Disusun Oleh:
dr. Yuliana
Pembimbing:
dr. Suwandi, Sp.A
Pendamping :
dr. Martha Andriani
Wahana:
Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tanjung Enim
LAPORAN KASUS
Trombositopeni Et Causa Demam Dengue
Oleh:
dr. Yulian
Portofolio ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Program Internsip Dokter Indonesia di wahana Rumah Sakit Bukit Asam Medika
periode 11 november 2022 – 11 Mei 2023.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Trombositopeni et causa Demam berdarah Dengue”. Laporan kasus ini disusun
sebagai salah satu borang laporan kasus Program Internsip Dokter Indonesia di
Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tanjung Enim.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Martha Andriani selaku dokter pembimbing laporan dan dokter pendamping
Program Internsip Dokter Indonesia di RS Bukit Asam Medika Tanjung Enim
yang telah membantu dalam penyelesaiannya.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
oleh karena itu, penulis mengharapkan bantuan dari dokter pembimbing dan
teman sejawat untuk memberi saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
PENDAHULUAN
1
tanpa renjatan sedangkan derajat III dan IV disebut DBD dengan renjatan atau
Dengue Shock Syndrome (DSS). Kelainan organ lain serta manifestasi yang
tidak lazim dikelompokan dalam Dengue Syndrome atau Isolated Organopaty.1
2
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta :
Obyektif Presentasi :
Deskripsi :
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan demam 5 hari
Keluhan Tambahan:
Gusi berdarah,BAB cair, mual dan muntah
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os datang dengan keluhan demam sejak ± 5 hari SMRS dan timbul mendadak.
Demam dirasakan meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Keluhan
disertai dengan gusi berdarah dan nyeri perut yang timbul sejak ± 2 hari SMRS. Nyeri
perut dirasakan, tidak menjalar, dirasakan terus menerus, tidak membaik maupun
memburuk saat pasien beristirahat maupun beraktifitas. Keluhan disertai BAB cair >3x
konsistensi leibih banyak air dibanding ampas Selain itu terdapat keluhan mual, muntah
sebanyak 2 kali isi apa yang dimakan, dan nafsu makan menurun.Keluhan baru pertama
kali dirasakan. Lingkungan keluarga dan tetangga tidak ada yang mengalami keluhan
3
serupa.
6. Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi:
WHO-SEARO. 2011.
4
3. Kemenkes RI. Data dan informasi profil kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kemenkes
RI. 2018.
4. Dinas Kesehatan Kota Palembang. Profil Kesehatan Kota Palembang tahun 2018. 2018.
5. Panduan Praktik Klinik (PPK). Departemen/ SMF Kesehatan Anak RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. 3-17. 2016.
6. Soedarmo, S. S. P, et al. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi II. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2012. 155-181.
7. Kurnia B, Suryawan IWB. The Association between Obesity and Severity of Dengue
Hemorrhagic Fever in Children at Wangaya General Hospital. Open Access Maced J
Med Sci. 2019;7(15):2444-2446. Published 2019 Jul 25. doi:10.3889/oamjms.2019.660.
8. Soedarmo, S. S. P, et al. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi II. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2012. 155-181.
9. Morra ME, dkk. Definitions for warning signs and signs of severe dengue according to
the WHO 2009 classification: Systematic review of literature. Rev Med Virol. 2018
Jul;28(4):e1979.
13. Marcdante. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Jakarta: Elsevier,
2013.
14. WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and control, 2009.
15. Leovani, V., Sembiring LP. Gambaran Klinis dan Komplikasi Pasien Demam Berdarah
5
Dengue Derajat III dan IV di Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau Periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013. JOM FK Journal. 2(2); 2015.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Demam berdarah dengue
2. Penatalaksanaan Demam berdarah dengue
3. Edukasi pada pasien Demam berdarah dengue
6
Suhu : 37,8 oC
SpO2 : 99%
Lingkar perut : 59 cm
Antropometri
Berat Badan : 19 kg
Tinggi Badan : 115 cm
Status Generalis
Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris, ubun-ubun cekung -/-
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Wajah : simetris, edema wajah (+)
Mata : edema periorbital (=/-), pupil bulat isokor Ø3mm, reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Bentuk biasa, epistaksis (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, tanda peradangan (-), sianosis (-)
Leher
Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat, deviasi trakhea (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR: 100 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
7
Abdomen
Abdomen cembung, simetris, bu + normal, asites (-), NTE (+)
Ekstremitas
Akral hangat, sianosis (-), edema (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI LENGKAP (30 Januari 2023)
8
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Ht 32 35-45 %
Hitung jenis
9
ASSESSMENT
Pada kasus ini Os diantar orangtuanya dengan keluhan demam sejak ± 5 hari SMRS
dan timbul mendadak. Demam dirasakan meningkat pada malam hari dan menurun pada
pagi hari. Keluhan disertai dengan gusi berdarah dan nyeri perut yang timbul sejak ± 2 hari
SMRS. Nyeri perut dirasakan tidak menjalar, dirasakan terus menerus, tidak membaik
maupun memburuk saat pasien beristirahat maupun beraktifitas. Keluhan disertai BAB cair
>3x konsistensi leibih banyak air dibanding ampas Selain itu terdapat keluhan mual,
muntah sebanyak 2 kali isi apa yang dimakan, dan nafsu makan menurun.Keluhan baru
pertama kali dirasakan. Lingkungan keluarga dan tetangga tidak ada yang mengalami
keluhan serupa
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, nadi 110x/menit, laju pernapasan 22x/menit dan suhu 37.8oC. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan hepar teraba 2 cm dibawah arcus costae dan shifting
dullness (-).
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 03 september 2023 diperoleh nilai hemoglobin
12.7 g/dL, eritrosit 4,16 juta/ul, hematokrit 32%, dan trombosit 53.000/mm3.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan,
diagnosis pada pasien ini adalah Trombositopeni ec demam berdarah dengue.
Penatalaksanaan kasus tersebut berupa pemberian infus ringer laktat gtt xxx tpm mikro.
Penatalaksanaan pada kasus ini berupa pemberian cairan kristaloid Ringer Laktat
untuk menjaga volume dan cairan intravaskular serta mengatasi keadaan
hemokonsentrasi. Kebutuhan cairan harian dengan hematokrit kurang dari 42% dan
berat badan 15 kg adalah 40cc/jam. Perhitungan tersebut didapat dengan
menggunakan rumus holiday segar yaitu cairan yang dibutuhkan pada anak dengan
BB <20kg adalah (1000 + ((BB-10) x 50). Hematokrit pada pasien <42% maka
menggunakan perhitungan cairan rumatan. Perkiraan kebutuhan rumat per jam pada
anak adalah sekitar 3 cc/kgBB/jam.
Selain pemberian cairan, terapi medikamentosa yang perlu diberikan adalah
pemberiaan paracetamol dengan dosis untuk anak 10-15 mg/kgbb apabila demam.
10
Maka pada pasien diberikan parasetamol 3 x 15 cc, os juga diberikan asam
tranexamat sam traneksamat bekerja pada proses pembekuan darah. Asam traneksamat merupakan
derivat asam amino lisin yang bekerja menghambat proses fibrinolisis. Asam amino lisin yang
memiliki afinitas tinggi akan menempel pada reseptor plasminogen, sehingga plasmin tidak dapat
diaktifkan. Akibatnya proses degradasi fibrin dan faktor pembekuan lainnya oleh plasmin tidak
terjadi sehingga mempercepat perdarahan berhenti.
Untuk diet yang diberikan adalah diet gizi seimbang, makanan seperti biasa.
Evaluasi yang perlu dilakukan pada pasien ini observasi tanda-tanda vital,
pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit tiap 24 jam serta monitoring tanda kedaruratan
yaitu muntah persisten, nyeri perut, menolak asupan oral, letargi, gelisah, hipotensi
postural, serta oliguria. Kemudian perlu diberikan edukasi kepada orang tua os
mengenai perjalanan penyakit anak. Jelaskan kepada orang tua bahwa terapi yang
utama diberikan pada pasien DBD adalah cairan. Selain itu, melaksanakan upaya
pencegahan dengan 3M plus (mengubur, menutup, menguras, memberantas jentik
dan fogging), anjurkan menggunakan lotion. Lalu identifikasi gejala serupa pada
lingkungan rumah dan pelaporan kasus DBD.
PLANNING
1. Diagnosis : Trombositopeni ec Demam berdarah dengue
2. Medikamentosa:
IVFD RL gtt xxx tpm
Inf paracetamol 3x15cc
Asam tranexamat 3x250 mg
3. Non-medikamentosa
Observasi tandal vital , cek berat badan dan lingkar perut setiap pagi
11
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2. Epidemiologi
Infeksi Dengue ini biasanya menyerang anak-anak < 15 tahun dengan angka
12
kematian yang tinggi. Pada tahun 2009, Indonesia memiliki kasus DBD terbanyak
di Asia Tenggara. Pada tahun 2015, 3 provinsi dengan angka kejadian DBD
tertinggi adalah Bali (208,7 per 100 ribu penduduk), Kalimantan Timur (183,12 per
100 ribu penduduk) dan Kalimantan Tenggara (120,08 per 100 ribu penduduk).
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jeris kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak
laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15
tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia
dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu
jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari. Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Dengue adalah virus
penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes Spp, nyamuk yang paling cepat
berkembang di dunia ini telah menyebabkan hampir 390 juta orang terinfeksi setiap
tahunnya. Beberapa jenis nyamuk menularkan atau menyebarkan virus dengue.
DBD memiliki gejala serupa dengan Demam Dengue, namun DBD memiliki gejala
lain berupa sakit/nyeri pada ulu hati terus-menerus, pendarahan pada hidung, mulut,
gusi atau memar pada kulit. 6,7
3.1.3. Etiologi
DBD adalah salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dan termasuk golongan Arbovirus (arthropod-borne virus atau virus yang
disebabkan oleh artropoda) yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus yang penyebarannya sangat cepat. Penyakit DBD disebabkan
karena salah satu dari empat virus asam ribonukleat beruntai tunggal, yang mana
masa inkubasinya akan hilang empat sampai lima (4-5) hari setelah adanya demam.
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu
13
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi oleh salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe lain yang bersangkutan, sedangkan
antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia yang mana pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak
tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang
sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Virus penyebab penyakit bertahan
hidup dalam suatu siklus yang melibatkan manusia dan nyamuk yang hidup aktif di
siang hari. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat
penampungan air sekitar rumah. 8
3.1.4. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya DBD akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang
berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag. Sebelum
timbul gejala akan terjadi viremia yang berlangsung selama 2 hari dan berakhir
setelah lima hari timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting
cell (APC) dan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper mengaktifasi sel T-sitotoksik yang
bertugas untulk melisiskan makrofag yang sudah memfagosit virus serta
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Proses tersebut akan menyebabkan
terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti
demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. 8
Virus yang masuk ke dalam tubuh manusia akan berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung selama
14
5-7 hari. Infeksi tersebut akan menyebabkan munculnya respon tubuh berupa
humoral maupun selular, yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinin dan
antibodi komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah
immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin M (IgM), pada infeksi primer
antibodi tersebut mulai terbentuk sedangkan pada infeksi sekunder antibodi yang
telah ada akan meningkat. Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan dalam
darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai ketiga dan
menghilang setelah 60-90 hari. Infeksi primer IgG meningkat sekitar demam hari
ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder IgG meningkat pada hari kedua. Oleh
karena itu, diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan setelah mendeteksi
IgM setelah hari ke-5, diagnosis dini infeksi sekunder dapat ditegakan dengan
peningkatan IgM dan IgG yang cepat.8
A. Teori imunopatologi
1. Hipotesis infeksi virus dengue sekunder heterolog
Patogenesis serta patofisiologi DBD hingga kini belum diketahui secara
pasti, namun sebagian besar menganut “the secondary heterologous
infection hypothesis” bahwa seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh
satu serotipe virus dengue yang sama dengan infeksi primer akan terjadi
proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk
jangka waktu yang lama. Infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya
akan menyebabkan infeksi yang berat. Proses tersebut terjadi akibat antibodi
heterolog yang terbentuk pada infeksi primer akan membentuk kompleks
dengan serotipe virus baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi dan
cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat opsonisasi
netralisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi interleukin-1,
interleukin-6, tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan platelet activating
factor (PAF) menyebabkan peningkatan infeksi virus dengue. Tumor
necrosis factor alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh
darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang mekanisme terjadinya sampai saat ini belum
15
jelas.8
2. Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder dengan serotipe lain dapat diterangkan dengan
peran ADE. Antibody dependent enhancement adalah semua replikasi virus
karena pengaruh keberadaan antibodi sebelumnya. Antibodi antiviral yang
terbentuk pada ADE harus tidak menetralisasi virus. Antibodi spesifik pada
kadar subnetralisasi mempertinggi pengembangbiakan virus.8
Mekanisme yang terjadi dalam infeksi primer adalah antibodi mula- mula
meninggi kemudian selang beberapa waktu menurun sampai mencapai kadar
subnetralisasi. Antigen virus dan antibodi subnetralisasi membentuk ikatan
mirip komplek imun pada infeksi sekunder. Virus akan mudah masuk
melalui reseptor fragment crystallizable (Fc) makrofag. Semakin banyak
virus yang masuk semakin banyak jumlah yang bereplikasi di dalam
makrofag.8
B. Teori Hemapatologi
1. Angiopati
Sel endotel mempunyai sifat khusus yaitu tidak dapat ditempeli trombosit
dalam keadaan normal. Trombosit akan muncul ketika terdapat kerusakan
jaringan subendotel. Demam dengue pada umumnya tidak menyebabkan
kerusakan struktural kecuali DBD selalu terdapat kerusakan pembuluh
darah. Gangguan fungsional ini adalah permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terdapat kebocoran plasma. Kerusakan endotel akan memacu
terjadinya mekanisme alamiah dalam endotel supaya mencegah
pembentukan fibrin tidak berlebihan.
Fungsi endotel antara lain sebagai membran semi permiabel yang
mengatur transfer molekul kecil dan besar untuk dapat melalui dinding
kapiler dan venula, memelihara keadaan thrombosis, mengatur tonus
vaskuler dan metabolisme hormon. Sel endotel juga mempunyai fungsi
mengatur reaksi imunologik dan inflamasi melalui pengaturan kapan
leukosit harus ke daerah radang.
Disfungsi endotel adalah berubahnya beberapa status fungsional sel
16
endotel sementara sebagai respon terhadap rangsangan lingkungan.
Rangsang yang dapat menyebabkan aktivasi endotel adalah sitokin
(interleukin-1, TNF-α) dan produk bakteri, stress hemodinamik dan produk
lipid yang teroksidasi, hipoksia dan virus.
Plasminogen activator inhibitor (PAI-1) yang meningkat di dalam
sirkulasi menunjukkan adanya disfungsi endotel dan merupakan pertanda
dini dari disfungsi endotel yang telah lama diketahui. Plasminogen activator
inhibitor merupakan penghambat tissue plasminogen activator (tPA) dan
urokinase plasminogen activator (uPA) berperan di dalam proses
penyembuhan luka, fibrinolisis, angiogenesis dan degradasi matriks
ekstraseluler. Interaksi antara ketiga faktor ini belum diketahui pasti, tetapi
diketahui bahwa ketiga kompleks tadi dengan cepat diinternalisasi dan
degradasi.
Selain disfungsi endotel yaitu terjadi peningkatan permiabilitas vaskuler,
kompleks virus antibodi yang terbentuk juga mengaktifkan sistem koagulasi,
sistem fibrinolisis, kinin dan gangguan terhadap proses agregasi trombosit,
yang secara keseluruhan akan mengakibatkan manifestasi perdarahan yang
timbul pada DBD.8
17
megakariosit memproduksi 3.000 sampai 4.000 trombosit dalam keadaan
normal. Produksi trombosit dikontrol secara humoral oleh thrombopoietin
yang diproduksi oleh ginjal dan hati. Hati merupakan target organ virus
dengue sehingga penyakit dengue yang berat menyebabkan gangguan hati
dan trombositopenia semakin berat.8
Penelitian menemukan hubungan antara trombosit dan komplemen C3.
Jumlah fragmen C3 yang semakin banyak melekat pada permukaan
trombosit menunjukkan semakin berat penyakit. Kejadian tersebut diduga
berakibat pada penurunan fungsi dan jumlah trombosit. Penurunan fungsi
trombosit tersebut yang menyebabkan perdarahan meskipun jumlah
trombosit normal.8
D. Koagulopati
Mekanisme koagulasi melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap pertama
Faktor intrinsik dan ekstrinsik akan membentuk trombin. Trombin
akan mempengaruhi fibrinogen menjadi fibrin. Infeksi dengue dapat
mengaktivasi faktor ekstrinsik yaitu aktivasi makrofag atau kerusakan
endotel.
b. Tahap kedua
Perubahan fibrin monomer menjadi fibrin crosslink yang lebih
kuat akan terjadi pada tahap kedua.
c. Tahap ketiga
Mekanisme fibrinolisis dilakukan supaya tidak terjadi koagulasi
yang berlebihan. Plasmin bertugas untuk melisiskan fibrin. Plasminogen
dan protein virus dengue memiliki kesamaan. Protein virus dengue yang
sama adalah protein E. Kesamaan tersebut sebesar 20 asam amino. Virus
dengue masuk dalam tubuh menyebabkan tubuh membentuk antibodi
terhadap protein E. Antibodi yang dibentuk diduga akan mengikat
plasminogen dalam waktu sementara. Antibodi menurun pada waktu
awal stadium rekovalesen. Penurunan plasminogen menyebabkan tidak
18
terbentuk plasmin yang cukup sehingga menyebabkan pembentukan
tumpukan fibrin yang tidak terkontrol.
Proses koagulasi tahap pertama, kedua dan ketiga terjadi dalam
infeksi dengue tergantung stadium penyakit dan berat ringan keparahan
penyakit. Kasus berat DBD terjadi penurunan faktor pembekuan
termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Proses fibrinolisis
akan menghasilkan D-Dimer. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan
dengan penurunan aktifitas alpha-2 plasmin inhibitor dan penurunan
aktivitas plasminogen.8
E. Vaskulopati
Disfungsi endotel pada infeksi virus dengue tampak dalam manifestasi
klinis berupa peningkatan permiabilitas kapiler, yang bertanggung jawab
terhadap proses kebocoran plasma, hemokonsentrasi, hipoproteinemia atau
hipoalbuminemia, efusi pleura, asites dan gangguan sirkulasi. Kebocoran
plasma biasanya terjadi pada fase febris akut dan sangat menonjol terlihat
terutama pada pasien-pasien dengan kegagalan sirkulasi. Tes torniket atau
uji Rumple Leede yang positif menandakan adanya kebocoran plasma, dan
biasanya terjadi pada hari awal serangan.
Infeksi virus Dengue pada makrofag dan monosit selanjutnya akan
mengaktivasi limfosit T, baik CD4 maupun CD8. Aktivasi ini makrofag dan
monosit akan merangsang infeksi virus dengue untuk mengaktivasi
makrofag dan monosit yang lainnya, yang selanjutnya akan memproduksi
mediator inflamasi seperti TNFA, IL-1, PAF, IL-6, histamin sedangkan
limfosit T menghasilkan mediator inflamasi berupa IL-2, TNFa, IL-1, IL-6
dan IFNY. Peningkatan C3a dan C5a juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma melalui anafilaktoksin yang dihasilkannya. Koagulopati
Komplek virus antibodi yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem
koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor Haegeman (faktor XII) menjadi
bentuk aktif (faktor XIIA). Selanjutnya faktor XIIA ini akan mengaktifkan
faktor koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga
akhirnya terbentuk fibrin. Di samping mengaktifkan sistem koagulasi, faktor
19
XIla juga akan mengaktifkan sistem fibrinolisis, yaitu terjadi perubahan
plasminogen menjadi plasmin melalui proses enzimatik. Plasmin memiliki
sifat proteolitik dengan sasaran khusus yaitu fibrin. Fibrin polimer akan
dipecah menjadi fragmen X dan Y. Selanjutnya fragmen Y dipecah lagi
menjadi fragmen D dan fragmen E yang dikenal sebagai D-dimer. Degradasi
fibrin ini (FDP) memiliki sifat sebagai anti koagulan, sehingga jumlah yang
cukup banyak akan menghambat hemostasis. Aktivasi sistem koagulasi dan
fibrinolisis yang berkepanjangan berakibat menurunnya berbagai faktor
koagulasi seperti faktor II, V, VII, VIII, IX, dan X serta plasminogen. Hal ini
memperberat perdarahan yang terjadi pada penderita DBD. Sistem kinin dan
sistem komplemen juga turut diaktifkan oleh faktor XII. Faktor XIIA
mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein yang juga merupakan enzim
proteolitik. Kalikrein akan mengubah kinin menjadi bradikinin, suatu zat
yang berperan dalam proses spesifik diantaranya adalah proses inflamasi
yang menyebabkan pelebaran dan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Sistem komplemen merupakan salah satu mediator dasar pada proses
inflamasi dan memegang peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Komplemen merupakan sejumlah protein inaktif yang
dapat diaktifkan oleh faktor XIla. Sebagai hasil akhir aktivasi ini ialah
terjadi lisis dari sel. Disamping itu terbentuk juga anafilatoksin yang juga
meningkatkan permiabilitas pembuluh darah.8
20
- Dapat disertai kejang demam.
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam, manifestasi
perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia, arthralgia,
leukopeni (<4000μl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya (warning
signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk, tidak mau
minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah, perubahan
perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi berlebih, urin
berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat (tangan-kaki teraba
dingin), diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning signs tersebut digunakan untuk
menilai syok pada penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD).9
21
Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada kulit.
Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu, gelisah, ujung
tangan dan kaki dingin berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula disertai
perdarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur darah serta turunnya
jumlah trombosit hingga 100.000/mm3. 9
Demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase demam, fase kritis dan fase
penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan mengalami demam tinggi secara
mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan wajah kemerahan, eritema
kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di seluruh tubuh, fotofobia
dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia, mual dan muntah. Tanda
bahaya (warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri perut, muntah
berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan mukosa,
trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi peningkatan
22
permeabilitas pembuluh darah kapiler. Selain itu juga dapat ditemukan perdarahan
sedang seperti petekie, dan perdarahan membran mukosa hidung atau gusi.9
Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi tidak demam, pasien yang
tidak diikuti dengan peningkatan permeabilitas kapiler tidak akan berlanjut menjadi
fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan peningkatan
permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang terbanyak adalah
kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu menjadi 37.5-38°C atau
kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit. Progresivitas leukopenia yang diikuti oleh
penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit
merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada tekanan darah dan denyut nadi.
Terapi cairan digunakan untuk mengatasi plasma leakage. Efusi pleura dan asites
secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan intravena.9
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama 24-48
jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama 48-
72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan kembali
normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil.9
3.1.6. Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.1,10
1. Kriteria Klinis1
- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2- 7 hari.
- Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: uji tourniquet positif,
petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan malena. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu
menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan
diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan
ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5
menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian
medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1
23
inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.
- Pembesaran hati (hepatomegali).
- Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah
2. Kriteria Laboratorium10
- Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
- Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
Derajat Penyakit DBD, menurut WHO penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4
derajat, yaitu :8
- Derajat I
Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi
perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.
- Derajat II
Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga terjadi,
biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya.
- Derajat III
Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan
ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan
dingin serta gelisah.
- Derajat IV
Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan
ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan
denyut nadi yang tidak terdeteksi. Untuk DBD derajat III dan derajat IV disebut
sebagai dengue shock syndrome (DSS).
24
Dengue didapatkan leukopenia (leukosit < 5000/mm 3), trombositopenia dan
peningkatan hematokrit 5-10%. Pada pemeriksaan darah lengkap DBD
didapatkan trombositopenia (trombosit ≤100.000/mm3), peningkatan
hematokrit ≥ 20%. Kasus DBD yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan, yaitu kriteria trombosit ≤ 100.000/mm3 dan hematokrit ≥ 20%.12,13
25
infeksi primer dan 2-3 hari bagi infeksi sekunder. IgM pada sesorang
yang terkena infeksi primer akan bertahan dalam darah beberapa bulan
dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan demikian, setelah fase
penyembuhan, baik IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi
meskipun anak tidak menderita infeksi dengue. Setelah 3 bulan, hanya
IgG yang bertahan di dalam darah. Untuk itu, interpretasi serologi tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi harus dilengkapi dengan anmanesis,
pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya untuk
menegakkan diagnosis dengue. Pemeriksaan serologis terutama berguna
untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder.
- Uji hemaglutinasi inhibasi (Haemagglutination Inhibition Test = HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering
dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini: 12,13
- Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini
tidak dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
- Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat
dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive
positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Recent dengue infection)
3. NS-1
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilakukan untuk pelayanan pasien
adalah pemeriksaan antigen NS1 dengue, yaitu glikoprotein yang diproduksi
oleh semua flavivirus. Protein ini dapat dideteksi pada saat terjadi viremia
yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari. Sensivitas NS-
1 dengue tinggi pada demam hari pertama – kedua, kemudian menurun. 12,13
4. RT-PCR (Reserve transcriptase polymerase chain reaction)
Genome virus denge yang terdiri dari asam ribonukleat dapat dideteksi
melalui pemeriksaan reserve transcriptase polymerase chain reaction (RT-
PCR). Pemeriksaan PCR memberikan hasil positif jika sediaan diambil pada 6
26
hari pertama demam. Pemeriksaan PCR hanya tersedia di labolatorium yang
berpengalaman. Meningat biaya pemeriksaan PCR mahal, maka hanya
dilakukan untuk keperluan penelitian. 12,13
5. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain Dilatasi pembuluh darah paru, efusi
pleura, kardiomegali atau efusi perikard, hepatomegaly, cairan dalam rongga
peritoneum.12,13
3.1.8 Tatalaksana
Non-Farmakologis dilakukan edukasi mengenai pencegahan atau pemberantasan
DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan melakukan tindakan 3M,
yaitu:14
- Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau
menaburkan bubuk larvasida (abate)
- Menutup rapat tempat penampungan air
- Mengubur barang bekas yang dapat menampung air
27
28
gambar 3.4. Alur tatalaksana DBD
29
Gambar 3.5. Tatalaksana pasien grup A
Pasien rawat jalan harus kontrol ke poliklinik setiap hari untuk dipantau
perkembangan klinisnya (asupan minum, diuresis, dan aktivitas) sampai mereka
melewati fase kritis. Pasien dengan kadar hematokrit stabil dapat dipulangkan ke
rumah dengan mengikuti anjuran perawatan di rumah sebagai berikut: 1,14
1) Ingatkan untuk segera membawa pasien ke rumah sakit bila dijumpai warning
signs.
2) Meningkatkan asupan cairan dengan memberi larutan rehidrasi oral (ORS), jus
buah, dan cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula untuk
menggantikan cairan yang hilang karena demam dan muntah.
3) Berikan parasetamol untuk demam tinggi dengan interval pemberian 4–6 jam.
Berikan kompres hangat apabila pasien masih mengalami demam tinggi. Jangan
berikan asam asetil salisilat (aspirin), ibuprofen, atau obat anti-inflamasi non-
steroid (NSAID) karena obat-obatan ini dapat menyebabkan gastritis atau
perdarahan. Asam asetil salisilat dapat berhubungan dengan terjadinya sindrom
Reye.
30
b. Grup B – Pasien yang harus dirujuk untuk perawatan di rumah sakit
Pasien perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder (rumah sakit) untuk
pemantauan yang lebih ketat utamanya ketika memasuki fase kritis. Selama
pemantauan rawat inap pasien dengue di rumah sakit, 52 (28%) dari 185 demam
dengue dapat berkembang mejadi sindrom syok dengue (severe dengue), maka
pemantauan tanda vital, warning signs, dan pemeriksaan hematologi perlu
dilakukan secara berkala. Tata laksana grup B adalah untuk pasien dengan
warning signs atau dengan penyakit penyerta (faktor risiko) yang akan membuat
tata laksana menjadi lebih kompleks, contohnya bayi, obesitas, komorbiditas
(diabetes melitus, penyakit hemolitik, gagal ginjal), atau jika dijumpai kondisi
sosial khusus misalnya tempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan dengan
keterbatasan akses transportasi, hidup sendiri (tanpa keluarga) walaupun tidak
dijumpai warning signs. 1,14
31
Gambar 3.6. Tatalaksana Cairan Rawat Inap Grup B (tidak syok)
Jika pasien memiliki warning signs, rencana tindakan yang harus dilakukan
meliputi sebagai berikut: 1,14
1) Lakukan pemeriksaan hematokrit sebelum memberikan terapi cairan. Berikan
larutan isotonik seperti NaCl 0,9% (normal saline), Ringer laktat, atau cairan
Hartmann’s. Dimulai dengan tetesan 5–7 ml/kg/jam selama 1–2 jam sesuai
indikasi klinis dan/atau laboratoris (mis.: dehidrasi, perembesan plasma),
kemudian dikurangi menjadi 3–5 ml/kg/jam untuk 2–4 jam, dan diturunkan
menjadi 2–3 ml/kg/jam atau kurang berdasarkan respons klinis
2) Periksa kembali kondisi klinis dan ulangi pemeriksaan hematokrit. Jika
hematokrit tetap sama atau hanya sedikit meningkat, lanjutkan pemberian
cairan tersebut dengan tetesan sama (2–3 ml/kg/jam untuk 2–4 jam berikutnya.
Jika tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat dengan pesat, naikkan
tetesan cairan menjadi 5–10 ml/kg/jam untuk 1–2 jam berikutnya. Nilai
kembali kondisi klinis, lakukan pemeriksaan hematokrit ulang dan tentukan
jumlah tetesan cairan sesuai kondisi.
3) Berikan cairan intravena secukupnya untuk menjaga perfusi jaringan tetap baik
dan mempertahankan diuresis 1 ml/kgBB/jam. Cairan intravena umumnya
diberikan hanya dalam waktu 24–48 jam. Kurangi cairan intravena secara
bertahap apabila tingkat perembesan plasma berkurang. Hal ini dapat diketahui
dari jumlah pengeluaran urin dan/atau asupan cairan secara oral yang membaik,
atau turunnya hematokrit di bawah nilai dasar (baseline) dengan kondisi pasien
yang stabil
4) Pasien dengan warning signs harus dipantau oleh tenaga kesehatan (dokter
dan/atau perawat) hingga fase kritis berlalu. Keseimbangan cairan harus dijaga.
Parameter yang harus dipantau meliputi tanda vital dan perfusi perifer (setiap
1–4 jam hingga melewati fase kritis), urin output (setiap 4–6 jam), hematokrit
(sebelum dan setelah pemberian cairan, kemudian setiap 6–12 jam berikutnya),
glukosa darah, dan fungsi organ lainnya (seperti fungsi ginjal, fungsi hati,
koagulasi, diperiksa sesuai indikasi).
32
Gambar 3.7. Tatalaksana Grup B tanpa perbaikan setelah pemberian cairan
pertama
33
hematokrit sebelum dan sesudah pemberian cairan.1,14
Pemberian cairan harus dilanjutkan untuk mengganti plasma yang hilang dan
mempertahankan agar sirkulasi tetap baik dalam 24–48 jam berikutnya. Untuk
pasien dengan berat badan lebih atau obesitas, digunakan berat badan ideal untuk
menghitung jumlah tetesan cairan yang diberikan. Pemeriksaan golongan darah
dan cross matched test harus dilakukan untuk semua pasien yang mengalami syok.
Transfusi darah hanya diberikan untuk kasus dengan dugaan perdarahan hebat,
misalnya pada perdarahan saluran cerna.1,14
Resusitasi cairan adalah langkah pemberian cairan intravena dalam jumlah
besar (misal 10–20 ml/kg/bolus) dalam waktu yang singkat dengan pengawasan
ketat untuk mengetahui respons terhadap tindakan dan mencegah kemungkinan
edema paru karena kelebihan cairan. Derajat defisit volume intravaskular pada
saat syok dengue bervariasi. Pemasukan cairan (input) pada umumnya lebih besar
dari pengeluaran (output), namun demikian, penghitungan rasio input/output tidak
penting untuk menilai kebutuhan cairan pada fase ini. 1,14
Tujuan resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah sentral
dan perifer (frekuensi nadi turun/takikardia berkurang, tekanan darah membaik,
volume denyut nadi meningkat, ekstremitas hangat, dan waktu pengisian kapiler
<2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (end-organ) – contoh: kesadaran stabil
(lebih sabar/gelisah/rewel berkurang), diuresis ≥1 ml/KgBB/jam, asidosis
metabolik membaik. 1,14
3.1.8 Komplikasi
Manifestasi patologis sistem organ merupakan dampak dari infeksi virus
dengue pada DBD, terutama DBD derajat III dan IV, sehingga dapat memunculkan
beberapa bentuk komplikasi seperti ensephalopati dengue, kelainan hati, komplikasi
iatrogenik, gagal ginjal akut dan edema paru.15
- Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda
34
dalam sel-sel tulang danpendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran
cerna, hematemesis, dan melena. 15
- Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Shock Syndrome) terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi,
dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan
volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau penurunan
perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang mengakibatkan
aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung
menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan
fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.15
- Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan nekrosis
karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang
tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau komplek virus antibody.15
- Efusi Pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan intravaskuler
sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura dan adanya
dipsnea.15
35