Anda di halaman 1dari 24

MODUL 2

Gangguan berbagai sistem pada Bayi Baru Lahir


SKENARIO 2 : Bayi di NICU
Bayi Ny. Tia, usia 1 hari dirujuk ke RSUD Cut Meutia oleh bidan karena sesak nafas. Bayi
tersebut lahir prematur dengan berat badan lahir 1200 gram. Selanjutnya bayi dilakukan perawatan
di ruang NICU dengan pemasangan Continuous Positive airway Pressure (CPAP). Hasil
pemeriksaan radiologis ditemukan gambaran air bronchogram. Pada pemeriksaan
echocardiografi ditemukan patent ductus arteriosus dan patent foramen ovale.
Sementara itu di ruang NICU juga sedang merawat 2 orang bayi rujukan dari Puskesmas.
Bayi Ny. Candra dan bayi Ny. Nanda. Bayi Ny. Candra, aterm, usia 5 hari, mengalami badan
kuning. Dari hasil pemeriksaan dijumpai bilirubin total 15 mg/dl, bilirubin direct 0.1 mg/dl dan
sedang mendapatkan terapi sinar.
Bayi Ny. Nanda, aterm, usia 3 hari, dirujuk dari Puskesmas karena kejang dan penurunan
kesadaran. Dari anamnesa diketahui bahwa By Ny.Nanda tidak mendapatkan injeksi vitamin K.
Pada pemeriksaan fisik bayi terlihat pucat dan ubun-ubun besar membonjol. Dokter mendiagnosa
bayi Ny.Nanda dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency. Bagaimana anda
menjelaskan ketiga kasus diatas ?

JUMP 1 TERMINOLOGI
1. CPAP: alat untuk mempertahankan tekanan positif pada sal napas neonatus selama
pernapasan spontan. Sebagai tatalaksana respiratory distress pd neonatus. Dan untuk
menurunkan kesulitan bernafas
2. Paten ductus arteriosus: suatu kelainan ductus arteriosus tidak membentuk sejak lahir
3. Air bronchogram: adanya bagian saluran pernapasan (bronkus) yg dikelilingi oleh udara
namun kantung paru tidak berisi udara.
4. Patent foramen ovale: penyakit jantung bawaan ketika lubang (foramen ovale) yang
terletak diantara atrium kanan dan kiri tidak menutup secara sempurna setelah bayi lahir
5. APCD: acquired prothrombin complex deficiency adalah perdarahn spontan krna kurang
koagulasi pembekuan darah ( f. II, VII, IX) akibat kekurangan vit K
JUMP 2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja indikasi penggunaan CPAP?
2. mengapa terjadi air bronchogram sign pada bayi ny, tia?
3. apakah ada hubungan bayi prematur berat 1200 gr dg kondisi saat ini?
4. Mengapa bayi ny. Tia ditempatkan di ruang ICU dan langsung dipasangkan cpap?
5. Bgmna tx pd bayi tersebut?
6. Mengapa bayi ny. Chandra yg mengalami badan kuning dilakukan terapi sinar
7. Mengapa bayi bisa mengalami badan kuning?
8. Bgmna membedakan ikterus fisiologis dan patologis pd bayi
9. Mgp bayi nanda mngalami kejang dan penurunan kesadaran?
10. Bgmna tx dan pencegahan yg dapat dilakukan pada bayi icterus neonatorum?
11. Bgmna tx yg dapat dilakukan pd bayi ny. Nanda?
12. Mgp dapat terjadi pda dan pfo pd bayi ny. Tia?

JUMP 3 HIPOTESA

1. Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus yang merupakan
indikasi
penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi :
1. Frekuansi nafas > 60 kali permenit
2. Merintih ( Grunting) dalam derajat sedang sampai parah
3. Retraksi nafas
4. Saturasi oksigen < 93% (preduktal)2
5. Kebutuhan oksigen > 60%
6. Sering mengalami apneu
Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria tersebut
diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan CPAP.
2. Berkaitan dengan pda akan trjadi santing darah dari aorta ke arteri pulmonalis yg akan
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pd arteri pulmonalis -> fluida mengisi
alveoli sehingga bronkus melebar. Selain paten foramen ovale jg berkaitan
3. BBLR yang sangat rendah -> Bayi prematur organnya belum matur. Kaitannya bayi
prematur mengalami berbgai maslah salah satu kesulitan bernafas. Dan ada kaitan pd pda
dan pfo dmna bayi prematur mengalami masalah organnya yg belum matur sehingga pda
tetap terbuka setelah bayi lahir dan pfo tidak menutup secra sempurna
4. Krna indikasi terpenuhi dmna berat bayi rendah yaitu 1200 gr, oleh karena itu ditempatkan
di ruang nicu dan dilakukan monitoring pd bayi tsb
5. Dilakukan pemantaun diruang nicu. Pd pda ada beberapa
terapi medikamentosa: jika duktus kecil ex: endomethasin -> mempercepat penutupan
ductus. Ibuprofen.
Terapi bedah
6. Terapi sinar untuk menguragi bilirubin. Bilirubin indirect tidak bisa larut pd air, dengan
terapi ini bilirubin indirect bisa larut
7. Krna produksi kadar bilirubin dlm darah meningkat. Dimana kadar bilirubin <1 gr jika
lebih dari 1 gr maka menyebabkan bayi menguning
Bayi kuning terjadi karena adanya penumpukan bilirubin pada darah bayi. Bilirubin sendiri
merupakan zat kuning yang dihasilkan dari proses penghancuran sel darah merah secara
alami. Kondisi ini sering menyerang bayi baru lahir, karena fungsi hatinya belum berfungsi
secara maksimal.
Sebenarnya, bayi telah memiliki bilirubin sejak ia berada dalam kandungan yang
dihasilkan oleh plasenta. Setelah lahir, bilirubin dari aliran darah bayi akan melalui proses
penyaringan oleh hati dan dilepaskan ke saluran usus.
Namun, karena organ hati bayi belum berkembang dengan sempurna, sedangkan bilirubin
yang dihasilkan lebih banyak, proses pembuangan bilirubin pun menjadi terhambat.
8. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke dua dan hari ke tiga yang tidak
mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus fisiologis ini juga dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang atau
disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat. Ikterus fisiologis ini umumnya
terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama>2
mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 810 mg/dL pada hari ke tiga kehidupan dan kemudian akan
menurun secara cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1
mg/dL selama satu sampai dua minggu. Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan
air susu ibu (ASI) kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi yaitu 7-
14 mg/dL dan penurunan akan lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan
sampai 6 minggu.
Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus yang kemungkinan menjadi
patologik atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia adalah:
a) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan
d) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim C6PD
dan sepsis)
e) Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 200 gram yang disebbakan
karena usia ibu dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dan kehamilan pada remaja, masa
gestasi
kurang dari 35 minggu, asfiksia, hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkopnia, hiperosmolitas.
9. Bayi Ny. Nanda mengalami penurunan kesadaran dan kejang ini merupakan dampak dari
berkurangnya kadar Vit K pada bayi tersebut. Vit K adalah vitamin yg sangat berperan
penting dalam mengahsilkan zat didalam tubuh utk menunjang pembekuan darah.
Pada bayi, kekurangan vitamin K bisa meningkatkan risiko terjadinya perdarahan.
Perdarahan ini bisa terjadi pada organ tubuh bayi, misalnya perdarahan otak dan saluran
cerna.
10. Indometasin ( inhibitor sintesis prostaglandin ) untuk mempercepat penutupan ductus
- identifikasi penyebab dasar
- kontraindikasi terapi sinar
- rujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang lebih tinggi tingkatanya

11. - TL perdarahan :
• Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
• Transfusi 10-15 ml/kgBB
• Transfusi PRC sesuai kadar Hb.
- TL kejang dan peningkatan TIC.
• Manitol 0,5–1 gram/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan intrakranial. Perlu pemantauan yang ketat untuk terjadinya syok atau
perdarahan yang bertambah.
Konsultasi ke bedah syaraf untuk tindakan operatif tergantung seberapa besar perdarahan
yang terjadi dan defisit neurologis yang timbul.
JUMP 4 SKEMA

JUMP 5 LEARNING OBJEKTIF


1. Gangguan berbagai sistem pada BBl
a. Hipoglikemia
b. Hiperbilirubinemia
c. Gawat napas
d. Ssp ( ensefalopati iskemik hipoksik)
e. Jantung (pda dan pfo)
f. APCD
Jump 6 : :Belajar mandiri
Jump 7 : Sharing LO

1. Hipoglikemia

Definisi

Hipoglikemia adalah Suatu Keadaan Dimana Kadar Glukosa Dalam Darah Secara Abnormal
Rendah Yaitu < 50 Mg/Dl Atau Bahkan < 40 Mg/Dl ( Rahardjo, 2012 )

Etiologi Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki cadangan glukosa
yang rendah yang disimpan dalam bentuk glikogen, ( Novyana 2010).
Penyebab Hipoglikemia pada neonatus berbeda sedikit dari pada bayi yang lebih tua dan anak –
anak.menurut ( Judarwanto, 2012), etilogi Hipoglikemia pada neonatus meliputi :

a) Perubahan sekresi hormone


b) Berkurangnya substrat cadangan dalam bentuk glikogen hati

c) Berkurangnya cadangan otot sumber asam amino untuk glukoncogenesis

d) Berkurangnya cadangan lipid untuk pelepasan asam lemak.

Factor Resiko Hipoglikemia


Umumnya hipoglikemia terjadi pada neonatus berumur 1 – 2 jam.hal itu disebabkan oleh karena
bayi tidak dapat mendapatkan glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan
kadar glukosa darah masih menurun ( Iswanto, 2012 ).
Menurut ( Iswanto, 2012 ) terdapat 4 kelompok besar bayi neonatal yang secara patofiologis
mempunyai resiko tinggi mengalami hipoglikemia yaitu:

a) Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang memiliki penyaikt diabetes militus.

Menderita diabetes selama kehamilan dan bayi yang menderita penyakit eritoblastosis
fetalis berat, bayi demikian cenderung menderita hiperinsulinisme.

b) BBLR
BBLR yang mungkin mengalami malnutrisi intrauterine, yang mengakibatkan cadangan
glikogen hati dan lamak tubuh total menurun. BBLR yang termasuk rawan adalah bayi
kecil yang menurut usia kehamilan .Salah satu bayi kembar yang lebih kecil berat badan
berbeda 25 % atau lebih. Berat badan lahir kurang 2000 gram bayi yang menderita
polisitemia, bayi dilahirkan oleh ibu yang menderita toksemia dan bayi dengan plasenta
yang abnormal, terutama sangat peka dan mudah terkena gangguan ini. Faktor – faktor
lain yang akan berperan tumbuhnya hipoglikemia pada kelompok ini mencakup respon
insulin yang tidak normal, gangguan glikoneogenesis, asam lemak bebas yang rendah,
rasio berat otak atau hati yang meningkat. Kecepatan produksi kortisol yang rendah dan
mungkin kadar insulin yang meningkat serta respon keluaran epineprin yang menurun.

c) Imatur.
Atau yang sakit berat dapat menderita hipoglikemiakarena meningkatnya kebutuhan
metabolism yang melebihi cadangan kalori, dan bayi dengan berat badan lahir rendah
yang menderita sindrom gawat nafas. Asfiksia, polisitemia, hipotermia dan infeksi
sistemik dan bayi mengalami kelainan jantung bawaan sianotik yang menderita gagal
jantung.

d) Pada bayi yang menderita kelainan genetic atau gangguan metabolism primer ( jarang
terjadi ). Seperti galaktosomia, penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi fruktosa,
propionate asidemia, metilalosiat asidemia, tirosinemia, penyakit sirop mapel, sensitivitas
leusin, insulinomia, nesidioblaitosis sel beta, hyperplasia fungsioanal sel beta fungsional,
panhipopituitarisme dan sindrom beckwitt serta bayi raksasa.

Tanda Dan Gejala Hipoglikemia


Gejala hipoglikemia dapat di klasifikasikan dalam 2 kelompok besar, yaitu
a) Yang berasal dari system saraf otonomi dan,

b) Gejala yang berhungan denagn kurangnya suplai glukosa pada

otak.

Pada neonatus gelaja hipoglikemia tidak spesifik, antara lain tremor, peka rangsang,
apnea dan sianosis, hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang, koma, tangisan nada tinggi,
nafas cepat, dan pucat ( Sihombing, 2013 ).

Tipe – Tipe Hipoglikemia Pada Neonatus


Menurut ( Vera, 2013 ) , tipe – tipe hipoglikemia digolongkan menjadi beberapa yaitu :

a) Transisi dini neonatus ( Early transitional neonatal )

ukuran bayi beasar atau normal yang mengalami kerusakan

system produksi pancreas sehingga terjadi hiperinsulin.

b) Hipoglikemia klasik sementara ( classic transient neonatal )

terjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami

kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

c) Hipoglikemia sekunder ( secondary )

sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan


metabolism yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

d) Hipoglikemiaberulang(recurrent)
disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolism insulin terganggu.

6. Penatalaksanaan Hipoglikemia
Menurut ( Iswanto, 2013 ), penatalaksanaan untuk hipoglikemia pada neonatus adalah sebagai
berikut :

1. a) Pertahankan suhu tubuh dengan cara membungkus bayi dengan

kain hangat, jauhkan dari hal – hal yang dapat menyerap panas

bayi.

2. b) Segera beri ASI ( Air Susu Ibu )


3. c) Observasi keadaan bayi, yaitu tanda- tanda vital, warna kulit,

reflek dan tangisan bayi.

4. d) Bila tidak ada perubahan kurang lebih 24 jam dalam gejala –

gejala tersebut segera rujuk ke rumah sakit.

Menurut ( Iswanto. 2013 ) jika ditemukan masalah seperti berikut penatalaksanaannya


adalah :

Glukosa darah < 25 mg/ dl ( 1.1 mmol/l) atau terdapat tanda hipoglikemia , maka

ii. Pasang jalur IV umbilical, berikan glukosa 10%

2ml/kg BB secara pelan dalam 5 menit.

iii. Infus glukosa 20% sesuai kebutuhan rawatan;


iv. Periksa kadar glukosa darah 1 jam setelah bolus

glukosa dan kemudian 3 jam sekali.

v. Jika kadar glukosa darah masih <25 mg/dl ( 1.1

mmol/l) ulangi pemberian air gula dan lanjutkan

pemberian infus.

vi. Jika kadar glukosa darah 24 – 25 mg.dl ( 1.1 – 2. 6

mmol/l ) lanjutkan infus dan ulangi pemeriksaan kadar glukosa setiap 1 jam sampai kadar
glukosa 45 ,g/dl ( 2.6 mmol/l ) atau lebih.

vii. Jika glukosa darah 45 mg/dl ( 2.6 mmol/l) atau lebih dalam dua kali pemberian berturut –
turut lanjutkan infus glukosa.
viii. Anjurkan ibu menyusui, bila bayi tidak menyusui berikan ASI perah dengan menggunkan
sendok.
ix. Bila kemampuan minum bayi meningkat, turunkan pemberian cairan infus setiap hari
secara bertahap,anjurkan ibu menyusui bayinya secara on demend, jangan hentikan infus
glukosa secara tiba – tiba.

Tata Laksana Pemberian ASI Pada Bayi Dengan Hipoglikemia Menurut ( Sihombing, 2013) tata
lakasana pemberian ASI pada bayi baru lahir dengan hipoglikemia antara lain :
a) Hipoglikemia Asimtomatik ( tanpa manisfetasi klinis )
1) Pemberian ASI sedini mungkin dan sesering mungkin akan menstabilkan glukosa darah.
Teruskan menyusui bayi ( kira – kira setiap 1 – 2 jam ) atau beri 2 – 10 ml ASI perah tiap kg
berat badan bayi, atau berikan suplementasi ( ASI donor atau susu formula ).

2) Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya sampai kadar
glukosa darah normal atau stabil.

3) Jika bayi tidak bias menghisap atau tidak bosa mentoleransi asupannya, hindari pemaksaan
pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa melalui intra vena . Pada beberapa yang
tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan
terapi yang intensif.

4) Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah dibaerikan minum mulailah terapi glukosa
intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah.

5) ASI di teruskan sampai terapi glukosa intra vena. Teruskan jumlah dan konsentrasi glukosa
intra vena sesuai kadar glukosa darah.

6) Catat manifestasi klinis , pemeriksaan fisik, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi
laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinis bayi ( misalnya respon dari terapi yang
diberikan ).

2. Hiperbilirubinemia
Definisi
• Naiknya kadar bilirubin serum melebihi normal
• Tdd 2 bentuk 🡪 hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi/indirek atau terkonyugasi/direk
• Gejala yang mudah diidentifikasikan dari ke bentuk 🡪 ikterus
• Ikterus yang nyata 🡪 bilirubin total serum ≥ 5 mg/dl

Insiden
• 25 – 60% 🡪 neonatus cukup bulan
• 80% 🡪 neonatus kurang bulan
Non konyugasi
• Indirect bilirubin
• Tidak larut dalam air
• Berikatan dengan albumin untuk transport
• Komponen bebas larut dalam lemak
• Komponen bebas bersifat TOKSIK untuk otak
Konyugasi
• Direct bilirubin
• Dapat larut dalam air
• Tidak larut dalam lemak
• Tidak toksik untuk otak
Hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi/Indirek

Definisi
• Peningkatan bilirubin serum tidak terkonyugasi

Etiologi
1. Meningkatnya produksi bilirubin
• Ikterus fisiologis
• Ikterus non fisiologis
• Penyakit hemolitik
• Imun (Rhesus, ABO)
• Non-imun (defesiensi G6PD, sferositosis)
• Ekstravasasi darah (sefalhematoma, memar yang luas)
• Polisitemia
• Sepsis

2. Terganggunya Transpor Bilirubin dalam Sirkulasi


• Hipoalbuminemia (kelahiran kurang bulan dan malnutrisi)

• Lepasnya bilirubin dari albumin yang mengikatnya oleh obat-obatan mis: vitamin K
sintesis, sulfonamide, salisilat, gentamisin, furosemid, aminofilin dan digoxin

3. Terganggunya Pengambilan Bilirubin oleh Hati


• Fisiologis
• Non fisiologis
• Kelahiran kurang bulan
• Defesiensi ligandin (protein Y dan Z)
• Sepsis
Ikterus ASI (breast milk jaundice)
4. Terganggunya konyugasi bilirubin
• Fisiologis
• Non fisiologis
• Hipotiroidisme
• Sepsis
• Sindroma Crigler-Najjar (golongan I dan II)

5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik


• Obstruksi usus (ileus mekonium)
• Tertundanya pelepasan mekonium (sumbatan mekonium, tertundanya asupan minum dan
hipotiroidisme)

A. Ikterus fisiologis

• Pada hampir setiap bayi 🡪 ↑ bilirubin serum indirek selama minggu pertama kehidupan

• Bayi cukup bulan 🡪 terlihat pada hari ke- 2-3, hilang pada hari ke- 6-8; mungkin tetap
ada sampai hari ke-14 dengan kadar maksimal bilirubin serum <12 mg/dl

• Bayi kurang bulan sehat; ikterus terlihat pada hari ke 3-4, hilang hari ke- 10-20 degan
kadar bilirubin serum <15 mg/dl

B. Ikterus ASI (Breastmilk jaundice)

• Jarang terjadi
• Tidak jelas apakah ASI ini merupakan hiperbilirubinemia terkonyugasi atau tidak

• Jarang mengancam jiwa dan beberapa hal yang harus dipertimbangkan:


• Pada hari ke-4, kadar bilirubin terus meningkat dan bukan menurun 🡪 20-30
mg/dl 🡪 menurun pada usia 4 minggu dan secara bertahap kembali normal
• Pemberian ASI akan menurunkan bilirubin dengan cepat dalam 48 jam 🡪 tidak
direkomendasikan
• Ikterus ASI berbeda dengan ikterus yang berkaitan dengan asupan ASI yang
buruk atau tidak mencukupi dan mengarah pada dehidrasi

C. Ikterus Non Fisiologis

• Dicurigai jika kriteria ikterus fisiologis tidak terpenuhi

• Kriteria ikterus non fisiologis:


• Ikterus mulai sebelum berusia 36 jam
• Peningkatan bilirubin serum > 0.5 mg/dl/jam
• Total bilirubin serum > 15 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi sufor
• Total bilirubin serum > 17 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi ASI
• Ikterus klinis > 8 hari pada bayi cukup bulan dan > 14 hari pada bayi kurang
bulan

Diagnosis hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi

• Riwayat:
• Hari dimulainya ikterus
• Golongan darah ibu dan rhesus
• Riwayat ikterus, anemia, splenektomi di keluarga
• Riwayat penyakit hati di keluarga
• Kakak atau adik mengalami ikterus atau anemia
• Penyakit ibu (DM atau gangguan imunitas)
• Asupan obat ibu, mis: sulfonamide, aspirin, antimalaria
• Riwayat perinatal: persalinan traumatis, trauma lahir, tertundanya penjepitan
tali pusat, asfiksia
• Riwayat pascanatal: muntah, BAB jarang, ASI tertunda
• Bayi diberi ASI

Diagnosis hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi


• Pemeriksaan fisis:
• Kelahiran kurang bulan
• Kecil untuk masa kehamilan (KMK)
• Mikrosefali: infeksi kongenital
• Ekstravasasi darah
• Pucat, pletora, ptekie
• Hepatosplenomegali: anemia hemolitik atau infeksi
• Tanda hipotiroidisme
• Tanda sepsis neonatorum
• Warna ikterus; Kuning oranye = tidak terkonyugasi
• Tanda bilirubin ensefalopati /kernikterus

Diagnosis hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi

• Pemeriksaan laboratorium:
• Bilirubin total serum dan bilirubin direk
• Golongan darah dan Rhesus dari bayi dan ibu
• Coomb’s test
• Hitung darah lengkap (Hb,Ht, diftell, morfologi sel)
• Hitung retikulosit
• Jika dijumpai hemolisis dan tidak ada kesesuaian Rhesus atau ABO 🡪 Hb
Elektroforesis, penapisan G6PD

Diagnosis hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi

• Tatalaksana:
• ASI dan kontak kulit dengan kulit membantu bilirubin neonatus teratur
• Meningkatkan asupan dengan volume maupun kalorinya
• Hentikan obat yang mempengaruhi metabolisme bilirubin
• Koreksi hipoksia, infeksi dan asidosis
Hiperbilirubinemia Terkonyugasi/ Direk

Definisi
• Tanda disfungsi hepatobiliaris
• Peningkatan kadar >20% dari total bilirubin serum

Etiologi
• Obstruksi ekstrahepatik biliaris
• Atresia biliaris
• Kista koledokal
• Kompresi eksternal, mis: node lymph
• Kolestasis intrahepatik dengan kurangnya duktus biliaris, mis sindrom Alagille
• Kolestasis intrahepatik dengan duktus biliaris normal
• Infeksi (mis; hepatitis virus)
• Kolestasis yang diinduksi TPN
Riwayat
• Riwayat hiperbilirubinemia pada neonatus dalam keluarga atau kecil masa kehamilan
• Riwayat splenektomi atau penyakit hati di keluarga yang mengarah pada penyakit
metabolik

Presentasi klinis
• Ikterus hijau zaitun
• Tanda sepsis
• Distensi abdomen dengan hepatosplenomegali
• Muntah
• Feses seperti tanah liat
• Urin berwarna gelap
• Kecendrungan mengalami perdarahan
• Mikrosefali
• korioretinitis
Pemeriksaan penunjang
• Marker sepsis
• Pemeriksaan fungsi hati
• Penapisan TORCH
• USG abdomen
• Penapisan metabolik
• Biopsi hati

Tatalaksana
• Identifikasi penyebab dasar
• Kontraindikasi terapi sinar
• Rujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang lebih tinggi tingkatannya

3. Gawat Nafas

Gawat napas yang umum pada bayi

• 1. TTN (Transient Tachypneu of the Newborn)


• 2. RDS (Respiratory Distress Syndrome) / HMD (Hyaline Membrane Disease) • 3. MAS
(Meconeal Aspiration Syndrome)
• 4. Pneumonia
• 5. Apnea

1 Takipneu sementara pada neonatus / Transient Tachypneu of the Newborn (TTN)

• Penyakit ringan pada bayi aterm atau mendekati aterm • Memperlihatkan gawat napas
• Segera setelah kelahiran

• Terjadi karena bayi gagal membersihkan jalan napas dari cairan paru dan mukus

Faktor risiko TTN

• Seksio sesarea • Makrosomia


• Partus lama
• Bayi Laki-laki

• Ibu mendapatkan sedasi berlebihan • Apgar score < 7 pada menit 1


• Downe score > 4 pada menit 1

Gejala klinis TTN

• Bayi aterm atau mendekati aterm


• Mengalami takipnea segera setelah lahir • Merintih
• Pernapasan cuping hidung
• Bisa sampai sianosis
• Mengalami perbaikan spontan

Tatalaksana TTN

• Suportif
• Oksigen
• Pembatasan cairan
• Pemberian minum susu setelah tekipnea membaik
• Mengkonfirmasi diagnosis dengan menyingkirkaan penyebab lain, misalnya: pneumonia,
PJB, HMD, Pneumothoraks

Prognosis

• TTN akan pulih sendiri


• Tanpa kekambuhan
• Tidak ada disfungsi paru lebih lanjut
• Gangguan respirasi membaik setelah cairan di paru dimobilisasi biasanya bersamaan
dengan proses diuresis

2 RDS / HMD

• • Merupakan penyakit pernapasan yang sering pada NKB • Terutama bayi UK <32
minggu
• Insiden meningkat dengan makin mudanya UK
• Karena kurangnya surfactant
• Faktor risiko HMD
• Meningkatkan risiko HMD
• • NKB
• Bayi laki-laki
• Predisposisi familial • SC
• Asfiksia perinatal
• Korioamnionitis
• Bayi dari ibu DM
• Menurunkan risiko HMD
• • Stress intra uterin kronis: Ketuban pecah dini (KPD), hipertensi ibu, IUGR atau KMK
• • Kortikosteroid prenatal
• • Obat tokolitik (menghambat kontraktilitas myometrium)
• Gejala klinis HMD
• • Biasa ditemui pada saat lahir.
• Bisa muncul pada 6-12 jam post natal
• Gawat napas semakin parah
• Peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas (tachypneu) • Sianosis pada udara
ruangan
• Merintih (grunting) saat ekspirasi
• Retraksi dinding dada
• Gas darah menunjukan hipoksia, hiperkapnea dan asidosis
• Darah lengkap menyingkirkan kemungkinan infeksi
• Rontgen dada: retikulogranuler bilateral, airbronchogram atau white lung

Tatalaksana HMD

• Suportif : cairan parenteral, kalori, pengaturan suhu


• Antibiotika
• Oksigen dengan CPAP (continuous positive airway pressure)
• FiO2 40-60 %
• PEEP 6-7 cm H2O
• Jika dengan CPAP menunjukan pH,7,2 atau PO2 <40mmHg atau PCO2 >60mmHg,
deficit basa >-10 maka perlu intubasi endotracheal dan ventilasi mekanik
• Terapi spesifik: pemberian surfaktan

3 MAS

• MAS (meconeal aspiration syndrome) disebabkan aspirasi mekoneum oleh

fetus intra uterus / selama proses persalinan

• Terjadi obstruksi dan reaksi inflamasi di saluran napas


• Menyebabkan asfiksia sebelum dan sesudah kelahiran
• Angka kematian bisa >50% kasus
• Bayi yang selamat bisa ada gejala sisa jangka panjang termasuk kelainan neurologis dan
dysplasia bronkopulmonaris

Faktor risiko MAS

• • Persalinan Post date / post mature / lebih bulan • Hipertensi maternal


• Preeklampsia /eklampsia
• Ibu DM
• • Penyakit pernapasan pada ibu • Denyut jantung janin abnormal
• Gejala klinis
• • Mekoneum bercampur dengan cairan ketuban sebelum kelahiran • Tampak kontaminasi
mekoneum pada bayi setelah lahir
• Jalan napas tersumbat, sesak berat
• Gagal napas
Pemeriksaan penunjang
• • Analisa gas darah: asidosis metabolic, PaO2 rendah, PCo2 meningkat • Rontgen dada:
infiltrat
Tatalaksana MAS
• • Identifikasi kehamilan risiko tinggi
• Pemantuan denyut jantung janin selama persalinan
• • Penghisapan trachea (tracheal suction) jika memungkinkan sebelum penggunaan
ambubag
• • Kosongkan isi lambung untuk menghindari aspirasi lebih lanjut
• Koreksi hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia dan hipotermia • Penghisapan
dari saluran napas untuk membersihkan paru
• Antibiotika ( ampisilin, gentamisin atau cephalosporin)
• Oksigenasi bila perlu ventilasi mekanik

4 Pneumonia
• Paparan bakteri ke dalam cairan ketuban dapat menyebabkan pneumonia

bawaan ataupun infeksi bakteri sistemik (sepsis)

• Manifestasi :
• Sebelum persalinan: gawat janin, takikardia
• Saat kelahiran: asfiksia perinatal
• Segera setelah kelahiran: gawat pernapasan, syok

Gejala klinis pneumonia

• Sesak pada bayi


• Awitan: 1-2 hari setelah persalinan
• Gawat napas sedang hingga berat
• Rontgen dada: adanya infiltrate
• Kultur bakteri dari sampel darah, hasil bisa positif atau memperlihatkan hasil negatif
• Tatalaksana pneumonia
• • Antibiotika secara empiris ampisilin, gentamisin, cephalosporin selama 10-14 hari • Jika
kultur positif, antibiotika sesuai dengan hasil kultur selama 14 hari
5 Apnea
• • Berhentinya pernapasan disertai bradikardia dan sianosis lebih dari 20 detik
• • Apnea dalam waktu 24 jam setelah persalinan biasanya ada dasar patologisnya
• • Apnea setelah 3 hari dan tidak ada patologi lainnya dapat diklasifikasikan sebagai apneu
of prematurity
• Faktor risiko apnea
• • Hipotermia
• Hipoglikemia • Anemia
• Hipovolemia • Aspirasi
• NEC
• • Penyakit jantung
• Penyakit paru
• Obstruksi saluran napas • Infeksi
• Kelainan syaraf
• Digital Repository Universitas Jember
• Gejala klinis
• • Berhentinya pernapasan • Bradikardia
• Sianosis
• > 20 detik
• Tatalaksana apnea
• • Pantau neonatus berisiko apnea terutama NKB dengan UK< 32 minggu • Evaluasi
kemungkinan penyebabnya
• Lab: DL, GDS, AGD, SE

• Terapi:

• Rangsang taktil
• Jika tidak respon dengan rangsang taktil maka di VTP
• Berikan O2 dengan CPAP
• Theofilin dosis pertama 6 mg/kgBB kemudian dilanjutkan 8 jam kemudian dosis 2
mg/kgBB setiap 8 jam
• Obati penyebab spesifiknya misal hipoglikemia, anemia, infeksi, atau elektrolit
imbalance

4. SSP ( Ensefalopati Iskemik Hipoksik)


• Hipoksia : kekurangan oksigen parsial atau lengkap dalam jaringan
• Iskemia : penurunan atau penghentian aliran darah ke jaringan
• Asfiksia : keadaan gagal berlangsungnya pernafasan secara spontan & teratur
segera setelah lahir pd Bayi Baru Lahir

Faktor Resiko
• Kondisi antepartum (faktor maternal)
• Preeklampsia/eklampsia
• Diabetes
• Hipertensi dlm kehamilan
• Penykit jantung
• Infeksi

• Kondisi Obstetrik
• Solusio placenta
• Placenta previa
• Prolaps tali pusat
• KPD
• PJT
• Polihidramnion
• Gemeli
• Kondisi intrapartum
• Presentasi abnormal
• Distosia
• Kehamilan postmatur
• Partus presipitatus
• Kondisi postpartum (faktor neonatus)
• Kelahiran kurang bulan
• RDS
• MAS
• Sepsis
• Pneumonia
• Penyakit hemolitik
• Kelainan jantung/paru

Tingkatan HIE
HIE tingkat I
• Periode letargi dan iritabilitas, kewaspadaan berlebihan, jitteriness
• Pemberian minum buruk
• Tonus otot meningkat, refleks tendon berlebihan
• Eksitasi simpatik (peningkatan denyut jantung, pupil dilatasi)
• Aktivitas kejang (-)
• Gejala hilang dalam 24 jam

• HIE tingkat II
• Letargi
• Pemberian minum buruk
• Hipotonia
• Denyut jantung menurun, konstriksi pupil
• 50 - 70% bayi mengalami kejang, 24 jam setelah kelahiran

HIE tingkat III


• Abnormalitas neurologis terus berlanjut
• Koma
• Flasiditas
• Tidak ada refleks
• Pupil diam, sedikit reaktif
• Apnea, bradikardia, hipotensi
•Kejang (+)
Tatalaksana
• Pencegahan 🡪 tatalaksana terbaik
• Mempertahankan oksigenasi, keseimbangan asam-basa, ventilasi mekanik jika perlu
• Memantau & mempertahankan suhu tubuh
• Mempertahankan keseimbangan elektrolit
• Mengkoreksi hipovolemia
• Menghindari kelebihan cairan
• Mengobati kejang: fenobarbital, fenitoin

5. Jantung ( pda dan pfo)


PDA ( Pantent ductus arteriosus)
• Pada bayi cukup bulan, penutupan PDA terjadi selama hari pertama kehidupan
• Tetap terbukanya (paten) ductus arteriosus, baik secara mandiri atau terkait dengan
masalah kardiovaskuler dan/atau pernafasan lain dapat bersifat asimptomatik atau terkait
dengan komplikasi hemodinamik dan pernafasan yang parah sangat tergantung pada
ukuran dan kondisi bayi
• Pada bayi kurang bulan, ductus arteriosus tetap paten, khususnya jika berkaitan dengan
penyakit pernafasan primer dan kelebihan beban cairan

• Terkait dengan adanya shunting darah dari aorta ke arteri pulmonalis 🡪 cairan >> 🡪 beban
volume >> 🡪 edema jantung 🡪 gagal jantung kanan
• Continous murmur (-) 🡪 bising jantung sistoli (+)
• Tekanan nadi lebar
• Impuls jantung hiperaktif di apeks
• Kenaikan berat badan buruk
• Penurunan kondisi pernafasan dengan meningkat kebutuhan oksigen
• Rontgen dada: pembengkakan jantung, plethora/edema paru, arteri pulmonalis menonjol
dan pembesaran atrium kiri
• EKG: LVH (deviasi sumbu kiri)
• Ekokardiografi: ukuran ductus arteriosus dan arah aliran yang melintasi defek
Tatalaksana
• Batasi pemberian cairan
• Diuretik jika diperlukan
• Oksigenasi yang memadai
• Premature: indometasin; parasetamol atau ibuprofen
• PDA closure : surgery atau transcatheter closure

Gagal Jantung
• Terjadi karena jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolism jaringan akibat
mekanisme homeostatic yang berupaya untuk mengkompensasi ketidakseimbangan
• Penyebab:
• Kelainan pernafasan yang mengarah pada gagal jantung kongestif
• Gagal jantung yang dikaitkan dengan penyakit membrane hyaline, pneumonia dan
kelainan pernafasan primer lain
• Kegagalan output tinggi yang terkait dengan shunting kiri ke kanan
• Peningkatan aliran balik (venous return) vena pulmonalis ke ventrikel kiri
• Dapat terjadi pada PDA berukuran besar, foramen ovale paten, VSD dan ASD

• Takipnea dan takikardi


• Peningkatan usaha nafas dengan ronki yang terdengar
• Hepatomegali
• Pengisian ulang kapiler memanjang

• Kesulitan umum dan gagal tumbuh


• Kolaps kardiopulmonal khususnya pada sisi kiri
• Hydrops fetalis, bentuk ekstrim dari gagal jantung kongestif intrauterin
Tatalaksana
• Anemia berat
• Penyakit Rhesus
• Inotropik/kronotropik
• Pasukan oksigen yang memadai
• Hipovolemia
• Terkait dengan kehilangan darah yang besar (plasenta previa, solusio plasenta)

• Hipervolemia
• Gagal jantung output tinggi
• Pembatasan cairan dan diuretic
• Obati penyakit dasar
Penyakit jantung kongenital
• Lesi VSD paling banyak dijumpai
• Sianosis yang tak dapat dijelaskan dan tidak berespon terhadap terapi O2 serta disertai
bising jantung, pertimbangkan kemungkinan pjb sianotik
• Bunyi jantung kedua tunggal terkait dengan sianosis dan gagal jantung,dengan atau tanpa
bising jantung. Pertimbangkan atresia dan/atau transposisi pembuluh besar
• Denyut tidak sama pada keempat ekstremitas yang terkait dengan perfusi, hipoksia dan
asidosis, pertimbangkan koartasio aorta
• Tanda gagal jantung kanan dengan terdengarnya bising sistolik keras dan bunyi jantung
kedua terpisah (split) yang keras, pertimbangkan kemungkinan PDA besar, VSD, ASD
atau adanya aortico pulmonalis.

6. APCD (Acquired Prothrombin Complex Deficiency)

cquired Prothrombine Complex Deficiency

(APCD) atau dikenal juga dengan kekurangan vitamin K idiopatik pada masa bayi merupakan
gangguan perdarahan yang serius di masa awal kehidupan bayi dan pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1966. Sejak tahun 1966, gangguan perdarahan tersebut telah dilaporkan oleh berbagai
peneliti di berbagai belahan dunia termasuk Amerika Utara, Eropa, Australia dan Asia.Mayoritas
kasus terbanyak yang dilaporkan dalam literatur adalah di Jepang dan Thailand.

APCD dimasukkan pula dalam haemorrhagic disease of newborn (HDN) klasik yang terjadi
antara 2-5 hari dari periode neonatal, dimana pada keadaan dini perdarahan yang mengancam
nyawa jarang terjadi. Insidensi HDN adalah 4 hingga 25 kasus dalam 1.000.000 kelahiran di
negara-negara barat dan 25 hingga 80 kasus per 1.000.000 kelahiran di negara-negara timur.

HDN adalah penyakit yang jarang terjadi dengan angka kematian dan morbiditas yang tinggi.
HDN merupakan salah satu penyebab paling sering dari perdarahan intrakranial pada tahun
pertama kehidupan. Hampir 2/3 dari bayi-bayi dengan HDN yang lambat muncul hadir dengan
pendarahan intrakranial yang serius sehingga menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. HDN yang lambat muncul dapat terjadi setiap saat setelah usia 8 hari dan sebelum usia 12
bulan, dengan kejadian paling sering pada usia antara 4 hingga 8 minggu. Beberapa pusat
pendidikan menyatakan bahwa diagnosis HDN yang lambat muncul didapat jika perdarahan
yang terjadi setelah usia 7 hari dengan jumlah trombosit normal, prothrombin time (PT) dan
partial prothrombin time (PTT) dikaitkan dengan hentinya pendarahan dan normalnya PT/PTT
kembali setelah dilakukan pemberian vitamin K.

Risiko perdarahan intrakranial pada kasus HDN pada beberapa penelitian dilaporkan mencapai
50 hingga 80% dari seluruh kasus HDN. Perdarahan pada subdural adalah lokasi paling sering
terjadinya perdarahan, dan perdarahan subaraknoid adalah jenis yang paling sering kedua. Hasil
penelitian menyatakan tingkat perdarahan subdural, subaraknoid dan intraparenkimal sebesar
100%, 80% dan 30%. Dari hasil penelitian lain, dilaporkan perdarahan subdural sebesar 57,2%
dan perdarahan subarachnoidal sebesar 46,4% dari keseluruhan kasus HDN. HDN yang lambat
sering disertai gejala-gejala kejang, gelisah dan pucat. APCD adalah salah satu penyakit yang
paling serius yang mempengaruhi bayi. APCD menyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan
gejala sisa neurologis yang permanen.Tingginya insidensi APCD di Thailand yang

mencapai 35,5 kasus per 100.000 kelahiran hidup membuat gangguan ini menjadi masalah
kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai