Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pernapasan adalah salah satu sistem vital dalam tubuh manusia. Sistem ini
berperan besar dalam penyediaan oksigen yang sangat penting bagi metabolisme sel
dan jaringan tubuh manusia. Sistem pernapasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
sistem pernapasan atas yang terdiri dari hidung, faring, laring dan trakea. Sedangkan
sistem pernapasan bawah terdiri atas trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus.
Semua organ dalam sistem pernapasan ini memiliki fungsi kerjanya masing-masing
yang mendukung proses pernapasan agar dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Namun, karena beberapa kelainan yang disebabkan oleh faktor biologis, faktor fisik,
atau trauma dan kelainan bawaan lahir, salah satu atau beberapa organ sekaligus dapat
kehilangan fungsinya dan mengganggu seluruh sistem.
Anak-anak adalah usia yang rentan mengalami sakit, karena sistem kekebalan
tubuhnya belum begitu sempurna menjadi barier pertahanan tubuh dari serangan
penyakit. Tidak terkecuali penyakit yang menyerang sistem pernapasan. Malasia
kongenital ialah satu gangguan pernapasan yang menyebabkan obstruksi saluran udara
yang sifatnya irrevesibel pada anak-anak.
Bronkomalasia juga dapat dideskripsikan sebagai defek kelahiran pada bronkus di
traktus respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas besar merupakan
salah satu dari beberapa penyebab okstruksi saluran nafas ireversibel pada anak,
dengan gejala bervariasi yang dapat berupa wheezing rekuren dan infeksi saluran
nafas bawah rekuren sampai dispneu berat dan insufisiensi respirasi.
Dengan sifatnya yang irreversibel (organ yang terkena tidak bisa teregenerasi lagi),
maka anak dengan bronkomalasia mendapatkan perhatian lebih dalam perawatannya,
khususnya dalam pemenuhan oksigenasi. Dalam makalah ini, akan dijelaskan
mengenai seluk beluk bronkomalasia beserta asuhan keperawatan yang mungkin
muncul pada klien anak dengan bronkomalasia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memaparkan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan
pernapasan kongenital bronkomalasia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang pengertian bronkomalasia.
b. Untuk menjabarkan etiologi bronkomalasia.
c. Untuk menjabarkan patofisiologi bronkomalasia.
d. Untuk menyebutkan manifestasi klinis klien anak dengan bronkomalasia.
e. Untuk menjabarkan tentang pemeriksaan penunjang untuk klien anak dengan
bronkomalasia.

1
f. Untuk menjelaskan tentang penatalaksanaan pada klien anak dengan
bronkomalasia.
g. Untuk menyebutkan komplikasi yang menyertai bronkomalasia.
h. Untuk menjabarkan pengkajian fokus pada klien anak dengan bronkomalasia.
i. Untuk menjabarkan fokus intervensi pada klien anak dengan bronkomalasia.
j. Untuk menjabarkan pathways asuhan keperawatan klien anak dengan
bronkomalasia.
k. Untuk meninjau jurnal evidence base nursing terkait klien anak dengan
bronkomalasia.

2
BAB II

KONSEP TEORI

A. Pengertian Bronkomalasia
Malasia kongenital adalah salah satu penyebab obstruksi jalan napas irreversibel
yang terjadi pada anak-anak, dengan gejala yang bervariasi dari wheezing berulang,
infeksi saluran napas bawah, sampai dispnea dan ketidakadekuatan pernapasan.
(Carden K.A., et all, 2005).
Bronkomalsia juga dapat dideskripsikan sebagai defek kelahiran pada bronkus di
traktus respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas besar merupakan
salah satu dari beberapa penyebab okstruksi saluran nafas ireversibel pada anak,
dengan gejala bervariasi yang dapat berupa wheezing rekuren dan infeksi saluran
nafas bawah rekuren sampai dispneu berat dan insufisiensi respirasi.

B. Etiologi Bronkomalasia
Bronkomalasia dikenal sebagai penyakit kongenital. Penyakit ini biasanya dijumpai
pada bayi yang lahir prematur. Kemungkinan ketika bayi lahir prematur, dapat terjadi
ketidakmaturan bronkial kartilago. Kemungkinkan lain dapat juga terjadi pada bayi
yang lahir cukup bulan, karena memang ada bawaan immatur. Dalam hal ini, sebagian
peneliti berpendapat bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi terjadinya
bronkomalasia, dan sebagian yang lain berpendapat bahwa bayi dengan jenis kelamin
laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar terkena bronkomalasia.
Serangan penyakit lain seperti polychondritis dan chondromalacia dapat
menyebabkan dismaturitas serabut kolagen penyusun tulang rawan kartilago dan
kelemahan terhadap jaringan trakeo-bronkial.
Bronkomalasia juga dapat terjadi akibat degenerasi kartilago karena beberapa hal.
Salah satunya adalah intubasi yang berulang, sehingga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan jalan napas, keracunan oksigen, dan infeksi yang terjadi
berulang. Bayi prematur dengan respiratory distress syndrome lebih beresiko
terdampak bronkomalasia. Klien dengan penyakit ini lebih didominasi oleh klien laki-
laki, dan masih belum diketahui penyebabnya.
Tekanan hebat pada saluran trakeo-bronkial dapat menyebabkan menurunnya
integritas jaringan pada dinding trakea dan bronkial sehingga kemungkinan adanya
komplikasi pun dapat meningkat. Namun hal ini sangat kecil presentase kejadiannya.

C. Patofisiologi Bronkomalasia
Dalam pernapasan, terdapat empat proses yang terjadi yaitu inspirasi, eskpirasi,
pertukaran gas, dan difusi. Ketika pernapasan kita melakukan inspirasi dan ekspirasi,
udara masuk ke dalam hidung dan mulut melalui laring ke dalam trakea, yang terbagi
menjadi dua cabang (bronkus kanan dan kiri) dari masing-masing lobus paru.

3
Trakea dan bronkus tersusun atas cincin dari tulang rawan kartilago yang berfungsi
untuk menjaga agar saluran pernapasan tetap terbuka agar udara dapat masuk ke
dalam paru-paru untuk melalui proses pertukaran gas dan difusi.
Umumnya pada bronkomalasia juga dapat ditemukan kelainan yang sama pada
trakea, yaitu trakeomalasia. Hal ini terjadi karena cincin kartilago menyusun sebagian
besar komponen trakea dan bronkus dari atas sampai ke percabangan bronkus.
Pada penyakit bronkomalasia ini, tulang rawan yang menyusun saluran pernapasan
tidak terbentuk secara sempurna karena anak lahir prematur sehingga jaringan cincin
kartilago immatur (bronkomalasia primer), atau anak mengalami infeksi pernapasan
lain yang berimbas pada menurunnya kekuatan cincin kartilago (bronkomalasia
sekunder), ditandai dengan cincin yang tidak cukup kaku, atau mengalami kelainan
ukuran dan bentuk. Sehingga saluran napas dapat tertutup dan mengalami obstruksi
sehingga dapat menyebabkan anak mengalami dispena, utamanya ketika sedang
terjadi proses ekspirasi atau anak sedang menangis.

D. Manifestasi Klinis Bronkomalasia


1. Batuk-batuk di malam hari.
2. Infeksi saluran napas bawah yang berulang.
3. Dispnea atau pernapasan dangkal.
4. Wheezing berulang.
5. Rattling berulang.
6. Intoleransi aktifitas.
7. Ada indikasi refluks.
8. Adanya retraksi dinding dada.
9. Stridor.
10. Funnel Chest.

E. Pemeriksaan Penunjang Bronkomalasia


1. Teknik Pencitraan
a. Foto toraks, berguna untuk evaluasi kelainan respiratorik pada anak.
b. CT Scan toraks untuk evaluasi masa pleura, bronkiektasia, lesi mediastinal, dan
untuk membedakan lesi pleura dan lesi parenkim.
c. Ultrasonografi untuk melihat massa intratoraks dan gerakan diafragma.
2. Analisis Gas Darah, untuk mengulik informasi mengenai keefektifan oksigenasi
dan ventilasi.
3. Uji Fungsi Paru, menggunakan spirometri penting untuk mengevaluasi kelainan
paru.
4. Pemeriksaan Bronkoskopi, berguna untuk mengidentifikasi kelainan saluran
respiratoru dan untuk memperoleh sampel kultur.

F. Penatalaksanaan Klien Anak dengan Bronkomalasia


1. Terapi Oksigen
Anak dengan distress pernapasan harus mendapatkan suplementasi oksigen
untuk mempertahankan saturasi O2 dalam rentang normal. Konsentrasi O2 yang

4
diberikan harus cukup tinggi hingga dapat mengatasi hipoksemia. Konsentrasi
O2inspirasi kurang dari 40% biasanya aman untuk penggunaan jangka panjang.
Klien yang memerlukan suplementasi O2 harus dipantau dengan pulse oximetry,
baik secara intermiten atau berkesinambungan, atau dengan analisis gas darah
untuk mengukur kadar PO2 sehingga dapat dilakukan titrasi untuk mendapatkan
konsentrasi O2serendah mungkin.
2. Terapi Aerosol
Pemberian obat ke saluran respiratori bawah dapat dilakukan dengan inhalasi
obat dalam bentuk aerosol dengan menggunakan inhaler bubuk kering (dry powder
inhalers atau DPIs), metered dose inhaler (MDIs), atau nebuliser. Obat yang sering
diberikan dalam bentuk aerosol adalah bronkodilator (albuterol, levalbuterol,
ipatroprium) dan kortikosteroid inhalasi. Kadang-kadang, antibiotik seperti
tobramisin juga diberikan dengan cara inhalasi.
3. Trakeostomi
Trakeostomi adalah penempatan jalan napas artifisial ke dalam trakea di bawah
laring dengan metode bedah. Jika intubasi dalam waktu lama diperlukan,
trakeostomi efektif dapat dilakukan untuk mencegah trauma laring, menurunkan
risiko terekstubasi, meningkatkan kenyamanan klien, dan memfasilitasi perawatan
jalan napas artifisial.
4. Ventilasi Mekanik
Klien yang tidak dapat mempertahankan pertukaran gas secara adekuat mungkin
membutuhkan ventilasi mekanik. Sebagian besar ventilasi mekanik memiliki
prinsip kaya berupa inflasi paru dengan gas menggunakan ventilator bertekanan
positif. Ventilasi bertekanan positif (positive-pressure ventilation) sering
memerlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi meskipun dapat pula diberikan
secara non-invasif melalui nasal atau sungkup wajah. Ventilasi non-invasif
terutama bermanfaat pada klien dengan kelainan neuromuskular, tetapi dapat pula
digunakan untuk membantu ventilasi klien dengan gagal napas akut karena
berbagai sebab.

G. Komplikasi yang Timbul dari Bronkomalasia


1. Pneumonia.
2. Bronchitis.
3. Polychondritis.
4. Chondromalacia.

H. Pengkajian Fokus pada Bronkomalasia


1. Kaji riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita anak, fokusnya adalah pada
penyakit pernapasan, atau beberapa penyakit yang timbul akibat infeksi yang
berkomplikasi pada saluran napas anak.
2. Kaji riwayat penyakit sekarang beserta keluhan yang dirasakan oleh anak dan juga
orang tua.
3. Kaji riwayat kehamilan dan kelahiran anak yang mengalami bronkomalasia,
karena kemungkinan dapat mempengaruhi, seperti kelahiran prematur.

5
4. Kaji aktivitas/istirahat, pada klien anak dengan bronkomalasia terdapat gejala
a. Keletihan, kelelahan, malaise.
b. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Ketidakmampuan untuk tidur.
d. Dispnea pada saat istirahat.
5. Kaji adanya kelemahan umum/kehilangan massa otot, yang ditandai dengan
pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda lain meliputi
a. Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
b. Distensi vena leher.
c. Edema dependen.
d. Bunyi jantung redup.
e. Warna kulit/membran mukosa sianosis.
f. Pucat, dapat menunjukkan anemi.
6. Kaji integritas ego klien, meliputi adanya
a. Peningkatan faktor resiko.
b. Perubahan pola hidup.
7. Kaji pola nutrisi klien, meliputi adanya
a. Mual/muntah.
b. Nafsu makan memburuk/anoreksia.
c. Ketidakmampuan untuk makan.
d. Penurunan berat badan, atau peningkatan berat badan.
e. Turgor kulit buruk.
f. Diaforesis.
g. Palpitasi abdomen.
8. Kaji sistem pernafasan akan adanya
a. Batuk yang terus menerus.
b. Pernapasan yang cepat dan dangkal.
c. Penggunaan otot bantu pernapasan.
d. Bunyi napas ronchi/wheezing.
e. Pada pemeriksaan perkusi terdapat bunyi hipersonor pada area paru.
9. Kaji pemeriksaan diagnostik klien.

I. Fokus Intervensi pada Bronkomalasia


No Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional
1. Ketidakefektifan Setelah klien 1. Ajarkan klien 1. Membantu klien
Pola Pernapasan diberikan pernafasan memperpanjang
b.d deformitas asuhan diagfragmatik dan waktu eksoirasi.
tulang rawan keperawatan pernafasan bibir. Dengan teknik ini
selama di 2. Berikan dorongan klien akan bernafas
rumah sakit, untuk menyelingi lebih efisien dan
klien dapat : aktivitas dan periode efektif.
1. Pernapasan istirahat. 2. Memungkinkan
klien 3. Berikan dorongan klien untuk
kembali penggunaan melakukan
efektif pelatihan otot-otot aktivitas tanpa

6
pernafasan jika distress berlebihan.
diharuskan. 3. Menguatkan dan
mengkondisikan
otot-otot
pernafasan

2. Resiko Aspirasi Mengidentifika 1. Observasi kepatenan 1. Memeriksa adanya


b.d batuk yang si intervensi jalan napas dan sekret dan pola
tidak efektif untuk batuk yang dialami batuk klien.
sehingga sekret mencegah klien. 2. Batuk efektif dapat
dari proses faktor resiko. 2. Ajari klien dan melapangkan
penyakit kronis orang tua tentang saluran pernapasan
tidak dapat bagaimana cara sehingga resiko
dikeluarkan untuk batuk secara aspirasi dapat
efektif. diminimalkan.
3. Jika perlu beri klien 3. Diberikan apabila
obat penghilang sekret yang
dahak. dihasilkan sangat
banyak.
3. Resiko Tinggi Mengidentifika 1. Awasi suhu 1. Demam dapat
Infeksi b.d si intervensi 2. Observasi warna, terjadi karena
menetapnya untuk bau, sputum infeksi.
sekret proses mencegah 3. Bantu klien dan 2. Sekret berbau dan
penyakit kronis resiko infeksi orang tua tentang berwarna kuning
pembuangan menunjukkan
sputum. infeksi.
4. Diskusikan 3. Mencegah
kebutuhan masukan penyebaran
nutrisi adekuat patogen.
dengan orang tua 4. Malnutrisi dapat
klien. mempengaruhi
5. Berikan anti kesehatan umum
mikroba sesuai dan menurunkan
indikasi. tekanan terhadap
infeksi.
5. Dapat diberikan
unntuk organism
khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur.

4. Ansietas b.d Setelah klien 1. Observasi sumber 1. Observasi


anoreksia, diberikan kecemasan klien, menentukan
kelelahan, asuhan kesukaan dan tindakan
ketidaknyamanan keperawatan ketidaksukaan klien. selanjutnya yang
akibat proses selama di 2. Alihkan perhatian harus diambil agar
penyakit rumah sakit, anak dengan terapi efektif dan efisien.
klien dapat : bermain atau metode 2. Klien anak sangat
1. Terkurangi distraksi lainnya. mudah teralihkan
rasa 3. Libatkan orang tua perhatiannya

7
cemasnya. agar bisa melakukan apabila diajak
2. Dapat hal yang sama bermain atau
beraktvitas secara mandiri jika diceritakan sesuatu
dan klien mengalami yang disukai.
beristirahat kecemasan. 3. Orang tua adalah
dengan keluarga terdekat
tenang. klien yang
mengerti betul
karakteristik klien.
4. Intoleransi Setelah klien 1. Kaji kebiasaan 1. Kebiasaan dapat
Aktivitas b.d diberikan aktivitas klien. menentukan
insufisiensi asuhan 2. Dukung klien dalam bentuk perawatan
ventilasi dan keperawatan menegakkan latihan pada klien.
oksigenasi selama di teratur dengan 2. Otot-otot yang
sehingga rumah sakit, menggunakan mengalami
menyebabkan klien dapat : exercise, berjalan kontaminasi
kelelahan 1. Menunjukk perlahan. membutuhkan
an 3. Anjurkan orang tua lebih banyak O2.
perbaikan selalu mengawasi, 3. Agar aktivitas
dengan dan mengontrol klien tidak
aktivitas aktivitas klien. melebihi batas
intoleran sehingga dapat
menimbulkan
gangguan.
4. Ketidakseimbang Setelah klien 1. Kaji kebiasaan diet 1. Klien distresss
an Nutrisi : diberikan 2. Auskultasi bunyi pernafasan akut,
Kurang dari asuhan usus anoreksia karena
Kebutuhan b.d keperawatan 3. Berikan perawatan dispnea, produksi
dispneu, selama di oral sputum.
anoreksia, mual rumah sakit, 4. Timbang berat 2. Penurunan bising
muntah klien dapat : badan sesuai usus menunjukkan
1. Makan indikasi penurunan
kembali 5. Konsul ahli gizi motilitas gaster.
tanpa 3. Rasa tidak enak
merasakan adalah pencegahan
mual utama yang dapat
muntah. membuat mual dan
2. Mengalami muntah.
kenaikan 4. Berguna
berat badan menentukan
atau berat kebutuan kalori
badan dan evaluasi
kembali keadekuatan
normal rencana nutrisi.
seperti 5. Kenutuan kalori
sebelum yang didasarkan
sakit. pada kebutuhan
individu
memberikan nutrisi
maksimal.

8
J. Pathways Bronkomalasia

Degenerasi Kartilago
Kelainan Kongenital
BRONKOMALASIA
Tekanan pada Saluran
Infeksi Penyakit Lain Trakeo-bronkial

Defisiensi Cincin Kartilago

Saluran pada Bronkus


Tertutup

KETIDAKEFEKTIFAN
Sesak Napas
POLA NAPAS

Mudah Terjadi Infeksi


RESIKO ASPIRASI Batuk Tidak Efektif
pada Tulang Rawan

Akumulasi Mukus RESIKO INFEKSI

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI Pengeluaran Energi
KEBUTUHAN TUBUH Berlebih

INTOLERANSI
Anoreksia Kelelahan
AKTIVITAS

Cemas

ANSIETAS

9
BAB III

TINJAUAN JURNAL EVIDENCE BASE NURSING

A. Identitas Jurnal
Judul Penelitian : A Home Respiratory Support Programme for Children
by Parents and Layperson Carers
Peneliti : James Tibbals, Robert Henning, Collin F. Robertson, John
Massie, Mark Houchmann, Bradley Carter, Anthony
Osborne, Rosemary A. Stephens, Maureen Scoble, Sue-
Ellan Jones, Justine White, dan Doug Bryan.
Periode Penelitian : Tahun 2009
Subjek : Klien anak dengan chronic respiratory support di rumah
sakit dengan fasilitas paediatric intensive care unit
(PICU) dan neonatal intensive care unit (NICU)negara
bagian Victoria, wilayah selatan New South Wales, dan
Tasmania.

B. Latar Belakang Penelitian


Klien anak dengan chronic respiratory support lebih dianjurkan untuk dilakukan
perawatan di rumah untuk mendukung perkembangan anak dan kesejahteraan
keluarganya, meminimalisir hospitalisasi, menghindarkan anak dari infeksi
nosokomial, lebih efisien penggunaan alat dan tempat tidur rumah sakit, serta
menekan biaya perawatan.
Teknologi yang berkembang mempermudah pemberian terapi respiratori invasif
dan non-invasif pada anak sehingga orang tua anak dapat melakukan perawatan
mandiri di rumah dengan dibantu oleh tenaga non-medis yang bersertifikat.
Penelitian ini berfokus pada keefektifan outcome pada perawatan mandiri
berbasis homecare oleh orang tua anak dalam peningkatan kualitas hidup anak dan
juga pemangkasan biaya perawatan.

C. Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan keefektifan outcome pada perawatan mandiri berbasis
homecare oleh orang tua anak dan tenaga non-medis bersertifikat dalam peningkatan
kualitas hidup anak dan juga pemangkasan biaya perawatan.

D. Metodologi Penelitian
Analisa data rekam medis, discharge planning klien anak dengan long-term
mechanical respiratory support di rumah sakit dengan fasilitas Paediatric Intensive
Care Unit (PICU) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU), serta laporan
keuangan rumah sakit dan juga laporan keuangan homecare di negara bagian
Victoria, wilayah selatan New South Wales, dan Tasmania dari tahun 1979 sampai
2008.

10
E. Analisa Konten Jurnal
1. Kriteria subjek penelitian adalah pasien anak dengan long-term respiratory
support yang dianjurkan untuk dirawat di rumah. Kondisi anak harus stabil, atau
tidak ada perkembangan kondisi secara signifikan selama dirawat di rumah
sakit. Untuk meminimalisir hospitalisasi, pasien anak dengan kondisi
“terprediksi stabil” harus mencapai kondisi stabil terlebih dulu sebelum bisa
dipulangkan.
2. Pasien anak yang memerlukan penunjang pernapasan selama 24 jam penuh
harus memiliki ventilator, airway suction, dan pulse oximetry untuk monitoring
di rumah masing-masing.
3. Perawat memberi discharge planning kepada orang tua dan tenaga non-medis
bersertifikat sejak anak berada di PICU sampai anak dipindahkan ke ruang
perawatan berupa pengajaran tentang bagaimana cara memberi kebutuhan
ventilasi anak dan juga diajari mengatasi kemungkinan kejadian yang bisa
diprediksi pada anak. Teknisi akan mengajari bagaimana cara menggunakan dan
merawat alat-alat penunjang ventilasi anak.
4. Dari 168 anak subjek penelitian, 161 anak dipulangkan (96%). Median usia
mereka adalah 6.2 tahun dengan jangkauan usia antara beberapa minggu dengan
19 tahun. Rerata durasi waktu pasien menjalani program homecare adalah 3.3 ±
3.7 tahun. Sebanyak 25 anak (16%) harus mendapatkan penunjang ventilasi.
Anak dengan outcome yang tidak diketahui, dipindahkan ke fasilitas non-
pediatrik, atau pindah rumah sakit sebanyak 27 anak (17%). Dari 35 anak (22%)
yang meninggal, 34 anak meninggal secara terprediksi di rumah atau setelah
didiagnosa meninggal akibat proses penyakit, satu anak meninggal setelah
terjatuh dari kursi roda. Dua lainnya meninggal secara tidak terduga. Sebanyak
73 anak (45%) dalam kondisi stabil di rumah. Dari tujuh anak yang belum
dipulangkan, lima diantaranya sedang direncanakan untuk pulang (4 anak di
PICU, 1 anak di ruang perawatan) dan dua anak lainnya meninggal di rumah
sakit akibat kelainan neurologi dan gagal jantung. Sembilan puluh tujuh (58%)
anak tinggal di area perkotaan Melbourne, 58 (35%) di area perumahan dan
pedesaan, dan 13 (7%) di perbatasan negara bagian.
5. Tenaga non-medis yang berperan sebagai case manager yang terdata adalah
sebanyak 69 orang, dengan 28 orang diantaranya sudah menjadi perawat tetap.
6. Data keuangan tahun 2007-2008, biaya perawatan di rumah sakit mencapai
$AUD 365 juta dengan 880 full-time penjagaan perawatan dengan pembagian
tugas 107 orang ada di PICU dan 62 lain di ruang perawatan. PICU mendapat
pasien sebanyak 1280 dan rerata durasi perawatan selama 4.29 hari, sedangkan
di ruang perawatan terdapat 2626 pasien dengan rerata durasi perawatan selama
4.47 hari. Estimasi biaya harian yang perawat dapatkan di PICU adalah $AUD
7865 ($AUD 328/jam, $AUD 2.87 juta/tahun) dan di ruang perawatan $AUD
2137 ($AUD 89/jam, $AUD 780.000/tahun).

11
7. Gaji yang didapatkan oleh tenaga non-medis sebagai case manager homecare
adalah $AUD 35-40/jam, dengan median tahunan $AUD 115.300 (rentang
$AUD 82.000-200.000).

F. Simpulan Analisa Jurnal


Metode berbasis homecare pada pasien anak dengan kebutuhan ventilasi jangka
panjang oleh orang tua dan tenaga non-medis bersertifikat sebagai case manager,
terbukti efektif dalam menurunkan angka kejadian hospitalisasi dan menekan biaya
perawatan. Dengan monitoring dan manajemen yang benar, kejadian tidak
diharapkan dapat diminimalisir, anak mendapatkan suasana perawatan yang
nyaman karena di lingkungan rumah sendiri, dan orang tua dapat memperhatikan
perkembangan perawatan anaknya secara dekat.

12
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Bronkomalsia juga dapat dideskripsikan sebagai defek kelahiran pada bronkus
di traktus respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas besar
merupakan salah satu dari beberapa penyebab okstruksi saluran nafas ireversibel
pada anak, dengan gejala bervariasi yang dapat berupa wheezing rekuren dan
infeksi saluran nafas bawah rekuren sampai dispneu berat dan insufisiensi respirasi.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien anak dengan
bronkomalasia meliputi ketidakefektifan pola napas, resiko aspirasi, resiko infeksi,
ansietas, intoleransi aktivitas, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Pada jurnal penelitian evidence base nursing dengan judul A Home Respiratory
Support Programme for Children by Parents and Layperson Carers, metode
berbasis homecare pada pasien anak dengan kebutuhan ventilasi jangka panjang
oleh orang tua dan tenaga non-medis bersertifikat sebagai case manager, terbukti
efektif dalam menurunkan angka kejadian hospitalisasi dan menekan biaya
perawatan. Dengan monitoring dan manajemen yang benar, kejadian tidak
diharapkan dapat diminimalisir, anak mendapatkan suasana perawatan yang
nyaman karena di lingkungan rumah sendiri, dan orang tua dapat memperhatikan
perkembangan perawatan anaknya secara dekat.

B. Saran
Kasus anak dengan malasia pernapasan terbilang cukup jarang, sehingga sumber
referensi yang dibutuhkan untuk menyusun makalah ini masih lah sangat minim.
Dan jurnal penelitian yang berfokus pada tindakan keperawatan juga masih sangat
langka, akan lebih baik apabila diadakan penelitian yang sama atau dengan fokus
keperawatan yang lain terkait bronkomalasia pada anak sehingga mahasiswa
keperawatan dapat memperbanyak ilmu sehingga dapat menjadi tenaga kesehatan
yang kompeten di semua bidang, termasuk dalam stase keperawatan anak.

13
DAFTAR PUSTAKA

Boogard, Ruben. 2008. Off-label Use of Recombinant Human Dnase in Pediatric Lung
Disease. Rotterdam : Optima Grafische Communicatie.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.

Macdante, Karen J., et al. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :
Graha Ilmu.

Wong, Donna L. 2012. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi Keempat. Jakarta :
EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai