Anda di halaman 1dari 30

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Tutorial IPD

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

DEMAM BERDARAH DENGUE

oleh:

Amanda Safitria
NIM. 1610029032

Pembimbing:

dr. Kuntjoro Y, Sp.PD

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2017

i
Bagian Ilmu Penyakit Dalam TUTORIAL IPD
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh

Amanda Safitria

1610029032

Mengetahui,

Dipersentasikan pada tanggal 7 Maret 2017


Pembimbing

dr. Kuntjoro Y, Sp.PD

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Demam
Berdarah Dengue
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas dari bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Kuntjoro Y, Sp.PD sebagai dosen pembimbing klinik selama stase ilmu
penyakit Dalam.

2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga


pendidikan saat ini.

3. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran dan
mengajarkan ilmunya pada penulis.

4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis membuka diri
untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan ini.Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, 7 Maret 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
2.1 Anamnesis.......................................................................................................................2
2.2 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................................3
2.3 Assesment.........................................................................................................................5
2.4 Planing Diagnosis............................................................................................................5
2.5 Tatalaksana......................................................................................................................5
2. 6 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................5
2.7 Follow Up.........................................................................................................................7
BAB III.......................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................9
3.1 Demam Berdarah Dengue................. 9
3.1.1 Definisi............................................................................... 10
3.1.2 Etiologi................................................................................................... 10
3.1.3 Epidemiologi.. 10
3.1.4 Patogenesis. 12
3.1.4 Manifestasi Klinis 14
3.1.6 Diagnosis 17
3.1.7 Diagnosis Banding . 17
3.1.8 Penatalaksanaan ... 17
3.1.9 Komplikasi ... 20
3.1.10 Prognosis . 20

BAB IV...................................................................................................................................210
PEMBAHASAN.....................................................................................................................210
BAB 5.......................................................................................................................................30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam
mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri
ulu hati, diserta manifestasi perdarahan dikulit berupa petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopenia, dan
kesadaran menurun atau syok.
DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropics. Data dari seluruh dunia
menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap
tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009 , WHO mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan dikarenakan oleh
mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan, dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan
penulis dan pembaca dalam studi kasus mengenai Demam Berdarah Dengue serta
meningkatkan kemampuan dalam menganalisa kasus dan permasalaham yang
ditemukan pada kasus tersebut.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis
Pasien MRS pada tanggal 21 Januari 2017, anamnesis dilakukan pada tanggal 25 Januari 2017
pukul 16.00 wita. Anamnesa yang dilakukan berupa autoanamnesa dan alloanamnesa.

ANAMNESA UMUM
Identitas

Nama : An. SB
Umur : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Sultan Hasanuddin RT. 19
Pekerjaan : Siswa
MRS : 21 Januari 2017

ANAMNESA KHUSUS

Keluhan Utama
Demam selama 4 hari.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan demam selama 4 hari, demam yang dirasakan naik turun, setelah
4 hari ini dirasakan bahwa demam sudah mulai berkurang, lalu muncul bercak merah di
ekstremitas bawah, selain itu pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAB selama 6 hari SMRS,
sariawan dan bibir pecah-pecah, lidah yang terlihat kotor, nyeri pada bagian perut terutama di
ulu hati, nafsu makin yang semakin menurun, sakit kepala, mual tetapi tidak muntah,mulut
terasa pahit, nyeri dibagian sendi. Keluhan gusi berdarah dan mimisan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.

2
2.2 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 25 Januari 2017
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
Keadaan umum : Sakit berat

Tanda Vital
TD : 90/70 mmHg (lengan kanan, berbaring)
N : 84 x/menit regular, isi cukup, kuat angkat
RR : 20 x/menit torakoabdominal
T : 38,8 0C (axila)

Kepala/leher
Umum
Ekspresi : sakit berat
Rambut : tidak ada kelainan
Kulit muka : tidak terlihat kuning dan tidak pucat, tidak terlihat petekie
Terlihat penonjolan tulang pipi
Mata
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sclera : ikterus (-/-)
Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Bola mata : Eksoftalmus (+/+), gerak bola mata normal
Kesan : mata cowong
Hidung
Septum deviasi (-)
Sekret (-)
Nafas cuping hidung (-)
Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal, sekret (-)
Proc. Mastoideus : nyeri (-/-)
Pendengaran : normal
Mulut
Nafas : fetor hepatikum (-)
3
Bibir : pecah-pecah (+), sianosis (-), kering (+)
Gusi : perdarahan (-)
Mukosa : hiperemis (-), pigmentasi (-) sariawan (+)
Lidah : makroglosia (-), mikroglosia (-) terlihat kotor (+)
Faring : hiperemis (-)
Leher
Umum : simetris, tumor (-)
Kelenjar limfe : membesar (-)
Trakea : di tengah, deviasi (-)
Tiroid : membesar (-)
Thorax
Umum
Bentuk dan pergerakan dada simetris
Ruang interkostalis (ICS) tampak jelas
Retraksi (-)
Pulmo:
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : Bentuk flat, kulit normal , striae (-)
Palpasi : Nyeri tekan ulu hati (+), hepatomegali (-) , defans muscular (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), Asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas:
Superior
Ekstremitas hangat, Basah berkeringat (-/-) Edema (-), Eritematosa (-), Sianosis (-),
Clubbing finger (-), Palmar eritema (-), Kekuatan otot : Kanan = Kiri (4=4)
Inferior
Ekstremitas hangat, white island in the red sea (+) Basah berkeringat (-/-), Edema (-),
4
Eritematosa (-), Sianosis (-), Clubbing finger (-), Palmar eritema (-), Kekuatan otot :
Kanan = Kiri (4=4)

2.3 Assesment
Demam dengue

2.4 Planing Diagnosis


Cek darah lengkap per hari, IgG, IgM

2.5 Tatalaksana
Co dr. SpPD

1. MRS
2. IVFD RL loading 250 cc 24 tpm
3. PCT 3x500 mg (per oral)
4. Cek darah lengkap/hari

2. 6 Pemeriksaan Penunjang

Hematologi dan Kimia Klinik

Tgl & Jam Leu Hb Hct Trombosit GDS SGOT SGPT

21/02/17 2100 3,6 41,2 64000 98

22/02/17 2750 14,7 44,9 24000 170 80


(11:36)

22/02/17 2600 16,1 48,2 14000


(19:03)

23/02/17 2540 14,7 42,5 14000


(11:31)

23/02/17 3030 14,7 46,5 22000


(22:38)

024/02/17 3330 15,1 47,6 26000


(08:53)

24/02/17 4470 13,7 42,0 34000


(17:22)

25/02/17 4670 13,5 38,3 47000


(08:42)
5
26/02/17 7400 13,4 38,7 108000
(06:33)

Imuno-serologi (22/02/17) :

1. Salmonella typhi-O : Negatif

2. Salmonella typhi-H : Negatif

3. Salmonella paratyphi A-O : Negatif

4. Salmonella paratyphi A-H : Negatif

5. Salmonella paratyphi B-O : 1/80

6. Salmonella paratyphi B-H : Negatif

7. Salmonella paratyphi C-O : 1/80

8. Salmonella paratyhpi C-H : Negatif

9. Dengue IgG : Positif

10. Dengue IgM : Positif

6
2.8 Follow Up

Tanggal S O A P

21/1/17 Demam 3 hari, mual, Kesadaran : CM - Demam dengue - IVFD RL loading 250 cc 24 tpm
sakit kepala, mulu terasa TD : 90/70 mmHg RR : 26x/i - PCT 3x500 mg tablet
N: 80x/i, regular, Temp: 38,8 oC - Cek DL/hari
pahit

22/1/17 Badan lemas, bab hitam Kesadaran : CM - DHF grade II-III - IVFD Fimahes 30 tpm (2 kolf)
(+), demam, muntah TD : 80/60 mmHg RR : 24x/i - Cek DL Cito
N: 101x/i, iregular, Temp: 38,0 oC - Transfusi TC 4 unit
Hasil Lab: - Observasi tanda vital dan
manifestasi perdarahan
23/1/17 Demam hari ke 6, nyeri Kesadaran : CM - DHF - IVFD RL 20 tpm
ulu hati, mual, bab hitam TD : 90/60 mmHg - Injeksi kalnex 3x500
- PCT 3x500 mg (k/p)
(+) - Dehaf 3x1
- Domperidon 3x1
- Ranitidin 2x1

24/1/17 Demam hari ke-7, nyeri Kesadaran : CM - DHF Tatalaksana Lanjut


Tulu hati, mual, TD : 100/70 mmHg

25/1/17 Demam hari ke-8 Kesadaran : CM - DHF Tatalaksana lanjut


TD : 100/70 mmHg DL/24 jam
N: 79x/i, regular, Injeksi kalnex kalo perlu saja, jika ada
perdarahan langsung cek DL cito
27/1/17 Demam hari ke 11 Kesadaran : CM - DHF Boleh pulang
TD: 110/70 mmHg

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


3.1.1 Definisi
Demam dengue (Dengue Fever/DF) dan demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti, yang ditandai dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot dan atau
nyeri sedni, yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok (Purba, 2015)

3.1.2 Epridemiologi
DBD tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia
merupakan wilayah endemic dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995), dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada ttahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun
1999 (RI, 2010)
Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan
dengan terseianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang beirsi air
jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya) (RI, 2010)
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus
dengue yaitu : 1) vector: perkembanganbiakan vector, transportasi vector dari asatu
tempat ke tempat lain, 2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga,
mobilisasi, dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin, 3) lingkungan:
curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk (RI, 2010)

3.1.3 Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dari family Flaviviridae, genus Flavivirus. Virus
ini merupakan virus RNA single-stranded, non-segmented. Genom virus dengue
tersusun dari 3 gen protein structural dan 7 gen protein non-struktural (NS). Salah satu
protein non-struktural yang penting untuk diagnostic dan patologi infeksi adalah NS1.
Terdapat 4 serotipe dengue : DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4. Empat serotype
tersebut mirip secara antigenic, namun tidak menimbulkan proteksi-silang pasca
8
infeksi dari salah satu serotype tersebut. Infeksi terhadap satu serotype tertentu akan
menyebabkan imunitas jangka panjang terhadap serotype yang lain. Infeksi sekunder
dengan serotype berbeda atau infeksi multiple dengan serotype yang berbeda dapat
berakibat munculnya bentuk yang berat dari dengue (DBD/SSD). Terdapat variasi
genetik dalam tiap serotype dalam bentuk sub-tipe ini terdapat 3 sub-tipe yang dapat
diidentifikasi dari DENV-1, 6 subtipe dari DENV-2, 4 subtipe dari DENV-3, dan 4
subtipe dari DENV-4. Virus dengue dengan 4 serotipe tersebut berhubungan dengan
epidemi infeksi dengue dengan berbagai derajat keparahan (Sudoyo, Setiyohadi, &
Alwi, 2009)
Virus ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes subgenus Stegomya, dan
terutama oleh sepsis Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus. Ae. aegypti dapat ditemukan di
sebagian besar wilayah tropic dana subtropik, dan merupakan vnktor utama dan paling
efisien dalam transmisi dengue. Nyamuk ini mudah tertular virus dengue, menyukai
darah manusia, memiliki gigitan yamg tidak terlalu terasa, menggigit pada siang hari,
dan perlu menggigit beberapa orang untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Ae.
Aegypti mudah beradaptasi dengan lingkungan perkotaan, dan berbiak pada air dan di
ban bekas, kaleng, pot bunga penampuangan air. Ae. Albopictus berasal dari Asia,
namun saat ini dapat ditemukan di daerah yang lebih dingin (termasuk Eropa bagian
selatan dan Amrika Utara bagian selatan, sehingga menimbulkan risiko untuk ekspansi
dengue). Ae. albopictus bersifat eksofilik dan kurang efisien dalam transmisi dengue
dibaningkan Ae. Aegypti
Beberapa faktor risiko transmisi dengue, antara lain: berdiam di daerah
endemic dengue, perjalanan/wisata ke daerah endemik dengue. Suspektibilitas
manusia terhadap infeksi dengue tergantung pada status imun dan predisposisi genetic.
Faktor risiko terkena dengue dengan stadium berat, antara lain: infeksi dengue
sblumnya dengan serotype yang lain, usia ekstrem (sangat muda atau sangat tua),
komorbiditas dengan penyakit lain, virulensi strain virus tertentu.

3.1.4 Patogenesis
Pathogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD dan sindrom renjatan dengue
(Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Response imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah: a)
respons humoral berupa pembentuukan antibody yang bereperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang mediasi
antibody. Antibodi terhdaap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
9
pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE), b) limfosit T baik Thelper (CD4) dan Tsitotoksik (CD8) berperan dalam
respons imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi Thelper yaitu TH1akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-
4, IL-5, IL-6, IL-10, c) monositt dan makrofag berperan dalam fagositosis ini
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag, d) selain
itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a
(Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondry heterologous
infection yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibody
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi (Sudoyo, Setiyohadi,
& Alwi, 2009)
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendatap Halstead dan peneliti
lain: menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antiobdi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-
helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
seperti TNFalfa, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamine yang
mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang
juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Trombsitopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) supresi
sumsum tulang, dan 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan
supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit antibody VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuesterasi di perifer. Gangguan
fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan
kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit
(Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
10
koagulopati konsumtif pada DBD stadium III dan IV. Aktivasi kagulasi pada DBD
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsic juga
berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein
C1-inhibitor comlex) (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)

3.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis DBD dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam
yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,
dimana peningkatan suhu tubuh bisa terjadi hingga 40C disertai wajah kemerahan dan
keluhan serupa dengan DD : anoreksia, mual, muntah, nyeri otot/sendi, dapat juga
muncul keluhan nyeri epigastrium dan nyeri abdomen yang sering didapatkan pada
pasien, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah
tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Tes torniket (rumple leede/RL) positif merupakam manifestasi perdarahan yang
paling umum yang bisa didapatkan sejak awal fase panas. Tes torniket dianggap positif
bila terdapat 10 atau lebih petekie per inchi persegi, petekie lebih dari 20 dianggap
sebagai positif definitive. Pada daerah endemic, kasus demam dengan tes RL positif
dan leucopenia <5000 sel/mm3 memiliki positif predictive value untuk DBD sekitar
70-80% (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Manifestasi perdarahan yang lain yang dapat timbul adalah kulit mudah timbul
lebam, perdarahan pada lokasi tusukan jarum (venipuncture), petekie pada ekstremitas,
aksila, wajah dan palatum, ruam makulopapular atau morbiliformis, epistaksis,
perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna ringan, hematuria jarang didapatkan
(Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Hepatomegali bisa didapatkan pada pasien (terutama pasien dengan syok)
namun besar liver tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit. Ikterus jaramg
didapatkan pada dengue. Efusi pleura bisa daiapatkan dari foto toraks dan
ultrasonografi (USG), keparahan efusi pleura berkorelasi dengan keparahan penyakit.
Foto toraks lateral dekubitus kanan mningkatkan sensitivitas untuk deteksi efusi
pleura. Edema kandung empedu pada USG berkorelasi dengan kebocoran plasma.
Adanya efusi pleura merupakan bukti paling objektif adanya kebocoran plasma ,
sednagkan hipoalbuminemia merupakan bukti yang suportif (Sudoyo, Setiyohadi, &
Alwi, 2009)
Fase kritis DBD dimulai saat transisi fase febris menjadi afebris. Peningkatan
hematokir >10-15% merupakan salah satu tanda paling awal fase kebocoran plasma
(plasma leakage). Efusi pleura dan asites bisa didapatkan pada awal fase ini.
11
Penurunan albumin serum >0,5g/dL dari baseline atau <3,5 g% merupakan tanda
indirek dari kebocoran plasma (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Pada kasus ringan DBD, seluruh keluhan dan gejala membaik setelah panas
menghilang. Pasien dapat sembuh secara spontan ataupun setelah terapi cairan dan
elektrolit (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Pada kasus moderat dan berat, kondisi pasien membruuk setelah beberapa hari
paans. Biasanya didapatkan tanda bahaya (warning sign) : muntah persisten, nyeri
abdomen, anoreksi, lemah badan, hipotensi postural, dan oliguria, pada saat suhu
tubuh menurun atau saat hari panas 3-7 hari, dapat terjadi gagal sirkulasi: kulit dingin
dan lembab dengan nadi lemah dan cepat. Nyeri abdomen akut merupakan keluhan
yang sering terjadi sebelum terjadi syok. Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat
dengan tekanan darah <20 mmHg dengan peningkatan tekanana diastolik, atau
hiptensi. Gejala penurunan perfusi jaringan: pengisian kapiler yang melambat (>3
detik), kulit dingin dan lembab, serta lemah badan. Pasien dengan syok dapat menjadi
fatal, bila tidak dengan segera mendapatkan terapi yang tepat. Pasien dapat tetap sadar
sampai dengan menjelang fase terminal. Syok biasanya reversible dan singkat bila
terapi cairan yang adekuat dan tepat waktu diberikan. Pasien dapat meninggal dalam
12-24 jam bila tanpa terapi. Pasien dengan syok yang memanjang atau tidak terkoreksi
dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut, dengan Gangguan elektrolit dan asidosis
metabolic, kegagalan multiorgan, dan perdarahan berat dari berbagai organ (Sudoyo,
Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Diuresis dan kembalinya nafsu makan merupakan tanda dari fase konvalesens,
dan merupakan indikasi untuk menghentikan terapi cairan intensif. Gejala yang sering
timbuk pada fase ini: sinus bradikarida, aritmia, ruam petekie konfluens. Fase
konvalesens biasanya singkat, bahkan pada pasien yang mengalami syok berat dapat
membaik dalam waktu 2-3 hari, kecuali bila telah terjadi komplikasi multiorgan
(Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)

12
3.1.6 Diagnosis
1) Tes hematologi: (Tjokropawiro, 2015)
Darah lengkap: pemeriksaan standar untuk infeksi dengue, dengan
monitor ketat terhadap hemoglobin, hematokrit (kebocoran plasma
dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ?20% dari
hematokrit awal, umumya dimulai pada hari ke-3 demam), trombosit
(umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8), dan leukosit
(dapat normal atau menurun, mulai hari ke-3 dapat ditemui limfisitosis
relatif >45% dari total leukosit)
Kimia klinik: gula darah, BUN, serum kreatinin, SGOT dan SGPT
(dapat meningkat), albumin (dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma), elektrolit (sebagai parameter pemantauan
pemberian cairan); untuk diagnosis dan terapi terhadap komplikasi dan
komorbid
Faal koagulasi: PT, APTT, fibrinogen, D-duner, atau FDP (pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah)
Analisis gas darah, kalsium serum, laktat serum: untuk kasus syok
refrakter atau prolonged
2) Rapid diagnostic test (RDT) (Tjokropawiro, 2015)
Tes serologi untuk IgM dan IgG antibody dengan hasil dalam 15 menit
pada beberapa produk
Akurasi tidak dapat ditentukan karena sebagian besar belum divalidasi
dengan baik
Hasil positif palsu dapat didapatkan akibat reaksi silang dengan:
flavivirus yang lain, malaria, leptospirosis, dan penyakit imunologis
(misalnya: arthritis rematoid, lupus)
Sebagian besar sampel serum yang diambil dalam 5 hari pertama
demam tidak dapat mendeteksi IgM, sehingga dapat menimbulkan
negatif palsu
3) Tes serologi dasar untuk diagnosis infeksi dengue: memerlukan interpretasi untuk
menentukan kasus suggestive atau confirmed: (Tjokropawiro, 2015)
Haemmaglutination-inhibition (HI)
Complement fixation
Neutralization test (NT)
IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay
Indirect IgG ELISA
4) Tes untuk deteksi asam nukleat virus: (Tjokropawiro, 2015)
Reverse transcriptase-polymerse chain reaction (RT-PCR)
Nested RT-PCR
One-step multiplex RT-PCR
13
Real-time RT-PCR (qPCR)
Isothermal amplification method
5) Tes untuk deteksi antigen virus (NS1):
NS1 muncul mulai hari pertama onset demam dan menurun sampai
tidak terdeteksi dalam waktu 5-6 hari
Dapat digunakan untuk diagnosis dini, dengan sensitivitas 80,5% dan
spesivitas 100%.
6) Pemeriksaan penunjang lainnya yang bila diperlukan untuk membantu diagnosis
dan terapi: foto toraks, USG abdomen, dan elektrokardiografi.

14
3.1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding DBD meliputi brbagai penyakit yang prevalen di lokasi
tertentu, antara lain: (Tjokropawiro, 2015)
1. Infeksi Arbovirus: Chikungunya
2. Infeksi virus: campak, rubella, virus Epstein-Barr (EBV), enterovirus,
influenza, hepatitis akut, Hantavirus
3. Infeksi bakteri: meningokoksemeia, leptospirosis, demam tifoid,
meliodosis, penyakit riketsia, demam scarlet
4. Infeksi parasit: malaria

3.1.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama dalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetapdijaga,terutama asupan
cairan oral. Jika asupan cairna oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka
dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi secara bermakna (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah menyusun
protocol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan criteria: (Sudoyo,
Setiyohadi, & Alwi, 2009)
a. penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai
indikasi
b. praktis dalam pelaksanaannya
c. mempertimbangkan cost effectiveness
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori: a) penanganan tersangka (probable)
DBD dewasa tanpa syok, b) pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang
rawat inap, c)penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%, d)
penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa, e) tatalaksana sindrom syok
dengue pada dewasa (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)

15
16
17
Beberapa gejala dan tanda yang menunjukkan perbaikan pasien, antara lain:
(Tjokropawiro, 2015)
o Nadi, tekanan darah, dna nafas stabil
o Suhu badan normal
o Tidak ada tanda perdarahan
o Kembalinya nafsu makan
o Tidak ada muntah dan nyeri perut
o Produksi urin baik
o Hematokrit stabil
o Ruam konfluens pada ekstremitas saat konvalesens
Kriteria pemulangan pasien: (Tjokropawiro, 2015)
o Tidak ada demam dalam 24 jam terakhir, tanpa antipiretik
o Kembalinya nafsu makan
o Perbaikan klinis yang nyata
o Produksi urin yang baik
o Setidaknya 2-3 hari setelah sembuh dari syok
o Tidak ada asites
o Tidak ada distres nafas
18
o Trombosit lebih dari 50000sel/mm3
3.1.9 Komplikasi
Komplikasi DBD biasanya berhubungan dengan syok yang berat dan
memanjang dan perdarahan berat. Pemberian cairan yang berlebihan sealama fase
kebocoran plasma dapat berakibat efusi massif, yang berujung pada gagal nafas,
kongesti paru akut atau gagal jantung. Komplikasi-komplikasi tersebut juga dapat
terjadi pada pemberian caran berlebih pada fase konvalesens, terutama bila terjadi
reabsorpsi cairan ekstravasasi. Dapat terjadi Gangguan elektrolit/metabolic:
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, atau terkadang hiperglikemia (Sudoyo,
Setiyohadi, & Alwi, 2009)
Superinfeksi bacterial akibat leucopenia jarang terjadi, dan lebih merupakan
infeksi nosokomial akibat penggunaan jalur intravena dan bukan akibat langsung dari
dengue (Sudoyo, Setiyohadi, & Alwi, 2009)

3.1.10 Prognosis
Sebagian besar kasus dengue akan membaik setelah 7 hari. Post-dengue
sekuele dapat terjadi sampai beberapa minggu atau bulan, namun biasanya bukan
kondisi yang serius,misalnya: asthenia, rambut rontok dan lemah badan. Kematian
terutama karena komplikasi syok atau perdarahan akibat dengue berat. Morbiditas dan
mortalitas dapat terjadi karena komplikasi lain terkait manifestasi atipikal (keterlibatan
susunan saraf, hepar, renal, kardiak, respirstorius, musculoskeletal, limforetikular,
mata dan keterlibatan organ terisolasi lainnya), adanya faktor risiko tinggi (bayi dan
lanjut usia, obesitas, hamil, ulkus peptic, menstruasi atau perdarahan abnormal
vaginal, penyakit jantung congenital, penyakit kronik seperti diabetes mellitus, asthma
penyakit jantung iskemik, gagal ginjal kronik, sirosis hati, pasien dengan penggunaan
steroid atau NSAID) atau adanya penyakit komorbid. Bila tidak diterapi, dengue berat
dapat menyebabkan kematian sampai 20% namun demikian jumlah tersebut berkurang
menjadi 1% bila diterapi secara dini dan benar (Tjokropawiro, 2015)

19
BAB IV
PEMBAHASAN

An. SB (14 tahun) didiagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Teori Fakta
Keluhan: Pasien mengeluhkan demam selama 4 hari,
Demam selama 2-7 hari, dimana demam yang dirasakan naik turun, setelah 4
peningkatan suhu tubuh bisa terjadi hari ini dirasakan bahwa demam sudah
hingga 40C mulai berkurang, lalu muncul bercak merah
wajah kemerahan di ekstremitas bawah, selain itu pasien juga
anoreksia, mengeluhkan tidak bisa BAB selama 6 hari
mual, SMRS, sariawan dan bibir pecah-pecah,
muntah, lidah yang terlihat kotor, nyeri pada bagian
nyeri otot/sendi, perut terutama di ulu hati, nafsu makin yang
keluhan nyeri epigastrium dan nyeri semakin menurun, sakit kepala, mual tetapi
abdomen tidak muntah,mulut terasa pahit, nyeri
dibagian sendi. Keluhan gusi berdarah dan
mimisan disangkal.

Pemeriksaan Fisik

Teori Fakta
Kepala/leher
Manifestasi perdarahan (kulit mudah
Umum
timbul lebam, perdarahan pada lokasi
Ekspresi : sakit berat
tusukan jarum (venipuncture), petekie
Rambut : tidak ada kelainan
pada ekstremitas, aksila, wajah dan
Kulit muka : tidak terlihat kuning
palatum, ruam makulopapular atau
dan tidak pucat, tidak terlihat petekie
morbiliformis, epistaksis, perdarahan gusi,
Terlihat penonjolan tulang pipi
perdarahan saluran cerna ringan,
Mulut
hematuria jarang didapatka)
Hepatomegali bisa didapatkan pada pasien Nafas : fetor hepatikum (-)
Bibir: pecah-pecah (+), sianosis (-), kering
20
(terutama pasien dengan syok) namun (+)
besar luver tidak berkorelasi dengan Gusi: perdarahan (-)
keparahan penyakit. Mukosa: hiperemis (-), pigmentasi (-)
Ikterus jaramg didapatkan pada dengue. sariawan (+)
Warning sign : muntah persisten, nyeri
Lidah : makroglosia (-), mikroglosia (-)
abdomen, anoreksi, lemah badan,
terlihat kotor (+)
hipotensi postural, dan oliguria, pada saat
Faring : hiperemis (-)
suhu tubuh menurun atau saat hari panas
Abdomen:
3-7 hari, dapat terjadi gagal sirkulasi: kulit
Inspeksi : Bentuk flat, kulit normal , striae
dingin dan lembab dengan nadi lemah dan
(-)
cepat.
Palpasi : Nyeri tekan ulu hati (+),
hepatomegali (-) , defans muscular (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-),
Asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas:
Superior
Ekstremitas hangat, Basah berkeringat
(-/-) Edema (-), Eritematosa (-), Sianosis
(-), Clubbing finger (-), Palmar eritema
(-), Kekuatan otot : Kanan = Kiri (4=4)
Inferior
Ekstremitas hangat, white island in the
red sea (+) Basah berkeringat (-/-),
Edema (-), Eritematosa (-), Sianosis (-),
Clubbing finger (-), Palmar eritema (-),
Kekuatan otot : Kanan = Kiri (4=4)

Pemeriksaan Penunjang

21
Teori Fakta
1) Tes hematologi:
Darah lengkap: pemeriksaan standar untuk
infeksi dengue, dengan monitor ketat terhadap
hemoglobin, hematokrit (kebocoran plasma
dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ?20% dari hematokrit awal, umumya
dimulai pada hari ke-3 demam), trombosit
(umumnya terdapat trombositopenia pada hari
ke 3-8), dan leukosit (dapat normal atau
menurun, mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfisitosis relatif >45% dari total leukosit)
Kimia klinik: gula darah, BUN, serum kreatinin,
SGOT dan SGPT (dapat meningkat), albumin Imuno-serologi (22/02/17) :
(dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
1. Salmonella typhi-O : Negatif
plasma), elektrolit (sebagai parameter
pemantauan pemberian cairan); untuk diagnosis 2. Salmonella typhi-H : Negatif
dan terapi terhadap komplikasi dan komorbid
Faal koagulasi: PT, APTT, fibrinogen, D-duner, 3. Salmonella paratyphi A-O : Negatif
atau FDP (pada keadaan yang dicurigai terjadi
4. Salmonella paratyphi A-H : Negatif
perdarahan atau kelainan pembekuan darah)
Analisis gas darah, kalsium serum, laktat serum: 5. Salmonella paratyphi B-O : 1/80
untuk kasus syok refrakter atau prolonged
6. Salmonella paratyphi B-H : Negatif
2) Rapid diagnostic test (RDT)
7. Salmonella paratyphi C-O : 1/80
Tes serologi untuk IgM dan IgG antibody
8. Salmonella paratyhpi C-H : Negatif
dengan hasil dalam 15 menit pada beberapa
produk 9. Dengue IgG : Positif

3) Tes serologi dasar untuk diagnosis infeksi 10. Dengue IgM : Positif
dengue: memerlukan interpretasi untuk
menentukan kasus suggestive atau
confirmed:
Haemmaglutination-inhibition (HI)
Complement fixation
Neutralization test (NT)
IgM capture enzyme-linked immunosorbent

22
assay
Indirect IgG ELISA

4) Tes untuk deteksi asam nukleat virus:


Reverse transcriptase-polymerse chain reaction
(RT-PCR)
Nested RT-PCR
One-step multiplex RT-PCR
Real-time RT-PCR (qPCR)
Isothermal amplification method

5) Tes untuk deteksi antigen virus (NS1):


NS1 muncul mulai hari pertama onset demam
dan menurun sampai tidak terdeteksi dalam
waktu 5-6 hari
Dapat digunakan untuk diagnosis dini, dengan
sensitivitas 80,5% dan spesivitas 100%.
6) Pemeriksaan penunjang lainnya yang bila
diperlukan untuk membatu diagnosis dan terapi:
foto toraks, USG abdomen, dan
elektrokardiografi

Penatalaksanaan

Teori Fakta
a) penanganan tersangka (probable) DBD - IVFD RL 20 tpm
dewasa tanpa syok, - Injeksi kalnex 3x500
b) pemberian cairan pada tersangka DBD - PCT 3x500 mg (k/p)
- Dehaf 3x1
dewasa di ruang rawat inap, - Domperidon 3x1
c) penatalaksanaan DBD dengan peningkatan - Ranitidin 2x1
hematokrit >20%, - IVFD Fimahes 30 tpm (2 kolf)
d) penatalaksanaan perdarahan spontan pada - Cek DL Cito
- Transfusi TC 4 unit
DBD dewasa,
e) tatalaksana sindrom syok dengue pada - Observasi tanda vital dan manifestasi

dewasa perdarahan

23
24
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan

Pasien An. SB usia 14 tahun datang dengan demam selama 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didiagnosis Demam Berdarah Dengue serta penatalaksanaan yang telah
diberikan diruangan sudah sesuai dengan literature.

5.2. Saran
Sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap pengobatan dan perkembangan
penyakit pasien.

25
Daftar Pustaka

Purba, D. A. (2015). Gambaran Perilaku Masyarakat dalam Penanggulangan Demam


Berdarah Dengue di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.
Repository USU .
RI, K. (2010). Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi .
Sudoyo, A., Setiyohadi, B., & Alwi, I. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing.
Tjokropawiro, A. e. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University.

26

Anda mungkin juga menyukai