muntah lagi,
suhu 38,5OC, nadi
100x/menit, RR
24x/menit
9

XVI. CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal/ No. Evaluasi TTD


jam Dx

24 April 1 S : Ibu klien mengatakan anakanya masih


2021 panas

16.00 O : - klien tampak lemah,

- kulit teraba hangat,


- mukosa bibir kering,
- muntah,
- nyeri perut,
- suhu 39OC,
- nadi 110x/menit,
- RR 20x/menit,
- TD : 110/80 mmHg
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi

25 April 1 S : ibu mengatakan panas anaknya


2021 sudah sedikit menurun

16.00 O : - klien tampak lemah,

- nyeri perut,
- muntah berkurang,
- kulit teraba hangat,
10

- mukosa bibir sedikit lembab,


- terdapat stomatitis di lidah,
- suhu 38 OC ,
- nadi 100x/menit,
- RR 22x/menit.
A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan Intervensi

26 April 1 S : ibu klien mengatakan anaknya


2021 panas lagi

16.00 O : - klien tampak nagis dan rewel

- nyeri perut hilang,


- kulit teraba hangat,
- tidak muntah lagi,
- suhu 38,5OC,
- nadi 100x/menit,
- RR 24x/menit
A : Masalah Teratasi Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi
10

XVII. EVALUASI

Tanggal/ No. Evaluasi TTD


jam Dx

26 April 1 S : ibu klien mengatakan anaknya


2021 panas lagi

16.00 O : - klien tampak nangis dan rewel,

- nyeri perut hilang,


- kulit teraba hangat,
- tidak muntah lagi,
- suhu 38,5OC,
- nadi 100x/menit,
- RR 24x/menit
A : Masalah Teratasi Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi
10
10
10
10
10
1

LAMPIRAN

KOMPRES HANGAT BASAH DENGAN AIR HANGAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit Di Setujui Oleh,

OPERASIONAL

PROSEDUR .........

Pengertian Memberikan kompres hangat basah dengan menggunakan

waslap

Tujuan 1. Untuk menurunkan suhu tubuh.

2. Untuk memperlancar sirkulasi darah

3. Untuk merangsang peristaltik

4. Untuk mengurangi nyeri/sakit

Indikasi 1. Kejang otot

2. Perut kembung

3. Kedinginan

4. Hipertermia

Petugas Perawat

Tempat 1. Untuk menurunkan suhu tubuh : dahi, ketiak, lipatan

pengompresan paha
1

2. Untuk mengurangi nyeri/sakit : tergantung pada

tempatnya

3. Untuk merangsang peristaltik : di abdomen

Persiapan alat 1. Kom berisi air hangat

2. Perlak/pengalas

3. Waslap

4. Selimut

5. Sampiran

Prosedur A. Fase Pra Interaksi

Pelaksanaan 1) Melakukan verifikasi program terapi

2) Menyiapkan alat

3) Mencuci tangan

4) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

B. Fase Orientasi

1) Memberi salam kepada pasien dan menyapa nama

pasien.

2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang

akan dilakukan pada pasien

3) Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien.

C. Fase Kerja

1) Memasang pengalas pada area yang akan dikompres


1

2) Memasukkan waslap ke dalam air hangat lalu

diperas sampai lembab

3) Meletakkan waslap tersebut pada area yang akan

dikompres

4) Mengganti waslap tiap kali dengan waslap yang

sudah terendam dalam air hangat

5) Diulang – ulang sampai suhu tubuh turun

D. Fase Terminasi

1) Melakukan evaluasi terhadap hasil dari tindakan

relaksasi.

2) Berpamitan dengan pasien.

3) Membereskan alat - alat

4) Mencuci tangan.

5) Mendokumentasikan hasil kegiatan.


1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI
1. Nama Lengkap : Ariana Anggy Fibriani
2. NIM : P1337420418021
3. Tanggal Lahir : 09 Februari 2000
4. Tempat Lahir : Blora
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat rumah :
a. Jalan : Jl. Sayur 3 km
b. Keluarahan : Gedangdowo
c. Kecamatan : Jepon
d. Kab / Kota : Blora
e. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telepon :
a. Rumah : -
b. HP : 082330931307
c. email : arianaanggi2@gamil.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan Diploma III Keperawatan Blora
2. Pendidikan SMA di Muhammadiyah lulus tahun 2018
3. Pendidikan SMP di Negri 1 Jepon lulus tahun 2015
4. Pendidikan SD di Negri 2 Gedangdowo lulus tahun 2012
5. Pendidikan TK di Dharmawanita 2 Gedangdowo lulus tahun 2006
1

C. RIWAYAT ORGANISASI
1. Anggota Penggalang Garuda SMP N 1 Jepon
2. Anggota IPM ( Ikatan Pelajar Muhammadiyah )
3. Bendahara Osis SMA Muhammadiyah 1 Blora
4. Anggota HIMA Devisi Pengabmas
5. Koordinator HIMA Devisi Pengabmas

Blora 15 Desember 2020

Ariana Anggy Fibriani


NIM. P1337420418021

Anda mungkin juga menyukai