Disusun Oleh :
Darwin Manuel
112019161
Pembimbing :
dr. Albert Frido H., Sp.An
ANATOMI
Saluran napas terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring.
Bagian faring dibagian lagi menjadi nasofaring, orofaring dan hipofaring. Laring
dibagi menjadi tiga wilayah, yang berhubungan dengan glotis atau pita suara yaitu
supraglotis, glotis, dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, arytenoids, lipatan
aryepiglottic, pita suara palsu dan infrahyoidepiglotis. Bagian subglotis adalah
subregion yang berada tepat di bawah pita suara sampai batas inferior krikoid.
Sementara bagian tersempit dari saluran napas orang dewasa ialah glotis.1
Obstruksi jalan napas atas dapat disebabkan karena penyempitan hingga oklusi
parsial (sebagian) atau komplit dari struktur anatomi yang mengganggu proses
ventilasi. Penting untuk menentukan diama obstruksi terjadi ketika menentukan
diagnosis obstruksi jalan napas bagian atas.1
ETIOLOGI
Penyebab kongenital obstruksi jalan napas atas pada tingkat rongga mulut
meliputi retrognathia, glossoptosis, makroglosia, dan malformasi limfovaskular.
Sementara penyebab didapat jalan napas atas pada rongga mulut termasuk
angioedema, angina ludwig (abses dasar mulut sekunder akibat dari infeksi gigi),
rongga mulut atau kanker orofaringeal (karsinoma sel skuamosa paling umum atau
limfoma amandel), hipertrofi tonsil, parafaring/retrofaring/peri-abses tonsil. Penyebab
traumatis potensial termasuk cedera tembus leher, luka bakar, atau cedera kaustik,
yang semuanya dapat menyebabkan edema.4
Stridor merupakan suara bernada tinggi yang dikaitkan dengan obstruksi pada
tingkat laring. Penyebab kongenital diantaranya termasuk laringomalasia,
kelumpuhan pita suara bilateral, jaring laring, stenosis subglotis, hemangioma
subglotis, atau trakeomalasia. Penyebab didapat berupa papillomatosis pernapasan,
kelumpuhan pita suara, stenosis subglotis sekunder, epiglotitis, dan benda asing yang
terhirup.5
Penyebab lain dari stridor termasuk penyebab infeksi seperti epiglotitis atau
supraglotitis yang mungkin disebabkan oleh bakteri, jamur atau mikrobakteri.
Penyebab lainnya termasuk penyakit imunologi dan autoimun seperti penyakit
Bachet, poliangitis granulomatosa, sarkoidosis, dan amiloidosis.5
Untuk orang dewasa dengan OSA, riwayatnya bisa sedikit berbeda. Pasien-
pasien akan mengeluh sering terbangun pada malam hari dan merasa tidak segar
keesokan harinya meskipun telah menghabiskan malam penuh di tempat tidur. Orang
yang tinggal bersama pasien akan sering mengeluh bahwa pasien tidur dengan suara
mendengkur. Seperti semua pasien, pemeriksaan umum harus tetap dilakukan hingga
status mental dan tanda-tanda penggunaan obat atau alkohol harus dinilai.1
Laringoskopi dapat berguna dalam penilaian faring dan laring secara dinamis,
pemeriksaan ini membantu mendiagnosis kelaianan yang mungkin ada pada faring
dan laring seperti hipertrofi adenoid, hipertrofi cincin Waldeyer, atau penyebab
patologis lainnya seperti tumor pada orang dewasa.6
Penilaian tidur untuk menilai obstructive sleep apnea (OSA) studi mengenai
tidur dan polisomnografi harus dilakukan. Hasil dari studi ini biasanya
memperlihatkan apnea-hypopnea index (AHI). AHI merupakan rata-rata dari jumlah
episode apnea dan hipopnea yang terjadi selama 1 jam. Nilai AHI diatas 1 dikatakan
tidak normal pada anak, dan ada sistem penilaian tingkat keparahan pula pada orang
dewasa.6
Obstruksi dapat bersifat intrinsik yang terletak di dalam lumen jalan napas
atau ekstrinsik/komprensi. Gejala atau manifestasi klinis yang mungkin dapat
dijumpai ialah adanya suara bising pada pernapasan, perubahan suara, sesak napas,
dispnea saat aktivitas, disgafia, atau gejala nokturnal. Penilaian pasien yang datang
secara akut akan sering memiliki tanda dan gejala yang signifikan, dengan
peningkatan nyata dalam kerja pernapasan, kelelahan pernapasan, hipoksia, dan
mungkin terlihat sangat gelisah.7
Pada pasien yang memiliki obstruksi jalan napas dengan onset perkembangan
lambat mungkin akan menampilkan gejala ringan. Perkembangan yang lambat
memungkinkan otot-otot pernapasan menjadi terkondisi, membantu menghasilkan
tekanan negatif yang diperlukan untuk mengatasi obstruksi. Sementara pasien dengan
PPOK dapat memburuk dengan cepat, karena mereka dapat mendekati ‘tipping point’
atau titik kritis dengan kurangnya cadangan pernapasan yang bekerja melawan jalan
napas yang terganggu.7
Pengambilan keputusan pada obstruksi jalan napas yang pertama kali harus
dilakukan ialah menentukan urgensi situasi. Perkembangan gejala harus mendapatkan
perhatian khusus dari tenaga medis misalnya perubahan sederhana dalam suara, batuk
melemah, kesulitan menelan air liur, dan stridor. Kumpulan dari gejala ini akan
memberikan tahu tenaga medis bahwa ada jalan napas yang terganggu. Distress
pernapasan dan peningkatan kebutuhan oksigen adalah tanda-tanda lanjut.7
Langkah awal dalam manajemen obstruksi jalan napas adalah ABC, yaitu
airway, breathing, dan circulation. Monitor saturasi oksigen dan oksigenasi harus
segera dimulai. Pada pasien stabil dalam kondisi akut, mungkin ada waktu untuk
dilakukan tindakan pemeriksaan radiologi, pemberian obat antibiotik dan sebagainya.
Namun, pada pasien yang tidak stabil dalam kondisi akut, sangat penting untuk
menilai pasien secara efisien sambil melihat riwayat bagaimana pasien bisa
mengalami obstruksi.1
Intubasi fiberoptik. Pada orang dewasa sering kali akan ada presentasi
berbeda dalam intervensi atau penanganan pada obstruksi jalan napas. Dalam kasus
obstruksi pada jalan napas tingkat rongga mulut atau orofaring, penting untuk
mengamankan jalan napas misalnya dalam kasus angina Ludwig yaitu infeksi yang
menyebabkan edema lidah dan dasar mulut sehingga memungkinkan untuk tidakan
intubasi fiberoptik, dan dalam skenario ini, dokter menyelipkan tabung ETT ke
endoskopi.8
Teropong dilewatkan ke tingkat glotis saat pasien duduk tegak dan lidokain
diselipkan melalui sisi samping teropong dan membius daerah tersebut untuk
menghidari spasme laring. Ketika tindakan ini berhasil, teropong kemudian melewati
tingkat pita suara, dan ETT kemudian didorong ke bawah melewati pita suara
menggunakan teknik Seldinger. Pasien kemudian dianestesi umum dan pasien
mungkin perlu dibius selama satu hingga dua hari agar edema mereda sebelum
menarik ETT.8
Di kamar operasi pasien harus segera mendapatkan melalui masker wajah atau
nasal kanul hingga pasien merasa nyaman dengan posisi terlentang atau setelah
terlentak jika masih mengalami gangguan pernapasan. Terkadang anestesiologi
memberikan obat-obatan seperti ketamin untuk mengurangi kecemasan tanpa
menekan otot pernapasan. Larutan lidokain 1% kemudian disuntikkan langsung ke
laring melalui membran krikotiroid dan posisi jalan napas dapat dipastikan dengan
menarik udara kembali ke dalam spuit sebelum disuntikkan dan trakeostomi
dilakukan dengan anestesi lokal.10,11
Pada pasien dengan OSA ringan hingga sedang dan mengalami kesuliatan
dalam terapi CPAP, dapat menggunakan terapi alternatif lain seperti pemberian
dengan perangkat oral, perangkat ini dapat memposisikan mandibula atau
memposisikan lidah lebih ke anterior dengan menahan lidah. Perangkat ini efektif
untuk memproyeksikan jaringan lunak ke anterior dari dinding faring dan
meningkatkan patensi jalan napas. Penggunaan seperti stimulator saraf hipoglossal
kadang-kadang juga dapat digunakan pada pasien OSA derajat sedang hingga berat
yang sulit menggunakan CPAP.13,14
Pembedahan juga dapat menjadi alternatif apabila pasien gagal dalam terapi
CPAP. Pembedahan juga dapat dilakukan pada kasus hipertrofi adenotonsillar,
operasi hidung termasuk septoplasti dan reduksi konka inferior. Pembedahan
Uvulopalatoplasty yang paling umum dilakukan untuk pasien OSA, dengan
melibatkan tonsilektomi jika terdapat amandel, dan mengurangi reseksi dari uvula.
Namun, uvulopalatoplasty biasanya terbukti berhasil pada pasien yang menderita
OSA ringan.15
PROGNOSIS
Pada keadaan akut, obstruksi jalan napas atas yang tidak diobati menyebabkan
distress pernapasan yang dapat menyebabkan gagal napas dan berakhir henti
jantung. Apnea tidur obstruktif adalah penyebab kronis paling umum dari obstruksi
jalan napas bagian atas. Pada dewasa OSA yang tidak diobati dapat menyebabkan
ganggunan fungsi atau aktivitas pada siang hari, termasuk mengantuk, disfungsi
metabolik, dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.16,17
KOMPLIKASI
Obstruksi saluran napas atas akut yang tidak diobat dapat mengakibatkan
gangguan pernapasan yang menyebabkan bradikardia dan kelelahan pada pasien
yang berakhir dengan hilangnya kesadaran dan henti jantung. Jika obstruksi
disebabkan oleh aspirasi benda asing dapat berakibat fatal. Benda asing yang
berukuran kecil dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan atelektaksis,
pneumonia, atau pneumotoraks.18
3. Eskander A, Almeida JRD, Irish JC. Acute upper airway obstruction. The New
England Journal of Medicine. 2019;381(20).
11. Fang CH, Frideman R, White PE, Mady LJ, Kalyoussef E. Emergent awake
tracheostomy-the five year experience at an urban tertiary care center. The
Laryngoscope;2015;125(11).
12. Patil SP, Ayappa IA, Caples SM, Kimoff RJ, Patel SR, Harrod CG. Treatment
of adult obstructive sleep apnea with positive airway pressure. An American
academy of sleep medicine systematic revies, meta-analysis, and grade assessment. J
Clin Sleep Med.2019;15(2).
13. Ramar K, Dort LC, Katz SG, Lettieri CJ, Harrod CG, Thomas SM, Chervin RD.
Clinical practice guidline for the treatment of obstructive sleep apnea and snoring
with oral appliance therapy: an update for 2015.J Clin Sleep Med.2015;11(7).
14. Eastwood PR, Barnes M, Walsh JH, Maddison KJ, Hee G, Schwartz AR, et al.
Treating obstructive sleep apnea with hypoglossal nerve
stimulation.Sleep.2011;34(11).
15. Weatherly RA, Mai EF, Ruzicka DL, Chervin RD. Identificatioon and
evaluation of obstructive sleep apnea prior to adenotonsillectomy in children: a
survey of practice patterns. Sleep Med.2003;4(4).
17. Marin JM, Carrizo SJ, Vicente E, Agusti AGN. Long-term cardiovascular
outcomes in men with obstructive sleep apnoea-hypopnoea with ot without treatment
with continous positive airway pressure:an observational study.
Lancet.2005;365(9464).
18. Young T, Palta M, Dempsey J, Peppard PE, Nieto FJ, Hla KM. Burden of sleep
apnea: rationale, design, and major findings of the Winsconsin sleepp cohort study.
WMJ.2009;108(5).