Anda di halaman 1dari 80

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan YME yang tiada pernah berhenti mencurahkan
rahmat dan kasih sayang-Nya kepada semesta alam. Dengan kemudahan dan
pertolongan Tuhan YME, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Mengidentifikasi perbedaan jumlah bakteri orofaring pada tindakan
oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0.2% dengan teknik konvensional dan
komperehensif pada penderita dengan Ventilator mekanik di ICU RSUD dr.
Saiful Anwar Malang”.
Dalam pemyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan keterbatasan,
kemampuan, dan pengetahuan penulis dalam penyusunannya. Namun kesulitan
tersebut dapat dibantu oleh beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan
berupa tenaga dan pikiran. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang
terhormat:

1. Dra. Susilaningsih, M.Kes selaku Ketua STIKES Maharani


2. Ns. Feriana Ira H, M.Kep selaku Ka Prodi Institusi Pendidikan Progam
Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Maharani.
3. dr Restu Kurnia Tjahjani, M.Kes selaku Direktur RSUD dr Saiful Anwar
Malang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan untuk penelitian
di Ruang ICU.
4. dr. Wiwijaya, SpAn.,KIC selaku Ka. Instalasi Anestesiologi dan Terapi
Intensif yang telah memberikan kesempatan penelitian di Ruang ICU.
5. Dr. Ekowati Retnaningtyas, SKp.,M.Kes selaku Penguji Ketua atas segala
bimbingan dan nasehat selama ini.
6. Ns. Wiwik Agustina, S.Kep.,M.Kep.Biomed selaku pembimbing I dan
Penguji atas segala bimbingan, nasehat, motivasi dan pendampingannya
selama ini.
7. Ns. Lilla Maria, M.Kep selaku pembimbing II dan Penguji atas bimbingan,
saran dan pendampingannya.selama ini.

i
8. Seluruh Dosen Program Studi SI Keperawatan STIKES Maharani.
9. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan selama ini.
10. Suami dan anak-anak tercinta yang senantiasa memberikan semangat
dalam penyusunan skripsi ini.
11. Responden yang terlibat untuk penelitian ini.
12. Keluarga responden yang telah meluangkan waktu untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini
13. Teman - teman Program Khusus Studi SI Keperawatan STIKES Maharani
yang selalu memberikan dukungan dan masukan dalam penyusunan
skripsi penelitian ini.
14. Semua pihak yang turut membantu terwujudnya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan skripsi ini


masih banyak terdapat kekurangan, walaupun penulis telah berusaha dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan guna penyempurnaan penyusunan dan penulisan skripsi ini.
Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat dan dapat memperluas serta
menambah pengetahuan bagi kita semua.

Malang, Januari 2019

Penulis

ii
ABSTRAK

LatarBelakang: Pneumonia terkait ventilator merupakan penyebab morbiditas


dan mortalitas yang cukup tinggi pada pasien yang dirawat intensif dan berkaitan
dengan kolonisasi bakteri orofaring. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membandingkan jumlah koloni bakteri orofaring pada kelompok yang dilakukan
oral hygiene teknik konvensional dengan teknik komprehensif pada penderita
dengan ventilator mekanik yang dirawat di ICU RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni yang


melibatkan 32 subjek yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu teknik konvensional
dan komprehensif. Pada kedua kelompok digunakan antiseptik chlorhexidine
gluconate 0.2% yang diberikan secara konvensional (dengan kasa steril) dan
komprehensif (antiseptik disemprotkan dan penyikatan gigi) setiap 24 jam.
Pemeriksaan jumlah koloni bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah koloni


bakteri orofaring yang antara sebelum dan sesudah tindakan oral hygiene baik
pada kelompok teknik konvensional (2218.08±263.23 vs 1777.77±367.79
CFU/plate; Uji Wilcoxon, p=0.002) maupun teknik komprehensif (2044.8±432.64
vs 1606.1±656.58 CFU/plate; Uji Wilcoxon, p=0.002). Namun demikian, tidak
ada perbedaan signifikan antara kedua kelompok perlakuan baik sebelum (Uji
Mann Whitney, p=0.269) maupun setelah perlakuan (Uji Mann Whitney, p=0.295).

Kesimpulan: Tindakan oral hygiene teknik konvensional dan komprehensif


mampu menurunkan jumlah koloni bakteri orofaring secara signifikan. Tidak ada
perbedaan jumlah koloni bakteri orofaring pada kedua kelompok perlakuan.

Kata Kunci : jumlah bakteri orofaring, oral hygiene, ventilator

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

MENGIDENTIFIKASI PERBEDAAN JUMLAH BAKTERI OROFARING


PADA TINDAKAN ORAL HYGIENE MENGGUNAKAN
CHLORHEXIDINE 0.2% DENGAN TEKNIK KONVENSIONAL DAN
KOMPEREHENSIF PADA PENDERITA DENGAN VENTILATOR
MEKANIK DI ICU RSU dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana keperawatan

Oleh
Yeni sulistyani
NIM 1714314201050

Menyetujui untuk diuji

Pembimbung I, Pembimbing II,

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep.,M.Kep.Biomed Ns. Lilla Maria, M.Kep


NIDN. 0701088201 NIDN. 0709028102

iv
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

MENGIDENTIFIKASI PERBEDAAN JUMLAH BAKTERI OROFARING


PADA TINDAKAN ORAL HYGIENE MENGGUNAKAN
CHLORHEXIDINE 0.2% DENGAN TEKNIK KONVENSIONAL DAN
KOMPEREHENSIF PADA PENDERITA DENGAN VENTILATOR
MEKANIK DI ICU RSU dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:
Yeni Sulistyani
NIM. 1714314201050

Telah diuji pada


Hari :
Tanggal: 29 2019
Dan dinyatakan lulus oleh:

Penguji Ketua

Dr. Ekowati Ratnaningtyas, SKp.,M.Kes


NIP. 196401061988032003

Penguji I Penguji II

Ns. Wiwik Agustina, S.Kep.,M.Biomed Ns. Lilla Maria, M.Kep


NIDN. 0701088201 NIDN. 0709028102

Malang, 2019
Ketua STIKes Maharani Malang

Dra. Susilaningsih, M.Kes


NIK. 07314308015

v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Yeni Sulistyani
NIM : 1714314201050
Program Studi : S1 Keperawatan
Alamat & No.HP : Perum Sunflowers J10. Jl. Raya bandulan Barat

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran
saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 28 November 2018


Yang membuat pernyataan

Yeni Sulistyani
NIM : 1714314201050

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL......................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Teoritis................................................................................................ 4
1.4.2 Manfaat Praktisi................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................... 7
2.1 Oral Hygiene................................................................................................................. 7
2.1.1 Definisi oral hygiene......................................................................................... 7
2.1.2 Sistem Imunitas Rongga Mulut.....................................................................8
2.1.3 Faktor Resiko Masalah Oral Hygiene.........................................................9
2.1.4 Faktor yang mempengaruhi oral hygiene..............................................10
2.1.3 Tujuan oral hygiene....................................................................................... 11
2.1.4 Manfaat oral hygiene..................................................................................... 11
2.1.5 Prosedur pelaksanaan oral hygiene............................................................12
2.2 Chlorhexidine............................................................................................................. 13
2.2.1 Definisi chlorhexidine.................................................................................... 13
2.2.2 Farmakokinetik chlorhexidine.....................................................................13
2.2.3 Farmakodinamik chlorhexidine..................................................................14
2.2.4 Efak samping chlorhexidine......................................................................... 14
2.3 Orofaring..................................................................................................................... 15
2.3.1 Definisi orofaring............................................................................................ 15
2.3.2 Bakteri orofaring............................................................................................. 16
2.4 Ventilator mekanik................................................................................................... 17
2.4.1 Definisi............................................................................................................... 17
2.4.2 Epidemiologi..................................................................................................... 18
2.4.3 Patogenesis........................................................................................................ 19
2.4.4 Faktor Risiko VAP.......................................................................................... 19
2.4.5 Manifestasi Klinis............................................................................................ 20
2.4.6 Diagnosis VAP................................................................................................. 20
2.4.7 Pencegahan VAP............................................................................................. 22
vii
2.4.8 Terapi VAP........................................................................................................ 25
BAB III KERANGKA KONSEP............................................................................................... 29
3.1 Kerangka Konsep Penelitian.................................................................................29
3.2 Hipotesis penelitian.................................................................................................. 30
3.3 Pengertian kerangka konsep..................................................................................30
BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................................... 31
4.1 Rancangan Penelitian............................................................................................ 311
4.2 Populasi, Sampel dan Teknik SamplingError! Bookmark not
defined.2
4.2.1 Populasi...............................................Error! Bookmark not defined.2
4.2.2 Sampel................................................................................................................ 33
4.2.3 Teknik Sampling.................................Error! Bookmark not defined.
4.3 Variabel penelitian................................................................................................. 333
4.3.1 Variabel Independen.................................................................................... 333
4.3.2 Variabel Dependen....................................................................................... 333
4.4 Definisi Operasional.............................................................................................. 344
4.5 Instrumen Penelitian..................................Error! Bookmark not defined.4
4.5.1 Alat yang digunakan.................................................................................... 344
4.5.2 Bahan yang Digunakan............................................................................... 355
4.6 Pengumpulan data………………………………………………………………………35
4.7 Teknik Pengolahan data………………………………………………………………38
4.8 Analisa Data...........................................Error! Bookmark not defined.8
4.9 Etika penelitian......................................................................................389
4.10 Kerangka Operasional..............................Error! Bookmark not defined.
BAB V HASIL
5.1
5.2
5.3

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 421


LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.3 Etiologi VAP dengan teknik bronkoskopi pada 24 penelitian…………16


Tabel 2.4.4 Faktor Risiko VAP .....................................................................20
Tabel 2.4.6 Kriteria Klinik diagnosis VAP ………………….…………………...21
Tabel 2.4.6 Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) …………….………….. 22
Tabel 2.4,8 Terapi VAP ………………………………………………………… 27

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2.1 Chlorhexidine.................................................................................. 13


Gambar 2.3.1 Orofaring ........................................................................................ 16
Gambar 2.4 Patogenesis VAP................................................................................ 19
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian .............................................................. 29
Gambar 4.9 Alur penelitian.................................................................................... 40

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu
fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan
hipoksemia, hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator mekanik
merupakan salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi
perawatan pasien yang kritis di Intensive Care Unit (ICU), dengan
penggunaan di Amerika Serikat mencapai 1,5 juta per tahun (Kalanuria, Zai,
& Mirski, 2014).
Pasien yang dirawat di ICU berisiko tinggi terkena infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial yang cukup sering diderita pasien adalah pneumonia. 87%
kejadian pneumonia di ICU terkait dengan penggunaan dan asuhan
keperawatan ventilator mekanik yang tidak tepat sehingga menimbulkan
kolonisasi kuman di orofaring yang berisiko terjadinya pneumonia terkait
ventilator/Ventilator Associated Pneumonia (VAP) (Ners, 2018).
Berdasarkan penelitian Yin-Yin Chen et al (2012), VAP menempati
urutan kedua terbanyak kejadian Device Associted Infection (DAI) di ICU
Taiwan. Dari penelitian tersebut diperoleh angka kejadian VAP sebanyak 3,18
kejadian per 1000 ventilator per hari. Angka ini berada dibawah Infeksi
Saluran Kemih (ISK) akibat penggunaan kateter dengan angka kejadian 3,76
per 1000 kateter urin per hari. Di ICU RSUD dr. Saiful Anwar Malang
kejadian VAP pada bulan januari 2017 adalah 16,04 kejadian per 1000
ventilator per hari dari 187 pasien 3 yang mengalami kejadian VAP.
VAP adalah pneumonia yang merupakan infeksi nosokomial yang
terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik, baik
melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi. VAP menjadi perhatian
utama di ICU karena merupakan kejadian yang cukup sering dijumpai, sulit

1
untuk di diagnosis secara akurat dan memerlukan biaya yang cukup besar
untuk pengobatannya. Kejadian VAP memperpanjang lama perawatan pasien
di ICU dan berhubungan erat dengan tingginya angka morbiditas dan
mortalitas pasien di ICU, dengan angka kematian mencapai 40-50% dari total
penderita (Bénet, Allaouchiche, Argaud, & Vanhems, 2012).
Secara umum, VAP dapat didiagnosis jika ditemukan tanda diagnosis
standar seperti demam, takikardi, leukositosis, sputum yang purulen dan
konsolidasi pada gambaran radiografi thoraks. Namun, diagnosis VAP agak
sulit dilakukan jika hanya melihat tampilan klinis pasien. Oleh sebab itu,
diagnosis VAP dapat dibantu dengan Critical Pulmonary Infection Score
(CPIS). Penentuan CPIS didasarkan pada 6 variabel, yaitu: suhu tubuh pasien,
jumlah leukosit dalam darah, volume dan tingkat kekentalan sekret trakea,
indeks oksigenasi, pemeriksaan radiologi paru dan kultur semikuantitatif dari
aspirasi trachea. Jika diperoleh skor lebih dari 6, maka diagnosis VAP dapat
ditegakkan (Mohamed, El, Ali, & Alla, 2013).
Beberapa faktor risiko dicurigai dapat memicu terjadinya VAP, antara
lain: usia lebih dari 60 tahun, derajat keparahan penyakit, penyakit paru akut
atau kronik, sedasi yang berlebihan, nutrisi enteral, luka bakar yang berat,
posisi tubuh yang supine, Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari 9,
penggunaan obat pelumpuh otot, perokok, kolonisasi bakteri pada orofaring
yang berpotensi patogen dan lama pemakaian ventilator . Pemakaian ventilator
mekanik dengan pipa yang diintubasikan ke pasien akan mempermudah
masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi ujung pipa endotrakeal pada
penderita dengan posisi terlentang (Bonten, Kollef, & Hall, 2004).
Salah satu faktor risiko pneumonia adalah kolonisasi pada orofaring
oleh flora yang berpotensi pathogen seperti Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumoniae, atau bakteri gram negatif bentuk batang. Plak
gigi juga dapat menyediakan habitat bagi mikroorganisme yang bertanggung
jawab atas terjadinya pneumonia terkait ventilator, dan plak gigi pada
pasien di ICU dapat dijadikan tempat kolonisasi oleh flora berpotensi
potensi patogen pada pernapasan seperti Methicillin Resistant Staphylococcus

2
Aureus (MRSA) dan Pseudomonas aeruginosa. Kolonisasi orofaring dengan
mikroorganisme yang berpotensi patogen, dari berbagai mikroorganisme
gram negatif dan gram positif, adalah penting dalam proses patogenesis
VAP (Protection & Centre, 2011).
Salah satu teknik yang digunakan untuk mengurangi kolonisasi
orofaring dan juga merupakan teknik pencegahan kejadian VAP ialah oral
hygiene. Oral hygiene adalah tindakan membersihkan dan menyegarkan
mulut, gigi, dan gusi Oral hygiene dengan penggunaan antibiotika ataupun
antiseptik diharapkan dapat menurunkan pertumbuhan bakteri di orofaring,
sehingga insiden terjadinya VAP menurun, tetapi dekontaminasi oral dengan
penggunaan antiseptik lebih dianjurkan daripada penggunaan antibiotika.
Penggunaan antiseptik yang direkomendasikan pada tindakan oral hygiene
pada penderita dengan ventilator mekanik yang dirawat di ICU ialah
chlorhexidine gluconate 0,2% (Atay & Karabacak, 2014).
Di ICU Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang, penggunaan
chlorhexidine gluconate 0,2% sebagai agen antiseptik untuk oral hygiene
digunakan dengan dioleskan menggunakan kassa steril ke seluruh permukaan
gigi, lidah dan mulut, tetapi efektifitas oral hygiene teknik konfensional
terhadap jumlah bakteri orofaring belum pernah diketahui. Pada beberapa
penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan chlorhexidine gluconate
0,2% dapat lebih efektif dengan menggunakan teknik komperehensif dengan
menggunakan sikat gigi yang lembut (Rabello, Araújo, & Magalhães, 2018).
Oleh sebab itu kami ingin membandingkan jumlah bakteri orafaring pada
tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0.2% dengan teknik
konvensional dan komperehensif pada penderita dengan ventilator mekanik di
ruang ICU Rumah Sakit dr Saiful Anwar Malang.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada perbedaan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene
menggunakan chlorhexidine 0.2% dengan teknik konvensional dan
komperehensif pada penderita dengan ventilator mekanik.

3
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral


hygiene menggunakan chlorhexidine 0.2% dengan teknik konvensional
dan komperehensif pada penderita dengan ventilator mekanik

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral
hygiene teknik komperehensif pada penderita dengan ventilator
mekanik
2. Untuk mengetahui jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral
hygiene teknik konvensional pada penderita dengan ventilator mekanik
3. Mengidentifikasi perbedaan jumlah bakteri orofaring pada tindakan
oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0.2% dengan teknik
konvensional dan komperehensif pada penderita dengan ventilator
mekanik

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, baik manfaat secara teoritis.


maupun secara praktis

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan informasi bahwa VAP salah satunya terjadi karena koloni


kuman di orofaring, tindakan oral hygiene dengan menggunakan
chlorhexidine 0,2% dapat dilakukan dengan teknik konvensional dan
komperehensif sehingga bakteri orafaring berkurang sehingga kejadian
VAP menurun.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan kajian Mata Kuliah Keperawatan
Dasar Manusia.

4
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan evaluasi tindakan selama ini dan masukan kepada Rumah
Sakit tentang tindakan oral hygiene teknik komprehensif lebih baik
dibandingkan dengan tindakan konvensional sehingga bisa dijadikan SOP
atau kebijakan Rumah Sakit.
3. Bagi perawat
Tindakan oral hygiene teknik komperehensif lebih baik sehingga perawat
bisa melakukan tindakan oral hygiene dengan metode tersebut di ICU
dalam upaya mencegah VAP.

1.5 Keaslian Penelitian


No Tahun Nama Metode dan Hasil Perbedaan
penulis/judul variabel dengan
penelitian ini
1. 2014 International Kualitatif di Hasil penelitian Metode secara
Journal of Inggris menunjukkan kuantitatif,
Research in penggunaan adanya penurunan Variabel yang
Medical chlorhexidine jumlah bakteri diteliti, lokasi
Sciences Atay gluconate orofaring pada penelitian di
S et al. Int J 0,2% dapat tindakan oral ICU Rumah
Res Med Sci. lebih efektif hygiene dengan Sakit dr. Saiful
dengan teknik Anwar Malang
menggunakan komprehensif
teknik sebagai alternetif
komperehensif tindakan
dengan perwatan untuk
menggunakan mencegah
sikat gigi yang terjadinya VAP
lembut
2. 2015 Journal, M. A random Although Matrica Selain metode,
C.,Maarefvan, clinical trial reduced the variable yg
Heidari, M. R, with a control incidence of VAP diteliti dan
Ebadi & group in iran in this study, the lokasi.
Kazemnejad, Comparing the difference was Penelitian ini
A. Effects of not significant. hanya
Matrica and However, in light menggunakan
Chlorhexidine of the lower risk chlorhexidine
on the of herbal gluconate 0,2%
Prevention of mouthwash in
Ventilator- comparison with
Associated the chemical one,

5
Pneumonia. it can be
recommended for
use in ICU

International Descriptive Toothbrushing Tindakan oral


3. 2018
Journal of statistics were alone did not hygiene dengan
Dental used to reduce ventilator- chlorhexidine
Hygiene summarize the associated gluconate 0,2%
characteristics pneumonia, and mrnggunakan
of the study: combining teknik
percentages toothbrushing komprehensif
for discrete with sebagai salah
variables and chlorhexidine did satu alternative
means and not provide mencegah VAP
standard additional benefit
deviations for over
continuous chlorhexidine
variables were alone.
calculated.

AJCC A randomized Penurunan jumlah Selain metode,


4. 2009 American clinical bakteri orofaring variable yg
Journal of control trial pada tindakan diteliti dan
Vol
Critical Care study oral hygiene lokasi.
18, no dengan Penelitian ini
chlorhexidine hanya
5
0,2% tidak menggunakan
berbeda bermakna chlorhexidine
dengan povidone gluconate 0,2%
iodine 1%.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oral Hygiene

2.1.1 Definisi oral hygiene

Kebersihan mulut memiliki dampak positif terhadap kesehatan umum


pasien dalam meningkatkan kualitas hidup. Pasien membutuhkan perawatan
yang baik untuk makan, u dengan nyaman, merasa senang dengan
penampilannya, menjaga harga diri dan terhindar dari infeksi. Namun, kondisi
kesehatan dan ketidakmampuan dalam pemenupenuhan kebutuhan dasar
manusia dapat menyebabkan pengabaian kebersihan mulut. Perawatan
kebersihan mulut merupakan salah satu kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yang mendasar. Ini merupakan sebuah aspek penting perawatn yang
perlu dilakukan secara konsisten berdasarkan teori kebutuhan dasar manusia
Henderson. Teori 14 kebutuhan Henderson menjelaskan bahwa kebersihan
rongga mulut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh seorang perawat saat
kondisi pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut (Shiraishi et al.,
2016)
Oral hygiene adalah tindakan membersihkan dan menyegarkan mulut,
gigi, dan gusi. Oral hygiene dengan antibiotika atau antiseptik diharapkan
dapat menurunkan pertumbuhan bakteri di orofaring, sehingga insiden
terjadinya VAP menurun, tetapi dekontaminasi oral dengan penggunaan
antiseptik lebih dianjurkan daripada penggunaan antibiotika. Penggunaan
antiseptik yang direkomendasikan pada tindakan oral hygiene pada penderita
dengan ventilator mekanik yang dirawat di ICU ialah chlorhexidine
gluconate 0,2%. Dekontaminasi oral akan menurunkan angka mortalitas dan
durasi penggunaan ventilator mekanik serta lama rawat inap di ruang rawat
intensif (Atay & Karabacak, 2014).

7
Mulut merupakan bagian pertama saluran makanan dan bagian dari
system pernafasan (O.L.T. Lam et al., 2013). Mulut merupakan gerbang
masuknya bakteri. Didalam rongga mulut terdapat berbagai macam
microorganisme, pada keadaan tertentu dapat bersifat pathogen jika respon
penjamu terganggu. Oral hygiene secara alamiah dilakukan oleh lidah dan
saliva yang berfungsi sebagai pembersih mekanis dari mulut, namun bila
tidak bekarja dengan semestinya dapat menyebabkan koloni bakteri di rongga
mulut, misalnya pada pasien tidak sadar yang terpasang ventilator mekanik.
Pada penderita yang tidak sadar tugas perawat adalah membersihkan mulut
penderita, jika tidak dikerjakan akan terjadi penumpukan bakteri di orofaring
(Beall, 2014). Pada rongga mulut saliva terdapat berbagai microflora seperti
bakteri, jamur dan virus. Microflora yang muncul yaitu streptococcus,
salmonella dan candida (Bethesda, M.D., 2015).
Oral hygiene secara alamiah yang seharusnya dilakukan oleh lidah
dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat menyebabkan
terjadinya infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan
penderita yang tidak boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui
mulut mereka. Klien yang tidak sadar lebih rentan terkena kekeringan sekresi
air liur pada mukosanya karena mereka tidak mampu untuk makan, minum,
bernapas melalui mulut dan seringkali memperoleh terapi oksigen. Klien yang
tidak sadar juga tidak bisa menelan sekresi air liur yang mengumpul dalam
mulut. Sekresi ini terdiri dari bakteri gram negatif yang bisa menyebabkan
pneumoni jika jika dihembuskan keparu paru (Perry potter, 2012).

2.1.2 Sistem Imunitas Rongga Mulut


Menurut (Brighton, 2013), sistem imunitas rongga mulut dipengaruhi oleh:
1. Membran mukosa.
Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna
sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya
tergantung pada deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel

8
epitel dan derajat keratinisasinya yang sangat efisien menahan
penetrasi microbial.
2. Nodus Limfatik
Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik
ekstra oral dan agregasi limfoid intra oral. Kapiler limfatik yang
terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan
bibir, mirip yang berasal dari ginggiva dan pulpa gigi. Kapiler ini
bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan
pembuluh lmfatik yangberasal dari bagian dalam otot lidah dan
struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatel.
3. Saliva
Sakresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya
memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam
keadaan fisiologis. Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis,
submandibularis dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar
dibawah mukosa, berperan dalam membersihkan rongga mulut dari
debris dan mikroorganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada
saat mengunyah dan berbicara.
4. Celah Ginggiva
Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral
dari daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG
merupakan proses fisiologik atau meriapakan espon terhadap
inflamasi.

2.1.3 Faktor Resiko Masalah Oral Hygiene


Factor resiko masalah oral hygiene menurut (Perry dan Potter, 2012)
1. Masalah umum
a. Carries gigi
Carries gigi merupakan masalah umum pada orang muda,
perkembangan lubang merupakan proses patologi yang mellibatkan
kerusakan email gigi dikarenakan kekurangan kalsium

9
b. Penyakit periodontal
Adalah penyakit jaringan sekitar gigi, seperti peradangan membran
periodontal
c. Plak
Adalah transparan dan melekat pada gigi khususnya dekat dasar
gigi pada margin gusi
d. Halitosis
Merupakan bau napas, hal ini merupakan masalah umum rongga
mulut akibat hygiene mulut yang buruk, makanan tertentu atau
proses nfeksi
e. Keilosis
Merupakan gangguan bibir retak, trutama pada sudut mulut
2. Masalah mulut lain
a. Stomatitis
Kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi,
defisiensi vitamin, infeksi.
b. Glosisits
Peradangan lidah hasil karena infeksi atau cidera, seperti luka
bakar atau gigitan.
c. Gingivitis
Peradangan gusi biasanya akibat hygiene mulut yang buruk atau
defisiensi vitamin.

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi oral hygiene


Faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan oral hygiene menurut
(Perry and Potter, 2012) yaitu;
1. Status sosial ekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
kebersihan yang digunakan. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan
klien menyediakan bahan-bahan yang penting seperti pasta gigi.

10
2. Praktek social
Kelompok-kelompok sosial seseorang berhubungan, dapat mempengaruhi
praktek hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak, anak-anak
mendapatkan praktik oral hygiene dari orang tua mereka.
3. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang dapat membuat orang enggan memenuhi
kebutuhan hygiene pribadi. Pengetahuan tentang oral hygiene dan
implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik oral hygiene. Dengan
demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Klien juga harus
termotivasi untuk melakukan oral hygiene.
4. Status kesehatan
Klien paralisis atau memiliki restriksi fisik pada tangan mengalami
penurunan kekuatan tangan atau keterampilan yang diperlukan untuk
melakukan hygiene mulut.
5. Kondisi fisik
Kondisi fisik seseorang mempengaruhi kemampuan individu untuk
melakukan perawatan diri secara mandiri atau tidak.

2.1.5 Tujuan oral hygiene


Tujuan oral hygiene yaitu menjaga kebersihan gigi, lidah dan mukosa
membrane mulut, mencegah terjadinya infeksi rongga mulut, melembabkan
mukosa membrane mulut dan bibir, mencegah penyakit gigi dan mulut, mencegah
penyakit yang penularannya melalui mukosa mulut, membantu meningkatkan
daya tahan tubuh, memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan,
meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan harga diri dan penampilan. Pada
pasien tidak sadar oral hygiene dilakukan untuk mencegah penumpukan bakteri
di orofaring (Atay & Karabacak, 2014).

2.1.6 Manfaat oral hygiene


Manfaat oral hygiene adalah mencegah terjadinya pemumpukan bakteri di
orofaring, mukosa mulut dan lidah terlihat merah muda, lembab, utuh. Gusi basah,
gigi terlihat bersih dan licin. Lidah merah muda dan tidak kotor. Bibir lembab,

11
mukosa dan pharynx tetap bersih. Peradangan, kerak, luka dan kotoran yang keras
tidak ada. Gigi bebas partikel makanan. Secara verbal klien menyatakan
kenyamanan dan perasaan tentang kebersihan mulut, sehingga klien akan menelan
dan berbicara lebih nyaman (Perry and Potter, 2012).

2.1.7 Prosedur pelaksanaan oral hygiene


Oral hygiene dapat dilakukan pada pasien sadar dan pasien tidak sadar
atau pasien yang terpasang alat bantu nafas (ventilator mekanik). Salah satu teknik
oral hygiene yang digunakan untuk mengurangi kolonisasi orofaring dan juga
merupakan salah satu alternative pencegahan kejadian Ventilator Associated
Pneumonia dengan teknik konvensional adalah mengoleskan kasa yang diberi
chlorhexidine 0,2% keseluruh permukaan rongga mulut. Beberapa penelitian
terbaru menunjukkan bahwa penggunaan chlorhexidine 0,2% dapat lebih efektif
dengan menggunakan teknik komperehensif dengan menggunakan sikat gigi yang
lembut lembut (Rabello, Araujo, & Magalhaes, 2018).
Oral hygiene Teknik Konvensional: Penderita diposisikan miring dengan
kepala miring menghadap petugas. Pasang pengalas dibawah dada sampai dagu
lalu letakkan bengkok dibawah pipi. Ambil air disemprotkan ke dalam rongga
mulut, kemudian letakkan suction dibawah lidah, ambil spattel dengan tangan kiri
untuk menekan dorsum lidah hingga mulut terbuka. Kemudian berikan
chlorhexidine 0,2% sebanyak 15 ml pada area gigi, gusi, mulut dan lidah dengan
kassa steril.
Oral hygiene Teknik Komperehensif: Sikat gigi sebelumnya direndam air
hangat selama kurang lebih 10 menit. Penderita diposisikan miring dengan kepala
miring menghadap petugas. Pasang pengalas dibawah dada sampai dagu lalu
letakkan bengkok dibawah pipi. Ambil air disemprotkan ke dalam rongga mulut,
kemudian letakkan suction dibawah lidah, ambil spattel dengan tangan kiri untuk
menekan dorsum lidah hingga mulut terbuka. Dilakukan penyikatan dengan sikat
gigi pada 4 kuadran gigi (kanan atas, kanan bawah, kiri atas, kiri bawah) dan
diantara kuadran tersebut dilakukan semburan/semprotan dengan pola teratur.
Untuk menyedot saliva dan sisa air digunakan cateter suction dibantu dengan

12
tounge spattle untuk menekan lidah. Kemudian semprotkan kembali air kedalam
rongga mulut hisap kembali airnya.

2.2 Chlorhexidine

2.2.1 Definisi chlorhexidine

Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan bisbiguanid yang


memiliki berbagai aktivitas melawan mikroorganisme gram positif, termasuk
patogen multiresisten seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus
(MRSA), Vancomisin resistant Enterococcus (VRE) dan mempunyai efek terbatas
pada bakteri gram negatif, jamur serta virus. Senyawa dalam chlorhexidine secara
efisien mengubah permeabilitas dinding sel, serta secara cepat mengendapkan
komponen membran sel dan sitoplasma. Sampai sekarang belum dilaporkan
adanya efek karsinogenik dan resistensi organisme terhadap chlorhexidine
(Rabello, Araujo, & Magalhaes, 2018).

Gambar 2.2.1 chlorhexidine 0,2%

2.2.2 Farmakokinetik chlorhexidine


Chlorhexidine sangat sedikit diserap oleh saluran gastrointestinal, oleh
karena itu chlorhexidine memiliki toksisitas yang rendah. Chlorhexidine
diabsorbsi ke permukaan gigi atau mukosa oral, dental plak kemudian dilepas

13
dalam level terapeutik sehingga efektif dalam mengontrol pertumbuhan plak
bakteri (Atay & Karabacak, 2014).
Penelitian menunjukan bahwa berkumur dengan chlorhexidine 0,2% 2 kali
sehari sebanyak 10 ml dapat menurunkan skor plak sebesar 85%. Pada beberapa
review membuktikan bahwa chlorhexidine yang terbukti efektif menurunkan
angka kejadian VAP di ICU (Atay & Karabacak, 2014).

2.2.3 Farmakodinamik chlorhexidine


Chlorhexidine dapat menyebabkan kematian sel bakteri dengan
menimbulkan kebocoran sel (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi rendah)
dan koagulasi kandungan intraselular sel bakteri dan penyerapan tergantung
konsentrasi chlorhexidine dan Ph. Chlorhexidine menyebabkan kerusakan pada
lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini cukup menyebabkan kematian sel
(Singh, 2010).
Chlorhexidine melintasi dinding sel atau membrane luar melalui proses
difusi pasif dan menyerang sitoplasmik bakteri atau membrane sel bakteri.
Kerusakan membrane semi permiabel akan diikuti keluarnya kandungan
intraselular sel bakteri. Kebocoran sel tidak secara langsung menyebabkan
inaktivasi selular, namun merupakan akibat dari kematian sel. Chlorhexidine
konsentrasi tinggi akan menyebabkan penggumpalan kandungan intraselular sel
bakteri sehingga sitoplasma sel menjadi beku dan mengakibatkan penurunan
kebocoran kandungan intraselular (Singh, 2010).

2.2.4 Efak samping chlorhexidine


Salah satu efek samping penggunaan chlorhexidine yang tidak tepat dapat
meningkatkan bau mulut. munculnya noda pada gigi, mulut dan mukosa pipi
setelah 2 minggu pemakaian. Selain itu penggunaan chlorhexidine yang melebihi
takaran juga dapat menimbulkan iritasi pada mukosa mulut, sensasi terbakar dan
perubahan persepsi rasa (Singh, 2010)

14
2.3 Orofaring

2.3.1 Definisi orofaring

Orofaring adalah bagian tengah faring (tenggorokan). Faring adalah


tabung hampa yang dimulai dibelakang hidung dan turun ke leher, menjadi
bagian dari tabung yang memanjang ke dalam perut (esofagus). Orofaring
meliputi dasar lidah, tonsil, langit-langit lunak (bagian belakang mulut), dan
dinding faring. Saluran pernapasan normal memiliki berbagai mekanisme
pertahanan paru terhadap infeksi seperti glottis dan laring, refleks batuk, sekresi
trakeobronkial, gerak mukosilier, imunitas humoral serta sistem fagositik.
Pneumonia akan terjadi apabila pertahanan tersebut terganggu dan adanya invasi
mikroorganisme virulen, jika oral hygiene tidak dilakukan akan terjadi
penumpukan bakteri di orofaring. Sebagian besar VAP disebabkan oleh aspirasi
kuman patogen yang berkolonisasi dipermukaan mukosa orofaring, dimana
intubasi akan mempermudah masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi
sekitar ujung pipa endotrakeal pada penderita dengan posisi terlentang. Selain
itu,VAP dapat pula terjadi akibat makroaspirasi lambung. Bronkoskopi serat
optik, penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat
mengkontaminasi kuman patogen kedalam saluran pernapasan bawah (Ners,
2018).

15
Gambar 2.3.1 Orofaring (Erviana Tjahjadi, 2015)

2.3.2 Bakteri orofaring


Beberapa bakteri di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi
kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering
ditemukan, namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami
peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada neonatus (Atay &
Karabacak, 2014).
Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan
onset atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah
kuman gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus
spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia,
dan Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II
adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella
pneumophilia dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri
penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan
MRSA (Wiryana, 2012).

16
Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman
penyebab VAP, seperti terlihat pada tabel 2.3.2
Tabel 2.3.2 bakteri penyebab VAP dengan teknik bronkoskopi pada 24
penelitian total 2490 kuman patogen (Wiryana, 2012).

2.4 Ventilator mekanik

2.4.1 Definisi
Ventilator mekanik merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan
tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan dan juga
merupakan mesin bantu nafas yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Segala sesuatu yang diterapkan dengan ventilator dapat menyebabkan
dampak yang dikehendaki karena ventilasi mekanik merupakan alat bantu
pernafasan dan bukan modalitas terapi. Sebaliknya, ventilasi mekanik bisa
menyebabkan efek yang dapat merugikan pasien salah satunya adalah VAP

17
Pneumonia terkait ventilator atau Ventilator Associated Pneumonia
(VAP) merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman
yang mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan
menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama
(lebih dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang
paling penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48
jam setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk.
membagi VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam
pertama pemberian ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi
lebih dari 96 jam setelah pemberian ventilasi mekanis (Kalanuria et al., 2014).
American College of Chest Physician mendefinisikan VAP sebagai suatu
keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang menetap pada foto thoraks disertai
salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan darah atau pleura sama dengan
mikroorganisme yang ditemukan pada sputum maupun aspirasi trakea, kavitas
pada rongga thoraks, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut,
yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen(Andrews & Steen, 2013).
VAP merupakan bagian dari pneumonia nosokomial, yaitu suatu infeksi
pada parenkim paru yang disebabkan oleh kuman-kuman patogen yang sering
ditemukan pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pneumonia nosokomial
terjadi pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 48 jam,
dimana periode inkubasinya tidak lebih dari 2 hari. Bagian dari pneumonia
nosokomial, yaitu VAP, biasa terjadi pada pasien yang dirawat di ICU yang telah
terintubasi atau menggunakan ventilator mekanik (Susmiarti., Pasien, & Ventilasi,
2015).

2.4.2 Epidemiologi
VAP merupakan infeksi nosokomial kedua tersering dan menempati
urutan pertama penyebab kematian akibat infeksi nosokomial pada pasien di ICU.
Penelitian terbesar di Amerika Serikat dengan data lebih dari 9000 pasien
menemukan bahwa VAP terjadi pada 9,3% penderita yang menggunakan ventilasi
mekanis lebih dari 24 jam. Penelitian di Eropa menyimpulkan bahwa ventilasi
mekanis dapat meningkatkan risiko pneumonia 3 kali lipat dibandingkan

18
penderita tanpa ventilator, sedangkan di Amerika dilaporkan 24 kali lipat (Atmaja
et al., 2015).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa angka kejadian VAP dipengaruhi
oleh usia, dengan 5 dari 1000 kasus dilaporkan pada pasien dengan usia kurang
dari 35 tahun dan 15 dari 1000 kasus di temukan pada pasien dengan usia diatas
65 tahun. Penelitian terbaru menyebutkan VAP meningkatkan lama rawat pasien
hingga 7 sampai 9 hari per pasien, menyebabkan peningkatan jumlah pasien yang
terkena infeksi di ICU hingga 25% dan juga meningkatkan penggunaan antibiotik
hingga lebih dari 50% (Susmiarti. et al., 2015).
Angka mortalitas penderita VAP di beberapa institusi bervariasi antara
24-76% sedangkan risiko kematian dapat mencapai 2 sampai 10 kali lipat
dibandingkan penderita tanpa pneumonia. Hasil penelitian Kollef, dkk.
Menyatakan bahwa penderita VAP yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas
aeruginosa, Acetinobacter spp dan Stenophomonas maltophilia meningkatkan
angka mortalitas secara bermakna (65%) dibandingkan penderita dengan onset
lambat akibat kuman lain (31%) maupun tanpa pneumonia onset lambat (37%)
(Atmaja et al., 2015).

19
2.4.3 Patogenesis
Patogenesis VAP yang lebih lengkap dapat dilihat pada gambar 2.4.3
(Ners, 2018).

Gambar 2.4.3 Patogenesis VAP

2.4.4 Faktor Risiko VAP


Faktor-faktor risiko memberikan informasi kemungkinan infeksi paru
yang berkembang pada seseorang ataupun populasi. Hal tersebut sangat berperan
dalam pengambilan strategi pencegahan yang efektif terhadap VAP. Faktor-faktor

20
risiko VAP yang diidentifikasi melalui berbagai penelitian analisis multivariat
yang disimpulkan pada tabel berikut (Erb et al., 2016).

Tabel 2.4.4 Faktor Risiko VAP (Erb et al., 2016).

Faktor pejamu Faktor intervensi Faktor perawatan


ICU
-Usia > 60 th -Obat paralitik, sedasi -Profilaksis stress
intravena ulcer
-PPOK
-Produksi > 4 unit darah -Intubasi
-ARDS
-Penilaian tekanan -Lama/durasi
-Penurunan kesadaran atau intracranial penggunaan
koma ventilator mekanik
-Reintubasi
-Gagal organ -Aspirasi dan nutrisi
-Posisi terlentang
-Keparahan penyakit -Nutrisi enteral
-Antibiotic atau tanpa
-Aspirasi volume lambung antibiotic -Modulasi oleh
kolonisasi
-Koloniasasi saluran napas -Transport keluar ICU
atas
-Ventilasi mekanis > 2 hari

2.4.5 Manifestasi Klinis


VAP dapat menimbulkan manifestasi sistemik dan respiratorik. Gejala
khas yang dapat ditemukan adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau
bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Pemeriksaan fisik didapatkan
retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bernapas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak

21
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan
bronkial, dan didapatkan pleural friction rub (Fauci, Braunwald, 2012).

2.4.6 Diagnosis VAP


Secara umum, tandan dan gejala VAP seperti tanda tanda pneumonia
yaitu demam (suhu tubuh lebih dari 38 °C), sekret yang purulen,
leukositosis (leukosit >12000), leukopenia (leukosit <4000), takikardia dan
disertai gambaran infiltrat baru ataupun perburukan difoto toraks.
Diagnosis VAP meliputi tanda-tanda infiltrat baru maupun progresif pada
foto toraks disertai gejala demam, leukositosis maupun leukopeni dan sekret
purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala tersebut
memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75% (Kalanuria, Zai and
Mirski, 2014).

1) Pada foto thoraks didapatkan gambaran infiltrat baru (atau gambaran


infiltrat yang memburuk dari sebelumnya) dan
2) Diikuti minimal 2 tanda berikut :

- leukositosis (>12.000)

- leukopenia (<4000)

- demam (>38)

- Sekret trakea yang purulen

Tabel 2.4.6 Kriteria Klinik diagnosis VAP Menurut Guidelines ATS (Kalil et al.,
2016)

Spesifisitas diagnosis dapat ditingkatkan dengan menghitung skor CPIS


yang mengkombinasikan data klinis, laboratorium, perbandingan tekanan oksigen
dengan fraksi oksigen dan foto thorax (Kalanuria et al., 2014). Penilaian CPIS
dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintibasi dan menggunakan
ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan apabila

22
pasien memberikan gejala klinis dari VAP. Diagnosis VAP ditegakkan setelah
menyingkirkan adanya pneumonia sebelumnya, terutama pneumonia komunitas
(Community Acquired Pneumonia). Bila dari awal pasien masuk ICU sudah
menunjukkan gejala klinis pneumonia maka diagnosis VAP disingkirkan, namun
jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi
mekanik serta nilai total CPIS > 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan.
Begitupun jika nilai total CPIS < 6, maka diagnosis VAP disingkirkan (Kalil et
al., 2016).

Tabel 2.4.6 Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) (Kalil et al., 2016).

0 poin 1 poin 2 poin

Temperature >= 36,5 - >=38,4 >= 38,5 - >=38,9 >=38,9 atau <36,0

Jumlah >= 4000 - <4.000 atau <4.000 atau


leukosit >=11.000 >11.000 >11.000 >50%
pembentukan
immature

Sekresi trakea Ttidak didapatkan Didapatkan Didapatkan sekret


sekret trakea Sekret trakea trakea yang
tidak purulent purulent

Oksigenasi : >240 atau ARDS <240 dan tidak


PaO2/FiO2 ARDS

Foto thoraks Tidak ada Infiltrate merata Infiltrate


infiltrate terlokalisir

Angka kematian VAP yang tinggi membutuhkan terapi antibiotic yang


tepat dan cepat sehingga perlu memgetahui bakteri penyebab VAP dan
resistensinya dengan pengambilan sanpel pada pasien secara tepat. Pengambilan
sampel pada pasien VAP dapat dilakukan dengan metode invasive maupun non
invasif. Metode non invasif yang paling sering digunakan yaitu dengan cara
aspirasi dari endotrakeal sedangkan metode invasif yang bisa digunakan adalah

23
dengan cara Protected Specimen Brush dan Bronchoalveolar lavage (Kalanuria et
al., 2014)

2.4.7 Pencegahan VAP

Setiap pasien yang menggunakan ventilator mekanik memiliki resiko


terjadinya VAP. Selain itu, ada beberapa faktor resiko tambahan untuk
meningkatkan terjadinya VAP. Faktor resiko tersebut terbagi menjadi 2. Ada yang
tidak bisa dimodifikasi dan ada yang bisa dimodifikasi. Yang tidak bisa
dimodifikasi yaitu usia (lebih dari 60 tahun), riwayat PPOK, adanya trakeostomi,
sindroma pernafasan akut, kegagalan multi organ, dan koma. Yang bisa di
modifikasi termasuk posisi terlentang, overdistensi dari lambung, kolonisasi dari
rangkaian ventilator, tekanan rendah pada balon ETT (Endo tracheal tube) dan
transfer pasien yang berulang (Keyt, Faverio, & Restrepo, 2014).

Beberapa teknik yang direkomendasikan untuk mencegah terjadinya VAP yaitu:

1. Mengurangi waktu penggunaan ventilator mekanik

Semakin lama ventilator mekanik digunakan maka pasien akan memiliki


resiko terjadinya VAP semakin tinggi. Dengan demikian pencegahan VAP
harus dimulai dengan menghindari atau membatasi waktu penggunaan
ventilator apabila memungkinkan. Beberapa strategi telah dijelaskan untuk
mencapai tujuan ini, yaitu:

a. Non-invasive Positif Pressure Ventilation (NPPV), mengevaluasi


tingkat sedasi tiap hari dan kalau perlu dihentikan setiap hari
(sedation holidays), mengevaluasi parameter weaning atau
spontaneus breathing trial tiap hari, menghindari intubasi ulang,
dan trakeostomi pada tahap awal. Semuanya telah dipelajari
sebagai metode untuk mengurangi waktu dari penggunaan
ventilator oleh karena itu resiko untuk terjadinya VAP dapat
dikurangi. Penggunaan NPPV juga telah terbukti menurunkan
resiko VAP secara signifikan. NPPV juga sangat berguna pada

24
pasien dengan eksaserbasi PPOK dan pasien dengan oedema
paru. Oleh karena itu, NPPV direkomendasikan untuk dilakukan
bila memungkinkan untuk mencegah intubasi endotrakeal (Keyt
et al., 2014).
b. “Sedation holidays”: apabila sudah dilakukan intubasi pada
pasien maka cara untuk membebaskan pasien dari ventilator juga
harus di pertimbangkan. Percobaan untuk “sedation holidays” dan
percobaan penyapihan beberapa kali dijelaskan dan divalidasi
sebagai strategi yang membatasi waktu penggunaan ventilator
mekanik. Karena faktoe resiko VAP terkait dengan lamanya
penggunaan ventilator mekanis (Keyt et al., 2014).

c. Reintubasi: intubasi ulang dapat meningkatkan resiko VAP


karena tingkat aspirasi lebih tinggi. Perawatan pasien di ICU
harus meminimalkan ekstubasi yang tidak direncanakan yang
memerlukan intubasi ulang dan apabila ada rencana ekstubasi
harus dipertimbangkan secara hati-hati (Keyt et al., 2014).

d. Early trakeostomi: sebelumnya diperkirakan bahwa trakeostomi


dini (dilakukan dalam waktu 7 hari setelah intubasi), trakeostomi
yang berkepanjangan, atau intubasi endotrakeal berkepanjangan
diikuti trakeosromi tidak memiliki perbedaan yang signifikan
terhadap pengurangan mortalitas, insiden VAP, durasi
penggunaan ventilator mekanik, durasi dari sedasi, durasi lama
perawatan di ICU atau komplikasi lainnya (Keyt et al., 2014).

2. Menargetkan kolonisasi pada tabung endotrakeal dan mikroaspirasi


Pemasangan ETT dapat memicu terjadinya VAP melalui 2 mekanisme.
Yang pertama melewati mikroaspirasi dari sekresi yang mengandung
mikroorganisme pathogen dan yang kedua melalui pembentukan formasi
biofilm. Pencegahan dapat dilakukan untuk menghambat mekanisme
tersebut, termasuk pembuangan dari sekresi subglotis, “head elevation”,

25
dan menggunakan “antimicrobial-coated endotracheal tubes”. Subglottic
suctioning endotracheal tubes merupakan tindakan mensuction yang
dilakukan secara intermitten dan terus menerus untuk menghilangkan
secret yang berada diatas manset ETT mampu mengurangi resiko dari
aspirasi dan pengembangan dari VAP (Keyt et al., 2014).
Head up elevation 45o dilakukan untuk mengurangi aspirasi dari lambung
dan penggunaan antimicrobial-coated endotracheal tubes, yaitu ETT yang
telah dilapisi dengan antimikroba telah dipelajari sebagai alat untuk
mengurangi kolonisasi bakteri dan mencegah produksi biofilm dengan
harapan utama untuk mengurangi tingkat terjadinya VAP (Keyt et al.,
2014).
3. Pengendalian infeksi di ICU
Tujuan pengendalian infeksi adalah untuk mencegah penularan silang
pathogen, yang telah terbukti berperan penting dalam perkembangan
infeksi nosocomial termasuk VAP. Strategi yang efektif harus
menargetkan pengendalian infeksi dari beberapa titik pandang: pendidikan
tim medis, kebersihan tangan, penggunaan peralatan perlindungan diri,
dan protokol surveilans mikrobiologis (Kalanuria et al., 2014).
4. Mengurangi kolonisasi saluran nafas atas
Pencegahan kolonisasi saluran nafas atas dan saluran pencernaan juga
telah ditargetkan sebagai cara untuk mencegah VAP. Dekontaminasi dari
saluran pencernaan selektif dan dekontaminasi orofaringeal adalah
tindakan dimana terapi antibiotic digunakan untuk membasmi
mikroorganisme patogen yang berpotensial di flora oral, lambung, dan
usus. Antibiotic spektrum luas diberikan secara enteral dan atau bersamaan
dengan antibiotic parenteral (Keyt et al., 2014). Oral hygiene pada
penderita dengan ventilator mekanik menggunakan antiseptik berkaitan
dengan penurunan terjadinya VAP. Baik dengan menggunakan antibiotik
ataupun antiseptik. Dekontaminasi oral akan menurunkan angka mortalitas
dan durasi penggunaan ventilator mekanik serta lama rawat inap di ruang
rawat intensif. Antiseptik atau antimikroba peptida dengan penggunaan

26
yang tepat, seperti chlorhexidine dan cholistin dapat menjadi alternatif
untuk dekontaminasi orofaringeal (Atay & Karabacak, 2014).
Pelaksanaan oral hygiene dengan chlorhexidine 0.2% sebaiknya
dikerjakan oleh dua perawat dan dijadwalkan minimal dua kali dalam
sehari. Tindakan tersebut untuk memastikan hasil yang baik dalam
menjaga kebersihan gigi dan mulut. Beberapa penelitian terbaru
menyatakan bahwa oral hygiene dengan teknik komperehensi dengan
menggunakan sikat gigi mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan
dengan teknik konvensional tetapi ada beberapa penelitian lain yang
menyatakan sebaliknya (Atay & Karabacak, 2014).

2.4.8 Terapi VAP


Menurut Guidelines ATS (2016) yang terbaru, pada pasien dengan suspek
klinis VAP, direkomendasikan antibiotik yang mampu mencakup untuk S.
aureus, pseudomonas aeruginosa, dan basil gram negative di semua regimen
empiris. Antibiotik yang direkomendasikan adalah yg aktif melawan MRSA untuk
terapi empiris pada pasien dengan suspek VAP hanya pada pasien berikut:
1. Faktor resiko untuk resisten antimikroba
2. Pasien telah di rawat di unit dimana >10%-20% S. aureus yang diisolasi
adalah resisten methicillin
3. Pasien di unit dimana tidak diketahui prevalensi MRSA.
Direkomendasikan yang termasuk antibiotic yang aktif melawan Methicillin
sensitive Staphlococcus aureus (MSSA) (dan bukan MRSA) untuk terapi empiris
pada pasien suspek VAP tanpa faktor resiko resisten antimicrobial, yang telah
dirawat di ICU dimana <10%-20% S. aureus yang diisolasi adalah resisten
methicillin.
1. Jika diindikasikan untuk terapi empiris yang mencakup MRSA,
direkomendasikan antara vancomycin atau linezolid.
2. Jika diindikasikan untuk terapi empiris yang mampu mencakup MSSA
(dan bukan MRSA), direkomendasikan regimen yang termasuk
piperacillin-tazobactam, cefepime, levofloxacin, imipenem, atau
meropenem. Oxacillin, nafcillin, atau cefazolin dapat digunakan pada

27
pasien MSSA tetapi tidak dibutuhkan untuk terapi empiris pada VAP jika
salah satu antibiotic diatas digunakan.
3. Direkomendasikan 2 antibiotik antipseudomonal dari kelas yang berbeda
untuk terapi empiris pada pasien suspek VAP hanya jika pasien memiliki
faktor risiko resisten antimikroba, pasien di unit dimana >10% isolasi
gram negative resisten terhadap antibiotic yang dipertimbangkan untuk
monoterapi, dan pasien ICU dimana tingkat kepekaan antimikroba tidak
tersedia.
4. Di rekomendasikan satu antibiotic yang aktif melawan P. aeruginosa untuk
terapi empiris pada pasien suspek VAP tanpa faktor risiko untuk resisten
antimikroba yang telah di terapi di ICU dimana <=10% isolate gram
negative resisten terhadap antibiotik yang telah dipertimbangkan untuk
monoterapi.
5. Pada pasien suspek VAP, direkomendasikan menghindari pemberian
antibiotic golongan aminoglikosida jika alternative antibiotik dengan
aktivitas gram negative yang adekuat tersedia.
6. Pada pasien suspek VAP, direkomendasikan untuk menghindari colistin
jika antibiotic alternative dengan aktifitas gram negative yang adekuat
tersedia (Kalil et al., 2016).

Tabel 2.4.8 Terapi VAP menurut Guidelines ATS (Kalil et al., 2016).

A. Antibiotik gram B. Antibiotik gram C. Antibiotik gram negatif


positif dengan negative dengan aktifitas dengan aktifitas
aktifitas MRSA antipseudomonal: beta antipseudomonal : non beta
lactam based agent lactam based agent
Glycopeptidaa Antipseudomonal Floroquinolones
-Vankomisin penicillinb -ciprofloxacin 400mg IV q8h
15mg/kg IV q8-12 -Piperacillin-tazobactam -levofloxacin 750mg IV
jam 4,5gr IV q6h q24jam
(dimulai dengan Atau atau
loading dose 25- Cephalosporinsb aminoglikosidaa,c
30mg/kg sekali -Cefepim 2 gr IV q8jam -amikasin 15-20 mg/kg IV
pemberian untuk -Ceftazidim 2 gr IV q24jam
sakit berat) q8jam -gentamisin 5-7 mg/kg IV
Atau Atau q24jam
-Oxazolidinones Carbapenemb -Tobramisin 5-7mg/kg IV 24

28
linezolid 600mg IV -Imipenem 500mg IV jam
q12jam q6jam Atau
-Meropenem 1 gr IV Polimiksina,e
q8jam -colistin 5mg/kg IV, 1x
Atau loading dose diikuti 2,5
Monobactamf mgx(1,5xCrCl+30)IV q12jam
-aztreonam 2 gr IV -polimiksin B 2,5-3.0
q8jam mg/kg/hari dengan dosis
terbagi 2x IV

Pilih satu gram positif dari pilihan kolom A, satu gram negative dari kolom B, dan
satu gram negative dari kolom C. Catat bahwa dosis inisial pada table diatas harus
di modifikasi untuk pasien dengan disfungsi renal atau hati. Singkatan: CrCl,
creatinin clearance; IV, Intravenous; MRSA, Methicillin-resistant Staphylococcus
aureus.
1. Tingkat obat dan pengaturan dosis dan/atau interval yang dibutuhkan
2. Infus yang kan diperpanjang dapat disesuaikan
3. Pada penelitian meta analisis, regimen aminoglikosida adalah berkaitan
dengan tingkat respon klinis yang lebih rendah tanpa perbedaan angka
kematian
4. Dosis mungkin dibutuhkan lebih rendah pada pasien dengan berat <70kg
untuk mencegah kejang.
5. Polimiksin harus disediakan untuk pengaturan dimana ada prevalensi
resistensi multidrug yang tinggi dan keahlian menggunakan pengobatan
ini. Dosis berdasarkan colistin based activity (CBA), contohnya 1 juta IU
colistin setara dengan 30mg CBA, yang sesuai dengan sekitar 80 mg
prodrug colistimethate. Polimiksin B (1mg=10.000 unit)
Apabila tidak ada pilihan lain, dapat menggunakan aztreonam sebagai
agen tambahan betalaktam agen lain karena memiliki target yang berbeda dengan
dinding sel bakteri.

29
30
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


FAKTOR RESIKO
-Kolonisasi bakteri orofaring
-Keparahan penyakit
-Aspirasi dan Re Intubasi
-Stress ulcer
-Lama pemakaian ventilator

Orofaring
-Jenis Flora normal
(Staphylococcus aureus,
Streptococcus Pneumonia)
-Jumlah flora normal
-Bakteri batang gram positif

Oral hygiene teknik Oral hygiene teknik


konvensional dengan komperehensif dengan
Bakteri Orofaring Sikat gigi dan
Chlorhexidine gluconate
Chlorhexidine gluconate
MEKANISME KERJA
-mengubah permeabilitas MEKANISME KERJA
dinding sel bakteri -mengubah permeabilitas
-menghancurkan membran dinding sel bakteri
sel bakteri -menghancurkan membran
EFEK sel bakteri
Jumlah Bakteri ↓↓ -menghilangkan sisa
Kejadian VAP ↓↓ kotoran gigi

Gambar 3.1 Kerangka konsep Penelitian

Keterangan :
: yang diteliti
: tidak diteliti
: akibat/mempengaruhi

31
3.2 Hipotesis penelitian
Penggunaan teknik komprehennsif pada oral hygiene dengan
menggunakan chlorhexidine 0,2% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri
dibandingkan teknik konvensional

3.3 Pengertian kerangka konsep


VAP suatu infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh kuman-
kuman patogen yang sering ditemukan pada pasien yang dirawat di rumah
sakit. Pneumonia nosokomial terjadi pada pasien yang telah dirawat di
rumah sakit selama lebih dari 48 jam, dimana periode inkubasinya tidak
lebih dari 2 hari. Bagian dari pneumonia nosokomial, yaitu VAP, biasa terjadi
pada pasien yang dirawat di ICU yang telah terintubasi atau menggunakan
ventilator mekanik. Untuk menguragi koloni kuman di orofaring dilakukan
tindakan oral hygiene dengan menggunakan chlorhexidine 0,2% dengan teknik
konvensional dan komperehensif sehingga bakteri orafaring diharapkan berkurang
dan kejadian VAP menurun

32
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan penelitian dengan true
experimental design yang terdiri dari 2 kelompok sampel bebas, yaitu kelompok
pertama oral hygiene teknik konvensional dengan chlorhexidine gluconate
cetrimide 0.2% dengan kelompok kedua oral hygiene teknik komperehensif
dengan chlorhexidine gluconate 0.2% dilakukan dengan single blind.
Pasien yang diteliti diambil berdasarkan randomized clinical controled
trial. Design eksperimental yang dilakukan pada perhitungan kepadatan kuman
dengan swab lidi steril dengan pre test-post test control group design, kepadatan
kuman orofaring dengan post test only control group design. Dengan
menggunakan 2 kelompok yaitu:
1. Kelompok I (teknik komprehensif)
2. Kelompok II (teknik kovensional)
PRE────KP1────POST
PRE────KV1────POST
Ket. PRE : Pengukuran sebelum tindakan komprehensif
KP1 : Tindakan komprehensif
POST : Pengukuran sesudah tindakan komprehensif
PRE : Pengukuran sebelum tindakan konvensional
KV1 : Tindakan konvensional
POST : Pengukuran setelah tindakan konvensional

33
4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
4.2.1 Populasi

Populasi target penelitian ini adalah semua pasien yang terpasang

ventilator mekanik tanpa pneumonia sebelum 24 jam di ruang ICU RS dr. Saiful

Anwar Malang.

4.2.2 Sampel

Adapun jumlah sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian ini


diambil berdasarkan rumus:
(t-1)(r-1)  15
Keterangan:t = jumlah kelompok.
r = jumlah sampel untuk masing - masing kelompok.
Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel yang diperoleh adalah: 16
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 16 sampel tiap kelompok,
sehingga jumlah total sampel penelitian ini adalah 32 sampel. Namun dalam
penelitian ini terdapat keterbatasan, dari masing-masing kelompok didapatkan 13
sampel dan 3 sampel tidak bisa untuk dihitung sehingga total sampel yang
diperoleh adalah 26 sampel. Yang berdasarkan kriteria:
1. Kriteria Inklusi:
a. Pasien tidak sadar yang terpasang ventilator sebelum 24 jam
b. Pasien laki-laki atau perempuan yang terpasang ventilator mekanik
tanpa pnemonia.
c. Pasien tidak menggunakan antibiotic broadspektrum sebelum 12 jam.
d. Pasien yang tidak mempunyai riwayat alergi terhadap larutan
chlorhexidine gluconate 0.2%.
e. Usia dewasa 20 – 50 tahun.
f. Teknik pengerjaan sama
g. Frekuensi sikat gigi harus sama.

34
2. Kriteria eksklusi:
a. Pasien dengan gangguan sistem imun, diabetes, luka bakar, serta
pasien dalam kondisi infeksi dan dengan pneumonia sebelum masuk
ICU.
b. Pasien dengan oral bleeding/coagulopati.
4.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling pada penelitian ini diambil berdasarkan randomized


clinical control trial pasien yang terpasang ventilator sebelum 24 jam tanpa
pneumonia berdasarkan kriteria inklusi. Design eksperimental yang dilakukan
pada perhitungan kepadatan kuman dengan swab plate dengan pre test-post test
control group design, kepadatan kuman orofaring dengan post test only control
group design.

4.3 Variabel penelitian

1. Variabel Independen
Oral hygiene Teknik Konvensional: menggunakan chlorhexidine 0,2%
dengan mengusap area gigi, gusi, rongga mulut dan lidah dengan kassa
steril.
Oral hygiene Teknik Komprehensif: penyikatan dengan sikat gigi lembut
dan menggunakan chlorhexidine 0,2% pada 4 kuadran gigi (kanan atas,
kanan bawah, kiri atas, kiri bawah) dan diantara kuadran

2. Variabel Dependen

Bakteri orofaring.

35
No Variable Definisi Parameter Alat ukur Kriteria
1. Variabel -Konvensional: Tingkat Spesimen
Independen: pelaksanaan oral kepadatan swab
–Oral hygiene hygiene menggunakan kuman yang diambil
teknik chlorhexidine 0,2% terhitung dan
konvensional dengan mengusap pada media sampel
dan teknik area gigi, gusi, rongga agar-agar dikirim ke
komprehensif mulut dan lidah yang lab
dengan kassa steril. dilakukan microbiol
swab pre- ogi
-Komprehensif: post oral
penyikatan dengan hygiene
sikat gigi lembut dan
menggunakan
chlorhexidine 0,2%
pada 4 kuadran gigi
(kanan atas, kanan
bawah, kiri atas, kiri
bawah) dan diantara
kuadran
2.
Variabel Bakteri orofaring yang Jumlah Hasil Ratio
Dependen timbul karena bakteri pre- specimen Jumlah
Bakteri penumpukan secret post oral swab pre- koloni
orofaring yang tidak bisa hygiene post bakteri
dikeluarkan

4.4 Definisi Operasioal

4.5 Instrumen Penelitian

4.5.1 Alat yang digunakan


1. Alat monitor untuk mengukur tekanan darah non invasif, frekuensi
jantung, dan saturasi oksigen.
2. Spuit 10 ml, Spuit 3 ml.
3. Cucing.
4. Suction chateter.
5. Tounge spatel.
6. Oraphryngeal airway.
7. Sarung tangan steril.
8. Head cap.

36
9. Masker.
10. Sikat gigi lembut.
11. Kassa steril.
12. Bengkok steril.
13. Alat tulis dan formulir penelitian.

4.5.2 Bahan yang Digunakan


1. Media Pembiakan nutrient agar plate (isi gr/liter: peptone meat 5.0;meat
extract 3.0;agar 12.0).
2. Chlorhexidine gluconate 0,2%
3. NS 0.9 %.

4.6 Pengumpulan Data


1. Mendapatkan persetujuan/ijin dari Ketua STIKes Maharani untuk surat

pengantar melakukan penelitian.

2. Mendapatkan ijin etik RS dr. Saiful Anwar Malang dan ijin dari kepala

instalasi, KUPP, kepala ruang ICU untuk melakukan penelitian

3. Pasien di ruang ICU RSSA yang terpasang ventilator mekanik yang


memenuhi kriterian inklusi dan eksklusi diberikan penjelasan tentang
mekanisme penelitian. Jika keluarga pasien yang setuju, mengisi formulir
biodata dan surat persetujuan (informed consent) untuk dijadikan subyek
penelitian.
4. Melakukan persiapan bahan larutan antiseptik untuk oral hygiene, disini
peneliti menggunakan larutan chlorhexidine gluconate 0.2 % sebanyak 15
ml.
5. Peneliti melakukan cuci tangan dan memakai alat pelindung diri (sarung
tangan, masker dan penutup kepala).
6. Melakukan persiapan pasien dengan mengevaluasi tanda tanda vital (tensi,
nadi, SpO2) dan memastikan ETT terhubung dengan ventilator dengan
baik.

37
7. Jika peralatan telah siap, dibawa ke dekat penderita. Atur posisi penderita
miring semifowler dengan kepala miring menghadap petugas. Pasang
pengalas dibawah dada sampai dagu lalu letakkan bengkok dibawah pipi.
8. Teknik pengambilan sampel orafaring dengan cara mempersiapkan
terlebih dahulu 2 tabung steril (yang berisi seperti kapas lidi dan nutrient
agar plate), dalam kondisi steril dilakukan swabl ke rongga orafaring
pasien sebelum tindakan oral hygiene dan 4 jam sesudah perlakuan.
Kemudian menaruh kapas lidi steril kedalam tabung steril untuk dibawa ke
laboratorium mikrobiologi.
9. Longgarkan plester ETT yang lama (berikan tanda ikatan pada ETT).
10. Petugas mengambi chlorxexidine 0,2% disemprotkan kedalam rongga
mulut, kemudian letakkan suction dibawah lidah, ambil spattel atau
oropharingeal airway dengan tangan kiri untuk menekan dorsum lidah
hingga mulut terbuka.
11. Petugas 2 tetap memfiksasi ETT agar tidak terlepas.
12. Petugas melakukan oral hygiene :

Kelompok I (konvensional): Kelompok II (komprehensif):


Menggunakan kasa steril dibasahi Melakukan penyikatan dengan sikat
chlorhexidine 0,2% dioleskan pada gigi lembut pada 4 kuadran gigi
seluruh lapang mulut, gigi, gusi, (kanan atas-bawah, kiri atas-bawah)
lidah dan orofaring diantara kuadran disemprot dengan
chlorhexidine 0,2% dgn pola
teratur. Gusi dan lidah dibersihkan
Untuk menyedot saliva dgn semproran chlorhexidine 0,2%
menggunakan chateter suction dan dgn spuit ditiap area.
tounge spittle untuk menekan
lidah.
Pada teknik komprehensif Untuk
menyedot saliva dan sisa
Oral hygiene dilakukan chlorhexidine 0,2% menggunakan
tiap 4 jam sekali chateter suction dan tounge spittle
untuk menekan lidah.

Kemudian dilakukan penyemprotan


Tindakan oral hygiene teknik kembali chlorhexidine 0,2%
komprehensif dilakukan kedalam rongga mulut dan
setiap 4 jam dilakukan penghisapan kembali
dengan chateter suction

38
13. Fiksasi kembali ETT dengan menggunakan plester yang baru dan evaluasi
tanda tanda vital pasien (Tensi, nadi dan SpO2).
14. Posisikan pasien supine dengan head up 15 derajat.
15. Seluruh media pembiakan yang telah ditanam dikirimkan ke laboratorium
mikrobiologi FK UB untuk dibiakkan selama 24 jam pada suhu 37°C.
selanjutnya dilakukan penghitungan koloni kuman yang timbul (dengan
maksimum 100 koloni, bila lebih dinyatakan sebagai padat), kemudian
dilanjutkan dengan penentuan jenis bakteri berdasarkan pemeriksaan
mikroskopis dan biokimiawi serta uji kepekaan. Semua pemeriksaan
laboratorium dilakukan oleh petugas laboratorium mikrobiologi FK UB.
16. Hasil tentang jumlah dan jenis kuman kemudian dianalisis.

39
4.7 Teknik Penggolahan Data
1. Editing
Editing yang dilakukan yaitu dengan jumlah bakteri orofaring pre-post
tindakan oral hygiene.
2. Coding
Koding atau pemberian kode dilakukan sebagai berikut:
a. Kode responden
- Responden 1: KV1
- Responden 2: KV2, dst
b. Kelompok 1
- PRE: swab sebelum tindakan oral hygiene dengan teknik
konvensional
- POST: swab sesudah tindakan oral hygiene dengan teknik
konvensional
c. Kelompok II
- PRE: swab sebelum tindakan oral hygiene dengan teknik
komprehensif
- POST:: swab sesudah tindakan oral hygiene dengan teknik
komprehensif
3. Tabulasi data
Data yang terkumpul adalah data yang dilakukan pemeriksaan swab
kuman menggunakan SPSS. Selain itu untuk keperluan analisis disajikan
rata-rata hitung dan kepadatan jumlah kuman sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan oral hygiene secara tabel.

4.8 Analisa Data


Untuk mengetahui hubungan antar variabel, data yang terkumpul
disajikan dalam dalam tabulasi silang antara variabel independen dan variabel
dependen, selanjutnya diuji dengan bantuan konputer program Statistical Product
And Service Solution (SPSS), dengan uji wilcoxon dengan tingkat
kemaknaan =0,05 artinya bila nilai p<0,05, maka H0  diterima, berarti terdapat

40
perbedaan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene menggunakan
chlorhexidine 0,2% dengan teknik konvensional dan komprehensif pada penderita
dengan ventilator mekanik, sebaliknya bila nilai p>0,05, maka H0  ditolak, berarti
tidak ada perbedaan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene
menggunakan chlorhexidine 0,2% dengan teknik konvensional dan komprehensif
pada penderita dengan ventilator mekanik di ruang ICU RSUD dr. Saiful Anwar
Malang.

4.9 Etika penelitian


Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti mengajukan surat
permohonan ijin untuk melakukan kode etik kepada Komisi Etik Penelitian
Kesehatan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dengan No. 400/178/K.3/302/2018.
Dengan pertimbangan etika penelitian sebagai berikut:
1. Informed Concent
Lembar persetujuan yang diberikan kepada keluarga responden, peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan serta dempak penelitian. Jika keluarga
responden bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan dan
sebaliknya jika keluarga responden menolak maka peneliti tidak akan
memaksa dengan menghormati haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Peneliti akan menjaga kerahasiaan subjek penelitian, maka dalam lembar
pengumpulan data penelitian tidak dicantumkan nama, tetapi hanya
menyebutkan inisial namanya saja.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Pada kerahasiaan ini, peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang
diperoleh dari responden dengan tidak mempublikasikan data yang
dipeoleh kepada pihak lain atau pihak yang tidak berkepentingan dan
hanya menggunakan untuk kepentingan penelitian.
4. Beneficence
Keharusan secara etik untuk mengusahakan manfaat sebesar-besarnya dan
memperkecil kerugian atau resiko bagi subyek. Hal ini memerlukan desain
penelitian yang tepat dan akurat serta terjaga keselamatan.

41
5. Justice
Adanya keseimbangan manfaat dan risiko. Risiko yang mungkin dialami
oleh subyek meliputi: fisik (biomedis), psikologis (mental), dan sosial. Hal
ini terjadi karena akibat penelitian, pemberian obat atau intervensi selama
penelitian.
6. Respect for person (menghormati orang)
Peneliti harus mempertimbangkan secara mendalam terhadap
kemungkinan bahaya dan penyalahgunaan penelitian terhadap subyek
penelitian .
7. Non Maleficence (tidak membahayakan subyek penelitian).
Mengurangi adanya bahaya atau dampak negatif terhadap subyek dengan
cara melindungi subyek dengan memberikan jaminan tidak adanya efek
negatif.

42
4.10 Kerangka Operasional

Pasien yang di rawat dengan ventilator mekanik sebelum


24 jam tanpa pneumonia

Sampel sesuai kriteria inklusi;


13 sampel tiap kelompok, total 26 sampel

Kepadatan Kuman Pre tindakan


Kepadatan Kuman Pre tindakan oral hygiene (swab 1)
oral hygiene (swab 1)

Teknik Konvensional Oral hygiene Teknik komprehensif

Kepadatan Kuman 4 jam Post Kepadatan Kuman 4 jam Post


oral hygiene (swab 2) oral hygiene (swab 2)

Pengolahan Data
Editing, coding, data entry, tabulasi data

Analisis

Hasil penelitian
1. Jika nilai p-value > α (0,05) maka H0  ditolak
2. Jika nilai p-value < α (0,05) maka H0  diterima

Gambar 4.10 Kerangka operasional

43
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum

Telah dilakukan penelitian tindakan swab pre dan post oral hygiene
dengan chlorhexidine 0,2% pada pasien yang terpasang ventilator mekanik
sebelum 24 jam terhadap kepadatan bakteri orofaring pada 26 pasien yang
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien dibagi 2 kelompok yaitu
kelompok tindakan oral hygiene dengan teknik konvensional dan
komprehensif. Didapatkan hasil perhitungan kepadatan kuman pada swab pre
dan post tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0,2% dengan
teknik konvensional pada pasien yang terpasang ventilator mekanik.

5.2 Data Umum

Menyajikan perbedaan karakteristik demografi antara kelompok yang


mendapat tindakan oral hygiene teknik komprehensif dan teknik konvensional
pada penderita ventilator mekanik. Karakteristik demografi yang dikaji
tersebut antara lain usia pasien, jenis kelamin pasien.

44
Tabel 5.2. Karakteristik Sampel pada Kelompok Komprehensif
dan Konvensional
Komprehensif Konvensional

  Mean SD Mean SD  
Umur 42.00 15.55 38.00 13.95 0.450
Jenis kelamin  
L 9 56.3% 8 50.0% 0.723
P 7 43.8% 8 50.0%
p-value < 0,05 bermakna secara statistik

Berdasarkan data karakteristik responden di atas dapat diketahui


mengenai distribusi responden pada setiap kelompok yang diamati. Pada data
usia responden menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.450 (p>0.05), yang
dapat diartikan bahwa pasien penderita dengan ventilator mekanik pada
kelompok yang menggunakan Teknik komprehensif (mean= 42 tahun) dan
Teknik konvensional (mean= 38 tahun) mempunyai rata-rata usia yang tidak
berbeda bermakna.
Kemudian, dari faktor jenis kelamin responden menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0.723 (p>0.05), yang dapat diartikan bahwa pasien
penderita dengan ventilator mekanik pada kelompok yang menggunakan
Teknik komprehensifdan Teknik konvensional mempunyai jumlah responden
dengan jenis kelamin yang hampir sama, karena tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna.

5.3 Data Khusus


Variabel dalam penelitian ini menggunakan skala numeric dan
kategorik, yaitu variabel jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene
Teknik konvensional dibandingkan dengan Teknik komprehensif pada
penderita dengan ventilator mekanik, sebab selain menghasilkan angka, juga
diperoleh data TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung) karena pertumbuhan
bakteri yang terlalu padat. Dengan demikian, untuk mengetahui perbandingan
antara jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene Teknik
konvensional dibandingkan dengan Teknik komprehensif pada penderita
dengan ventilator mekanik, dapat dilakukan dengan menggunakan uji Mann

45
whitney. Untuk membandingkan jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan
sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif dan
Teknik konvensional, dapat menggunakan uji Wilcoxon. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan software SPSS. Output hasil analisis dapat dilihat pada
lembar lampiran.
5.3.1 Perbandingan jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan sesudah
diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif dan
Teknik konvensional.
Hasil pengujian dengan menggunakan uji wilcoxon untuk mengetahui
perbandingan jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan sesudah diberikan
tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif dan Teknik konvensional,
dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 5.3.1 Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan
sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif.
Bakteri Nilai p
Jumlah Pre test Post test
dari Uji
bakteri
wilcoxo
orofaring
Mean ± SD Mean ± SD n
Hasil
2218.08 263.23 1777.77 367.79
CFU/plate 0.002
TBUD 3 (18.8%) 3 (18.8%)
Sumber: Hasil analisis data di lampiran

Berdasarkan tabel 5.3.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah bakteri

orofaring pada pasien penderita dengan ventilator mekanik sebelum

diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif

menunjukkan ada sebanyak 3 hasil CFU/plate yang TBUD, sedangkan 13

data lainnya mempunyai angka numeric dengan rata-rata sebesar 2218.08

(SD 263.23). Adapun jumlah bakteri orofaring pada pasien penderita

dengan ventilator mekanik pada saat sesudah diberikan tindakan oral

hygiene dengan Teknik komprehensif menunjukkan ada sebanyak 3 hasil

46
CFU/plate yang TBUD, sedangkan 13 data lainnya mempunyai angka

numeric dengan rata-rata sebesar 1777.77 (SD 367.79).

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji wilcoxon untuk perbandingan

jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan sesudah diberikan tindakan

oral hygiene dengan Teknik komprehensif menunjukkan nilai signifikansi

sebesar 0.002 (p<0.05, tolak Ho), sehingga dapat diartikan bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna pada jumlah bakteri orofaring antara sebelum

dan sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif.

Dimana rata-rata jumlah bakteri orofaring pada saat sesudah perbedaan

yang bermakna pada jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan sesudah

diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif lebih rendah

dari pada sebelum diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik

komprehensif.

2218,8
1777,7

Gambar 5.3.1 Grafik Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring antara


sebelum dan sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik
komprehensif

47
Berdasarkan gambar 5.1 menunjukkan bahwa berdasarkan rata-rata

hasil CFU/plate diketahui jumlah bakteri orofaring pada saat sebelum

diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif cenderung

lebih tinggi daripada saat sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan

Teknik komprehensif. Sedangkan untuk data yang tidak dapat untuk

dihitung (TBUD) pada saat sebelum (18.8%) diberikan tindakan oral

hygiene dengan Teknik komprehensif jumlahnya sama dengan saat

sesudah (18.8%) diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik

komprehensif.

Kemudian, hasil uji perbandingan jumlah bakteri orofaring antara

sebelum dan sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik

konvensional, dapat disajikan sebagai berikut.

5.3.2 Tabel Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan
sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik konvensional

Bakteri Nilai p
Jumlah bakteri Pre test Post test
dari Uji
orofaring
Mean ± SD Mean ± SD wilcoxon
Hasil CFU/plate 1981.31 454.02 1585.54 606.12
0.002
TBUD 3 (18.8%) 3 (18.8%)
Sumber: Hasil analisis data di lampiran

Berdasarkan tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah bakteri

orofaring pada pasien penderita dengan ventilator mekanik sebelum

diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik konvensional

menunjukkan ada sebanyak 3 hasil CFU/plate yang TBUD, sedangkan 13

data lainnya mempunyai angka numeric dengan rata-rata sebesar 1981.31

48
(SD 454.02). Ada pun jumlah bakteri orofaring pada pasien penderita

dengan ventilator mekanik pada saat sesudah diberikan tindakan oral

hygiene dengan Teknik konvensional menunjukkan ada sebanyak 6 hasil

kuantitatif CFU/plate yang TBUD, sedangkan 13 data lainnya mempunyai

angka numeric dengan rata-rata sebesar 1585.54 (SD 606.12).

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji wilcoxon untuk perbandingan

jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan sesudah diberikan tindakan

oral hygiene dengan Teknik konvensional menunjukkan nilai signifikansi

sebesar 0.002 (p<0.05, tolak Ho), sehingga dapat diartikan bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna pada jumlah bakteri orofaring antara sebelum

dan sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik konvensional.

Dimana rerata jumlah bakteri orofaring pada saat sesudah perbedaan yang

bermakna pada jumlah bakteri orofaring antara sebelum dan sesudah

diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik konvensional lebih rendah

daripada sebelum diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik

konvensional.

1981.31

1585.54

49
Gambar 5.3.2 Grafik Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring antara
sebelum dan sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik
konvensional
Berdasarkan gambar 5.3.2 menunjukkan bahwa rata-rata hasil CFU/plate
diketahui jumlah bakteri orofaring pada saat sebelum diberikan tindakan oral
hygiene dengan Teknik konvensional cenderung lebih tinggi daripada saat
sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik konvensional.
Sedangkan untuk data yang tidak dapat untuk dihitung (TBUD) pada saat
sebelum (18.8%) diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik konvensional
sama dengan saat sesudah (18.8%) diberikan tindakan oral hygiene dengan
Teknik konvensional.
5.3.3 Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral
hygiene dengan Teknik komprehensif dan konvensional
Hasil pengujian dengan menggunakan uji mann whitney untuk
mengetahui perbandingan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral
hygiene saat sebelum (pre test) menggunakan Teknik komprehensif dan
konvensional, dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 5.3.3 Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral
hygiene saat sebelum (pre test) menggunakan Teknik komprehensif dan
konvensional
Pre test Nilai p
Teknik komprehensif Teknik konvensional
Jumlah bakteri dari Uji
orofaring mann
Mean ± SD Mean ± SD whitney
Hasil
2218.08 263.23 1981.31 454.02
CFU/plate 0.269
TBUD 3 (18.8%) 3 (18.8%)
Sumber: Hasil analisis data di lampiran

Berdasarkan tabel 5.3.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah bakteri

orofaring pada pasien penderita dengan ventilator mekanik pada tindakan

50
oral hygiene dengan Teknik komprehensif menunjukkan ada sebanyak 3

hasil CFU/plate yang TBUD, sedangkan 13 data lainnya mempunyai

angka numeric dengan rata-rata sebesar 2218.08 (SD 263.23). Adapun

jumlah bakteri orofaring pada pasien penderita dengan ventilator mekanik

sebelum diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik konvensional

menunjukkan ada sebanyak 3 hasil CFU/plate yang TBUD, sedangkan 13

data lainnya mempunyai angka numeric dengan rata-rata sebesar 1981.31

(SD 454.02).

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji mann whitney untuk

perbandingan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene saat

sebelum (pre test) menggunakan teknik komprehensif dan konvensional

menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.269 (p>0.05, terima Ho),

sehingga dapat diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna

pada jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene saat sebelum

(pre test) menggunakan teknik komprehensif dan teknik konvensional.

51
Gambar 5.3.3 Grafik Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring pada
tindakan oral hygiene saat sebelum (pre test) menggunakan teknik
komprehensif dan teknik konvensional

Berdasarkan gambar 5.3.3 menunjukkan bahwa berdasarkan rata-

rata hasil CFU/plate diketahui jumlah bakteri orofaring pada saat sebelum

diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif cenderung

lebih tinggi daripada dengan Teknik konvensional. Sedangkan untuk data

yang tidak dapat untuk dihitung (TBUD) pada saat sebelum diberikan

tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif dan Teknik

Konvensional (18.8%)

Kemudian, hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring pada

tindakan oral hygiene saat sesudah (post test) menggunakan Teknik

komprehensif dan konvensional, dapat disajikan sebagai berikut.

5.3.4 Tabel Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral
hygiene saat sesudah (post test) menggunakan Teknik komprehensif dan
konvensional
Post test Nilai p
Teknik komprehensif Teknik konvensional
Jumlah bakteri dari Uji
orofaring mann
Mean ± SD Mean ± SD whitney
Hasil CFU/plate 1777.77 367.79 1585.54 606.12
0.295
TBUD 3 (18.8%) 3 (18.8%)
Sumber: Hasil analisis data di lampiran

Berdasarkan tabel 5.3.4 di atas menunjukkan bahwa jumlah bakteri

orofaring pada pasien penderita dengan ventilator mekanik pada saat

sesudah diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif

52
menunjukkan ada sebanyak 13 hasil CFU/plate yang TBUD, sedangkan 3

data lainnya mempunyai angkan umerik dengan rata-rata sebesar 1777.77

(SD 367.79). Adapun jumlah bakteri orofaring pada pasien penderita

dengan ventilator mekanik pada saat sesudah diberikan tindakan oral

hygiene dengan Teknik konvensional menunjukkan ada sebanyak 13 hasil

CFU/plate yang TBUD, sedangkan 3 data lainnya mempunyai angka

numeric dengan rata-rata sebesar 1585.54 (SD 606.12).

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji mann whitney untuk

perbandingan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene saat

sesudah (post test) menggunakan teknik komprehensif dan konvensional

menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.295 (p>0.05, terima Ho),

sehingga dapat diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna

pada jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene saat sesudah

(post test) menggunakan teknik komprehensif dan teknik konvensional.

53
Gambar 5.3.4 Grafik Hasil perbandingan jumlah bakteri orofaring pada
tindakan oral hygiene saat sesudah (post test) menggunakan teknik
komprehensif dan teknik konvensional
Berdasarkan gambar 5.3.4 menunjukkan bahwa berdasarkan rata-

rata hasil CFU/plate diketahui jumlah bakteri orofaring pada saat sesudah

(post test) diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif

cenderung lebih tinggi daripada dengan Teknik konvensional. Sedangkan

untuk data yang tidak dapat untuk dihitung (TBUD) pada saat sesudah

(post test) diberikan tindakan oral hygiene dengan Teknik komprehensif

dan Teknik Konvensional adalah (18.8%).

Gambar 5.3.5 Grafik Hasil perbandingan jumlah bakteri orofharing pada


tindakan oral hygiene sebelum (pre) dan sesudah (post) menggunakan
teknik komprehensif dan teknik konvensional

54
Berdasarkan gambar 5.3.5 menunjukkan bahwa rata-rata hasil
kuantitatif diketahui jumlah bakteri orofharing pada saat sebelum (pre)
dan sesudah (post) diberikan tindakan oral hygiene dengan teknik
konvensional jumlah bakteri berkurang sebayak 395,77 sedang dengan
teknik komprehensif jumlah bakteri berkurang 441,1.

55
BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan penurunan jumlah bakteri


orofaring pada tindakan oral hygiene antara teknik komperehensif dengan teknik
konvensional pada penderita dengan ventilator mekanik. Subyek penelitian ini di
bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok tindakan oral hygiene dengan teknik
konvensional dan kelompok tindakan oral hygiene dengan teknik komperehensif.
Masing – masing kelompok terdiri dari 13 pasien, sehingga total 26 pasien. Oral
hygiene adalah tindakan pemeliharaan atau menjaga rongga mulut agar tetap
bersih dan tidak berbau.
Sekresi orofaringeal yang terkontaminasi berperan penting pada terjadinya
VAP. Terdapat dua hal yang berkaitan dengan lingkungan mulut dalam terjadinya
VAP, yaitu lingkungan mikroba dan saliva. Secara umum, ketika terpasang
endotracheal tube, seluruh fungsi normal berubah. Reaksi benda asing pada
jaringan trakea dapat terjadi dan tekanan ekstrem dari pompa dapat merusak
dinding trakea, yang berpotensi menyebabkan kerusakan jangka panjang.
Endotracheal tube juga dapat menimbulkan lingkungan terbentuknya dan
berkembangnya biofilm. Selain itu, proteksi alami dan mekanisme klirens sekresi
dapat terganggu. Alat tersebut melewati filtrasi normal hidung yang berfungsi
menghangatkan dan humidifikasi udara. Hilangnya penghangatan menurunkan
kemampuan udara untuk membawa lembab, sedangkan kelembaban yang
berkurang dapat menyebabkan mukus kering, menebal, dan sulit untuk
dimobilisasi, sehingga menyebabkan jaringan paru rentan terhadap cidera dan
infeksi (Pear, 2013).
Mekanisme klirens mukosilier juga terganggu pada pasien yang terpasang
endotracheal tube. Alat ini dapat menjadi saluran langsung untuk akses patogen
menuju paru-paru. Klirens mukus normal melalui eskalator mukosilier terganggu
oleh manset endotracheal tube menekan epiglotis pada posisi terbuka. Sekresi
akan terakumulasi di atas manset, terbawa ke belakang tenggorokan dan
mengontaminasi orafaring. Dengan membiarkan epiglotis terbuka, sekresi dapat

56
berjalan menuju trakea melalui glotis diantara korda vokalis, sehingga dapat
keluar dari manset endotracheal tube dan teraspirasi pada paru. Intubasi juga
menghambat mekanisme batuk. Pasien biasanya disedasi, sehingga menekan
responsivitas fisik dan respon normal terhadap sekresi berlebihan. Endotracheal
tube mengeblok reflek batuk dan tekanan positif dari ventilator juga menekan
usaha untuk batuk. Dengan adanya kontaminasi akan menjadi patogen dan
aspirasi berlanjut, sehingga mikroorganisme patogenik mengganggu pertahanan
antibakterial tubuh dan pasien mengalami pneumonia (Pear, 2013).
Efektifitas larutan antiseptik adalah hal yang penting untuk mencegah
infeksi. Dalam penelitian ini menggunakan antiseptik beruba chlorhexidine 0,2%.
Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan bisbiguanid yang memiliki
berbagai aktivitas melawan mikroorganisme gram positif, termasuk patogen
multiresisten seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA),
Vancomisin resistant Enterococcus (VRE) dan mempunyai efek terbatas pada
bakteri gram negatif, jamur serta virus. Senyawa dalam chlorhexidine secara
efisien mengubah permeabilitas dinding sel, serta secara cepat mengendapkan
komponen membran sel dan sitoplasma (Ali et al, 2015).
Jika pasien yang terintubasi tidak mendapatkan oral hygiene komprehensif
dan efektif, kotoran disela-sela gigi dan bakteri yang mengeras akan muncul pada
gigi selama 72 jam. Hal ini diikuti dengan munculnya gingivitis, inflamasi gusi,
infeksi dan pergeseran mikroba dari dominasi Streptococcus dan Actinomyces spp
menjadi basili gram negatif. Karena adhesi pada permukaan mulut penting untuk
eksistensi dan proliferasi organisme berkelanjutan, bakteri yang menempel pada
permukaan gigi akan perlahan membentuk biofilm dan berujung pada
pembentukan plak gigi (Gupta, 2012).
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan
adanya pembersihan dan dekontaminasi orofaring dengan agen antiseptik,
sedangkan  American Association of Critical-Care Nurses (AACN)
merekomendasikan penilaian rongga mulut dan bibir setiap 8 jam, dan melakukan
oral care tiap 2-4 jam dan jika dibutuhkan, menggunakan sikat gigi lembut dua
kali sehari, serta menggosok gigi pasien untuk menghilangkan kotoran gigi, serta

57
menggunakan oral swab dengan hidrogen peroksida 1,5% untuk membersihkan
mulut tiap 2-4 jam dengan memberikan pelembab mulut untuk menjaga
kelembaban (Gupta, 2012).
Berdasarkan hasil uji wilcoxon pada Tabel 5.3.1 untuk perbandingan
jumlah bakteri orofharing antara sebelum dan sesudah diberikan tindakan oral
hygiene dengan Teknik komprehensif menunjukkan nilai signifikansi sebesar
0.002 (p<0.05, tolak Ho), sehingga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna pada jumlah bakteri orofharing antara sebelum dan sesudah
diberikan tindakan oral hygiene dengan teknik komprehensif. Dimana rerata
jumlah bakteri orofharing pada saat sesudah diberikan tindakan oral hygiene
dengan teknik komprehensif lebih rendah. Di tahun 2015 Mori et al melakukan
penelitian tentang penurunan angka kejadian VAP dengan menggunakan teknik
oral hygine komprehensif . Protokol penelitian tersebut menggunakan sikat gigi
dan membilasnya dengan providone-iodine tiga kali sehari. Hasilnya
menunjukkan penurunan kejadian VAP pada kelompok yang menggunakan teknik
komprehensif. Hal ini di perkuat dari penelitian yang membandingkan tingkat
VAP sebelum dan sesudah dilakukan tindakan oral hygine komprehensif yang di
lakukan oleh Sona et al pada tahun 2013. Studi ini membandingkan angka VAP,
pada semua pasien yang menggunakan ventilasi mekanik selama periode pra
intervensi dan post intervensi oral hygine. Intervensi oral hygine pada penelitian
ini adalah menyikat gigi selama 1-2 menit dengan interval 12 jam dengan pasta
natrium monoflurofosfat 0,7%.  Hasilnya signifikan dalam mengurangi kejadian
VAP.
Oral hygiene komprehensif dianggap penting dalam pencegahan pnemonia
pasien rawat inap. Dekontaminasi oral rutin merupakan metode efektif untuk
menurunkan VAP melalui menurunkan muatan mikroba pada rongga orofaring.
Telah dilakukan penelitian bahwa oral hygiene rutin dapat menurunkan VAP
sebanyak 60% (Soh, 2012; Gupta, 2012).
Teknik konvensional hasilnya pun juga menurunkan jumlah kuman,
berdasarkan hasil uji wilcoxon pada tabel 5.3.2 untuk perbandingan jumlah
bakteri orofharing antara sebelum dan sesudah diberikan tindakan oral hygiene

58
dengan teknik konvensional menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.002
(p<0.05, tolak Ho), sehingga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna pada jumlah bakteri orofharing antara sebelum dan sesudah diberikan
tindakan oral hygiene dengan teknik konvensional. Hal ini juga di perkuat oleh
penelitian Klompas et al, pada tahun 2015 terjadi penurunan angka VAP yang
signifikan pada pasien yang terventilator setelah menjalani operasi bedah jantung
dengan memakai chlorhexidine untuk oral hygiene.
Dari kedua teknik oral hygiene pada penelitian ini sama-sama menurunkan
jumlah bakteri. Namun secara statistik tidaklah berbeda. Manfaat oral hygine
dengan teknik komprehensif selain menurunkan angka kejadian VAP adalah
membuat bau mulut berkurang di bandingkan dengan teknik konvensional. Jika
tidak menyikat gigi dan menggosok gigi setiap hari, dapat meningkatkan
pertumbuhan bakteri di antara gigi, di sekitar gusi, dan di lidah. Ini menyebabkan
bau mulut dan membuat jumlah pertumbuhan bakteri pada orofharing lebih
sedikit. Dengan cara menambahkan obat kumur antibakteri dalam hal ini adalah
Chlorhexidine 0,2%. Kekurangan penelitian ini terdapat pada hitung jenis bakteri
yang kurang spesifik pada kuman tertentu saja misalkan pada bakteri yang
patogen. Kekurangan yang lain adalah sampel penelitian ini susah di cari dan
jumlah pasiennya sedikit karena haruslah sesuai kriteria penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti telah menggunakan sikat gigi dan agen
antiseptik untuk membersihkan gigi dan rongga mulut sebagai salah satu tindakan
perawatan untuk menurunkan kejadian VAP.

59
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan jumlah bakteri
orofaring pada tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0,2%
dengan teknik konvensional dan komprehensif pada penderita dengan
ventilator mekanik di ICU RSUD dr. Saiful An, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:war
1. Terdapat penurunan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene
teknik komperehensif pada penderita dengan ventilator mekanik yaitu
dengan rata-rata 441.1
2. Terdapat penurunan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene
teknik konvensional pada penderita dengan ventilator mekanik yaitu
dengan rata-rata 395.77
3. Terdapat penurunan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene
teknik komperehensif lebih banyak dibandingkan dengan teknik
konvensional pada penderita dengan ventilator mekanik. Akan tetapi
secara statistik tidak jauh berbeda.

7.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti dapat merumuskan
saran sebagai berikut:
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi petugas kesehatan disarankan untuk melakukan oral hygiene
dengan teknik komprehensif pada pasien yang terpasang ventilator 2-3
kali sehari agar gigi, mulut bersih dan tidak terjadi penumpukan bakteri
orofaring sebagai salah satu upaya pencegahan VAP.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menspesifikkan bakteri
apa saja yang harus di hitung untuk melihat efektifitas tindakan oral

60
hygiene yang di lakukan.
3. Bagi Rumah Sakit
Tindakan oral hygine komprehensif adalah salah satu upaya pencegahan
terjadinya VAP. Maka perlu di buat suatu standar operasional prosedur
(SOP) baru untuk teknik oral hygine komprehensif untuk pasien ICU di
RSUD dr. Saiful Anwar Malang.

61
DAFTAR PUSTAKA

Access, O. (2013). Dental caries and oral health practice among 12 year old
school children from low socio-economic status background in Zimbabwe,
8688, 1–6. https://doi.org/10.11604/pamj.2013.14.164.2399

Andrews, T., & Steen, C. (2013). A review of oral preventative strategies to


reduce ventilator-associated pneumonia. Nursing in Critical Care, 18(3),
116–122. https://doi.org/10.1111/nicc.12002

Atay, S., & Karabacak, Ü. (2014). Oral care in patients on mechanical ventilation
in intensive care unit : literature review, 2(3), 822–829.
https://doi.org/10.5455/2320-6012.ijrms20140876

Atmaja, H. K., Kisid, K. M., Keperawatan, J., Kebidanan, J., Mataram, P. K., &
Ri, K. (2015). Deteksi Dini Ventilator Associated Pneumonia Pada Pasien
Terpasang Ventilator di Instalasi Perawatan Intensif RSUD Provinsi NTB, 6,
150–153.

Bénet, T., Allaouchiche, B., Argaud, L., & Vanhems, P. (2012). Impact of
surveillance of hospital-acquired infections on the incidence of ventilator-
associated pneumonia in intensive care units: a quasi-experimental study.
Critical Care, 16(4), R161. https://doi.org/10.1186/cc11484

Bonten, M. J. M., Kollef, M. H., & Hall, J. B. (2004). Risk Factors for Ventilator ‐
Associated Pneumonia: From Epidemiology to Patient Management.
Clinical Infectious Diseases, 38(8), 1141–1149.
https://doi.org/10.1086/383039

Erb, C. T., Patel, B., Orr, J. E., Bice, T., Richards, J. B., Metersky, M. L., … Jg,
B. (2016). Clinical Practice Guideline : Management of Adults with
Hospital-acquired and, 13(12), 2258–2260.

62
https://doi.org/10.1513/AnnalsATS.201608-641CME

Fauci, Braunwald, K. et al. (2012). Harrison : Manual Kedokteran.

Kalanuria, A. A., Zai, W., & Mirski, M. (2014). Ventilator-associated pneumonia


in the ICU, 1–8.

Kalil, A. C., Metersky, M. L., Klompas, M., Muscedere, J., Sweeney, D. A.,
Palmer, L. B., … Brozek, J. L. (2016). Management of Adults With
Hospital-acquired and Ventilator-associated Pneumonia: 2016 Clinical
Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the
American Thoracic Society. Clinical Infectious Diseases : An Official
Publication of the Infectious Diseases Society of America, 63(5), e61–e111.
https://doi.org/10.1093/cid/ciw353

Keyt, H., Faverio, P., & Restrepo, M. I. (2014). Prevention of ventilator-


associated pneumonia in the intensive care unit: a review of the clinically
relevant recent advancements. The Indian Journal of Medical Research,
139(6), 814–821. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25109715

Mohamed, E. E., El, A., Ali, D., & Alla, A. (2013). Clinical pulmonary infection
score and C-reactive protein in the prediction of early ventilator associated
pneumonia. Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 62(3),
453–458. https://doi.org/10.1016/j.ejcdt.2013.07.015

Ners, J. (2018). Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Pada klien


dengan ventilasi mekanik menggunakan indicator Clinical Pulmonary
Infection Score (CPIS) (The Incident of Ventilator Associated Pneumonia,
9(2).

Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rieneka


Cipta. 2012.

Protection, H., & Centre, S. (2011). Guidelines for the prevention of ventilator-

63
associated pneumonia in adults in Ireland, (February).

Rabello, F., Araújo, V., & Magalhães, S. (2018). Effectiveness of oral


chlorhexidine for the prevention of nosocomial pneumonia and ventilator-
associated pneumonia in intensive care units: Overview of systematic
reviews. International Journal of Dental Hygiene.
https://doi.org/10.1111/idh.12336

Susmiarti., D., Pasien, P., & Ventilasi, D. (2015). Vap bundle, (2012).

Wiryana, M. (2012). Tinjauan pustaka Ventilator Associated Pneumonia Made


Wiryana Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi, FK Unud/RSUP
Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, 8(September 2012), 254–268.

64
65
Lampiran 1

Lembar Penjelasan Kepada Responden

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

Saya adalah Yeni Sulistyani, Mahasiswa S1 Keperawatan STIKES Maharani


Malang dengan ini meminta bapak/ibu/saudara yang saat ini orang
tua/anak/suami/istri sedang dirawat di Ruang ICU untuk berpartisipasi dengan
sukarela dalam penelitian yang berjudul “Mengidentifikasi perbedaan jumlah
bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0.2%
dengan teknik konvensional dan komperehensif pada penderita dengan ventilator
mekanik”
Tujuan dari penelitian ini adalah ntuk mengetahui perbedaan jumlah bakteri
orofaring pada tindakan oral hygiene teknik komperehensif dibandingkan dengan
teknik konvensional pada penderita dengan ventilator mekanik dapat memberi
manfaat menambah informasi ilmiah tentang efek tindakan oral hygiene teknik
komperehensif sebagai alternatif untuk mencegah VAP (infeksi akibat pemakaian
alat bantu nafas/ventilator). Penelitian ini akan berlangsung selama 3 bulan dan
sampel berupa penderita dengan ventilator mekanik yang termasuk dalam kriteria
inklusi yang akan diambil dengan cara sesuai SOP.

A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian


Anda Bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
Bila anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk
mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda ataupun
sanksi apapun
B. Prosedur
Pengambilan sample sesuai SOP cara ini mungkin menyebabkan komplikasi
tetapi anda tidak perlu kuatir karena apabila timbul komplikasi dan apabila
ada efek samping maka akan dilakukan perawatan semua biaya perawatan

66
yang dikarenakan sebagai akibat dari tindakan penelitian akan ditanggung
oleh peneliti.
C. Kewajiban responden penelitian
Sebagai responden penelitian anda berkewajiban mengikuti aturan atau
petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas
orang tua bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Resiko dan Efek Samping dan Penanganannya
Penelitian ini dilakukan dengan cara membersihkan mulut, gigi, lidag dan
rongga mulut dengan chlorhexidine 0,2%. Kepada responden, peneliti
menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif terhadap
responden maupun orang lain.
E. Manfaat
Yang diperoleh dalam keikutsertaan penelitian adalah dapat menurunkan
bakteri yang ada di orofaring dan akan menurunkan angka kejadian VAP.
Seandainya anda tidak menyetujui cara ini maka anda dapat memilih cara lain
yaitu dengan teknik konvensional atau pasien boleh tidak mengikuti
penelitian ini sama sekali, dan tidak akan mempengaruhi pelayanan rumah
sakit terhadap pasien.
F. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas partisipan penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti serta pembimbing
penelitian. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas partisipan
penelitian.
G. Kompensasi
Dalam penelitian ini terdapat kompensasi chlorhexidine 0,2% dan sikat gigi
gratis
H. Pembiayaan
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti sendiri.
I. Informasi Tambahan
Keluarga diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu membutuhkan

67
penjelasan lebih lanjut, dapat menghubungi peneliti pada no. HP
081334430120. Keluarga juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada
institusi terkait.

Peneliti

Yeni Sulistyani
NIM 1714314201050

68
Lampiran 2
Lembar Persetujuan Responden

Saya yang bernama Yeni Sulistyani/1714314201050 adalah mahasiswa STIKES


Maharani Program B RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian tentang “Mengidentifikasi perbedaan jumlah bakteri
orofaring pada tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0.2% dengan
teknik konvensional dan komperehensif pada penderita dengan ventilator mekanik
di Ruang ICU RSUD dr. Saiful Anwar Malang”
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
akhir di STIKES Maharani Jurusan Ilmu Keperawatan. Untuk keperluan tersebut,
saya mohon kesediaan bapak/ibu/saudara agar orang tua/putra/putri/sodara
dijadikan responden dalam pelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan
bapak/ibu/saudara untuk bekerjasama dan kooperatif dalam pelaksanaan
penelitian .
Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai
bukti kesukarelaan bapak/ibu/saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela,
sehingga, bapak/ibu/saudara bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada
sanksi apapun. Identitas pribadi bapak/ibu/saudara serta klien dan semua
informasi yang ada akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan
penelitian ini. Atas partisipasi bapak/ibu/saudara beserta klien dalam penelitian ini
saya ucapkan terima kasih.

Malang, 2018
Peneliti Keluarga

(Yeni Sulistyani) (…......................................)

69
Lampiran 3
PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK
BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN
Inform Consent

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama :
Umur :
Alamat :
Saya telah mengerti tentang apa yang tercantum dalam lembar penjelasan diatas
dan telah dijelaskan oleh peneliti
Dengan ini saya menyatakan bahwa secara sukarela (bersedia/tidak bersedia*) jika
orang tua/bapak/ibu/anak/saudara kami untuk ikut serta menjadi salah satu subjek
penelitian yang berjudul “Mengidentifikasi perbedaan jumlah bakteri
orofaring pada tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0.2%
dengan teknik konvensional dan komperehensif pada penderita dengan
ventilator mekanik”.

Malang,…….......... 2018

Peneliti Yang membuat pernyataan

Yeni Sulistyani (……………………)


NIM 1714314201050

Saksi 1

(...........................)
*) Coret salah satu

70

Anda mungkin juga menyukai