Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

P1A1 Post Kuretase a/i Abortus Inkomplit

Oleh :

dr. Yuna Rezkia Kartika

Pembimbing :

dr. Endang Ruslianty, Sp. OG

Pendamping :

dr. Anggy Lestarie

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI) XI

RUMAH SAKIT PAMBALAH BATUNG

AMUNTAI, HULU SUNGAI UTARA

Agustus 2022 – Februari 2023


DAFTAR ISI

Cover....................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan......................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................. 3

BAB III Laporan Kasus...................................................................... 18

BAB IV Pembahasan ......................................................................... 24

BAB V Penutup................................................................................. 29

Daftar Pustaka.........................................................................................` 30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Abortus didefinisikan sebagai berhentinya kehamilan secara spontan atau

diinduksi sebelum janin viabel. Banyak yang lebih menyukai istilah abortus

dengan keguguran karena kehilangan spontan. Abortus yang diinduksi

menggambarkan penghentian dengan pembedahan atau pengobatan atau janin

hidup yang belum mencapai viabilitas. The National Center for Health Statistics

dan World Health Organization (WHO) mendefinisikan abortus sebagai

kehilangan atau berhentinya kehamilan dengan janin berusia kurang dari 20

minggu atau berat janin <500 gram. Abortus spontan termasuk subkategori aborsi

yang terancam, inkomplit, komplit, missed abortion, dan abortus insipiens.1

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering

pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang

ditemukan. Namun angka kejadian abortus sangat tergantung kepada riwayat

obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya

mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan

kelahiran hidup.1

Penyebab utama kematian pada ibu hamil di Indonesia didominasi oleh tiga

penyakit yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, serta adanya infeksi pada

ibu hamil. Abortus merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan pada ibu

hamil. Diperkirakan lebih dari 2,3 juta kasus abortus terjadi setiap tahunnya.2

Salah satu penyebab perdarahan pada trimester pertama dan kedua kehamilan

ialah abortus, yang dapat menyebabkan komplikasi perdarahan hebat sehingga


3
pasien jatuh dalam keadaan syok, perforasi, infeksi, serta kegagalan faal ginjal

dan kematian ibu hamil.3 Pada beberapa penelitian diketahui bahwa faktor yang

dapat menyebabkan abortus ialah aktifitas, usia ibu saat hamil, penyakit ibu,

kelainan genitalia, trauma, dan kelainan kromosom.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Abortus

A. Definisi

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa

pengeluaran hasil konsepsi. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai

penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1

B. Klasifikasi

Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi:1

1) Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa


provokasi dan intervensi.
2) Abortus buatan/direncanakan adalah abortus yang terjadi karena
diprovokasi, yang dibedakan atas:
a) Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang mengacu pada
penghentian kehamilan karena alasan medis. Indikasi terapeutik yang
paling sering saat ini adalah mencegah kelahiran janin dengan
kelainan anatomis, metabolik, atau mental yang signifikan.
b) Abortus elektif/ disengaja/ provokatus kriminalis, yaitu abortus yang
dilakukan tanpa indikasi medis.
Klasifikasi abortus spontan, dibagi menjadi:1
1) Abortus Iminens (threatened abortion)
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus
dan tanpa adanya dilatasi sevik.
2) Abortus Insipiens (inevitable abortion)
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi
5
lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi
dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul
dengan kerokan.
3) Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan
dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari
ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak
sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum
sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
4) Abortus Komplit
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan
uterus sudah banyak mengecil.
5) Abortus Habitualis (recurrent abortion)
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
6) Abortus Infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan
tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri
tekan, dan leukositosis.
7) Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi
janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.

II. Abortus Inkomplit

A. Definisi

6
Abortus inkomplit adalah hilangnya sebagian hasil konsepsi dalam 20

minggu pertama. Aborsi inkomplit biasanya disertai dengan perdarahan vagina

sedang hingga berat, yang mungkin berhubungan dengan nyeri perut bagian

bawah dan/atau panggul.4

B. Epidemiologi

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2009 dari 46 juta

kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus di dunia, presentase

kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi, sekitar 15-40% (abortus inkomplit

15-25%, abortus imminens 8-16,2%, abortus komplit 4-113,5%).5

Di Indonesia angka kejadian abortus diperkirakan sekitar 2%- 2,5% setiap

tahunnya. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus

di Indonesia, artinya terjadi 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Dari angka

tersebut diatas angka kejadian abortus inkomplit menempati urutan paling atas

yaitu sebesar 34 kasus (80%).5

C. Etiologi

Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak


selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada
ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang
mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari ayahnya.1
1. Faktor Genetik
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama
abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan genetik menjadi
penyebab 70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah
12 minggu. Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal.
Gamet jantan berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme
yang dapt berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan
kromosom sperma, kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA,

7
peningkatan apoptosis, dan morfologi sperma yang abormal. Sekitar 42%
struktur vili korionik abnormal akibat gangguan genetik.
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun
kelainan perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan
sebagai unit fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada
fetus. Penelitian histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus,
ditunjukkan bahwa 97% menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili
mengalami fibrosis stroma, 75% mengalami degenerasi fibroid, dan 75%
mengalami pengurangan pembuluh darah. Inflamasi dan gangguan genetik
dapat menyebabkan aktivasi proliferasi mesenkim dan edema stroma vili.
Keadaan ini akan berlanjut membentuk sisterna dan digantikan dengan
jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang merembes melalui desidua
akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik. Kemudian, material
pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid.
3. Kelainan uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang
timbul dalam proses perkembangan janin. Cacat uterus akuisita yang
berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.
Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat
mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling
sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau
pada missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum.
Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.
Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis
yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk
mendukung implatansi hasil pembuahan.
Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk
mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur
pada serviks. Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada
trimester kedua dengan insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga dapat
menyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan kehamilan dari
8
flora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan
barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.
4. Kelainan endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu
keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi
progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding
endometrium.
b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah
peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap
fungsi ovarium.
c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.
d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi
hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi
dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi
antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%.
Selain itu, faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila kadar
atau reseptor leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi, dan
terjadi peningkatan risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengan
timbal balik aktif reseptor di vili dan ekstravili tropoblas.
6. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi
hal ini tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum,
Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina,
virus herpes simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai
berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat
9
menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma
urealyticum dari 4 traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami
abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi
mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan
abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama.
7. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Pada umumnya, mekanisme trauma yang paling
banyak adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Keadaan ini akan
menyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan fetomaternal, rupture uteri,
trauma janin langsung.

D. Faktor Risiko

1. Faktor Janin

Dari semua abortus, kira-kira setengahnya adalah abortus euploid, yaitu,

membawa pelengkap kromosom normal. Setengah lainnya dari semua

keguguran memiliki kelainan kromosom. Persentase ini tampaknya bertahan

bahkan dari evaluasi dengan teknik sitogenetik yang lebih baru. Namun, di luar

penelitian, penggunaan rutin pengujian microarray kromosom jaringan jaringan

trimester pertama tidak didukung oleh The American College of Obstetricians

and Gynecologists. The American Society for Reproductive Medicine (2012)

mengakui nilainya hanya jika analisis sitogenetik mengubah perawatan pasien

di masa depan. Tingkat abortus dan anomali kromosom menurun dengan

bertambahnya usia kehamilan. Dari embrio dengan kelainan kromosom, 75

persen mengalami abortus pada usia kehamilan 8 minggu. Tingkat abortus

dengan janin euploid mencapai puncaknya sekitar 13 minggu.1

2. Faktor Maternal
10
a) Penyakit Penyerta

Pada keguguran kehamilan yang kromosomnya normal, kontribusi ibu

dapat berperan. Misalnya, risiko keguguran yang menonjol dikaitkan

dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik, obesitas,

penyakit tiroid, dan lupus eritematosus sistemik. Dalam hal ini,

mediator inflamasi mungkin menjadi tema yang mendasari abortus.

Untuk wanita yang menjalani pengobatan kanker, radiasi terapeutik

langsung dapat menyebabkan keguguran. Penyintas kanker yang

sebelumnya diobati dengan radioterapi abdomino-pelvis dan kemudian

hamil dapat membawa risiko yang lebih besar untuk mengalami

keguguran.1

b) Prosedur Pembedahan

Risiko keguguran yang terkait dengan prosedur pembedahan

sebenarnya tidak diketahui dengan pasti. Namun, prosedur

pembedahan yang tidak rumit yang dilakukan selama awal kehamilan

tidak mungkin meningkatkan risiko terjadinya abortus. Jika

diindikasikan, tumor ovarium umumnya dapat direseksi tanpa

menyebabkan keguguran. Pengecualian melibatkan pengangkatan awal

korpus luteum atau seluruh ovarium tempatnya berada. Jika dilakukan

sebelum usia kehamilan 10 minggu, suplemen progesteron harus

diberikan. Trauma jarang menyebabkan keguguran pada trimester

pertama. Trauma berat—terutama perut—dapat menyebabkan

kehilangan janin tetapi lebih mungkin terjadi seiring bertambahnya

usia kehamilan.1

c) Nutrisi
11
Defisiensi tunggal dari satu nutrisi atau defisiensi sedang dari

semuanya tampaknya tidak meningkatkan risiko keguguran. Bahkan

dalam kasus ekstrim—misalnya, hiperemesis gravidarum—aborsi

jarang terjadi. Kualitas makanan mungkin memainkan peran kecil, dan

beberapa data menunjukkan bahwa risiko keguguran dapat menurun

pada wanita yang mengonsumsi makanan kaya buah-buahan, sayuran,

biji-bijian, dan ikan. Tidak seperti obesitas, kekurangan berat badan

tidak dikaitkan dengan risiko keguguran yang lebih besar. Dengan

kafein, laporan mengaitkan asupan berat sekitar lima cangkir kopi per

hari—sekitar 500 mg kafein—dengan risiko aborsi yang sedikit lebih

besar. Nilainya bervariasi tergantung gaya penyeduhan, tetapi

secangkir kopi 8 ons mengandung 80 hingga 100 mg kafein. Teh hitam

atau hijau memiliki setengah dari dosis ini. Saat ini, American College

of Obstetricians and Gynecologists (2020e) menyimpulkan bahwa

konsumsi <200 mg/hari kemungkinan besar bukan merupakan risiko

keguguran yang besar dan bahwa setiap risiko yang terkait dengan

asupan yang lebih tinggi tidak dapat diselesaikan. Metaanalisis

mendukung peningkatan risiko terkait dosis kafein.1

Faktor Perilaku

Sekitar 7 persen wanita hamil mengaku merokok. Satu metaanalisis

menemukan sedikit hubungan terkait dosis antara merokok dan

keguguran dini. Konsumsi alkohol membawa risiko keguguran

terutama pada mereka dengan penggunaan kronis atau berat.

d) Faktor Lingkungan

12
Meskipun banyak infeksi yang didapat selama kehamilan, hal ini

jarang menyebabkan keguguran dini. Toksin lingkungan yang diduga

memiliki kaitan dengan keguguran termasuk bisphenol A, phthalates,

polychlorinated biphenyls, dan dichlorodiphenyltrichloroethane

(DDT). Bahkan beberapa studi melibatkan paparan pekerjaan. Data

menunjukkan sedikit peningkatan risiko keguguran pada petugas

kesehatan yang terpapar radiasi atau obat antineoplastik. The National

Institute for Occupational Safety and Health menerbitkan pedoman

tentang obat-obatan yang berpotensi berbahaya. Bukti yang melibatkan

gas anestesi kerja pada keguguran tidak kuat. Namun, sistem

pemulungan gas dan batas paparan di tempat kerja direkomendasikan.

E. Patogenesis

Pada permulaan, terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti

oleh nekrosis jaringan sekitar, kemudian sebagian atau seluruh hasik konsepsi

terlepas. Karena dianggap benda asing maka uterus berkontraksi untuk

mengeluarkannya. Pada kehamilan dibawah 8 minggu hasil konsepsi dikeluarkan

seluruhnya, karena vili korealis belum menembus desidua terlalu dalam

sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu telah masuk agak dalam sehingga

sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertingga karena itu akan terjadi banyak

perdarahan. Sebagian besar abortus tidak dapat dicegah terutama apabila

penyebabnya adalah kelainan kromosom. Tetapi beberapa abortus dapat dicegah

dengan pencegahan dan pengobatan penyakit ibu sebelum kehamilan. 2

F. Gambaran Klinis

13
Riwayat lengkap dari etiologi yang dapat dimodifikasi dan faktor

risiko adalah hal penting yang harus digali. Pastikan tentang perawatan prenatal,

siklus menstruasi terakhir dan tanggal taksiran persalinan. Hal ini penting karena

semakin besar janin, semakin banyak komplikasi yang akan terjadi, dan intervensi

mungkin lebih bersifat pembedahan daripada perawatan medis. Jumlah

perdarahan dan evaluasi untuk perdarahan yang sedang berlangsung harus

diketahui, serta jika ada jaringan atau bekuan yang keluar. Mengganti lebih dari

satu pembalut per jam menunjukkan pendarahan hebat dan membutuhkan

perhatian segera. Gumpalan darah dalam jumlah besar juga merupakan indikasi

pendarahan hebat. Kram yang mirip dengan persalinan, tetapi kurang intens.

Dapatkan dan pantau tanda-tanda vital sesering mungkin untuk tanda-tanda awal

syok akibat kehilangan darah. Demam dapat menunjukkan adanya infeksi dan

kemungkinan abortus septik, yang membutuhkan intervensi bedah darurat.

Abortus inkomplit biasanya ditandai dengan perdarahan vagina sedang sampai

berat dan sering disertai dengan nyeri perut bagian bawah dan/atau panggul

suprapubik, yang dapat menjalar ke punggung bawah, pantat, alat kelamin, dan

perineum. Pada hampir semua kasus, pemeriksaan panggul akan menunjukkan

ostium eksternum serviks terbuka dengan hasil konsepsi yang mudah terlihat.

Mungkin sudah ada pengeluaran beberapa jaringan janin.6

Dalam kasus yang jarang terjadi, ostium eksternum serviks akan

tertutup, namun mungkin masih ada beberapa fragmen konsepsi yang terlihat.

Syok serviks dapat terjadi jika terdapat terlalu banyak rangsangan vagal pada

serviks yang disebabkan oleh keluarnya hasil konsepsi yang tidak sempurna; hal

ini dapat muncul dengan bradikardia dan hipotensi yang tidak merespon cairan

IV.7
14
G. Diagnosis

Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis


melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada
abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah.
Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Metode yang ideal untuk mendiagnosis aborsi inkomplit adalah dengan
mendapatkan kadar human chorionic gonadotropin (hCG) kuantitatif dan
ultrasonografi transvaginal atau transabdominal.6 Ultrasonografi biasanya akan
mengungkapkan adanya beberapa hasil konsepsi di dalam rahim. Tingkat hCG
akan rendah, dan tidak akan ada detak jantung janin. Pemeriksaan bimanual
biasanya akan mengungkapkan rahim yang besar tapi lunak.8
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat
pada kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan
spekulum akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan
keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi
untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai
tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran
sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang
sesuai.8

H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk nyeri perut bagian bawah dan/atau panggul
dengan perdarahan vagina pada wanita hamil termasuk kehamilan ektopik,
perdarahan idiopatik pada kehamilan yang layak, perdarahan subkorionik,
kehamilan mola, trauma vagina, infeksi vagina atau serviks, aborsi spontan, atau
kelainan serviks (berlebihan). kerapuhan, keganasan, atau polip).8 Jika pasien
menunjukkan tanda-tanda syok, perbedaannya dapat melebar hingga mencakup
aborsi septik, syok hemoragik, syok serviks, atau ruptur uteri.7

15
Tabel 2.1. Diagnosis Banding Abortus Inkomplit1,3
Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
banding penunjang
Abortus - perdarahan dari - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
iminens uterus pada umur kehamilan masih positif
kehamilan - Dilatasi serviks (-) - USG : gestasional
sebelum 20 sac (+), fetal plate
minggu berupa (+), fetal
flek-flek movement (+),
- nyeri perut fetal heart
ringan movement (+)
- keluar jaringan
(-)
Abortus - perdarahan - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
insipient banyak dari umur kehamilan masih positif
uterus pada - Dilatasi serviks (+) - USG : gestasional
kehamilan sac (+), fetal plate
sebelum 20 (+), fetal
minggu movement (+/-),
- nyeri perut berat fetal heart
- keluar jaringan movement (+/-)
(-)
Abortus - perdarahan - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
inkomplit banyak / sedang umur kehamilan masih positif
dari uterus pada - Dilatasi serviks (+) - USG : terdapat sisa
kehamilan - teraba jaringan dari hasil konsepsi (+)
sebelum 20 cavum uteri atau
minggu masih menonjol
- nyeri perut pada osteum uteri
ringan eksternum
- keluar jaringan
sebagian (+)
Abortus - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
komplit - nyeri perut (-) umur kehamilan masih positif
- keluar jaringan - Dilatasi serviks (-) bila terjadi 7-10 hari
(+) setelah abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi (-)
Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
abortion - nyeri perut (-) umur kehamilan negatif setelah 1
- biasanya tidak - Dilatasi serviks (-) minggu dari
merasakan terhentinya
keluhan apapun pertumbuhan
kecuali kehamilan.
merasakan - USG : gestasional
pertumbuhan sac (+), fetal plate
kehamilannya (+), fetal
tidak seperti movement (-), fetal
16
yang heart movement (-)
diharapkan. Bila
kehamilannya >
14 minggu
sampai 20
minggu
penderita
merasakan
rahimnya
semakin
mengecil,
tanda-tanda
kehamilan
sekunder pada
payudara mulai
menghilang.
Mola - Tanda - TFU lebih dari umur - tes kehamilan urin
hidatidosa kehamilan (+) kehamilan masih positif
- Terdapat banyak - Terdapat banyak (Kadar HCG lebih
atau sedikit atau sedikit dari 100,000
gelembung gelembung mola mIU/mL)
mola - DJJ (-) - USG : adanya
- Perdarahan pola badai salju
banyak / sedikit (Snowstorm).
- Nyeri perut (+)
ringan
- Mual - muntah
(+)
Blighted - Perdarahan - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
ovum berupa flek-flek usia kehamilan positif
- Nyeri perut - OUE menutup - USG : gestasional
ringan sac (+), namun
- Tanda kosong (tidak terisi
kehamilan (+) janin).
KET - Nyeri abdomen - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb
(+) - Tanda-tanda syok rendah, eritrosit
- Tanda (+/-) : hipotensi, dapat meningkat,
kehamilan (+) pucat, ekstremitas leukosit dapat
- Perdarahan dingin. meningkat.
pervaginam - Tanda-tanda akut - Tes kehamilan
(+/-) abdomen (+) : positif
perut tegang - USG : gestasional
bagian bawah, sac diluar cavum
nyeri tekan dan uteri.
nyeri lepas dinding
abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan servik.

17
- Uterus dapat teraba
agak membesar
dan teraba benjolan
disamping uterus
yang batasnya
sukar ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri
bila diraba

I. Penatalaksanaan

Untuk kasus yang kurang mendesak, tiga pilihan manajemen adalah

kuretase, manajemen ekspektatif, atau misoprostol (Cytotec), yaitu prostaglandin

E1 (PGE1). Dengan ketiganya, komplikasi seperti infeksi dan kebutuhan

transfusi jarang terjadi. Namun, misoprostol dan manajemen ekspektatif dapat

dikaitkan dengan perdarahan yang tidak dapat diprediksi. Namun, beberapa

wanita masih memerlukan kuretase yang tidak terjadwal, yang telah digunakan

oleh penelitian sebagai titik akhir kegagalan.1

Penatalaksanaan ekspektatif pada abortus inkomplit spontan memiliki

tingkat kegagalan yang mendekati 25 persen dalam percobaan acak. Terapi obat

dengan misoprostrol memiliki tingkat kegagalan 5 hingga 30 persen. Banyak

penelitian yang menilai pengobatan menggunakan dosis misoprostol 800 µg

vaginal, 400 µg sublingual, atau 600 µg oral.1

Terakhir, kuretase biasanya menghasilkan resolusi cepat dengan

keberhasilan 95 hingga 100 persen. Namun, tindakan ini invasif, membawa

risiko pembedahan, dan tidak diperlukan untuk semua wanita.1

J. Prognosis

18
Pasien dengan aborsi inkomplit biasanya memiliki prognosis yang baik

dan dapat ditangani dengan harapan dengan tingkat keberhasilan 82% sampai

96% tanpa konsekuensi pada fertilitas di masa mendatang. 8,9 Tidak ada

perbedaan besar dalam penatalaksanaan medis versus ekspektatif pada aborsi

inkomplet ketika usia kehamilan kurang dari 12 minggu. Menghindari operasi

juga terbukti bermanfaat karena lebih sedikit efek samping. Aborsi tidak tuntas

setelah 12 minggu memiliki peningkatan risiko 3,4% untuk hasil yang tidak

diinginkan, termasuk kematian ibu, operasi besar, atau kemandulan. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh peningkatan ukuran janin, suplai darah, dan

ukuran uterus. Setelah usia kehamilan 14 minggu, risiko kematian ibu dan

komplikasi serius semakin meningkat. Faktor risiko lain untuk prognosis buruk

adalah waktu yang tertunda untuk mencari pengobatan dapat dilihat di pedesaan

dan masyarakat miskin di mana perawatan kesehatan jarang dan sulit.10

19
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. F Nama suami : Tn. A

Umur : 40 Tahun Umur : 42 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Banjar Suku : Banjar

Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Guru TK Pekerjaan : Swasta

HPHT : 3 September 2022

Alamat : Desa Pakacangan RT.05, Kec. Amuntai Utara, HSU

MRS tanggal : 17 November 2022

B. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis dan heteroanamnesis dengan suami pasien pada tanggal

18 November 2022 pukul 12.00 WITA.

Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang sendiri dibawa oleh suami dengan keluhan keluar


perdarahan dari jalan lahir. Pasien hamil anak kedua, dengan usia kehamilan 8
minggu, mengeluhkan adanya perdarahan dari jalan lahir sejak 1 minggu.
Perdarahan awalnya berupa flek berwarna merah kecoklatan. Pasien kemudian
kontrol ke praktek dokter Sp.OG dan mendapatkan obat penguat janin. Sejak 2
hari terakhir pasien mengeluhkan darah yang keluar dari jalan lahir semakin
banyak, berupa gumpalan-gumpalan berwarna merah hati. Nyeri perut bawah

18
dirasakan sejak 3 hari, tetapi sejak 1 hari terakhir nyeri mulai berkurang. Keluhan
demam (-). Riwayat trauma (-), riwayat minum jamu dan obat-obatan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi (-), Asma (-), DM (-), Alergi (-),

Trauma/terjatuh (-), konsumsi jamu dan obat-obatan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga: Hipertensi (-), Asma (-), DM (-), Alergi (-)

Riwayat Haid: Menarche umur 13 tahun, siklus haid 28 hari, lama 6-7 hari

Riwayat Perkawinan: Pasien menikah 1 kali, selama 4 tahun

Riwayat KB: Pil KB

Riwayat ANC : Sp.OG (+) 2x selama hamil

Riwayat Obstetri Sebelumnya:

Tempat
Kehamila Jenis Jenis
No bersalin/ Tahun BBL Keadaan
n Persalinan kelamin
penolong

3200
1 RS 2019 Aterm SC Perempuan Hidup
gram

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

Tinggi badan : 150 cm

Berat badan : 41 kg

IMT : 18,2 (normal)

Tanda vital : TD : 110/73 mmHg

Nadi : 96 x/ menit
19
RR : 20 kali/menit

T : 36,5oC

Kulit : Turgor kulit baik, kelembapan cukup, bintik merah (-)

Kepala/leher : Normosefali, Pemb. KGB (-)

Mata : Mata tidak cekung, Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik

-/-, palpebra edem-/-, pupil isokor, refleks cahaya dbn

Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,

tidak ada gangguan pendengaran, serumen minimal

Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada

sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping

hidung.

Mulut : Bibir dan mukosa lembab, perdarahan gusi tidak ada,

tidak ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada

tonsil, lidah tidak ada kelainan.

Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar

getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.

Paru

Inspeksi : bentuk normal dan gerakan simetris.

Palpasi : fremitus vokal simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : sonor

Auskultasi : SN Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

Jantung

20
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : tidak teraba thrill

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : S1 dan S2 reguler, bising jantung (-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), BU (+) normal, tinggi fundus uteri

tidak teraba

Genital : Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,

portio utuh, OUE terbuka, darah (+) dari OUE, discharge (-)

Ekstremitas :

Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-).

D. Pemeriksaan penunjang
Hasil Laboratorium (17 November 2022 Pukul 19.14 wita)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3 12.30 – 15.30 g/Dl
Leukosit 6.800 4.4 – 11.3 ribu/Ul
Eritrosit 4.10 4.10 – 5.10 juta/Ul
Hematokrit 35.9 35.0 – 47.0 %
Trombosit 114 142 – 424 rb/ul
MCV 87.6 75.0 – 96.0 Fl
MCH 30.1 28.0 – 33.0 Pg
Golongan Darah “AB” -
Bleeding Time 2 1-3 Menit
Clotting Time 5 2 -6 Menit
HBsAg Stick REAKTIF NON REAKTIF -
KIMIA
SGOT 57 0 – 40 U/L
SGPT 99 0 – 41 U/L
Rapid Antigen
Negatif Negatif
SARS-Cov 2

21
E. Diagnosis

Diagnosis awal:
G2P1A0 H 8 minggu dengan Abortus Inkomplit
Diagnosis akhir:
P1A1 Post Dilatasi Kuretase a/i Abortus Inkomplit

F. Terapi dan Planning

 MRS Ruang Nifas

 Kuretase

 Konsul anestesi

 IVFD RL 500 cc + drip oxytosin 2 ampul pre-kuretase

 Gastrul 2 tab per vaginam

 Puasa 6 jam sebelum kuretase

G. Follow Up

1. Dilakukan Kuretase pada tanggal 18 November 2022 pukul 10.00


Laporan operasi/kuretase:
- Pasien ditidurkan di meja ginekologi kemudian dilakukan
premedikasi
- Dilakukan toilet vulva vagina dan sekitarnya dalam keadaan narkose
- Dilakukan pemeriksaan bimanual teraba uterus sebesar telur
- Dipasang spekulum sims posterior yang dipegang asisten
- Dipasang spekulum sims anterior kemudian jepit porsio dengan
tenakulum di arah jam 11 dan spekulum sims anterior dilepas
- Dilakukan sonde 9 cm
- Dilakukan kuretase searah jarum jam sampai kering (terdengar bunyi
krek dan berbuih), didapatkan jaringan sisa konsepsi sebanyak 25 cc.
- Tenakulum dilepas, berikan antiseptik di tempat jepitan

22
- Kontrol perdarahan, didapat perdarahan + 15 cc
- Spekulum sims posterior dilepas
- Kuretase selesai

Tanggal 18 November 2022 (Post Kuretase)


Nyeri post operasi +
Perdarahan <
Kesadaran CM
TD (mmHg) 110/73
HR (x/m) 96
RR (x/m) 20
T (oC) 36.5
SpO2 (%) 98% tanpa supp O2
Paru : ves / rh/ wh -/-/-
Abd : distensi/ BU -/+
Akral hangat +
Status Obstetrik
TFU Tidak teraba

Assesment
P1A1 Post Dilatasi Kuretase a/i Abortus Inkomplit
Planning
Hari/ Tanggal: Jumat/ 18 November 2022
 IVFD RL 20 tpm
 P.O Cefadroxil 3x500 mg
 P.O Asam mefenamat 3x500 mg
 P.O Myotonic 3x1 tablet
 P.O Obdhamin 2x1 kapsul
 KIE mobilisasi, Monitor tanda-tanda perdarahan
 BLPL, kontrol Poli Kandungan

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan seorang wanita usia 40 tahun diagnosis P1A1

Post Dilatasi Kuretase a/i Abortus Inkomplit datang dengan keluhan perdarahan

dari jalan lahir sejak 2 hari, berupa gumpalan-gumpalan berwarna merah hati.

Awalnya keluar berupa flek sejak 1 minggu. Keluhan disertai nyeri perut bawah

sejak 3 hari. Demam (-). Riwayat trauma, konsumsi jamu dan obat-obatan

disangkal. HPHT 3 Semptember 2022 sehingga didapatkan usia kehamilan

menurut HPHT adalah 10 minggu 1 hari.

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan

generalisata. Tekanan darah didapatkan 110/73 mmHg, HR 96 kali/menit, RR 20

kali/menit, suhu 36,50C. Pada pemeriksaan genital didapatkan OUE terbuka, darah

(+) dari OUE, discharge (-).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa darah rutin. Pada pasien

didapatkan Hb 12.3 g/dl, leukosit 6.800/ul, trombosit 114.000/ul, SGOT 57 U/L,

SGPT 99 U/L, dan HbsAg Reaktif.

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis abortus inkomplit berdasarkan keluhan

perdarahan dari jalan lahir yang berbentuk gumpalan-gumpalan berwarna merah

hati, pemeriksaan genital didapatkan perdarahan dari OUE, dan usia kehamilan

yang kurang dari 20 minggu. Tatalaksana yang diberikan pada pasien dalam kasus

ini adalah dilakukannya dilatasi kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang

tersisa, dan diberikan drip oksitosin dan gastrul 2 tablet (misoprostol 400 mcg) per

24
vaginam untuk membantu pembukaan serviks. Beberapa dokter kandungan

menangani abortus inkomplit secara medis dengan oksitosin untuk membantu

mengontrol perdarahan dan misoprostol untuk membantu uterus berkontraksi dan

menyelesaikan proses abortus.11

Sesuai dengan teori, abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah

keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal dengan umur kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan

hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina,

kanalis servikalis masih terbuka dan terdapat jaringan dalam kavum uteri atau

menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi

jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa,

yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan

berjalan terus.1

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan abortus dapat diperoleh

dari faktor janin, faktor maternal, dan faktor lingkungan. Faktor janin contohnya

adalah kerusakan embrio dengan adanya kelainan kromosom dan kelainan

plasenta. Faktor maternal terdiri dari faktor internal terdiri dari usia ibu, jumlah

paritas, jarak kehamilan, riwayat abortus sebelumnya, faktor genetik, penyakit

penyerta, adanya infeksi saat kehamilan, kelainan uterus, dan adanya riwayat

trauma. Sedangkan faktor lingkungan terdiri dari pemakaian obat-obatan,

pekerjaan, alkohol, dan merokok.1

Pada kasus ini, riwayat trauma saat kehamilan tidak didapatkan. Sehingga

penyebab abortus yang disebabkan oleh trauma dapat disingkirkan. Usia pasien

25
saat ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya abortus. Kehamilan di usia kurang

dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah seperti abortus karena kondisi fisik

yang belum 100% siap. Usia lebih dari 35 tahun juga digolongkan dengan

kehamilan berisiko tinggi yang dapat membahayakan ibu dan janinnya. Sebuah

hasil analisis bivariat juga menunjukkan bahwa ibu yang bekerja lebih berisiko

1,4 kali mengalami abortus inkomplit dibandingkan yang tidak bekerja.12

Pada kasus ini, didapatkan hasil laboratorium pasien menunjukkan hasil

reaktif pada HbsAg, disertai peningkatan fungsi hati. Hal ini menandakan bahwa

pasien sedang terinfeksi virus Hepatitis B. Hepatitis B pada ibu hamil disebabkan

oleh kelainan tidak langsung yang berhubungan dengan kehamilan namun

meningkatkan faktor risiko kematian maternal maupun neonatal akibat perdarahan

karena kegagalan fungsi hati. Ibu hamil merupakan kelompok berisiko terpapar

infeksi oportunistik dan virus akibat penurunan aktivitas sel The World Health

Assembly (WHA) melalui program Global Health Sector Strategy (GHSS) (2016-

2021) menargetkan Dunia bebas dari infeksi virus Hepatitis pada tahun 2030

dengan melakukan program pencegahan penularan VHB dari ke bayi pada 90%

ibu hamil. Faktor risiko yang melekat pada ibu hamil sebagai host dan

berhubungan erat dalam penularan secara vertikal pada bayi dan horizontal pada

keluarga (suami dan anak) dari analisis beberapa penelitian terdahulu antara lain

umur ibu hamil, tingkat pendidikan, riwayat keluarga, riwayat imunisasi dan

gravida. Usia reproduksi merupakan faktor dominan penularan infeksi Virus

Hepatitis B pada ibu hamil akibat tingginya aktivitas seksual, kehamilan,

26
persalinan dan pelayanan kontrasepsi yang dapat menjadi pintu masuk penularan

VHB.13

Pada kasus, sebelum dilakukan tindakan kuretase, pasien diberikan gastrul

(misoprostol) dengan dosis 400 mcg per vaginam. Misoprostol merupakan analog

prostaglandin E1 yang dikembangkan untuk pengobatan tukak lambung, namun

efektivitas misoprostol untuk menginduksi kematangan serviks dan kontraktilitas

uterus sehingga menjadi salah satu pilihan sebagai obat penginduksi persalinan. 14

Misoprostol memberikan efek uterotonik dan menyebabkan peningkatan aktivitas

kolagenase dan mengubah komposisi proteoglikan sehingga menyebabkan

pelembutan dan penipisan serviks atau menyebabkan dilatasi. Banyak penelitian

yang menilai pengobatan menggunakan misoprostol dosis 800 μg vaginal, dosis

sublingual 400 μg, atau misoprostol oral 600 μg. 1 Penggunaan Misoprostol secara

vaginal dapat diserap dengan cepat, sehingga konsentrasi plasma akan meningkat

secara bertahap. Misoprostol yang diberikan secara vaginal bekerja lebih lama di

dalam tubuh dibandingkan Misoprostol yang diberikan secara peroral dengan

kadar obat yang masih terdeteksi setelah 6 jam. Walaupun konsentrasi puncak

pemberian secara oral lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian secara

vaginal, bioavailabilitas Misoprostol yang diberikan secara vaginal lebih tinggi

dibandingkan dengan pemberian secara peroral.15

Pasien pada kasus ini kemudian dirawat selama 1 hari di Ruang Nifas

setelah dilakukan kuretase, dan diberi tatalaksana cairan infus RL, antibiotik

berupa Cefadroxil sebagai profilaksis/pencegahan terjadinya infeksi, pemberian

27
Asam Mefenamat sebagai anti-nyeri, dan Myotonic (metilergometrin) yang

berguna untuk mencegah dan mengontrol perdarahan setelah ekspulsi janin.

28
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan kasus atas nama Ny. F usia 40 tahun dengan diagnosis P1A1 post

Dilatasi Kuretase a/i Abortus Inkomplit yang dirawat di Ruang Nifas RSUD Pambalah

Batung Amuntai. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Setelah ditegakkan diagnosis tersebut, pasien mendapatkan

terapi dan mengalami perbaikan kondisi. Setelah 1 hari dirawat pasien membaik sehingga

dipulangkan, mendapatkan terapi lanjut di rumah, dan kontrol ke poli kandungan sesuai

jadwal.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors.
William Obsetrics. 26th ed. USA : The McGraw-Hills Companies, Inc ; 2022 : p. 198-202.
2. Akbar, Aidil. Faktor Penyebab Abortus Di Indonesia Tahun 2010-2019: Studi Meta
Analisis. Jurnal Biomedik: JBM. 2019; 11(3).
3. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. 2010. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono.
4. Kim C, Barnard S, Neilson JP, Hickey M, Vazquez JC, Dou L. Medical treatments for
incomplete miscarriage. Cochrane Database Syst Rev. 2017 Jan 31;1.
5. Gumayesty Y. Abortus inkomplit dan faktor yang berhubungan di RSUD Arifin
Achmad Pekan Baru. Jurnal Kesehatan Abdurrab.2017;1(1):33-9.
6. Medical management of abortion. World Health Organization; Geneva: 2018
7. Birch JD, Gulati D, Mandalia S. Cervical shock: a complication of incomplete abortion.
BMJ Case Rep. 2017 Jul 14;2017.
8. Griebel CP, Halvorsen J, Golemon TB, Day AA. Management of spontaneous abortion.
Am Fam Physician. 2005 Oct 01;72(7):1243-50.
9. Gemzell-Danielsson K, Kopp Kallner H, Faúndes A. Contraception following abortion
and the treatment of incomplete abortion. Int J Gynaecol Obstet. 2014 Jul;126 Suppl
1:S52-5.
10. Gebretsadik A. Factors Associated with Management Outcome of Incomplete Abortion in
Yirgalem General Hospital, Sidama Zone, Southern Ethiopia. Obstet Gynecol Int.
2018;2018:3958681.
11. Redinger A, Nguyen H. Incomplete Abortions. [Updated 2022 Jun 27]. In: StatPearls.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan.
12. Pitriani, Risa. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Abortus Inkomplit di Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal Kesehatan Komunitas. 2013
Mei; 2(2).
13. Diniyarti F, Rohani T, Prasentya W. Determinant Factors of Hepatitis B Incidence On
Pregnant Women. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Bandung. 2022; 14(1).
14. Setiadi, Antonius A. P., et al. Kajian Penggunaan Misoprostol Oral Dan Vagina Sebagai
Penginduksi Persalinan. Jurnal Kesehatan. 2021; 12(1): 61-66.
15. Wibowo, Aji M. I, et al. Penggunaan Off-Label Misoprostol Pada Pasien Obstetri-
Ginekologi Di Rumah Sakit Swasta kab. Banyumas. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2021;
8(1): 9-18.

30

Anda mungkin juga menyukai