Anda di halaman 1dari 3

Pasien By. Ny.

M, laki-laki, usia 4 hari di rawat di ruang Neonatus RSUD Siti


Fatimah dengan kuning mulai dari kepala, badan hingga ke seluruh lengan dan kaki.
Kuning pada mata ada. Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia mencapai 50% bayi
cukup bulan dan kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan (premature)
mencapai 58%. Faktor risiko ikterus neonatorum ada tiga yaitu, faktor maternal, faktor
perinatal dan faktor neonatus. Pada pasien ini terdapat faktor maternal yaitu bayi lahir
dengan ibu ketuban pecah dini > 12 jam berwarna jernih. Selain itu, pasien juga
memiliki faktor perinatal yaitu bayi lahir kurang bulan (premature) pada usia
kehamilan 33 minggu.
Pada neonatus dengan ikterik perlu dibedakan fisiologis ataupun patologis.
Pada kuning fisiologis umumnya terjadi 24 – 72 jam setelah lahir dengan puncak usia
hari ke 4-5 pada neonatus cukup bulan dan hari ke-7 pada bayi kurang bulan serta
menghilang pada usia 10-14 hari, kadar bilirubin total <15 mg/dl, serta peningkatan
bilirubin total per hari <5 mg/dl/hari. Sedangkan pada kuning patologis terjadi pada usia
<24 jam atau >2 minggu, persisten 8 hari pada bayi cukup bulan dan 14 hari pada bayi
kurang bulan, kadar bilirubin total >12 mg/dl dalam waktu kapan pun, peningkatan
bilirubin perhari >5 mg/dl, serta fraksi bilirubin direk >1 mg/dl atau 20% dari bilirubin
total.45 Pasien ini mengalami ikterik patologis karena kadar bilirubin total 18,0 mg/dL.
Tanda dan gejala ikterus dapat berupa letargis, kejang, tidak mau mengisap,
spasme otot, epistotonus, stenosis, perut membuncit, feses berwarna seperti dempul,
muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap, tampak ikterus pada
sklera, kuku, kulit, dan membrane mukosa.18 Pada pemeriksaan fisik ditemukan sklera
ikterik dan kulit pasien tampak kuning mulai dari kepala, badan hingga seluruh lengan
dan kaki. Berdasarkan penilaian Kramer Scale termasuk dalam katagori 4 dengan
perikiraan bilirubin total 15 – 18 mg/dl. Pada pasien ini didapatkan bilirubin total 18
mg/dL.
Pada pasien tampak kuning saat usia 72 jam dengan ibu memiliki golongan
darah A dengan rhesus positif, dan golongan darah ayah tidak diketahui. Pada pasien
didapatkan golongan darah sama dengan Ibu yaitu A rhesus positif, sehingga dapat
disingkirkan kemungkinan kuning akibat inkompabilitas ABO. Selain itu pada pasien
tidak ada riwayat trauma lahir, dan pemeriksaan eritrosit dan hemoglobin dalam batas
normal serta tidak ada riwayat hepatitis pada ayah dan ibu sehingga kemungkinan
kuning akibat proses hemolisis dapat disingkirkan. Pada pasien tidak didapatkan BAB
seperti dempul sehingga kemungkinan kuning akibat obstruksi ataupun atresia bilier
dapat disingkirkan. Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi TORCH seperti
hydrocephalus, mikrocephali, katarak kongenital serta tidak ditemukan pembesaran
hepar sehingga penyebab kuning akibat TORCH dapat disingkirkan.
Pada masa neonatus premature, terjadi perubahan yang sangat besar dari
kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem.
Neonatus yang lahir dengan prematur merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai masalah kesehatan bisa muncul seperti
sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum adalah sindroma klinis yang terjadi pada 28 hari
awal kehidupan, dengan manifestasi infeksi sistemik dan atau isolasi bakteri patogen
dalam aliran darah. Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran
hidup, dan mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat
<1500gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi premature (5-10 kali
kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat dini.

Sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis


neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) yang terjadi segera dalam periode
postnatal (kurang dari 72 jam) dan diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero
dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis) yang merupakan
infeksi postnatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan di sekitar atau
rumah sakit (infeksi nosokomial). Pada pasien ini ikterus neonatorum yang dialaminya
merupakan ikterik patologis yang duduga disebabkan oleh early-onset neonatal sepsis
Penegakan diagnosis sepsis apabila didapatkan gejala klinis sepsis ditambah
pemeriksaan laboratorium yang positif (lekosit <5000/mm3 atau >30.000/mm3, I/T
ratio 0,2 atau lebih, mikro LED>15mm/jam, CRP >9mg/dL, dan kultur darah positif.
Pada pasien ini didapatkan gejala klinis sepsis dan hasil pemeriksaan laboratorium
leukosit 6.720/mm3, CRP positif dan I/T rasio tidak dilakukan pemeriksaan.

Pada pasien terdapat sepsis, sepsis dapat menyebabkan hiperbilirubin akibat


infeksi dihepar atau pemecahan eritrosit berlebihan, selain itu pada sepsis terjadi
pelepasan sitokin untuk melawan infeksi, sitokin dapat mengganggu regulasi bilirubin
sehingga menyebabkan hiperbilirubin. Hiperbilirubin karena sepsis timbul pada hari ke
2-7 setelah lahir dan pada pemeriksaan fisik tampak ikterus.9 pada pasien ini ikterus
neonatorum yang dialaminya merupakan ikterik patologis yang duduga disebabkan
oleh early-onset neonatal sepsis dikarenakan adanya gejala klinis berupa letargi,
hipoaktif dan takikardi yang di ikuti oleh hasil CRP positif , serta pasien juga memiliki
riwayat ketuban pecah dini lebih dari 12 jam , BBLR, dan premature.

Pada hari pertama Pasien telah terdiagnosis HMD grade 2 berdasarkan gejala
klinis berupa gangguan pernafasan yang ditandai dengan retraksi dinding dada dan
peningkatan frekuensi nafas dan didukung oleh hasil rontgen lalu pasien telah di
tatalaksana. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosa NKB SMK + BBLR + RDS ec HMD grade 2 +
hiperbilirubinemia ec sepsis.
Pada hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh sepsis maka penatalaksanaan
utamanya dengan pemberian cefotaxim dan pertimbangkan fototerapi atau transfusi
tukar. Berdasarkan berat badan bayi maka indikasi dilakukan fototerapi pada
pasien usia gestasi 33 minggu dengan berat lahir 1538 gram dilakukan
fototerapi apabila bayi dengan bilirubin 6-8 mg/dL, pada pasien ini diperoleh
bilirubin 18 mg/dL. Evaluasi bilirubin idealnya dilakukan pengecekan ulang total
serum bilirubin, akan tetapi jika pada lokasi dengan keterbatasan alat penilaian klinis
kuning dapat dilakukan dengan pemeriksaan Kramer test yang memiliki tingkat
sensitivitas 76,92%, spesifitas 89,4%, dan akurasi 86,27% yang cukup baik dalam
menapis kuning pada neonatus.46 Pada pasien setelah mendapatkan fototerapi dengan
standar fototerapi 25 – 30 microW/cm2/nm, panjang gelombang UV-A (320 – 400 nm)
dan UV B (290 – 302 nm), durasi 24 jam, intensitas 4, jarak 45 cm. Kuning pada pasien
tersisa di wajah atau Kramer 1 dengan bilirubin 6,7 mg/dl.47

Anda mungkin juga menyukai