Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

BAYI BERAT LAHIR RENDAH DENGAN HYALINE


MEMBRANE DISEASE

Oleh:
Kelompok A1

Fitri Aulia Rahmi, S. Ked 04084822124043


Sylvia Stephanie Siahaan, S. Ked 04084822124098
Laras Pramudita Setyabrata, S. Ked 04084822124058

Pembimbing:
dr. Arinta Atmasari, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SITI FATIMAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
BAYI BERAT LAHIR RENDAH DENGAN HYALINE MEMBRANE
DISEASE

Oleh:

Fitri Aulia Rahmi, S. Ked 04084822124043


Sylvia Stephanie Siahaan, S. Ked 04084822124098
Laras Pramudita Setyabrata, S. Ked 04084822124058

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah


Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Palembang periode 06 September – 09 Oktober
2021.

Palembang, Oktober 2021

dr. Arinta Atmasari, Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha
Pengasih dan Maha Penyayang karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus berjudul “Bayi Berat Lahir Rendah dengan
Hyaline Membrane Disease”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat
mengikuti kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Siti
Fatimah Palembang/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dengan selesainya penyusunan laporan kasus ini, perkenankanlah penulis
untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada dr. Arinta
Atmasari, Sp.A. sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam pembuatan laporan kasus ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat-Nya kepada
pembimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii


KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
BAB 2 STATUS PASIEN .................................................................................. 2
2.1 Identifikasi .................................................................................... 2
2.2 Anamnesis .................................................................................... 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ......................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 6
2.5 Resume ......................................................................................... 7
2.6 Diagnosis – Diagnosis Banding ..................................................... 8
2.7 Diagnosis Kerja ............................................................................. 8
2.8 Tatalaksana ................................................................................... 8
2.9 Prognosis ...................................................................................... 8
2.10 Follow Up ..................................................................................... 9
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 11
3.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ............................................... 11
Definisi.......................................................................... 11
Klasifikasi ..................................................................... 11
Epidemiologi ................................................................. 13
Faktor Risiko ................................................................. 14
Patogenesis .................................................................... 17
Manifestasi Klinis .......................................................... 18
Tatalaksana.................................................................... 19
Edukasi.......................................................................... 21
3.2 Respiratory Distress Syndrome (RDS) ........................................ 21
Definisi.......................................................................... 21
Klasifikasi ..................................................................... 22
Etiologi dan Patofisiologi .............................................. 26
Manifestasi Klinis .......................................................... 28

iv
Diagnosis....................................................................... 29
Tatalaksana.................................................................... 30
Komplikasi .................................................................... 32
Prognosis ....................................................................... 32
BAB 4 ANALISIS MASALAH ........................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 38

v
BAB 1
PENDAHULUAN

Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau gangguan pernafasan pada bayi


baru lahir biasanya menunjukkan gejala takipnea dengan laju pernapasan lebih
dari 60 pernapasan per menit disertai dengan grunting, retraksi dada, nafas
cuping hidung, dan sianosis. Sindrom ini terjadi beberapa saat setelah lahir (4-
6 jam) yang ditandai adanya pemapasan cuping hidung, dispnu atau takipnu,
retraksi (suprasternal, interkostal, atau epigastrium), sianosis, suara merintih
saat ekspirasi, yang menetap dan menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama
kehidupan.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan keadaan darurat yang
sering dan memiliki tingkat prevelansi kesakitan dan kematian yang tinggi.
Bayi baru lahir dengan gejala kegawatan pernafasan memerlukan perawatan
khusus seperti pemberian alat bantu pernafasan.
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi
angka kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan. Bayi
BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.
Persalinan prematur merupakan penyebab utama kematian neonatal dini dan
memberikan kontribusi lebih dari 70% penyebab kematian perinatal pada bayi
tanpa kelainan bawaan. Pada bayi kurang bulan (prematur) sering timbul
penyulit yang berhubungan dengan kekurang-matangan organ. Penyakit
membran hialin (PMH) merupakan penyebab terbanyak angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur. 100.000. Selain berhubungan dengan usia
kehamilan, angka kejadian PMH juga berhubungan dengan berat badan lahir.

1
BAB 2
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi
Nama : By. Ny. DA
Usia/Tgl lahir : 1 hari/ 24 September 2021
Jenis Kelamin : Laki – laki
Nama Ayah : Tn. A
Nama Ibu : Ny. DA
Bangsa : Indonesia
Alamat : Bukit Lama, Palembang
MRS tanggal : 24 September 2021

2.2 Anamnesis
Tanggal : Minggu, 24 September 2021
Diberikan oleh : Ibu kandung (Alloanamnesis)

Keluhan Utama
Bayi lahir tidak langsung menangis

Riwayat Perjalanan Penyakit


Bayi tunggal berjenis kelamin laki – laki lahir secara sectio caesaria
pada 24 september 2021 di OK RSUD Siti Fatimah atas indikasi usia
kehamilan 32 – 33 minggu dengan hipertensi dan bekas SC 2x ditolong oleh
dokter spesialis obstetrik ginekologi. Bayi lahir dari ibu G3P2A0 hamil
kurang bulan 32 – 33 minggu. Berat badan lahir 2307gr, panjang badan lahir
45cm, dan lingkar lengan atas 10cm. Bayi tidak langsung menangis dengan
APGAR score 2/8. Bayi mengalami sesak napas serta biru pada seluruh
tubuhsaat lahir. Biru pada pasien menghilang dengan pemberian oksigen.
Refleks menghisap bayi lemah dan bayi terlihat lemah.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu disangkal

Riwayat Kehamilan
GPA : G3P2A0
Periksa Kehamilan : Melakukan ANC rutin dengan dokter
spesialis obstetrik ginekologi
Minum Alkohol : Tidak pernah
Merokok : Tidak pernah
Makan obat-obatan tertentu : Tidak ada
Riwayat hipertensi ada, kencing manis tidak ada, penyakit lain seperti
keganasan, penyakit jantung, ginjal tidak ada. Riwayat perut diurut-urut tidak
ada. Riwayat trauma pada kehamilan tidak ada. Riwayat sakit gigi tidak ada.

Riwayat Persalinan
Presentasi : Kepala
Cara persalinan : Sectio Caesaria
KPSW : Tidak ada
Riwayat demam saat persalinan : Tidak ada
Riwayat ketuban hijau : Tidak ada
Keadaan saat lahir : Bayi tidak langsung menangis

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat dengan BPJS kelas II. Ayah pasien bekerja sebagai TNI-AD.
Keadaan sosial ekonomi keluarga pasien menengah

3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Tanggal Pemeriksaan: 24 September 2021 Pukul 16.45 WIB
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 2307gr
Panjang Badan : 45cm
Lingkar kepala : 32cm
LiLA : 10 cm
Aktivitas : Hipoaktif
Refleks Hisap : Lemah
Tangis : Sedang
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Ada, menghilang setelah pemberian oksigen
Ikterus : Tidak ada
Dispnea : Ada
HR : 180x/menit
RR : 68x/menit
SpO2 : 88 – 92% dengan oksien nasal kanul ½ L
Suhu : 36,5˚C

Pemeriksaan Fisik Khusus


Kepala
Bentuk : Normosefali, UUB datar, lembut, belum menutup
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Wajah : Dismorfik (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
superior dan inferior (-/-), pupil bulat, ditengah, diameter 3 mm,
isokor, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Napas cuping hidung (+), deformitas (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), labioskiziz (-), palatoskiziz (-)

4
Telinga : Posisi low set ear (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), webbed neck (-)

Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis kanan = kiri, retraksi
intercostal, subcostal, dan epigastrium (+), barrel chest (-),
pectus carinatum (-), pectus excavatum (-)
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Tidak dilakukan
Palpasi : Lemas, hepar lien tidak teraba
Lipat Paha : Benjolan (-)

Genitalia dan Anus


Genitalia dan Anus: Ada

Refleks Primitif
Oral : (+)
Moro : (+)

5
Tonik Neck : (+)
Plantar Grasp : (+)
Palmar Grasp : (+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (RSUD Siti Fatimah, 24 September 2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi – CBC
Trombosit 195.000/mm3 130.000-450.000 /mm3
Hematokrit <1 bulan 36 31-55%
Hemoglobin <1 bulan 13,0 17-22 gram/dL
Eritrosit <1 bulan 3,3 3,0 – 5,4 juta/mm3
Leukosit <1 bulan 12.300 9.000 – 30.000/mm3
Hematologi – Dasar
Laju Endap Darah laki- 12 0-15 mm/jam
laki jam ke-1
Hematologi – Hitung Jenis Sel
Basofil 1 0-1%
Eosinofil 1 2-4 %
Monosit 14* 2-8 %
Limfosit 27 25-40 %
Segmen 57 50-70 %
Kimia Klinik - Gula Darah
Glukosa Sewaktu 196 80 – 120mg/dL
Sero-Imunologi-Infeksi Lain
CRP kualitatif Negatif Negatif

6
Pemeriksaan Radiologi
Foto thorax AP (Expertise dokter radiologi) (RSUD Siti Fatimah, 24
September 2021)
Deskripsi:
Foto thorax proyeksi AP
Hasil:
• Jantung ukuran tidak membesar
• Aorta kalsifikasi. Mediastinum superior melebar (thymus)
• Trakea ditengah. Hilus kanan kiri tidak menebal
• Tampak infiltrate di lapangan paru kedua paru
• Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip. Diafragma kanan kiri licin
• Tulang-tulang kesan intak

Kesan:
• HMD Grade II

2.5 Resume
Bayi Ny. DA, laki-laki, kurang bulan, berat badan lahir 2307gr, usia 1
hari, lahir pada tanggal 24 September 2021, lahir SC ditolong oleh dokter
spesialis obstetri ginekologi dari ibu G3P2A0, hamil kurang bulan, saat lahir
bayi tidak langsung menangis, APGAR score 2/8. Bayi mengalami dispneu
(nafas cuping hidung +, retraksi +, takipneu +) serta sianosis pada seluruh
tubuh saat lahir. Sianosis pada pasien menghilang dengan pemberian oksigen.
Refleks menghisap bayi lemah dan bayi hipotoni.

7
2.6 Diagnosis – Diagnosis Banding
- RDS ec HMD + BBLR
- RDS ec TTN + BBLR

2.7 Diagnosis Kerja


Neonatus : NKB-SMK
Ibu : G3P2A0 hamil usia 33 – 35 minggu JTH Preskep
Lahir : Sectio Caesaria
Asesmen : RDS ec HMD +BBLR

2.8 Tatalaksana
A. Pemeriksaan Anjuran
- Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, CRP, LED, dan GDS
- Rontgen thoraks AP
B. Terapi
• Suportif simtomatis
- CPAP FiO2 30% PEEP 6
• Kausatif
- Ampicilin 3x60mg IV
- Ceftazidime 3x120mg IV
• Diet
- ASI / PASI OGT

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

8
2.10 Follow Up
27 S: usia hari ke -4, sesak (-), A: BBLR + HMD grade II + Ikterus
September kuning (+), minum (+) oral neonatorum
2021 dan OGT P:
O: ● IVFD D10% 1/5 NS
● KU: Aktif 12cc/jam
● Hisap: sedang ● Ampicillin 3x60mg IV
● Tangis: kuat ● Ceftazidime 3x120mg IV
● HR: 135x/menit ● Sufor BBLR 8 x 25 – 30
● RR: 48x/min ml (OGT dan oral)
● Temp:36,8˚C ● Gentamicin Zalf 3 x 1
● SpO2: 95% ● Pindah neo
● BB: 2132gr
● Ikterik (+) Kramer I-II
● Keadaan spesifik:
- Kepala: NCH (-)
- Thoraks: simetris
➢ Cor: BJ I dan II
normal, murmur
(-)
➢ Pulmo: Vesikuler
(+/+), rhonki (-)
- Abdomen: Bising
usus (+) normal
- Ekstremitas: CRT
<3”
28 S: kuning (+), sesak (-), A: BBLR + HMD grade II + Ikterus
September minum belum bisa neonatorum
2021 sepenuhnya oral P:
O: ● IVFD D10% 1/5 NS
● KU: Aktif 12cc/jam

9
● Refleks hisap: sedang ● Ampicillin 3x60mg IV
● Tangis: kuat ● Ceftazidime 3x120gr IV
● HR: 150x/menit ● Ampicillin 3x60mg IV
● RR: 48x/min ● Sufor BBLR 8x20cc
● Temp:36,8˚C (OGT & oral)
● SpO2: 97% ● Stop Gentamicin zalf
● BB: 2150gr
● NCH (-)
● Ikterik (+) Kramer I-II
29 S: kuning (+), sesak (-), A: BBLR + HMD grade II +
September minum belum bisa Hiperbilirubinemia
2021 sepenuhnya oral P:
O: ● IVFD D10% 1/5 NS
● KU: Aktif 7cc/jam
● Refleks hisap: kuat ● Ampicillin 3x60mg IV
● Tangis: kuat ● Ceftazidime 3x120mg IV
● HR: 146x/menit ● ASI/PASI 8 x 20ml
● RR: 50x/min ● Cek bilirubin total
● Temp:36,5˚C ● Bilirubin total:
● SpO2: 97% 10,9mg/dL
● BB: 2236gr
● NCH (-)
● Ikterik (+) Kramer I-II

10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 BBLR
Definisi

Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam
waktu satu jam pertama setelah lahir. Pengukuran berat bayi lahir
dilakukan di tempat fasilitas kesehatan. Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <2500 gram
tanpa memandang masa gestasi.
Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah atau Low Birth Weight
Infant menurut WHO adalah bayi dengan berat lahir kurang atau
sama dengan 2500 gram (WHO, 2004). Kejadian bayi dengan berat
lahir rendah dapat terjadi pada bayi kurang bulan (kurang dari 37
minggu masa kehamilan) atau pada bayi cukup bulan/KMK (Kecil
Masa Kehamilan).

Klasifikasi

1. Berdasarkan Berat Lahir


a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat
lahir 1500-2500 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan
berat lahir 1000-1500 gram.
c. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) adalah bayi
dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.

2. Berdasarkan Keadaan Lahir


Menurut Maryunani (2009), kejadian BBLR dapat dibedakan
berdasarkan keadaan berikut:

11
a. NKB SMK (Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa
Kehamilan) merupakan bayi kurang bulan dengan berat lahir
rendah namun sesuai dengan masa kehamilan.
b. NKB KMK (Neonatus Kurang Bulan – Kecil Masa
Kehamilan) adalah bayi kurang bulan dan berat lahir rendah
serta kecil selama masa kehamilan.
c. NCB KMK (Neonatus Cukup Bulan – Kecil Masa Kehamilan)
adalah bayi cukup bulan dengan berat lahir rendah namun
sesuai masa kehamilan.

3. Gestasi
a. Prematuritas
Prematuritas adalah situasi dimana bayi lahir pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu (bayi kurang bulan). Bayi
lahir prematur dapat disebabkan uterus yang tidak mampu
menahan janin, kontraksi uterus yang terjadi sebelum cukup
bulan, plasenta yang lepas lebih cepat dari waktunya atau
adanya gangguan selama kehamilan. Bayi yang lahir prematur
belum mempunyai organ dan alat tubuh yang berfungsi secara
sempurna untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga dapat
memperburuk prognosis. Masa gestasi yang kurang dapat
menjadi penyulit atau komplikasi dalam kejadian BBLR.
b. Dismaturitas
Dismaturitas adalah berat bayi baru lahir yang kurang
apabila dibandingkan dengan berat lahir yang semestinya
untuk masa gestasi tersebut. Berat lahir bayi dikatakan kurang
dari berat lahir yang seharusnya untuk masa gestasi yang
dialami apabila berat lahir berada di <10 persentil jika dilihat
dari kurva pertumbuhan intrauterin Lubchenco atau <2 SD
(standar deviasi) menurut kurva pertumbuhan intrauterin
Usher dan McLean.

12
Dismaturitas dapat disebabkan oleh gangguan pertumbuhan
intrauterin atau terdapat kelainan kongenital. Efek hal ini
terhadap janin bervariasi sesuai dengan tahap pertumbuhan
janin saat penyebab tersebut terjadi.

Kurva Lubchencho

Sumber: Lubchenco, 1967. A Practical Classification Of


Newborn Infants By Weight And Gestasional Age. Journal of
Pediatric.

Epidemiologi

Kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) lebih sering terjadi di


negara berkembang atau negara dengan sosio-ekonomi rendah.
Menurut WHO, prevalens tentang BBLR didapat dari data fasilitas
kesehatan yang tersebar di seluruh dunia tetapi pada negara
berkembang, masih banyak bayi dengan berat lahir rendah yang

13
kemungkinan belum terdata karena tidak dilahirkan di fasilitas
kesehatan (WHO, 2004).

Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada


tahun 2013, prevalensi kejadian BBLR di Indonesia adalah sebesar
10,2%. Provinsi dengan prevalensi BBLR tertinggi adalah Sulawesi
Tengah dengan prevalensi sebesar 16,8% dan provinsi dengan
prevalensi BBLR terendah adalah Sumatera Utara dengan prevalensi
sebesar 7,2%.

Berdasarkan BPS Provinsi Sumatera Selatan, terdapat 272


kejadian BBLR yang lahir di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2019. Daerah dengan kejadian BBLR tertinggi adalah Kota
Palembang dengan jumlah 108 kelahiran sedangkan pada Kota
Lubuk Linggau tidak tercatat adanya kejadian BBLR. Angka ini
merupakan penurunan yang cukup signifikan dibandingkan 899
kejadian BBLR yang lahir di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2017.

Faktor Risiko

1. Usia Ibu
Usia ibu merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir rendah. Angka
kejadian tertinggi BBLR terdapat pada ibu yang berusia dibawah
20 tahun dan pada multigravida dengan jarak kehamilan terlalu
dekat.
Usia ibu yang terlalu muda (<20 tahun) biasanya
dihubungkan dengan keadaan emosional yang belum stabil untuk
menjadi seorang orangtua dan fisik yang belum siap untuk
kehamilan. Kehamilan pada remaja berdampak pada kebutuhan
zat gizi yang masih dibutuhkan dirinya sendiri untuk

14
pertumbuhan dan hal ini akan memengaruhi pertumbuhan bayi
nantinya.
Pada usia ibu yang terlalu tua (>35 tahun), kesehatan ibu
mulai menurun dimana kualitas sel telur mulai menurun,
kemungkinan terjadi pembuahan semakin kecil dan mulai terjadi
perubahan pada peredaran darah yang memengaruhi aliran darah
ke uterus yang nantinya berdampak pada pertumbuhan janin. Hal
itu dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan lama, anak
cacat dan pendarahan.
Kehamilan di atas usia 35 tahun tidak dianjurkan karena
pada umur ini mulai muncul penyakit degeneratif seperti
hipertensi, tumor jinak peranakan, dan gangguan sendi. Proses
degeneratif yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan usia terlalu
tua adalah penyempitan pembuluh darah pada arteriola
miometrium. Penyempitan tersebut menurunkan aliran darah ke
endometrium dan akan memengaruhi aliran darah secara
uteroplasenta. Sistem hormon yang mengatur siklus reproduksi
juga mengalami penurunan fungsi. Apabila seorang ibu
mengidap penyakit tersebut selama kehamilan, hal ini dapat
meningkatkan risiko lahirnya bayi dengan membawa kelainan.
Situasi ini juga akan sulit ketika ibu menghadapi persalinan
karena lemahnya kontraksi rahim dan tulang panggul.

2. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang dialami seorang ibu
sebelum persalinan sekarang. Seorang ibu dikatakan memiliki
paritas tinggi apabila telah melahirkan anak keempat atau lebih.
Paritas yang berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah adalah paritas nol (pertama kali melahirkan) atau paritas
lebih dari empat. Hal ini dikarenakan kondisi rahim yang belum

15
pulih untuk melahirkan kembali. Paritas dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
a. Primipara
Primipara adalah golongan ibu dengan paritas 1 (ibu yang
pernah melahirkan sebanyak 1 kali).
b. Multipara
Multipara adalah golongan ibu dnegan paritas 2-5 (ibu yang
pernah melahirkan sebanyak 2-5 kali).
c. Grade Multipara
Grade multipara adalah golongan ibu dengan paritas lebih
dari 5 kali (ibu yang telah melahirkan bayi lebih dari 5 kali).
Paritas 2 sampai 3 merupakan paritas yang teraman apabila
dilihat dari sudut maternal. Paritas yang tinggi dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang berdampak pada ibu dan
janin. Semakin tinggi paritas maka semakin lemah rahim
dikarenakan jaringan parut. Jaringan parut menyebabkan
persediaan darah ke plasenta menjadi tidak adekuat sehingga
dapat mengganggu distribusi nutrisi dari ibu ke janin. Semakin
tinggi paritas maka semakin tinggi risiko kematian maternal.
Risiko pada paritas dapat ditangani dengan asuhan obstetri yang
tepat dan dapat dicegah dengan melakukan Keluarga Berencana
(KB).

3. Umur Kehamilan
Usia kehamilan adalah taksiran usia janin yang dihitung dari
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) sampai pada saat
melahirkan. Umur kehamilan normal adalah 40 minggu atau 280
hari. Kehamilan dikatakan cukup bulan apabila dalam rentang
37-42 minggu. Kehamilan dikatakan belum cukup bulan apabila
dalam rentang kurang dari 37 minggu.

16
Berat badan bayi semakin bertambah seiring usia kehamilan.
Semakin pendek usia kehamilan, semakin kurang sempurna
pertumbuhan bayi sehingga memengaruhi berat badan bayi
(Aisah, 2016). Pertumbuhan janin yang belum sempurna
berpengaruh pada sistem pernapasan dan sistem reproduksi janin
karena mengalami kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya.

Patogenesis

Bayi dengan berat lahir rendah pada umumnya berhubungan


dengan kehamilan belum cukup bulan (premature) atau bayi cukup
bulan namun berat lahirnya lebih kecil dari masa kehamilan
(dismaturitas). Masalah ini disebabkan adanya gangguan sewaktu
dalam kandungan yang memengaruhi pertumbuhan bayi, seperti
penyakit ibu dan keadaan lain yang menyebabkan kurangnya suplai
makanan ke bayi.
Pada bayi lahir prematur, kejadian BBLR biasanya dihubungkan
pada keadaan dimana uterus tidak mampu untuk mempertahankan
janin (serviks inkompeten), gangguan selama kehamilan, gangguan
pada plasenta atau kontraksi pada uterus sebelum kehamilan
dinyatakan cukup bulan.
Apabila seorang ibu memiliki gangguan pada organ atau
peredaran darah, hal itu dapat memengaruhi sirkulasi dari ibu ke
janin. Alhasil pasokan nutrisi menjadi terganggu dan mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan janin (Aisah, 2016). Ibu hamil pada
umumnya mengalami deplesi zat besi sehingga pemberian besi ke
janin menjadi sedikit. Kekurangan zat besi dapat mengganggu
pertumbuhan janin. Hal ini dapat diperburuk dengan anemia gizi
yang dapat mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan,
abortus, kelainan bawaan, dan BBLR. Hal ini juga dapat
memperbesar kemungkinan kejadian melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah atau kematian perinatal.

17
Pada bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK), salah satu penyebab
yang dapat terjadi adalah gangguan pertumbuhan intrauterine atau
Intrauterine Growth Restriction (IUGR). Setiap organ dapat
dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan intrauterine dan efeknya
tidak sama. Misalnya, jika gangguan terjadi pada awal kehamilan,
pertumbuhan otak dan tulang rangka dapat terganggu sedangkan
ukuran hati, limpa dan timus berkurang apabila gangguan
pertumbuhan intrauterin terjadi pada akhir kehamilan.
Bayi dengan berat lahir rendah belum bisa mempertahankan suhu
tubuh yang normal karena pusat termoregulasi masih dalam
perkembangan, berat yang rendah sehingga cadangan energi kurang,
luas permukaan tubuh yang relatif luas sehingga risiko kehilangan
panas lebih cepat.

Manifestasi Klinis

Hal-hal yang perlu dipantau pada bayi baru lahir ;


1. Suhu badan bayi
2. Tanda-tanda vital bayi
3. Berat lahir bayi
4. Perawatan tali pusat bayi
5. Pakaian bayi
6. Pernafasan bayi.

Gambaran klinis umum BBLR:


1. Berat lahir kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm

Gambaran klinis bayi prematur/kurang bulan:


1. Kulit yang mengkilap dan tipis

18
2. Tulang rawan telinga lunak karena belum terbentuk dengan
sempurna.
3. Banyak dijumpai lanugo, terutama di punggung
4. Labia mayora belum menutupi labia minora (pada bayi
perempuan)
5. Ubun-ubun dan sutura lebar
6. Belum banyak lipatan skrotum dan testis terkadang belum turun
(pada bayi laki-laki)
7. Tangisan lemah
8. Refleks menghisap dan menelan lemah.

Gambaran bayi dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK) :


1. Pergerakan yang cukup aktif
2. Tangisan yang cukup kuat
3. Kulit yang keriput dan lemak bawah kulit yang tipis
4. Refleks menghisap cukup kuat

Tatalaksana

Tatalaksana untuk BBLR harus dilakukan sedini mungkin. Hal


yang paling penting dalam perawatan bayi dengan berat lahir rendah
adalah pemberian nutrisi yang adekuat. Intervensi melalui
pemberian nutrisi dapat mengoptimalkan perkembangan otak
(Anggraini, 2016).
Proses yang sangat penting dalam tatalaksana BBLR adalah
peningkatan berat badan. Proses peningkatan berat badan bayi
terjadi secara bertahap seiring bertambahnya umur bayi.
Peningkatan berat badan akan membantu tumbuh kembang bayi di
masa yang akan datang. Penurunan berat badan bayi baru lahir
disebabkan oleh ekskresi cairan esktravaskular pada minggu
pertama. Berat bayi bertambah saat bayi berusia dua minggu dan

19
harus bertumbuh sekitar 30g/hari selama satu bulan pertama
kehidupan (Anggraini, 2016).
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang paling utama bagi
bayi. Apa faktor mengisap bayi masih kurang, maka air susu ibu
dapat ddiberi dengan sendok secara perlahan atau memasang sonde
di lambung bayi atau dengan Nasogastric Tube (NGT). Waktu
pemberian ASI disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
Proses peningkatan berat bayi, khususnya bayi dengan BBLR,
dapat dipantau dengan mengikuti grafik monitoring berat badan
menurut umur dan jenis kelamin dalam Kartu Menuju Sehat
(KMS) atau Growth Chart dari WHO. Grafik ini dapat dipantau
setiap minggu selama sepuluh minggu (Anggraini, 2016).
Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai risiko untuk
mengalami defisiensi surfaktan dikarenakan paru-paru yang belum
berkembang secara sempurna. Tindakan yang dilakukan dalam
situasi seperti ini adalah pembersihan jalan nafas segera setelah
lahir. Hal ini dapat dilakukan dengan membaringkan bayi dengan
posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk-nepuk
atau menjentik tumit bayi. Posisi tersebut dapat menghasilkan
oksigenisasi yang lebih baik karena aktivitas fisik dan penggunaan
energi yang berkurang jika bayi diletakkan pada posisi telungkup.
Apabila gagal, dapat dilakukan tindakan ventilasi, intubasi
endotrakeal, pijatan jantung dan pemberian oksigen. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya asfiksia sehingga
menurunkan risiko kematian pada BBLR.
Bayi berat lahir rendah juga memiliki risiko untuk kehilangan
panas secara cepat yang dapat menyebabkan hipotermia. Cara yang
dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut adalah kontak kulit
dengan kulit antara ibu dan bayi. Kontak dengan kulit dilakukan
dengan meletakkan bayi di dada atau perut ibu. Apabila
melekatkan bayi ke dada atau ibu tidak bisa dilakukan karena

20
alasan tertentu, cara lain dapat dilakukan dengan membungkus
bayi dengan kain hangat kemudian diletakkan dalam dekapan
ibunya. Pelukan ibu dapat menjaga kehangatan tubuh bayi.
Tindakan yang juga bisa dilakukan untuk mencegah kehilangan
panas tubuh bayi adalah dengan memberi ASI dalam satu jam
pertama setelah kelahiran. Bayi diletakkan secara telungkup di
dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung antara ibu dan bayi.

Edukasi

Dikarenakan imunitas seluler yang kurang sempurna, bayi dengan


berat lahir rendah sangat rentan terhadap penyakit. Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi:

a. Mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan kontak


dengan bayi
b. Menjaga kebersihan ruang perawatan bayi
c. Membersihkan peralatan bayi secara teratur
d. Tidak memperbolehkan orang dengan penyakit infeksi untuk
memasuki ruang perawatan bayi
e. Memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker
sebelum melakukan kontak dengan bayi.

3.2 Respiratory Distress Syndrome (RDS)

Definisi

Gangguan pernafasan pada bayi baru lahir merupakan gejala


kompleks yang timbul dari proses penyakit yang menyebabkan
kegagalan mempertahankan pertukaran gas. Respiratory Distress
Syndrome merupakan sekumpulan gejala gangguan nafas pada bayi
baru lahir dengan tanda-tanda takipneu (>60x/menit), grunting,
retraksi dada, nafas cuping hidung, dan sianosis yang biasanya

21
disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II untuk menghasilkan
surfaktan yang memadai.

Klasifikasi

Derajat keparahan distres pernapasan dinilai dengan Skor Downes.


Skor Downes bersifat komprehensif dan dapat diterapkan pada
kehamilan usia gestasi berapapun dan kondisi manapun. Penilaian
harus dilakukan setiap setengah jam interval dan grafik
dipertahankan untuk menentukan kemajuan. Kebutuhan FiO2
semakin meningkat untuk mempertahankan saturasi oksigen 90-
92% pada bayi prematur dan 94-96% pada bayi cukup bulan. Hal ini
juga merupakan indikator sensitif dari keparahan dan kemajuan
penderitaan.

22
Radiografi thorax sangat penting pada neonatus dengan gangguan
pernapasan akut untuk menyingkirkan penyebab bedah dan medis
dari gangguan pernapasan. Secara klinis sangat sulit untuk
membedakan antara penyebab gangguan pernapasan dari paru-paru
dan ekstra paru. Terkadang sulit untuk menginterpretasikan hasil
pemeriksaan radiologis pada neonatus dikarenakan banyaknya
kelainan yang tidak spesifik dan saling tumpang tindih. Hal tersebut
memudahkan terjadinya kesalahan dalam diagnosis secara
radiologis. Oleh karena itu perlu selalu ditekankan melihat kembali
kondisi klinis pasien.
Temuan radiografi toraks klasik RDS/PMH terdiri dari hipoaerasi
yang jelas, kekeruhan granular bilateral dalam parenkim paru, dan
bronkogram udara yang diperluas secara perifer. Spektrum
radiologis RDS/PMH berkisar dari ringan hingga berat dan
umumnya berkorelasi dengan tingkat keparahan temuan klinis.
Secara radiologis, ada 4 stage PMH:
• Stage 1: Penurunan transparansi pada paru-paru (sedikit
granular), tidak ada perbedaan signifikan pada temuan normal.

23
• Stage 2: Penurunan transparansi yang lembut dengan
aerobronchogram, yang tumpang tindih dengan jantung (tanda
reaksi alveolar paru).
• Stage 3: Seperti tahap 2, tetapi dengan penurunan transparansi
yang lebih kuat secara bertahap, serta diafragma dan hati yang
buram.
• Stage 4: Paru-paru putih: opasitas paru homogenik

Hal penting yang harus ditemukan pada foto thoraks RDS/PMH


yaitu:
• Gambaran granuler homogen yang difus
• Ground glass appearance
• Air bronchogram abnormal
• Hipoaerasi

24
25
Etiologi dan Patofisiologi

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara


ke dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan dalam paru-paru
keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru sehingga oksigen
dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol
berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan
tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah
sistemik tidak mendapat oksigen. Penyebab umum gangguan
pernapasan pada bayi baru lahir adalah takipnea transien pada bayi
baru lahir (TTN), sindrom gangguan pernapasan (RDS), sindrom
aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis, asfiksia lahir, CHD,
ensefalopati iskemik hipoksia dan malformasi kongenital.
1. Respiratory Distress Syndrome (RDS)/ Hyaline Membrane
Disease (HMD)
Sindrom gangguan pernapasan bayi terjadi karena kekurangan
surfaktan yang merupakan konsekuensi dari produksi yang tidak
cukup oleh paru-paru yang belum matang atau mutasi genetik
pada protein surfaktan. Surfaktan diperlukan untuk alveoli paru-
paru kecil untuk mengatasi ketegangan permukaan dan tetap
terbuka. Tanpa surfaktan yang adekuat, tekanan yang diberikan
untuk membuka alveoli ini dengan pernapasan bayi yang sulit
atau dengan ventilator mekanik memecahkan alveoli,
menghasilkan gambaran seperti emfisema, atau pneumotoraks,
jika udara keluar di luar paru-paru dan terperangkap di dinding
dada.

2. Transient Tachypnea of Newborn (TTN)


Takipnea Bayi Baru Lahir atau terkadang disebut sindrom
kegawatdaruratan pernafasan tipe II, biasanya terjadi pada bayi-
bayi preterm atau bayi cukup bulan pascapersalinan pervaginam

26
atau operasi caesar. Takipnea ini mungkin hanya ditandai
dengan takipnea yang bermula pada saat yang dini, kadang-
kadang denga retraksi, atau mendengkur saat respirasi dan
kadang-kadang sianosis yang dapat disembuhkan dengan
oksigen minimal dalam 3 hari. Paru-paru biasanya bersih tanpa
rhonki halus dan rontgen dada menunjukkan corak vaskular
paru yang jelas, garis-garis cairan dalam fisura, aerasi
berlebihan, diafragma datar, dan terkadang ada cairan pleura.
Untuk membedakan penyakit ini dengan PMH, dilihat dari
penyembuhan bayi mendadak dan tidak ada gambaran
retikulogranular rontgen pada bronkografi udara akibat dari
lambatnya absorpsi cairan paru janin sehingga mengakibatkan
penurunan kelenturan paru dan volume tidal, serta
bertambahnya ruang mati atau dead space.

3. Meconium Aspiration Syndrome (MAS)


Sindrom Aspirasi Mekonium biasanya terjadi pada bayi cukup
bulan atau lewat bulan. Di dalam uterus atau lebih sering pada
pernafasan pertama, mekonium yang kental teraspirasi ke dalam
paru-paru yang mengakibatkan obstruksi jalan nafas sehingga
menimbulkan gejala kegawatan pernafasan dalam beberapa jam
pertama dengan gejala takipnea, retraksi, mendengkur dan
sianosis pada bayi yang terkena gejala berat. Distensi dada yang
berlebihan dapat menonjol. Takipnea dapat menetap dalam
beberapa hari bahkan beberapa minggu. Rontgen dada bersifat
khas ditandai dengan bercak-bercak infiltrat, corak kedua
lapang paru kasar, diameter antero posterior tambah dan
diafragma mendatar. Pencegahan dapat dilakukan dengan infus
amnion dan pengisapan orofaring sesudah kepala dilahirkan
untuk mengurangi insiden aspirasi meconium.

27
4. Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak mampu
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia
didefinisikan sebagai kondisi pertukaran gas tidak adekut, yang
mengarah pada hipoksia progresif, hiperkarbia, dan asidosis
tergantung pada luas dan lamanya gangguan ini. Hal ini dapat
terjadi sebelum, selama atau setelah melahirkan. Asfiksia bayi
baru lahir merupakan keadaan dimana bayi tidak mampu untuk
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini erat
kaitannya dengan hipoksia janin dalam uterus. Hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir. Patofisiologinya sangat
kompleks dan dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan
dengan ibu, plasenta dan/atau bayi baru lahir. Asfiksia dapat
terjadi pada periode neonatal segera jika bayi tidak dapat
melakukan pertukaran gas sendiri tanpa plasenta. Penyakit ibu
seperti diabetes, hipertensi atau preeklampsia dapat mengubah
pembuluh darah plasenta dan menurunkan aliran darah. Selain
itu, abrupsi perdarahan janin atau peradangan juga dapat
mengganggu aliran darah.

Manifestasi Klinis

Takipnea adalah presentasi paling umum pada bayi baru lahir


dengan gangguan pernapasan. Kecepatan pernapasan normal adalah
40 hingga 60 pernapasan per menit. Takipnea didefinisikan sebagai
tingkat pernapasan lebih dari 60 kali per menit. Tanda-tanda lain
mungkin termasuk nasal flaring, grunting, retraksi dada dan
sianosis. Retraksi, terbukti dengan penggunaan otot-otot pernafasan
di leher, tulang rusuk, sternum, atau perut, terjadi ketika kemampuan
paru-paru buruk atau resistensi saluran napas terlalu tinggi.

28
Grunting adalah bunyi ekspirasi yang disebabkan oleh
penutupan glotis yang tiba-tiba selama ekspirasi dalam upaya
mempertahankan kapasitas residual fungsional dan mencegah
atelektasis alveolar. Nasal flaring (nafas cuping hidung) terjadi
ketika lubang hidung melebar saat bernafas. Sianosis adalah kondisi
warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir karena kekurangan
oksigen dalam darah. Bayi baru lahir mungkin juga mengalami
kelesuan, pemberian makanan yang buruk, hipotermia, dan
hipoglikemia.

Diagnosis

Diagnosa RDS dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto thoraks,


AGD, hitung darah lengkap, perubahan elektrolit dan biopsi paru.
1. Foto Thorax
a. Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas
pada foto dada, setelah 12-24 jam akan tampak infiltrat
alveolar tanpa batas yang tegas diseluruh paru.
b. Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara
yang saling tumpah tindih.
c. Tanda paru sentral, batas jantung sukar dilihat, inflasi paru
buruk.
d. Kemungkinan terdapat kardoimegali bila sistem lain juga
terkena (bayi dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung
kongestif)
e. Bayangan timus yang besar
f. Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang
menandakan penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam
pertama.

29
2. Analisis Gas Darah
Analisis Gas Darah menunjukkan asidosis respiratory dan
metabolik yaitu adanya penurunan pH, penurunan PaO2, dan
peningkatan paCO2, penurunan HCO3.

3. Perubahan Elektrolit
Cenderung terjadi penurunan kadar kalsium, natrium, kalium
dan glukosa serum.

4. Biopsi Paru
Adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam
parenkim paru.

Tatalaksana

1. Terapi Oksigen

Tujuan terapi oksigen adalah untuk menyediakan oksigen yang


memadai bagi jaringan, mencegah akumulasi asam laktat yang
dihasilkan oleh hipoksiaserta pada waktu yang sama
menghindari efek negative yang potensial dari hiperoksia dan
radikal bebas. Jika bayi tidak membutuhkan ventilasi mekanik,
oksigen dapat dipasok menggunakan tudung plastik yang
ditempatkan di atas kepala bayi, menggunakan nasal kanul, atau
continuous positive airway pressure (CPAP) untuk
menyediakan konsentrasi dan kelembapan oksigen yang
bervariasi. Ventilasi mekanik (bantuan pernafasan dengan
memberikan sejumlah oksigen yang ditentukan melalui tabung
endotrakeal) diatur untuk memberikan sejumlah oksigen yang
telah ditentukan pada bayi selama nafas spontan dan

30
menyediakan pernafasan mekanik pada saat tidak ada nafas
spontan.

2. Resusitasi Neonatal

Pengkajian bayi yang cepat dapat mengidentifikasi bayi


yang tidak membutuhkan resusitasi: bayi lahir cukup bulan
tanpa ada bukti mekonium atau infeksi pada pada cairan
amnion, bernafas atau menangis, dan memiliki tonus otot yang
baik. Keputusan untuk melanjutkan langkah tindakan
berdasarkan pengkajian pernafasan, denyut jantung dan warna.
Jika salah satu karakteristik tersebut tidak ada, maka bayi harus
menerima tindakan berikut secara berurutan:
1) Langkah awal penstabilan: berikan kehangatan dan
menempatkan bayi di bawah pemancar panas, posisikan kepala
pada posisi jalan nafas terbuka, bersihkan jalan nafas dengan
bulb syringe atau kateter pengisap (suction), keringkan bayi,
rangsang untuk bernafas dan ubah posisi bayi
2) Ventilasi
3) Kompresi dada
4) Pemberian epinefrin atau ekspansi volume atau keduanya.

3. Terapi Pengganti Surfaktan

Surfaktan dapat diberikan sebagai tambahan untuk terapi


oksigen dan ventilasi. Pada umumnya, bayi yang lahir sebelum
usia kehamilan 32 minggu belum mempunyai surfaktan paru
yang cukup adekuat untuk kelangsungan hidup di luar rahim.
Penggunaan surfaktan disarankan pada bayi dengan distress
pernapasan sesegera mungkin, setelah kelahiran, terutama bayi
BBLR, yang belum terpapar steroid antenatal pada ibu hamil.
Pemberian steroid antenatal pada ibu hamil dan penggantian

31
surfaktan dapat mengurangi insiden distress pernafasan dan
penyakit penyerta.

Komplikasi

Bayi baru lahir sangat peka terhadap berbagai komplikasi pulmonal


dan beberapa memerlukan terapi oksigen. Misalnya, bayi preterm
mengalami periode apnea, dan pada aterm, dan post-term, distress
intrauterine sering menyebabkan fetus mengeluarkan mekonium
yang dapat teraspirasi sebelum atau selama kelahiran. Terapi
oksigen, meskipun menyelamatkan hidup, bukan tanpa bahaya.
Tekanan positif yang dimasukkan oleh peralatan mekanis
menciptakan peningkatan kemungkinan terjadi insidens ruptur
alveoli, kemudian pneumotoraks dan dysplasia bronkopulmonal
(penyakit paru kronis).

Prognosis

Prognosis tergantung dari penyebab, adanya disfungsi organ


lain, usia dan penyakit kronik penderita. RDS merupakan penyakit
yang dapat hilang sendiri. Setelah periode deteriorasi (sekitar 48
jam) dan bila tidak ada komplikasi, bayi yang terkena mulai
membaik pada 72 jam. Sering ditandai dengan awitan diuresis,
perbaikan ini terutama disebabkan oleh peningkatan produksi dan
ketersediaan yang lebih besar material surfaktan-aktif. Bayi RDN
yang bertahan dalam 96 jam pertama memiliki kesempatan
mengalami pemulihan.
Secara umum prognosis bayi yang dikirim ke perawatan intensif
bayi risiko tinggi tergantung dari tenaga yang terampil, fasilitas
rumah sakit yang tersedia dan dari bayinya sendiri ada tidaknya

32
komplikasi seperti asfiksia yang berat, perdarahan intraventrikular
atau malformasi konginetal yang tidak dapat diperbaiki.

33
BAB 4
ANALISIS MASALAH

Bayi Ny. D, tunggal berjenis kelamin laki-laki lahir di OK ditolong oleh dokter
spesialis obstetrik ginekologi secara sectio caesaria atas indikasi usia kehamilan
32–33 minggu dengan hipertensi dan bekas SC 2x. Bayi lahir dari ibu G3P2A0,
hamil kurang bulan. Bayi lahir tidak langsung menangis dengan APGAR score 2/8,
berat badan lahir 2307 gram, panjang badan lahir 45 cm, lingkar kepala 32 cm dan
lingkar lengan atas 10 cm.

Terdapat sesak dan sianosis pada seluruh tubuh bayi yang hilang dengan
pemberian oksigen, frekuensi napas 68x/menit, terdapat retraksi subcostal,
intercostal dan epigastrium, udara masuk baik secara bilateral. Bayi terdengar
merintih dengan menggunakan stetoskop. Jika dihitung berdasarkan Downe score
didapatkan total skor 5.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi distress naps sedang pada bayi sehingga
dibutuhkan pemberian O2 nasal. Keadaan umum tampak sakit sedang.

Pada pemeriksaan laboratorium darah pada saat lahir menunjukan CRP negatif.
Pada rontgen toraks terdapat gambaran infiltrat di kedua lapangan paru, kalsifikasi
aorta dan mediastinum superior melebar yang menunjukkan gambaran Hyalin
Membran Disease (HMD) Grade 2. Pada pasien terdapat tanda takipnu, retraksi,
dan sianosis. Tidak didapatkan gambaran hiperinflasi paru, peri hillar cuffing,
cairan di fisura interlobularis, diafragma lebih datar, kardiomegali ringan pada
pemeriksaan radiologi sehingga dapat menyingkirkan diagnosis banding transient
tachipnoe of newborn.

Tidak terdapat meconium staining, tidak didapatkan gambaran diafragma datar,


sela iga lebar, dan bercak infiltrat kasar pada pemeriksaan radiologi, sehingga
diagnosis banding sindroma aspirasi mekonium dapat disingkirkan. Pada kasus ini,
Kecil Masa Kehamilan (KMK) dan berat badan sesuai masa gestasi berdasarkan

34
Lubchenco Growth Curve. Berat badan lahir bayi 2.307gram sehingga bayi
dikategorikan sebagai berat badan lahir rendah (BBLR). Diagnosis berupa bayi
tunggal, neonatus kurang bulan, kurang masa kehamilan dengan HMD.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik berupa napas cepat, merintih, dan peningkatan
work of breathing pemeriksaan radiologi terdapat infiltrat di kedua lapang paru,
diagnosis HMD dapat ditegakkan. Faktor risiko HMD pada pasien di antaranya
adalah kecil masa kehamilan (KMK) dan Hipertensi.

Pada pasien diberikan terapi cairan yaitu IVFD D10%, tanggal 27 September
2021 diberikan IVFD D10% 1/5 NS 12cc/jam, lalu besoknya tanggal 28 September
diberikan IVFD D10% 1/5 NS 12cc/jam, dan tanggal 29 September 2021 diberikan
IVFD D10% 1/5 NS 7cc/jam. Pada pasien diberikan PASI (susu formula) per oral
dikarenakan pasien belum bisa sepenuhnya minum secara oral. Rencana terapi
farmakologis pada pasien yaitu diberikan ampisilin dan ceftazidime. Antibiotik
empirik diberikan kepada pasien sebagai profilaksis. Pada pasien ini dengan berat
badan 2307 gram dan usia 1 hari, diberikan ampisilin 3 x 60 mg/kgBB/8 jam per
hari secara IV dan ceftazidime 3 x 120 mg/kgBB/12 jam per hari secara IV.

Pada hari keempat dan kelima, pasien sudah tidak sesak dan sianosis lagi.
Retraksi dinding dada sudah tidak ada. Namun pasien terlihat sedikit kuning lalu
dilakukan pemeriksaan bilirubin. Hasil pemeriksaan bilirubin didapatkan 10,9
mg/dL (Nilai normal = 10-14 mg/dL). Tetapi pasien tidak di fototerapi. Sampai
tanggal 5 Oktober 2021, pasien masih berada di ruang Neonatus dikarenakan masih
belum adekuat untuk minum karena syarat pasien pulang adalah pasien adekuat
untuk minum.

Berdasarkan rekomendasi IDAI 2020, pemberian imunisasi Hepatitis B pertama


kali yaitu segera setelah lahir pada semua bayi sebelum berumur 24 jam. Bayi sudah
mendapatkan vaksin hepatitis B (HB-0) dan dijadwalkan untuk mendapatkan
vaksin polio dan BCG pada bulan pertama.

35
Ibu diberikan edukasi mengenai pemberian ASI eksklusif dan cara
pemberian ASI yang baik serta menjaga bayi tetap hangat. Orang tua diberikan
edukasi mengenai metode pemberian ASI yang baik. Posisi pemberian asi yang
baik memperhatikan badan bayi menempel ke badan ibu, telinga dan badan bayi
berada dalam satu garis lurus, wajah bayi menghadap payudara ibu, dan badan bayi
yang ditopang. Selain posisi perhatikan juga pelekatan, pelekatan yang baik
memperhatikan chin (dagu) bayi menempel di payudara ibu, areola (bagian hitam
sekitar putting) bagian bawah lebih banyak masuk, lips (bibir) bayi terlipat keluar,
dan mouth (mulut) bayi terbuka lebar seperti akan menelan bola (CALM).

Dikarenakan bayi dengan berat badan lahir rendah sangat rentan terhadap
penyakit, maka perlu diberikan edukasi pada ibu dan anggota keluarga pasien yang
tinggal 1 rumah mengenai penyakit pasien yaitu :

a. Mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan kontak dengan bayi


b. Menjaga kebersihan ruang perawatan bayi

36
c. Membersihkan peralatan bayi secara teratur
d. Tidak memperbolehkan orang dengan penyakit infeksi untuk memasuki ruang
perawatan bayi
e. Memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker sebelum
melakukan kontak dengan bayi.
f. Mencegah agar persalinan selanjutnya tidak <36 minggu untuk menghindari
kejadian HMD

Prognosis quo ad vitam, functionam, dan sanationam pasien adalah dubia ad


bonam. Setelah diberi terapi kondisi pasien mengalami perbaikan.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Nelson, W.E., Vaugh, V.C., 1992. Hyalin
Membrane Disease In: Nelson Textbook of Pediatrics, WB Saunders Co. 14th
Ed., London: pp 463-78.
2. Damanik, S. 2008. ‘Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir Dan Masa Gestasi’.
Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Farrel, P.M. and Zachman, R.D., 1980. Nelson of Pediatric Ilmu Kesehatan
Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta.
4. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. 2004. Neonatology:
Management, Procedures, On-call Problems, Diseases and drugs, Lange
Medical Books/McGraw-Hill, 5th Edition, New York.
5. Huda, S. 2018. ‘Perilaku Berpantang Makan Pada Ibu Hamil Sebagai Faktor
Risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Masyarakat Suku Dayak
Kabupaten Sintang Kalimantan Barat’. Tesis pada Universitas Diponegoro, hal.
12-27
6. Lacaze-Masmonteil T. Surfactan replacement therapy. Dalam: Donn MS &
Sinha SK, editors. Neonatal Respiratory Care. USA, Philadelphia: Mosby
Elshevier; 2006. pp 396-401.
7. Leviton LC, dkk, 1999. Methode to Encourage the use of antenatal
corticosteroid therapy for fetal maturation. A randomised controlled trial,
JAMA, vol 281 No 1, pp: 46-52.
8. Maryunani, A dan dkk. 2009. ‘Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada
Neonatus’. Jakarta: Trans Info Media.
9. Puspitaningrum, E. 2018. ‘Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Dengan Kejadian
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di RSIA Annisa Kota Jambi Tahun 2018’.
Scientia Journal. 7(2): 1-7.
10. Skinner J, 1997. The effect of surfactant on haemodinamics in hyaline
membrane disease, Archives of disease in childhood illness, vol 76, pp:67-9.

38
11. Zendrato, D. 2015. ‘Hubungan Faktor Sosiodemografis Dan Faktor Kehamilan
Dengan Kejadian Berat Bayi Baru Lahir (BBLR) Di RSIA Sri Ratu Medan
Tahun 2014’. Skripsi pada Universitas Sumatera Utara. hal. 7-23.

39

Anda mungkin juga menyukai