Anda di halaman 1dari 4

1

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Data Subjektif

Asuhan kebidanan yang telah diberikan pada By. Ny “A” yaitu dengan
hasil data subyektif yang diperoleh dari anamnesa yang dilakukan pada
Ny.”A” yaitu pada tanggal 28-06-2016 bayi umur 3 hari, bayi kuning mulai
kemarin, malas minum dan sering tidur. Minum ASI 4x/ hari.

Suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang


mempunyai potensi menimbulkan kern-ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik. Sebagian besar ikterus neonatorum ini proses terjadinya
mempunyai dasar patologis (Hanifa W, 2007). Ikterus neoanatorum patologis
merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum
total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai ikterus,
keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut sebagai
ikterus neonatorum yang bersifat patologis atau dikenal dengan
hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar
bilirubun didalam ekstra vaskuler sehingga konjungtiva, kulit, dan
mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar
terjadi kern-ikterus yang merupakan kerusakan otak akibat perlengketan
bilirububin indirek pada otak.

Pada pengumpulan data subyektif penulis tidak menemukan


kesenjangan antara fakta dan teori.

4.2 Data Objektif

Data obyektif kasus ini pada pemeriksaan fisik mata konjungtiva


pucat sklera kuning, wajah tampak kuning sampai ekstrimitas bawah. Bayi
malas minum, daya hisap kurang. Pemeriksaan penunjang Billirubin
indirect=8,07 mg/dL, Bilirubin direct=3,25 mg/dL, Bilirubin total=11,32
mg/dL.
2

Pembagian ikterus menurut Kramer derajad 5 di kategorikan kuning


pada area kepala, badan,ekstrimitas, sampai pergelangan tangan dan kaki
kepala, badan semua ekstremitas sampai ujung jari. Pada derajat tertentu,
bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam
air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern-ikterus atau
ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar
bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma
atau infeksi (Hanifa, 2007 ).

Pada pengumpulan data obyektif penulis tidak menemukan kesenjangan


antara fakta dan teori.

1.3 Assesment

Berdasarkan pengumpulan data obyektif dan obyektif maka assesment


yaitu Neonatus Cukup Bulan umur 3 hari dengan Ikhterus Neonatorum.
Ikterus yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya
bersifat “fisiologis”, tetapi dapat pula merupakan manifestasi ikterus
yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus
nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada
permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang
timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan
kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat
disebabkan oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan
penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus yang timbul sekunder akibat
3

ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama


kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia
dapat menimbulkan ikterus dini.
Pada pengumpulan data obyektif penulis tidak menemukan
kesenjangan antara fakta dan teori.

1.4 Penatalaksanaan

Berdasarkan SOAP pada penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada


Neonatus Cukup Bulan Umur 3 hari dengan Ikhterus Neonatorum di ruang
IGD PONEK RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo, dilakukan tindakan
kolaborasi dengan dr. SpA untuk tindakan selanjutnya seperti fototerapi 1x24
jam. Dan pemberian terapi dari dr SpA Infus D10 1/5 NS 120 CC/24 jam= 5
tpm, Transfusi PRC 20cc, Injeksi lasix post transfusi PRC 2mg, Transfusi
albumin 2gr/kg bb, Injeksi lasix pre dan post transfusi 2mg.

Penatalaksanaan Awal Ikterus Neonatorum(Menurut WHO): Mulai


terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat, Tentukan
apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis.Tatalaksana
bayi dengan Ikterus Neonatorum Patologis / Hiperbilirubinemia. Hemolitik
paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan
darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata
laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun
penyebabnya. Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk
dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar . Bila rujukan untuk dilakukan
transfusi tukar memungkinkan: Bila bilirubin serum mendekati nilai
dibutuhkannya transfusi tukar kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit <
40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.Bila bilirubin serum tidak
bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera
rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL
(hematokrit < 40%).
4

Berdasarkan fakta yang ditemukan di RSUD dr. Abdoer Rahem


Situbondo telah sesuai dengan teori yang ada. Penanganan yang dilakukan
oleh bidan dan kolaborasi dengan SpA di RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo pada neonatus dengan BBLR dan Ikterus Neonatorum tertangani.

Anda mungkin juga menyukai