Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

Diagnosis dan Manajemen Obstruksi Jalan Napas Atas pada


Dewasa

Disusun Oleh :
Darwin Manuel
112019161

Pembimbing :
dr. Albert Frido H., Sp.An

KEPANITRAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT PANTI WILASA “DR.CIPTO”
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
PERIODE 31 Mei 2021 – 3 Juli 2021
PENDAHULUAN

Obstruksi saluran napas atas didefinisikan sebagai oklusi atau penyempitan


saluran napas yang menyebabkan gangguan ventilasi. Obstruksi dapat bervariasi
mulai dari akut hingga kronis, bisa didapat atau bawaan, dan banyak kasus dapat
berakibat fatal apabila tidak ditangani.1

ANATOMI

Saluran napas terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring.
Bagian faring dibagian lagi menjadi nasofaring, orofaring dan hipofaring. Laring
dibagi menjadi tiga wilayah, yang berhubungan dengan glotis atau pita suara yaitu
supraglotis, glotis, dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, arytenoids, lipatan
aryepiglottic, pita suara palsu dan infrahyoidepiglotis. Bagian subglotis adalah
subregion yang berada tepat di bawah pita suara sampai batas inferior krikoid.
Sementara bagian tersempit dari saluran napas orang dewasa ialah glotis.1

Obstruksi jalan napas atas dapat disebabkan karena penyempitan hingga oklusi
parsial (sebagian) atau komplit dari struktur anatomi yang mengganggu proses
ventilasi. Penting untuk menentukan diama obstruksi terjadi ketika menentukan
diagnosis obstruksi jalan napas bagian atas.1

Gambar 1. Larynx tampak anterior.2


Gambar 2. Epiglotis pada laringoskopi.2

ETIOLOGI

Etiologi obstruksi saluran napas sangat bervariasi berdasarkan kelompok umur


dan klinisnya. Penyebab obstruksi salurna napas atas dapat disebabkan antara lain
akibat trauma, infeksi, iatrogenik, benda asing, paralisis, dan tumor. Jenis kebisingan
pernapasan juga dapat membantu untuk mengklasifikasikan penyebab dari obstruksi
jalan napas misalnya dari bunyi stertor atau stridor.3

Gambar 3. Etiologi obstruksi jalan napas atas


Pada suara stertor yang biasanya didengar di bagian atas laring atau tingkat
orofaring atau nasofaring, pemyumbatan pada tingkat ini dapat diklasifikasikan
sebagai bawaan atau didapat. Penyebab kongenital rongga hidung atau obstruksi jalan
napas nasofaring dapat menimbulkan gejala segera setelah lahir. Penyebab didapat
dari obstruksi hidung atau nasofaring termasuk hipertrofi konka hidung sekunder pada
rhinitis alergi, polip hidung, benda asing, deviasi septum, atau hipertrofi adenoid.

Penyebab kongenital obstruksi jalan napas atas pada tingkat rongga mulut
meliputi retrognathia, glossoptosis, makroglosia, dan malformasi limfovaskular.
Sementara penyebab didapat jalan napas atas pada rongga mulut termasuk
angioedema, angina ludwig (abses dasar mulut sekunder akibat dari infeksi gigi),
rongga mulut atau kanker orofaringeal (karsinoma sel skuamosa paling umum atau
limfoma amandel), hipertrofi tonsil, parafaring/retrofaring/peri-abses tonsil. Penyebab
traumatis potensial termasuk cedera tembus leher, luka bakar, atau cedera kaustik,
yang semuanya dapat menyebabkan edema.4

Penyebab stertor yang sangat umum pada anak-anak adalah hipertrofi


adenotonsillar yang dapat menyebabkan apnea pada saat tidur (OSA) atau obstruction
sleep apnea. Apnea didefinisikan sebagai penghentian aliran udara selama lebih dari
atau sama dengan sepuluh detik, dan hipoapnea sebagai pengurangan upaya
pernapasan dengan desaturasi oksigen lebih dari 4%. Orang dewasa juga dapat
mengalami OSA, dengan ciri mendengkur keras, memiliki episode henti napas saat
tidur, bangun tiba-tiba disertai kejadian tersedak atau terengah-engah, bangun dengan
mulut kering atau sakit tenggorokan.4

Stridor merupakan suara bernada tinggi yang dikaitkan dengan obstruksi pada
tingkat laring. Penyebab kongenital diantaranya termasuk laringomalasia,
kelumpuhan pita suara bilateral, jaring laring, stenosis subglotis, hemangioma
subglotis, atau trakeomalasia. Penyebab didapat berupa papillomatosis pernapasan,
kelumpuhan pita suara, stenosis subglotis sekunder, epiglotitis, dan benda asing yang
terhirup.5

Laringomalasia adalah bentuk umum tetapi biasanya tidak mengancam jiwa


dari obstruksi saluran napas atas, laringomalasia juga menyebabkan stridor inspirasi
bernada tinggi dan dapat dikaitkan dengan kesulitan makan dan kegagalan
pertumbuhan. Pada orang dewasa suara stridor biasanya mengkhawatirkan, karena
bisa menjadi tanda kanker laring. Orang dewasa dengan stridor onset tiba-tiba harus
dievaluasi segera, karena dapat menandkan kedaruratan jalan napas.5

Penyebab lain dari stridor termasuk penyebab infeksi seperti epiglotitis atau
supraglotitis yang mungkin disebabkan oleh bakteri, jamur atau mikrobakteri.
Penyebab lainnya termasuk penyakit imunologi dan autoimun seperti penyakit
Bachet, poliangitis granulomatosa, sarkoidosis, dan amiloidosis.5

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Untuk orang dewasa dengan OSA, riwayatnya bisa sedikit berbeda. Pasien-
pasien akan mengeluh sering terbangun pada malam hari dan merasa tidak segar
keesokan harinya meskipun telah menghabiskan malam penuh di tempat tidur. Orang
yang tinggal bersama pasien akan sering mengeluh bahwa pasien tidur dengan suara
mendengkur. Seperti semua pasien, pemeriksaan umum harus tetap dilakukan hingga
status mental dan tanda-tanda penggunaan obat atau alkohol harus dinilai.1

Takipnea dan perasaan sesak napas termasuk kedalam kegagalan untuk


menyelesaikan kalimat dapat menandakan gangguan pernapasan pada orang dewasa.
Rhinoskopi anterior merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
menilai apabila terdapat deviasi septum, hipertrofi turbinat hidung, atau polip hidung.1

Pemeriksaan rongga mulut juga harus diperiksa secara menyeluruh,


memperhatikan tanda-tanda mikrognatia, edema bibir, trismus, edema dasar mulut,
tumor atau kepenuhan palatal dengan deviasi uvular, seperti pada kasus abses peri-
tonsil. Pemeriksaan tambahan seperti kardiorespi juga sebaiknya dilakukan bila
perlu.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN TAMBAHAN

Setelah melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik dasar, beberapa


pemeriksaan mungkin diperlukan untuk mendukung tindakan diagnosa penyebab dari
obstruksi jalan napas bagian atas. Beberapa pemeriksaan yang diperlukan sebagai
pemeriksaan tambahan antara lain, laringoskopi, saturasi oksigen, pemeriksaan
radiologi (MRI , CT-Scan, dan USG), dan melihat bagaimana kualitas tidur pasien.6
Pemeriksaan radiologi dapat membantu menggambarkan daerah anatomi yang
tersumbat atau terdampak obstruksi, dan juga dapat membantu mendiagnosis
penyebab dari obstruksi. Ultrasound dan MRI mungkin jadi pilihan pada anak-anak
karena tidak melibatkan radiasi, namun CT-scan umumnya banyak digunakan dalam
situasi yang mungkin memerlukan intervensi bedah seperti abses retrofaring atau
kemungkinan benda asing yang terhirup.6

Laringoskopi dapat berguna dalam penilaian faring dan laring secara dinamis,
pemeriksaan ini membantu mendiagnosis kelaianan yang mungkin ada pada faring
dan laring seperti hipertrofi adenoid, hipertrofi cincin Waldeyer, atau penyebab
patologis lainnya seperti tumor pada orang dewasa.6

Saturasi oksigen merupakan langkah pertama yang penting dalam menilai


pasien dengan obstruksi jalan napas, karena dapat bertindak sebagai penanda tingkat
keparahan dari derajat obstruksi jalan napas.6

Penilaian tidur untuk menilai obstructive sleep apnea (OSA) studi mengenai
tidur dan polisomnografi harus dilakukan. Hasil dari studi ini biasanya
memperlihatkan apnea-hypopnea index (AHI). AHI merupakan rata-rata dari jumlah
episode apnea dan hipopnea yang terjadi selama 1 jam. Nilai AHI diatas 1 dikatakan
tidak normal pada anak, dan ada sistem penilaian tingkat keparahan pula pada orang
dewasa.6

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Obstruksi dapat bersifat intrinsik yang terletak di dalam lumen jalan napas
atau ekstrinsik/komprensi. Gejala atau manifestasi klinis yang mungkin dapat
dijumpai ialah adanya suara bising pada pernapasan, perubahan suara, sesak napas,
dispnea saat aktivitas, disgafia, atau gejala nokturnal. Penilaian pasien yang datang
secara akut akan sering memiliki tanda dan gejala yang signifikan, dengan
peningkatan nyata dalam kerja pernapasan, kelelahan pernapasan, hipoksia, dan
mungkin terlihat sangat gelisah.7

Tanda-tanda yang mungkin dijumpai ialah pasien bernapas dengan


menggunakan otot aksesori, tarikan trakea dan resesi dinding dada mungkin terlihat
dan mungkin ada suara tambahan, yang secara klasik menggambarkan tingkat
obstruksi.7 (Tabel 1).

Tabel 1. Tanda dan gejala obstruksi.7

Pada pasien yang memiliki obstruksi jalan napas dengan onset perkembangan
lambat mungkin akan menampilkan gejala ringan. Perkembangan yang lambat
memungkinkan otot-otot pernapasan menjadi terkondisi, membantu menghasilkan
tekanan negatif yang diperlukan untuk mengatasi obstruksi. Sementara pasien dengan
PPOK dapat memburuk dengan cepat, karena mereka dapat mendekati ‘tipping point’
atau titik kritis dengan kurangnya cadangan pernapasan yang bekerja melawan jalan
napas yang terganggu.7

MANAJEMEN DAN TATALAKSANA

Pengambilan keputusan pada obstruksi jalan napas yang pertama kali harus
dilakukan ialah menentukan urgensi situasi. Perkembangan gejala harus mendapatkan
perhatian khusus dari tenaga medis misalnya perubahan sederhana dalam suara, batuk
melemah, kesulitan menelan air liur, dan stridor. Kumpulan dari gejala ini akan
memberikan tahu tenaga medis bahwa ada jalan napas yang terganggu. Distress
pernapasan dan peningkatan kebutuhan oksigen adalah tanda-tanda lanjut.7

Langkah awal dalam manajemen obstruksi jalan napas adalah ABC, yaitu
airway, breathing, dan circulation. Monitor saturasi oksigen dan oksigenasi harus
segera dimulai. Pada pasien stabil dalam kondisi akut, mungkin ada waktu untuk
dilakukan tindakan pemeriksaan radiologi, pemberian obat antibiotik dan sebagainya.
Namun, pada pasien yang tidak stabil dalam kondisi akut, sangat penting untuk
menilai pasien secara efisien sambil melihat riwayat bagaimana pasien bisa
mengalami obstruksi.1

Apabila kejadian di luar lingkungan rumah sakit, ambulans harus segera


dipanggil, dan apabila dugaan obstruksi akibat tersedak, dapat dilakukan Heimlich
manuver. Dalam keadaan pasien tidak sadar, periksa nadi, dan pasien dikelola sesuai
dengan protokol Basic Life Support sambil menunggu ambulans.1

Intubasi fiberoptik. Pada orang dewasa sering kali akan ada presentasi
berbeda dalam intervensi atau penanganan pada obstruksi jalan napas. Dalam kasus
obstruksi pada jalan napas tingkat rongga mulut atau orofaring, penting untuk
mengamankan jalan napas misalnya dalam kasus angina Ludwig yaitu infeksi yang
menyebabkan edema lidah dan dasar mulut sehingga memungkinkan untuk tidakan
intubasi fiberoptik, dan dalam skenario ini, dokter menyelipkan tabung ETT ke
endoskopi.8

Teropong dilewatkan ke tingkat glotis saat pasien duduk tegak dan lidokain
diselipkan melalui sisi samping teropong dan membius daerah tersebut untuk
menghidari spasme laring. Ketika tindakan ini berhasil, teropong kemudian melewati
tingkat pita suara, dan ETT kemudian didorong ke bawah melewati pita suara
menggunakan teknik Seldinger. Pasien kemudian dianestesi umum dan pasien
mungkin perlu dibius selama satu hingga dua hari agar edema mereda sebelum
menarik ETT.8

Krikotiroidotomi. Dalam kasus di mana intubasi dianggap sulit atau tidak


memungkinkan, krikotiroidotomi adalah prosedur yang sangat cepat yang dapat
dilakukan pada orang dewasa dalam kasus kegawat-daruratan. Saat pasien berbaring
terlentang, operator menahan laring pada tempatnya, membuat sayatan vertikal antara
tiroid dan kartilago krikoid, memasukkan instrumen tumpul seperti hemostat melalui
membran krikotiroid. Akan sangat membantu juga apabila memasukkan bougie
dengan lumen, serta ETT diatasnya untuk mengamankan jalan napas.9

Trakeostomi. Trakeostomi kadang-kadang diperlukan pada kasus obstruksi


jalan napas atas dimana intubasi sulit kerjakan atau tidak memungkinkan. Tindakan
ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan jika memungkinkan, sebaiknya
dilakukan oleh ahli yang berpengalaman dengan anestesiologi. Sebelum prosedur
dimulai, diberikan 5-10 ml lidokain 1% yang dinebulisasi.10,11

Di kamar operasi pasien harus segera mendapatkan melalui masker wajah atau
nasal kanul hingga pasien merasa nyaman dengan posisi terlentang atau setelah
terlentak jika masih mengalami gangguan pernapasan. Terkadang anestesiologi
memberikan obat-obatan seperti ketamin untuk mengurangi kecemasan tanpa
menekan otot pernapasan. Larutan lidokain 1% kemudian disuntikkan langsung ke
laring melalui membran krikotiroid dan posisi jalan napas dapat dipastikan dengan
menarik udara kembali ke dalam spuit sebelum disuntikkan dan trakeostomi
dilakukan dengan anestesi lokal.10,11

Tatalaksana Obstruksi Kronis. Penyebab umum obstruksi jalan napas atas


pada orang dewasa adalah OSA (obstructive sleep apnea). Selain modifikasi gaya
hidup seperti penurunan berat badan, CPAP (continuous positive airway pressure)
dapat digunakan untuk mengelola kondisi ini. Masker positive airway pressure nasal
lebih mudah ditoleransi daripada masker orofasial. Penggunaan masker hidung dapat
dipengaruhi oleh stuktur anatomi dari telinga, hidung, dan tenggorokan seperti septum
deviasi dan hipertrofi konka inferior.12

Pada pasien dengan OSA ringan hingga sedang dan mengalami kesuliatan
dalam terapi CPAP, dapat menggunakan terapi alternatif lain seperti pemberian
dengan perangkat oral, perangkat ini dapat memposisikan mandibula atau
memposisikan lidah lebih ke anterior dengan menahan lidah. Perangkat ini efektif
untuk memproyeksikan jaringan lunak ke anterior dari dinding faring dan
meningkatkan patensi jalan napas. Penggunaan seperti stimulator saraf hipoglossal
kadang-kadang juga dapat digunakan pada pasien OSA derajat sedang hingga berat
yang sulit menggunakan CPAP.13,14

Pembedahan juga dapat menjadi alternatif apabila pasien gagal dalam terapi
CPAP. Pembedahan juga dapat dilakukan pada kasus hipertrofi adenotonsillar,
operasi hidung termasuk septoplasti dan reduksi konka inferior. Pembedahan
Uvulopalatoplasty yang paling umum dilakukan untuk pasien OSA, dengan
melibatkan tonsilektomi jika terdapat amandel, dan mengurangi reseksi dari uvula.
Namun, uvulopalatoplasty biasanya terbukti berhasil pada pasien yang menderita
OSA ringan.15

PROGNOSIS

Pada keadaan akut, obstruksi jalan napas atas yang tidak diobati menyebabkan
distress pernapasan yang dapat menyebabkan gagal napas dan berakhir henti
jantung. Apnea tidur obstruktif adalah penyebab kronis paling umum dari obstruksi
jalan napas bagian atas. Pada dewasa OSA yang tidak diobati dapat menyebabkan
ganggunan fungsi atau aktivitas pada siang hari, termasuk mengantuk, disfungsi
metabolik, dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.16,17

KOMPLIKASI

Obstruksi saluran napas atas akut yang tidak diobat dapat mengakibatkan
gangguan pernapasan yang menyebabkan bradikardia dan kelelahan pada pasien
yang berakhir dengan hilangnya kesadaran dan henti jantung. Jika obstruksi
disebabkan oleh aspirasi benda asing dapat berakibat fatal. Benda asing yang
berukuran kecil dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan atelektaksis,
pneumonia, atau pneumotoraks.18

Penting untuk mengenali komplikasi potensial dari penyebab paling umum


dari okbstruksi jalan napas atas, yaitu OSA. OSA yang tidak diobati dapat
menyebabkan penyakit jantung, sindrom metabolik, gangguan fungsi tubuh,
disfungsi metabolisme, dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Tujuan
pengobatan adalah mengurangi efek samping dari OSA, meningkatkan kualitas tidur
dan mengurangi indeks apnea-hypopnea (AHI).18

PENCEGAHAN DAN EDUKASI PASIEN

Untuk pasien dewasa dengan OSA, pendidikan tentang modifikasi perilaku


mengenai penurunan berat badan, penyesuaian postur tidur, dan menghindari
konsumsi alkohol terutama sebelum tidur. Masyarakat juga perlu disadarkan akan
faktor risiko perkembangan obstruksi menjadi kanker pada kepala dan leher,
termasuk merokok, konsumsi alkohol berlebih, dan infeksi HPV.17
DAFTAR PUSTAKA

1. Eadaoin OC, Megan MG. Upper airway obstruction. United States:Stat


Pearls.2020.

2. Waschke J, Bockers TM, Paulsen F. Buku ajar anatomi Sobotta. 1 st ed.


Singapura:Elsevier.2018.

3. Eskander A, Almeida JRD, Irish JC. Acute upper airway obstruction. The New
England Journal of Medicine. 2019;381(20).

4. Moreddu E, Rizzi M, Adil E, Balakrishnan K, Chan K, Cheng A, Et al.


International pediatric otolaryngology group (IPOG) consensus recommendations:
Diagnosis, pre-operative, operative and post-operative pediatric choanal atresia
care. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology.2019;123(19).

5. Reid A, Bayre AH, Vijaysekaran S, Herbert H. Ten years of paediatric airways


foreign in Western Australia. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology.2020;129(20).

6. Ohana O, Soffer S, Zimlichman E, Klang E. Overuse of CT and MRI in paediatric


emergency departments. The British Journal of Radiology.2018;91(1085).

7. Lynch J, Crawley SM. Management of airway obstruction. 2017;18(2).

8. Shamim F, Jangda I, Ikram M. Succesful airway management using awake


videolaryngoscopy for a rare thyroid cancer with grade III goitre and intra-tracheal
invasion. Turk J Anaesthesiol Reanim. 2020;48(2).

9. Hill C, Reardon R, Joing C, Falvey D, Miner J. Cricothyrotomy technique using


gum elastic bougie is faster than standard technique: a study of emergency medicine
residents and medical students in an animal lab. Acad Emerg Mad.2010;17(6).
10. Raimonde AJ, Westhoven N, Winters R. Tracheostomy. United States: Stat
Pearls.2020.

11. Fang CH, Frideman R, White PE, Mady LJ, Kalyoussef E. Emergent awake
tracheostomy-the five year experience at an urban tertiary care center. The
Laryngoscope;2015;125(11).

12. Patil SP, Ayappa IA, Caples SM, Kimoff RJ, Patel SR, Harrod CG. Treatment
of adult obstructive sleep apnea with positive airway pressure. An American
academy of sleep medicine systematic revies, meta-analysis, and grade assessment. J
Clin Sleep Med.2019;15(2).

13. Ramar K, Dort LC, Katz SG, Lettieri CJ, Harrod CG, Thomas SM, Chervin RD.
Clinical practice guidline for the treatment of obstructive sleep apnea and snoring
with oral appliance therapy: an update for 2015.J Clin Sleep Med.2015;11(7).

14. Eastwood PR, Barnes M, Walsh JH, Maddison KJ, Hee G, Schwartz AR, et al.
Treating obstructive sleep apnea with hypoglossal nerve
stimulation.Sleep.2011;34(11).

15. Weatherly RA, Mai EF, Ruzicka DL, Chervin RD. Identificatioon and
evaluation of obstructive sleep apnea prior to adenotonsillectomy in children: a
survey of practice patterns. Sleep Med.2003;4(4).

16. Botros N, Concato J, Mohsenin V, Selim B, Doctor K, Yaggi HK. Obstructive


sleep apnea as a risk factor for type 2 diabetes. Am J Med.2009;122(12).

17. Marin JM, Carrizo SJ, Vicente E, Agusti AGN. Long-term cardiovascular
outcomes in men with obstructive sleep apnoea-hypopnoea with ot without treatment
with continous positive airway pressure:an observational study.
Lancet.2005;365(9464).

18. Young T, Palta M, Dempsey J, Peppard PE, Nieto FJ, Hla KM. Burden of sleep
apnea: rationale, design, and major findings of the Winsconsin sleepp cohort study.
WMJ.2009;108(5).

Anda mungkin juga menyukai