Saluran napas dapat mengalami obstruksi akut. Obstruksi bisa terjadi pada
saluran napas bagian atas (supraglotik/diatas pita suara), tengah (intra glotik) atau
bawah (infra glotik/di bawah pita suara). Pada saluran napas bagian bawah
obstruksi bisa terjadi oleh karena penyakit asma dan PPOK, sedangkan di bagian
tengah obstruksi bisa terjadi oleh karena proses maligna dan benigna, seperti
pertumbuhan tumor di dalam lumen endobronkhial atau penekanan dari luar
lumen yang disebabkan oleh pembesaran nodus limponodi atau neoplasma. Pada
obstruksi akut adalah adanya benda asing yang menyumbat saluran napas tengah
tadi. Pada saluran napas atas yang sering meberikan gejala obstruksi akut ini
adalah infeksi, edema laring, aspirasi benda asing.
Saluran napas atas dimulai dari hidung dan mulut dan berakhir pada carina.
Obstruksi mungkin terjadi pada daerah yang secara struktur anatomi mengalami
penyempitan seperti daerah hipofaring pada dasar lidah dan juga pada pita suara
asli atau palsu.
ETIOLOGI
Obstruksi saluran napas atas akut bisa disebabkan oleh karena fungsional atau
mekanis. Sebab-sebab fungsional yang biasanya menyebabkan kelainan ini adalah
kelainan pada sistem saraf pusat dan disfungsi neuromuscular.
GEJALA KLINIS
Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas.
pasien tidak dapat bernapas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang
kerongkongannya seperti mencekik (choking). Agitasi, panic dan napas yang
tersengal-sengal dan diikuti sianosis. Selanjutnya akan terjadi gagal napas diikuti
dengan hilangnya kesadaran dan apabila sumbatan tidak segera ditangani akan
menyebabkan kematian dalam waktu 2-5 hari.
Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian di antaranya adalah perasaan
tercekik, tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disponi. Kemungkinan juga
terjadi retraksi dinding inter kosta dan supra klavikula. Gagalnya kekuatan
inspirasi dapat menyebabkan ekimosis dermal dan emfisema subkutan. Kegagalan
respirasi bisa berlangsung cepat dan berkembang menjadi obstruksi/ sumbatan
komplet. Letargi, gagal napas dan hilangnya kesadaran merupakan tanda akhir
dari hipoksemia dan hiperkarbi. Bradikardi dan hipotensi merupakan pertanda
ancaman terjadinya gagal jantung.
laringoskopi indirek. Dilakukan pada kondisi pasien yang stabil dan kooperatif
untuk adanya benda asing dan massa retrophariengal dan laryngeal. Penggunaan
bronkoskopi fiber optic atau laringoskop memungkinkan untuk melihat secara
langsung fungsi dan anatomi saluran napas atas.
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
Foto sinar x leher dengan anterior-posterior dan lateral dapat di lakukan untuk
mendeteksi adanya benda asing yang memberikan gambaran radio apaque, masa
retroparingeal dan epiglottis. Foto lateral di lakukan pada saat inspirasi dengan
leher yang sepenuhnya dalam posisi ekstensi. Pembengkakan jaringan lunak
epiglottis dan supra glottis dan “ballooning” hipofaring merupakan tanda klasik
adanya epiglottis, tetapi tidak selalu muncul,. CT-scan dapat melihat tiroid,
cricoids dan kartilago cricoids serta lumen saluran pernapasan pada kondisi pasien
yang stabil.
PENATALAKSANAAN
Algoritme penatalaksanaan sumbatan/obstruksi komplet dan obstruksi
sebagian dari saluran napas.
Jika saluran pernapasan atas tersumbat oleh lidah pada pasien yang tidak
sadar, laringoskopi direk dapat dilakukan untuk melihat sesuatu yang
menyebabkan sumbatan supra glotik dan intubasi endotrakheal dapat juga
dilakukan dengan: 1.)intubasi fiber optic, 2.) intubasi retroged 3.) intubasi
nasotrakheal, 4.) intubasi laringoskopi direk dengan anstesi umum.
Selain tindakan intubasi, tindakan pembedahan bisa dilakukan pada pasien ini.
Tindakan pembedahan saluran napas ini bisa berupa : 1.) ventilasi jet transtrakeal
perkutan, 2.) krikotiroidotomi, 3.) trakeostomi
Obstruksi oleh karena benda asing merupakan kasus terbanyak yang dapat
menyebabkan hambatan saluran napas akut. Diagnosis harus di tentukan pada
kondisi gagal napas akutnketika pasien tidak dapat bernapas. Pengeluaran benda
asing yang menyumbat saluran napas tadi dapat diusahakan dengan maneuver
Heimlich.
Lesi pada ruang yang berdekatan dengan saluran napas dapat menyebabkan
sumbatan saluran napas. Kompresi yang disebabkan oleh adanya hematom
mungkin berhubungan dengan trauma, pembedahan darah leher, kateterisasi vena
sentral, anti koagulan dan koagulapati. Hematom yang menyertai tindakan bedah
harus segera dievakuasi. Sumbatan atau obstruksi sebagian saluran napas yang
disebabkan oleh abses retroparingeal dapat diatasi dengan melakukan drainage
abses terseut dengan anestesi local.
Jejas inhalasi. Pasien dengan luka bakar daerah wajah dan jejas inhalasi akan
berkembang cepat menjadi edem supra glotik dalam waktu 24 jam. Sebagian
besar pasien memerlukan tindakan intubasi trakea dengan segera. Penilaian jejas
dan intubasi trakea dapat dilakukan dengan anestesi umum. Intubasi dengan
laringoskopi fiber optic atau trakheostomi dengan anestesi local merupakan
tindakan alternative yang lebih baik.
Antibiotic yang sering digunakan sebagai terapi empiric pada kasus ini adalah
sefuroksim 1,5 gram intra vena tiap 8 jam, ampisilin 1-2 gram intravena tiap 6 jam
sambil menunggu hasil kultur dari hasil usapan epiglottis dan kultur darah.
Pnatalaksanaan lainnya termasuk diantaranya adalah sedasi adekuat dan toilet
tracheobronchial. Bila didapatkan adanya abses harus dilakukan drainage.
Edema laring segera setelah tindakan ekstubasi lebih banyak terjadi pada
anak-anak. Kasus ini biasanya di hubungkan dengan manipulasi dan traumatic
yang mengenai saluran napas serta pemakaian intubasi trakeal jangka lama.
Peñatalaksanaan kasus ini pada orang dewasa bersifat konservatif dengan
pengawasan ketat dan pemberian oksigen steroid dan nebulizer boleh diberikan
pada kasus ini.
Obstruksi saluran napas tengah dapat terjadi oleh karena proses malignansi
atau benigna seperti pertumbuhan tumor endobrochial yang terdapat di dalam
saluran napas itu sendiri atau kompresi dari saluran napas oleh karena pembesaran
limponodi atau neoplasma. Gejala bisa berkembang secara perlahan-lahan seperti
pada kasus obstruksi saluran napas oleh karena proses keganasan atau
memberikan gejala akut seperti pada kasus oleh karena aspirasi benda asing.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan obstruksi saluran pernapasan tengah akut ini ada dua tahap
stabilisasi sedangkan tahap kedua adalah tahap intervensi.
Tahap stabilisasi
Pada pasien dalam kondisi stabil, tes fungsi paru bisa di lakukan. Pasien
dengan obstruksi berat diharapkan mendapat jaminan ventilasi dan oksigenasi.
Tahapintervensi
Setelah diagnosis aspirassi benda asing ditegakkan perlu dipikirkan waktu dan
tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah tadi. Obstruksi bronkial oleh karena
benda asing dapat memberikan komplikasi yang serius termasuk diantaranya
asfiksia, batuk darah, infeksi post obstruksi dan bronkiektasis. Benda asing yang
teraspirasi, terutama yang mengandung kadar minyak tinggi seperti kacang, dapat
menyebabkan inflamasi mukosa yang berat dan akumulasi jaringan granulasi
dalam waktu beberapa jam setelah diagnosis di tegakkan. Pengambilan benda
asing dapat dilakukan dengan menggunakan ”rigid bronchoscopy”. Pada kasus
benda asing terbungkus dalam jaringan granulasi besar, tindakan pengambilan ini
sangat sukar dilakukan. Pada kasus ini ekst raksisebaiknyaditunda dan
dapatdiberikaninjeksi intra vena kortikosteroid (1-2 mg/kg prednisolone), sambal
menunggukondisiklinispasienmenjadistabil.
Asma akut
Pendahuluan
Asma
adalahgangguaninflamasikronissaluranpernapasandimanabanyakselinflamasi yang
berperantermasuksel mast, limfosit, neutrophil dan eosinoil.
Inflamasisaluranpernapasaninimeluastetapiobsturksisaluranperanpasandapat
reversible baiksecaraspontanmaupundenganterapi. Asma juga
ditandaidenganpeningkatanreponsaluranpernapasandengan stimulus fisiologis dan
lingkungansepertiaktivitasfisik, udaradingin, dan debu.
Patofisiologi
Hiperinflasidinamikterutamaberhubungandenganpeningkatanaktivitasototpernapas
an, mungkinsangatberpengaruhterhadaptampilankardiovaskular.
Hiperinflasiparuakanmeningkatkanafter load pada ventrikelkanan oleh
karenapeningkatanefekkompresilangsungterhadappembuluhdarahparu.
Pertukaran Gas
Hipoksemiatingkatringan-sedang, hipokapneadalamjangka lama dan alkalosis
respiratorimerupakanhal yang umumdijumpai pada pemeriksaananalisa gas darah
(AGD) pada pasiendenganseranganasmaakutberat.
Jikaobstruksialiranudarasangatberat dan takberkurang,
mungkinakanberkembangcepatmenjadihiperkapnea dan asidosis metabolic.
Awalnyatimbulkelelahanotot dan ketidakmampuanuntukmempertahankanventilasi
alveolar secaraadekuat. Akhirnyaakanterjadiproduksilaktat.
Studi terbaru dengan MIGET (multiple inerf gas elimination technique) asma
ringan stabil menunjukkan distribusi bimodal dari aliran darah paru 25% aliran
darah dengan rasio VA/Q rendah (<0,1). Tidak terdapat bukti daerah yang
berhubungan atau daerah yang VA/Q tinggi atau peningkatan ruang rugi.
Meskipun studi teakhir kurang meunjukkan distribusi bimodal ini dan hanya
beberapa pasien menunjukkan pola bimodal ini. Abnormalitas pertukaran gas
pada pasien dengan penyakit ringan berhubungan degan pengaruh abnormalitas
dan di perifer dan konsisten degan fungsi par yang abnormal seperti dalam
volume residual. Selama eksaserbasi asma atau status asma tikus adanya pola
bimodal muncul tetapi pada situasi ini sedikit hubungan murni yang teramati.
Terapi serangan asma mengembalikan pola ini mejadi normal ketika masuk di
ruang gawat darurat.
EVOLUSI SERANGAN ASMA
Terdapat dua mekanisme yang berbeda dalam hal perkembangan laju serangan
asma. Ketika yang dominan adalah prses inflamasi saluran pernapasannya, pasien
memperlihatkan perburukan gejala klinis dan fungsional tipe 1 atau serangan
asma akut tipe lambat. Data penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80-90% pasien
asma yang berkunjung kebagian gawat darurat pasien degan serangan asma tipe 1
ini. Infeksi saluran pernapasan atas sering juga mejadi pemicu serangan dan
pasien memperlihatkan respon terapeutik yang lambat. Kemungkinan pasien ini
juga mempunyai reaksi inflamasi akibat raksi alergi dengan di temukannya
eosinofil pada saluran pernapasannya.
Ada dua kemungkinan yang dapat menyebabkan kematian pada psien asma
ini. Aritmia berperan terhadap beberapa kasus kematian yang telah diamati
terutama pada pasien dewasa. Aritmia bias terjadi oleh karna peningkatan
hipokalemia dan terjadinya pemanjangan segmen QT akibat penggunaan β2-
agonis dosis tinggi. Kematian juga bias terjadi oleh karna aspiksia yang
disebabkan oleh keterbatasan aliran udara dan hipoksemia.
Kematian asma jarang terjadi dan meunjukkan penurnan di Negara maju dari
decade sebelumnya. Peningkatan mortalitas asma tampak di beberapa Negara
selama tahun 1960an berhubungan dengan peningkatan penggunaan agonis β2
adrenergik kerja pendek (sebagai terapi penyelamatan), tetapi sekarang adanya
bukti penggunaan secara luas kortikosteoid inhalasi pada pasien dengan asma
persiste berpengaruh terhadap penurunan mortalitas beberapa tahun belakangan
ini. Factor resikoutama kematian asma control penyakit yang buruk dengan
seringnya penggunaan inhalasi bronkodilator, kurangnya terapi kortikosteroid dan
masuk rumah sakit degan asma yang mendekati fatal.
Diagnosis
Riwayat Penyakit
Pemeriksaan Fisis
Perhatian terutama ditujukan kepada keadaan umum pasien, pasien dengan
kondisi sangat berat akan duduk tegak. Penggunaan otot-otot tambahan untuk
membantu bernapas juga harus menjadi perhatian, sebagai indikator adanya
obstruksi yang berat. Adanya retraksi otot sternokleidomastoideus dan supra
sternal menunjukkan adanya kelemahan fungsi paru. Frekuensi pernapasan
Respiratory Rate (RR) > 30x/ menit, takikardi > 120x / menit atau pulsus
paradoxus > 12 mmHg merupakan tanda vital adanya serangan asma akut berat.
Lebih dari 50% pasien dengan asma akut berat, frekuensi jantungnya berkisar
antara 90-120 x/menit. Umumnya keberhasilan pengobatan terhadap obstruksi
saluran pernapasan dihubungkan dengan penurunan frekuensi denyut jantung,
meskipun beberapa pasien tetap mengalami takikardi oleh karena efek
bronkotropik dari bronkodilator.
Kunci dasar dari pemeriksaan fisis yang cepat adalah penilaian semua status
pasien(misalnya kewaspadaan, status cairan, distress pernapasan)tanda vital
(termasuk oximetri nadi dan temuan di dada (misalnya wheezing, penggunaan
otot tambahan). Pemeriksaan juga harus fokus terhadap identifikasi komplikasi
yang mungkin (misalnya pneumonia, pneumothorak, atau pneumomediastinum),
meskipun jarang komplikasi ini mempunyai pengaruh potensial dalam manajemen
pasien. Pulse oximetry, pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry
(sp02) perlu dilakukan pada seluruh pasien dengan asma akut untuk
mengekskulasi hipoksemia. Pengukuran Sp02 diidentifikasikan saat kemungkinan
pasien jatuh ke dalam gagal napas dan kemudian memerlukan penatalaksanaan
yang lebih intensif. Target pengobatan ditentukan agar Sp02 > 92% tetap terjaga.
Analisa gas darah (AGD) keputusan untuk dilakukan pemeriksaan AGD
jarang diperlukan pada awal penatalaksanaan, karena ketepatan dan kegunaan
pulse oximetry, hanya pasien dengan terapi oksigenasi yang Sp02 tak membaik
sampai > 90%, perlu dilakukan pemeriksaan AGD, meskipun sudah diberikan
terapi oksigen tetapi oksigenasi tetap tidak adekuat perlu dipikirkan kondisi lain
yang memperberat seperti adanya pneumonia. Jika pemeriksaan laboratorium
dilakukan, hal tersebut tidak harus menunda terapi inisiasi asma, tujuan terpenting
dari pemeriksaan laboratorium seperti AGD adalah untuk mendeteksi gagal napas
impending atau aktual.
Foto toraks, foto toraks dilakukan hanya pada pasien dengan tanda dan
gejala adanya pneumothoraks (nyeri dada pleuritik, emfisema sub kutis,
instabilitas kardiovaskular atau suara napas yang asimetris), pada pasien yang
secara klinis dicurigai adanya pneumoni.
Pasien asma yang setelah 6-12 jam dilakukan pengobatan secara intensif tetapi
tidak respons terhadap terapi.
Monitor irama jantung. Elektro kardiografi tidak diperlukan secara rutin, tetapi
monitor secara rutin, tetapi monitor secara terus menerus sangat tepat dilakukan
pada pasien lansia dan pada pasien yang selain menderita asma juga menderita
penyakit jantung. Irama jantung yang biasanya ditemukan adalah sinus takkardi
dan supra ventikular takkardi. Jika gangguan irama jantung ini hanya sisebabkan
oleh penyakit asmanya saja, diharapkan gangguan ke irama normal dalam
hitungan jam setelah respons terapi terhadap penyakt asmanya.
Follow up
Penatalaksanaan
Oksigenasi
Β 2- agonis
Inhalasi Β 2- agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma
akut. Onset aksi obat tadi cepat dan efek sampingnya bisa di toleransi. Salbutamol
merupakan obat yang banyak di pakai di ruang instalasi gawat darurat (IGD).
Onset aksi obat ini sekitar 5 menit dengan lama aksi sekitar 6 jam. Obat lain juga
sering digunakan adalah metaproterenol, terbulanin dan fenoterol. Oba dengan
aksi kerja panjang tidak di rekomendasikan untuk pengobatan kegawatdaruratan
levalbuterol mempunyai efikasi yang lebih baik dan efek toksik yang menimal
bila dibandingkan dengan albuterol racemik. Pemberian ephrineprin sub kutan
jarang dilakukan oleh karena memicu timbulnya efek samping pada jantung. Obat
ini hanya berfungsi sebagai cadangan saat pasien tidak mendapatkan keuntungan
dengan pemakaian obat secara inhalasi.
Pemakaian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dengan efek
samping yang lebih sedikit serta lebih efektif bila dibandingkat pemakaian secara
sistematik. Penggunaan β 2 agonosis secara intravena pada pasien dengan asma
akut diberikan hanya jika respons terhadap obat per-inhalsi sangan kurang atau
jika pasien batuk berlebih atau hampir meninggal.
Antikolinergik
Kortikosteroid
Teofilin
Magnesium sulfat
Penggunaan obat ini untuk asma akut pertama kali dilaporkan oleh dokter di
negara urugay pada tahun 1936. Mekanisme obat ini kemungkinan melalui
hambatan kontraksi otot polos akibat kanal kalsium terblokir oleh magnesium.
Obat ini murah dan aman. Dosis yang biasa diberikan obat ini pada pasien asma
akut tiak dianjurkan untuk diberikan secara rutin. Pemberian obat ini pada pasien
akut tidak dianjurkan untuk diberikan secara rutin. Pemberian obat ini secara per
inhalasi tidak memberikan efek yang bermakna. Penelitian akhir melaporkan
bahwa pmberian magnesium sulfat secara intravena hanya akan memperbaiki
fungsi paru jika diberikan sebagai obat tambahan pada obat yang telah ditentukan
sebagai standar terapi (nebulizer β 2-agonosis dan kortikosteroid intravena) pada
pasien dengan FEV1< 20% prediksi).
Heliox
Serangan asma akut dapat menyebabkan turbulensi aliran udara. Turbulensi aliran
udara ini dapat dikurangi pemberian gas yang mempunyai densitas lebih rendah
serta mempunyai viskositas yang lebih tinggi dari udara. Helox (helium dan
oksigen) merupakan campuran gas yang dapat diberikan pada pasien asma akut
tidak lebih fektif dalam hal pemberian gas heliox sebagai terapi tambahan pada
terapi standar untuk kasus asma akut tidak lebih efektif dalam hal perbaikan
fungsi paru bila dibandingkan dengan oksigen atau udara.
Antagonis leukotrit
Terapi lain
Obat lain yang kemungkinan juga memberikan manfaat untuk terapi asma
akut, tetapi belum banyak penelitian yang dilakukan adalah obat anestesu umum
per inhalasi, lidokain dan furosemide per inhalasi. Obat mukolitik perinhalasi
tidak diberikan manfaat dalam pengobatan asma akut. Obat ini malah dapat
memperburuk obstruksi saluran pernapasan dan meningkatkan gejala batuk obat
yang meberika efek sedasi, harus diberikan secara hati-hati pada pasien asma akut,
karna memberkan efek depresi pernapasan. Hasil penelitian menemukan bahwa
ada hubungan antarapemakaian obat sedasi ini dengan kematian pada pasien asma
Obat mukolotik mungkin memperburuk batuk. Terapi fisioterapi atau fisik dada
mungkin meningkatkan ketidak nyamanan pasien hidrasi dengan cairan dalam
jumlah besar pada pasien dewasa dan anak yang lebih tua.
Sepirometri dan gejala klinis dipakai untuk mengambil keputuan ini. Pasien
harrus dirawat jika meskipun sudah diberikan penatalaksanaan intensif selama 2-3
jam di IGD. Tetapi masih didapatkan adanya mengi yang nyata, penggunaan otot-
otot bantu pernapasan masih memerlukan pemberian okigen untuk menjaga SpO2
≥ 92% dan fungsi paru yang belum membaik (FEV1 atau PEF ≥ prediksi).
Kondisi lain yang perlu dipertimbangkan untuk merawat pasien adalah bila pada
pasien tersebut didapatkan adanya faktor risiko yang tinggi dan untuk terjadinya
kematian oleh karena asma (tidak tersedianya akses untuk mendapatkan
pengobatan/ kerumah sakit, kondisi rumah yang meyulitkan, sulitnya transportasi
kerumah sakit bila sewaktu- waktu terjadi pemburukan gejala).
Jika pasien bebas dari gejala dan fungsi oarunya ≥ 60% prediksi, pasien
dapat dipulangkan. Pasien dengan fungsi paru 40-60% prediksi setelah
mendapatkan pengobatkan dapat melanjutkan pengobatan lagi. Pasien ini
kemungkinan dapat dipulangkan dengan anggapan bahwa tersedianya tempat
pengawasan yang adekuat
umumnya 3-4 jam di IGD sudah cukup waktu untuk menentukan jika
pasien asma akut dapat membaik gejalanya dan aman untuk dipulangkan.
Berdasarkan penelitian terakhir relav dalam jangka waktu dekat jarang terjadi
pada pasien asma akut;
Pasien dengan obstruksi aliran udara derajat berat yang memburuk atau hanya
mengalami perbaikan minimal meskipun sudah diberikan terapi harus masuk ICU.
Pertanda klinis untuk memasukkan ke ICU adalah distress pernapsan, tingginya
pulsusparadoksus atau hilangnya enyut nadi pada pasien dengan fatigue atau
pasien yang secara subjektif merasakan adanya ancaman gagal napas. Indikasi lain
untuk memasukkan pasien ke ICU adalah bila didapatkan adnya gagal napas,
status mentalnya berubah, SpO2 ≥ 90% meskipun sudah mendapatkan oksigenasi
dan kenaikan PaCO2 disertai dengan keadaan klinis yang tak mengalami
perbaikan
Akhir-akhir ini charonic obstuctiv pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena
prevalensi dan angka mortalitas yang terus meningkat. Di amerika kasus
kunjungan pasien PPOK diinstalansi gawat darurat mencapai angkat 1,5 juta
726,000 memerlukan perawatan dirumah sakit dan 119.000 meninggal selama
tahun 2000 sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke 4 setelah
penyakit jantung. Kanker dan penyakit serebrovskular. Biaya yang dikeluarkan
untuk penyakit ini mencapai $ 24 miliar per tahunnya. World heart organization
(WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 pervalensi PPOK akan
meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan
meningkat dari 12 menjadi ke 5 dan sebagai penyebab kematian akan meningkat
dari ke 6 jadi ke 3. Berdasaran survey kesehatan rumah tangga DepKes.RI tahun
1992, PPOk bersama asma bronkial menduduki peringkat ke 6. Merokok
merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko
lainnya seperti polusi udara, faktor genetic dan lain-lainnya
Tes fungsi paru (mungkin sukar dilakukan untuk pasien yang kondisinya
parah)
- PEF < 100 L/menit atau FEV1 < 1 L mengindikasikan adanya
eksaserbasi yang parah.
Pemeriksaan analisa gas darah.
- PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa
PaCO2 > 6,7 kPa (50 mmHg), saat bernapas dalam udara ruangan,
mengindikasikan adanya gagal napas.
- PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan Ph <
7,30, member kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilaukan
monitor ketat serta penanganan intensif.
Foto toraks. Dilakukan untuk melihat adanya komplikasi seperti
pneumonia.
Elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan EKG dapat memebantu
penegakan diagnosis hipertropi ventrikel kanan, aritmia dan iskemia.
Kultur dan sensitivitas kuman.
Manajemen di Rumah
Stop Merokok
Strategi yang dianjurkan oleh Public Health Service Repor USA adalah :
Intubasi Endotrakea
Caranya :
Pilih laringoskop yang ukurannya sesuai dengan besar pasien. Pada anak
besar dan dewasa lebih mudah menggunakan laringoskop berdaun
lengkung.
Mulut dibuka dengan jari-jari tangan kanan, tangan kiri memegang
laringoskop kemudian ujung daun laringoskop dimasukkan di atas lidah
pada sudut mulut sebelah kanan.
Daun laringoskop didorong ke dalam mulut ke arah orofaring sambil
menggeser lidah ke sebelah kiri ruang mulut.
Rahang bawah didorong ke bawah dengan menarik laringoskop sesuai
dengan sumbu pegangnya, sehingga terlihat epiglottis.
Apabila digunakan laringoskop berdaun lengkung, ujung daun diletakkan
di sebelah atas epiglottis dan epiglots diangkat secara tak langsung
dengan menarik frenulum glosoepiglotika. Tampaklah pita suara dan
lubang tenggorok.
Dengan tangan kanan memasukkan pipa endotrakheal (ukuran sesuai
dengan pasien) ke dalam laring. Untuk orang dewasa dan anak usia di
atas 6 tahun, gunakan pipa endotrakheal dengan balon (cuff) yang besar
dan luna serta bertakanan renada. Pengisian balon jangan berlebihan,
karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea.
Trakeostomi
Cara :
1) Posisi pasien tidur terlentang dengan kantong pasir di bawah bahu untuk
membantu mengekstensikan leher. Dagu harus difiksasi tepat pada garis
tengah; 2) Desinfeksi daerah operasi; 3) lakukan anestesi local infiltrasi,
dapat juga tanpa anestesi terutama pada kasus yang sangat darurat; 4)
Lakukan insisi di daerah segitiga yang bebas dari pembuluh darah,
dengan batas-batas, cranial: kartilago krikoidea, lateral: m.
sternokleidonastoideus, kaudal: fosa supra sterna; 5) insisi dapat
dilakukan secara tranversal memberikan hasil kosmetik yang lebih baik,
tetapi insisi vertical memberikan pemaparn yang lebih baik dan
perdarahan yang lebih sedikit; 6) Insisi vertical di garis media mulai tepi
bawah kartilago krikoud sampai fosa supra sterna. Insisi diperdalam
sampai ke permukaan trakea. Jangan terlalu banyak memotong pembuluh
darah. Oleh karena itu bekerjalah secara tumpul unutuk memisah-
misahkan jaringan; 8) Kulit, jaringan sub kutan, dan strap muscles
(sternohioidea, dan sternotiroidea) diretraksi ke lateral untuk memaparkan
ismus toroid. Vena jugularis anterior dapat ditemukan, jika ada harus
dipotong dan diikat. Ismus tiroid harus diretraksi ke atas atau ke bawah
atau dipotong di antara dua ikatan, tergantung mana yang paling mudah
dan memberikan pandangan terbaik. Sebelum mengiris trakea sebaiknay
dipungsi dulu dan jika yang keluar udara berarti trakea; 10) cincin trakea
yang sering dipotong adalah trakea III/IV, selain itu dapat juga pada
cincin V/VI (trakeostomi suprasternal); 11) kanul trakea hendaknya
dipilih dengan diameter dan bentuk yang sesuai, biasanya sebesar jari
kelingking pasien, sebab kanul trakea yang tidak sesuai dapat merusak
jaringan atau dinding trakea; 12) sebelum kanul trakea dipasang, terlebih
dahulu ditetesi dengan 1-2 tetes pantokain untuk mengurangi rangsangan
pada mukosa trakea oleh gesekan kanul trakea; 13) kanul trakea
dimasukkan dari samping kiri pasien dan setelah ujungnya masuk
kemudia diputar searah jarum jam. Setelah kanul trakea dipasang,
obturator segera diangkat. Antara kanul dan luka iris diberi kasa yang
telah diolesi salep steril. 14) Luka insisi yang masih tersisa di atas dan di
bawah kanul trakea ditutup dengan jahitan benang catgut, tetapi tidak
perlu terlalu rapat untuk menghindari terjadinya emfisema sub akut; 15).
Kanul trakea luar difiksasi dengan tali pita melingkar leher. Lubang kanul
trakea ditutup dengan kasa tipis yang basah, untuk menghindari
masuknya partikel-partikel kecil ke dalam trakea dan melembabkan udara
pernapasan.