Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

ATRIAL FIBRILLATION PATHOPHYSIOLOGY

Pembimbing :
dr. Adrianus Kosasih, SpJP

Disusun Oleh :
Chyntia Fitri Utami
030.15.050

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 27 JULI – 21 AGUSTUS 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga referat ini yang berjudul “Atrial
Fibrillation Pathophysiology” dapat diselesaikan. Referat ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit dalam.
Referat ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat dr. Adrianus Kosasih, Sp.JP atas bimbingan dan waktu yang telah
diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun referat ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya selaku penulis sangat terbuka untuk
menerima berbagai kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan referat ini.
Demikian referat ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi banyak pihak
dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juli 2020

Chyntia Fitri Utami


030.15.050

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………....... 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 3
2.1 Definisi …………………………………………………………... 3
2.2 Epidemiologi …………………………………………………….. 3
2.3 Etiologi …………………………………………………………... 4
2.4 Klasifikasi ………………………………………………………... 6
2.5 Diagnosis ………………………………………………………… 10
BAB III PATOFISIOLOGI ATRIAL FIBRILASI ……………………… 16
3.1 Patofisiologi ……………………………………………………... 16
3.2 Mekanisme elektrofisiologis …………………………………….. 17
BAB IV KESIMPULAN …………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 20

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Klasifikasi atrial fibrilasi menurut waktu presentasinya ………… 8
Gambar 2. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel normal …………………. 9
Gambar 3. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat …………………… 9
Gambar 4. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat …………………. 10
Gambar 5. Daftar pertanyaan ……………………………………………….. 11
Gambar 6. Mekanisme elektrofisiologis atrial fibrilasi ……………………. 18

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Klasifikasi AF berdasarkan ACC/AHA/ESC 2006 ………………… 7

v
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang disebabkan gangguan


fungsi jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO), penyakit jantung sebagai urutan teratas daftar penyebab
utama kematian di seluruh dunia.1 Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling
sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab
seseorang harus menjalani perawatan di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan
keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi atrial fibrilasi berhubungan
dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.2
Atrial fibrilasi merupakan suatu karakteristik takiaritmia. Hal tersebut
ditandai dengan tidak terkoordinasinya aktivitas atrial sehingga terjadi
kemunduran pada fungsi mekanik atrial. Pada gambaran elektokardiogram (EKG),
atrial fibrilasi digambarkan sebagai tidak adanya gelombang P normal yang telah
diganti dengan gelombang fibrillatory yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan
timing, juga terjadinya respon irregular dari ventrikel ketika konduksi
atrioventricular (AV) dibatasi.1
Prevalensi atrial fibrilasi meningkat mencapai 8% pada penduduk Amerika
Serikat yang berusia diatas 80 tahun. Atrial fibrilasi berpengaruh terhadap 0,5%
sampai 1% dari penduduk Amerika Serikat atau setara dengan sekitar 2,3 juta
orang.1 Presentase populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% pada tahun 2000-
2005 menjadi 28,68% (estimasi WHO tahun 2045-2050), maka angka kejadian
atrial fibrilasi juga meningkat secara signifikan. Berdasarkan data di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, menunjukkan bahwa presentasi
kejadian atrial fibrilasi pada pasien rawat selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu
7,1% pda tahun 2010, 9,0% pada tahun 2011, 9,3% pada tahun 2012 dan 9,8%
pada tahun 2013.3
Atrium fibrilasi menyebabkan peninglatan mortalitas dan morbiditas,
termasuk stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas hidup. Pasien atrial
fibrilasi memiliki risiko lima kali lebih tinggi dan risiko gagal jantung tiga kali
lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa atrial fibrilasi. Stroke merupakan salah satu
komplikasi yang paling dikhawatirkan karena stroke yang diakibatkan oleh atrial
fibrilasi mempunya risiko kekambuhan yang lebih tinggi.4
Pada referat ini akan dibahas lebih dalam mengenai patofisiologi atrial
fibrilasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui perjalan penyakit dan mekanisme
terjadinya atrial fibrilasi karena kejadian atrial fibrilasi di Indonesia semakin
meningkat setiap tahunnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Atrium fibrilasi merupakan takiaritmia supraventricular yang khas dengan
aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi
mekanis atrium, sehingga atrium menghantarkan impuls terus menerus ke nodus
atrioventrikular (AV).5 Konduksi ke ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari
nodus AV dan terjadi tanpa diduga dan menimbulkan respon ventrikel yang sangat
ireguler.5,6

2.2 Epidemiologi
Atrial Fibrilasi terjadi pada 1-2% dari populasi dan akan semakin
meningkat dalam 50 tahun ke depan.2 Atrial fibrilasi juga merupakan kelainan
jantung yang paling banyak pada lanjut usia dengan usia rata-rata dari mereka
yang terkena dampak ini sekitar 75 tahun. 1 Prevalensi fibrilasi atrial meningkat
berdasarkan usia, mulai dari 0,5% pada usia 40-50 tahun dan mendekati 5-15%
pada usia 80 tahun.1,2
Berdasarkan penelitian Conti S, et al yang dilakukan di Amerika dan Eropa
pada November 2012 sampai Juni 2015 terhadap 395 orang ditemukan bahwa
atrial fibrilasi lebih banyak pada laki-laki yaitu 52,4% dibandingkan perempuan
yaitu 47,6%.7 Berdasarkan dari data National Health Service (NHS), dalam 20
tahun terakhir terjadi peningkatan penemuan atrial fibrilasi sebesar 60% pada
pasien-pasien yang datang ke rumah sakit. Pada tahun 2008, tercatat sekitar
850.000 kunjungan beberapa rumah sakit di Inggris akibat atrial fibrilasi, total
oembiayaan yang harus dikeluarkan untuk masalah ini mencapai 2,2 juta Euro
setiap tahunnya.2 Sepertiga pasien atrial fibrilasi dapat menderita ansietas yang
menetap bahkan depresi. Gejalanya antara lain, palpitasi, napas terasa pendek, rasa
melayang, ingin pingsan kelelahan dan nyeri dada. Pada penelitian secara luas,
didapatkan data perkiraan rata-rata pasien dengan atrial fibrilasi mengalami
keterlambatan dalam penegakkan diagnosis selama 2.6 tahun semenjak onset
pertama kali.2 Atrial Fibrilasi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban volume jantung,
disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis. Distensi pada atrium
kiri dapat menyebabkan atrial fibrilasi seperti yang terjadi pada pasien penyakit
katup jantung dengan prevalensi sebesar 30% dan 10-15% pada defek septal
atrium. Sekitar 20% populasi pasien atrial fibrilasi mengalami penyakit jantung
coroner meskipun keterkaitan antara atrial fibrilasi dengan perfusi coroner masih
belum jelas.3

2.3 Etiologi
Atrial fibrilasi sangat berkaitan dengan faktor-faktor risiko berikut ini,
yaitu :8
 Hemodinamik stress
Peningkatan tekanan intra-atrium menghasilkan remodeling listrik dan
struktural atrium dan merupakan predisposisi untuk atrial fibrilasi.
Penyebab paling umum dari peningkatan tekanan atrium adalah penyakit
katup mitral atau tricuspid dan disfungsi ventrikel kiri. Hipertensis sistemik
atau paru juga biasanya merupakan predisposisi untuk tekanan atrium yang
meningkat, sedangkan tumor intrakardiak atau thrombus adalah penyebab
yang jarang.
 Atrial iskemia
Penyakit arteri coroner jarang mengarah langsung ke iskemia atrium dan
atrial fibrilasi. Paling umum adalah iskemia ventrikel yang parah
menyebabkan peningkatan tekanan intra-atrium dan atrial fibrilasi.
 Inflamasi
Miokarditis dan pericarditis mungkin idiopatik atau dapat terjadi terkait
dengan penyakit oembuluh darah kolagen, infeksi virus atau bakteri,
pernah bedah jantung, esophagus atau toraks.
 Non-cardiovaskular respiratory
Emboli paru, pneumonia, kanker paru dan hipotermia telah dikaitkan
dengan atrial fibrilasi.
 Obat-obatan dan alkohol
Stimulan, alkohol dan kokain dapat memicu atrial fibrilasi. Penggunaan
alkohol akut atau kronis yaitu holiday atau Saturday night heart juga
dikenal sebagai kardiomiopati terkait alkohol. Penggunaan obat-obatan
terlarang yaitu, stimulan, metamfetamin, kokain telah secara khusus
ditemukan terkait dengan atrial fibrilasi. Sementara, hubungan penggunaan
alkohol kronis dan atrial fibrilasi telah dilaporkan dalam beberapa
penelitian sebelumnya. Penelitian terbaru menemukan hubungan dengan
penggunaan alkohol sedang bahkan dengan peningkatan risiko atrial
fibrilasi.
 Gangguan endokrin
Hipertiroidisme, diabetes, dan pheochromocytoma telah dihubungankan
dengan atrial fibrilasi.
 Gangguan neurologik
Proses intracranial seperti perdarahan subarachnoid atau stroke dapat
memicu atrial fibrilasi.
 Faktor genetik
Riwayat atrial fibrilasi pada usia lanjut tampaknya memberi kemungkinan
pada peningkatan atrial fibrilasi dan silsilah keluarga atrial fibrilasi
kadang-kadang dikaitkan dengan kelainan ion channel yang ditentukan,
terutama kanal natrium. Studi kohort menunjukkan bahwa atrial fibrilasi
keluarga dikaitkan dengan peningkatan risiko atrial fibrilasi. Peningkatan
ini tidak berkurang dengan penyesuaian untuk genetik dan faktor atrial
fibrilasi lainnya.
 Usia lanjut
Atrial fibrilasi sangat tergantung pada usia. Usia mempengaruhi 4% orang
yang lebih tua dari 60 tahun dan 8% orang yang lebih tua dari 80 tahun.

Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan


kejadian atrial fibrilasi tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan
kelainan jantung maupun kelainan diluar jantung. Kondisi-kondisi yang
berhubungan dengan kejadian atrial fibrilasi dibagi berdasarkan ;2
1. Penyakit jantung yang berhubungan dengan atrial fibrilasi
 Penyakit jantung coroner
 Kardiomiopati dilatasi
 Kardiomiopati hipertrofik
 Penyakit katup jantung : reumatik maupun non-reumatik
 Aritmia jantung : takikardia atrial, flutter arial, AVNRT, sindrom WPW,
Sick sinus sindrom
 Pericarditis
2. Penyakit di luar jantung yang berhubungan dengan atrial fibrilasi
 Hipertensi sistemik
 Diabetes mellitus
 Hipertiroidisme
 Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal
primer, emboli paru akut
 Neurogenic : sistem saraf autonom dapat mencetuskan atrial fibrilasi pada
pasien yang sensitif melalui peningkatan tonus vagal atau adrenergik.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan gabungan American College of
Cardiology (ACC), American Heart Association (AHA) dan European Society of
Cardiology (ESC) 2006, yaitu :2,8

Tabel 1. Klasifikasi AF berdasarkan ACC/AHA/ESC 20062


Tipe Atrial Karakteristik
Fibrilasi
Kronik/permanen Atrial fibrilasi menetap yang tidak responsif terhadap
kardioversi, kardioversi tidak dilakukan kembali
Lone Terjadi pada pasien yang berusia < 60 tahun dan yang tidak
memiliki gejala klinis atau kelainan dari EKG
Non Valvular Bukan disebabkan oleh penyakit katup, katup protesa atau
perbaikan katup
Paroksismal Episode akan kembali secara spontan

Persisten Paroksismal atrial fibrilasi yang menetap dalam 7 hari atau


atrial fibrilasi yang hanya dapat dihilangkan dengan
kardioversi
Rekuren Dua atau lebih episode atrial fibrilasi

Sekunder Disebabkan oleh dua penyebab yang terpisah (contoh :


infark miokardial, bedah jantung, penyakit paru,
hipertiroid)

Secara klinis atrial fibrilasi dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut
waktu presentasi dan durasinya, yaitu :9
1. Atrial fibrilasi yang pertama kali terdiagnosis
Jenis ini berlaku untuk pasien yang pertama kali datang dengan manifestasi
klinis atrial fibrilasi, tanpa memandang durasi atau berat ringannya gejala
yang muncul.
2. Atrial fibrilasi paroksismal
Atrial fibrilasi yang mengalami terminasi spontan dalam 48 jam, namun
dapat berlanjut hingga 7 hari.
3. Atrial fibrilasi persisten
Atrial fibrilasi dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari atau atrial
fibrilasi yang memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik.
4. Atrial fibrilasi persisten lama (long standing persistent)
Atrial fibrilasi yang bertahan hingga  1 tahun dan strategi kendali irama
masih akan diterapkan.
5. Atrial fibrilasi permanen
Atrial fibrilasi yang ditetapkan sebagai permanen oleh dokter (dan pasien)
sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila
strategi kendali irama masih digunakan, maka atrial fibrilasi masuk ke
katagori atrial fibrilasi persisten lama.
Klasifikasi atrial fibrilasi seperti diatas tidaklah selalu eksklusif satu sama
lain. Artinya, seorang pasien mungkin dapat mengalami beberapa episode atrial
fibrilasi paroksismal dan pada waktu lain kadang-kadang persisten atau
sebaliknya. Untuk itu, secara praktis, pasien dapat dimasukan ke salah satu
kategori di atas berdasarkan manifestasi klinis yang paling dominan.

Gambar 1. Klasifikasi atrial fibrilasi menurut waktu presentasinya.


Atrial fibrilasi dapat mengalami progresivitas dari paroksismal menjadi persisten,
persisten lama atau permanen. Seluruh tipe atrial fibrilasi tersebut merupakan presentasi
awal atas dasar riwayat sebelumnya.9

Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka, atrial


fibrilasi dapat dibedakan menjadi :3
1. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat
Laju ventrikel > 100 x/menit
2. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel normal
Laju ventrikel 60-100 x/menit
3. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat
Laju ventrikel < 60 x/menit

Gambar 2. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel normal 3

Gambar 3. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat 3


Gambar 4. Atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat3

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Spektrum presentasi klinis atrial fibrilasi sangat bervariasi, mulai dari
asimtomatik hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir
> 50% episode atrial fibrilasi tidak menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation).
Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan pasien antara lain :10
 Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan
genderang, gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
 Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
 Presinkop atau sinkop
 Kelemahan umum, pusing
Selain itu, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik,
kardiomiopati yang diinduksi oleh takikardia, dan tromboembolisme sistemik.
Penilaian awal dari pasien dengan atrial fibrilasi yang baru pertama kali
terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas hemodinamik dari pasien.10
Selain mencari gejala-gejala tersebut, anamnesis dari setiap pasien yang
dicurigai mengalami atrial fibrilasi harus meliputi pertanyaan-pertanyaan yang
relevan, yaitu :11
 Penilaian klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan waktu presentasi, durasi, dan
frekuensi gejala.
 Penilaian faktor-faktor presipitasi (misalnya aktivitas, tidur, alkohol). Peran
kafein sebagai faktor pemicu masih kontradiktif.
 Penilaian cara terminasi (misalnya manuver vagal).
 Riwayat penggunaan obat antiaritmia dan kendali laju sebelumnya.
Penilaian adakah penyakit jantung struktural yang mendasarinya.
 Riwayat prosedur ablasi atrial fibrilasi secara pembedahan (operasi Maze) atau
perkutan (dengan kateter).
 Evaluasi penyakit-penyakit komorbiditas yang memiliki potensi untuk
berkontribusi terhadap inisiasi atrial fibrilasi (misalnya hipertensi, penyakit
jantung koroner, diabetes melitus, hipertiroid, penyakit jantung valvular, dan
PPOK).

Gambar 5. Daftar pertanyaan3


2.5.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisis selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan nafas (Airway),
pernafasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) dan tanda-tanda vital, untuk
mengarahkan tindak lanjut terhadap atrial fibrilasi. Pemeriksaan fisik juga dapat
memberikan informasi tentang dasar penyebab dan gejala sisa dari atrial
fibrilasi.3,10,11
 Tanda Vital
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan saturasi oksigen
sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju
yang adekuat pada atrial fibrilasi. Pada pemeriksaan fisis, denyut nadi
umumnya ireguler dan cepat, sekitar 110-140 x/menit, tetapi jarang
melebihi 160-170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas
obat jantung (digitalis) dapat mengalami bradikadia.
 Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit
pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.
 Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya
ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan
adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya FA
(misalnya PPOK, asma)
 Jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisis pada pasien
FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk
mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari
punctum maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3)
mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel
kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi
pulmonal. Pulsus defisit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba
dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien atrial fibrilasi.
 Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang
dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik.
Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat
embolisasi perifer.
 Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh
atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin
mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat
mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung yang
menurun.
 Neurologis
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian
serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien atrial fibrilasi.
Peningkatan refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme.

2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mencari penyebab gangguan
atau penyakit yang tersembunyi, terutama apabila laju ventrikel sulit dikontrol.
Salah satu studi menunjukkan bahwa elevasi ringan troponin I saat masuk rumah
sakit terkait dengan mortalitas dan kejadian kardiak yang lebih tinggi, serta
berguna untuk stratifikasi risiko.12
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :11,12
 Darah lengkap  anemia dan infeksi
 Elektrolit, ureum, kreatinin serum gangguan elektrolit atau
 gagal ginjal
 Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin  infark miokard sebagai
pencetus atrial fibrilasi
 Peptidanatriuretik (BNP,N-terminalpro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi
dengan atrial fibrilasi. Level plasma dari peptida natriuretik tersebut
meningkat pada pasien dengan atrial fibrilasi paroksismal maupun
persisten, dan menurun kembali dengan cepat setelah restorasi irama
sinus.13
 D-dimer  bila pasien memiliki risiko emboli paru
 Fungsi tiroid  tirotoksikosis
 Kadar digoksin  untuk evaluasi level subterapeutik dan/atau
 toksisitas
 Uji toksikologi atau level etanol

2.5.4 Elektrokardiogram (EKG)


Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis atrial fibrilasi dan
biasanya mencakup laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P
yang jelas, digantikan oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh
kompleks QRS yang ireguler pula.10,11
Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai FA antara lain:11
 Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi
160-170x/menit.
 Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) setelah
siklus interval R-R panjang-pendek (fenomena Ashman)
 Preeksitasi
 Hipertrofi ventrikel kiri
 Blok bekas cabang
 Tanda infark akut/lama

2.5.5 Foto toraks


pemeriksaan foto toraks boasanya normal, tetapi kadang-kadang dapat
ditemukan bukti adanya gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim atau
vascular paru, seperti emboli paru, pneumonia.3
2.5.6 Uji berjalan enam menit
Uji berjalan enam menit membantu menilai apakah strategi kendali laju
sudah adekuat atau belum, misalnya target nadi < 110x/menit setelah berjalan
enam menit. Uji berjalan enam menit dapat menyingkirkan iskemia sebelum
memberikan obat antiaritmia kelas 1C dan dapat digunakan untuk mereproduksi
atrial fibrilasi yang dicetuskan oleh aktivitas fisik.14

2.5.7 Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal (ETT) terutama bermanfaat untuk :3
 Evaluasi penyakit jantung katup
 Evaluasi ukuran atrium, ventrikel dan dimensi dinding
 Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi trombus ventrikel
 Estimasi tekanan sistolik paru (hipertensi pulmonal)
 Evaluasi penyakit perikardial
Ekokardiografi transtorakal memiliki sensitivitas rendah dalam mendeteksi
thrombus di atrium kiri.
Ekokardiografi transesofageal (ETE) terutama bermanfaat untuk :3
 Trombus atrium kiri (terutama di AAK)
 Memandu kardioversi (bila terlihat trombus, kardioversi harus ditunda)
Ekokardiografi transesofageal adalah modalitas utama untuk tujuan ini.
BAB III
PATOFISIOLOGI ATRIAL FIBRILASI

3.1 Patofisiologi
Pada jantung sehat normal, alat pacu jantung yang dominan adalah nodus
sinoatrial (SA node). Struktur ini yang terletak di persimpangan vena cava
superior dan atrium kanan, memulai impuls listrik yang bergerak melalui atrium
dan menyebabkan atrium kanan kiri berkontraksi dan memompa darah ke
ventrikel. Impuls listrik ditransmisikan dari atrium ke ventrikel melalui
atrioventricular nodus (AV node). Dengan cara ini, aktivitas listrik antara atrium
dan ventrikel disinkronkan, menghasilkan fungsi jantung yang optimal. Perubahan
struktural dan impuls pemicu abnormal, aktivitas listrik atrium dapat menjadi tidak
terkorodinasi dan kacau, sehingga menghasilkan atrial fibrilasi. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa pemicu ini sebagian besar muncul dari denyut prematur
(fokus) di pembuluh darah paru, tetapi mungkin timbul di tempat lain, misalnya
vena cava superior. Peregangan atrium akut, serta perubahan nada simpatis dan
parasimpatis dapat meningkatkan frekuensi pemicu ini. Pada atrial fibrilasi
persisten, biasanya terdapat beberapa wavelet reentran yang menciptakan pola
aktivitas listrik yang terus menerus kacau. Aktivasitas atrium tidak teratur dan
biasanya melebihi 200 hingga 400 bpm. Nodus AV akan menyaring bebarapa
impuls ini, tetapi pada akhirnya atrial fibrilasi menghasilkan respons ventrikel
cepat yang tidak teraratur.15
Renovasi listrik merupakan konsekuensi dari tingkat atrium yang tinggi
termasuk pemendekan periode refraktori miosit atrium dan perlambatan kecepatan
konduksi atrium. Remodeling struktural ditandai oleh perubahan miosit atrium di
interstitium, dan oleh perubahan komposisi matriks ekstraseluler dan deposisi
jaringan fibrotik. Perubahan pada tingkat miosit atrium termasuk hilangnya
struktur kontraktil dan fetal-like protein, dan akumulasi glikogen di interstitium
atrium. Perubahan interstitium terutama dimanifestasikan oleh pengendapan serat
kolagen di sekitar kardiomiosit. Renovasi kontraktil terutama disebabkan oleh
gangguan penanganan kalsium dan dapat menyebabkan disfungsi mekanik atrium
yang mungkin bersifat sementara atau berkembang menjadi disfungsi ireversibel.
Gangguan kontraktilitas disebabkan oleh perubahan lokal dalam fisiologi sel dan
juga dari remodeling structural miosit atrium (kehilangan jeda persimpangan). Ciri
morfologis lain yang diamati terkait dengan atrial fibrilasi adalah adanya sel-sel
inflamasi dalam miokardium atrium.8
Penelitian lain adalah bahwa ada sumber cepat atau focus yang secara
berulang melepaskan dan mengalirkan ke atrium. Frekuensi impuls-impuls ini
terlalu cepat untuk memungkinkan atrium lainnnya terorganisir, menghasilkan
fibrilasi. Fokus ektopik ini biasanya timbul dari vena pulmonalis dan dapat
meningkat dengan tonus vagal. Aktivitas ini biasanya paroksismal, setidaknya
pada tahap awal, dan dapat mempengaruhi pasien dengan atrium tampaknya
secara structural normal. Mekanisme inisiasi fokus ini mungkin juga mendasari
banyak penyebab atrial fibrilasi persisten, dengan atau tanpa penyakit jantung
struktural. Pasien dengan etiologi atrial fibrilasi ini biasanya lebih muda, atletis,
dan memiliki nada parasimpatis tinggi dengan denyut jantung basal lambat.15

3.2 Mekanisme elektrofisiologis


3.2.1 Mekanisme fokal
Mekanisme fokal adalah mekanisme atrial fibrilasi dengan pemicu daerah-
daerah tertentu, yakni 72% di VP dan sisanya (28%) bervariasi dari vena kava
superior (37%), dinding posterior atrium kiri (38,3%), krista terminalis (3,7%),
sinus koronarius (1,4%), ligamentum Marshall (8,2%), dan septum interatrium.
Mekanisme seluler dari aktivitas fokal mungkin melibatkan mekanisme triggered
activity dan reentri. Vena pulmonary memiliki potensi yang kuat untuk memulai
dan melanggengkan takiaritmia atrium, karena VP memiliki periode refrakter yang
lebih pendek serta adanya perubahan drastic orientasi serat miosit.3
Pada psaien dengan atrial fibrilasi paroksismal, intervensi ablasi di daerah
pemicu yang memiliki frekuensi tinggi dan dominan (umumnya berada pada atau
dekat dengan batas antara VP dan atrium kiri) akan menghasilkan perlambatan
frekuensi atrial fibrilasi secara progresif dan selanjutnya terjadi konversi menjadi
irama sinus.15
3.2.2 Mekanisme reentri mikro (multiple wavelet hypothesis)
Dalam mekanisme reentri mikro, atrial fibralasi dilanggengkan oleh
adanya konduksi beberapa wavelet independen secara kontinu yang menyebar
melalui otot-otot atrium dengan cara yang kacau. Hipotesis tersebut pertama kali
dikemukakan oleh Moe yang menyatakan bahwa atrial fibrilasi dilanggengkan
oleh banyaknya wavelet yang tersebar secara acak dan saling bertabrakan satu
sama lain dan kemudia padam, atau terbagi menjadi banyak wavelet lain yang
terus-menerus merangsang atrium. Oleh karenanya, sirkuit reentri ini tidak stabil,
beberapa menghilang, sedangkan yang lain tumbuh lagi. Sirkuit-sirkuit ini
memiliki panjang siklus yang bervariasi tapi pendek. Diperlukan setidaknya 4-6
wavelet mandiri untuk melanggengkan atrial fibrilasi.3

Gambar 6. Mekanisme elektrofisiologis atrial fibrilasi. 3

3.2.3 Fibrilasi atrium menyulut atrial fibrilasi (AF begets AF)


Konsep atrial fibrilasi menyulut atrial fibrilasi dikemukakan pertama kali oleh
Alessie dkk. dalam sebuah eksperimen pada kambing. Observasi mereka
menunjukkan bahwa pemacuan atrium dengan teknik pacu-rentet (burst pacing)
akan menyebabkan atrial fibrilasi, yang akan kembali ke irama sinus, kemudian
bila dilakukan pacu-rentet lagi akan muncul atrial fibrilasi kembali. Apabila proses
ini dilakukan terus menerus, maka durasi atrial fibrilasi akan bertambah lama
sampai lebih dari 24 jam. Oleh karena itu pada pasien yang mengalami atrial
fibrilasi paroksismal dapat berkembang menjadi atrial fibrilasi persisten atau
permanen.3
BAB IV
KESIMPULAN

Atrial fibrilasi (AF) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seseorang harus menjalani
perawatan di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam
jiwa secara langsung, tetapi atrial fibrilasi berhubungan dengan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Atrium fibrilasi adalah takiaritmia supraventricular
yang khas dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan
perburukan fungsi mekanis atrium, sehingga atrium menghantarkan impuls terus
menerus ke nodus atrioventrikular (AV).
Pada jantung sehat normal, alat pacu jantung yang dominan adalah nodus
sinoatrial (SA node). Struktur ini yang terletak di persimpangan vena cava
superior dan atrium kanan, memulai impuls listrik yang bergerak melalui atrium
dan menyebabkan atrium kanan kiri berkontraksi dan memompa darah ke
ventrikel. Impuls listrik ditransmisikan dari atrium ke ventrikel melalui
atrioventricular nodus (AV node). Dengan cara ini, aktivitas listrik antara atrium
dan ventrikel disinkronkan, menghasilkan fungsi jantung yang optimal. Perubahan
struktural dan impuls pemicu abnormal, aktivitas listrik atrium dapat menjadi tidak
terkorodinasi dan kacau, sehingga menghasilkan atrial fibrilasi. Pada atrial fibrilasi
persisten, biasanya terdapat beberapa wavelet reentran yang menciptakan pola
aktivitas listrik yang terus menerus kacau. Aktivasitas atrium tidak teratur dan
biasanya melebihi 200 hingga 400 bpm. Nodus AV akan menyaring bebarapa
impuls ini, tetapi pada akhirnya atrial fibrilasi menghasilkan respons ventrikel
cepat yang tidak teraratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rofi’I M. Identifikasi fibrilasi atrium pada syarat elektrokardiogram
(EKG) menggunakan support vector machine (SVM). Jurnal SIMETRIS.
2018;9(1):h231-40.
2. Nasution SA, Ranitya R, Ginanjar E. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:
Fibrilasi Atrium. Ed 6. Interna Publishing. 2014.h1365-79.
3. Yunadi Y. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Jakarta: Centra
Communications. 2014.
4. Marzona I, O’Donnell M, Teo K. Increased risk of cognitive and functional
decline in patients with atrial fibrillation: results of the ontarget and
transcend studies. Can Med Assoc J. 2012;184(6):h329-39.
5. Chugh SS, Havmoeller R, Narayanan K, Singh D, Rienstra M, Benjamin
EJ, et al. Worldwide epidemiology of atrial fibrillation: A global burden of
disease 2010 study. Circulation. 2014;129(8):h837-47.
6. Hui DS, Morley JE, Mikolajczak PC, Lee R. Atrial fibrillation; A major
risk factor for cognitive decline. Am Heart J. 2015;169:h448-56.
7. Conti S, James AR, Bernard JG. Baseline demographics, safety, and
patient acceptance of an insertable cardiac monitor for atrial fibrillation
screening: The Reveal-AF Study. Journal of Atrial Fibrillation.
2017;9(6):h1-5.
8. Rosenthal L, Rottman JN. Atrial fibrillation. Page avalaible at :
https://www.emedicine.medscape.com [accessed on 2020 Jul]
9. European Heart Rhythm A, Europeam Association for Cardio-Thoracic S,
Camm AJ. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the task
force for the management of atrial fibrillation of the European Society of
Cardiology (ESC). Europace: European pacing, arrhythmias, and cardiac
electrophysiology : journal of the working groups on cardiac pacing,
arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the European
Society of Cardiology. 2010;12:h1460-420.
10. Atrial Fibrillation (A Fib) Awareness. 2013. Page available at :
http://www.hrsonline.org [Accessed on 2020 Jul]

11. Atrial Fibrillation Clinical Presentation. 2013. Page available at :


https://www.emedicine.medscape.com [Accessed on 2020 Jul]

12. van den Bos EJ, Constantinescu AA, van Domburg RT, Akin S, Jordaens
LJ, Kofflard MJ. Minor elevations in troponin I are associated with
mortality and adverse cardiac events in patients with atrial fibrillation.
European heart journal 2011;32:611-7.

13. Wozakowska-Kaplon B. Effect of sinus rhythm restoration on plasma brain


natriuretic peptide in patients with atrial fibrillation. The American journal
of cardiology 2014;93:1555- 8.

14. Wann LS, Curtis AB, January CT, et al. 2011 ACCF/AHA/HRS focused
update on the management of patients with atrial fibrillation (Updating the
2006 Guideline): a report of the American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. Journal of the American College of Cardiology 2011;57:223-
42.
15. Iwasuki Y, Nishida K, Kato T, Nattel S. Atrial fibrillation
pathophysiology: implications for management. CIRCULATIONAHA.
2011;124(20):h2264-74.

Anda mungkin juga menyukai