2.Usia ibu
a.Usia <16 tahunKehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya,emosional ibu belum
stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatankelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam
kandungan, adanyarasa penolakan secaraemosianal ketika si ibu mengandung bayinya(Ubaydillah, 2000).
b.Usia > 35 tahunKesulitan untuk hamil adalah hambatan terbesar bagi perempuanberusia 35 tahun atau
lebih. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kualitas sel telur perlahan ketika seorang perempuam memasuki
usia 30tahun, dan diikuti dengan jarangnya terjadi pembuahan meskipun siklusmenstruasi.
c.Multigravida adalah yang jarak kelahirannya terlalu dekat
3. Keadaan social
a.Golongan social ekonomi rendah
b.Perkawinan yang tidak sah
4.Sebab lain
a.Ibu yang perokok
b.Ibu peminum alcohol
B.Faktor janin
1.Hidramnion
Hidramnion adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan dimanajumlah air ketuban meebihi dari
batas normal.
2.kehamilan ganda
kehamilan ganda merupakan dimana terdapata dua atau lebih embrioatau janin sekaligus, kehamilan
ganda terjadi apabila dua atau lebihovum dilepaskan dan dibuahi atau bila satu ovum yang
dibuahimembelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama padastadium massa sel dalam
atau lebih awal (Taufan, 2012).
3.Kelainan kromosom
Kelainan kromosom adalah untaian material genetik yang terdapatdidalam setiap sel makhluk hidup.
C.Faktorlingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain tempat tinggal didaratan tinggi,radiasi, sosio-ekonomi dan paparan
zat-zat racun(Arief, dkk,2009).
Klasifikasi BBLR
Berdasarkan definisi tersebut di atas, bayi berat lahir f. Ubun-ubun dan sutura lebar
rendah (BBLR) dapat dikelompokkan menjadi g. Rambut tipis, halus
prematuritas dan dismaturitas.
a)Prematur murni h. Tulang rawan dan daun telinga immaturi.
Putting susu belum terbentuk dengan baik
1.Pengertian prematur murni
j. Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic
Adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan usus dapat terlihat.
untuk usia kehamilan ataudisebut neonatus kurang k. Genitalia belum sempurna, labia minora belum
bulan sesuai masa kehamilan. tertutup oleh labiamayora (pada wanita), testis
2.Tanda bayi prematuritas murni belum turun (pada laki-laki)
a. Berat badan kurang dari 2.500gram,PB 45 cm, l. Bayi masih posisi fetal
lingkar kepalakurang dari 33 cm, lingkar dada kurang m. Pergerakan kurang dan lemah
dari 30 cm.
n. Otot masih hipotonik
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu
c. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan o. Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum
licin teratur dan sering mengalami serangan apnoe
d. Kepala lebih besar dari badan p. Refleks tonic neck lemah
e. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis,telinga q. Refleks menghisap dan menelan belum
dan lengan. sempurna (Arief, dkk, 2009).
• Patofisiologi
Lanjutan..
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 2007).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai berikut :
1.Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena
hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2.Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak
menempel pada tempatnya.
3.Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.
4.Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain
Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya
ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasi.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Tanda Gejala :
a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat
Pemeriksaan Penunjang
Intervensi :
1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)
2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang
kering dan hangat.
3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
Tujuan Kriteria Hasil :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
- Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik.
- Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
- Retensi tidak ada
Intervensi :
1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
2. Monitor turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put.
4. Beri ASI sesuai kebutuhan.
5. Lakukan kontrol berat badan setiap hari.
Definisi Respiratory distress syndrome (rds )
• RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada bayi prematur dengan tanda-tanda takipnea (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat
penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
(Stark,1986).
Etiologi
Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-
paru. Namun terdapat faktor predisposisi, diantaranya :
• Bayi dari ibu diabetes
• Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
• Kehamilan multijanin
• Persalinan SC
• Persalinan cepat
• Asfiksia
• Stress dingin
• Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS
Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa udara fungsional/kapasitas residu fungsional (Ilmu Kesehatan
Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan
menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan
atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan
inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Lanjutan
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
konstriksin vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan
oksigenasi jaringan dan selanjutnya menybabkan
metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat
sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam)
dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.
Manifestasi klinis
• Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya :
• Kesulitan dalam memulai respirasi normal
• Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak dalam keadaan
menangis (disebabkan oleh penutupan glotis) merupakan tanda/indikasi awal penyakit,
berkurangnya dengkingan mungkin merupakan tanda pertama perbaikan.
• Refraksi sternum dan interkosta
• Nafas cuping hidung
• Sianosis pada udara kamar
• Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
• Auskultasi; udara yang masuk berkurang
• Edema ekstremitas
• Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil dengan
corakan bronkogram udara.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
• Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
• Furosemiduntuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
• Fenobarbital
• Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
• Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
• Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan).
Lanjutan
Penunjang/diagnostik
• Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi
duktus alveolar.
• Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
• Data laboratorium
• Profil paru :
• untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang
mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
• Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi
oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
• Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang
rusak.
Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :
• Ruptur Alveoli
• Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk
dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
• Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
• Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
• PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS
terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya
Konsep asuhan keperawatan RDS
1. Pengkajian
• Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
• Riwayat kesehatan :
• Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping hidung
• Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
• Pemeriksaan Fisik :
• Keadaan umum : kesadaran, vital sign
• Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
• Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum dan interkosta, nafas
cuping hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau lambat
• Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral dingin/hangat, cyanosis perifer
• Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik menurun/meningkat
• Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
Diagnosa keperawatan , Kriteria hasil , Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
imaturitas neurologis (defisiensi surfaktan dan perubahan membran kapiler-alveolar
ketidakstabilan alveolar)
Tujuan yang diharapkan : pertukaran gas kembali
Tujuan yang diharapkan : Pola nafas kembali efektif normal
Kriteria Hasil : Kriteria hasil :
• Pengembangan dada simetris • Menunjukan perbaikan ventilasi dan
• Irama pernapasan teratur oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA
• Bernapas mudah dalam rentang normal.
• Tidak ada suara nafas tambahan • Bebas dari gejala distres pernafasan.
Intervensi : Intervensi :
• Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya nafas 1. Pantau dispnea, takipnea, bunyi napas,
• Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada peningkatan upaya pernapasan, ekspansi, paru, dan
dan alat bantu pernafasan kelemahan
• Posisikan klien untuk memaksimalkan 2. Monitor intake dan output cairan
ventilasi dan mengurangi dispnea 3.Jaga alat emergensi dan pengobatan tetap tersedia
• Berikan oksigen sesuai program seperti ambu bag, ET tube, suction, oksigen
3. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan • 4. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan
dengan berada di lingkungan yang dingin intake yang tidak adekuat
• Tujuan yang diharapkan : Hipotermia dapat teratasi
Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi
Kriteria hasil :
• Suhu axila 36-37˚C Kriteria hasil :
• RR : 30-60 X/menit • Tidak terjadi penurunan BB > 15 %.
• Warna kulit merah muda • Bayi tidak muntah
• Tidak ada distress respirasi
• Bayi dapat minum dengan baik
• Tidak menggigil
• Bayi tidak gelisah Intervensi :
• Bayi tidak letargi 1. Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.
Intervensi :
2. Observasi intake dan output.
1. Monitor gejala dari hopotermia : fatigue, lemah, apatis,
perubahan warna kulit 3. Berikan cairan IV dengan kandungan glukosa
2. Monitor status pernafasan sesuai kebutuhan neonates
3. Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke dalam 4. Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih
lingkungan / tempat yang hangat (didalam inkubator atau lampu cairan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi
sorot)
4. Segera ganti pakaian bayi yang dingin dan basah
dengan pakaian yang hangat dan kering, berikan selimut.
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
Tujuan yang diharapkan : Resiko kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
• Turgor pada perut bagian depan kenyal, tidak ada edema,
membranmukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan BB.
• Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar, elektrolit darah dalam
batas normal.
Intervensi :
1. Observasi suhu dan nadi
2. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi atau overhidrasi.
3. Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis
pemeliharaan, selain itu berikan pula tindakan-tindakan pencegahan
4. Berikan susu dan cairan intravena sesuai kebutuhan