Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

PEMBIMBING :
dr. Eddy Mulyono, Sp. PD, FINASIM

DISUSUN OLEH :
Kurnia Halim
NIM : 406172085

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT RAA SOEWONDO PATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE : 23 APRIL 2018 - 1 JULI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Kurnia Halim


NIM : 406172085
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode : 23 April 2018 – 1 Juli 2018
Judul : Demam Berdarah Dengue
Pembimbing : dr. Eddy Mulyono, Sp. PD, FINASIM

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati.

Pati, Mei 2018

dr. Eddy Mulyono, Sp. PD, FINASIM


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “ Demam Berdarah Dengue” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati periode
23 April 2018 – 1 Juli 2018. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah
pengetahuan bagi kita semua tentang Demam Berdarah Dengue
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada dr. Eddy Mulyono, Sp.PD, FINASIM selaku pembimbing dalam penyusunan referat
ini, serta kepada dokter – dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Sakit RAA Soewondo Pati serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan
dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya, semoga
tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Pati, Mei 2018


Penulis

Kurnia Halim
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II DEMAM BERDARAH DENGUE..............................................................3
2.1 Definisi.................................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..................................................................................................................3
2.3 Etiologi.................................................................................................................................7
2.4 Patogenesis.......................................................................................................................8
2.5 Diagnosis..........................................................................................................................11
2.6 Manifestasi Klinis......................................................................................................13
2.7 Pemeriksaan....................................................................................................................15
2.8 Diagnosis Banding....................................................................................................17
2.9 Penatalaksanaan..........................................................................................................18
2.10 Pemberantasan..........................................................................................................30
BAB III PENUTUP.........................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III
dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya
dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah
Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya
banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.1
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong
(Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris,
namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD
yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari
penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di
dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap1
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19 insiden
per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara kawasan Asia
Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Mengingat infeksi
dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya
tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis
DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik
yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan
pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.2

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta,
kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah
dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun
1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 19913
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari
golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus
golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari3
Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue 8

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah
dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat,
infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi,
serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan
demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan
demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor,
tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan
tersebar di seluruh area.3
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada
tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02
per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum
mencapai target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk.5
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia5
Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal abad
20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia Pasifik, Australia
bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika tengah. Demam dengue
sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang
dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk
terkena infeksi virus ini.5

Gambar 2. Distribusi Dengue di Dunia.7


Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti. Merah : area infestasi Aedes aegypti

Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa,


Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue.
Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar, Sri
Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di daerah ekuator dimana
Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini
dengue merupakan penyebab rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak.6
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa
serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak
terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS
paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi
virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi
penyakit biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu
survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.2
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan
Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case
Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di
daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua
negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat
dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan (4) Peningkatan sarana transportasi.1
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun
daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian
luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.1

2.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm

terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .5

Gambar 1.3 Virus Dengue5

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat

jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.5


Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam
rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah.
Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.5

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus 8

2.4 Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.2
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami
infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.2
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok
yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.2
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik
pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik
dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut
didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.2
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody response

Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler ↑ Ht ↑
> 30% pada Perembesan plasma Natrium ↓
kasus syok 24-48 jam
Hipovolemia Cairan dalam rongga
serosa
Syok
Anoksia Asidosis
Meninggal

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD2

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain


mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.2
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1

2.5 Diagnosis
Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan perembesan
plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan
peningkatan hematokrit.2
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan
muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan
muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring
hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya
ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi
dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. 2 Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada
bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya
membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan.
Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.2
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi
dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.2

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi:2
· Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik
· Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, atau purpura
o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
· Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
· Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.
WHO membagi DBD menjadi 4:2
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis
(nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti mimisan,
muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan jari
(tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

2.6 Manifestasi Klinis


a. Demam5
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak tanpa
sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Naik turun dan
tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-
3 dan ke-7 dengan tanda-tanda seperti menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung
teraba dingin dan lembab. Masa kritis pada hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C)
dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti, anoreksi,
lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.
Gambar: Kurva suhu pada DHF2
b. Perdarahan5
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk
perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler
meingkat. Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya,
tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya petekie, purpura, ekimosis, epitaksis dan
perdarahan gusi, hematemesis, dan melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih
dari 20 petekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa
cubiti.
c. Hepatomegali5
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.
Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya
penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya
perdarahan.

d. Renjatan (Syok)5
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit.
Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai prognosa
buruk. Kegagalan sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah
disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat
gelisah.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Darah5
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.
Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan
dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta
dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi.
Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF5

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.


4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT beisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

b. Urine5
Kadar albumine urine positif (albuminuria)
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG5
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya ascites dan cairan pleura
pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnose penyakit
yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pankreas.
e. Diagnosis Serologis5
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive namun
tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.
Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik
digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan
titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada
serum akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau dugaan keras
positif infeksi dengue yang baru terjadi.
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh
tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja
(sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai cara
Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi
dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat dideteksi dalam serum
bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi
dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama
sehingga tidak rutin digunakan.
4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue
karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini
perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative maka dilaporkan sebagai
negative. IgM dapat bertahan dalam darah samapi 2-3 bulan setelah adanya
infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji
Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama
dengan uji HI.
5) Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil
cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus
RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk.
Sensitifitas PCR sama dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi
oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah
juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.

2.8 Diagnosis Banding

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus,
atau infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam,
chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.6

b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada
DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip
dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu
disertai ruam makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri
sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD.
Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.6
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada
hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi
bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal.6

d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam
cepat menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak
dijumpai pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP.6

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik akan sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan darahditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit
menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau
kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi
pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.6

2.9 Penatalaksanaan
a.Pre Hospital7
Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas
Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik
ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,
dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung
air hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk


dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras
atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid.
Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram
Abate ( ± 1 sendok makan peres untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5
gram Altosid ( ± 1/4 sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan
Altosid dapat diperoleh di puskesmas atau di apotik.
2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif
DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan
banyak jentik nyamuk.

Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam
tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena
penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak
adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan
pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu
meberikan minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15
menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis,
sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang
banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih
kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil
minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh
kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut:8

1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol
sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari.
Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan
gastritis dan atau perdarahan.
3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan ( pocari
sweet )
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit
5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang
banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini :
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari

Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu
diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam
tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga
harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat
penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal
dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal
atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat
bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres
dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai
tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat
penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
IDAI menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena sangat
berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul gejala
berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita akan
tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita
sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan
kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda
gejala dibawah ini:

1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)


2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh
badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing
berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit

Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam
menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar
mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus
segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan
terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.

Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader
kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue
memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi
pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader
menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara
deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat
pelayanan kesehatan.
b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat 7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat
perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif.

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah


adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam
tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.
Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini
fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease
awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD
terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat
diketahui dari peningkatan kadar hematokrit

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/
Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit
dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian
khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan
penurunan jumlah trombosit < 50.000/mcL. Secara umum pasien DBD derajat I
danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat
sehari di rumah sakit kelas B dan A
1) Fase Demam8

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,


bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada
DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di
sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi
dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan
rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum
asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam
Tabel 1
Dosisi Parasetamol Menurut umur
Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian)
Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500
mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus
diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal
kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu
sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3
x kadar Hb.

a) Penggantian Volume Plasma8


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada
fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar
pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun
demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan
berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,
sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan
tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena
diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.
Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB
intravena bolus perlahan-lahan.
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi
jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume
dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada
diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai
8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk Jumlah cairan Ml/kg berat
RS ( kg ) badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari


umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang
sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan
cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama.

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan
diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi
dalam 3 bagian, yaitu:2
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat
II tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)
Tersangkaangka DBD Demam tinggi, mendadak
terus menerus <7 hari
tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,
badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


Tanda syok Periksa uji torniquet
Muntah terus menerus
Kejang Uji torniquet (+) Uji torniquet (-)
Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)
Muntah darah
Berak darah
Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan
<100.000/µl >100.000/µl Parasetamol
Kontrol tiap hari
Tatalaksana sampai demam hilang
disesuaikan,
(Lihat bagan 3,4,5)
Rawat Inap
(lihat bagan 3)
Rawat Jalan Nilai tanda klinis &
Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht
Parasetamol bila masih demam
Kontrol tiap hari hari sakit ke-3
sampai demam turun
periksa Hb, Ht, trombosit tiap
kali

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok:
gelisah, lemah, kaki/tangan
dingin, sakit perut, BAB hitam,
BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik


Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD2


DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerus
Atau 1 sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman; air putih, teh manis,
Sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:
Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)
Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombosit
Tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari
Ukur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun
Awasi perdarahan
Periksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RL
Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat
Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)


• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
• Nafsu makan membaik
• Secara klinis tampak perbaikan
• Hematokrit stabil
• Tiga hari setelah syok teratasi
• Jumlah trombosit >50.000/µl
• Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit 2


DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit>20%
Cairan awal>20%
RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5
6-7 ml/kgBB/jam
Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan


Tidak gelisah Gelisah
Nadi kuat Distress pernafasan
Tek.darah stabil Frek.nadi naik
Diuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik
(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20
mmHg
Ht turun Diuresis </tidak ada
(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil


Perbaikan
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht turun
3 ml/kgBB/jam Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
IVFD stop setelah 24-48 jam
Apabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar
diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
Indikasi Transfusi pd
Anak
- Syok yang belum teratasi
Perbaikan - Perdarahan masif

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan Hematokrit>20% 2


DBD derajat III & IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit


2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 15 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena
Syok teratasi Syok tidak
teratasi
Kesadaran membaik Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma
Tanda perdarahan Dekstran/FFP
Diuresis
Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam
Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi
Ht stabil dalam 2x Syok teratasi
Pemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik
Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar
10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB
dapat diulang sesuai
Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan
setelah syok teratasi

Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD)2,6


2.10 Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan penunjang.
Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor,
penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.3

Kegiatan pokok
1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita
Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas dilaporkan
secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II. Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara
rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis, pengobatan dan sistem
rujukan yang berlaku.3
2. Pemberantasan vektor
Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan,
pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk
mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam
rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi
dan memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan obat yang
dibeli di toko seperti mortein, baygon, raid, hit dll.3
Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat umum
secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan dan
pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi keluarga dan
pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus sehingga rumah dan
tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras
bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban
bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air pada vas
bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau
talang, menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur pada
perangkap semut, dan pendidikan kesehatan masyarakat.3
Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan
endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di
dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau fenitrotion)
dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.3
3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi

Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik berkala


oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah
sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan adalah
leaflet, flip chart, slides, dll.3
Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita,
pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan
organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.3
Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target masing-
masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan
pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk
mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.3

Kegiatan penunjang
Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga melalui
pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku petunjuk, publikasi dll.
Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik, kader, dan
tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas sanitasi
puskesmas, dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana pemberantasan DBD
Dinas Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja di berbagai tingkat mulai dari
puskesmas sampai tingkat pusat.3
Penelitian dilaksanakan dalam rangka mengembangkan teknologi pemberantasan
meliputi aspek entomologi, epidemiologi, sosioantropologi, dan klinik. Penelitian
diselenggarakan oleh Depkes, perguruan tinggi, atau lembaga penelitian lainnya.3
BAB III
KESIMPULAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Untuk mengurangi kecenderungan penyebarluasan wilayah terjangkit DBD,
mengurangi kecenderungan peningkatan jumlah penderita dan mengusahakan agar angka
kematian tidak melebihi 3% maka pemerintah terus menyempurnakan program
pemberantasan DBD. Strategi pemberantasan DBD lebih ditekankan pada upaya
preventif.
Peran dokter dalam program pemberantasan DBD adalah penemuan, diagnosis,
pengobatan dan perawatan penderita, pelaporan kasus dan penyuluhan. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka pengetahuan patofisiologi, patogenesis, manifestasi
klinis/laboratoris DBD, pengenalan vektor dan pemberantasannya adalah sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA
1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta.
2004.
2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.
3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ikatan
Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta, Agustus
2002.
4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998.
5) Gubler D.J. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. PubMed Central Journal List.
Terdapat di: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1508601.
Diakses pada: 2009, Desember 29.
6) Gubler DJ, Clark GG. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever: The Emergence of a
Global Health Problem. National Center for Infectious Diseases
Centers for Disease Control and Prevention
Fort Collins, Colorado, and San Juan, Puerto Rico, USA. 1996. Terdapat di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8903160. Diakses pada: 2009, Desember 29.
7) Fernandes MDF. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever. Infectious disease. Terdapat
di: http://www.medstudents.com.br/dip/dip1.htm. Diakses pada: 2009, Desember 29.
8) World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Terdapat di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/htm. Diakses pada: 2009, Desember
29.

Anda mungkin juga menyukai