ASMA BRONKIAL
Disusun Oleh :
dr. Evan Albert
Pembimbing :
dr. Tubagus Yuli Rohmawanur, Sp.An
dr. Eling Andayani
Mengetahui,
Pembimbing
Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis
sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi UKP yang di seminarkan dalam
rangkaian kegiatan Program Internship Dokter Indonesia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan,
bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Tubagus Yuli, Sp.An dan dr. Eling Handayani selaku pembimbing dokter
internship di Rumkit Tk. IV Kencana Serang.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari
kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Pada asma bronkial, umumnya terdapat periode dimana fungsi paru normal dan
diikuti dengan periode obstruksi bronkus yang bersifat intermitten. Prevealensi
penderita asma meningkat dalam 30 tahun terakhir. Terutama pada negera
berkembang, sekitar 10% orang dewasa dan 15% anak – anak menderita asma.1
Sebagian besar onset asma diderita semasa kanak – kanak. Umumnya juga penderita
asma memiliki riwayat atopi seperti dermatitis atopik dan atau rhinitis alergi. Pada
asma seringkali timbul akibat terpicu / sensitasi oleh debu rumah tangga
Dermatophagoides pteronyssinus dan alergen yang ada di lingkungan sekitar seperti
bulu binatang dan pollen / serbuk sari. 2
Asma dapat terjadi pada usia berapa saja. Asma pada anak – anak timbul puncaknya
pada usia 3 tahun dan relatif tenang pada masa pertumbuhan. Dan kembali timbul
ketika memasuki usia dewasa dengan serangan asma jauh lebih sering dan bersifat
berat. 2
Pada penderita asma tanpa memiliki riwayat atopi ( skin prick tes negatif & serum IgE
normal ) disebut Intrinsic Asthamatic. Yang umumnya onset asma muncul pada masa
dewasa. Hal ini sering dikaitkan dengan faktor paparan bahan kimia akibat pekerjaan /
occupational asthma. 1,2
1.2 Faktor Resiko dan Pemicu (Triggers)
Asma adalah penyakit yang bersifat heterogenus yang dipengaruhi oleh faktor
genetik/ endogen dan faktor lingkungan.1,2 Beberapa faktor resiko presdiposisi
terhadap asma dapat di identifikasi pada tabel berikut, antara lain :
Obesitas Diet
Pemicu / Triggers
Alergen
ISPA akibat infeksi virus
Aktifitas dan Hyperventilasi
Udara Dingin
Sulfur Dioksida / iritasi gas
Obat ( b-blocker, aspirin )
Stress
Iritan sehari hari ( Semprotan, cat dan tungau )
Faktor Resiko harus dibedakan dengan pemicu / triggers. Yang dimaksud dengan
pemicu adalah faktor yang ditemukan di lingkungan yang memperburuk serangan
asma yang terjadi. Selain itu yang dapat memicu timbulnya serangan asma adalah
aktifitas fisik. Serangan asma mulai timbul ketika istirahat sesaat setelah aktifitas
fisik. Polusi udara, udara dingin, paparan pekerjaan (occupational exposure) dan
stress juga dapat memicu timbulnya serangan asma. 1
1.3 Patofisiologi Asma
1.3.1 Histopatologi 2
Selain itu ditemukan juga perubahan struktural pada saluran pernafasan / remodeling
akibat inflamasi kronik yang terjadi. Ditemukan penebalan pada dasar membran
bronkus akibat deposit kolagen pada lapisan subepitelial bronkus. Akibat dari
penebalan ini lebih banyak sel sel inflamatori yang akan terlekat pada lapisan ini.
Sehingga terjadi penebalan dinding lumen bronkus dan edema yang memperberat
ketika serangan asma terjadi.
Ditemukan juga adanya mucous plug yang menyebabkan oklusi pada lumen jalan
nafas (bronkus) yang disekresikan oleh sel goblet dan kebocoran protein plasma dari
pembuluh darah bronkiolus. Penebalan pembuluh darah saat vasodilatasi dan
angiogenesis menyebabkan bronkus yang menyempit, eritema dan edema.
Pada asma, sebagai respon imunologis maka proses inflamasi yang terjadi bersifat
respon kronik. Hal ini berdampak pada target sel saluran nafas yang akan mengalami
proses remodeling. Karena asma dikenal sebagai penyakit dengan respon inflamasi
yang berkelanjutan maka dapat ditemukan terjadinya penipisan epitelium bronkus
akibat respon inflamasi. Akibatnya bronkus akan lebih mudah terpapar alergen.
Fibrosis / jaringan parut juga terbentuk pada dasar membran bronkus pasien asma
sehingga terjadi penebalan subepitelial oleh karena endapan kolagen tipe III dan tipe
V. Hal ini terjadi karena proses infiltrasi eosinofil yang melepaskan mediator pro-
fibrotik seperti perubahan growth factor beta.
Penemuan gejala klinis & pemeriksaan fisik merupakan hal dasar dalam penegakan
diagnosa Asma Bronkial. Serta diperkuat berdasarkan anamnesa terkait riwayat
perjalanan penyakit dan riwayat penyakit pada keluarga.
Selain itu Perbaikan kondisi umum dan fungsi paru setelah pemberian obat anti asma
dinilai pada severity, repairability, variability fungsi paru untuk mengkonfirmasi
diagnosa asma. 2
1
1.5.1 Spirometri / Force External Volume
Menilai hambatan udara dan reversibilitas. Jika peningkatan FEV1 > 12% dan >
200cc setelah pemeberian bronkodilator maka hasilnya dinyatakan reversible.
Pemeriksaan bertujuan untuk menegakan diagnosis dilakukan pada saat awal dan
setelah stabil pasca pemberian bronkodilator.
Derajat berat asma untuk menentukan terapi rawat jalan untul penderita asma
bronkial. Derajatnya dibedakan atas Intermitten / Persisten Ringan / Persisten
Sedang / Persisten Berat. Hal ini dibedakan atas gejala, gejala malam, fungsi
faal paru.
Derajat Asma Durasi & Gejala Malam Fungsi Paru Terapi Pulang
Mild <1x/ minggu Peak Flow
< 2x / bln SABA
Intermiten Ekserbasi ringan < 20 %
Mild 1x/bln – 1x/ minggu Peak Flow SABA
> 2 / bln
Persistent Aktifitas terganggu 20 – 30 % ICS low dose
Moderate Setiap hari > 1x / Peak Flow SABA+LABA
Persistent Butuh reliever minggu > 30 % ICS Low dose
Severe Setiap hari Peak Flow SABA+LABA
Sering
Persistent Aktifitas terbatas > 30 % ICS High Dose
SABA = Short Act β2-Agonis ICS = Inhaled CorticoSteroid LABA = Long Act β2-Agonis
Terkontrol
Karakteristik Terkontrol Tidak Terkontrol
Sebagian
Gejala Harian ≤ 2x / minggu > 2x / minggu Bila ≥ 3 kriteria
Aktifitas terbatas Tidak ada Ada
Gejala Malam Tidak ada Ada Asma Terkontrol
Kebutuhan reliever ≤ 2x / minggu > 2x / minggu sebagian
Fungsi Paru / FEV1 Normal < 80% prediksi
OCS
LABA LABA
LABA
ICS High Dose ICS High Dose
ICS Low Dose ICS Low Dose
Short – Acting β2 Agonist ( SABA ) as required for symptom relief
Mild Mild Moderate Severe Very Severe
Intermittent Persistent persisten Persistent Persistent
Sediaan obat controler yang tersedia saat ini umumnya merupakan kombinasi SABA
dan ICS Dosis Ringan dalam bentuk Discuss. Seperti halnya Seretide Discuss 100,
yang mengandung Salmeterol 50mcg + Fluticasone Propionat 100mcg / puff.
Sehingga penggunaan untuk controller harian dapat digunakan 2 x 1 puff / hari.
Eksaserbasi asma adalah periode akut dimana terjadi perburukan gejala asma yang
bersifat mengancam nyawa. Eksaserbasi umumnya terjadi dipicu oleh adanya infeksi
virus pada saluran nafas atas. Namun pemicu / trigger lainnya juga dapat
menimbulkan kondisi serupa.
Gejala yang sering ditemukan saat eksaserbasi adalah peningkatan dypsnea, wheezing
berat, dada terasa terikat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya peningkatan
kecepatan pernapasan / takipneu, takikardi, hiperinflasmi paru.
Pada pemeriksaan fungsi paru ditemukan penurunan Volume ekspirasi paksa (FEV1)
dan Peak Expiration Flow (PEF). Pada kondisi ini dapat juga ditemukan Hipoksemia
akibat reduksi PCO2 akibat adanya hiperventilasi. Bila ditemukan PCO2 normal /
meningkat dapat menunjukan gejala kegagalan pernafasan. 3
Eksaserbasi asma terdiri atas Ringan / Sedang / Berat. Hal ini dinilai
berdasarkan keterbatasan aktifitas, bicara, kegelisahan serta temuan
pemeriksaan fisik : kecepatan pernapasan, retraksi suprasternal dan otot
tambahan, Wheezing / Mengi, dan Nadi saat serangan berlangsung.
Pada kondisis eksaserbasi asma digunakan SABA dosis tinggi dan kortikosteroid
sistemik.
Tatalaksana awal : dengan SABA dosis tinggi menggunakan nebulizier setiap 1 jam
sekali. Atau dengan sediaan inhaler dimulai dengan 2-4 puff / 20 menit dalam 1 jam
pertama. Diikuti dengan 2-4 puff dalam 3 jam untuk ekserbasi ringan. 6-10 puff
dalam 1 – 2 jam untuk ekserbasi sedang & berat.
Pada kasus eksaserbasi asma berat, dimana tidak merespon terhadap penggunaan
bronkodilator dan glukokortikosteroid sistemik, maka penggunaan MgSO4 IV 2gram
dapat dipertimbangkan. Secara statistik terbukti menurunkan angka hospitalisasi. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Dyah PW, Anna U. Asma. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Edisi IV. FKUI.
2014. Jakarta : Media Aesculapius. P805-9
2. Chapter 129 : Asthma. Handbook Harrison’s Principles of Internal Medicine:
Manual of Medicine. International Edition Ed.19th. New York : Mc Grow Hill
Education. 2016. P711-5