•Kepala •Paru :
- Kepala : Bentuk simetris, normosefali, Jejas (-) - Inspeksi : Dinding dada simetris baik saat diam
- Rambut: Hitam, distribusi merata, tidak mudah maupun pergerakan nafas, tidak ditemukan deformitas
dicabut - Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
- Mata : Kelopak mata cekung (-/-), sklera ikterik - Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri
(-/-), konjungtiva anemis (+/+), pupil isokor -Auskultasi : Vesikuler pada hemithorax, Rhonki ( -/- ),
3mm/3mm Wheezing ( -/-)
- Telinga : Liang telinga lapang (+/+), serumen (-/-),
sekret (-/-) • Jantung :
- Hidung : Kavum nasi lapang, sekret (-/-), - Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
pernafasan cuping hidung (-),deviasi septum (-/-)
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba melebar
- Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis(-)
- Perkusi : Batas jantung kanan di ICS V linea
- Leher: Kelenjar Getah bening tidak teraba midklavikula dextra Batas jantung kiri ICS VI linea
membesar midklavikula sinistra Batas pinggang jantung
JVP mormal, trakea ditengah. ICS II linea parasternal sisnistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
P E M E R I K S A A N F I S I K
Interpretasi:
Suspek KP + Efusi pleura kanan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien datang ke RS Kencana dengan keluhan lemas yang semakin memberat sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit hingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas,
keluhan lemas sudah dirasa sejak 4 bulan terakhir. Selama lemas pasien juga kerap
mersakan mual tetapi tidak muntah. Selama keluhan lemas ini dialami, pasien juga
mengatakan tidak nafsu makan makan menjadi sedikit, kemudian pasien juga
mengeluhkan rasa panas dan tidak nyaman pada bagian ulu hatinya, Pasien juga
mengeluhkan napasnya terasa berat disertai batuk kering kurang lebih sudah 3 hari
ssebelum masuk rumah sakit,
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi dan gula sebelumnya dan tidak rajin
mengkonsumsi obatnya, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis,
perut tampak distensi dan membuncit, ascites (+), Fluid wave (+), nyeri tekan
epigastrium (-), perkusi redup (+), shifting dullness (+), kulit nampak kering dan
terkelupas, hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thorax efusi pleura dengan
suspek KP dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hb 6.1g/dl, ht 18%, ureum 225
g/dl, creatinine 8 g/dl.
D IA GN O SI S
•Tatalaksana Di Ruangan
•Tatalaksana IGD •Medikamentosa
•- Infus NaCl 0,9%/24 jam •Parenteral:
•- IVFD NaCl 0,9 % /24 jam
•- Omeprazole injeksi 1 x 1 •- Omeprazole (IV) 2 x 40mg
amp (40mg/1ml) •- Ondansetron (IV) 3 x 4mg
•- Transfusi PRC 2 pack
•- Ketorolac injeksi 1 x 1 •Per Oral :
amp (30 mg/1ml) •- As. Folat 1 x 1
•- Pro Renal 3 x 1
•- Ondansentron injeksi 1 x 1 •- Bicnat 3 x 1
amp (4mg/2ml) •- Amlodipin 2 x 10 mg
•Non Medikamentosa
•- Metformin 500 mg Tablet •-Rujuk Pro-HD
3 x 1 Tab
PROGNOSIS
• Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal kronik.
• Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
• Kelainan patologik Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan radiologi
• Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Derajat Penjelasan LFG (mL/menit/1,73m2)
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi penyakit ginjal kronik meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur
35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki
(0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada
masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah
bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-
masing 0,4 %.
ETIOLOGI
• Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
• Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
• Kelainan neuromuscular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah
• Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
• Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
DIAGNOSIS
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, dan gambaran radiologis
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, dan perjalanan penyakit
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i)sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii)sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii)gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, lemah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (natrium, kalium, chlorida).
DIAGNOSIS
• Diet protein terkontrol (0.80-1.0 g/kg/d) direkomendasikan untuk orang dewasa dengan penyakit
ginjal kronis.
• Menjaga berat badan (BMI 18,5–24,9 kg / m2, lingkar pinggang <102 cm untuk pria, <88 cm
untuk wanita) direkomendasikan untuk mencegah hipertensi atau untuk mengurangi tekanan darah
pada penderita hipertensi
• Kebutuhan cairan penderita CKD harus dibatasi, agar tidak kelebihan cairan dan memperberat
tubuh, perhitungan dari urine output 500cc/24jam, Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit
bersifat individual
• Olahraga dinamis intensitas sedang selama 30-60 menit seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang, dilakukan 4-7 hari per minggu.
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
• Asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus
segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
• Besi oral adalah terapi lini pertama untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis. Pada pasien
dengan hemoglobin<11,0 g/dL, harus diberikan besi untuk mempertahankan ferritin >100
ng/mL dan saturasi transferrin >20%
• Antacid merupakan pengobatan umum yang digunakan. Ketika antacid tidak dapat mengatasi
keluhan, penambahan pengobatan seperti H2 blockcer dan proton-pump inhibitor dapat
membantu untuk mengurangi keluhan.
• Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting Angiotensin
(ACE inhibitor) atau ARB, dapat memperlambat proses pemburukan proteinuria. Target
pencapaian tekanan darah 130/80 mmHg untuk paaien proteinuria < 1gram/hari sedangkan
tekanan darah <125/75 mmHg untuk pasien proteinuria 1 gram/hari
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
• Target kontrol glikemik mengikuti Canadian Diabetes Association Guidelines dengan target
kendali gula darah puasa <130 mg/dl dan post prandial <160 mg/dl serta HBA1C <7%. Short
acting sulfonylureas (gliclazide) lebih dipilih daripada long acting agents untuk pasien dengan
penyakit ginjal kronis
• Dislipidemia ditanggulangi dengan penggunaan Statin maupun Fibrat. Perlu perhatian untuk
pemakaian Fibrat pada LFG yang sudah menurun <30 ml/menit/m 2
• Terapi menggunakan calcium-containing phosphate binders harus dimulai jika pembatasan diet
gagal untuk mengendalikan hiperfosfatemia. Pertimbangan untuk pemberian analog Vitamin D jika
kadar serum hormone paratiroid >53 pmol/L
T E RA P I P E NG G AN TI G I NJAL
• Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit.
• The National Kidney Foundation's Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) merekomendasikan
bahwa pasien yang mencapai CKD stadium 4 (GFR, 30 mL / menit / 1,73 m 2) untuk mendapatkan konseling
mengenai terapi pengganti ginjal. Kondisi jantung yang memerlukan dialisis adalah aritmia akibat gangguan
elektrolit, pericarditis uremik, dan kelebihan cairan akibat gagal jantung kongestif berat yang dipicu oleh fungsi
ginjal yang kurang optimal.
• Kontraindikasi absolut untuk hemodialisis adalah ketidakmampuan untuk mengamankan akses vascular, dan
kontraindikasi relatif melibatkan akses vascular yang sulit, fobia jarum, gagal jantung, dan koagulopati.
• Pasien dengan eGFR <20mL/min/m2 memerlukan tranplantasi ginjal jika ada penyakit berikut : gejala uremia,
komplikasi metabolic refraktori (hyperkalemia asidosis), volume berlebih (edema atau hipertensi resisten),
penurunan status gizi (serum albumin, massa tubuh tanpa lemak). Transplantasi ginjal tidak boleh dilakukan
sampai GFR <20 mL/min/m2 dan terdapat bukti perkembangan kerusakan ginjal dan irreversible 6-12 bulan
sebelumnya.
KOMPLIKASI
• Ferreira J, Girerd N, Pellicori P, Duarte K, Girerd S, Pfeffer M et al. Renal function estimation and Cockcroft–Gault formulas for predicting cardiovascular mortality
in population-based, cardiovascular risk, heart failure and post-myocardial infarction cohorts: The Heart ‘OMics’ in AGEing (HOMAGE) and the high-risk
myocardial infarction database initiatives. BMC Medicine. 2016;14(1).
• Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 6 Jilid II. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. hlm 2161-2177.
• Arora Pradeep, Medscape, Chronic Kidney Disease, Available from: http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview, (Cited : 23 march 2021)
• A, lesley, A, Brad C. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Available from:
https://www.ajkd.org/article/S0272-6386(14)00491-0/pdf, (cited : 23 march 2021)
• Infodatin: Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta; Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. 2017. Hal;3
• Wong E, McMaster Pathophysiology Review, Chronic Kidney Disease (CKD), Available from : http://www.pathophys.org/ckd/ , (cited : 23 march 2021)
• Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Panduan Pelayanan Medik. Ginjal Hipertensi:Hipertensi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. hlm 168-170.
• Brown Jean B, Doronen C Steven. Emergent Management of Acute Glomerulonefritis. Available from: http://emedicine.medscape. com/article/777272-overview,
(cited : 23 march 2021)
• Levin, A., Hemmelgarn, B. and Culleton, B. (2008). Guidelines for the management of chronic kidney disease. Canadian Medical Association, 179(11), pp.1154 –
1162
• Zajac, P; Holbrook, A; Super, ME; Vogt, M (March–April 2013). "An overview: Current clinical guidelines for the evaluation, diagnosis, treatment, and management
of dyspepsia". Osteopathic Family Physician. 5 (2): 79–85. doi:10.1016/j.osfp.2012.10.005)
• Murdeshwar H, Anjum F. Hemodialysis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021 [cited 27 March 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563296/
• Ayodele .O.E ,Alebiosu,C.O,Salako B.L 2004,Diabetic Nephropathy a review of natural history,burden,risk factors and treatment in Journal Medical Ass:1445-54
SEKIAN DAN TERIMAKASIH