Anda di halaman 1dari 11

Refarat KepadaYth:

Divisi PICU

ADVERSE TRACHEAL INTUBATION ASSOCIATED EVENT

Penyaji : Nur.Arafah
Hari/Tgl : / Mei 2017
Pembimbing : Prof. dr. Munar Lubis, Sp.A(K)
Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K)
dr. Yunnie Trisnawati, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
DR. dr. Rina Amalia C. Saragih, M.Ked(Ped), Sp.A
dr. Aridamuriany D Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
dr. Gema Nazri Yani, M.Ked(Ped), Sp.A
dr. Badai Buana Nst, M.Ked(Ped), Sp.A
dr. Indah Nur Lestari, M.Ked(Ped), Sp.A

PENDAHULUAN

Manajemen jalan nafas merupakan salah satu keahlian khusus yang wajib dimiliki
oleh dokter atau tenaga kesehatan yang bekerja di unit gawat darurat dan ruang
perawatan intensif,dan hal ini memerlukan penilaian dalam menpertahankan dan
melindungi jalan napas dengan menberikan oksigenisasi dan ventilasi yang
efektif. Kasus kegagalan saluran nafas pada anak hampir duapertiga nya terjadi
pada tahun pertama kehidupan dan setengahnya terjadi pada neonatus, tingginya
angka kejadian ini berhubungan dengan imaturitas struktur anatomi saluran nafas
dan akan meningkat jika terdapat gangguan perkembangan organ-organ pada jalan
napas.1

1
Intubasi endotracheal merupakan gold standart untuk penanganan jalan
nafas. Intubasi endotrakeal merupakan suatu tindakan penyelamatan hidup namun
apabila tidak dilakukan sesuai dengan prosedur akan menbawa resiko yang sangat
besar yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas terutama pada anak
yang sakit kritis2.

Manajemen tata laksana jalan nafas pada anak yang sakit kritis harus
dilakukan secara terencana dan terorganisir karena beresiko besar menperberat
keadaan pasien terutama pada pasien-pasien mempunyai resiko tinggi .Kurangnya
kerjasama tim dan kurangnya perencanaan terhadap tindakan serta komunikasi
yang tidak optimal menyebabkan terjadinya kegagalan pada saat dilakukan
tindakan Intubasi3

Selain itu kurangnya ketrampilan tenaga intubasi juga menyebabkan


terjadinya komplikasi pada saat intubasi yang bisa menyebabkan trauma pada gigi
dan laring ,serta ketidaktahuan mengenai tekhnik intubasi yang benar akan
menyebabkan terjadinya desaturasi pada saat dilakukan intubasi, trauma pada
jalan nafas, waktu intubasi yang lama serta terjadi bradikardi. Kejadian tersebut
berpengaruh besar terhadap tingkat kematian yang signifikan akibat tindakan
intubasi3

Keberhasilan intubasi pada laringoskopi pertama juga dikatakan


menpengaruhi insiden kejadian ikutan dari intubasi . Kesulitan intubasi atau
intubasi berulang sangat menpengaruhi timbulnya efek lanjut. Pada pasien
dengan kesulitan intubasi,penatalaksanaan jalan napas menjadi lebih sulit
sehingga lebih mudah terjadi cedera pada jalan nafas yang menyebabkan berbagai
macam komplikasi 4

Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk mengetahui kejadian ikutan dan efek
samping pada saat dilakukan intubasi pada anak yang sakit kritis

2
ANATOMI SALURAN PERNAPASAN

Saluran pernapasan manusia dimulai dari lubang hidung. Usaha bernapas yaitu
menghantarkan udara lewat saluran pernapasan atas dan bawah ke alveoli paru
dalam volume, tekanan, kelembaban dan suhu yang cukup untuk menjamin suatu
kondisi ambilan oksigen yang optimal, dan juga sebaliknya usaha napas
menjamin suatu proses eliminasi karbon dioksida yang optimal, yang diangkut ke
alveoli lewat aliran darah6
Saluran pernafasan terbagi menjadi 2 atas (Upper Respiratory Airway) dan
bawah (Lower Respiratory Airway)7
1. Saluran pernapasan bagian atas
Saluran napas bagian atas mempunyai fungsi utama sebagai berikut :
- Air conduction (penyalur udara) sebagai saluran yang meneruskan udara
menuju saluran nafas bagian bawah untuk pertukaran gas
- Protection (perlindungan) sebagai pelindung saluran nafas bagian bawah
agar terhindar dari masuknya benda asing
- Warming, filtrasi dan humudifikasi yakni sebagai bagian yang
menghangatkan, menyaring dan memberi kelembaban udara yang
diinspirasi7

Saluran napas bagian atas terdiri dari :


Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian

3
tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat digestion (menelan)
seperti pada saat bernapas6.
Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitel yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah).Laring terletak di
anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus
berada di posterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara,
sebagai proteksi napas bawah dari benda asing dan untuk menfasilitasi proses
terjadinya batuk 6

2. Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas:


a. Trakhea
Trakea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal
ke 7 yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trakea disebut carina.
Trakea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan
cincin kartilago menbentuk huruf C6

b. Bronkus dan Bronkiolus


Cabang bronkus kanan lebih pendek,lebih lebar,dan cendrung lebih vertikal
daripada cabang yang kiri.Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah
masuk kedalam cabang sebelah kanan daripada bronkus sebelah kiri.Bronkus
disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus berakhir di alveoli dan tidak
menpunyai kartilago, tidak adanya kartilago menyebabkan bronkiolus mampu
menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps6.

4
Saluran pernapasan mulai dari trakea sampai bronkus terminalis tidak
mengalami pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead
space. Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja di jaringan paru-
paru.Parenkim mengandung berjuta-juta unit alveolus.Alveoli merupakan kantong
udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkiolus
respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler
pulmoner dan alveoli8
INTUBASI

Intubasi adalah memasukkan pipa endotrakeal kedalam trakeal pasien, bila pipa
dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakea, dan bila melaui hidung
disebut nasotrakea.Tujuan utama dilakukannya untuk menpertahankan jalan napas
agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya
aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, dan menbersihkan saluran
trakeobronkeal 1
Indikasi dan Kontraindikasi tindakan Intubasi
Indikasi Intubasi Endotrakea yang paling jelas adalah pada keadaan apnea, namun
ada beberapa indikasi lain yang perlu diperhatikan adalah5 :
Kontrol sistem saraf pusat terhadap pernafasan yang tidak adekuat
Obstuksi jalan napas, baik fungsional maupun anatomis
Keadaan yang berpotensi kuat menimbulkan obstruksi jalan nafas
(misalnya inhalasi asap kebakaran, hematoma pada jalan nafas yang
meluas)
Hilangnya refleks protektif jalan nafas
Perlunya pemberian udara bertekanan tinggi untuk pertukaran gas
alveolar
Perlunya pemakaian ventilasi mekanik
Kemungkinan terjadinya hal-hal tersebut diatas selama pasien dalam
transportasi 5.
Kontraindikasi dilakukan intubasi adalah:
Trauma servical dimana diperlukan imobilisasi
Terdapat bentuk anatomis yang abnormal atau penyakit jalan napas
yang berat sehingga sulit dilakukan laringoskop direct
Ankilosis sendi temporomandibular
Sindroma Pierre Robin dimana terdapat hipoplasia mandibula

5
Mikrognatia , palatoschisis, lidah terletak di belakang (glossoptosis)
dan epiglottis kecil6

KEJADIAN IKUTAN YANG TIDAK DIHARAPKAN KETIKA INTUBASI


Intubasi trakea adalah sebuah prosedur yang lazim dilakukan di ruangan PICU.
Efek samping utama ketika dilakukan intubasi adalah terjadinya hipoksemia yang
berat yang bisa mengancam nyawa, dibandingkan dengan tindakan intubasi pada
anak yang sehat yang akan menjalani prosedur operasi, maka tindakan intubasi
pada anak yang sedang sakit kritis lebih besar terjadi resiko efek samping yang
bisa menyebabkan kematian9
Manajemen tatalaksana jalan nafas pada anak yang sakit kritis merupakan
tantangan besar bagi dokter anak dan petugas kesehatan yang bertugas di unit
gawat darurat dan unit perawatan Intensif. Dibandingkan dengan orang dewasa,
anatomi jalan napas pada anak lebih unik dengan laring yang letaknya lebih
kedepan, lidah yang relatif besar,dan ukuran mulut yang lebih terbatas saat
dibuka, sehingga menyebabk.an tingkat kesulitan pada saat memasukkan
laringoskop lebih besar, ditambah lagi tingkat komsumsi oksigen pada anak jauh
lebih tinggi daripada orang dewasa, oleh karena itu durasi yang diperlukan untuk
tindakan intubasi pada anak harus lebih singkat. Walaupun hal-hal yang
menyebabkan kesulitan untuk intubasi sangat jarang terdapat pada anak tetapi
kemampuan dan ketrampilan intubasi merupakan suatu hal yang sangat vital bagi
seorang petugas diruang rawat rawat intensif 9 .
Data mengenai kejadian yang merugikan yang terkait dengan intubasi
belum begitu banyak dilaporkan, dari data PICU-PICU tersier menyatakan bahwa
kejadian ini biasa terjadi pada kira-kira 20% dari seluruh tindakan intubasi pada
anak yang sakit kritis dan sebanyak 3% disertai dengan komplikasi yang parah.
Namun sebuah studi retrospektif menyatakan bahwa intubasi emergensi yang
dilakukan di PICU ditemukan sekitar 40% terjadi komplikasi10
Beberapa faktor berkontribusi menyebabkan terjadinya hal ini diantaranya yaitu
kondisi pasien, kompetensi tenaga yang melakukan intubasi serta praktek
perencanaan yang kurang pada saat akan melakukan intubasi10
1. Faktor resiko penyebab terjadinya efek ikutan pada saat intubasi
Sedikit sekali data yang diperoleh yang menyangkut tentang insidensi dan
karakteristik dari kejadian ikutan ketika intubasi di ruang rawat intensif anak.

6
Penelitian Retrospektif tahun 2016 menyatakan faktor resiko terjadinya
komplikasi pada saat dilakukan intubasi bisa disebabkan karen a:
a. Riwayat Intubasi yang sulit
b. Anatomi saluran nafas yang sulit
c. Berat badan pasien yang terlalu gemuk
d. Proses Intubasi yang berkali-kali sehingga laring menjadi udem
sehingga sulit untuk dilakukan intubasi
. e. Faktor penyakit
Gagal nafas akut
Syok disertai sepsis yang berat
Trauma
Henti jantung
Penurunan kesadaran disebabkan gangguan sistem saraf pusat
Keadaan Hemodinamik yang tidak stabil
Pasien dengan tensi darah yang rendah pada saat intubasi (pediatric
adverse)
f. Ketrampilan tenaga yang melakukan intubasi, intubasi yang dilakukan
oleh tenaga yang belum kompeten menpunyai resiko yang besar
terjadinya efek ikutan pada saat intubasi 4
Suatu studi menyatakan pelatihan yang simultan terhadap tenaga dokter yang
bertugas di ruang rawat intensif berhubungan erat dengan sukses nya tindakan
intubasi yang pertama serta menurunnya insiden kejadian efek ikutan dari
intubasi, ketrampilan petugas intubasi sangat berpengaruh terhadap terjadinya
desaturasi dan episode bradikardia pada anak yang sakit kritis ketika dilakukan
intubasi11
2. Kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi pada saaat intubasi
Sebuah studi menyatakan terdapat 2 jenis komplikasiyang terjadi pada saat
dilakukan intubasi yang menpengaruhi lama rawatan serta tingkat kesakitan dan
kematiaan pada anak sakit kritis yang dirawat di PICU 9.
1.Efek samping berat
Henti jantung
Intubasi ke lambung yang lambat baru di ketahui
Muntah dan aspirasi,
Hipotensi selama tindakan
Spasme laring
Hipertermi malignant
Pneumothorak
Pneumomediastinum

7
Trauma jalan napas
2. Efek samping ringan
Intubasi ke lambung yang cepat diketahui
Muntah tanpa aspirasi
hipertensi yang langsung diterapi
Epistaksis
trauma pada gigi dan bibir
Pemberian obat-obatan yang salah
Aritmia
Udema laring
Nyeri dan agitasi akibat pemberian obat-obatan
Durasi yang lama ketika melakukan intubasi 9

3. Tindakan Pencegahan
Penggunaan direct laryngoscope adalah salah satu hal yang paling disukai untuk
melakukan tindakan intubasi namun penggunaan direct laryngoscope menpunyai
banyak keterbatasan dimana dibutuhkan suatu posisi yang tepat agar bisa melihat
glotis sedangkan pada pasien-pasien dengan kriteria sulit diintubasi hal ini susah
terlihat. Suatu studi menyatakan bahwa penggunaan video laringoskop telah
terbukti lebih berguna karena memungkinkan pita suara dan glotis terlihat secara
langsung tanpa perlu menyelaraskan posisi atau sumbu antara mulut, faring dan
trakea. Baru-baru ini telah diperkenalkan video laringoskop khusus anak untuk
penggunaan praktik klinis dalam melakukan intubasi, sehingga proses intubasi
lebih mudah dilakukan dan tidak memerlukan waktu yang lama. Walaupun
berbagai studi masih terus dilakukan untuk menbandingkan efikasi antara video
laringoskop dan direct laringoskop tetapi banyak dari hasil penelitian menyatakan
efektifitas penggunaan video laringoskop terutama pada kasus-kasus sulit dimana
dibutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi dari intubasi12
Sebuah studi lain di North america telah merumuskan suatu strategi yang
bisa dilakukan untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan ketika intubasi
dengan menbentuk suatu komite perbaikan mutu yang yang terdiri dari berbagai
multidisiplin ilmu seperti terapis saluran napas, perawat praktisi dan dokter di
ruang intensif yang merumuskan tentang daftar keselamatan terhadap pasien yang
beresiko tinggi yang akan dilakukan intubasi diantaranya adalah dengan menbuat
ceklist agar bisa mengindentifikasi pasien-pasien yang beresiko tinggi untuk

8
tindakan intubasi,menbuat rencana pengelolaan tata laksana jalan nafas yang tepat
sebelum melakukan tindakan intubasi, persiapan yang matang sebelum melakukan
tidakan, baik alat,obat-obatan dan pelaksana tindakan ,serta pembekalan yang
tepat setelah dilakukan tindakan intubasi 3
Menpertahankan saturasi selama tindakan intubasi juga merupakan sebuah
tindakan pencegahan kejadian ikutan ketika intubasi, nilai saturasi dibawah 70%
menpunyai resiko terjadinya disritmia, gangguan hemodinamik, dekompensasi
cordis, hipoksia dan kematian.Preoksigenasi merupakan sebuah tekhnik untuk
meminimalisir kejadian hipoksia selama tindakan intubasi.
Apneic oksigen merupakan metode untuk mensuplai oksigen ketika dilakukan
dilakukan intubasi9 Tujuan Preoksigenasi sebelum intubasi adalah untuk
meningkatkan oksigen mendekati nilai 100%, untuk memaksimalkan
penyimpanan oksigen di paru-paru, dan memaksimalkan oksigen didalam aliran
darah13. Keuntungan dari penggunaan alat ini adalah karena alat ini sangat
sederhana dan mudah digunakan, satu-satunya alat yang dibutuhkan hanya kanule
hidung dan sumber oksigen, pemakaian alat ini juga tidak menbutuhkan waktu
yang lama sehingga kita bebas mengalalihkan perhatian kepada masalah lain yang
lebih penting seperti kelengkapan peralatan, obat-obatan dan hemodinamik
pasien14

9
RINGKASAN

Intubasi trakhea merupakan prosedur invasif yang menpunyai resiko yang sangat
tinggi Penatalaksaan yang tidak tepat ketika melakukan intubasi akan
meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Komplikasi yang sering terjadi
antara lain trauma jalan nafas dan gigi, aspirasi pulmoner dan hipoksemia
Faktor resiko penyebab kejadian ikutan pada saat intubasi disebabkan oleh faktor
pelaksana, alat, dan faktor pasien. Faktor pelaksana dapat terjadi karena persiapan
yang buruk, kerjasama tim yang tidak optimal persiapan alat yang tidak memadai,
pengalaman tenaga intubasi yang belum terampil atau teknik yang digunakan
tidak benar. Faktor alat dapat oleh karena malfungsi alat atau alat yang tidak
tersedia, sedangkan faktor pasien meliputi umur, berat badan , jenis kelamin,
riwayat sulit diintubasi, kelainan anatomis, dan diagnosa penyakit yang diderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Associatio. Guideline for cardiopulmonary resuscitation and


emergency cardiovascular : pediatric advance life support.Circulation.2010
2. Christina Walsh, Josep Paniselo, Joana Tala, Akira shisaki ; Pediatric adverse
tracheal Intubation associated events following non invasive ventilation failure
Pulmonary and Critical Care Medicine ISSN: 2398-3108.2016
3. Simon Li, Kyle J Rehder, John S Giuliano,Michael Apkon; Development of a
quality Improvement Buundle to reduce Tracheal Intubation-Associated
Events In Pediatric ICU,American Journal of Medical Quality.2014
4. Samir Jabir, Jibra Amraoui, Jean Yves Lefrant; Clinical Practice and Risk
factor for Immediate complications of the endotracheal intubation in the
intensive care unit: A prospective, multiple centre study. Crit care med.,vol 34,
2006
5. Elisa,Prosedur jalan napas.2nd ed.Pudjiati AH, Latief A,Budhiwardana
N,editor.Buku ajar pediatri gawat darurat,IDAI; 2013.230-236

10
6. Soenarjo dan Jatmiko, anestesiologi.Semarang; bgian anestesiologi dan terapi
intensif , Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang.2013.
7. Adams L.George, Boeis L.Buku ajar penyakit THT, edisi 6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta 1997
8. Desai,Arjun,. Journal Anesthesiology Intubation, Standford University School
of Medicine,April 12th 2012.
9. Parker Margaret, Nuthall G, Brown C,Biagas Kath, Napolitanoe Natalie;
Relationship Between Adverse Tracheal Intubation Associated Events and
PICU outcomes.Society of critical Care Medicine,2017
10. Nishisaki Akira, Turner David,Calvin A Brown; A National Emergency
Airway Registry For Children; Landscape of Tracheal Intubation in 15 PICUs,
journal critical care medicine, March 2013
11. Foglia Elizabeth, Ades Anne, Napolitano Natali; Factors Associated with
Adverse Events during Tracheal Intubation in the NICU,2015.
12. Sun Y,Lu Y,Huang Y, et al:Pediatric video laryngoscope versus direct
laryngoscope: A meta-analysis of randomized controlled trial, Paediatric
Anaesth 2014
13. Scott D. Weingart, Richard M. Levitan; Preoxygenation and prevention of
desaturation during emergency airway managemen,2011
14. Farkas josh; preoxygenation and apneic oxygenation using a nasal
canula,2014.

11

Anda mungkin juga menyukai