AN
Oleh :
dr. Odilia Dea Novena
Pembimbing :
dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, M.Sc, Sp.A (K)
Pendamping :
dr. Puteri Saraswati
dr. Valery Vincenzo Pattiwael
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Kejang Demam Kompleks” ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia di Rumah Sakit Kasih Ibu, Denpasar, Bali.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, M.Sc, Sp.A (K) selaku dokter
pembimbing laporan kasus yang telah banyak membimbing dan memberikan
saran.
2. dr. Puteri Saraswati dan dr. Valery Vincenzo Pattiwael selaku dokter
pembimbing internsip yang telah mendampingi penulis dalam Program
Intersip Dokter Indonesia ini.
3. dr. I Wayan Kesumadana, Sp.OG-KFER selaku Direktur Utama RS Kasih Ibu
Denpasar atas dukungannya terhadap kegiatan dokter internsip.
4. Seluruh staf RS Kasih Ibu, Denpasar, Bali.
5. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
Pembimbing
Pendamping I Pendamping II
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.3 Dari definisi tersebut, terdapat penjelasan dari definisi kejang
demam sebagai berikut.
Pada umumnya kejang demam terjadi pada anak berumur 6 bulan – 5
tahun & sekitar 2-4% anak pernah mengalami kejang demam.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
susunan saraf pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.3
2.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada sekitar 2-4% anak di Amerika Serikat,
Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Dilaporkan bahwa pada negara-negara Asia
kasus kejang demam lebih sering terjadi. Beberapa studi prospektif besar
mendapatkan bahwa pada sekitar 20% kasus, kejang demam pertama merupakan
kejang demam kompleks. Usia paling sering awitan dari kejang demam ialah pada
tahun kedua kehidupan. Kejang demam dilaporkan sedikit lebih sering pada laki-
laki. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral
yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.2
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam.4 Setelah kejang demam pertama kali, sekitar
33% anak akan mengalami rekurensi sebanyak satu kali atau lebih. Makin muda
usia kejang demam pertama terjadi, lebih besar kemungkinan mengalami
2
3
2.3 Etiologi
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.4, 6
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut (cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
4
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga
dapat menyebabkan kejang demam.1,2,5
2.4 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.7,8
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
5
2.5 Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) tahun 2004, kejang demam
dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain sebagai berikut.3
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), atau KDS
2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure), atau KDK
Kejang Demam Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau
KDS adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.3
Kejang Demam Kompleks atau complex febrile seizure atau KDK adalah
kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini.3
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.3
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial.3
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak
yang mengalami kejang demam.3
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua:2,9
6
selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi
otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.2,5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.2,5
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
2.7 Diagnosis
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan
elektrolit dan adanya lesi structural pada sistem saraf, misalnya epilepsi.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.1,3,5,6
a. Anamnesis5,6
waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
sifat kejang (fokal atau umum)
Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
9
b. Pemeriksaan fisik5,6
Tanda vital terutama suhu
Manifestasi kejang yang terjadi, misal: pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun–ubun besar yang tegang
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang
dapat disebabkan oleh pendarahan subaraknoid atau subdural. Pada bayi
yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan
janin dikepala atau fontanel anterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan korteks
serebri.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena
yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
10
c. Pemeriksaan laboratorium1,3,5
Darah tepi lengkap mencari penyebab demam
Elektrolit, glukosa darah menyingkirkan diare, muntah, hal lain yang dapat
mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.
Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal mencari gangguan metabolisme
Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat pada ensefalitis
akut/ensefalopati.
d. Pemeriksaan penunjang1,2,3,5
Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan
diharuskan dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan
pada KDK
CT-scan atau MRI tidak dilakukan pada KDS yang terjadi pertama kali,
akan tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK
untuk menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau
multipel
2.9 Penataksanaan
A. Pengobatan Pada Saat Kejang
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam
rektal adalah:
Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di
atas usia 3 tahun, atau
Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg, atau
0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali
Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati
dengan depresi pernafasan. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang,
12
dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti
sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali
dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara
intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang,
berikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti,
tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang memerlukan
pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.3
B. Pengobatan Rumat
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus
untuk waktu yang cukup lama.
Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam
hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain
tidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam.
Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan
fenobarbital 3-4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus
yang sangat selektif.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar (40-50%). Sedangkan pemakaian asam valproat pada
usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan hepatitis namun insidennya
kecil. Bila memberikan valproate perlu dilakukan pemeriksaan SGOT dan
SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salah
satu ciri sebagai berikut :
1. Kejang lama > 15 menit
13
C. Pengobatan Intermiten
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang
diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang
demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa
pengalaman menunjukkan bahwa antipiretik tetap bermanfaat.
Antipiretik yang dapat digunakan adalah :
Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali.
Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3-4 kali sehari.
Antikonvulsan pada saat kejang
Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3-2/3 kasus).
Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB setiap 8
jam pada suhu > 38,5 0 C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.3
14
(5 menit)
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kg BB
Kecepatan 0,5-1 mg/kg BB/menit
(Pastikan ventilasi adekuat)
KEJANG
Transfer ke ICU
Keterangan
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan
cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.
15
2.10 Prognosis
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Bila terjadi kejang, hal-hal yang dapat dilakukan antara lain sebagai
berikut.
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama (Heteroanamnesis – Ibu Pasien)
Kejang
17
18
menit. Kejang kedua dikatakan hanya kaku di tangan dan kaki tanpa adanya
gerakan menghentak-hentak, lidah tergigit, mata mendelik keatas, mulut
keluar busa dan kencing.
Pasien juga dikatakan mengalami panas badan mendadak sejak 1 hari
SMRS (tanggal 06/02/2019 pukul 21.00 WITA). Demam timbul mendadak
tinggi dan menetap dengan suhu aksila 38,7oC. Orang tua pasien tidak
memberikan obat penurun panas karena berencana untuk membawa pasein
berobat ke Puskesmas pada keesokan harinya (07/02/2019).
Pasien dikatakan mengalami mencret sebanyak 4 kali sejak 1 hari SMRS
(06/02/2019). Konsistensi BAB dikatakan menjadi lebih encer, tinja
bercampur dengan kencing, berwarna kuning kehijauan, terdapat sedikit
ampas tanpa adanya darah dan lendir. Nafsu makan dan minum dikatakan
berkurang sejak mencret. Keluhan batuk, pilek dan sesak napas disangkal.
Keluhan mual dan muntah juga disangkal oleh keluarga pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien diberikan obat antikejang melalui pantat dan juga obat penurun
panas saat dibawa ke Klinik dekat rumahnya sebelum dirujuk ke RSKI
Denpasar.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
19
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara section caesaria, cukup bulan, segera menangis,
ditolong oleh dokter. Berat badan lahir 3350 kg, panjang badan lahir 49 cm,
lingkar kepala dan lingkar dada saat lahir dikatakan lupa.
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x
Hepatitits B : 3x
Polio : 4x
DPT : 3x
Campak : 1x
Riwayat Nutrisi
ASI : 0 hari – sekarang, frekuensi 7x/hari
Susu Formula :-
Bubur Susu : 6 bulan – 8 bulan, frekuensi 3x/hari
Nasi Tim : 8 bulan – sekarang, frekuensi 3x/hari
Makanan Dewasa :-
Riwayat Perkembangan
Menegakkan Kepala : 3 bulan
Membalik Badan : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan :-
Berbicara :-
Kesan Normal
20
Riwayat Operasi/Transfusi/Alergi
Pasien tidak pernah operasi dan tidak pernah menerima transfusi darah.
Riwayat alergi juga disangkal oleh keluarga pasien.
Status Antopometri
BB : 9,1 kg
PB : 73 cm
BBI : 9,1 kg
Lingkar Kepala : 46 cm
LILA : 15,5 cm
BB/U : SD -2 s/d 0
PB/U : SD -2 s/d 0
BB/PB : SD 0
Status Gizi : 100 % (Gizi Baik ~ Waterlow)
Status General
Kepala : Normocephali, Ubun-ubun besar: datar
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Refleks pupil +/+ isokor, cowong
(-), air mata (+)
THT
Telinga : Auricula dextra et sinistra: hiperemi (-), edema (-),
Sekret (-), nyeri (-), bagian dalam sulit dievaluasi
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Tenggorokan : Faring hiperemi (-), tonsil T1/T1, hiperemi (-)
21
3.6 Assesment
Kejang Demam Kompleks ec Diare Akut Tanpa Dehidrasi
+ Anemia Ringan Hipokromik Mikrositer ec Susp Anemia Defisiensi Besi
+ Gizi Baik
3.7 Penatalaksanaan
Rencana Terapi:
- MRS
- 02 (1 liter/menit)
- Cairan maintenance 910 ml/hari ~ IVFD D5 ¼ NS% 12 tetes/menit
(makro)
- Phenobarbital IM 75 mg,
dilanjutkan 12 jam kemudian dengan Phenobarbital Oral 8 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis selama 2 hari ~ 36,4 mg @ 12 jam,
23
3.8 Prognosis
Dubius ad bonam
3.9 Follow up
Tanggal S O A P
08/02/20 Kejang (-) Status present KDK ec Diare Th/
19 Akut Tanpa
Demam (-) KU : sedang IVFD D5 ¼ NS% 12
Dehidrasi
tetes/menit (makro)
Mencret (-) Kes : E4V3M4 (11/11) -
+ Anemia Ringan
Compos mentis Phenobarbital 40 mg
Mual (-) Hipokromik
@ 12 jam (oral)
Nadi : 130 x/menit Mikrositer ec Susp
Muntah (-) Anemia Defisiensi Cefotaxime 300 mg @
RR : 40 x/menit Besi
Makan (-) 8 jam (IV) (2)
T ax : 36,4 0C + Gizi Baik
Minum (+) Paracetamol 9,1 mg ~
cth ¾ bila Tax ≥ 38oC
BAB (-)
Status general
BAK (+)
Kepala: normosefali Mx/-vital sign &
keluhan
Mata: pucat -/-, ikterus -
/-, RP +/+ isokor - kejang
hiperemis (-)
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor: S1S2 tunggal,
reguler, murmur (-)
Po: vesikuler +/+,
ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen: distensi (-),
bising usus (+) normal
Ekstremitas: hangat (+),
edema (-)
09/02/20 Kejang (-) Status present KDK ec Diare Th/
19 Akut Tanpa
Demam (-) KU : ringan Kebutuhan cairan 910
Dehidrasi
ml/hari ~ mampu
Mencret (-) Kes : E4V3M4 (11/11) -
+ Anemia Ringan minum seluruhnya
Compos mentis
Mual (-) Hipokromik Stopper
Nadi : 120 x/menit Mikrositer ec Susp
Muntah (-) Phenobarbital 25 mg
Anemia Defisiensi
RR : 30 x/menit @ 12 jam (oral)
Makan (-) Besi
T ax : 36,9 0C + Gizi Baik
Cefotaxime 300 mg @
Minum (+) 8 jam (IV) (3)
BAB (+) Paracetamol 9,1 mg ~
Status general cth ¾ bila Tax ≥ 38oC
BAK (+)
Kepala: normosefali
Mata: pucat -/-, ikterus - Dx/ cek DL besok
/-, RP +/+ isokor
THT: NCH (-), cyanosis
(-), sekret (-), faring Mx/-vital sign &
hiperemis (-) keluhan
27
28
sesuai dengan teori kejang demam yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Dimana pasien mengalami demam tinggi dengan suhu
aksila 38,7oC lalu mengalami kejang. Pasien mengalami kejang banyak 2 kali
dalam 2 jam dengan durasi lebih dari 15 menit sesuai dengan ciri kejang
demam kompleks yaitu kejang lama > 15 menit, berulang atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam dan kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial. Pasien juga mengalami mencret sebanyak 4 kali
dengan konsistensi lebih encer sesuai dengan etiologi penyebab kejang
demam yaitu semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat
yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam dimana salah
satu penyakit tersering yang dapat menyebabkan kejang adalah gastroenteritis
akut.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, ditemukan status
present keadaan umum pasien masih tampak lemas, nadi : 140x/menit,
reguler, isi cukup, RR : 30x/menit, Tax: 38,4° C BB: 9,1 kg, PB: 73 cm, BBI :
9,1 kg, dan Status Gizi : 100 % (Gizi Baik ~ Waterlow). Pemeriksaan fisik
kepala, mata, THT, bibir, leher, thoraks, abdomen, ektremitas, genitalia
eksterna, anus dan kulit juga dalam batas normal. Refleks meningeal berupa
reflex fisiologis dedapatkan pada keempat ekstrimitas dan reflex patologis,
kernig sign, brudzinski I/II serta kaku kuduk tidak ditemukan. Sementara pada
pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan leukosit: 14,1 K/uL (4,0-
10,0 mmol/L), #Lymph: 2,1 K/uL (0,8-4,0 K/uL), #Gran: 11,5 K/uL (2,0-7,0
K/uL), hemoglobin: 9,4 g/DL (11,0-16,0 g/dL), hematokrit: 27,6% (37-54 %),
MCV: 64,4 fL (82,0-95,0 fL), MCH 21,9 pg (27,0-31,0 pg), platelet: 350 K/uL
(150-450 K/uL) dan blood sugar: 83 mg/dL (<150 mg/dL).
Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada
pasien juga mengarahkan diagnosis ke arah Kejang Demam Kompleks ec
Diare Akut Tanpa Dehidrasi + Anemia Ringan Hipokromik Mikrositer ec
Susp Anemia Defisiensi Besi + Gizi Baik.
29
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Semua jenis
infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat
menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang
demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis,
otitis media akut, gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran
kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.
Kejang demam dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain Kejang Demam
Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau KDS adalah kejang
demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya akan berhenti
sendiri, kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, tidak
berulang dalam waktu 24 jam dan Kejang Demam Kompleks atau complex febrile
seizure atau KDK adalah kejang demam dengan kejang lama > 15 menit, kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang. Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang
menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. Penatalaksanaan kejang demam
dibagi menjadi pengobatan pada saat kejang, pengobatan rumat, dan pengobatan
intermiten berupa antipiretik dan antikonvulsan pada saat kejang.
Pada kasus, pasien merupakan anak laki-laki berusia 11 bulan 10 hari
dengan keluhan utama kejang sebanyak dua kali tanpa riwayat kejang
sebelumnya. Pasien juga mengalami demam tinggi 38,9oC dan mencret sejak satu
hari sebelumnya. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis dengan Kejang Demam Kompleks ec Diare Akut Tanpa
Dehidrasi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures. Clinical review. BMJ 2014: 334:
307-11.
2. Hirtz DG. Febrile seizures. Pediatr Rev 1997;18(1); 5-9
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2016.
4. Johnston MV. Seizures in Childhood. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB (eds). Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelpia 2014:
WB Saunders.
5. Tejani, NR. Pediatrics, febrile seizures. Emedicine 2016.
6. Febrile seizures: causes, symptoms, diagnosis and treatment. Available at:
www. medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm (Accesed : 12 Februari
2019)
7. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan
anak rsup sanglah, denpasar. Denpasar 2000 : Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK Unud/RSUP Sanglah.
8. Rudolph AM. Febrile seizures. Rudoplh Pediatrics. 20th ed. Appleton &
Lange, 2017.
9. Livingston S. The Child who has had one convulsion. Pediatrics
1964;33;1001-2
10. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood febrile seizures : overview and
implications. Int J Med Sci 2017; 4(2): 110-4.
31