Anda di halaman 1dari 6

Obstruksi jalan napas

a. Definisi obstruksi jalan napas


Menurut Bachtiar, et al. (2015) gangguan jalan napas adalah kondisi yang
menyebabkan terganggunya aliran udara masuk ke dalam saluran napas melalui mulut
dan hidung. Gangguan jalan napas dapat terjadi secara tiba - tiba dan lengkap atau
perlahan. Bentuk gangguan napas adalah sumbatan jalan napas dimana terbagi atas
sumbatan jalan napas total dan sebagian (parsial). Sumbatan jalan napas total terjadi
pada seseorang yang mengalami tersedak oleh benda asing sedangkan sumbatan
sebagian disebabkan oleh cairan seperti sisa muntah, darah atau sekret dalam rongga
mulut, kondisi pangkal lidah yang jatuh ke belakang, sumbatan benda padat, odema
laring, spasme laring dan odema faring.
b. Penyebab obstruksi jalan napas
Saluran nafas dibagi menjadi saluran nafas atas dan saluran nafas bawah.
Saluran nafas dimulai dari nares, bibir hingga laring, sedangkan saluran nafas bawah
terdiri dari batang trakeobronkial dan 23 generasi dari bagian saluran nafas bawah
dimulai dari trakea hingga alveolus. Level obstruksi berhubungan dengan penyebab
atau patogenesis dari proses penyakit.
Menurut seomantri (2008) Obstruksi saluran napas bagian atas dapat terjadi
oleh beberapa sebab obstruksi jalan napas akut biasanya disebabkan oleh partikel
makanan, muntahan, bekuan darah, atau partikel lain yang masuk dan mengobstruksi
laring atau trakhea. Obtruksi saluran napas juga dapat terjadi akibat dari adanya
sekresi kental atau pembesaran jaringan pada dinding jalan napas, seperti : epiglotitis,
edema laring, karsinoma laring atau peritonsilar abses. Aspirasi benda asing di
bronkus sering menyebabkan gangguan pernapasan dan merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas karena dapat mengakibatkan gangguan napas akut, penyakit
paru kronis dan bahkan kematian (Zuleika & Ghanie, 2016).
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan obstruksi jalan nafas dan ini
sangat penting untuk meninjau risiko yang terjadi pada kelompok yang bermasalah
dengan jalan nafas. Pasien dengan penurunan kesadaran tidak dapat membersihkan
sekresi mukus di jalan nafas dan tidak dapat melindungi jalan nafas mereka. Pasien
dengan GCS 8 dari 15 atau dibawah 8 harus dipertimbangkan untuk dilakukan
intubasi. Pasien dengan penurunan kesadaran memiliki risiko tinggi terhadap aspirasi
dan dan hipoventilasi alveolar dengan komplikasi hiperkarbia dan asidosis
respiratorik.
Secara praktis, dokter harus fokus dalam mengambil keputusan untuk
mengintubasi pasien, mempertimbangkan beberapa faktor seperti potensial terhadap
perburukan, transportasi dari tempat yang aman ke tempat yang terisolasi (seperti
transpor pasien dari ruangan resusitasi ke radiologi). Karena itu, perawatan
konservatif juga harus dijalankan, dan pasien dengan GCS yang tinggi dapat
dipatenkan jalan nafasnya dengan intubasi.
Pasien dengan tindakan operasi, trauma, luka bakar adalah pasien yang
memiliki gangguan jalan nafas. Pada kasus luka bakar atau riwayat trauma inhalasi,
pasien tersebut memiliki risiko besar terhadap gangguan jalan nafas. Tanda dari
trauma inhalasi adalah sputum carbonaceous, bekas kehitaman disekitar wajah dan
mulut, dan rambut terbakar. Pasien tersebut harus segera ditangan oleh dokter anestesi
walau pasien tersebut dalam keadaan stabil karena pasien tersebut sangat cepat
mengalami perburukan dan merupakan gangguan airway yang mengancam jiwa.
Intubasi harus segera dilakukan pada pasien trauma inhalasi.
Kompresi eksternal pada pasien dengan kondisi patologis seperti goiter,
limfadenopati, tumor dan hematoma post tiroidektomi dapat mempercepat onset
obstruksi jalan nafas. Pada pasien dengan riwayat malignansi, sangat penting terhadap
praktisi untuk mengidentifikasi kemungkinan obstruksi jalan nafas.
Obstruksi jalan nafas dapat terjadi di segala titk dimulai dari mulut hingga
trakea dan bronkus. Tempat yang paling sering terjadi obstruksi pada pasien dengan
penurunan kesadaran adalah faring karena lidah jatuh pada dinding posterior faring
dan kelemahan kontraksi otot yang menyebabkan penyempit diameter jalan nafas.
Jaringan lunak pada faring dan laring sering terjadi pembengkakan dan edema
pada kasus trauma dan infeksi. Edem laring post ekstubasi terjadi karena trauma pada
saat dilakukan intubasi yang kasar, kemudian pada pasien yang lama pada saat
dilakukan intubasi, dan pada pasien yang cuff ETT nya terisi udara yang banyak
sehingga mukosa laring tertekan. Trauma lokal misalnya pada kasus tersangkutnya
tulang ikan pada jaringan lunak faring dapat menyebabkan gangguan jalan nafas yang
signifikan. Pada anak, yang secara naatomi memiliki jalan nafas yang relatif lebih
kecil, pembengkakan mukosa, obstruksi jalan nafas atas dan stridor berhubungan
dengan infeksi seperti pada laringotracheobrokitis (croup) dan epiglotitis. Kondisi ini
menyebabkan pelebaran epiglotis sehingga terjadi obstruksi jalan nafas komplit.
Secara klasik, tanda dari gangguan ini adalah anak duduk dengan posisi tripod dengan
dagu yang terdorong kedepan dan saliva yang terus menurus menetes. Dalam
menolong obstruksi jalan nafas sangat penting mengetahui penyebabnya. Distress dan
pemeriksaan pada faring dapat mencetus obstruksi jalan nafas. Maka daripada itu, kita
harus bertindak cepat.
Stimulasi jalan nafas atas yang disebabkan sekresi atau inhalasi benda asing
dapat menyebabkan spasme laring dengan adduksi pita suara sehingga menyebabkan
hambatan udara ke paru dan akhirnya berkembang menjadi hipoksemia.
c. Gejala obstruksi jalan napas
Sangat penting untuk mempertahankan patensi jalan nafas pada apsien yang
memiliki risiko tinggi terhadapat obstruksi jalan nafas. Pada tulisan ini digunakan
metode ABC yang terdiri dari airway, breathing dan circulation yang dijelaskan oleh
Nolan dkk pada tahun 2010 pada algoritme bantuan hidup.
Pasien yang sadar dan terjaga, berbicara dengan kalimat yang lengkap adalah
pasien yang jalan nafasnya paten. Tanda gangguan jalan nafas adalah tidak adanya
suara nafas(pada obstruksi komplet) atau suara nafas tambahan (pada obstruksi
partial). Takikardi dan takipneu dapat menjadi pertanda resiparoty distress.
Tanda obstruksi jalan nafas parsial adalah penggunaan otot nafas bantuan,
tarikan trakea, gerakan dada yang paradoks, gerakan abdomen (see-saw-ing), dan
retraksi supraklavikular serta intercostal. Suara stridor terdengar kasar, bernada tinggi
yang terjadi pada obstruksi jalan nafas atas. Berasal dari bahasa latin “stridere” yang
berarti berderik. Stridor pada saat inspirasi merupakan tanda obstruksi laring karena
terjadi tekanan negatif intratorakal mendesak obstruksi ekstratorakal selama proses
inspirasi. Obstruksi intratorakal dapat menyebabkan stridor ekspirasi, dimana jalan
nafas tertekan pada saat ekspirasi. Stridor sering terjadi pada anak karena diameter
jalan nafas pada anak relatif lebih kecil.
Iritabilitas, agitasi, dan penurunan kesadaran merupakan tanda hipoksemia dan
hiperkarbia. Sianosis bukan pertanda awal gangguan airway, sianosis merupakan
tanda preterminal.
Tanyakan dan observasi pasien terhadap posisi ternyaman pada saat bernafas.
Praktisi harus berhati-hati ketika pasien memiliki posisi khusus untuk bernafas secara
optimal. Mengubah posisi pasie menjadi supine dapat menyebabkan gangguan
airway.
Kadar SpO2 yang rendah merupakan tanda oksigenisasi yang tidak adekuat,
walaupun SpO2 merupakan kadar rata-rata oksigen di tubuh dan tentunya berbeda
dengan oksigen pada ventilasi. Pemeriksaa gas darah arteri merupakan pemeriksaan
yang paling membantu. Tanda asidosis respiratorik adalah kadar PaCO2 tinggi,
penurunan pH, dan hipoventilasi alveolar.
Pada saat mentatalaksana pasien perhatikan segala gejala dan tanda serta
selalu meminta bantuan dengan ahli anestesi jika pasien dicurigai memilki gangguan
jalan nafas. Dewasa muda dapat mengkompensasi kondisi gangguan jalan nafas
dengan baik, tapi kemungkinan terjadi impending desaturasi dan hipoksemia masih
ada. Tetap waspada terhadapat luka yang dapat menggangu jalan nafas seperti luka
bakar pada wajah, perdarahan, dan obstruksi jalan nafas karena benda asing. Pasien
harus diberikan oksigen dengan kantung reservoir sebanyak 15 l/i, pantau ketat secara
berkala, dan perhatikan tanda perburukan.
d. Manajemen obtruksi jalan napas
Terapi oksigen harus segera dilakukan pasien dengan obstruksi jalan nafas.
Masker oksigen harus disertai dengan kantung reservoir dan jumlah aliran oksigen 15
l/i akan meningkatkan tingkat fraksi oksigen dan oksigen sangat mudah dijumpai
diseluruh ruangan rawat inap dan ruang resusitasi. Saturasi oksigen didalam darah
akan kembali pulih apabila fraksi oksigen tinggi.
Posisi lateral dapat mendorong lidah dan rahang ke depan mengikuti gravitasi
yang dapat mempatenkan jalan nafas. Posisi ini adalah posisi terbaik pada pasien
dengan penurunan kesadaran, seperti pada pasien mabuk atau post ictal. Sebagai
tambahan, posisi head dow tilt sangat baik untuk pengeluaran sekresi atau muntahan
dari mulut dengan bantuan gravitasi.
Pasien dengan jalan nafas buatan misal pasien dengan trakeostomi dengan
tanda respiratory distress memerlukan tindakan yang cepat. Jangan menunda untuk
mengkonsulkan hal ini ke ahli anestesi. Alat tersebut bisa saja tertutup atau bergeser.
Berikan oksigen tinggi pada wajah dan trakeostomi.
Tanpa Alat :
1. Simple Manuver
Simpel manuver dapat membantu meningkatkan patensi jalan nafas, melancarkan
aliran udara yang masuk dan keluar. Jenis simpel manuver akan dijelaskan pada
paragraf berikutnya. Lakukan simpel manuver pada manekin atau di kamar
operasi dengan supervisi ahli anestesi.
2. Chin Lift
Head tilt dan chin lift dapat digunakan untuk mengurangi obstruksi jalan nafas
atas. Letakkan jari pada dagu pasien dan tarik perlahan keatas.
3. Jaw Thrust
Jaw thrust dilakukan dengan kombinasi fleksi dari leher dan ekstensi dari sendi
atlantooccpital, sertang menaring sudut mandibula ke depan. Manuver ini
mengangkat lidah dan memposisikan laring ke atas sehingga aliran udara ke paru
lancar.

Poin yang harus diperhatikan

Hindari ekstensi leher karena berisiko pada spinal cord pada pasien yang memiliki
cedera servikal. Pada pasien dengan cedera cervikal lakukan jaw thrust dikombinasi
dengan in line stabilisasi. Penekanan pada jaringan lunak dasar mulut anak daoat
menyebabkan obstruksi. Harap berhati-hati pada saat meakukan jaw thrust pada anak.

Menggunakan Alat :

1. Oropharingeal Airway (OPA) dan Nasopharingeal Airway (NPA)


Oropharingeal airway(OPA) dan nasopharingeal airway adalah penunjang
yang sederhana untuk mempatenkan jalan nafas. Alat tersebut mencegah pangkal
lidah terjatuh dan obstruksi palatum mole . Harus berhati-hati pada saat
memasukan oropharingeal airway. Jangan gunakan nasopharingeal airway pada
pasien dengan fraktur basis cranii dan gangguan koagulasi.
Ukuran OPA ditentukan dengan mengukur jarang gigi seri hingga sudut
rahang. Cara yag paling sering digunakan pada saat memasukan OPA adalah
memasukan OPA ke mulut dengan lekukan kebawah kemudian putar 180 o pada
perseimpangan diantar palatum durum dan mole. Jalan nafas akan paten hingga ke
faring apabila menggunakan OPA. Diperlukan suction berkala untuk
membersihkan jalan nafas akibat sekresi yang tak terkontrol dan benda asing.
Pasien yang sadar, yang masih memiliki refleks laring tidak akan bisa
dipasang OPA karena dapat menyebabkan tersedak,muntah dan laringospasme.
2. Bag Valve Mask Ventilation
Pasien dengan penurunan kesadaran dan ventilasi spontan yang tidak adekuat
perlu dilakukan ventilasi buatan. Sambungkan bag valve mask(ambu-bag) ke
oksigen tinggi. Teknik ini membutuhkan 2 orang agar tidak ada gas yang keluar
dari pasien dan masker. Satu orang harus memegang masker tepat di muka pasien
sembari melakukan jaw thrust dan satu orang lagi memompa bag.
3. Laringeal Mask Airway (LMA)
Metode dengan menggunakan ambubag sangat sulit karena harus dilakukan
oleh 2 orang. Pemakaian OPA juga harus membutuhkan ventilasi adekuat. Maka
daripada itu dibutuhkan ahli anestesi yang memiliki skill manajemen jalan nafas.
Laringeal Mask Airway(LMA) adalah alat untuk membantu dan memperbaiki
jalan nafas tanpa melakukan intubasi pada trakea. LMA tidak melindungi airway
sepaten intubasi trakea dan LMA juga tidak aman digunakan. Bagaimanapun
LMA dapat digunakan sebagai pilihan alternatif apabial intubasi gagal dilakukan
atau skill dokter yang kurang baik melakukan intubasi. Pangkal LMA dimasukan
kedalam mulut hingga menutup seluruh faring. Cuff digunakan agar LMA tepat
pada posisinya sehingga tidak bergeser. Ujung LMA dapat disambung dengan
ambu baguntuk dilakukan ventilasi buatan. Kesalahan tempat pemasangan dapat
menyebabkan aspirasi dan akumualasi gas berlebih pada lambung.
LMA tidak dapat melindungi paru terhadap aspirasi dari isi lambung dan
LMA tidak bisa digunakan pada pasien yang masih mememiliki refleks laring.
Lakukan pemasanagn LMA pada manekin dan pasien di ruang oeprasi dengan
supervisi dokter anestesi.

Tjut Farahiya Hadi. (2020). Manajemen Obstruksi Jalan Nafas. Retrieved January 15, 2023,

from Academia.edu website:

https://www.academia.edu/41111900/Manajemen_Obstruksi_Jalan_Nafas

Sukma, A. B. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Bantuan Hidup Dasar terhadap

Kemampuan Menolong Korban Obstruksi Jalan Napas pada Anggota KSR di

Universitas Muhammadiyah Jember (Doctoral dissertation, Universitas

Muhammadiyah Jember).

Anda mungkin juga menyukai