Anda di halaman 1dari 30

NAMA : MULIA AMELIA

NIM : PO714211161029

JURUSAN : DIV KEBIDANAN

NEONATUS DENGAN RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAANYA

(KAJIAN 7)

A. BBLR
1. Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau low birth wiegh infant
adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
European Perinatal Medicine II di London (1970), telah disusun definisi
sebagai berikt:
a. Preterm Infant (premature) atau bayi kurang bulan: bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).
b. Term infant atau bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai
37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari)
c. Post term atau bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu atau lebih (294 hari atau lebih)
2. Penyebab
Faktor penyebab kejadian BBLR dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. Faktor Ibu
- Penyakit: toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik,
nefritis akut, diabetus mellitus
- Umur: usia < 20 tahun atau > 35 tahun, multigravida dengan jarak
persalinan terlalu dekat
- Sosial ekonomi: sosial ekonomi rendah, perkawinan tidak sah.
- Sebab lain: ibu perokok, peminum alkohol, pecandu narkoba.
b. Faktor Bayi
- Hidramnion
- Kehamilan ganda
- Kelainan kromosom
c. Faktor Lingkungan
- Tempat tinggal didataran tinggi
- Radiasi
- Zat racun
3. Karakteristik
a. Prematuritas Murni
- Berat badan kurang dari 2500 gram
- Panjang badan kurang dari 45 cm
- Lingkar kepala kurang 33 cm
- Masa gestasi kurang dari 37 minggu
- Kulit tipis, transparan, tampak mengkilat dan licin, kepala lebih besar
dari badan, lanugo banyak (dahi, pelipis, telinga dan lengan)
- Lemak subkutan kurang
- Ubun-ubun dan sutura lebar
- Rambut tipis dan halus
- Tulang rawan dan daun telinga imatur
- Puting susu belum terbentuk dengan baik
- Pembuluh darah kulit bayak terlihat
- Peristaltik usus dapat terlihat
- Gentalia belum sempurna: labia minora belum tertutup oleh labia
mayora (wanita) dan testis belum turun (laki-laki)
b. Dismatur
- Kulit pucat
- Mekonium kering, keriput dan tipis
- Verniks caseosa tipis/ tidak ada
- Jaringan lemak dibawah kulit tipis
- Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
- Tali pusat berwarna kuning kehijauan
4. Penatalaksanaan
a. Membersihkan jalan nafas
b. Memotong dan merawat Tali Pusat
c. Membersihkan bayi
d. Memberikan obat mata
e. Mempertahankan suhu badan dengan cara membungkus dengan
selimut yang sudah dihangatkan
f. Menidurkan bayi dalam inkubator buatan dengan lampu penghangat
g. Memberikan bayi nutrisi adekuat.
- Apabila refleks hisap belum baik, bayi dicoba menetek sedikit-sediki
- Apabila bisa menetek, berikan ASI dengan sendok atau pipet
- Apabila belum ada reflek menghisap dan menelan, pasang sonde
lambung/ NGT
h. Mengajarkan ibu/ orangtua tentang cara membersihkan jalan nafas,
mempertahankan suhu, mencegah infeksi serta perawatan dan nutrisi
sehari-hari.

B. ASFIKSIA NEONATURUM
1. Definisi
Suatu keadaan kegagalan nafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Perubahan-perubahan yang terjadi pada asfiksia antara lain
hipoksia, hiperkapnia dan asidosis metabolik. Pada asidosis metabolik
terjadi perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob yang akan
menyebabkan kelainan biokimiawi darah yang lebih parah. Keadaan ini
akan mempengaruhi metabolisme sel, jaringan dan organ khususnya
organ vital seperti otak, ginjal, paru yang berdampak pada gangguan
fungsi, gagal organ sampai kematian.
2. Penyebab
Setiap janin akan mengalami hipoksia relatif pada saat segera
setelah lahir dan bayi akan beradaptasi sehingga bayi menangis dan
bernafas. Asfiksia merupakan kelanjutan dari hipoksia ibu dan janin
intrauterine yang disebabkan banyak faktor yaitu :
a. Faktor ibu
- Hipoksia ibu
- Usia < 20 tahun atau > 35 tahun
- Gravida lebih dari 4
- Sosial ekonomi rendah
- Penyakit pembuluh darah yang mengganggu pertukaran dan
pengangkutan oksigen: hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus
b. Faktor plasenta
- Plasenta yang tipis, kecil
- Tidak menempel sempurna
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
c. Faktor Janin
- Prematur
- IUGR
- Gemelli
- Tali Pusat Menumbung
- Kelainan Kongenital
d. Faktor persalinan
- Partus lama
- Partus dengan tindakan
3. Diagnosis
Dapat ditegakkan dengan cara menghitung nilai APGAR,
memperhatikan keadaan klinis, adanya sianosis, bradikardi dan hipotoni.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah analisis gas darah
dan kardiotokografi (KTG). Nilai APGAR 7-10 dikategorikan sebagai
asfiksia ringan/ bayi normal, nilai APGAR 4-6 dikategorikan sebagai
asfiksia sedang, nilai APGAR 1-3 dikategorikan sebagai asfiksia berat.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada bayi asfiksia neonatorum adalah
a. Tindakan resusitasi segera setelah lahir Resusitasi adalah upaya untuk
membuka jalan nafas, mengusahakan agar oksigen masuk tubuh bayi
dengan meniupkan nafas ke mulut bayi, menggerakkan jantung
sampai bayi mampu bernafas spontan dan jantung berdenyut spontan
secara teratur.
b. Terapi suportif Dalam bentuk cairan infuse dextrose 5-10% untuk
mencegah hipoglikemi, cairan elektrolit untuk mencukupi kebutuhan
elektrolit dan pemberian oksigen yang adekuat).
c. Terapi medikamentosa Untuk mencegah terjadinya edema cerebri
dengan pemberian kortikosteroid (masih kontroversi) dan
phenobarbital untuk melokalisir perdarahan dan mengurangi
metabolisme serebral.
C. SINDROM GANGGUAN PERNNAFASAN
1. Definisi
Sindrom gawat neonatus yang merupakan sekumpulan gejala
gangguan nafas bayi baru lahir karena berbagai sebab. Sindrom ini terdiri
atas dispneu, merintih/ grunting, tachipneu, retraksi dinding dada, sianosis.
Gejala bisa timbul dalam 24 jam pertama dengan degradasi berbeda-beda
namun yang selalu ada adalah dispneu yang merupakan tanda kesulitan
ventilasi paru.
2. Penyebab
Yang dapat menyebabkan terjadinya SGNN adalah :
a. Kelainan intra paru
1) Penyakit membran hialin (pada bayi prematur)
2) Transient tachypneu of the new born (pada bayi aterm)
3) Pneumonia
4) Hipertensi pulmonal
b. Kelainan ekstra paru
c. Kelainan Otak/ syaraf
- perdarahan, meningitis
- Kelainan Kongenital
- hernia diafragmatika
d. Kelainan Kardiovaskuler
- gagal jantung, syok hipovolemik, anemia
3. Diagnosis
Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya hipoksia
akibat dari gangguan ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari:
a. Anamnesis riwayat kehamilan
b. Riwayat persalinan
c. Gejala klinis
d. Pemeriksaan penunjang Sindrom ini paling sering didapatkan ditempat
praktik sehari-hari dan sering merupakan kegawatan neonatus yang
berakibat kematian atau cacat fisik dan mental di masa datang. Sering
kali sindrom ini sebagai suatu fase adaptasi sistem pernafasan sehingga
akan pulih menjadi normal.
4. Penatalaksanaan
Tergatung dari penyebabnya. Pengelolaan awal adalah pemberian
oksigen yag adekuat dan memperbaiki ventilasi paru.

D. IKTERUS
1. Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting
penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit
darah. ikhterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek
(unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk (conjugated). Pada bayi
baru lahir terbagi menjadi :
a. Ikterus Fisiologis
- Timbul pada hari ke 2 dan 3
- Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% (Neonatus Cukup Bulan)
dan 12,5 mg% (neonatus kurang bulan).
- Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari
- Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%
- Menghilang pada hari ke 10
- Tidak mempunyai potensi kern ikterus
b. Ikterus Patologi
- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama, menetap sesudah 2 minggu pertama
- Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 12,5 mg% (neonatus cukup bulan)
atau 10 mg% (neonatus kurang bulan).
- Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
- Kadar bilirubin direk > 1 mg%
- Disertai dengan proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi
G6PD dan sepsis)
- Ikhterus menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan
lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR. Selain beberapa tanda-
tanda diatas, ikterus pada hiperbilirubinemia adalah ikterus yang disertai
dengan keadaan :
1) BB < 2000 gram
2) Masa gestasi < 36 minggu
3) Asfiksia
4) Hipoksia
5) SGNN
6) Infeksi
7) Trauma jalan lahir pada kepala
8) Hipoglikemi
9) Hiperkapnia
10) Hiperosmolaritas
2. Penyebab
Faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya
hiperbilirubinemia adalah :
a. Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan
darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO.
b. Kelainan dalam sel darah merah seperti talasemia.
c. Hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
d. Infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit
karena tiksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis
e. Kelainan metabolik : hipoglikemi, galaktosemi.
f. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin
seperti sulfonamida, salisilat.
g. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi,
penyakit hirschprung, stenosis pilorik, mekonium ileus. (Ngastiyah,
2005 : 274).
3. Gejala
Gejala hiperbilirubinemia antara lain warna kulit tubuh tampak
kuning, paling baik pengamatan dengan cahaya matahari dan menekan
sedikit kulit untuk meghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah.
Derajat ikterus ditentukan dengan melihat kadar bilirubin direk dan
indirek atau secara Kramer di bawah sinar biasa (day light). Komplikasi
bisa terjadi karena ikteruk kadar bilirubin indirek bebas dapat dengan
mudah menembus sawar otak. Keadaan yang memudahkan terjadinya
kern ikterus adalah :
- Imaturitas
- BBLR
- Hipoksia
- Trauma
- Infeksi
- Hiperkarbia
- Hipoglikemia
- Hiperosmolaritas

Gejala klinis kern ikterus pada permulaannya tidak jelas, antara lain

- Bayi tidak mau menghisap


- Letargi
- Mata berputar
- Gerakan tidak menentu
- Kejang 6. Tonus otot meninggi
- Leher kaku 8. Epistotonus

E. KEJANG
1. Definisi
Kejang merupakan salah satu kegawatan yang sering ditemukan
dalam praktek sehair-hari dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Lebih dari sepertiga penderita hidup dengan gejala sisa (Sequele).

2. Penyebab
Penyebab kejang bermacam-macam antara lain:
a. Gangguan metabolisme: hipoglikemi, hipokalemia, hipomagnesia,
hipokalsemia, hiper/hiponatremia, hiperbilirubinemia.
b. Infeksi: Meningitis, meningoensefalitis.
c. Perdarahan intrakranial akibat trauma lahir/ hipoksia.
d. Kelainan susunan syaraf pusat.

3. Penatalaksanaan
Sebelum penyakit primer/ sebabnya diketahui, kejang harus segera
ditolong dengan pemberian anti konvulsan, misalnya phenobarbital
dengan dosis 8-10 mg/kg BB intramuskuler sebagai loading dose
kemudian dengan dosis pemeliharaan per oral 4-5 mg/kg BB/ hari. Dapat
pula diberikan diazepam 0,25-0,5 mg/kg BB intravena atau intramuskuler.
Setelah penyakit primer diketahui maka pengobatan ditujukan untuk
mengatasinya. Pemberian kortikosteroid pada kejang masih menjadi
kontroversi. Pemberian vitamin K intramuskuler pada trauma persalinan
sangat dianjurkan. Koreksi terhadap elektrolit, cairan dan gangguan
metabolisme yang ada

F. HIPOTERMI
1. Definisi
Suhu normal bayi baru lahir adalah 36,5-37,5OC.
2. Gejala awal
Apabila suhu dibawah 36OC atau kedua kaki dan tangan teraba
dingin.
Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka bayi sudah mengalami
hipotermi sedang (suhu 32-36C). Hipotermi berat jika suhu tubuh <
32C. Disamping sebagai gejala, hipotermi juga merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian. Akibat hipotermi adalah bayi akan
mengalami stres dingin. Jika berlanjut akan timbul cidera dingin,
selanjutnya mungkin saja terjadi hipoglikemi dan asidosis metabolik.
Kondisi ini mempunyai risiko terjadinya kematian bayi.
3. Tanda Dan Gejala
Gejala hipotermi pada bayi baru lahir antara lain :
a. Bayi tidak mau menetek
b. Bayi tampak mengantuk/ lesu
c. Tubuh bayi teraba dingin
d. Denyut jantung menurun
e. Kulit bayi mengeras (sklerema) Tanda awal hipotermi sedang/ stres
dingin adalah :
 Kaki teraba dingin
 Kemampuan menghisap lemah
 Aktivitas berkurang: letargi
 Tangisan lemah
 Kulit berwarna tidak merata (cutis marmorata) Tanda hipotermi
berat/ cidera dingin adalah: Bibir dan kuku kebiruan;Pernafasan
lambat dan tidak teratur;Bunyi jantung lambat.
4. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dianggap paling berisiko terjadinya hipotermi
adalah:
a. Perawatan yang kurang tepat setelah lahir
b. Bayi dipisahkan dengan ibunya segera setelah lahir
c. Bayi berat lahir rendah dan prematuritas
d. Tempat melahirkan kurang hangat
e. Bayi asfiksia
f. Hipoksia

5. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan bayi dengan hipotermi adalah
mengembalikan suhu tubuh diatas 36,5C dengan berbagai cara yaitu:
a. Menghangatkan dengan menggunakan radiant warmer atau
dimasukkan ke dalam penghangat/ inkubator/ diberi sinar lampu.
b. Menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu dengan metode
kanguru. Bayi hipotermi biasanya mengalami hipoglikemia. Untuk
itu berikan ASI sedikit sedkit tetapi sering. Bila bayi tidak dapat
menghisap berikan infus glukose 10% 60-80 ml/kgBB/hari.
c. Pemantauan tanda-tanda klinik pada bayi dengan hipotermi sangat
diperlukan karena komplikasi yang terjadi seperti asidosis metabolik,
syok dan gangguan respirasi sering menyebabkan kematian.

G. HIPERTERMIA
1. DEFINISI
Hipertermi adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh mengingkat
melebihi set point yang bisanya disebabkan kondisi tubuh eksternal yang
menimbulkan panas berlebihan jika dibandingkan kemampuan tubuh
untuk menghilangkan panas seperti pada heat stroke, toksisitas aspirin,
kejang/ hipertiroidism. (Wong, 1996)
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami/
berisiko untuk mengalami kenaikkan suhu tubuh terus menerus lebih
tinggi dari 37,8C per oral atau 38,8C per rektal karena faktor eksternal
(Carpenito, 2001).
2. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala meliputi :
a. Suhu > 37,8OC per oral atau 38,8C per rektal
b. Pernafasan > 60X/ menit
c. Tanda-tanda dehidrasi: BB menurun, turgor kulit kurang dan oliguria.

3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi dengan hipertermi adalah:
a. Modifikasi lingkungan Dilakukan dengan environmental cooling dengan
suhu ruangan 26-28C atau dengan menghilangkan sumber panas
eksternal seperti membuka baju, mengganti selimut/ baju tebal,
mengurangi temperatur lingkungan, meningkatkan sirkulasi udara
dengan kipas angin, membuka jendela atau membiarkan permukaan
tubuh terpapar udara.
b. Spone bathPemberian kompres hangat dan melarang menggunakan
kompres alkohol atau air es. Kompres dilakukan dengan menyeka/
merendam tubuh dengan air hangat-hangat kuku untuk menghilangkan
panas tubuh dengan cara vasodilatasi pembuluh superfisial. Kompres
alkohol/ air es dapat menyebabkan proses pendinginan terlalu cepat dan
kedinginan sehingga dapat meningkatkan suhu tubuh pasien karena
menggigil. Selain itu alkohol dapat menyebabkan vasokontriksi perifer
dan depresi susunan syaraf pusat karena uap yang terhisap.
c. Pemberian antipiretik Aspirin tidak direkomendasikan karena diduga
berhubungan dengan reye sindrom. Obat yang dianjurkan adalah
asetamonifen.

H. HIPOGLIKEMIA
1. DEFINISI
Hipoglikemia adalah konsentrasi glukosa darah bayi lebih rendah
dibanding konsentrasi rata-rata pada populasi bayi dengan umur dan BB
sama ( < 30 mg% pada bayi cukup bulan dan < 20 mg% pada BBLR).
Ada 4 (empat) kelompok bayi yang mempunyai risiko tinggi
terjadi hipoglikemia yaitu :
a. Bayi dengan ibu dengan DM
b. Bayi dengan BBLR → mengalami malnutrisi intrauterin
c. Bayi sangat imatur atau sedang sakit
d. Bayi menderita penyakit kelainan genetik/ metabolisme primer.
e. galaktosemia, penyakit pada penyimpangan glukogen.
2. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala hipoglikemia berdasarkan urutan frekuensi
gejalanya adalah:
a. Gelisah (jitteriness)/ tremor.
b. Episode sianosis, apatis, kejang.
c. Episode apneu/ takipneu intermiten
d. Suara tangisan lemah, bayi lemah
e. Letargi
f. Kesulitan makan
g. Memutar-mutar bola mata
h. Keringat banyak
i. Pucat mendadak
j. Hipotermi
k. Henti jantung (cardiac arrest)
l. Payah jantung.
Gejala-gejala ini dapat timbul dalam beberapa jam sampai 1
minggu setelah kelahiran.

3. PENATALAKSANAAN
Prosedur penatalaksanaan bayi dengan hipoglikemia adalah:
a. Memberikan air gula 30 cc setiap kali pemberian dan observasi
keadaannya.
b. Mempertahankan suhu tubuh dengan membungkus bayi dengan kain
hangat.
c. Menjauhkan dari hal-hal yang dapat meyerap panas bayi
d. Segera berikan ASI
e. Melakukan obseravsi tanda-tanda vital, warna kulit, reflek dan gejala-
gejala hipoglikemiaa. Apabila dalam waktu 24 jam tidak ada perubahan,
rujuk bayi kerumah sakit rujukan. 10.

I. TETANUS NEONATURUM
1. DEFINISI
Penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan
clostridium tetani. Spora kuman masuk ke dalam tubuh bayi melalui tali
pusat baik pada saat pemotongan ataupun saat perawatannya sebelum
lepas. Masa inkubasi 3-28 hari tetapi jika kurang dari 7 hari penyakit ini
lebih parah dan angka kematiannya lebih tinggi.
2. GEJALA KLINIS
Gejala klinis tetanus neonatorum adalah:
a. Demam
b. Sulit menetek karena kejang otot rahang dan pharing (trismus).
c. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
d. Kejang terutama bila terkena rangsangan cahaya, suara atau sentuhan
e. Kadang-kadang disertai serak nafas dan wajah membiru.
f. Kaku kuduk
g. Posisi punggung melengkung
h. Kepala mendongak ke atas (Opistotonus) Sering timbul komplikasi
terutama bronkhopneumonia, asfiksia dan sianosis akibat obstruksi
jalan nafas oleh lendir/ sekret serta sepsis
3. PENANGANAN
Berikut prosedur penanganan bayi dengan tetanus neonatorum:
a. Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang.
b. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas,
memasang tongspatula.
c. Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat dan
telinga.
d. Mengatasi penyebab tetanus dengan memberikan suntikan ATS dan
antibiotika.
e. Perawatan adekuat : oksigen, makanan, keseimbangan cairan dan
elektrolit.
f. Ruangan tenang, sedikit sinar
Daftar Pustaka

Kelly, Paula. M.D. 2010. Buku Saku Neonatus dan Bayi. EGC: Jakarta

Pantiawati, Ika. 2010. Bayi dengan BBLR. Nuha Medika: Yogyakarta

Maryuni, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. TIM: Jakarta


NAMA : MULIA AMELIA

NIM : PO714211161029

JURUSAN : DIV KEBIDANAN

IMUNISASI DASAR, IMUNISASI ULANGAN, DAN


IMUNISASI LANJUTAN

(Kajian 8)

Definisi Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah
suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

Imunisasi adalah tindakan untuk memberikan kekebalan terhadap suatu


penyakit atas tubuh manusia (Kamisa, 1998 : 241). Dalam ilmu kedokteran,
imunisasi adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi
benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut
(T.R. Browry 1984 dalam Wardhana, 2001).

Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin DPT,
4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3 (dosis)
vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11 bulan)
(Depkes RI, 2000).2

1. Jenis-jenisnya
a. BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan guna membentuk
ketahanan tubuh terhadap penyakit TB (Tuberkulosis). Penyakit ini tidak
mencegah infeksi TB, melainkan mengurangi resiko serangan virus
tubercle bacii yang dapat hidup didalam darah atau misalnya seperti
meningitis TB dan TB miller. Oleh sebab itulah imunisasi ini dilakukan
agar anak memiliki kekebalan tubuh yang aktif, dengan memberikan jenis
basil yang sudah dilemahkan kedalam tubuh anak. Vaksin BCG ini
diberikan hanya satu kali, biasanya di kurun waktu usia anak dibawah 3
bulan.
b. Hepatitis B
Imunisasi ini termasuk imunisasi yang wajib diberikan pada anak
untuk mencegah masuknya VHB, virus ini adalah virus penyebab
timbulnya penyakit Hepatitis B. Penyakit Hepatitis B adalah penyakit
yang muncul akibat adanya sirosis atau yang bisa disebut pengerutan hati.
Jika penyakit ini berkembang didalam hati, maka akan berubah menjadi
lebih parah yaitu kanker hati. Dalam imunisasi ini terdapat kombinasi pada
jenis vaksin seperti DPT dan HepB, berdasarkan penelitian Biofarma
vaksin ini dapat merespon antibodi pada anak lebih optimal dibandingkan
dengan vaksinasi yang diberikan secara terpisah. Vaksin hepatitis B
diberikan 3 kali untuk anak. Rentang ke-1, setelah anak lahir, rntang ke-2,
sebulan setelah vaksin pertama, rentang ke-3, antara usia anak 4-6 bulan.
c. Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan guna merangsang
kekebalan tubuh anak terhadap serangan virus polio. Polio adalah virus
yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan sesak napas pada si
penderitanya. Pada pemberian imunisasi polio, vaksin polio digolongkan
menjadi dua macam yaitu OPV (Oral Polio Vaccine) dan IPV (Inacivated
Polio Vaccine). Pada OPV vaksin yang akan disuntikan kedalam tubuh
anak adalah berupa virus yang sudah dilemahkan. Sedangkan yang satunya
adalah IPV yaitu suntikan yang berisi virus polio yang sudah dimatikan.
Vaksin Polio diberikan 6 kali secara bertahap saat beberapa hari
setelah anak lahir, anak menginjak usia di bulan ke-2, usia anak di bulan
ke-4, usia anak di bulan ke-6, usia anak 18 bulan dan terakhir ketika anak
berusia 5 tahun.
d. DPT
Imunisasi DPT adalah imunisasi yang diberikan agar anak
terhindar dari penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian vaksin ini
dilakukan sebanyak 3 kali pada anak usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
Metode yang dilakukan pada pemberian vaksin ini dengan cara disuntikan
pada anak. Pada imunisasi ini efek samping yang akan dirasakan anak
adalah demam, rasa nyeri pada bagian yang disuntik, dan anak akan rewel
selama kurang lebih 2 hari.

e. Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang dilakukan guna
mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh virus Morbili.
Sebenarnya antibodi ini sudah diterima bayi dari ibunya, namun semakin
bertambahnya usia semakin menurun pula antibodi yang ia dapatkan dari
ibunya. Oleh sebab itu si kecil membutuhkan bantuan vaksinasi campak
untuk menguatkan kembali antibodinya. Vaksinasi campak diberikan 2
kali, yaitu ketika anak berusia 9 bulan dan saat anak berusia 6 tahun.
f. HIB
HIB adalah imunisasi yang diberikan guna mencegah penyakit
HIB. Dengan memberikan imunisasi ini, akan mencegah resiko serangan
virus atau bakteri lain. Imunisasi ini dilakukan ketika bayi berusia 2 bulan,
3 bulan dan 5 bulan. Pada vaksin HIB terdapat sebuah vaksin kombinasi
DPT dan HIB yang memiliki daya imunogenitas yang tinggi namun tidak
akan mempengaruhi respon pada imun yang lain.

g. PCV
Bayi yang berisiko tinggi mengalami kolonisasi pneumokokus,
yaitu bayi yang terindikasi dengan infeksi pada saluran napas bagian atas,
merupakan perokok pasif, tidak memperoleh ASI, dan bayi yang
bermukim di negara yang memiliki 4 musim (pada musim dingin).
Umumnya vaksin ini hanya disarankan oleh dokter, tergantung beberapa
indikasi tersebut diatas.
h. OTAVIRUS
Imunisasi ROTAVIRUS adalah imunisasi dengan menggunakan
vaksin yang dapat mencegah timbulnya penyakit rotavirus yang dapat
menyebabkan kematian pada anak. Pada imunisasi ini vaksin yang
diberikan adalah vaksin monovalent ( Rotarix ) dan pentavalen ( Rotareq )
Beberapa penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa vaksin rotavirus
terbukti sangat efektif dalam melindungi tubuh anak. Para peneliti
menyimpulkan bahwa vaksin ini efektif, karena pada rumah sakit yang
mendapatkan kasus tersebut terbukti dapat menekan jumlah pasien diare
sebanyak 50%. Dan penurunan kasus pada pasien tersebut terjadi sekitar
kurang lebih 2 tahun setelah program imunisasi tersebut dijalankan..

i. INFLUENZA
Imunisasi influenza adalah imunisasi yang diberikan guna
mencegah timbulnya flu pada anak. Imunisasi ini diberikan pada anak
berusia 6 bulan hingga 2 tahun. Imunisasi ini berguna untuk mencegah
datangnya flu yang dapat ditularkan melalu udara, bersin ataupun batuk.
Vaksinasi pada imunisasi ini disarankan untuk anak yang memiliki
penyakit asma, ginjal dan diabet. Gejala yang akan dirasakan anak adalah
demam, batuk, pilek dan bahkan terasa pegal-pegal pada tubuh anak.

j. VARISELA
Imunisasi varisela adalah imunisasi yang diberikan pada anak guna
mencegah timbulnya virus varicella zostar atau yang biasa kita sebut cacar
air. Virus ini memang bisa saja menyerang siapa saja baik anak-anak
maupun orang dewasa. Pada pemberian vaksin ini, anak harus dalam
keadaan sehat, tidak demam, tidak memiliki neomisin dan defisiensi imun
seluler. Oleh sebab itu imunisasi menjadi cara efektif untuk mencegah
timbunya virus varicella zostar atau cacar air.

k. TIFOID
Imunisasi tifoid atau yang sering disebut tifus adalah imunisasi
yang diberikan pada anak guna mencegah terjadinya tifus pada anak.
Imunisasi ini disarankan untuk anak usia 2 tahun, dan diberikan 3 tahun
sekali pada anak. Penyakit ini terjadi karena adanya bakteri salmonella
typhi yang sering ditemukan di air ataupun tempat tinggal yang kurang
terjaga kebersihannya.

l. HEPATITIS A
Imunisasi hepatitis A adalah imunisasi yang dapat diberikan pada
anak usia 2 tahun. Imunisasi yang akan diberikan kepada anak berupa
vaksinasi yang dapat mencegah timbulnya virus peradangan pada hati
anak. Pemberian vaksinasi ini dilakukan dua kali, dan jarak antara
suntikan pertama dan kedua berjarak antara 6 bulan hingga 12 bulan / 1
tahun.

m. HPV
Imunisasi HPV adalah imunisasi yang dapat diberikan pada anak
usia remaja. Usia ini berguna untuk mencegah kanker serviks pada wanita
sejak dini. Imunisasi ini dapat diberikan pada anak usia 12 tahun, dan
sesuai dengan ketentuan dokter. Pada imunisasi ini anak harus diberikan
vaksin sebanyak 3 dosis, dosis kedua diberikan 2 bulan setelah dosis
pertama dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis pertama.

n. MMR
Adalah imunisasi yang dilakukan untuk otak. Imunisasi ini
sebenarnya tidak banyak disarankan oleh dokter, karena terjadi banyak
kasus timbul gejala autisme setelah anak mendapatkan imunisasi ini. Akan
lebih baik jika bunda mengeonsultasikan pada dokter dan mencari efek
samping dari imunisasi ini melalui banyak sumber.

Beberapa jenis penyakit yang terjadi pada anak memang tidak terlalu
berbahaya, namun mengantisipasi tentu lebih baik daripada mengobati. Beberapa
manfaat yang didapat dari pemberian imunisasi pada anak, adalah :

 Mencegah anak dari serangan penyakit, dewasa ini banyak sekali bermunculan
jenis-jenis penyakit yang begitu mengkhawatirkan. Seperti flu burung, flu
singapura, sapi gila, dan lainnya. Walaupun bisa diobati, namun ada penderita
yang mengalami catat dalam anggota tubuhnya. Atau bisa juga dengan
terlampau seringnya mengkonsumsi obat atau antibiotik membuat beberapa
organ tubuh penderita menurun fungsi kerjanya. Denagn memberikan
imunisasi, orangtua telah membentengi tubuh anak setidaknya mencegah atau
mengurangi resiko yang lebih besar.
 Memperkecil resiko penyakit menular, dengan musim yang tak jelas seperti
sekarang, anak-anak tentu lebih rentan terhadap perubahan cuaca dan
penyebaran penyakit. pemberian imunisasi kepada anak, setidaknya membuat
anak dapat melakukan berbagai aktivitasnya di luar rumah dengan tenang
tanpa kekhawatiran orangtua akan lingkungan yang kotor, kuman/virus yang
berterbangan dan sebagainya.
 Menghemat anggaran keluarga dan pemerintah, pemberian imunisasi
diharapkan anak-anak akan tumbuh menjadi lebih baik, lebih sehat, lebih kuat.
Dengan imunisasi juga diharapkan penyebaran berbagai jenis penyakit
menular dan berbahaya menjadi lebih kecil sehingga biaya atau anggaran
untuk berobat pun menjadi lebih hemat. Jika anak-anak yang menjadi generasi
penerus bangsa sehat, tentunya masa depan bangsa pun lebih baik.
 Program atau jadwal imunisasi untuk anak, biasanya sudah tersedia dalam
buku panduan ketika anak lahir. Dan petugas rumah sakit (suster, dokter)
memberikan catatan baik waktu untuk melakukan imunisasi maupun catatan
jika imunisasi tersebut sudah dilakukan.
2. Cara penyimpanannya
Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada
sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama
penyimpanan yang telah ditentukan di masing¬-masing tingkatan administrasi.
Untuk menjaga rantai dingin vaksin yang disimpan pada lemari es di Puskesmas,
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Pengaturan dan penataan vaksin di dalam lemari es


2. Pengontrolan suhu lemari es dengan penempatan termometer di dalam lemari
di tempat yang benar dan pencatatan suhu pada kartu suhu atau grafik suhu
sebanyak dua kali sehari pada pagi dan siang hari
3. Pencatatan data vaksin di buku catatan vaksin meliputi tanggal diterima atau
dikeluarkan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah diterima atau
dikeluarkan dan jumlah sisa yang ada.
Cara penyimpanan Vaksin
3. Dosis dan cara pemberiannya
Vaksin Volume dosis Cara pemberian
Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT,
DpaT, TT, Td, dan yang
0,5 ml Intramuskular (IM)
dikombinasikan dengan Hib, Hepatitis
B, dan Polio Suntik)

Haemophilus influenzae tipe b (Hib) 0,5 ml IM

≤ 18 tahun: 0,5 ml
Hepatitis A
IM
≥ 19 tahun: 1ml

≤ 19 tahun: 0,5 ml
Hepatitis B IM
≥ 20 tahun: 1ml

Human papillomavirus (HPV) 0,5 ml IM


6-35 bulan: 0,25ml
Influenza mati (trivalen) IM
≥ 3 tahun: 0,5ml

Campak, Gondongan, Rubella


0,5 ml Subkutan (SC)
(Campak tunggal ataupun MMR)
Meningokokus konjugat (MCV) 0,5 ml IM
Meningokokus (polisakarida) (MPS) 0,5 ml SC
Pneumokokus konjugat (PCV) 0,5 ml IM
Pneumokokus (polisakarida) (PPS) 0,5 ml IM atau SC
Polio hidup (OPV) 2 tetes Oral
Polio (mati) (IPV) 0,5 ml IM atau SC
Rotarix: 1 ml
Rotavirus Oral
RotaTeq: 2 ml

Varisela (cacar air) 0,5 ml SC


BCG 0,05 ml Intrakutan
4. Jadwal pemberian

Cara membaca kolom usia :


a. Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan
vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB
monova- len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas
yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal
pemberian pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan
DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan.
b. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di
sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk
polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling
sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPVbersamaan dengan pemberian
OPV-3.
c. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan,
optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
d. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu.
Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun
diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada
usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.
e. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
f. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama
diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia > 15
minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali,
dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada
usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
g. Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization)
pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan
atau lebih, dosis 0,5 mL.
h. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan
apabila sudah mendapatkan MMR.
i. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9
bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval
6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak,
maka dapat diberikan vaksin MMR/MR.
j. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada
usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
k. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan;
vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada
remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan;
respons antibodi setara dengan 3 dosis.
l. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan
pada daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis
tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2
tahun berikutnya. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan
jadwal 0, 6, dan 12 bulan.

5. Kontra indikasi
Kontra indikasi dalam pemberian ada 3, yaitu:
a. Analvilaksis atau reaksi hipersensitiva (reaksi tubuh yang terlalu sensitif)
yang hebat merupakan kontra indikasi mutlak terhadap dosis vaksin
berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 380C merupakan
kontraindikasi pemberian DPT atau HB1 dan campak. Jangan berikan
vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS,
sedangkan vaksin yang lainnya sebaiknya diberikan.Jika orang tua sangat
berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih
baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi
sudah sehat. Penanganan bagi bayi yang mengalami kondisi sakit,
sebaiknya tetap diberikan imunisasi:
- Pada bayi yang mengalami alergi atau asma imunisasi masih bisa
diberikan. Kecuali jika alergi pada komponen khusus dari vaksin yang
diberikan. [Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare
dengan suhu dibawah 38,50C.
- Riwayat keluarga tentang peristiwa yang membahayakan setelah
imunisasi. Riwayat yang belum tentu benar ini membuat keengganan
bagi ibu untuk memberikan imunisasi pada anaknya, akan tetapi hal
inibukan masalah besar, jadi imunisasi masih tetap diberikan.
- Pengobatan antibiotik, masih biasa diberikan bersamaan dengan
pemberian munisasi.Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV
dengan tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, jika
menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS kecuali imunisasi BCG ,
imunisasi yang lain tetap berlaku.
- Anak diberi ASI, bukan masalah pemberian ASi jika disertai pemberian
imunisasi. Pemberian imunisasi juga dapat dilakukan pada bayi yang
sakit kronis, seperti , [ penyakit jantung kronis, paru-paru, ginjal atau
liver. Pada penderita down’s syndrome atau pada anak dengan kondisi
saraf yang stabil seperti kelumpuhan otak yang disebabkan karena luka,
imunisasi boleh saja diberikan.Bayi yang lahir sebelum waktunya
(prematur) atau berat bayi saat lahir rendah. Sebelum atau pasca operasi.
Kurang gizi. Riwayat sakit kuning pada kelahiran.

6. Rantai dingin
Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke
tingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah secara berjenjang.
Daftar Pustaka

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-2017 diakses
pada 09.43 Jumat, 15 Desember 2017

KEMENKES. 2014. Buku Ajar Imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai