Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI

TERHADAP KINERJA PETUGAS MEDIS DAN


PARAMEDIS
(Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah
Pambalah Batung)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat dan Metodologi
Penelitian
Dosen Pengampu : Dr. Fanlia Prima Jaya, S. E., M. M

Oleh :
HENNY DWI NURLITA
NPM. 300321212011

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INDONESIA
(STIMI) BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas segala pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan semi proposal penelitian dengan judul : “PENGARUH

KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA

PETUGAS MEDIS DAN PARAMEDIS (Studi Kasus pada Rumah Sakit

Umum Daerah Pambalah Batung)”

Didalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang akan dikaji yaitu

meliputi : Apakah ada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja petugas medis

dan paramedis, apakah ada pengaruh komunikasi terhadap kinerja petugas medis

dan paramedis, dan apakah ada pengaruh kepemimpinan dan komunikasi secara

bersama terhadap kinerja petugas medis dan paramedis di Rumah Sakit Umum

Daerah Pambalah Batung.

Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki

penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi

masih dirasakan banyak kekurang tepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan

saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Amuntai, 4 Mei 2022

Penulis

Henny Dwi Nurlita


300321212011

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang………………………………………….. 1
1.2. Perumusan Masalah…………………………………….. 4
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………….. 5
1.4. Manfaat Penelitian……………………………………… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….. 6
2.1. Kepemimpinan………………………………………….. 6
2.2. Komunikasi…………………………………………….. 8
2.3. Kinerja Petugas Medis dan Paramedis.…………………. 10
2.4. Penelitian Terdahulu…………………………………….. 15
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN
HIPOTESIS………………………………………………….. 16
3.1. Kerangka Pemikiran…………………………………….. 16
3.2. Kerangka Hipotesis…………………………………….. 19
3.3. Hipotesis Penelitian…………………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu………………………………………. 15

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1 Kerangka Konseptual…………………………………….. 19

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekarang ini pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk mewujudkan

suatu kondisi masyarakat Indonesia yang sehat baik secara fisik maupun mental.

Pemerintah menyadari akan arti penting masyarakat yang sehat dalam mendukung

pembangunan negara. Pembangunan akan sulit berjalan lancar jika kondisi

masyarakatnya kurang sehat. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk mampu

menciptakan suatu sistem pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas

sehingga dapat diandalkan pada saat dibutuhkan tanpa adanya hambatan, baik

yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi.

Hal ini berarti pemerintah perlu membangun pelayanan kesehatan yang

mampu diandalkan sehingga semua lapisan masyarakat baik dari kalangan bawah

sampai kalangan atas dapat memanfaatkannya. Dalam rangka meningkatkan

kemampuan memberikan pelayanan yang bermutu pada masyarakat ini, berbagai

upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Sampai saat ini hasilnya telah

menunjukkan adanya peningkatan kesehatan yang cukup baik, terutama untuk

pengadaan fasilitas kesehatan seperti fasilitas rumah sakit. Kemajuan yang telah

dicapai sudah menampakkan kondisi sebagaimana yang diharapkan. Melihat

kenyataan ini harus diakui bahwa upaya pemerintah hingga sekarang telah

berhasil meningkatkan pengadaan jumlah rumah sakit di Indonesia (Djojosugito,

2001).

Namun demikian, harus diakui bahwa upaya memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu mungkin masih perlu mendapat perhatian. Salah satu

1
2

indikator tetang perlunya memperhatikan pelayanan kesehatan ini terlihat dari

tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan rumah sakit. Hingga saat ini tingkat

pemanfaatan fasilitas rumah sakit di Indonesia nampaknya masih belum optimal.

Berdasarkan data statistik jumlah penduduk yang berobat jalan dengan

menggunakan fasilitas rumah sakit hanya 7,1%. Jumlah ini masih jauh di bawah

Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang mencapai angka 33,4% maupun dokter

praktek yang mencapai 27,5%. Di samping itu kategori lain seperti BOR (Bed

Occupancy Rate) atau prosentase yang menunjukkan rata-rata tempat tidur yang

dipakai setiap harinya) yang ada selama ini masih berada di bawah standar yang

seharusnya dicapai. Tingkat BOR yang dicapai oleh rumah sakit umum yang ada

di Indonesia sekarang ini masih berada dikisaran 50% (DEPKES RI tahun 2004).

Padahal standar nilai atau angka ideal yang seharusnya dicapai adalah 70-80%.

Nilai standar ini dihasilkan dari perbandingan antara jumlah pasien yang

menginap dengan jumlah biaya opersaional rumah sakit secara keseluruhan.

Rendahnya tingkat BOR yang dicapai sebenarnya menggambarkan bahwa

kualitas pelayanan dari rumah sakit yang bersangkutan rendah. Salah satu alasan

yang menyebabkan rendahnya nilai BOR ini adalah rendahnya kualitas pelayanan

di rumah sakit tersebut. Pasien atau calon pasien cenderung enggan untuk tinggal

lebih lama jika dirinya merasa diperlakukan secara kurang profesional. Bagi

pasien yang telah mendapat perawatan di rumah sakit tersebut, memang lama atau

tidaknya dia tinggal bisa tergantung dari penyakit yang dialaminya. Namun

rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan juga dapat mengurangi minat calon

pasien lain untuk memilih rawat inap di rumah sakit. Pasien pada umumnya lebih

memilih untuk dirawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara baik.
3

Kondisi inilah yang menggambarkan mengapa rendahnya BOR bisa disebabkan

oleh rendahnya pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, sebagai

konsekuensinya, jika angka BOR rendah maka pihak manajemen rumah sakit

yang bersangkutan seharusnya meningkatkan kualitas pelayanannya pada pasien,

terutama bagi mereka yang sedang dalam rawat inap (Suryadi, 2001).

Dalam kaitannya dengan perlunya peningkatan pelayanan kesehatan,

pembangunan kesehatan sebenarnya juga harus diarahkan pada pemberian

pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi. Dalam kondisi

seperti ini rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan dituntut untuk

meningkatkan kinerjanya dengan cara melayani masyarakat sebaik mungkin agar

menjadi tempat rujukan yang baik, mampu memberi kepuasan kepada para pasien,

bagi puskesmas-puskesmas ataupun dokter praktek yang ada di sekitarnya

(Djojosugito, 2001). Para konsumen rumah sakit (pasien baik secara individu

maupun hasil rujukan dari puskesmas atau dokter praktek) akan memilih untuk

dirawat di rumah sakit yang memiliki perilaku pelayanan yang baik. Namun,

bentuk pelayanan yang baik ini relatif jarang ditemui di rumah sakit-rumah sakit

di Indonesia. Berawal dari kenyataan inilah maka, penelitian ini hendak meneliti

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pelayanan karyawan rumah sakit

terhadap pasien yang sedang dalam rawat inap.

Berkaitan dengan itu, ada beberapa faktor yang diperkirakan dapat

mempengaruhi perilaku pelayanan, yaitu kepemimpinan dan komunikasi, Zerbe et

al (1997) menjelaskan bahwa perilaku karyawan seringkali dipengaruhi oleh

pimpinannya. Gaya atau sikap yang ditunjukkan pimpinan akan mewarnai cara
4

berfikir para karyawannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kerja

karyawan di organisasi tersebut. Pemimpin yang mampu memberikan dorongan

dan semangat kerja kepada para bawahannya akan mampu meningkatkan

kemampuan kerja karyawan tersebut.

Selain kepemimpinan, penelitian Johlke dan Duhan (2000) menjelaskan

bahwa peranan komunikasi dalam suatu organisasi juga memainkan peran yang

penting karena dapat digunakan untuk menyampaikan informasi keseluruh bagian

atau individu dalam organisasi tersebut. Selain itu, komunikasi juga dapat

digunakan sebagai alat dalam menyampaikan masukan guna memperbaiki

kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam organisasi. Melalui jalinan

komunikasi yang efektif dan lancar, seorang pemimpin dapat melakukan koreksi

terhadap kekurangan anak buahnya tanpa anak buahnya tersebut merasa

tersinggung atau disalahkan.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang dijelaskan diatas, didapatkan rumusan masalah

antara lain :

a. Apakah ada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja petugas medis dan

paramedis?

b. Apakah ada pengaruh komunikasi terhadap kinerja petugas medis dan

paramedis?

c. Apakah ada pengaruh kepemimpinan dan komunikasi secara bersama

terhadap kinerja petugas medis dan paramedis?


5

1.3 Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian ini adalah:

a. Mengetahui adanya pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja petugas

medis dan paramedis.

b. Mengetahui adanya pengaruh komunikasi terhadap kinerja petugas medis

dan paramedis.

c. Mengetahui adanya pengaruh kepemimpinan dan komunikasi secara

bersama terhadap kinerja petugas medis dan paramedis.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan akan memperoleh

manfaat berupa tambahan wacana ilmiah mengenai faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku pelayanan di rumah sakit.

b. Memberikan informasi dan tambahan informasi dalam menyusun strategi

pelayanan kesehatan pada pihak manajemen rumah sakit, khususnya bagi

Rumah Sakit Umum Daeah Pambalah Batung.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

Berbagai literatur manajemen menjelaskan bahwa kepemimpinan menjadi

salah satu faktor yang sangat mempengaruhi organisasi. Seorang pemimpin

memegang peran penting karena keberadaannya dapat menentukan gerak maju

organisasi. Sikap atau gaya seorang pemimpin akan mewarnai kegiatan operasional

organisasi sehari-hari. Menurut Greger dan Peterson (2000) pengertian

kepemimpinan meliputi beberapa aspek seperti memperlihatkan cara, menuntun,

mengarahkan, membujuk, dan berada di depan. Sementara itu Leavit (dalam Behling

dan McFillen, 1996) mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk

menjabarkan misi dengan jelas, mengkomunikasikannya dan membujuk orang lain

atau bawahan untuk merealisasikan misi tersebut. Sedangkan Conger dan Kanungo

(dalam Behling dan McFillen, 1996) berpendapat bahwa pemimpin yang berhasil

adalah mereka yang dapat mengembangkan suatu visi yang berbeda dari status quo

(keadaan pada umumnya), akan tetapi visi tersebut tetap dapat diterima oleh

bawahan. Berbagai pengertian tentang kepemimpinan ini menunjukkan bahwa

seorang pemimpin sebagai orang yang diharapkan memandu organisasi dan para

individu di dalamnya ke arah positif seharusnya memiliki kreativitas dalam mencapai

tujuannya tanpa melihat apakah ide atau cara yang digunakannya berbeda dari

kebiasaan yang berjalan selama ini.

6
7

Hasil penelitian terdahulu seperti penelitian Kirkpatrick dan Locke (dalam

DeGroot et al 2000) menyatakan bahwa karisma pimpinan yang nampak dalam setiap

perilaku mereka sebenarnya dapat memotivasi bawahan. Dampak yang mungkin

timbul dari perilaku seperti ini adalah upaya-upaya dari bawahan untuk berkinerja

dengan baik. Seorang bawahan akan berperilaku kerja yang baik jika dirinya melihat

bahwa pimpinannya juga bekerja dengan baik. Sedangkan hasil penelitian dari

Behling dan McFillen (1996) mengindikasikan adanya hubungan antara perilaku

pimpinan dengan perilaku bawahan. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa

atribut-atribut perilaku pimpinan memiliki pengaruh terhadap keyakinan bawahan

yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi perilaku bawahan. Sebagai contoh,

seorang pemimpin yang memberikan dorongan kepada bawahannya akan berdampak

pada timbulnya semangat atau motivasi dari bawahan sehingga akan berperilaku kerja

sesuai dengan harapan perusahaan.

Hasil penelitian lainnya dari Zerbe et al (1998) mengindikasikan adanya

pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku petugas medis

dan paramedis terutama dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan yang

berkualitas pada konsumen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian

sebelumnya yang meneliti pelayanan dalam organisasi jasa. Salah satunya adalah

penelitian dari Schneider & Bowen (Zerbe et al, 1998) yang dalam penelitiannya

mereka menyimpulkan bahwa manakala petugas medis dan paramedis memandang

organisasi sebagai pihak yang memfasilitasi, meningkatkan karir, serta memberikan

pengawasan serta pengarahan pada mereka maka mereka akan bebas dalam

melakukan pekerjaan pokok mereka dalam memberikan pelayanan pada konsumen.


8

Akan tetapi menurut penelitian Zerbe et al (1998), kepemimpinan sebagai bagian dari

komponen manajemen sumber daya manusia akan dapat meningkatkan motivasi

petugas medis dan paramedis dalam hal pemberian pelayanan yang berkualitas.

Hasil penelitian dari Church (1995) juga mengindikasikan adanya pengaruh

positif antara kepemimpinan dengan perilaku pelayanan petugas medis dan paramedis

Penelitian yang membahas mengenai dampak perilaku pimpinan terhadap kinerja

pelayanan petugas medis dan paramedis ini menghasilkan temuan bahwa perilaku

pimpinan secara langsung mempengaruhi kualitas pelayanan petugas medis dan

paramedis yang pada gilirannya akan dapat membawa dampak positif pada

peningkatan kinerja organisasi.

2.2 Komunikasi

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terpisahkan dari suatu organisasi.

Melalui komunikasi, seorang individu dalam organisasi dapat bertukar pandangan

atau pendapat dengan individu-individu lainnya. Komunikasi juga akan mempererat

individu dalam organisasi dan akan memubat suasana kerja menjadi lebih

kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan pengertian komunikasi yang dimaksudkan

sebagai proses yang digunakan untuk mentransfer informasi serta mempengaruhi dari

satu pihak ke pihak lain (Johlke dan Duhan 2000).

Komunikasi yang dimaksud dalam konteks pemberian pelayanan di sini adalah

komunikasi yang terjadi dalam dan antar bagian dalam organisasi (Zeithaml et al,

1988). Komunikasi yang demikian ini dapat diharapkan akan dapat mempengaruhi

perilaku petugas medis dan paramedis rumah sakit pasien. Sebab sebenarnya tujuan
9

yang mendasar dari komunikasi semacam ini adalah untuk mengkoordinasikan orang-

orang dan bagian-bagian dalam organisasi sehingga hal-hal yang menjadi tujuan dari

organisasi dapat tercapai (Zeithaml et al ,1988). Sebenarnya hal ini menjadi masuk

akal karena manakala salah satu bagian dalam organisasi (misalnya organisasi rumah

sakit) dikembangkan atau dilatih secara terpisah dari bagian lain (misalnya pelaksana

atau petugas medis dan paramedis yang berhubungan langsung dengan pasien seperti

perawat), sedangkan tidak ada komunikasi di antara bagian-bagian dalam organisasi

maka bagian yang berhubungan langsung dengan konsumen (pasien) tidak akan dapat

atau mampu memberikan pelayanan yang seperti yang digambarkan oleh bagian yang

telah dilatih oleh organisasi rumah sakit tersebut. Kondisi yang seperti ini

menunjukkan adanya kesalahpahaman yang diakibatkan kurangnya komunikasi

(Zeithaml et al 1988).

Menurut Klepack (1990) pada dasarnya komunikasi internal perusahaan yang

baik akan membawa pada perbaikan moral dan produktifitas petugas medis dan

paramedis yang tinggi. Sebab dampak dari komunikasi adalah bahwa mereka menjadi

tahu akan misi dan visi dari perusahaan tempat mereka bekerja. Petugas medis dan

paramedis yang tahu dan memahami misi dari perusahaan.

Sementara itu hasil penelitian lain juga mengindikasikan hal yang sama yaitu

bahwa komunikasi dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Dalam

penelitian Palmer dan Sanders (dalam Habner et al 1997) ditunjukkan bahwa

komunikasi sebenarnya adalah kunci untuk berhasil dalam implementasi atau

penerapan dari upaya pengembangan kualitas. Sebab komunikasi yang efektif yang

terdiri dari pembicaraan, tulisan, simbolisasi atau perilaku untuk mencapai sasaran
10

yang diharapkan dengan cara-cara yang dapat diterima dengan baik akan berdampak

positif pada komitmen petugas medis dan paramedis terhadap visi atau mencapai visi-

visi organisasi. Hasil ini menunjukkan secara implisit hubungan antara komunikasi

dan perilaku pelayanan, karena komitmen pada visi organisasi adalah berarti pula

memiliki perilaku yang sesuai atau sejalan dengan visi organisasi. Disamping itu

komunikasi dapat mendorong manajer dan petugas medis dan paramedis untuk

mengembangkan nilai-nilai bersama dan kepercayaan antara mereka, yang mana hal

ini sangat diperlukan untuk keberhasilan penerapan pengembangan kualitas

pelayanan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan komunikasi yang efektif

diantara bagian-bagian dalam organisasi maka akan dapat meningkatkan perilaku

pelayanan seperti yang diharapkan.

2.3 Kinerja Petugas Medis dan Paramedis

Istilah kinerja berasal dari kata Job Perfomance atau Actual Perfomance yang

artinya prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Namun

sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya dapat diartikan

sebagai hasil kerja tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.

Menurut Mangkunegara (2013:67) bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Sedangkan menurut Wibowo (2012:7) bahwa kinerja adalah tentang melakukan

pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, kinerja adalah tentang apa

yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.


11

Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai

prestasi kerja yang dihasilkan oleh petugas medis dan paramedis sesuai dengan

perannya dalam perusahaan. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan

secara langsung mempengaruhi tidak hanya dari kinerja masing-masing pekerja

secara individu dan unit kerjanya tetapi juga kerja seluruh organisasi. Dari beberapa

definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu pencapaian hasil

kerja oleh petugas medis dan paramedis dalam melakukan tugas maupun perannya

dalam suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mangkunegara (2013:72) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja individu menurut organisasi, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor Individu

Secara psikologis individu yang normal adalah individu yang memiliki

integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisik (jasmani). Dengan

adanya integritas yang tinggi antara fungsi fisik dan psikis, maka individu

tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini

merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan

mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan

atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

b. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai

prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian

jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola
12

komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja

respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Sedangkan menurut Wibowo (2012:80), faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja adalah sebagai berikut: Kepemimpinan, Mekanisme kerja yang

berlangsung dalam organisasi, lingkungan kerja dan hubungan antar manusia

didalam organisasi.

2.3.2 Tujuan Kinerja

Tujuan kinerja petugas medis dan paramedis dapat didefinisikan sebagai apa

yang diharapkan untuk dicapai oleh suatu organisasi, fungsi, departemen dan individu

dalam suatu periode tertentu. Arti pentingnya menetapkan tujuan adalah sebagai

proses manajemen yang memastikan bahwa setiap pekerja individual tahu peran apa

yang harus mereka lakukan dan hasil apa yang perlu mereka capai untuk

memaksimumkan kontribusinya pada keseluruhan bisnis. Dengan adanya tujuan,

memungkinkan pekerja mengetahui apa yang diperlukan dari mereka, atas dasar apa

kinerja harus dilakukan dan bagaimana kontribusinya akan dinilai. Menurut Wibowo

(2012:50) bahwa pada dasarnya terdapat banyak tujuan dalam suatu organisasi.

Tujuan tersebut dapat dinyatakan dalam berbagai tingkatan sebagai berikut:

a. Corporate Level merupakan tingkatan dimana tujuan dihubungkan dengan

maksud, nilai-nilai dan rencana dari organisasi secara menyeluruh untuk

dicapai.

b. Senior Managemen Level merupakan tingkatan dimana tujuan pada tingkatan

ini mendefinisikan kontribusi yang diharapkan dari tingkat manajemen senior

untuk mencapai tujuan organisasi.


13

c. Business-unit Functional atau Departemen Level merupakan tingkatan dimana

tujuan pada tingkatan ini dihubungkan dengan tujuan organisasi, target, dan

proyek yang harus diselesaikan oleh unit bisnis, fungsi atau departemen.

d. Team Level merupakan tingkatan dimana tujuan tingkat tim dihubungkan

dengan maksud dan akuntabilitas tim dan kontribusi yang diharapkan dari tim.

e. Individual Level, yaitu tingkatan dimana tujuan dihubungkan pada akuntabilitas

pelaku, hasil utama, atau tugas pokok yang mencerminkan pekerjaan individual

dan fokus pada hasil yang diharapkan untuk dicapai dan kontribusinya pada

kinerja tim, departemen atau organisasi.

2.3.3 Dimensi-Dimensi Kinerja

Menurut Sutrisno (2010:172-173), mengemukakan bahwa ada empat dimensi

yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu:

a. Kualitas yang dihasilkan, yaitu menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu,

dan ketepatan dalam melaksanakan tugas.

b. Kuantitas yang dihasilkan, yaitu berkenaan dengan berapa jumlah produk atau

jasa yang dapat dihasilkan.

c. Waktu kerja, yaitu menerangkan akan berapa jumlah absen dan keterlambatan.

d. Kerjasama, yaitu menerangkan akan bagaimana individu membantu atau

menghambat usaha dari teman sekerjanya.

2.3.4 Indikator Kinerja

Pada dasarnya kinerja petugas medis dan paramedis perlu diukur untuk

mengetahui apakah selama pelaksanaan, kinerja dilakukan dari rencana yang telah

ditentukan atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan,
14

atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan oleh

perusahaan. Untuk melakukan pengukuran, diperlukan kemampuan untuk mengukur

kinerja sehingga adanya ukuran kinerja. Pengukuran hanya berkepentingan untuk

mengukur apa yang penting dan relevan. Untuk itu, perlu jelas tentang apa yang

dikatakan penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus

digunakan.

Menurut Moeheriono (2009:80) pada umumnya ukuran indikator kerja dapat

dikelompokkan ke dalam enam kategori berikut ini. Namun demikian, organisasi

tertentu dapat mengembangkan kategori masing-masing yang sesuai dengan misinya.

a. Efektif

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam

mencapai sesuatu yang diinginkan.

b. Efisien

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output dengan

menggunakan biaya serendah mungkin.

c. Kualitas

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa yang

dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan

d. Ketepatan Waktu

Indikator ini mengukur tingkat produktivitas suatu organisasi. Untuk itu, perlu

ditentukan kriteria yang dapat mengukur berapa lama waktu yang seharusnya

diperlukan untuk menghasilkan suatu produk/jasa.


15

e. Produktivitas

Indikator ini mengukur tingkat produktifitas suatu organisasi. Dalam bentuk

yang ilmiah, indikator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu

proses dibandingkan dengan nilai yang dikonsumsi untuk biaya modal dan

tenaga kerja.

f. Keselamatan

Indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruan serta lingkungan

kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan.

Dari berbagai kriteria di atas, maka dapat dipahami bahwa tujuan pengukuran

kinerja adalah untuk memberikan bukti apakah hasil kinerja petugas medis dan

paramedis yang diinginkan perusahaan telah tercapai atau belum.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan penelitian mengenai kepemimpinan

diantaranya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Topik Penelitian Metode Kesimpulan yang Diacu


1. Panjaitan, Hotman, Mengetahui Penelitian Adanya pengaruh
2010, Pengaruh pengaruh explanatory kepemimpinan terhadap
Kepemimpinan kepemimpinan research kinerja paramedis dan
Terhadap Kinerja terhadap kinerja Dengan berdampak positif pada
Paramedis dan paramedis dan analisis mutu pelayanan di
Dampaknya pada dampaknya pada regresi. RSUD Pasuruan.
Mutu Pelayanan di mutu pelayanan di
RSUD Pasuruan, RSUD Pasuruan.
Jurnal Riset
Ekonomi dan Bisnis
Vol. 10 No. 2.
16

2. Amalia, Maya, Mengetahui Penelitian Terdapat hubungan yang


Mudayana, AA, hubungan antara analitik signifikan antara
2019, Hubungan kepemimpinan menggunakan kepemimpinan dan
Kepemimpinan dan dan komunikasi cross komunikasi dengan
Komunikasi dengan dengan kinerja sectional kinerja tenaga kesehatan
Kinerja Tenaga tenaga kesehatan dengan di seluruh puskesmas
Kesehatan di Seluruh di seluruh analisis kota Yogyakarta.
Puskesmas Kota puskesmas kota univariat dan
Yogyakarta, Naskah Yogyakarta. bivariat uji
Publikasi Fakultas statistik chi
Kesehatan square.
Masyarakat
Universitas Ahmad
Dahlan.
3. Abilang, FMH, et al, Mengetahui Penelitian Ada pengaruh variabel
2019, Pengaruh pengaruh kuantitatif kepemimpinan,
Kepemimpinan, kepemimpinan, non komunikasi, sistem
Komunikasi, Sistem komunikasi, eksperimental kontrol, diklat dan
Kontrol, Diklat dan sistem kontrol, menggunakan kompensasi terhadap
Kompensasi diklat dan metode Cross kinerja karyawan
Terhadap Kinerja kompensasi sectional Puskesmas Totikum,
Karyawan (Studi terhadap kinerja analitik Kab. Banggai
pada Puskesmas karyawan di dengan Kepulauan, Sulawesi
Totikum, Kab. Puskesmas analisis data Tengah.
Banggai Kepulauan, Totikum, Kab. regresi linier
Sulawesi Tengah), Banggai berganda
Jurnal Manajemen Kepulauan,
Bisnis Indonesia, Sulawesi Tengah,
Vol. 5 No. 1. baik secara
bersamasamama
maupun parsial.
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran

3.1.1 Pengaruh Kepemimpinan (X1) Terhadap Kinerja Petugas Medis dan

Paramedis (Y)

Menurut Rivai (2009:34-35) secara operasional fungsi pokok kepemimpinan

dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Fungsi Instruktif

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator

merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana

perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.

Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan

dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

b. Fungsi Konsultatif

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha

menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan

pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang

yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang

diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari

pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah

keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan.

c. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-

orang yang dipimpinnya, baik dalam keikut sertaan mengambil keputusan

16
17

maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat

semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama

dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikut

sertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan

pelaksana.

d. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang

membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun

tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti

kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan

pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.

e. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif

mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi

yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara

maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan

bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

Berdasarkan deskripsi teori-teori yang ada dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam

mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan berdaya

upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dapat dikatakan bahwa kepemimpinanlah yang memainkan peranan

yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi dalam menyelenggarakan

berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya (Siagian,


18

2003:3). Yang dapat dilihat dari bagaimana seorang pemimpin dapat

mempengaruhi bawahannya untuk bekerjasama menghasilkan pekerjaan yang

efektif dan efisien.

3.1.2 Pengaruh Komunikasi (X2) Terhadap Kinerja Petugas Medis dan

Paramedis (Y)

Iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat

dalam organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi

tersebut mempercayai mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil

resiko, mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dalam

mengerjakan tugas-tugas mereka, menyediakan informasi yang terbuka dan cukup

tentang organisasi, mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh

informasi yang dapat dipercayai dan terus terang dari suatu anggota organisasi,

secara aktif.

Memberi penyuluhan kepada para anggota organisasi sehingga mereka

dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi keputusan-keputusan dalam

organisasi, dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan

memberi tantangan (Redding, dalam Mulyana, 2005: 154).

Komunikasi memberikan pengaruh yang sangat besar dalam meningkatkan

kinerja pegawai, dibuktikan dengan terdapatnya aspek kepercayaan dan

keterlibatan yang diutamakan dan cukup besar pengaruhnya kepada pegawai

dalam turut serta mengelola organisasi. Ini merupakan modal utama ketika hendak

membangun lingkungan yang positif dalam organisasi. Pegawai akan semakin giat

dan semangat bekerja sesuai dengan arahan ketika merasa sudah diperlakukan
19

secara manusiawi, yang selanjutnya akan dapat bermuara pada kinerja yang

optimal dan komitmen yang tinggi terhadap organisasi.

3.2 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada penelitian ini dapat digambarkan pada gambar

berikut.

KEPEMIMPINAN (X1)

KINERJA PETUGAS
MEDIS DAN
PARAMEDIS (Y)

KOMUNIKASI (X2)

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

3.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang

kebenarannya masih harus diuji. Menurut Arikunto (2009:55) hipotesis adalah

alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang

diajukan dalam penelitannya. Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran

yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang

dikumpulkan dengan penelitian. Dengan kedudukannya itu, maka hipotesis dapat

berubah menjadi kebenaran, akan tetapi juga dapat tumbang sebagai kebenaran.

Hipotesis yang dapat diambil dari penelitian ini meliputi:

1. Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap

kinerja petugas medis dan paramedis


20

2. Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara komunikasi terhadap

kinerja petugas medis dan paramedis

3. Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan dan

komunikasi secara bersama-sama terhadap kinerja petugas medis dan

paramedis.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Herlin Arisanti, 2010. Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen


Organisasi dan Akuntabilitas Publik terhadap Kinerja Organisasi,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 9. No. 2, Hal.118-134.

Arikunto, Suharsimi, 2009. Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Ghozali, Imam, 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,


Universitas Diponegoro, Semarang.

Ghozali, Imam, 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,


Universitas Diponegoro, Semarang.

Kuncoro, Mudrajad, 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga,
Jakarta.

Mangkunegara, A.A Anwar Prabu, 2013. Manajemen Sumber Daya Perusahaan,


PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Ghalia Indonesia,


Bogor.

Mulyana, Deddy, 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya,


Bandung.

Rivai, Veithzal, 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Rajawali Pers,


Jakarta.

Romli, 2011. Komunikasi Organisasi, PT Grasindo, Jakarta.

Siagian, Sondang P, 2003. Teori & Praktek Kepemimpinan, Rineka Cipta, Jakarta.

Siagian, Sondang P, 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi I, PT Bumi


Aksara, Jakarta.

Sopiah, 2008. Perilaku Organisasi, Andi, Yogyakarta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, AFABETA,


CV, Bandung.

Sutrisno, Edy, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.

Sutrisno, Edy, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta
Sutrisno, Edy, 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi I, Kencana
Prenadamedia Group, Jakarta.

Thoha, Miftah, 2011. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi I,
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wibowo, 2012. Manajemen Kinerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai