Anda di halaman 1dari 33

CASE REPORT

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Disusun Oleh :
dr. Kurnia Halim

Narasumber :
dr. Nurul Aliyah, Sp.PD

Pembimbing :
dr. Tubagus Yuli Rohmawanur, Sp.An

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMKIT TK. IV 03.07.01 KENCANA SERANG
BATCH I PERIODE FEBRUARI 2021 – FEBRUARI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Kurnia Halim


Asal Universitas : Universitas Tarumanagara
Judul kasus : Chronic Kidney Disease
Diajukan : 22 Maret 2021
Dipresentasikan :

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal …………………………………..

Mengetahui,

Pembimbing Narasumber

dr. Tubagus Yuli, Sp.An dr. Nurul Aliyah, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis
sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka memenuhi UKP yang di seminarkan dalam rangkaian
kegiatan Program Internship Dokter Indonesia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan,
bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Nurul Aliyah, Sp.PD selaku DPJP Kasus dan Narasumber dalam laporan
kasus ini.
2. dr. Tubagus Yuli, Sp.An dan dr. Eling Handayani selaku pembimbing dokter
internship di Rumkit Tk. IV Kencana Serang.
3. Rekan – rekan dokter intership yang hadir dalam presentasi kasus.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari
kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Serang, 23 Maret 2021

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama Lengkap : Ny. T


Usia : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Calung RT. 04/01 Serang
Ruang Perawatan : Bugenvil 8

1.2 Anamnesis(20/03/21 pukul 11.00)


Auto anamnesa & Allo anamnesa
Keluhan Utama : Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Kencana pada tanggal 20 Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
Datang dengan keluhan lemas sejak 1 hari SMRS. Keluhan dirasakan semakin
memberat besok paginya hingga pasien tidak dapat berdiri dan tidak memiliki kekuatan
untuk melakukan aktivitas selain tidur, pasien juga kerap mersakan mual, tetapi tidak
muntah. Selama keluhan lemas ini dialami, pasien juga mengatakan tidak nafsu makan
dan lidah terasa pahit sehingga makan menjadi sedikit, kemudian pasien juga
mengeluhkan rasa panas dan tidak nyaman pada bagian ulu hatinya,
Pasien juga mengeluhkan napasnya terasa berat kurang lebih sudah 3 hari ini,
selain itu pasien juga mengeluh batuk, pasien mengatakan batuknya tidak berdahak,
batuk terjadi kurang lebih 3 hari ini bersama rasa memberatnya napas. Keluhan lainnya
seperti demam(-), nyeri kepala(-), pilek (-), BAB dan BAK seperti biasa, gatal-gatal
(-), bengkak pada kedua tungkai (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien tidak mempunyai keluhan seperti ini sebelumnya.
• Riwayat TB/ flek paru disangkal
• Riwayat darah tinggi (+), pasien sudah didiagnosis darah tinggi sejak 2 tahun yang
lalu, pasien terkadang minum obat darah tinggi kadang tidak. Pasien minum
captopril 2 x 25 mg
• Riwayat kencing manis (+), pasien sudah didiagnosis kencing manis sejak >5 tahun
terakhir, pasien terkadang minum obat kencing manis kadang tidak. Pasien minum
metformin 3 x 500 mg
• Alegi obat dan makaann disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


• Riwayat TB/ flek paru disangkal
• Riwayat keluhan serupa dengan penyakit sekarang disangkal
• Riwayat darah tinggi disangkal
• Riwayat kencing manis disangkal
• Alegi obat dan makaann disangkal

Riwayat Kebiasaan Pribadi :


• Pasien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu-jamu
• Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol

PEMERIKSAAN FISIK (20/03/21 pukul 11.15)


Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Tanda Vital :

• TD : 120/70mmHg
• HR : 96 x / menit
• RR : 19 x / menit
• Suhu : 36,6 °C
STATUS GENERALIS

• Kepala

- Kepala : Bentuk simetris, normosefali, Jejas (-)

- Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

- Mata : Kelopak mata cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva

anemis (+/+), pupil isokor 3mm/3mm

- Telinga : Liang telinga lapang (+/+), serumen (-/-), sekret (-/-)


- Hidung : Kavum nasi lapang, sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-),
deviasi septum (-/-)
- Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis(-)
- Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar
JVP mormal, trakea ditengah.
• Dada
Paru :

- Inspeksi : Dinding dada simetris baik saat diam maupun pergerakan nafas,
tidak ditemukan deformitas

- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri

- Auskultasi : Vesikuler pada hemithorax, Rhonki ( -/- ), Wheezing ( -/- )

Jantung :

- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba melebar

- Perkusi : Batas jantung kanan di ICS V linea midklavikula dextra

Batas jantung kiri ICS VI linea midklavikula sinistra

Batas pinggang jantung ICS II linea parasternal sisnistra

- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)


• Abdomen
- Inspeksi : Perut tampak distensi dan membuncit, ikterik (-), Ascites (+)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Palpasi : Distensi, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), Pembesaran hepar (-),
pembesaran lien (-), kandung kemih tidak teraba, Fluid wave (+)

- Perkusi : Redup (+), shifting dullness (+), nyeri ketok CVA (-/-), nyeri
perkusi(-)

• Kulit : Warna sawo matang, kering dan terkelupas

• Ekstremitas : Deformitas (-), sianosis (-), akral hangat, edema (-/-), CRT <2”

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 20/03/2021

Hematologi Nilai Nilai normal

Leukosit 9.350 4 – 11ribu g/dL

Hb 6.1 11,7 – 15,5 g/dL

Ht 18 35 – 47 %

Trombosit 255.000 200 – 400 ribu/uL

HITUNG JENIS

Basofil 0 0 - 1%

Eosinofil 2 1-3%

Neutrofil Batang 3 2-6%

Neutrofil Segmen 42 50 - 70 %

Limfosit 48 20 - 40 %

Monosit 6 2-8%

Kimia Darah Nilai Nilai normal

Gula Darah Sewaktu 211 <200 mg/dl


Faal Ginjal Nilai Nilai normal

Ureum 225 10 – 50 g/dl

Creatinin 8,0 P 0,6-1,1 W 0,5-0,9 g/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 22/03/2021

Hematologi Nilai Nilai normal

Gula Darah Sewaktu 145 <200 mg/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 23/03/2021

Hematologi Nilai Nilai normal

Leukosit 10.250 4 – 11ribu g/dL

Hb 10.00 11,7 – 15,5 g/dL

Ht 29 35 – 47 %

Trombosit 248.000 200 – 400 ribu/uL

Kimia Darah Nilai Nilai normal

Gula Darah Sewaktu 137 <200 mg/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 25/03/2021

Hematologi Nilai Nilai normal

Gula Darah Sewaktu 06.00 67 <200 mg/dl

Gula Darah Sewaktu 08.30 129 <200 mg/dl


Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 26/03/2021

Hematologi Nilai Nilai normal

Gula Darah Sewaktu 08.00 186 <200 mg/dl

Gula Darah Sewaktu 16.00 165 <200 mg/dl

Hasil pemeriksaan rontgen thorax tanggal 20/03/2021

Interpretasi:

Suspek KP + Efusi pleura kanan


1.5 Resume

Pasien datang ke RS Kencana dengan keluhan lemas sejak 1 hari sebelum


masuk rumah sakit yang semakin memberat besok paginya hingga pasien tidak dapat
melakukan aktivitas, pasien juka mersakan mual, tetapi tidak muntah. Selama keluhan
lemas ini dialami, pasien juga mengatakan tidak nafsu makan makan menjadi sedikit,
kemudian pasien juga mengeluhkan rasa panas dan tidak nyaman pada bagian ulu
hatinya, Pasien juga mengeluhkan napasnya terasa berat disertai batuk kering kurang
lebih sudah 3 hari ssebelum masuk rumah sakit,
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi dan gula sebelumnya dan tidak
rajin mengkonsumsi obatnya, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
anemis, perut tampak distensi dan membuncit, ascites (+), Fluid wave (+), nyeri tekan
epigastrium (-), perkusi redup (+), shifting dullness (+), kulit nampak kering dan
terkelupas, hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thorax efusi pleura dengan
suspek KP dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hb 6.1g/dl, ht 18%, ureum 225
g/dl, creatinine 8 g/dl.

1.6 Diagnosa
Diagnosis Masuk : DM Tipe II dengan Anemia

Diagnosis Kerja : CKD grade V


Anemia

Hipertensi grade II

Dasar Diagnosa :

- Pasien mengalami lemas sampai tidak mampu beraktivitas disertai rasa mual

-Ditemukan tekanan darah pasien ≥ 160/110 mmHg

- Ditemukan konjungtiva anemis, perut tampak distensi dan membuncit, fluid wave dan
shifting dullness, dan perkusi abdomen redup

- Ditemukan Hb 6,1g/dl, Ht 18%, ureum 225 g/dl, creatinine 8 g/dl

- Perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan rumus Cockroft-Gault1 :


CCr={((l 40–age) x weight)/(72xSCr)}x 0.85 (if female)

CCr (creatinine clearance) = mL/minute


Age = years
Weight = kg
SCr (serum creatinine) = mg/dL
CCr={((l 40–59) x 50)/(72x8)}x 0.85
= 7,03 mL/menit
1.7 Tatalaksana

Tatalaksana IGD

- Infus NaCl 0,9%/24 jam


- Omeprazole injeksi 1 x 1 amp (40 mg/1ml)
- Ketorolac injeksi 1 x 1 amp (30 mg/1ml)
- Ondansentron injeksi 1 x 1 amp (4 mg/2ml)
- Metformin 500 mg Tablet 3 x 1 Tab
Tatalaksana Di Ruangan
Medikamentosa
Parenteral:
- IVFD NaCl 0,9 % /24 jam
- Omeprazole (IV) 2 x 40 mg
- Ondansetron (IV) 3 x 4 mg
- Furosemide (IV) 1 x 10 mg
- Transfusi PRC 2 pack
Per Oral :
- As. Folat 1 x 1
- Pro Renal 3 x 1
- Bicnat 3 x 1
- Amlodipin 2 x 10 mg
Non Medikamentosa
- Rujuk Pro-HD
1.8 Prognosis

- Quo ad Vitam : Dubia


- Quo ad Functionam : Dubia
- Quo ad Sanationam : Dubia

1.9 Follow Up

Hari/ Subyektif Obyektif Assesment Rencana Terapi


Tanggal
22/03/21 Lemas (+), KU : TSB • CKD grade V Medikamentosa
mual (+), Kes : CM • Anemia • IVFD NaCl
muntah (-), TD : 140/90 • Hipertensi 0,9%/24j
demam (-), N:90 grade 1 • OMZ inj
sesak nafas (-), RR:20 2x40mg
batuk (-), S : 36,7c • Ondansetron inj
nafsu makan Spo2 : 96% 3x4mg
masih Mata : CA +/+, SI -/-, • Furosemid
menurun, Perut tampak distensi inj1x10 mg
minum baik, dan membuncit, • Asam folat 1x1
BAB dan BAK ascites (+), Fluid wave tab
tidak ada ke (+), nyeri tekan • Prorenal 3x1 tab
luhan epigastrium (-), • Bicnat 3x1 tab
perkusi redup
(+),shifting dullness
(+), kulit nampak
kering dan terkelupas

Non medikamentosa
• Rujuk Pro HD
• Observasi
perbaikan klinis
23/03/21 Lemas (+) KU : TSB • CKD grade V Medikamentosa
namun sudah Kes : CM • Anemia • IVFD NaCl
mulai membaik TD : 180/100 • Hipertensi 0,9%/24j
setelah N:93 grade 2 • OMZ inj
mendapatkan RR:20 2x40mg
o
transfusi prc S : 36,7 c • Ondansetron inj
sebanyak 2 Spo2 : 96% 3x4mg
pack, mual (-), Mata : CA +/+, SI -/-, • Furosemid
muntah(-) Perut tampak distensi inj1x10 mg
dan membuncit, • Asam folat 1x1
ascites (+), Fluid wave tab
(+), nyeri tekan • Prorenal 3x1 tab
epigastrium (-), • Bicnat 3x1 tab
perkusi redup
• Amlodipin 2 x
(+),shifting dullness
10 mg
(+), kulit nampak
Non medikamentosa
kering dan terkelupas
• Rujuk Pro HD
• Observasi
perbaikan klinis
24/03/21 Mual (+), KU : TSB • CKD grade V Medikamentosa
muntah (-), Kes : E4V5M6 CM • Anemia • IVFD NaCl
lemas (+), TD : 160/70 • Hipertensi 0,9%/24j
pasien mulai N:89 grade 2 • OMZ inj
mengalami RR:20 2x40mg
kesulitan untuk S : 36,6oc • Ondansetron inj
diajak Spo2 : 96% 3x4mg
berkomunikasi Mata : CA +/+, SI -/-, • Furosemid
(+) Perut tampak distensi inj1x10 mg
dan membuncit, • Asam folat 1x1
ascites (+), Fluid wave tab
(+), nyeri tekan • Prorenal 3x1 tab
epigastrium (-), • Bicnat 3x1 tab
perkusi redup
(+),shifting dullness • Amlodipin 2 x
(+), kulit nampak 10 mg
kering dan terkelupas Non medikamentosa
• Rujuk Pro HD
• Observasi
perbaikan klinis
25/03/21 Pasien KU : TSB • Koma Medikamentosa
mengalami Kes : E1V1M3 uremikum • IVFD D10%
penurunan Soporkoma • CKD grade V • IVFD NaCl
kesadaran TD : 120/80 • Hipoglikemia 0,9% asnet
N:89 • OMZ inj
RR:24 2x40mg
o
S : 36,6 c • Ondansetron inj
Spo2 : 97% 3x4mg
Mata : CA +/+, SI -/-, • Furosemid
Perut tampak distensi inj1x10 mg
dan membuncit, • Asam folat 1x1
ascites (+), Fluid wave tab
(+), nyeri tekan • Prorenal 3x1 tab
epigastrium (-),
• Bicnat 3x1 tab
perkusi redup
• Amlodipin 2 x
(+),shifting dullness
10 mg
(+), kulit nampak
Non medikamentosa
kering dan terkelupas
• Rujuk Pro HD
• Pemasangan
NGT
• Observasi
perbaikan klinis
26/03/2021 Pasien KU : TSB • Anemia berat Medikamentosa
mengalami Kes : E1V1M3 • CKD grade V • IVFD NaCl
penurunan Soporkoma • Asidosis 0,9%
kesadaran TD : 100/60 metabolik
N:61
RR:22 • OMZ inj
S : 36oc 2x40mg
Spo2 : 96% • Ondansetron inj
Mata : CA +/+, SI -/-, 3x4mg
Perut tampak distensi • Furosemid inj
dan membuncit, 3x2 ampul
ascites (+), Fluid wave • Bicnat 1 ampul
(+), nyeri tekan dalam NaCl 50
epigastrium (-), cc/8 jam
perkusi redup • Asam folat 1x1
(+),shifting dullness tab
(+), kulit nampak • Prorenal 3x1 tab
kering dan terkelupas • Amlodipin 2 x
10 mg
Non medikamentosa
• Rujuk Pro HD
• Diet cair 3x200
cc/NGT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal
kronik.2,3
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
§ Kelainan patologik
§ Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai
laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi
glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik
dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang
masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan,
stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4
kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal
ginjal.
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90
atau ↑
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Tabel Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.2,4

2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800
kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara berkembang lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk pertahun.1,2
Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis
sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara
lain. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun
dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih
tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah
bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-
masing 0,4 %.5
2.3 Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian penyakit ginjal di mana mekanisme
kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu
juga oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian
mampu menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar
penelitian asli berfokus pada pasien pasca-streptococcus. Glomerulonefritis akut
didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria,
proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan
hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
mieloma multipel, atau amiloidosis. 2,3

b. Diabetes melitus
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya
sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien
tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak,
buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Terjadinya diabetes
ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah
pengaturan tekanan inrakapiler. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit
ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular
yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat
antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa
peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang
mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan sistem saraf .3,6

c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal. Target tekanan darah pada terapi pasien
dengan CKD atau diabetes adalah <130/80 mmHg. 6,7

d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista
yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena
kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi
ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain
yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic
kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30
tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga
istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik
dewasa.2,3

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan peningkatan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi yang diperantai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi
berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif. Walaupun penyakit pada dasarnya sudah tidak
aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal,
ikut membeikan kontrinbusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis, dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka Panjang aksis RAA, Sebagian diperantai oleh
growth factor seperti transforming growth factor b (TGF-b). Perubahan fungsi nefron
yang tersisa setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat,
sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi
sehingga terjadi lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus.
Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir
dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik,
nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.2,6

2.4.1 Patofisiologi nefropati diabetik


Patofisiologi penyakit ginjal kronis untuk diabetes melitus melibatkan hiperglikemia
yang memicu pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan Advanced
Glycosylation End Products (AGE). Pembentukan AGE dan ROS menyebabkan terjadi
stress oxidative pada jaringan nefron ginjal. Peningkatan stress oxidative pada nefron
ginjal menyebabkan kenaikan permeabilitas ginjal lalu terjadinya proteinuria, efek lain
kenaikan permeabilitas glomerulus juga mengaktifkan system RAAS yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah dan lebih jauh meningkatkan permeabilitas
ginjal dan memperparah kerusakan ginjal. Mekanisme lain dari kerusakan ginjal
dimana AGE dan ROS menstimulasi pembentukan growth factor, growth factor yang
terbentuk berupa TGF, VEGF, dan PDGF. Pembentukan growth factor tersebut dapat
menyebabkan terjadinya fibrosis pada ginjal dan menurunkan laju filtrasi glomerolus.6

Hiperglikemia kronis dianggap sebagai penyebab utama nefropati diabetik.6


- Tidak seperti jaringan tubuh lainnya, reseptor transporter glukosa
transmembran (GLUT) tidak memfasilitasi transportasi glukosa intraseluler di
ginjal.
- Nefropati diabetic ini dimediasi melalui sejumlah mekanisme termasuk
hiperfiltrasi glomerulus, efek langsung hiperglikemia, dan produk akhir
glikosilasi lanjutan (AGE), dan sekresi sitokin.
Hiperfiltrasi glomerulus terutama dimediasi melalui dilatasi arteriol aferen yang
menyebabkan peningkatan GFR dan aliran darah ginjal. Dilatasi arteriol aferen ini
dimediasi oleh sejumlah mekanisme:
- Hiperglikemia dan konsentrasi tinggi dari insulin-like growth factor-1 (IGF-1)
keduanya dihipotesiskan menyebabkan peningkatan GFR
- Hiperfiltrasi glukosa menyebabkan peningkatan transpor natrium-glukosa di
tubulus proksimal yang menyebabkan peningkatan transpor natrium. Kemudian
terjadi peningkatan volume darah yang menyebabkan peningkatan GFR.
Peningkatan reabsorpsi proksimal juga menyebabkan berkurangnya pengiriman
cairan ke tubulus distal dan mengaktifkan umpan balik tubuloglomerular
dengan sistem renin-angiotensin yang bekerja dan terjadi peningkatan GFR
juga.
Hiperglikemia dan AGE secara langsung menginduksi produksi matriks mesangial
dan apoptosis. Keduanya juga telah terbukti meningkatkan permeabilitas membran
basal terhadap albumin.
Peningkatan vascular endothelial growth factor (VEGF), transforming growth
factor beta (TFG-β), dan protein profibrotik meningkatkan kerusakan pada nefron
dengan tingkat yang berbeda; mekanisme spesifik yang ditimbulkan oleh sitokin ini
masih tidak diketahui dengan jelas.
Patofisiologi nefropati diabetik6

2.5 Manifestasi klinis


Pada gagal ginjal kronik, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya
tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala – gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti:2,3
- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
uremik
- Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
- Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi menurun, insomnia, gelisah
- Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
- Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai
terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien
juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.2

2.6 Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.2,3
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit
termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal
ginjal. 2,7
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii) sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida).

b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar
hemoglobin, hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan
urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, dan silinder.2

c. Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:2


1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak
bisa melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksisk oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Kriteria Diagnosis CKD :


1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:2
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal. 2

2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif 3,9
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen. Diet protein terkontrol (0.80-1.0g/kg/hari)
direkomendasikan untuk orang dewasa dengan penyakit ginjal kronis, pembatasan
asupan natrium makanan mereka hingga 65- 100 mmol/hari.

b. Kebutuhan jumlah kalori


Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
c. Menjaga berat badan
Menjaga berat badan (BMI 18,5–24,9 kg / m2, lingkar pinggang <102 cm untuk
pria, <88 cm untuk wanita) direkomendasikan untuk mencegah hipertensi atau untuk
mengurangi tekanan darah pada penderita hipertensi. Semua penderita hipertensi yang
memiliki kelebihan berat badan disarankan untuk menurunkan berat badan.
d. Kebutuhan cairan
Kebutuhan cairan penderita CKD harus dibatasi, agar tidak kelebihan cairan dan
memperberat tubuh, perhitungan dari urine output ± 500cc/24jam
e. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).
f. Olahraga
Orang tanpa hipertensi untuk mengurangi kemungkinan menjadi hipertensi atau mereka
yang menderita hipertensi harus didorong untuk mengakumulasi 30-60 menit dengan
intensitas sedang olahraga dinamis (jalan kaki, joging, bersepeda atau berenang) 4–7
hari per minggu dengan intensitas olahraga sedang.

2. Terapi simptomatik 3,9


a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Anemia umumnya ditemukan pada pasien dengan perkiraan laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 mL / menit / 1,73 m2. Anemia dikaitkan dengan kondisi
yang kurang baik pada pasien dengan ginjal kronis, seringnya masuk rumah sakit,
penyakit kardiovaskular dan kematian
Anemia ditandai dengan tinggi Hemoglobin < 13,5g/dL untuk pria dewasa dan
<12,0g/dL untuk wanita dewasa. Pertimbangan untuk menguji kadar-kadar yang lain
pada pasien dengan hemoglobin <12,0g/dL seperti jumlah dan hitung jenis leukosit,
jumlah trombosit, indeks eritrosit, jumlah retikulosit absolut, serum ferritin dan saturasi
transferrin
Pada pasien anemia dengan simpanan besi adekuat, penggunaan erythropoiesis-
stimulating agent diperbolehkan apabila hemoglobin dibawah 10,0g/dL. untuk pasien
yang mendapat erythropoiesis-stimulating agents, target hemoglobin harus 11,0g/dL
dengan range hemoglobin normal 10,0-12,0g/dL. erythropoiesis-stimulating agent
hanya dapat diresepkan oleh spesialis yang mempunyai pengalaman meresepkan obat
ini.
Besi oral adalah terapi lini pertama untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis.
Pada pasien yang dapat dan tidak mendapatkan erythropoiesis-stimulating agent
dengan hemoglobin <11,0g/dL, harus diberikan besi untuk mempertahankan ferritin
>100ng/mL dan saturasi transferrin >20%. Transfusi darah misalnya Paked Red Cell
(PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Sasaran
hemoglobin adalah 10-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal10
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint)
dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.
Antacid merupakan pengobatan umum yang digunakan. Ketika antacid tidak dapat
mengatasi keluhan, penambahan pengobatan seperti H2 blockcer dan proton-pump
inhibitor dapat membantu untuk mengurangi asam pada lambung. Terapi gastritis dapat
ditambahkan cytoprotective agent seperti sucralfat, misoprostol, dan bismuth
subsalicylate yang dapat membantu melindungi jaringan yang ada di lambung dan usus
halus. Untuk infeksi H.pylori digunakan kombinasi dari 2 antibiotik dan 1 proton-pump
inhibitor.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
Untuk pasien dengan hipertensi disertai proteinuria dan untuk yang non proteinuria bisa
menggunakan ACE Inhibitor, ARB, Thiazid, atau long acting calsium channel blocker.
untuk tekanan darah ditargetkan sistolik kurang dari 130 mm Hg dan diastolic kurang
dari 80 mm Hg.
f. Diabetes
Target control glikemik haru dicapai dengan aman dan mengikuti Canadian Diabetes
Association Guidelines dengan hemoglobin HbA1c < 7.0%, glukosa plasma puasa 4–7
mmol/L. Metformin di rekomendasikan untuk pasien dengan diabetes melitus tipe 2
dengan stage 1 atau 2 penyakit ginjal kronis dengan fungsi ginjal yang stabil dan tidak
berubah selama 3 bulan terakhir. Metfomin dapat dilanjutkan pada pasien penyakit
ginjal kronis stabil stage 3. Metformin diberhentikan jika terjadi perubahan akut dalam
fungsi ginjal. Menyesuaikan pilihan agen penurun glukosa lainnya (termasuk insulin)
untuk masing-masing pasien, tingkat fungsi ginjal dan komorbiditas. Resiko
hipoglikemia harus dinilai secara teratur untuk pasien yang menggunakan insulin atau
insulin secretagogues. Pasien juga harus mengetahui cara mengenaili, mendeteksi dan
mengobati hipoglikemia. Short acting sulfonylureas (gliclazide) lebih dipilih daripada
long acting agents untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis.
g. Proteinuria
Monitoring proteinuria dilakukan pada semua pasien dengan resiko tinggi penyakit
ginjal (pasien dengan diabetes, hipertensi, penyakit vascular, penyakit autoimmune,
eGFR <60 mL/min/1.73m2 atau edema). Monitoring dilakukan dengan sampel urin
random untuk mengukur ratio protein terhadap creatinine atau albumin terhadap
creatinine. Pasien dengan diabetes, test ratio albumin terhadap creatinine dilakukan
untuk mendeteksi penyakit ginjal. Ratio protein terhadap kreatinin >100 mg/mmol atau
ratio albumin terhadap creatinine >60 mg/mmol dianggap sebagai batas untuk
menunjukkan adanya resiko peningkatan yang tinggi.
Pasien dewasa dengan diabetes dan albuminuria persistent harus mendapatkan ACE
Inhibitor atau angiotensin-receptor blocker untuk memperlambat perkembangan
penyakit ginjal kronis. ACE Inhibitor dan angiotension reseptor blocker adalah obat
pilihan untuk menurunkan proteinuria. Pada beberapa pasien, aldosterone-receptor
antagonist dapat menurutkan proteinuria. diet kontrol protein serta penurunan berat
badan dapat memerikan manfaat dalam mengurani proteinuria.
h. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting,
karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
i. Abnormalitas metabolism mineral
Tingkat serum kalsium, fosfat dan hormone paratiroid harus diukur pada orang dewasa
dengan penyakti ginjal kronis stage 4 dan 5. Serum fosfat dan kalsium harus
dipertahankan pada batas normal. Kadar hormone paratiroid dapat meningkat diatas
nilai normal. Target kadar serum hormon paratiroid tidak diketahui.
Pembatasan diet fosfat digunakan terus menerus untuk mengobati hiperfosfatemia.
Terapi menggunakan calcium-containing phosphate binders harus dimulai jika
pembatasan diet gagal untuk mengendalikan hiperfofatemia. Jika terdapat
hypercalcemia, dosis calcium-containing phosphate binders atau analog Vitamin D
harus dikurangi. Pertimbangan untuk pemberian analog Vitamin D jika kadar serum
hormone paratiroid >53 pmol/L. terapi harus dihentikan jika hiperkalsemia atau
hiperfosfatemia berkembang atau jika kadar hormone paratiroid <10,6 pmol/L. analog
Vitamin D biasanya diresepkan oleh spesialis yang berpengalaman dengan obat ini.

3. Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.3

a. Hemodialisis11
The National Kidney Foundation's Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(KDOQI) memberikan guidelines untuk kebutuhan hemodialisa :

Direkomendasikan bahwa pasien yang mencapai CKD stadium 4 (GFR, 30 mL / menit


/ 1,73 m2), harus diberi konseling tentang gagal ginjal dan pilihan pengobatan
(transplantasi ginjal, hemodialisis di rumah atau di layanan Kesehatan)
Kondisi jantung yang memerlukan dialisis adalah aritmia akibat gangguan elektrolit,
perikarditis uremik, dan kelebihan cairan akibat gagal jantung kongestif berat yang
dipicu oleh fungsi ginjal yang kurang optimal. Gangguan elektrolit (kalsium,
magnesium, dan kalium) adalah penyebab aritmia yang paling umum. Kelainan kalium
timbul akibat asidosis (akibat pergeseran antarsel) dan penurunan ekskresi ginjal pada
pasien penyakit gagal ginjal kronik.
Kontraindikasi absolut untuk hemodialisis adalah ketidakmampuan untuk
mengamankan akses vaskular, dan kontraindikasi relatif melibatkan akses vaskular
yang sulit, fobia jarum, gagal jantung, dan koagulopati.

b. Dialisis peritoneal (DP)11


Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity
dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat
ginjal.

c. Transplantasi ginjal3,9
Jika memang membutuhkan transplantasi ginjal dengan eGFR <30ml/min/m2, pasien
mendapatkan perawatan multidisiplin mencakup dokter, perawat, ahli diet, dan pekerja
social. Program edukasi predialysis harus mencakupi modifikasi gaya hidup,
managemen obat, pemilihan modalitas dan akses vascular serta pilihan transplantasi
ginjal.
Pasien dengan eGFR <20ml/min/m2 memerlukan tranplantasi ginjal jika ada penyakit
berikut : gejala uremia, komplikasi metabolic refraktori (hyperkalemia asidosis),
volume berlebih (edema atau hipertensi resisten), penurunan status gizi (serum
albumin, massa tubuh tanpa lemak). transplantasi ginjal tidak boleh dilakukan sampai
GFR <20 ml/min/m2 dan terdapat bukti perkembangan kerusakan ginjal dan
irreversible 6-12 bulan sebelumnya.

3. Penatalaksanaa Nefropati diebetikum12


Penangan Nefropati Diabetik yang baik adalah bermula dari pengendalian faktor
resiko yang masih dapat dimodifikasi yaitu:
1. Pengelolaan DM dengan berbagai tahapan dari peranan terapi non medikamentosa
berupa diet dan perubahan gaya hidup, aktifitas fisik yang disesuaikan dengan
target untuk mendapatkan keseimbangan berat badan serta pilihan obat oral
antidiabetik maupun insulin. Target kendali Gula Darah pada DM ditentukan dari
rata -rata gula darah puasa <130 mg/dl dan post prandial <160 mg/dl serta HBA1C
<7%
2. Pilihan obat antihipertensi adalah terutama yang bekerja pada RAAS yaitu ACE-
Inh atau ARB. Captopril sebagai generasi pertama kelompok ini masih luas
digunakan dan dirasakan manfaatnya dalam mengatasi Nefropati Diabetik. Target
pencapaian tekanan darah 130/80 mmHg untuk paaien proteinuria < 1gram/hari
sedangkan tekanan darah <125/75 mmHg untuk pasien proteinuria ³ 1 gram/hari
3. Dislipidemia ditanggulangi dengan penggunaan Statin maupun Fibrat. Perlu
perhatian untuk pemakaian Fibrat pada LFG yang sudah menurun <30 ml/menit/m2

2.8 Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut:2,3
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler (hipertensi dan CHF )
- Anemia
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi (neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

2.9 Prognosis
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu,
biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.2
KESIMPULAN

Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronik dapat berlanjut menjadi gagal
ginjal terminal atau end stage renal disease dimana ginjal sudah tidak mampu lagi untuk
mempertahankan substansi tubuh, sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut
berupa tindakan dialisis atau pencangkokan ginjal sebagai terapi pengganti ginjal. Salah
satu faktor resiko gagal ginjal kronik adalah diabetes melitus yang berkomplikasi
menjadi nefropati diabetik. Nefropati diabetik atau penyakit ginjal diabetik, adalah
suatu komplikasi penyakit diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik.
Nefropati diabetik terjadi karena kadar gula darah yang tinggi pada penderita diabetes
melitus tidak terkontrol dengan baik. Kondisi ini yang mengakibatkan kelainan pada
pembuluh darah halus ginjal. Apabila berada pada stadiu lanjut, kondisi nefropati
diabetik ini akan mengakibatkan penderita GGK memerlukan pengobatan pengganti
dengan cuci darah (hemodialsis). Hampir 20-30 persen penderita diabetes melitus akan
mengalami nefropati diabetik yang selanjutnya menjadi gagal ginjal kronik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ferreira J, Girerd N, Pellicori P, Duarte K, Girerd S, Pfeffer M et al. Renal


function estimation and Cockcroft–Gault formulas for predicting cardiovascular
mortality in population-based, cardiovascular risk, heart failure and post-
myocardial infarction cohorts: The Heart ‘OMics’ in AGEing (HOMAGE) and
the high-risk myocardial infarction database initiatives. BMC Medicine.
2016;14(1).
2. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 6 Jilid II.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. hlm 2161-2177.
3. Arora Pradeep, Medscape, Chronic Kidney Disease, Available from:
http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview, (Cited : 23 march
2021)
4. A, lesley, A, Brad C. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Available from:
https://www.ajkd.org/article/S0272-6386(14)00491-0/pdf, (cited : 23 march
2021)
5. Infodatin: Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta; Pusat data dan informasi
kementrian kesehatan RI. 2017. Hal;3
6. Wong E, McMaster Pathophysiology Review, Chronic Kidney Disease (CKD),
Available from : http://www.pathophys.org/ckd/ , (cited : 23 march 2021)
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Panduan Pelayanan
Medik. Ginjal Hipertensi:Hipertensi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. hlm 168-170.
8. Brown Jean B, Doronen C Steven. Emergent Management of Acute
Glomerulonefritis. Available from: http://emedicine.medscape.
com/article/777272-overview, (cited : 23 march 2021)
9. Levin, A., Hemmelgarn, B. and Culleton, B. (2008). Guidelines for the
management of chronic kidney disease. Canadian Medical Association,
179(11), pp.1154 – 1162
10. Zajac, P; Holbrook, A; Super, ME; Vogt, M (March–April 2013). "An
overview: Current clinical guidelines for the evaluation, diagnosis,
treatment, and management of dyspepsia". Osteopathic Family
Physician. 5 (2): 79–85. doi:10.1016/j.osfp.2012.10.005)
11. Murdeshwar H, Anjum F. Hemodialysis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021
[cited 27 March 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563296/
12. Ayodele .O.E ,Alebiosu,C.O,Salako B.L 2004,Diabetic Nephropathy a review
of natural history,burden,risk factors and treatment in Journal Medical
Ass:1445-54

Anda mungkin juga menyukai