Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

ARITMIA

Disusun Oleh :
dr. Kurnia Halim

Pembimbing :
dr. Tubagus Yuli Rohmawanur, Sp.An

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMKIT TK. IV 03.07.01 KENCANA SERANG
BATCH IV PERIODE FEBRUARI 2021 – FEBRUARI 2022
REFERAT DOKTER INTERNSIP RUMKIT TK IV KENCANA SERANG
RS TK IV KENCANA

Jalan Jendral Ahmad Yani No. 21-23, Telp (0254) 211554


Serang-Banten 421217

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT

Judul : Aritmia
Penyusun : dr. Kurnia Halim

Serang, 14 April 2021


Mengetahui :

Pembimbing Internsip

dr. Tubagus Yuli Rohmawanur, Sp. An


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis sehingga
referat ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka
memenuhi UKP yang di seminarkan dalam rangkaian kegiatan Program Internship Dokter
Indonesia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan
dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak
terima kasih kepada :
1. dr. Tubagus Yuli, Sp.An selaku pembimbing dokter internship di Rumkit Tk. IV
Kencana Serang.
2. Rekan – rekan dokter intership yang hadir dalam referat.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari kekurangan
karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca.

Serang, 14 April 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Irama sinus normal didefinisikan sebagai suatu irama jantung yang pembentukan
impulsnya berasal dari nodus sinus dengan kecepatan antara 60 sampai 100 denyut per menit.
Bayi dan anak-anak secara umum memiliki denyut jantung yang lebih cepat dari pada orang
dewasa, baik pada saat istirahat maupun pada saat beraktifitas. Nodus sinus tidak hanya
bertindak sebagai suatu pembangkit otomatis bagi jantung, tapi ia juga memberi respon
terhadap rangsangan dari sistem saraf otonom dan bergantung pada efek kedua sistem saraf
otonom yang saling berlawanan, simpatis dan parasimpatis. Stimulasi vagal (parasimpatis)
mengakibatkan menurunnya impuls yang dikeluarkan oleh nodus sinus, sedangkan stimulasi
simpatis mengakibatkan meningkatnya impuls yang dikeluarkan oleh nodus sinus. Oleh karena
itu, kecepatan denyut jantung bergantung pada keseimbangan stimulasi dari kedua sistem saraf
otonom tersebut.1
Denyut jantung <60 kali per menit dikatakan sebagai suatu bradikardia dan kecepatan
denyutan >100 kali permenit disebut sebagai takikardia. Denyut jantung dihasilkan melalui
sebuah mekanisme aktivitas elektrik yang berasal dari nodus sinus di atrium kanan dan akan
disebarkan ke seluruh otot atrium yang pada akhirnya akan disebarkan ke otot ventrikel melalui
nodus atrioventrikular dan sistem His-Purkinje.1
Bila yang dimaksud dengan irama jantung normal adalah irama yang berasal
dari nodus SA, yang datang secara teratur dengan frekuensi antara 60-100/menit dan
dengan hantaran tak mengalami hambatan pada tingkat manapun, maka irama jantung
lainnya dapat dikatakan sebagai aritmia. Jelaslah bahwa untuk membaca irama jantung,
disamping frekuensi dan teratur tidaknya, harus dilihat juga tempat asal (focus) irama
tersebut. Nodus SA merupakan focus irama jantung yang paling dominan, sehingga
pada umumnya irama jantung adalah irama sinus. Bila nodus SA tidak dapat lagi
mendominasi focus lainnya, maka irama jantung akan dijalankan oleh focus lainnya
itu. Fokus irama jantung ini menjadi dasar dan klasifikasi aritmia.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 AKTIVITAS LISTRIK JANTUNG3,4


Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang
menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut, secara ritmis
akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, disebut otoritmitas.
Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung:
 Sel kontraktil, yang membentuk 99% dari sel-sel otot jantung, melakukan kerja mekanis
memompa. Sel-sel ini dalam keadaan normal tidak membentuk sendiri potensial aksinya.
 Sel otoritmik, yaitu sel-sel jantung sisanya yang sangat penting, tidak berkontraksi tetapi
khusus memulai dan menghantarkan potensial aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel
jantung kontraktil.
Sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat. Sel-sel ini malah
memperlihatkan aktivitas pemacu, yaitu potensial membrannya secara perlahan terdepolarisasi,
atau bergeser, antara potensial-potensial aksi sampai ambang tercapai, saat membran mengalami
potensial aksi. Pergeseran lambat potensial membran sel otoritmik ke ambang disebut potensial
pemacu. Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi kompleks beberapa mekanisme
ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion menimbulkan potensial
pemacu adalah (1) penurunan arus K+ keluar disertai oleh arus Na+ masuk yang konstan dan
(2) peningkatan arus Ca2+ masuk.
Sel-sel jantung non kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas terletak di tempat-
tempat berikut:
1. Nodus sinuatrialis (nodus SA), suatu daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat
pintu masuk vena kava superior.
2. Nodus atrioventrikularis (nodus AV), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung khusus yang
terletak di dasar atrium kanan, tepat di atas pertemuan atrium dan ventrikel.
3. Berkas His (berkas atrioventrikular), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal dari nodus AV
dan masuk ke septum antar ventrikel.
4. Serat Purkinje, serat-serat halus terminal yang menjulur dari berkas His dan menyebar ke
seluruh miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang pohon.
Sel-sel jantung dengan kecepatan inisisasi potensial aksi tertinggi terletak di nodus SA.
Sekali suatu potensial aksi terbentuk di salah satu sel otot jantung maka potensial tersebut akan
disebarkan ke seluruh miokardium melalui taut celah dan system hantaran khusus. Karena itu,
nodus SA, yang dalam keadaan normal memiliki laju otoritmisitas tertinggi, yaitu 70 sampai 80
potensial aksi per menit, mengendalikan bagian jantung lainnya pada tingkat kecepatan ini dan
karenanya dikenal sebagai pemacu jantung.
Setelah dimulai di nodus SA, potensial aksi menyebar ke seluruh jantung. Agar fungsi
jantung efisien maka penyebaran eksitasi harus memenuhi tiga kriteria.
1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai.
2. Eksitasi serat otot jantung harus terkoordinasi untuk menjamin bahwa setiap rongga jantung
berkontraksi sebagai satu kesatuan agar pemompaan efisien.
3. Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus terkoordinasikan secara fungsional sehingga
kedua anggota pasangan tersebut berkontraksi secara simultan.
Eksitasi atrium yaitu hantaran impuls ke seluruh atrium. Ada juga yang disebut dengan
eksitasi ventrikel. Potensial aksi di sel-sel jantung meskipun dipicu oleh sel-sel nodus pemacu,
bervariasi mencolok dalam mekanisme ionic dan bentuknya dibanding potensial nodus SA.
Potensial aksi di sel kontraktil jantung sangat berbeda dari potensial aksi di sel otoritmik
jantung karena memperlihatkan fase datar yang khas.
Seperti jaringan peka rangsang lainnya, otot jantung memiliki periode refrakter. Selama
periode refrakter, tidak dapat terbentuk potensial aksi kedua sampai membran peka rangsang
pulih dari potensial aksi sebelumnya. Otot jantung memiliki periode refrakter yang lama yang
berlangsung sekitar 250 mdet karena memanjangnya fase datar potensial aksi. Otot jantung
tidak dapat dirangsang kembali sampai kotraksi hampir selesai sehingga tidak terjadi
penjumlahan kontraksi dan tetanus otot jantung.

Gambar Konduksi Impuls Jantung4


Aritmia dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kelainan irama jantung. Kelainan
tersebut dapat disebabkan oleh kelainan atau kerusakan pada salah satu komponen dari sistem
pembentuk irama jantung normal.

2.2. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa teori yang menerangkan mekanisme aritmia, yang biasanya dipicu oleh denyut
prematur. Pembentukan rangsangan dapat bertambah dengan adanya peningkatan otomatisasi,
aktivitas pemicu, dan terjadinya reentry.5
- Peningkatan otomatisasi

Sel miokard dalam keadaan normal tidak mempunyai aktifitas sebagai


pacemaker. Peningkatan otomatisasi serabut pacemaker lain karena terjadi
depolarisasi parsial pada resting membran. Terjadi juga perubahan kecepatan
depolarisasi pada fase diastolik sehingga otomatisasi meningkat. Bila mencapai
ambang rangsang maka akan terjadi potensial aksi baru yang mengakibatkan
peningkatan denyut jantung. Keadaan ini dapat terjadi pada peningkatan
katekolamin endogen dan eksogen, gangguan elektrolit (hipokalemia), hipoksia
atau iskemia, efek mekanis obat-obatan (digitalis).
- Aktifitas pemicu

Dapat disebabkan oleh early after depolarization yang terjadi pada fase 2 dan
fase 3 potensial aksi atau pada after delayed depolarization. Mekanisme ini
terjadi karena adanya kelainan elektris pada jantung. Setelah hiperpolarisasi, ion
Na dan Ca masuk kedalam sel sehingga peningkatan sedikit saja dapat
mencetuskan potensia aksi. Hai ini dapat terjadi pada peningkatan kadar
katekolamin, hiperkalsemia, intoksikasi digitalis, atau pada hipokalemia yang
dapat menyebabkan akumulasi Ca pada intrasel.
- Mekanisme reentri

Teori ini banyak dipakai untuk menerangkan terjadinya takiaritmia paroksismal


yang menetap, persyaratan terjadinya mekanisme ini yaitu adanya blok
unidirectional pada salah satu jalan konduksi baik sementara maupun menetap,
adanya jalur konduksi tambahan yang membentuk sirkuit tertutup, konduksi
perangsangan yang lambat sehingga pada saat mencapat titik blok sudah dalam
fase refrakter relatif kembali, serta adanya denyut ekstra sebagai pemacu
terjadinya mekanisme reentri.
2.3 KLASIFIKASI
1. Sinus Takikardi
Sinus takikardi adalah irama sinus dengan kecepatan denyut jantung >100x/menit.
Terdapat 2 jenis sinus takikardi, yaitu fisiologis dan non fisiologis. Sinus takikardi
fisiologis menggambarkan keadaan normal atau merupakan respon stress fisiologis
(aktivitas fisik, rasa cemas), kondisi patologis (demam, tirotoksikosis, anemia,
hipovolemia), atau stress farmakologis untuk menjaga curah jantung tetap stabil.
Sedangkan sinus takikardi non fisiologis terjadi akibat gangguan pada sistem vagal,
simpatik, atau pada nodus SA sendiri.

Gambar Sinus Takikardi1

2. Sinus Bradikardi

Sinus bradikardi adalah gangguan irama jantung di mana jantung berdenyut lebih lambat
dari normal, yaitu 60x/menit. Bradikardi disebabkan karena adanya gangguan pada
nodus SA, gangguan sistem konduksi jantung, gangguan metabolik (hipotiroidisme),
dan kerusakan pada jantung akibat serangan jantung atau penyakit jantung. Gejala yang
timbul bervariasi, dari asimtomatik hingga muncul gejala sinkop/hampir sinkop,
dispneu, nyeri dada, lemah, dan pusing.1

Gambar Sinus Bradikardi1


3.Takikardi supraventrikular (TSV)
Takikardi supraventrikular merupakan salah satu dari gangguan irama jantung satu
jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah
cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV
mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada
kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal.6
mencakup semua takiaritmia yang berasal dari atas bundel His. Denyut ventrikel mungkin
sama atau kurang dari denyut atrium, tergantung konduksi nodus atrioventrikular. Istilah
takikardi supraventrikular paroksismal mengacu pada sindrom klinis yang ditandai dengan
cepat, dengan onset dan penghentian yang mendadak.7

2.3.1 Atrial Flutter


Atrial flutter adalah terminologi umum yang dipakai untuk menjelaskan suatu kondisi
aritmia atrial yang disebabkan oleh sirkuit reentri yang besar dan terletak dalam jaringan
atrium. Atrial flutter melibatkan banyak bagian otot atrium dan tidak berhubungan langsung
dengan AV node seperti pada SVT. Atrial flutter biasanya berhubungan dengan kelainan
jantung organik dan insidennya terbanyak kedua setelah atrial fibrilasi.1

Mekanisme
Atrial flutter memiliki variasi bentuk; yang paling sering adalah "isthmus-dependent
counterclokwise atrial flutter", diikuti oleh "isthmus-dependent clockwise atrial flutter", dan
atypical atrial flutter. Seperti yang disebutkan di atas, pada atrium terbentuk jalur aksesoris
dengan impuls listrik yang terus-menerus berputar dengan cepat yang melibatkan daerah
atrium yang besar. Variasi yang terbanyak adalah counterclockwise artinya impuls elektrik
berputar dalam sirkuit sirkus dengan arah yang berlawanan arah jarum jam. Apapun
bentuknya jalur ini menghasilkan denyut atrium yang bervariasi antara 250-340 denyut per
menit.7
Denyut ventrikular pada atrial flutter biasanya lebih lambat dibandingkan dengan
denyut atrial yang disebabkan oleh hambatan impuls pada nodus AV. Nodus AV melindungi
ventrikel dari denyut atrium yang cepat dengan hanya mengizinkan sebagian kecil dari
impuls yang masuk untuk melewati nodus AV. Oleh karena itu biasanya kita jumpai dua
(2:1) atau tiga (3:1) denyut atrium dengan satu denyut ventrikel.7
Selama atrial flutter, aktifitas listrik berasal dari nodus sinus dalam sirkuit yang besar
sehngga menyebabkan atrial berkontraksi sangat cepat. Peningkatkan kontraksi atrium juga
ikut meningkatkan kontraksi dari ventrikel. Atrial flutter berasal dari atrium kanan dan turun
melalui katup trikuspid dan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.8

Faktor resiko
Atrial fluter sering terjadi pada orang dengan penyakit jantung kronik, penyakit
jantung rematik, gangguan katub jantung, penyakit jantung bawaan, kelainan jantung seperti
emfisema dan tekanan darah tinggi. Operasi jantung dapat menimbulkan jaringan parut yang
menimbulkan resiko terjadinya atrial fluter. Atrial fluter juga dapat terjadi pada orang tanpa
kelainan jantung. Semakin tua umur maka semakin beresiko untuk terkena atrial fluter. Atrial
fluter spontan dapat terjadi pada orang dengan atrial fibrilasi yang diterapi dengan obat
antiaritmia.7

Manifestasi Klinis dan Penegakan diagnosa


Tanda dan gejala dari atrial fluter dapat berupa dada berdebar, peningkatan denyut
jantung, nyeri dada, sesak nafas, sakit kepala, kelelahan, dan penurunan tekanan darah.
Beberapa atrial fluter bahkan dapat timbul tanpa gejala. Selama atrial fluter, atrium dapat
berdenyut hingga lebih dari 300 kali / menit dan dapat meningkatkan denyut jantung total
hingga lebih dari 150 kali permenit. Peningkatan dari denyut jantung dapat menimbulkan
regangan pada miokardium sehingga perlu mendapat perhatian serius. Resiko terjadinya
stroke dapat meningkat pada orang dengan atrial fluter. Diagnosis dari atrial fluter
berdasarkan gambaran EKG. Gejala yang ditimbulkan atrial fluter bersifat paroksismal
sehingga membutuhkan Holter Monitor yang memonitor keadaan aktifitas jantung selama 24
jam dan 30 hari sehingga dapat mendiagnosa atrial fluter dan menentukan seberapa sering
timbulnya.8

Gambaran EKG
Gambaran yang khas dari counterclockwise atrial flutter ditandai dengan gelombang
gigi gergaji negatif pada sadapan II, III dan AVF. Pada clockwise atrial fluter ditandai dengan
gelombang flutter positif di EKG sadapan II, III, dan aVF. Kedua jenis atrial flutter atrium
disebabkan oleh siklus reentri. Atrial fluter memiliki ritme reguler ditandai dengan jarak R-R
yang sama, denyut atrium bervariasi antara 250-350 denyut per menit. Denyut ventrikel
bervariasi, pada tipe konduksi 2:1 ventrikel rate biasanya sekitar 150 denyut per menit
disertai bentuk gigi gergaji (sawtooth)
Gambar Counterclockwise Atrial Flutter7

Gambar Clockwise Atrial Flutter7

Terapi
Manajemen awal dari atrial flutter mirip dengan pengobatan AF. Konversi segera ke
irama sinus atau kontrol cepat terhadap laju respons ventrikel mungkin diperlukan ,
tergantung pada status hemodinamik pasien. Pilihan terapi yang dapat dipilih seperti
kardioversi dengan arus listris DC, kardioversi kimia menggunakan obat antiaritmia. Terapi
obat dengan beta blocker, calcium channel blockers, dan digitalis dapat digunakan untuk
memperlambat tingkat respon ventrikel. Obat antiaritmia golongan IC dapat digunakan untuk
memblokade kanal natrium sehingga memperlambat waktu konduksi intraatrial. Alat pacu
jantung permanen atau sementara juga dapat digunakan untuk mengembalikan irama sinus.
Atrial flutter yang terlambat diobati dapat mengakibatkan konduksi gelombang yang cepat
sehingga ventrikel ikut berdenyut sangat cepat. Hal ini dapat berubah menjadi fibrilasi
ventrikel.8

2.3.2 Atrial Fibrilasi


a. Definisi
Fibrilasi atrium (Atrial fibrilation, AF) merupakan takikardia supraventrikular dengan
karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. AF didefinisikan sebagai aritmia
jantung dengan karakteristik berikut9,10:
(1) Gambaran EKG menunjukkan interval RR tidak teratur, yaitu interval RR yang tidak
mengikuti pola yang berulang (repetitif).
(2) Tidak ada gelombang P yang jelas pada gambaran EKG .
(3) Panjang siklus atrium (jika terlihat) , yaitu interval antara dua aktivasi atrium, biasanya
variabel dan <200 ms (>300 bpm)

Gambaran EKG pasien dengan AF9


AF makin meningkat terutama dengan meningkatnya usia harapan hidup. AF dialami oleh 1-
2% dari populasi, dan angka ini kemungkinan akan meningkat dalam 50 tahun berikutnya.
Prevalensi AF meningkat dengan usia, dari, 0,5% pada 40-50 tahun, 5-15% pada 80 tahun. Pria
lebih sering terkena daripada wanita.9

b. Klasifikasi
Secara klinis, terdapat 5 tipe AF yang dapat dibedakan berdasarkan presentasi dan
durasi aritmia.9
1. First diagnosed AF: setiap pasien yang baru pertama kali terdiagnosis dengan AF
tanpa melihat durasi atau beratnya gejala yang ditimbulkan oleh AF tersebut.
2. Paroxysmal AF: AF yang biasanya hilang dengan sendirinya dalam 48 jam sampai
7 hari. Jika dalam 48 jam belum berubah ke irama sinus maka kemungkinan kecil
untuk dapat berubah ke irama sinus lagi sehingga perlu dipertimbangkan
pemberian antikoagulan.
3. Persistent AF: episode AF yang bertahan sampai lebih dari 7 hari dan
membutuhkan kardioversi untuk terminasi dengan obat atau dengan elektrik.
4. Long standing persistent AF: episode AF yang berlangsung lebih dari 1 tahun dan
strategi yang diterapkan masih kontrol irama jantung (rhythm control).
5. Permanent AF: jika AF menetap dan secara klinis dapat diterima oleh pasien dan
dokter sehingga strategi managemen adalah tata laksana kontrol laju jantung (rate
control)

c. Diagnosis
 Anamnesis

Riwayat penyakit harus diketahui secara menyeluruh pada pasien yang diduga mengalami
atrial fibrilasi. Berikut ini beberapa hal yang harus diketahui pada saat anamnesis pada
pasien yang di duga mengalami AF.9,10
1. Apakah irama jantung selama episode serangan dirasakan teratur atau tidak teratur ?
2. Kapan pertama kali muncul serangan?
3. Apakah ada faktor pencetus seperti olahraga , emosi , atau penggunaan alkohol ?
4. Apakah gejala selama episode sedang atau berat. Beratnya dapat dinyatakan dengan
menggunakan skor EHRA
5. Apakah serangan sering atau jarang, dan durasinya panjang atau pendek
6. Apakah ada riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi, penyakit jantung koroner,
gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, penyakit serebrovaskular ,stroke,
diabetes , atau penyakit paru kronis ?
7. Apakah ada kebiasaan penyalahgunaan alkohol ?
8. Apakah ada riwayat keluarga AF ?

:
Derajat keparahan dari AF menurut EHRA9

d. Diferensial diagnosis

Atrial flutter dan ventrikel ekstrasistol


e. Tatalaksana
Tata laksana umum pada pasien AF mempunyai 5 tujuan:
1. Pencegahan kejadian tromboemboli
2. Mengatasi simtom terkait AF
3. Tata laksana optimal terhadap penyakit kardiovaskular yang menyertai
4. Mengontrol laju jantung.
5. Memperbaiki gangguan irama
Terapi pada pasien AF yang persisten masih kontroversial apakah berusaha untuk
mempertahankan irama sinus atau membiarkan pasien dalam irama AF dan mengontrol laju
jantung. Sampai saat ini pada tahap awal para klinisi tetap berusaha tetap mempertahankan
irama sinus dengan kardioversi dan obat antiaritmia. Mempertahankan irama sinus
mempunyai beberapa keunggulan: meningkatkan hemodinamik dan respons ventrikel kiri;
restorasi fungsi sistolik atrium; mengurangi laju jantung sehingga mencegah terjadinya
takikardiomiopati; mencegah terjadinya remodeling miokard; mengurangi gejala dan
meningkatkan kapasitas fisik; meningkatkan kualitas hidup; mengurangi episode silent AF;
mengurangi kejadian tromboemboli; meningkatkan angka kesintasan.9

Algoritma tatalaksana atrial fibrilasi10


Algoritma tatalaksana atrial fibrilasi rekuren10
Dosis efektif obat untuk kardioversi farmakologi AF10

2.3.3 Takikardi Reentri Nodus Atrioventrikular


Pada jenis AVNRT, reentri terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan
mekanisme yang paling sering terjadi, mencakup 2/3 kasus TSV. Meskipun AVNRT dapat
terjadi pada semua umur namun sangat jarang terjadi pada anak dengan usia dibawah 5
tahun.7 Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Dalam keadaan normal
stimulus sampai pada nodus AV melalui 2 jalur yaitu sisi cepat dengan refrakter lambat dan
sisi lambat dengan masa refrakter yang cepat. Karena adanya perlambatan pada salah satu
jalur menyebabkan jalur sisi cepat yang memberikan impuls pada bundel His melalui jaringan
atrium. Jika jalur cepat memiliki cukup waktu untuk memulihkan rangsangan, dorongan
mungkin memasuki kembali jalur cepat secara retrograt dan membangun reentri.1

Gambar Jalur reentri7


Penegakan diagnosis dan Gambaran EKG
Pasien dengan AVNRT memiliki gejala serupa dengan SVT lainnya. Episode dari
AVNRT bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa jam. Pasien sering memijat sinus
karotidnya untuk mengurangi aritmia yang dirasakannnya. Tidak ada hubungan yang
signifikan antara AVNRT dengan penyakit jantung structural.7
Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit
dengan gelombang P yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau
kadang-kadang tidak tampak karena gelombang P tersebut terbenam di dalam kompleks
QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi
lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow). Kelainan yang tampak pada EKG adalah
takikardi dengan kompleks QRS sempit dan gelombang P terbalik dan timbul pada jarak yang
cukup jauh setelah komplek QRS.7
Gambar Gambaran EKG AVNRT7
Penatalaksanaan7
Karena AVNRT merupakan aritmia yang ringan maka penatalaksanaan hanya untuk
mengurangi gejala yang dirasakan pasien.
a. Manuver vagal

Karena tonus otonomik mempengaruhi dari konduksi listrik pada nodus AV,
manuver vagal dapat mengurang konduksi dan mengurangi gejala yang
dirasakan pasien. Manuver vagal yang dapat dilakukan seperti manuver
Valsalva and Mueller, gagging, pemijatan sinus karotis dan merendam wajah
pada air es.
b. Adenosin

Adenosine dapat memblok nodus AV secara akut sehingga menjadi pilihan terapi
AVNRT. Banya penelitian yang menunjukan bahwa pemberian adenosin
100% efektif pada AVNRT. Dosis inisiasi yaitu 6 mg dan diikuti 12 mg jika
dosis pertama tidak efektif. Karena durasi kerja yang singkat, pemberian
adenosis maintenance dilanjutkan dengan bolus cepat.
c. Obat lain

Obat yang bisa digunakan untuk AVNRT seperti verapamil, yang merupakan
obat golongan CCB. Obat ini memperlambat konduksi pada jalur lambat
maupun jalur cepat. Dosis yang digunakan 5mg bolus dan diikuti bolus 5mg
tambahan setelah 10 menit. Obat yang meningkatkan tonus vagus dapat
diberikan pada AVNRT seperti digoxin sodium channel blockers kelas Ia dan
Ic dapat diberikan.
d. Ablasi Kateter

Pemakaian ablasi memiliki keberhasilan 97% dari total kasus. AV block


merupakan komplikasi serius pada sekitar 0.5- 1% pasien.

2.4 Takikardi Ventrikel


Takikardi ventrikel (TV) adalah aritmia ventrikel yang terjadi sewaktu kecepatan
denyut ventrikel mencapai 100 sampai 200 kali permenit karena adanya gangguan pada
impuls elektrik normal. Impuls yang cepat masuk ke ventrikel yang menyebabkan ventrikel
berkontraksi  dengan cepat sehingga tidak memugkinkan ventrikel terisi darah dengan cukup
yang pada akhirnya  ventrikel tidak dapat memompakan darah dengan baik keseluruh tubuh,
jika tidak dirawat maka akan berkelanjutan dan berubah menjadi ventrikel fibrilasi.
Gambaran EKG dapat mencul seperti irama yang teratur, gelombang P tidak ada dan
gelombang QRS yang lebar. TV dapat terjadi sebagai irama yang pendek dan tidak terus-
menerus atau lebih panjang dan terus- menerus.7,12

Faktor Resiko
Pada dasarnya penyebab takikardi ventrikel yang paling sering adalah penyakit
jantung koroner (PJK), termasuk infark miokard yang disebabkan PJK. TV akut biasanya
terjadi 48 jam setelah Infark myocard acute (IMA). Takikardi ventrikel dapat pula
disebabkan oleh structural heart disease, seperti : prolaps katup mitral, Tetralogi offalot
(TOF), dilatasi dan hipertrofi kardiomiopati atau bisa juga oleh efek obat-obatan (intoksi
digitalis).7,12

Mekanisme TV
Mekanisme TV dalam banyak kasus adalah karena reentri. Penelitian pada TV dengan
iskemia miokardium dapat dimulai, dihentikan, dan reset dengan stimulasi listrik terprogram
sehingga mendukung teori reentri sebagai mekanisme untuk bentuk TV. Rangkaian reentri
paling sering ada dalam zona perbatasan bekas luka. Substansi pasca iskemia miokardium
akan tetap disekresi lebih dari 2 minggu setelah iskemia. Dengan adanya iskemia tersebut
akan mengganggu fungsi pompa dari jantung dan mengaktivasi sistem neurohormonal yang
menyebabkan perubahan dari dinding jantung dan dapat berkontribusi untuk proaritmia
.Pasien dengan TV memiliki risiko tinggi kambuh dari TV bahkan ketika gagal jantung dan
iskemia koroner dikendalikan. Data awal menunjukkan bahwa risiko TV tertinggi selama
tahun pertama (3 -5 %) setelah MI tetapi onset baru TV dapat terjadi bertahun-tahun
kemudian. Selain akibat adanya reentri, takikardi ventrikel dapat disebabkan oleh kelainan
genetik, obat-obatan, penyakit jantung bawaan, dan kardiomiopati.12

Manifestasi Klinis dan Penegakan Diagnosis


Gejala yang ditimbulkan dari takikardi ventrikel sangat beragam. Akibat tidak
mampunya jantung memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh maka akan muncul gejala
seperti pusing, mual, muntah, lemah, pingsan dan dapat hingga kejang. Gambaran EKG yang
dapat muncul pada takikardi ventrikel yaitu:
a. TV monomorfik : memiliki morfologi gelombang QRS yang sama bentuknya, irama
teratur dan cepat (100-150 x/mnt). Penyebab terjadinya TV jenis ini tidak diketahui
(idiopatik).

Gambar Takikardi Ventrikel monomorfik12


b. TV polimorfik: memiliki bentuk gelombang QRS yang berbeda atau bervariasi,
iramanya tidak teratur dan iramanya cepat. Dapat disebabkan oleh TV pada iskemia,
ataupun TV non iskemia seperti kardiomiopati dilatasi.
Gambar Takikardi Ventrikel Polimorfik12

Tatalaksana
Pengobatan untuk ventrikel takikardi dapat dilakukan yaitu:
1. TV Monomorfik
Pengobatan pada monomorfik TV yaitu : Adenosine 6 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis kedua sebesar 12 mg jika dibutuhkan. Amiodaron
150 mg bolus melalui intra vena diberikan selama 10 menit. Bila tidak
berhasil dilanjutkan dengan pemberian amiodaron dosis pemeliharaan 360
mg/6 jam pertama kemudian 540 mg/18 jam berikutnya. Dosis maksimal
kumulatif adalah 2,2 gr/24 jam termasuk yang diberikan pada saat tindakan
resusitasi. Kardioversi adalah tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal
mengatasi takikardi ventrikel. Energi awal yaitu 100 joule.7,13
2. TV Polimorfik
Jika terdapat perpanjangan QT interval tindakan yang harus dilakukan adalah
mengoreksi kelainan elektrolit. Obat pilihan adalah magnesium sulfat.
Kardioversi merupakan tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal mengatasi
takikardi ventrikel .7
Alur tatalaksana kegawatdaruratan takikardi dengan nadi13

2.5 Ventrikel Fibrilasi111,12


Ventrikel fibrilasi merupakan aritmia ventrikel yang sangat ekstrim, paling sering
mendahului kematian mendadak pada orang dewasa. VF terjadi bila ventrikel mengalami
depolarisasi secara kacau dan cepat , sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai satu unit
tetapi bergetar secara inefektif. Mekanisme yang terjadi pada VF adalah jantung tidak dapat
menghasilkan curah jantung , tekanan darah tidak terukur dan cardiac arrest. Vebtrikel
fibrilasi memiliki irama tidak teratur dengan frekwensi  yang tidak dapat dihitung, gelombang
P tidak ada dan kompleks QRS lebar serta tidak teratur. Tidak ada jarak kompleks yang
terlihat, hanya ada oksilasi tidak teratur dari garis dasar.

Etiologi dan Patofisiologi


Pemahaman mengenai mekanisme VF telah ditingkatkan melalui penelitian dengan
hewan coba dan menerangkan bahwa reentri fungsional sebagai mekanisme VF. Penyakit
arteri koroner dan iskemi miokardium adalah etiologi yang paling umum dari VF dan
serangan jantung. Penyebab lain seperti kardiomiopati dilatasi, hipertrofik kardiomiopati,
miokarditis, penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan, obat-obatan proaritmia,
kelainan asam-basa dan elektrolit, sindrom QT panjang dan fibrilasi atrium pada pasien
dengan sindrom Wolff - Parkinson –White.
Identifikasi etiologi VF dapat membantu dalam stratifikasi dan pencegahan serangan
lebih lanjut dari VF . Revaskularisasi pasien dengan iskemia miokard yang disebabkan oleh
penyakit koroner, ablasi saluran aksesoris pada pasien dengan VF sebagai akibat dari sindrom
Wolff - Parkinson -White , atau penghapusan penghentian pemakaian obat proaritmia dapat
dilakukan.
Gambaran Klinis dan Terapi
Insiden kematian mendadak di Amerika Serikat sekitar 1 sampai 2 per 1000 orang
( 0,1 % -0,2% ). Pada tahap awal serangan, VF adalah aritmia yang paling umum ditemui.
Pasien dengan VF membutuhkan defibrilasi segera. Berikut merupakan gambaran EKG dari
VF.

Gambar Ventrikel Fibrilasi11


Setiap menit keterlambatan dilakukannya defibrilasi untuk VF, kesempatan untuk
bertahan hidup menurun. Penentu keberhasilan defibrilasi juga mempengaruhi hasil akhir
seperti waktu untuk defibrilasi, energi yang disampaikan, gelombang defibrilasi, impedansi
transtorakal, penempatan elektroda shock, luas permukaan elektroda shock, dan status
metabolik pasien (asam-basa dan elektrolit). Energi yang berlebihan dan saat defibrilasi
berpotensi menyebabkan nekrosis miokard ireversibel dan kerusakan fungsional pada
miokardium ventrikel dan sistem konduksi. Untuk gelombang kejut monofasik, energi kejut
pertama yang direkomendasikan adalah 200 J, diikuti oleh 300J dan kemudian 360 J.
Menyadari bahwa defibrilasi dini sangat penting bagi kelangsungan hidup pada pasien yang
menderita VF, kemajuan tehnologi telah meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang
menderita VF. Salah satunya, dengan defibrillator eksternal otomatis pada tempat-tempat
publik yang telah terbukti aman, akurat , dan efektif .
Pengelolaan pasien yang menderita VF ditujukan untuk menentukan penyebabnya dan
mengobati penyebab untuk mengurangi potensi kekambuhan. Karena kebanyakan serangan
jantung terjadi pada pasien dengan penyakit arteri koroner, semua pasien harus dievaluasi
adanya penyakit koroner. Pemeriksaan enzim jantung seri harus dievaluasi, dan
ekokardiogram harus dilakukan untuk menilai fungsi ventrikel kiri
Pengobatan lain untuk padien dengan TV maupun VF yaitu: terapi obat antiaritmia,
dan prosedur ablasi. Kebanyakan pasien dengan aritmia ventrikel yang mengancam jiwa
menerima defibrillator implan dengan terapi obat antiaritmia serta ablasi dengan
katetersebagai pilihan pengobatan tambahan.

Alur tatalaksana henti jantung13

2.6 Ekstrasistol
Ekstrasistol merupakan suatu denyutan yang disebabkan oleh impuls yang abnormal
di dalam jantung (baik itu di atrium, vebtrikel maupun sistem konduksi). Ekstrasistol sering
terlihat pada jantung yang sehat juga. Ekstrasisitol muncul sebagai satu denyutan, diantara
satu denyut normal (bigeminus, atau dua denyutan sinus (trigeminus) atau dapat terjadi pada
dua serial (couplet) atau tiga serial (triplet). Pada kebanyakan pasien ekstrasistol biasanya
asimptomatik. Walaupun jarang, ekstrasistol dapat menyebabkan gejala yang menganggu
seperti palpitasi, serangan panik, dyspneu atau hiperventilasi.14
 Supraventrikular Ekstrasistol
Supraventrikular ekstrasistol berasal dari atrium, pada miokardium atrium, atau pada
AV node. Ekstrasistol supraventrikel bermanifestasi pada gelombang P yang prematur.
Kompleks QRS dapat normal atau melebar. Kebanyakan konduksi dari supraventrikular
ekstrasistol dihambat, sehingga terjadi jeda pada sinus berikutnya. Terapi obat biasanya
diresepkan hanya jika gejala tidak dapat ditolerir atau pola debar ektopik menyebabkan
bahaya. Beta bloker biasanya dicobakan pertama kali karena obat ini relatif aman. Progonis
dari suprsventrikual ekstrasistol tidak terlalu signifikan, namun pada keadaan yang jarang
dapat menyebabkan aritmian yang berkelanjutan.14

Gambar supraventricular ekstrasistol14


 Ventrikel Ekstrasistol

Ventrikular ekstrasistol dibedakan dengan supraventrikular ekstrasistol dengan berbagai


hal berikut ini:14
- Tidak ada gelombang P (tidak terdapat interval PQ yang konstan)
- Terdapat perbedaan morfologi QRS dan axis
- Gelombang T berlawanan dengan vektor QRS
- Jeda bisa dikompensasi

Gambar ventrikel ekstrasistol1


Single ekstrasistol ventrikel tidak memiliki prognosis yang signifikan, namun jika terjadi
ekstrasistol ventrikel lebih dari satu dapat menyebabkan takikardi ventrikel terutama pada
pasien yang memiliki penyakit koroner.

Tidak perlu diobati jika jarang, timbul pada pasien tanpa / tidak dicurigai kelainan
jantung organik. Perlu pengobatan bila terjadi pada keadaan iskemia miokard akut,
bigemini, trigemini, atau multifokal, alvo ventrikel. Koreksi gangguan elektrolit,
keseimbangan asam basa, hipoksia, pengobatan dapat denganProkainamid,
Disopiramid, Amiodaron, Meksiletin. Bila pengobatan tidak perlu segera, obat-obat
tersebut dapat diberikan secara oral.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bonow RO, et al. 2012. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular


Medicinie 9th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI. Jakarta: 2008.
3. Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
4. Despopoulos A & Silbernagl S. 2003. Color Atlas of Physiology 5th Edition. Stuttgart:
Georg Thieme Verlag.
5. Papdi. 2007. Buju Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Interna Publising.
6. Paul J, Mark E. 2006. Supraventricular Tachycardia. American Heart Association:
Greenville, Dallas.
7. Fuster, Walls, Harringtons. 2011. Hurst's The Heart, 13th Edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
8. Melissa B, Bruce A. 2006. Atrial Flutter. American Heart Association: Greenville, Dallas.
9. European Society of Cardiology (ESC). 2010. Guidelines for the management of atrial
Fibrillation. European Heart Journal (2010) 31, 2369–2429
doi:10.1093/eurheartj/ehq278. Available from: http://www.escardio.org/guidelines-
surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdf [akses: 10 April
2021]
10. American Heart Association (AHA). 2011. Pocket guideline Management of Patients
With Atrial Fibrillation. Available from:
http://my.americanheart.org/idc/groups/ahamah-
public/@wcm/@sop/@spub/documents/downloadable/ucm_427314.pdf [akses; 10
April 2021]
11. Fuster, Walls, Harringtons. 2011. Hurst's The Heart, 13th Edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
12. Lilly, Leonard S. ed. (2007). Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins
13. CPR Guidelines, Mary Fran Hazinski, editor, American Heart Association, 2015
14. Slegenthaler, W. 2007. Differential diagnosis in internal medicine: from symptomp to
diagnosis. Available from: http://books.google.co.id/books?
id=MaDJ6nlaQKYC&pg=PA719&lpg=PA719&dq=supraventricular+extrasystoles+d
efinition&source=bl&ots=6zvU6wBvIX&sig=X8Xm3fEuQDJu0NYe3-
exwnsTHkw&hl=en&sa=X&ei=9uNoU_PXNsiXuATpj4D4Dg&redir_esc=y#v=onep
age&q=supraventricular%20extrasystoles%20definition&f=false [akses: 10 April
2021]

Anda mungkin juga menyukai