Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

AN
Oleh :
dr. Odilia Dea Novena

Pembimbing :
dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, M.Sc, Sp.A (K)

Pendamping :
dr. Puteri Saraswati
dr. Valery Vincenzo Pattiwael

DALAM RANGKA PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


DI RUMAH SAKIT KASIH IBU DENPASAR
PROVINSI BALI
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Kejang Demam Kompleks” ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia di Rumah Sakit Kasih Ibu, Denpasar, Bali.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, M.Sc, Sp.A (K) selaku dokter
pembimbing laporan kasus yang telah banyak membimbing dan memberikan
saran.
2. dr. Puteri Saraswati dan dr. Valery Vincenzo Pattiwael selaku dokter
pembimbing internsip yang telah mendampingi penulis dalam Program
Intersip Dokter Indonesia ini.
3. dr. I Wayan Kesumadana, Sp.OG-KFER selaku Direktur Utama RS Kasih Ibu
Denpasar atas dukungannya terhadap kegiatan dokter internsip.
4. Seluruh staf RS Kasih Ibu, Denpasar, Bali.
5. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, Maret 2019

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Laporan kasus ini telah disetujui pada hari/tanggal


……………………………………..

Pembimbing

dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, M.Sc, Sp.A (K)

Pendamping I Pendamping II

dr. Puteri Saraswati dr. Valery Vincenzo Pattiwael

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2
2.1 Definisi ..................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 2
2.3 Etiologi ..................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi ............................................................................................. 4
2.5 Klasifikasi ................................................................................................ 5
2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................... 7
2.7 Diagnosis .................................................................................................. 8
2.8 Diagnosis Banding ................................................................................. 10
2.9 Penataksanaan ........................................................................................ 11
2.10 Prognosis ................................................................................................ 15
2.11 Edukasi Pada Orang Tua ........................................................................ 16
BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 17
3.1 Identitas Pasien....................................................................................... 17
3.2 Anamnesis .............................................................................................. 17
3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 20
3.4 Diagnosis Kerja ...................................................................................... 22
3.5 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 22
3.6 Assesment .............................................................................................. 22
3.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 22
3.8 Prognosis ................................................................................................ 23
3.9 Follow up ............................................................................................... 23
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 27
4.1 Masalah Diagnosis ................................................................................. 27
4.2 Masalah Penatalaksanaan ....................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagnosis Banding Kejang Demam ..................................................... 11

v
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang berkaitan dengan demam merupakan masalah pediatrik yang umum


terjadi. Membedakan kejang demam dari kejang simtomatik akut akibat dari
infeksi sistem saraf pusat (SSP) ataupun kejang yang dipacu demam pada anak
dengan epilepsi merupakan hal yang esensial. Sindrom kejang demam
didefinisikan sebagai kejang yang berkaitan dengan demam tanpa adanya infeksi
sistem saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut pada anak.1
Berdasarkan definisi konferensi National Institutes of Health Consensus
tahun 1980, kejang demam merupakan suatu keadaan pada bayi atau anak,
biasanya antara 3 bulan dan 5 tahun, berkaitan dengan demam tetapi tanpa bukti
infeksi atau penyebab yang pasti pada intrakranial. Kejang disertai demam pada
anak yang menderita kejang nonfebril sebelumnya dieksklusi. Definisi ini juga
yang dipakai acuan dalam mendefinisikan kejang demam oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) tahun 2006.2
Kejang demam telah banyak dibahas pada literatur medis sejak zaman
Hippocrates, tetapi tidak dikenali hingga abad pertengahan bahwa kejang demam
merupakan sindrom yang berbeda dengan epilepsi. Klasifikasi awal yang
diperkenalkan oleh Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam
sederhana dan epilepsi yang dipicu demam. Definisi ini tidak lama digunakan
karena telah jelas melalui studi epidemiologi prospektif bahwa tidak terdapat
risiko besar untuk timbulnya epilepsi atau kejang afebril rekuren oleh karena
kejang yang oleh Livingstone disebut sebagai epilepsi yang dipicu demam. Saat
ini, kejang demam dibagi menjadi 2 subgrup yaitu kejang demam sederhana,
yang berlangsung <15 menit dan pada seluruh tubuh, serta kejang demam
kompleks, yang berlangsung lama, multipel dalam 24 jam, atau bersifat fokal.2
Prevalensi kejang demam ialah antara 3-8% anak dengan usia hingga 7
tahun. Variasi dari prevalensi berkaitan dengan perbedaan definisi kasus, metode
penelitian yang digunakan, variasi geografi, dan faktor kultural.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.3 Dari definisi tersebut, terdapat penjelasan dari definisi kejang
demam sebagai berikut.
 Pada umumnya kejang demam terjadi pada anak berumur 6 bulan – 5
tahun & sekitar 2-4% anak pernah mengalami kejang demam.
 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam.
 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
susunan saraf pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.3

2.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada sekitar 2-4% anak di Amerika Serikat,
Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Dilaporkan bahwa pada negara-negara Asia
kasus kejang demam lebih sering terjadi. Beberapa studi prospektif besar
mendapatkan bahwa pada sekitar 20% kasus, kejang demam pertama merupakan
kejang demam kompleks. Usia paling sering awitan dari kejang demam ialah pada
tahun kedua kehidupan. Kejang demam dilaporkan sedikit lebih sering pada laki-
laki. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral
yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.2
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam.4 Setelah kejang demam pertama kali, sekitar
33% anak akan mengalami rekurensi sebanyak satu kali atau lebih. Makin muda
usia kejang demam pertama terjadi, lebih besar kemungkinan mengalami

2
3

rekurensi. Semua rekurensi (75%) terjadi dalam 1 tahun. Studi terbaru


menunjukkan peningkatan risiko rekurensi berkaitan dengan durasi demam yang
yang lebih pendek sebelum serangan kejang terjadi dan suhu yang lebih rendah.2
Meskipun dilaporkan bahwa kejang demam mendahului 15% epilepsi
dengan awitan pada anak, karena kejang demam lebih umum terjadi daripada
epilepsi pada anak, kurang dari 5% anak dengan kejang demam secara aktual
mengalami epilepsi. Kecepatan epilepsi cenderung lebih tinggi pada populasi
yang menderita kejang demam dari sumber yang diseleksi seperti dari rumah sakit
atau rujukan spesialis.2
Anak dengan kejang demam sederhana tidak memiliki peningkatan risiko
mortalitas. Namun, pada kejang demam kompleks, yang terjadi sebelum usia 1
tahun atau dipicu oleh suhu tubuh <39 0C, berkaitan dengan peningkatan angka
mortalitas 2 kali setelah terjadinya serangan kejang. Anak dengan kejang demam
memiliki sedikit peningkatan insiden epilepsi dibandingkan dengan populasi
umum. Faktor risiko terjadinya epilepsi termasuk kejang demam kompleks,
riwayat keluarga epilepsi atau abnormalitas neurologik, dan perlambatan
perkembangan. Pasien dengan 2 faktor risiko memiliki kemungkinan 10%
mengalami kejang afebril.5

2.3 Etiologi
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.4, 6
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut (cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
4

saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga
dapat menyebabkan kejang demam.1,2,5

2.4 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.7,8
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
5

disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme


otak meningkat.7,8
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.

2.5 Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) tahun 2004, kejang demam
dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain sebagai berikut.3
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), atau KDS
2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure), atau KDK
Kejang Demam Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau
KDS adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.3
Kejang Demam Kompleks atau complex febrile seizure atau KDK adalah
kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini.3
 Kejang lama > 15 menit
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.3
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial.3
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak
yang mengalami kejang demam.3
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua:2,9
6

1 . Kejang demam sederhana


 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
 Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th
tidak > 4 kali
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) yang dibuat sedikitnya
seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
2 . Epilepsi yang diprovokasi demam
 Kejang lama dan bersifat lokal
 Umur lebih dari 6 tahun
 Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
 EEG setelah tidak demam abnormal
Menurut sub bagian saraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam
sebagai berikut:
1 . Kejang demam kompleks
 Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
 Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
 Kejang bersifat fokal/multipel
 Didapatkan kelainan neurologis
 EEG abnormal
 Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
 Temperatur kurang dari 390C
2. Kejang demam sederhana
 Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
 Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
 Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
 Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah
kejang
 Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
7

 Temperatur lebih dari 39 0C


3. Kejang demam berulang
 Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam
berulang antara lain:1,3
1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu
sudah relatif normal
4. Riwayat demam yang sering
5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak
disertai demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi
sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba.
Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang
rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan
gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia
mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena
sinar lampu yang tajam.

2.6 Manifestasi Klinis


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-
lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.2,5
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung
8

selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi
otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.2,5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.2,5
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

2.7 Diagnosis
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan
elektrolit dan adanya lesi structural pada sistem saraf, misalnya epilepsi.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.1,3,5,6
a. Anamnesis5,6
 waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
 sifat kejang (fokal atau umum)
 Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
 Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
9

 Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap


atau naik turun)
 Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
GE)
 Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
 Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
 Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Trauma kepala

b. Pemeriksaan fisik5,6
 Tanda vital terutama suhu
 Manifestasi kejang yang terjadi, misal: pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
 Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
 Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun–ubun besar yang tegang
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang
dapat disebabkan oleh pendarahan subaraknoid atau subdural. Pada bayi
yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan
janin dikepala atau fontanel anterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
 Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan korteks
serebri.
 Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena
yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
10

 Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan


cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
 Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis
dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
 Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (ISPA, OMA, GE)
 Pemeriksaan refleks patologis
 Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)

c. Pemeriksaan laboratorium1,3,5
 Darah tepi lengkap mencari penyebab demam
 Elektrolit, glukosa darah menyingkirkan diare, muntah, hal lain yang dapat
mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.
 Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal mencari gangguan metabolisme
 Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS  meningkat pada ensefalitis
akut/ensefalopati.

d. Pemeriksaan penunjang1,2,3,5
 Lumbal Pungsi  curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan
diharuskan dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
 EEG  tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan
pada KDK
 CT-scan atau MRI tidak dilakukan pada KDS yang terjadi pertama kali,
akan tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK
untuk menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau
multipel

2.8 Diagnosis Banding


Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.
11

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,


abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan
dahulu apakah ada kelainan organis di otak.2,5
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi
dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak
khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah
kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang
dprovokasi oleh demam.
Table 2.1. Diagnosis Banding Kejang Demam
Meningitis
No. Kriteria banding Kejang demam Epilepsi
Ensefalitis
Salah satu
Pencetusnya Tidak berkaitan
1. Demam gejalanya
demam dengan demam
demam
2. Kelainan otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

2.9 Penataksanaan
A. Pengobatan Pada Saat Kejang
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam
rektal adalah:
 Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di
atas usia 3 tahun, atau
 Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg, atau
 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali
Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati
dengan depresi pernafasan. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang,
12

dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti
sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali
dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara
intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang,
berikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti,
tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang memerlukan
pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.3

B. Pengobatan Rumat
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus
untuk waktu yang cukup lama.
 Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam
hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain
tidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam.
 Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan
fenobarbital 3-4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 1-2 dosis.
 Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus
yang sangat selektif.
 Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar (40-50%). Sedangkan pemakaian asam valproat pada
usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan hepatitis namun insidennya
kecil. Bila memberikan valproate perlu dilakukan pemeriksaan SGOT dan
SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.
 Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salah
satu ciri sebagai berikut :
1. Kejang lama > 15 menit
13

2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah


kejang, misalnya hemiparesis, todd’s paresis, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi.
 Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan
dalam keadaan :
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam > 4 kali per tahun.3

C. Pengobatan Intermiten
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang
diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang
demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa
pengalaman menunjukkan bahwa antipiretik tetap bermanfaat.
Antipiretik yang dapat digunakan adalah :
 Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali.
 Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3-4 kali sehari.
Antikonvulsan pada saat kejang
 Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3-2/3 kasus).
 Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB setiap 8
jam pada suhu > 38,5 0 C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.3
14

Bagan Penghentian Kejang Demam


KEJANG 1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
Berat badan <12 kg : 5 mg
Berat badan > 12 kg : 10 mg
KEJANG 2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
Diazepam rektal

(5 menit)
Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kg BB
Kecepatan 0,5-1 mg/kg BB/menit
(Pastikan ventilasi adekuat)

KEJANG
Transfer ke ICU
Keterangan
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan
cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.
15

2.10 Prognosis
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

b. Kemungkinan mengalami kematian


Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

c. Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
ialah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan hanya 10%-
15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

d. Faktor risiko terjadinya epilepsi


Beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi antara lain sebagai berikut.
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum KD pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Setiap faktor risiko meningkatkan kemungkinan 4%-6%. Kombinasi dari
faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan 10%-49%. Tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
16

2.11 Edukasi Pada Orang Tua


Kejang selalu menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang, mereka
beranggapan anaknya meninggal. Kecemasan dikurangi dengan cara:
1. Meyakinkan bahwa KD mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat

Bila terjadi kejang, hal-hal yang dapat dilakukan antara lain sebagai
berikut.
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : IPK
Tanggal Lahir : 28 Februari 2018
Umur : 11 bulan 10 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Denpasar
Tanggal MRS : 7 Februari 2019 pk. 02.00 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 9 Februari 2019 pk. 12.00 WITA

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama (Heteroanamnesis – Ibu Pasien)
Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSKI Denpasar dengan keluhan kejang sebanyak dua
kali. Kejang pertama dialami pada tanggal 07/02/2019 pukul 01.00 WITA di
rumah dengan durasi kejang kira-kira selama 20 menit. Kejang terjadi di
seluruh tubuh dengan tangan dan kaki awalnya kaku kemudian menghentak-
hentak, lidah tergigit, mata mendelik ke atas tanpa disertai mulut keluar busa
dan kencing. Pasien segera dibawa ke Klinik dekat rumahnya dan selama
perjalanan pasien tetap mengalami kejang. Kejang berhenti setelah dimasukan
obat antikejang melalui pantat di Klinik. Setelah kejang, pasien lalu tersadar
dan menangis. Saat di Klinik, pasien kembali mengalami kejang untuk kedua
kalinya dengan jarak kira-kira sekitar 10 menit setelah kejang yang pertama.
Pasien kemudian langsung dibawa ke RSKI Denpasar. Selama perjalanan
pasien tetap mengalami kejang dengan durasi kejang kira-kira selama 15

17
18

menit. Kejang kedua dikatakan hanya kaku di tangan dan kaki tanpa adanya
gerakan menghentak-hentak, lidah tergigit, mata mendelik keatas, mulut
keluar busa dan kencing.
Pasien juga dikatakan mengalami panas badan mendadak sejak 1 hari
SMRS (tanggal 06/02/2019 pukul 21.00 WITA). Demam timbul mendadak
tinggi dan menetap dengan suhu aksila 38,7oC. Orang tua pasien tidak
memberikan obat penurun panas karena berencana untuk membawa pasein
berobat ke Puskesmas pada keesokan harinya (07/02/2019).
Pasien dikatakan mengalami mencret sebanyak 4 kali sejak 1 hari SMRS
(06/02/2019). Konsistensi BAB dikatakan menjadi lebih encer, tinja
bercampur dengan kencing, berwarna kuning kehijauan, terdapat sedikit
ampas tanpa adanya darah dan lendir. Nafsu makan dan minum dikatakan
berkurang sejak mencret. Keluhan batuk, pilek dan sesak napas disangkal.
Keluhan mual dan muntah juga disangkal oleh keluarga pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien diberikan obat antikejang melalui pantat dan juga obat penurun
panas saat dibawa ke Klinik dekat rumahnya sebelum dirujuk ke RSKI
Denpasar.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien dikatakan tidak pernah mengalami kejang sebelumnya. Satu
minggu SMRS (31/01/2019) pasien dikatakan mengalami batuk dan pilek
namun keluhan tersebut sudah hilang.

Riwayat Penyakit Keluarga


Dua sepupu pasien yang masih balita memiliki riwayat kejang pada saat
berusia 1,5 tahun dan 2 tahun. Saat ini tidak ada anggota keluarga yang
menderita diare dan demam. Riwayat penyakit sistemik lainnya disangkal
oleh keluarga pasien.

Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
19

Pasien merupakan anak pertama dan tinggal bersama kedua


orangtuanya, kakek, nenek dan dua sepupunya. Seluruh anggota keluarga di
rumah dikatakan sehat.

Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara section caesaria, cukup bulan, segera menangis,
ditolong oleh dokter. Berat badan lahir 3350 kg, panjang badan lahir 49 cm,
lingkar kepala dan lingkar dada saat lahir dikatakan lupa.

Riwayat Imunisasi
BCG : 1x
Hepatitits B : 3x
Polio : 4x
DPT : 3x
Campak : 1x

Riwayat Nutrisi
ASI : 0 hari – sekarang, frekuensi 7x/hari
Susu Formula :-
Bubur Susu : 6 bulan – 8 bulan, frekuensi 3x/hari
Nasi Tim : 8 bulan – sekarang, frekuensi 3x/hari
Makanan Dewasa :-

Riwayat Perkembangan
Menegakkan Kepala : 3 bulan
Membalik Badan : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan :-
Berbicara :-
Kesan  Normal
20

Riwayat Operasi/Transfusi/Alergi
Pasien tidak pernah operasi dan tidak pernah menerima transfusi darah.
Riwayat alergi juga disangkal oleh keluarga pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : tampak lemas
Kesadaran : E4V3M4 (11/11) - Compos mentis
Laju Nadi : 140 x/menit, reguler, isi cukup
Laju Napas : 30x/menit, reguler
Suhu Axila : 38,4° C

Status Antopometri
BB : 9,1 kg
PB : 73 cm
BBI : 9,1 kg
Lingkar Kepala : 46 cm
LILA : 15,5 cm
BB/U : SD -2 s/d 0
PB/U : SD -2 s/d 0
BB/PB : SD 0
Status Gizi : 100 % (Gizi Baik ~ Waterlow)

Status General
Kepala : Normocephali, Ubun-ubun besar: datar
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Refleks pupil +/+ isokor, cowong
(-), air mata (+)
THT
Telinga : Auricula dextra et sinistra: hiperemi (-), edema (-),
Sekret (-), nyeri (-), bagian dalam sulit dievaluasi
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Tenggorokan : Faring hiperemi (-), tonsil T1/T1, hiperemi (-)
21

Mukosa bibir : Pucat (-), sianosis (-), kering (-)


Leher
Inspeksi : Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : Pembesaran Kelenjar (-)
Thorax
Cor: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV MCL kiri,
kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi : Tidak dievaluasi
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo: Inspeksi : Gerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Focal fremitus N/N
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Hepar just palpable, Lien tidak teraba, Turgor kulit
kembali cepat
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat +/+, cyanosis -/- , edema -/- CRT<2s
+/+ -/- -/-
Genitalia Eksterna : Tidak Tampak Kelainan
Anus : Ada
Kulit : Eritema Natum (-)
Refleks Meningeal : Refleks Fisiologis (+) pada keempat ekstremitas
Refleks Patologis (-) pada keempat ekstremitas
Kernig Sign (-), Brudzinski I/II (-)
Kaku Kuduk (-)
Tenaga 555/555 , Tonus N/N , Tropik N/N
555/555 N/N N/N
22

3.4 Diagnosis Kerja


Kejang Demam Kompleks ec Diare Akut Tanpa Dehidrasi
+ Gizi Baik

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (7 Februari 2019 pk 03.00 WITA)
Leukosit : 14,1 K/uL (4,0-10,0 K/uL) H
#Lymph : 2,1 K/uL (0,8-4,0 K/uL)
#Gran : 11,5 K/uL (2,0-7,0 K/uL) H
Hemoglobin : 9,4 g/DL (11,0-16,0 g/dL) L
Hematokrit : 27,6% (37-54 %) L
MCV : 64,4 fL (82,0-95,0 fL) L
MCH : 21,9 pg (27,0-31,0 pg) L
Platelet : 350 K/uL (150-450 K/uL)

Blood Sugar (7 Februari 2019 pk 03.00 WITA)


Blood Sugar: 83 mg/dL (<150 mg/dL)

3.6 Assesment
Kejang Demam Kompleks ec Diare Akut Tanpa Dehidrasi
+ Anemia Ringan Hipokromik Mikrositer ec Susp Anemia Defisiensi Besi
+ Gizi Baik

3.7 Penatalaksanaan
Rencana Terapi:
- MRS
- 02 (1 liter/menit)
- Cairan maintenance 910 ml/hari ~ IVFD D5 ¼ NS% 12 tetes/menit
(makro)
- Phenobarbital IM 75 mg,
dilanjutkan 12 jam kemudian dengan Phenobarbital Oral 8 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis selama 2 hari ~ 36,4 mg @ 12 jam,
23

dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (pada hari ke-3) ~ 22,7


mg @ 12 jam
- Cefotaxim 25mg/kgBB/kali ~ 227,5 mg @ 8 jam (1)
- Paracetamol fl 10 mg/kgBB/kali ~ 91 mg ~ 9,1 cc/kali, bila Tax ≥ 38oC
dapat diulang setiap 4 jam
Rencana Diagnostik:
- Feses Lengkap
- Pemeriksaan Serum Feritin, SI, TIBC, Transferin
RencanaMonitoring:
- Vital Sign & Keluhan
- Kejang
- Kesadaran

3.8 Prognosis
Dubius ad bonam

3.9 Follow up
Tanggal S O A P
08/02/20 Kejang (-) Status present KDK ec Diare Th/
19 Akut Tanpa
Demam (-) KU : sedang IVFD D5 ¼ NS% 12
Dehidrasi
tetes/menit (makro)
Mencret (-) Kes : E4V3M4 (11/11) -
+ Anemia Ringan
Compos mentis Phenobarbital 40 mg
Mual (-) Hipokromik
@ 12 jam (oral)
Nadi : 130 x/menit Mikrositer ec Susp
Muntah (-) Anemia Defisiensi Cefotaxime 300 mg @
RR : 40 x/menit Besi
Makan (-) 8 jam (IV) (2)
T ax : 36,4 0C + Gizi Baik
Minum (+) Paracetamol 9,1 mg ~
cth ¾ bila Tax ≥ 38oC
BAB (-)
Status general
BAK (+)
Kepala: normosefali Mx/-vital sign &
keluhan
Mata: pucat -/-, ikterus -
/-, RP +/+ isokor - kejang

THT: NCH (-), cyanosis


(-), sekret (-), faring
24

hiperemis (-)
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor: S1S2 tunggal,
reguler, murmur (-)
Po: vesikuler +/+,
ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen: distensi (-),
bising usus (+) normal
Ekstremitas: hangat (+),
edema (-)
09/02/20 Kejang (-) Status present KDK ec Diare Th/
19 Akut Tanpa
Demam (-) KU : ringan Kebutuhan cairan 910
Dehidrasi
ml/hari ~ mampu
Mencret (-) Kes : E4V3M4 (11/11) -
+ Anemia Ringan minum seluruhnya 
Compos mentis
Mual (-) Hipokromik Stopper
Nadi : 120 x/menit Mikrositer ec Susp
Muntah (-) Phenobarbital 25 mg
Anemia Defisiensi
RR : 30 x/menit @ 12 jam (oral)
Makan (-) Besi
T ax : 36,9 0C + Gizi Baik
Cefotaxime 300 mg @
Minum (+) 8 jam (IV) (3)
BAB (+) Paracetamol 9,1 mg ~
Status general cth ¾ bila Tax ≥ 38oC
BAK (+)
Kepala: normosefali
Mata: pucat -/-, ikterus - Dx/ cek DL besok
/-, RP +/+ isokor
THT: NCH (-), cyanosis
(-), sekret (-), faring Mx/-vital sign &
hiperemis (-) keluhan

Thorax: simetris (+), - kejang


retraksi (-)
Cor: S1S2 tunggal,
reguler, murmur (-)
Po: vesikuler +/+,
ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen: distensi (-),
25

bising usus (+) normal


Ekstremitas: hangat (+),
edema (-)
10/02/20 Kejang (-) Status present KDK ec Diare Th/
19 Akut Tanpa
Demam (-) KU : ringan Kebutuhan cairan 910
Dehidrasi
ml/hari ~ mampu
Mencret (-) Kes : E4V3M4 (11/11) -
+ Anemia Ringan minum seluruhnya 
Compos mentis
Mual (-) Hipokromik Stopper
Nadi : 120 x/menit Mikrositer ec Susp
Muntah (-) Phenobarbital 25 mg
Anemia Defisiensi
RR : 28 x/menit @ 12 jam (oral)
Makan (+) Besi
T ax : 36,3 0C + Gizi Baik
Cefotaxime 300 mg @
Minum (+) 8 jam (IV) (4)
BAB (+) Paracetamol 9,1 mg ~
Status general cth ¾ bila Tax ≥ 38oC
BAK (+)
Kepala: normosefali
Mata: pucat -/-, ikterus - Mx/-vital sign &
/-, RP +/+ isokor keluhan
THT: NCH (-), cyanosis - kejang
(-), sekret (-), faring
hiperemis (-)
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor: S1S2 tunggal,
reguler, murmur (-)
Po: vesikuler +/+,
ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen: distensi (-),
bising usus (+) normal
Ekstremitas: hangat (+),
edema (-)

Darah Lengkap (10


Februari 2019 pk 09.30
WITA)
Leukosit : 4,7 (N)
26

#Lymph : 3,5 (N)


#Gran : 0,8 (L)
Hemoglobin : 7,9 (L)
Hematokrit : 23,3 (L)
MCV: 64,8 (L)
MCH : 22 (L)
Platelet : 261 (N)
11/02/20 Kejang (-) Status present KDK ec Diare Th/
19 Akut Tanpa
Demam (-) KU : ringan Kebutuhan cairan 910
Dehidrasi
ml/hari ~ mampu
Mencret (-) Kes : E4V3M4 (11/11) -
+ Anemia Ringan minum seluruhnya 
Compos mentis
Mual (-) Hipokromik Stopper
Nadi : 110 x/menit Mikrositer ec Susp
Muntah (-) Phenobarbital 25 mg
Anemia Defisiensi
RR : 26 x/menit @ 12 jam (oral)
Makan (+) Besi
T ax : 36,4 0C + Gizi Baik
Cefotaxime 300 mg @
Minum (+) 8 jam (IV) (5)
BAB (+) Paracetamol 9,1 mg ~
Status general cth ¾ bila Tax ≥ 38oC
BAK (+)
Kepala: normosefali
Mata: pucat -/-, ikterus - Mx/-vital sign &
/-, RP +/+ isokor keluhan
THT: NCH (-), cyanosis kejang
(-), sekret (-), faring
hiperemis (-)
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor: S1S2 tunggal,
reguler, murmur (-)
Po: vesikuler +/+,
ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen: distensi (-),
bising usus (+) normal
Ekstremitas: hangat (+),
edema (-)
BAB IV
PEMBAHASAN

Masalah yang dibahas pada kasus ini adalah:


1. masalah diagnosis
2. masalah penatalaksanaan

4.1 Masalah Diagnosis


Dari hasil heteroanamnesis yang dilakukan terhadap ibu pasien didapatkan
pasien IPK berumur 11 bulan 10 hari, memiliki keluhan utama kejang. Pasien
dikeluhkan kejang sebanyak dua kali. Kejang pertama terjadi dengan durasi
kejang kira-kira 20 menit (tanggal 07/02/2019 pukul 01.00 WITA). Kejang
terjadi di seluruh tubuh dengan tangan dan kaki awalnya kaku kemudian
menghentak-hentak, lidah tergigit, mata mendelik ke atas tanpa disertai mulut
keluar busa dan kencing. Kejang berhenti setelah dimasukan obat antikejang
melalui pantat di Klinik. Setelah kejang, pasien lalu tersadar dan menangis.
Pasien kembali mengalami kejang untuk kedua kalinya dengan jarak kira-kira
sekitar 10 menit setelah kejang yang pertama. Pasien kemudian langsung
dibawa ke RSKI Denpasar. Selama perjalanan pasien tetap mengalami kejang
dengan durasi kejang kira-kira selama 15 menit. Kejang kedua dikatakan
hanya kaku di tangan dan kaki tanpa adanya gerakan menghentak-hentak,
lidah tergigit, mata mendelik keatas, mulut keluar busa dan kencing. Pasien
juga dikatakan mengalami panas badan mendadak sejak 1 hari SMRS (tanggal
06/02/2019 pukul 21.00 WITA). Demam timbul mendadak tinggi dan
menetap dengan suhu aksila 38,7oC. Pasien dikatakan mengalami mencret
sebanyak 4 kali sejak 1 hari SMRS (06/02/2019). Konsistensi BAB dikatakan
menjadi lebih encer, tinja bercampur dengan kencing, berwarna kuning
kehijauan, terdapat sedikit ampas tanpa adanya darah dan lendir. Nafsu makan
dan minum dikatakan berkurang sejak mencret.
Dari hasil anamnesis, umur pasien 11 bulan 10 hari sesuai dengan
kelompok umur yang mengalami prevalensi kejang demam yakni terjadi pada
2-4% anak berumur 6 bulan-5 tahun. Keluhan subjektif yang diperoleh juga

27
28

sesuai dengan teori kejang demam yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Dimana pasien mengalami demam tinggi dengan suhu
aksila 38,7oC lalu mengalami kejang. Pasien mengalami kejang banyak 2 kali
dalam 2 jam dengan durasi lebih dari 15 menit sesuai dengan ciri kejang
demam kompleks yaitu kejang lama > 15 menit, berulang atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam dan kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial. Pasien juga mengalami mencret sebanyak 4 kali
dengan konsistensi lebih encer sesuai dengan etiologi penyebab kejang
demam yaitu semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat
yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam dimana salah
satu penyakit tersering yang dapat menyebabkan kejang adalah gastroenteritis
akut.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, ditemukan status
present keadaan umum pasien masih tampak lemas, nadi : 140x/menit,
reguler, isi cukup, RR : 30x/menit, Tax: 38,4° C BB: 9,1 kg, PB: 73 cm, BBI :
9,1 kg, dan Status Gizi : 100 % (Gizi Baik ~ Waterlow). Pemeriksaan fisik
kepala, mata, THT, bibir, leher, thoraks, abdomen, ektremitas, genitalia
eksterna, anus dan kulit juga dalam batas normal. Refleks meningeal berupa
reflex fisiologis dedapatkan pada keempat ekstrimitas dan reflex patologis,
kernig sign, brudzinski I/II serta kaku kuduk tidak ditemukan. Sementara pada
pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan leukosit: 14,1 K/uL (4,0-
10,0 mmol/L), #Lymph: 2,1 K/uL (0,8-4,0 K/uL), #Gran: 11,5 K/uL (2,0-7,0
K/uL), hemoglobin: 9,4 g/DL (11,0-16,0 g/dL), hematokrit: 27,6% (37-54 %),
MCV: 64,4 fL (82,0-95,0 fL), MCH 21,9 pg (27,0-31,0 pg), platelet: 350 K/uL
(150-450 K/uL) dan blood sugar: 83 mg/dL (<150 mg/dL).
Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada
pasien juga mengarahkan diagnosis ke arah Kejang Demam Kompleks ec
Diare Akut Tanpa Dehidrasi + Anemia Ringan Hipokromik Mikrositer ec
Susp Anemia Defisiensi Besi + Gizi Baik.
29

4.2 Masalah Penatalaksanaan


Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini berupa MRS, pemberian
02 (1 liter/menit), terapi cairan berupa cairan maintenance 910 ml/hari ~ IVFD
D5 ¼ NS% 12 tetes/menit (makro), pemberian phenobarbital IM 75 mg
dilanjutkan 12 jam kemudian dengan phenobarbital Oral 8 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis selama 2 hari ~ 36,4 mg @ 12 jam dilanjutkan dengan 5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (pada hari ke-3) ~ 22,7 mg @ 12 jam, pemberian
cefotaxim 25mg/kgBB/kali ~ 227,5 mg @ 8 jam, dan pemberian paracetamol
fl 10 mg/kgBB/kali ~ 91 mg ~ 9,1 cc/kali, bila Tax ≥ 38oC dapat diulang
setiap 4 jam. Pemberian cairan intravena diberikan pada pasien karena dari
anamnesis dikatakan pasien mengalami penurunan nafsu makan dan minum.
Pemilihan terapi atau tata laksana yang diberikan pada pasien ini sudah tepat.
Monitoring tanda vital, status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan
kecepatan tetes infus penting dilakukan untuk dapat mencegah munculnya
komplikasi lebih lanjut. Prognosis pasien dengan KDK biasanya tergantung
pada kecepatan dan ketepatan penanganan yang diberikan. Pada pasien ini
tergolong dubius ad bonam karena pasien sudah mendapat penanganan
dengan cepat sebelum munculnya komplikasi, terlihat dari keadaan umum
pasien sudah membaik.
BAB V
KESIMPULAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Semua jenis
infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat
menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang
demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis,
otitis media akut, gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran
kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.
Kejang demam dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain Kejang Demam
Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau KDS adalah kejang
demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya akan berhenti
sendiri, kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, tidak
berulang dalam waktu 24 jam dan Kejang Demam Kompleks atau complex febrile
seizure atau KDK adalah kejang demam dengan kejang lama > 15 menit, kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang. Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang
menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. Penatalaksanaan kejang demam
dibagi menjadi pengobatan pada saat kejang, pengobatan rumat, dan pengobatan
intermiten berupa antipiretik dan antikonvulsan pada saat kejang.
Pada kasus, pasien merupakan anak laki-laki berusia 11 bulan 10 hari
dengan keluhan utama kejang sebanyak dua kali tanpa riwayat kejang
sebelumnya. Pasien juga mengalami demam tinggi 38,9oC dan mencret sejak satu
hari sebelumnya. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis dengan Kejang Demam Kompleks ec Diare Akut Tanpa
Dehidrasi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures. Clinical review. BMJ 2014: 334:
307-11.
2. Hirtz DG. Febrile seizures. Pediatr Rev 1997;18(1); 5-9
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2016.
4. Johnston MV. Seizures in Childhood. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB (eds). Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelpia 2014:
WB Saunders.
5. Tejani, NR. Pediatrics, febrile seizures. Emedicine 2016.
6. Febrile seizures: causes, symptoms, diagnosis and treatment. Available at:
www. medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm (Accesed : 12 Februari
2019)
7. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan
anak rsup sanglah, denpasar. Denpasar 2000 : Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK Unud/RSUP Sanglah.
8. Rudolph AM. Febrile seizures. Rudoplh Pediatrics. 20th ed. Appleton &
Lange, 2017.
9. Livingston S. The Child who has had one convulsion. Pediatrics
1964;33;1001-2
10. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood febrile seizures : overview and
implications. Int J Med Sci 2017; 4(2): 110-4.

31

Anda mungkin juga menyukai