JUMP 1 TERMINOLOGI
1. CPAP: alat untuk mempertahankan tekanan positif pada sal napas neonatus selama
pernapasan spontan. Sebagai tatalaksana respiratory distress pd neonatus. Dan untuk
menurunkan kesulitan bernafas
2. Paten ductus arteriosus: suatu kelainan ductus arteriosus tidak membentuk sejak lahir
3. Air bronchogram: adanya bagian saluran pernapasan (bronkus) yg dikelilingi oleh udara
namun kantung paru tidak berisi udara.
4. Patent foramen ovale: penyakit jantung bawaan ketika lubang (foramen ovale) yang
terletak diantara atrium kanan dan kiri tidak menutup secara sempurna setelah bayi lahir
5. APCD: acquired prothrombin complex deficiency adalah perdarahn spontan krna kurang
koagulasi pembekuan darah ( f. II, VII, IX) akibat kekurangan vit K
JUMP 2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja indikasi penggunaan CPAP?
2. mengapa terjadi air bronchogram sign pada bayi ny, tia?
3. apakah ada hubungan bayi prematur berat 1200 gr dg kondisi saat ini?
4. Mengapa bayi ny. Tia ditempatkan di ruang ICU dan langsung dipasangkan cpap?
5. Bgmna tx pd bayi tersebut?
6. Mengapa bayi ny. Chandra yg mengalami badan kuning dilakukan terapi sinar
7. Mengapa bayi bisa mengalami badan kuning?
8. Bgmna membedakan ikterus fisiologis dan patologis pd bayi
9. Mgp bayi nanda mngalami kejang dan penurunan kesadaran?
10. Bgmna tx dan pencegahan yg dapat dilakukan pada bayi icterus neonatorum?
11. Bgmna tx yg dapat dilakukan pd bayi ny. Nanda?
12. Mgp dapat terjadi pda dan pfo pd bayi ny. Tia?
JUMP 3 HIPOTESA
1. Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus yang merupakan
indikasi
penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi :
1. Frekuansi nafas > 60 kali permenit
2. Merintih ( Grunting) dalam derajat sedang sampai parah
3. Retraksi nafas
4. Saturasi oksigen < 93% (preduktal)2
5. Kebutuhan oksigen > 60%
6. Sering mengalami apneu
Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria tersebut
diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan CPAP.
2. Berkaitan dengan pda akan trjadi santing darah dari aorta ke arteri pulmonalis yg akan
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pd arteri pulmonalis -> fluida mengisi
alveoli sehingga bronkus melebar. Selain paten foramen ovale jg berkaitan
3. BBLR yang sangat rendah -> Bayi prematur organnya belum matur. Kaitannya bayi
prematur mengalami berbgai maslah salah satu kesulitan bernafas. Dan ada kaitan pd pda
dan pfo dmna bayi prematur mengalami masalah organnya yg belum matur sehingga pda
tetap terbuka setelah bayi lahir dan pfo tidak menutup secra sempurna
4. Krna indikasi terpenuhi dmna berat bayi rendah yaitu 1200 gr, oleh karena itu ditempatkan
di ruang nicu dan dilakukan monitoring pd bayi tsb
5. Dilakukan pemantaun diruang nicu. Pd pda ada beberapa
terapi medikamentosa: jika duktus kecil ex: endomethasin -> mempercepat penutupan
ductus. Ibuprofen.
Terapi bedah
6. Terapi sinar untuk menguragi bilirubin. Bilirubin indirect tidak bisa larut pd air, dengan
terapi ini bilirubin indirect bisa larut
7. Krna produksi kadar bilirubin dlm darah meningkat. Dimana kadar bilirubin <1 gr jika
lebih dari 1 gr maka menyebabkan bayi menguning
Bayi kuning terjadi karena adanya penumpukan bilirubin pada darah bayi. Bilirubin sendiri
merupakan zat kuning yang dihasilkan dari proses penghancuran sel darah merah secara
alami. Kondisi ini sering menyerang bayi baru lahir, karena fungsi hatinya belum berfungsi
secara maksimal.
Sebenarnya, bayi telah memiliki bilirubin sejak ia berada dalam kandungan yang
dihasilkan oleh plasenta. Setelah lahir, bilirubin dari aliran darah bayi akan melalui proses
penyaringan oleh hati dan dilepaskan ke saluran usus.
Namun, karena organ hati bayi belum berkembang dengan sempurna, sedangkan bilirubin
yang dihasilkan lebih banyak, proses pembuangan bilirubin pun menjadi terhambat.
8. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke dua dan hari ke tiga yang tidak
mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus fisiologis ini juga dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang atau
disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat. Ikterus fisiologis ini umumnya
terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama>2
mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 810 mg/dL pada hari ke tiga kehidupan dan kemudian akan
menurun secara cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1
mg/dL selama satu sampai dua minggu. Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan
air susu ibu (ASI) kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi yaitu 7-
14 mg/dL dan penurunan akan lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan
sampai 6 minggu.
Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus yang kemungkinan menjadi
patologik atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia adalah:
a) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan
d) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim C6PD
dan sepsis)
e) Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 200 gram yang disebbakan
karena usia ibu dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dan kehamilan pada remaja, masa
gestasi
kurang dari 35 minggu, asfiksia, hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkopnia, hiperosmolitas.
9. Bayi Ny. Nanda mengalami penurunan kesadaran dan kejang ini merupakan dampak dari
berkurangnya kadar Vit K pada bayi tersebut. Vit K adalah vitamin yg sangat berperan
penting dalam mengahsilkan zat didalam tubuh utk menunjang pembekuan darah.
Pada bayi, kekurangan vitamin K bisa meningkatkan risiko terjadinya perdarahan.
Perdarahan ini bisa terjadi pada organ tubuh bayi, misalnya perdarahan otak dan saluran
cerna.
10. Indometasin ( inhibitor sintesis prostaglandin ) untuk mempercepat penutupan ductus
- identifikasi penyebab dasar
- kontraindikasi terapi sinar
- rujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang lebih tinggi tingkatanya
11. - TL perdarahan :
• Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
• Transfusi 10-15 ml/kgBB
• Transfusi PRC sesuai kadar Hb.
- TL kejang dan peningkatan TIC.
• Manitol 0,5–1 gram/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan intrakranial. Perlu pemantauan yang ketat untuk terjadinya syok atau
perdarahan yang bertambah.
Konsultasi ke bedah syaraf untuk tindakan operatif tergantung seberapa besar perdarahan
yang terjadi dan defisit neurologis yang timbul.
JUMP 4 SKEMA
1. Hipoglikemia
Definisi
Hipoglikemia adalah Suatu Keadaan Dimana Kadar Glukosa Dalam Darah Secara Abnormal
Rendah Yaitu < 50 Mg/Dl Atau Bahkan < 40 Mg/Dl ( Rahardjo, 2012 )
Etiologi Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki cadangan glukosa
yang rendah yang disimpan dalam bentuk glikogen, ( Novyana 2010).
Penyebab Hipoglikemia pada neonatus berbeda sedikit dari pada bayi yang lebih tua dan anak –
anak.menurut ( Judarwanto, 2012), etilogi Hipoglikemia pada neonatus meliputi :
a) Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang memiliki penyaikt diabetes militus.
Menderita diabetes selama kehamilan dan bayi yang menderita penyakit eritoblastosis
fetalis berat, bayi demikian cenderung menderita hiperinsulinisme.
b) BBLR
BBLR yang mungkin mengalami malnutrisi intrauterine, yang mengakibatkan cadangan
glikogen hati dan lamak tubuh total menurun. BBLR yang termasuk rawan adalah bayi
kecil yang menurut usia kehamilan .Salah satu bayi kembar yang lebih kecil berat badan
berbeda 25 % atau lebih. Berat badan lahir kurang 2000 gram bayi yang menderita
polisitemia, bayi dilahirkan oleh ibu yang menderita toksemia dan bayi dengan plasenta
yang abnormal, terutama sangat peka dan mudah terkena gangguan ini. Faktor – faktor
lain yang akan berperan tumbuhnya hipoglikemia pada kelompok ini mencakup respon
insulin yang tidak normal, gangguan glikoneogenesis, asam lemak bebas yang rendah,
rasio berat otak atau hati yang meningkat. Kecepatan produksi kortisol yang rendah dan
mungkin kadar insulin yang meningkat serta respon keluaran epineprin yang menurun.
c) Imatur.
Atau yang sakit berat dapat menderita hipoglikemiakarena meningkatnya kebutuhan
metabolism yang melebihi cadangan kalori, dan bayi dengan berat badan lahir rendah
yang menderita sindrom gawat nafas. Asfiksia, polisitemia, hipotermia dan infeksi
sistemik dan bayi mengalami kelainan jantung bawaan sianotik yang menderita gagal
jantung.
d) Pada bayi yang menderita kelainan genetic atau gangguan metabolism primer ( jarang
terjadi ). Seperti galaktosomia, penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi fruktosa,
propionate asidemia, metilalosiat asidemia, tirosinemia, penyakit sirop mapel, sensitivitas
leusin, insulinomia, nesidioblaitosis sel beta, hyperplasia fungsioanal sel beta fungsional,
panhipopituitarisme dan sindrom beckwitt serta bayi raksasa.
otak.
Pada neonatus gelaja hipoglikemia tidak spesifik, antara lain tremor, peka rangsang,
apnea dan sianosis, hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang, koma, tangisan nada tinggi,
nafas cepat, dan pucat ( Sihombing, 2013 ).
d) Hipoglikemiaberulang(recurrent)
disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolism insulin terganggu.
6. Penatalaksanaan Hipoglikemia
Menurut ( Iswanto, 2013 ), penatalaksanaan untuk hipoglikemia pada neonatus adalah sebagai
berikut :
kain hangat, jauhkan dari hal – hal yang dapat menyerap panas
bayi.
Glukosa darah < 25 mg/ dl ( 1.1 mmol/l) atau terdapat tanda hipoglikemia , maka
pemberian infus.
mmol/l ) lanjutkan infus dan ulangi pemeriksaan kadar glukosa setiap 1 jam sampai kadar
glukosa 45 ,g/dl ( 2.6 mmol/l ) atau lebih.
vii. Jika glukosa darah 45 mg/dl ( 2.6 mmol/l) atau lebih dalam dua kali pemberian berturut –
turut lanjutkan infus glukosa.
viii. Anjurkan ibu menyusui, bila bayi tidak menyusui berikan ASI perah dengan menggunkan
sendok.
ix. Bila kemampuan minum bayi meningkat, turunkan pemberian cairan infus setiap hari
secara bertahap,anjurkan ibu menyusui bayinya secara on demend, jangan hentikan infus
glukosa secara tiba – tiba.
Tata Laksana Pemberian ASI Pada Bayi Dengan Hipoglikemia Menurut ( Sihombing, 2013) tata
lakasana pemberian ASI pada bayi baru lahir dengan hipoglikemia antara lain :
a) Hipoglikemia Asimtomatik ( tanpa manisfetasi klinis )
1) Pemberian ASI sedini mungkin dan sesering mungkin akan menstabilkan glukosa darah.
Teruskan menyusui bayi ( kira – kira setiap 1 – 2 jam ) atau beri 2 – 10 ml ASI perah tiap kg
berat badan bayi, atau berikan suplementasi ( ASI donor atau susu formula ).
2) Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya sampai kadar
glukosa darah normal atau stabil.
3) Jika bayi tidak bias menghisap atau tidak bosa mentoleransi asupannya, hindari pemaksaan
pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa melalui intra vena . Pada beberapa yang
tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan
terapi yang intensif.
4) Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah dibaerikan minum mulailah terapi glukosa
intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah.
5) ASI di teruskan sampai terapi glukosa intra vena. Teruskan jumlah dan konsentrasi glukosa
intra vena sesuai kadar glukosa darah.
6) Catat manifestasi klinis , pemeriksaan fisik, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi
laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinis bayi ( misalnya respon dari terapi yang
diberikan ).
2. Hiperbilirubinemia
Definisi
• Naiknya kadar bilirubin serum melebihi normal
• Tdd 2 bentuk 🡪 hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi/indirek atau terkonyugasi/direk
• Gejala yang mudah diidentifikasikan dari ke bentuk 🡪 ikterus
• Ikterus yang nyata 🡪 bilirubin total serum ≥ 5 mg/dl
Insiden
• 25 – 60% 🡪 neonatus cukup bulan
• 80% 🡪 neonatus kurang bulan
Non konyugasi
• Indirect bilirubin
• Tidak larut dalam air
• Berikatan dengan albumin untuk transport
• Komponen bebas larut dalam lemak
• Komponen bebas bersifat TOKSIK untuk otak
Konyugasi
• Direct bilirubin
• Dapat larut dalam air
• Tidak larut dalam lemak
• Tidak toksik untuk otak
Hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi/Indirek
Definisi
• Peningkatan bilirubin serum tidak terkonyugasi
Etiologi
1. Meningkatnya produksi bilirubin
• Ikterus fisiologis
• Ikterus non fisiologis
• Penyakit hemolitik
• Imun (Rhesus, ABO)
• Non-imun (defesiensi G6PD, sferositosis)
• Ekstravasasi darah (sefalhematoma, memar yang luas)
• Polisitemia
• Sepsis
• Lepasnya bilirubin dari albumin yang mengikatnya oleh obat-obatan mis: vitamin K
sintesis, sulfonamide, salisilat, gentamisin, furosemid, aminofilin dan digoxin
A. Ikterus fisiologis
• Pada hampir setiap bayi 🡪 ↑ bilirubin serum indirek selama minggu pertama kehidupan
• Bayi cukup bulan 🡪 terlihat pada hari ke- 2-3, hilang pada hari ke- 6-8; mungkin tetap
ada sampai hari ke-14 dengan kadar maksimal bilirubin serum <12 mg/dl
• Bayi kurang bulan sehat; ikterus terlihat pada hari ke 3-4, hilang hari ke- 10-20 degan
kadar bilirubin serum <15 mg/dl
• Jarang terjadi
• Tidak jelas apakah ASI ini merupakan hiperbilirubinemia terkonyugasi atau tidak
• Riwayat:
• Hari dimulainya ikterus
• Golongan darah ibu dan rhesus
• Riwayat ikterus, anemia, splenektomi di keluarga
• Riwayat penyakit hati di keluarga
• Kakak atau adik mengalami ikterus atau anemia
• Penyakit ibu (DM atau gangguan imunitas)
• Asupan obat ibu, mis: sulfonamide, aspirin, antimalaria
• Riwayat perinatal: persalinan traumatis, trauma lahir, tertundanya penjepitan
tali pusat, asfiksia
• Riwayat pascanatal: muntah, BAB jarang, ASI tertunda
• Bayi diberi ASI
• Pemeriksaan laboratorium:
• Bilirubin total serum dan bilirubin direk
• Golongan darah dan Rhesus dari bayi dan ibu
• Coomb’s test
• Hitung darah lengkap (Hb,Ht, diftell, morfologi sel)
• Hitung retikulosit
• Jika dijumpai hemolisis dan tidak ada kesesuaian Rhesus atau ABO 🡪 Hb
Elektroforesis, penapisan G6PD
• Tatalaksana:
• ASI dan kontak kulit dengan kulit membantu bilirubin neonatus teratur
• Meningkatkan asupan dengan volume maupun kalorinya
• Hentikan obat yang mempengaruhi metabolisme bilirubin
• Koreksi hipoksia, infeksi dan asidosis
Hiperbilirubinemia Terkonyugasi/ Direk
Definisi
• Tanda disfungsi hepatobiliaris
• Peningkatan kadar >20% dari total bilirubin serum
Etiologi
• Obstruksi ekstrahepatik biliaris
• Atresia biliaris
• Kista koledokal
• Kompresi eksternal, mis: node lymph
• Kolestasis intrahepatik dengan kurangnya duktus biliaris, mis sindrom Alagille
• Kolestasis intrahepatik dengan duktus biliaris normal
• Infeksi (mis; hepatitis virus)
• Kolestasis yang diinduksi TPN
Riwayat
• Riwayat hiperbilirubinemia pada neonatus dalam keluarga atau kecil masa kehamilan
• Riwayat splenektomi atau penyakit hati di keluarga yang mengarah pada penyakit
metabolik
Presentasi klinis
• Ikterus hijau zaitun
• Tanda sepsis
• Distensi abdomen dengan hepatosplenomegali
• Muntah
• Feses seperti tanah liat
• Urin berwarna gelap
• Kecendrungan mengalami perdarahan
• Mikrosefali
• korioretinitis
Pemeriksaan penunjang
• Marker sepsis
• Pemeriksaan fungsi hati
• Penapisan TORCH
• USG abdomen
• Penapisan metabolik
• Biopsi hati
Tatalaksana
• Identifikasi penyebab dasar
• Kontraindikasi terapi sinar
• Rujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang lebih tinggi tingkatannya
3. Gawat Nafas
• Penyakit ringan pada bayi aterm atau mendekati aterm • Memperlihatkan gawat napas
• Segera setelah kelahiran
• Terjadi karena bayi gagal membersihkan jalan napas dari cairan paru dan mukus
Tatalaksana TTN
• Suportif
• Oksigen
• Pembatasan cairan
• Pemberian minum susu setelah tekipnea membaik
• Mengkonfirmasi diagnosis dengan menyingkirkaan penyebab lain, misalnya: pneumonia,
PJB, HMD, Pneumothoraks
Prognosis
2 RDS / HMD
• • Merupakan penyakit pernapasan yang sering pada NKB • Terutama bayi UK <32
minggu
• Insiden meningkat dengan makin mudanya UK
• Karena kurangnya surfactant
• Faktor risiko HMD
• Meningkatkan risiko HMD
• • NKB
• Bayi laki-laki
• Predisposisi familial • SC
• Asfiksia perinatal
• Korioamnionitis
• Bayi dari ibu DM
• Menurunkan risiko HMD
• • Stress intra uterin kronis: Ketuban pecah dini (KPD), hipertensi ibu, IUGR atau KMK
• • Kortikosteroid prenatal
• • Obat tokolitik (menghambat kontraktilitas myometrium)
• Gejala klinis HMD
• • Biasa ditemui pada saat lahir.
• Bisa muncul pada 6-12 jam post natal
• Gawat napas semakin parah
• Peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas (tachypneu) • Sianosis pada udara
ruangan
• Merintih (grunting) saat ekspirasi
• Retraksi dinding dada
• Gas darah menunjukan hipoksia, hiperkapnea dan asidosis
• Darah lengkap menyingkirkan kemungkinan infeksi
• Rontgen dada: retikulogranuler bilateral, airbronchogram atau white lung
Tatalaksana HMD
3 MAS
4 Pneumonia
• Paparan bakteri ke dalam cairan ketuban dapat menyebabkan pneumonia
• Manifestasi :
• Sebelum persalinan: gawat janin, takikardia
• Saat kelahiran: asfiksia perinatal
• Segera setelah kelahiran: gawat pernapasan, syok
• Terapi:
• Rangsang taktil
• Jika tidak respon dengan rangsang taktil maka di VTP
• Berikan O2 dengan CPAP
• Theofilin dosis pertama 6 mg/kgBB kemudian dilanjutkan 8 jam kemudian dosis 2
mg/kgBB setiap 8 jam
• Obati penyebab spesifiknya misal hipoglikemia, anemia, infeksi, atau elektrolit
imbalance
Faktor Resiko
• Kondisi antepartum (faktor maternal)
• Preeklampsia/eklampsia
• Diabetes
• Hipertensi dlm kehamilan
• Penykit jantung
• Infeksi
• Kondisi Obstetrik
• Solusio placenta
• Placenta previa
• Prolaps tali pusat
• KPD
• PJT
• Polihidramnion
• Gemeli
• Kondisi intrapartum
• Presentasi abnormal
• Distosia
• Kehamilan postmatur
• Partus presipitatus
• Kondisi postpartum (faktor neonatus)
• Kelahiran kurang bulan
• RDS
• MAS
• Sepsis
• Pneumonia
• Penyakit hemolitik
• Kelainan jantung/paru
Tingkatan HIE
HIE tingkat I
• Periode letargi dan iritabilitas, kewaspadaan berlebihan, jitteriness
• Pemberian minum buruk
• Tonus otot meningkat, refleks tendon berlebihan
• Eksitasi simpatik (peningkatan denyut jantung, pupil dilatasi)
• Aktivitas kejang (-)
• Gejala hilang dalam 24 jam
• HIE tingkat II
• Letargi
• Pemberian minum buruk
• Hipotonia
• Denyut jantung menurun, konstriksi pupil
• 50 - 70% bayi mengalami kejang, 24 jam setelah kelahiran
• Terkait dengan adanya shunting darah dari aorta ke arteri pulmonalis 🡪 cairan >> 🡪 beban
volume >> 🡪 edema jantung 🡪 gagal jantung kanan
• Continous murmur (-) 🡪 bising jantung sistoli (+)
• Tekanan nadi lebar
• Impuls jantung hiperaktif di apeks
• Kenaikan berat badan buruk
• Penurunan kondisi pernafasan dengan meningkat kebutuhan oksigen
• Rontgen dada: pembengkakan jantung, plethora/edema paru, arteri pulmonalis menonjol
dan pembesaran atrium kiri
• EKG: LVH (deviasi sumbu kiri)
• Ekokardiografi: ukuran ductus arteriosus dan arah aliran yang melintasi defek
Tatalaksana
• Batasi pemberian cairan
• Diuretik jika diperlukan
• Oksigenasi yang memadai
• Premature: indometasin; parasetamol atau ibuprofen
• PDA closure : surgery atau transcatheter closure
Gagal Jantung
• Terjadi karena jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolism jaringan akibat
mekanisme homeostatic yang berupaya untuk mengkompensasi ketidakseimbangan
• Penyebab:
• Kelainan pernafasan yang mengarah pada gagal jantung kongestif
• Gagal jantung yang dikaitkan dengan penyakit membrane hyaline, pneumonia dan
kelainan pernafasan primer lain
• Kegagalan output tinggi yang terkait dengan shunting kiri ke kanan
• Peningkatan aliran balik (venous return) vena pulmonalis ke ventrikel kiri
• Dapat terjadi pada PDA berukuran besar, foramen ovale paten, VSD dan ASD
• Hipervolemia
• Gagal jantung output tinggi
• Pembatasan cairan dan diuretic
• Obati penyakit dasar
Penyakit jantung kongenital
• Lesi VSD paling banyak dijumpai
• Sianosis yang tak dapat dijelaskan dan tidak berespon terhadap terapi O2 serta disertai
bising jantung, pertimbangkan kemungkinan pjb sianotik
• Bunyi jantung kedua tunggal terkait dengan sianosis dan gagal jantung,dengan atau tanpa
bising jantung. Pertimbangkan atresia dan/atau transposisi pembuluh besar
• Denyut tidak sama pada keempat ekstremitas yang terkait dengan perfusi, hipoksia dan
asidosis, pertimbangkan koartasio aorta
• Tanda gagal jantung kanan dengan terdengarnya bising sistolik keras dan bunyi jantung
kedua terpisah (split) yang keras, pertimbangkan kemungkinan PDA besar, VSD, ASD
atau adanya aortico pulmonalis.
(APCD) atau dikenal juga dengan kekurangan vitamin K idiopatik pada masa bayi merupakan
gangguan perdarahan yang serius di masa awal kehidupan bayi dan pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1966. Sejak tahun 1966, gangguan perdarahan tersebut telah dilaporkan oleh berbagai
peneliti di berbagai belahan dunia termasuk Amerika Utara, Eropa, Australia dan Asia.Mayoritas
kasus terbanyak yang dilaporkan dalam literatur adalah di Jepang dan Thailand.
APCD dimasukkan pula dalam haemorrhagic disease of newborn (HDN) klasik yang terjadi
antara 2-5 hari dari periode neonatal, dimana pada keadaan dini perdarahan yang mengancam
nyawa jarang terjadi. Insidensi HDN adalah 4 hingga 25 kasus dalam 1.000.000 kelahiran di
negara-negara barat dan 25 hingga 80 kasus per 1.000.000 kelahiran di negara-negara timur.
HDN adalah penyakit yang jarang terjadi dengan angka kematian dan morbiditas yang tinggi.
HDN merupakan salah satu penyebab paling sering dari perdarahan intrakranial pada tahun
pertama kehidupan. Hampir 2/3 dari bayi-bayi dengan HDN yang lambat muncul hadir dengan
pendarahan intrakranial yang serius sehingga menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. HDN yang lambat muncul dapat terjadi setiap saat setelah usia 8 hari dan sebelum usia 12
bulan, dengan kejadian paling sering pada usia antara 4 hingga 8 minggu. Beberapa pusat
pendidikan menyatakan bahwa diagnosis HDN yang lambat muncul didapat jika perdarahan
yang terjadi setelah usia 7 hari dengan jumlah trombosit normal, prothrombin time (PT) dan
partial prothrombin time (PTT) dikaitkan dengan hentinya pendarahan dan normalnya PT/PTT
kembali setelah dilakukan pemberian vitamin K.
Risiko perdarahan intrakranial pada kasus HDN pada beberapa penelitian dilaporkan mencapai
50 hingga 80% dari seluruh kasus HDN. Perdarahan pada subdural adalah lokasi paling sering
terjadinya perdarahan, dan perdarahan subaraknoid adalah jenis yang paling sering kedua. Hasil
penelitian menyatakan tingkat perdarahan subdural, subaraknoid dan intraparenkimal sebesar
100%, 80% dan 30%. Dari hasil penelitian lain, dilaporkan perdarahan subdural sebesar 57,2%
dan perdarahan subarachnoidal sebesar 46,4% dari keseluruhan kasus HDN. HDN yang lambat
sering disertai gejala-gejala kejang, gelisah dan pucat. APCD adalah salah satu penyakit yang
paling serius yang mempengaruhi bayi. APCD menyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan
gejala sisa neurologis yang permanen.Tingginya insidensi APCD di Thailand yang
mencapai 35,5 kasus per 100.000 kelahiran hidup membuat gangguan ini menjadi masalah
kesehatan masyarakat.