TOKSOPLASMOSIS SEREBRI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Neurologi
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Disusun oleh:
Albertina L Tebay., S.Ked
Eka Panji Priambodo Padmosusilo., S.Ked
Permin Sofyana Enumbi., S.Ked
Renaldy Nayoan Sutrahitu., S.Ked
Wahyu Aryo Bimo., S.Ked
Pembimbing:
dr. Nelly Y. Tan Rumpaisum, Sp.S
Menyetujui
Penguji/ Pembimbing
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................
BAB II TINJAUN PUSTAKA ......................................................................
2.1 DEFINISI ............................................................................................
2.2 EPIDEMOLOGI ...................................................................................
2.3 ETIOLOGI ...........................................................................................
2.4 MANIFESTASI KLINIS .....................................................................
2.5 PATOGENESIS ...................................................................................
2.6 DIAGNOSIS..........................................................................................
2.7 DIAGNOSIS BANDING.......................................................................
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG...........................................................
2.9 PENATALAKSANAAN.......................................................................
2.10 PROGNOSIS........................................................................................
BAB III KESIMPULAN................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
Gambar 2.3.
Siklus Hidup T.gondii dalam Host Difinitif (Black dan Boothroyd,
2000).
Gambar 2.11
Infeksi T.gondii Pada Manusia (Joynson dan Wreghitt, 2001).
Kista di jaringan otak mengandung banyak bradisoit (kista jaringan
otak dengan daya replikasi sangat rendah), akan mengalami perubahan
fase menjadi takisoit dalam kista (pseudokista) yang mempunyai
aktivitas pembelahan sangat cepat, aktif dan invasif. Perkembangan
selanjutnya takisoit atau trophozoit akan mengalami replikasi secara
cepat sehingga mengisi seluruh sel glial otak (Black dan Boothroyd,
2000; Viqar, 1997).
Proses takisoit menembus masuk ke sel glial, menempel pada
permukaan sel hospes kemudian membentuk vakuola, pengeluaran
enzim dari roptri sehingga mempermudah menembus kedalam sel
hingga sempurna dalam waktu ± 10 detik. Selanjutnya bereplikasi
sangat cepat mengisi seluruh sel glial hingga penuh menyebabkan sel
pecah dan parasit bersporulasi menginfeksi sel jaringan otak sekitarnya.
Takisoit yang baru terbentuk akan menyebar dan segera mengaktivasi
sistem imunitas tubuh ditangkap oleh makrofag dan limfosit yang
merupakan sistem imun diluar sistem saraf pusat (SSP) (Dubey, 2010).
Sitokin yang dihasilkan oleh sel astrosit dan mikroglia seperti IL-1,
IL-6, Tumor Necrosis Factor α (TNFα) dan Tumor Growth Factor ß
(TGF-ß) dan sitokin yang dihasilkan oleh oligodendrodit seperti IL-1,
dan TGF- ß, sel-sel tersebut merupakan komponen sistem imun dalam
otak (SSP) yang bekerja untuk menghancurkan dan menghambat
perkembangan parasit (Dubey, 2010). Astrosit dan mikroglia
memproduksi TNFα yang memodulasi ekspresi MCH-I dan MCH-II
yang ditemukan pada beberapa jenis sel SSP. Interferon gamma (IFN-γ)
diproduksi oleh sistem imun di SSP maupun diperifer dan INF-γ inilah
yang kerjanya diduga sebagai penghubung antara SSP dan sistem imun
diseluruh tubuh (gambar 2.12) (Karnen, 2006).
Gambar 2.12
Produksi Sitokin Oleh Sistem Imun
Perifer (A) danSistem Imun Saraf (B)
(Karnen, 2006).
Gambar 2.14
(A) Dua Buah Takisoit didalam Kapiler Endotelium (B)Vaskulitis
denganSebuah Takisoit (C). Fokus pada Pusat Nekrosis dengan
Gliosis di sekitarnya (D). Nodul Glial yang dikelilingi dengan Kista
T.gondii (E). Perivaskulitis dan Gliosis tanpa adanya Takisoit
(Dubey, 2010).
Gambar 2.16.
Efektor CD4+ dan CD8+ (Denkers, 1998).
2.6 Diagnosis
Diagnosis toksoplasmosis serebri dibuat dengan melihat gejala
klinik dan pemeriksaan penunjang. Toksoplasmosis serebri ditandai
dengan onset yang subakut hingga kronik. Manifestasi klinis yang
timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala
(55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi
didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status
mental pada 75% kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus,
nyeri kepala pada 50% kasus, demam pada 45% kasus, dan kejang
pada 30% kasus.2
Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik
dan gangguan bicara. Bisa juga terdapat gangguan nervus kranialis,
gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi serebelum,
meningismus, movement disorders dan manifestasi neuropsikiatri.
Gejala defisit fokal dari toksoplasmosis biasanya cepat sekali
berkembang dan perburukan kondisi dapat terjadi dengan cepat.3
Gejala konstitusional seperti demam, sakit kepala berat yang tidak
memberikan respon optimal terhadap pengobatan mungkin ditemukan,
namun tidak semua pasien menunjukkan gejala-gejala umum infeksi
tersebut. Tanda dan gejala toksoplasmosis serebri dikaitkan dengan
tingkat kekerapannya digambarkan pada tabel di bawah ini. 3
Tabel 3. Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada
toksoplasmosis serebri (diambil dari Porter SB, Sanbe MA.
Toxoplasmosis of The Central Nervous System in The Acquired
Immunodefficiency Syndrome. N Engl J Med 1992; 327. 1643-1648.)
Dalam menegakkan diagnosis toksoplasmosis serebri diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan serologi,
neuroimaging, PCR, dan penentuan diagnosis definitif dengan
pemeriksaan histopatologi melalui biopsi jaringan. 2
T. gondii dapat dideteksi melalui pemeriksaan serologi antibodi
antitoksoplasma (IgM dan IgG). IgM positif atau meningkat dapat
diinterpretasikan sebagai adanya infeksi yang bersifat akut. IgM
biasanya menjadi negatif atau menurun kadarnya beberapa minggu
hingga beberapa bulan setelah infeksi primer. IgM biasanya negatif
pada proses reaktivasi, oleh karena itu pemeriksaan IgM biasanya
tidak berguna pada kasus dugaan toksoplasmosis serebri yang
secara patogenesis diakibatkan oleh proses reaktivasi T. gondii.
Namun pada wanita hamil pemeriksaan IgM diperlukan, karena
infeksi primer dari T. gondii dapat menyebar secara transplasental. 2
Berbeda dengan IgM, pemeriksaan IgG dilakukan untuk
mengetahui adanya infeksi T. gondii yang bersifat laten. Serum
IgG mulai muncul saat infeksi primer T. gondii terjadi, kemudian
meningkat kadarnya hingga mencapat puncak pada bulan pertama
hingga kedua, setelah itu kadarnya kemudian menurun namun akan
tetap psitif dan dapat dideteksi seumur hidup. 2 Penelitian
menunjukkan bahwa IgG ditemukan positif pada 100% pasien yang
terbukti mengalami toksoplasmosis pada sistem saraf pusat.
4
Selain melalui pemeriksaan IgM dan IgG, pemeriksaan serologis
untuk T. gondii juga dapat dilakukan dengan Indirect Fluorescent
Antibody Test (IFA), tes aglutinasi, atau Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA).2 Namun demikian, pemeriksaan
ELISA diketahui kurang sensitif dibandingkan pemeriksaan IgG
dalam mendiagnosis toksoplasmosis serebri. 4
Pemeriksaan neuroimaging berupa CT scan kepala atau MRI
kepala dengan kontras diindikasikan pada penderita HIV dengan
CD4 rendah yang memperlihatkan gejala klinis berupa defisit
neurologis fokal.2 Sebuah penelitian dilakukan pada tahun 1992
yang melibatkan 115 individu dengan diagnosis toksoplasmosis
serebri. Gambaran CT scan kepala dengan kontras pada pasien
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lesi bersifat multipel,
berbentuk cincin hipodens dengan penyengatan homogen pada
pemeriksaan dengan kontras, dan disertai edema vasogenik pada
3
jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul
dengan lesi tunggal (27%) atau tanpa lesi (3%). 3 Karakteristik
gambaran neuroimaging pada pasien toksoplasmosis serebri sesuai
penelitian tersebut terlampir pada tabel di bawah ini.
2.9 Prognosis
PENUTUP
Kesimpulan