Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Klinik

Dosen Pembimbing : Ratnawati, M.kep

Disusun Oleh :

Fauzan Kukuh Permadi

17.1321.S

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

PEKAJANGAN PEKALONGAN

2017/2018
A. Pengertian
Hiperbilirurubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan. ( Hall, 2011 ).
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10
mg% pada minggu pertama yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat
jelas pada kulit, mukosa, skelera dan urin, serta organ lain, sedangkan pada bayi
normal kadar bilirubin serum totalnya 5 mg%. ( Juliana Br Srimbiring, 2017 )
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang lebih 10
mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sklera dan organ
lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern icterus. Ikterus Neonatus
merupakan merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang
terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubinemia merupakan salah satu
kegawatan pada BBL (bayi baru lahir) karena dapat menjadi penyebab gangguan
tumbuh kembang bayi.

B. Etiologi
Dikatakan hiperbilirubinnemia apabila ada tanda tanda sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama.
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
3. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonates cukup bulan 12,5 mg% pada
neonates kurang bulan.
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis.
5. Ikterus disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa esfasi kurang 36
mg, defikasi hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi trauma lahir kepala,
hipoglikemia hiperkarbia.
Adapun penyebab dari icterus diantaranya adalah sebagai berikut :
- Produksi bilirubin yang berlebihan.
- Gangguan dalam proses ambil dan konjugasi hepar.
- Gangguan trasportasi dalam metabolism bilirubin.
- Gangguan dalam ekresi.
C. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban penambahan bilirubin pada sel
heparbyang  berlebihan hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran entrosit, polistemia.
Gangguan pecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein E dan F berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonates yang
mengalami gangguan ekskresi. misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat bilirubin ini akan berkiat toksik dan merupak jaringan tubuh
toksisitas terutama ditemukan bilirubin indirek yang bersikat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patoligis pada
sel otak apabila bilirubin tadi dapatmenembus sawar darah otak.
Kelainan yang ter&adi pada otak diSebut kern ikteruS. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonates. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR, Hipoksia dan
Hipoglikemia.

D. Manifestasi klinis
Sebenarnya, sebagian besar kasus penyakit kuning tidak berbahaya. Meskipun
demikian, apabila kadar bilirubin sangat tinggi, ini bisa menyebabkan kerusakan otak
(kern ikterus). Kern ikterus ialah terjadinya penimbuan bilirubin di dalam otak,
sehingga menyebabkan kerusakan otak. Kondisi tersebut biasanya dialami oleh anak
yang lahir sangat prematur atau anak yang mengalami penyakit berat.
Adapun gejala kern icterus yang sering tampak ialah :
1) Sering mengantuk
2) Tidak kuat menghisap
3) Muntah
4) Opistotonus (posisi tubuh melengkung dan leher mendekati punggung),
5) Mata berputar-putar ke atas, serta
6) Kejang
Efek jangka panjang dari kern icterus adalah keterbelakangan mental,
kelumpuhan cerebral (pengontrolan otot yang abnormal atau cerebral palsy), tuki,
dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.

E. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira kira 6 mg/dl, antara 2 dan
3 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi
dengan prematur kadar kadar bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl , antara
5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak
fisiologis. Dari Brown AK dalam textbooks of Pediatrics 1996 : ikterus fisilogis
pada bayi cukup bulan bilirubin indirex munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan
hilang 4 sampai 5 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12
mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan prematur, bilirubin indirek munculnya 3
sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai
puncak 15 mg/dl. Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek kurang dari 5 mg/dl
/har. Pada ikterus patologis meningktnya bilirubin lebih dan 5 mg/dl perhari, dan
kadar bilirubin direk I dari I mg/dl.
- Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
- Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis
dariatresia biliary.

F. Penatalaksanaan
Tahap awal dengan melakukan pencegahan, ikterus dapat dicegah dan dihentikan
peningkatannya dengan cara :
1) Pengawasan antenal yang baik
2) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada masalah kehamilan
misal ; oksitosin.
3) Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada janin dan neonatus.
4) Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5) Pemberian makan yang bergizi.
6) Pencegahan infeksi.
Cara mengatasi hiperbilirubinemia :
1. Mempercepat proses konjugasi.
(pemberian fenobarbital diberikan 1-2 dan foto terapi hari sebelum ibu
melahirkan)
2. Memberikan substart yang kurang untuk transportasi inkonjugasi, pemberian
albumin.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dan foto terapi
4. Transfusi tukar.
Jika kadar bilirubin mencapai kadar yang mengkhawatirkan, sebaiknya bayi
dirawat untuk mendapat terapi sinar. Untuk sementara pemberian ASI
dihentikan, sambil dilakukan pemeriksaan. Namun adakalanya kasus bayi
kuning terjadi karena kurangnya pemberian ASI pada hari hari pertama,
karena ASI pada hari hari pertama masih sedikit dan pengeluaran feses
sedikit. Dokter biasanya akan meminta ibu menyusui lebih sering sehingga
ASI lebih banyak dan pengeluaran kotoran bayi lebih lancar.
Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan yang perlu diperhatikan :
1. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam
2. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam (maksimal sampai 500
jam)
3. Baringkan bayi telanjang, hanya genetalia yang ditutup dengan popok
mini saja agar sinar dapat merata keseluruh tubuh.
4. Kedua mata ditutup dengan penutup dengan penutup yang tidak
tembus cahaya.
5. Posisi bayi sebaikya diubah ubah.
6. Perhatikan suhu bayi agar selalu 36,5 – 37 oC dan observasi suhu tiap
4 – 6 jam sekali.
7. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi.
8. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
9. Jika setelah pemberian terapi 100 jam bilirubin tetap tinggi/ kadar
bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu
belum mencapai 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter
mungkin perlu transfusi tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolitis diperiksa setiap hari. Yang
diperhatikan pada pemberian tanpa sinar.
Pasang label, kapan terai dimulai dan kapan selesainya. Hitung 100
jam sampai tanggal berapa. Sebelum digunakan cek lampu sudah
semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar penggunaan yang
beberapa kali pada bayi itu, untuk memudahkan pengetahuan kapan
mencapai 500 jam penggunaan.
G. Komplikasi
Apabila tidak tertangani secara serius akan terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutamapada korpus striatum,
talamus, nukleus subtalamus hipokempus, nukleus merah didasar ventrikel IV.

H. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
1) Pengumpulan data
a. Umur (ikterus,pato/pisiologis)
b. Keluhan, bayi kuning, lemah, malas minum
c. Riwayat prenatal/ maternatal
d. Riwayat intranatal
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat nutrisi
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
Dx 1 : Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan reflek menghisap
buruk sekunder akibat kern ikterus.
Dx 2 : Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan infeksi
Dx 3 : Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek
fototerapi)
Dx 4 : Diare berhubungan dengan efek fototerapi
I. Fokus intervensi
Dx 1 : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan reflek menghisap buruk
sekunder akibat kern ikterus.
1. Observasi keadaan umum bayi dan TTV.
2. Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan menghisap secara efektif.
3. Pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke puting.
4. Ajarkan atau demontrasikan latihan menghisap, jika perlu.
5. Motivasi ibu untuk terus menyusui bayinya
6. Evaluasi pola menghisap / menelan bayi
7. Pantau inegritas kulit puting ibu

Dx 2 : Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan infeksi (kern


icterus).

1. Identifikasi masalah fisik yang potensial dan berhubungan dan buat rencana untuk
mencegahnya.
2. Penuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan pemberian ASI.
3. Lakukan skrening kesehatan .
4. Edukasi pada keluarga pasien tentang tingkatan perkembangan pada bayi.
5. Berikan pendidikan kesehatan tentang stimulasi anak pada keluarga
6. Ajarkan orang tua bayi / keluarga tentang tahapan penting perkembangan normal
dan perilaku yamg berhubungan.
7. Demonstrasikan aktivitas yang menunjang perkembangan

Dx 3 : Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi)

1. Monitor suhu sesering mungkin


2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor tekanan darah, nadi, dan RR
5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10.Berikan cairan intravena
11.Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
12.Tingkatkan sirkulasi udara

Dx 4 : Diare berhubungan dengan efek fototerapi


1. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
2. Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare
3. Evaluasi intake makanan yang masuk
4. Identifikasi faktor penyebab dari diare
5. Monitor tanda dan gejala diare
6. Observasi turgor kulit secara rutin
7. Ukur diare/keluaran BAB
DAFTAR PUSTAKA

Fida, maya.2012.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak.Jogjakarta:D-medika

H.Ridha Nabiel.2014.Buku Ajar Keperawatan Anak.Yogyakarta:pustaka pelajar.

Suriadi, Rita Yuliani.2012.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta:PT percetakan penebar


swadaya.

Anda mungkin juga menyukai