Anda di halaman 1dari 10

SUMBATAN JALAN NAPAS ATAS

Disusun Oleh
1. Futri Nabilla
2. Miftah Lisalwa Lubis
3. Muhamad Ifan Fadhil
4. Rinna Dwi Yustika
5. Shelly Novitri
6. Windy Agustina Dewi
7. Ziyyan Rizkya Pratama

Preceptor:
dr. Hermawan Sutanto, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT KEPALA LEHER


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH METRO
FK UNIVERSITAS MALAHAYATI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama walaupun ada
kemungkinan untuk diatasi. Keadaan ini dapat menimbulkan sesak napas dengan segala
akibatnya . Obstruksi jalan napas atas adalah keadaan tersumbatnya jalan napas (SJNA)
mulai nasal sampai laring dan trakea bagian atas.. Keberhasilan managemen harus di
awali dengan evaluasi Jalan napas dengan hatl-hati, teliti dan cepat untuk ldentifikasi
berbagai faktor penyebab. Terdapat perbedaan mendasar dari segi anatomi dan fisiologi
pada anak dan dewasa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Saluran Pernafasan

Gambar A. Anatomi Sistem Pernapasan Manusia.


a. Hidung
Hidung berbentuk piramid yang tersusun dari tulang, kartilago hialin dan
jaringan fibroaerolar. Hidung dibagi menjadi dua ruang oleh septum nasal. Struktur
hidung pada bagian eksternal terdapat folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
yang merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit pada bagian ini
mengandung vibrissae yang berfungsi menyaring partikel dari udara terhisap.
Sedangkan pada rongga nasal yang lebih dalam terdiri dari epitel bersilia dan sel goblet.
Udara yang masuk ke dalam hidung akan mengalami penyaringan partikel dan
penghangatan pelembapan udara terlebih dahulu sebelum memasuki saluran napas yang
lebih dalam (Nugroho, Putri & Putri, 2015).
Gambar B. Saluran Napas Atas.
b. Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan usofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
letaknya di belakang hidung ( nasofaring ), di belakang mulut (orofaring) dan di
belakang laring (faring-laringeal). Nares posterior adalah muara rongga – rongga
hidung ke nasofaring (Pearce, 2013).
c. Laring
Menurut (Judha, Erwanto & Retnaningsih, 2012) Laring terdiri dari tiga struktur
yang penting yaitu tulang rawan krikoid dimana ada selaput/pita suara, epiglotis dan
glotis.

Obstruksi Saluran Pernafasan Atas


1. Definisi
Menurut Bachtiar, et al. (2015) gangguan jalan napas adalah kondisi yang
menyebabkan terganggunya aliran udara masuk ke dalam saluran napas melalui
mulut dan hidung. Gangguan jalan napas dapat terjadi secara tiba - tiba dan lengkap
atau perlahan. Bentuk gangguan napas adalah sumbatan jalan napas dimana terbagi
atas sumbatan jalan napas total dan sebagian (parsial). Sumbatan jalan napas total
terjadi pada seseorang yang mengalami tersedak oleh benda asing sedangkan
sumbatan sebagian disebabkan oleh cairan seperti sisa muntah, darah atau sekret
dalam rongga mulut, kondisi pangkal lidah yang jatuh ke belakang, sumbatan benda
padat, odema laring, spasme laring dan odema faring.
2. Etiologi Obstruksi Jalan Napas
Menurut seomantri (2008) Obstruksi saluran napas bagian atas dapat terjadi
oleh beberapa sebab obstruksi jalan napas akut biasanya disebabkan oleh partikel
makanan, muntahan, bekuan darah, atau partikel lain yang masuk dan mengobstruksi
laring atau trakhea. Obtruksi saluran napas juga dapat terjadi akibat dari adanya
sekresi kental atau pembesaran jaringan pada dinding jalan napas, seperti :
epiglotitis, edema laring, karsinoma laring atau peritonsilar abses.
Aspirasi benda asing di bronkus sering menyebabkan gangguan pernapasan
dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas karena dapat mengakibatkan
gangguan napas akut, penyakit paru kronis dan bahkan kematian (Zuleika & Ghanie,
2016).

Gambar C. Etiologi Saluran Pernafasan Atas

3. Patofisiologis Obstruksi Jalan Napas


Kerongkongan sebagai jalan masuknya makanan dan minuman secara
anatomis terletak di belakang tenggorokan (jalan napas). Ke dua saluran ini sama –
sama berhubungan dengan lubang hidung maupun mulut. Agar tidak terjadi salah
masuk, maka diantara kerongkongan dan tenggorokan terdapat sebuah katup
epiglotis yang bergerak secara bergantian menutup tenggorokan dan kerongkongan
seperti layaknya daun pintu. Saat bernapas, katup menutup kerongkongan agar udara
menutup tenggorokan agar makanan lewat kerongkongan. Tersedak dapat terjadi bila
makanan yang seharusnya menuju kerongkongan, malah menuju tenggorokan karena
berbagai sebab (Romdzati, 2016).
4. Pembagian Sumbatan Jalan Napas
Menurut (Somatri, 2012) pembagian sumbatan jalan napas dibagi menjadi :
- Sumbatan Total Laring
Sumbatan total laring dapat terjadi karena benda asing yang teraspirasi
tersangkut di laring dan menutup seluruh rimagloti. Keluhan dan gejala yang
timbul adalah serangan batuk tiba – tiba segera setelah aspirasi benda asing
terjadi. Penderita gelisah dan memegang lehernya dengan jarinya (v-sign).
Suara menghilang (afoni) dan sukar bernapas (dispnea sampai apnea). Tidak
lama kemudian terlihat wajah penderita menjadi biru (sianosis).
- Sumbatan Parsial Laring
Benda asing yang terdapat di laring akan menyebabkan keluhan sumbatan
saluran pernapasan berupa batuk tiba – tiba, suara serak, dan sesak napas.
Jika sumbatan ini berlangsung terus akan timbul gejala tambahan, yaitu
stridor. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala sumbatan laring yang
dibagi dalam empat stadium (jackson).
Stadium I: cekungan sedikit pada inspirasi di daerah suprasternal, kadang
kadang belum ada stridor.
Stadium II: cekungan di suprasternal dan epigastrium, stridor mulai
terdengar.
Stadium III: cekungan terdapat di suprasternal, epigastrium, interkosta, dan
supraklavikula. Stridor jelas terdengar dan klien tampak gelisah
Stadium IV: cekungan bertambah dalam, sianosis, klien yang mula – mula
gelisah, mulai tampak bertambah lemah, dan akhirnya diam dengan
kesadaran menurun
Gambar D. Kriteria Jackson Mengenai SJNA
5. Perbedaan Sumbatan Jalan Nafas Atas Anak dan Dewasa
Terdapat perbedaan mendasar dari scgi anatomi dan fisiologi pada anak dan
dewasa. Kondisi demikian ini perlu diperhatikan pada saat melakukan evaluasi.

Gambar E. Perbedaan Laring Dewasa dan Anak


Pada orang dewasa epiglotis lebih lebar dan aksis paralel dengan trakea,
sedangkan pada anak epiglotis berbentuk omega dan sudut aksis jauh dari trakea.
Kondisi ini akan menyulitkan saat dilakukan laringoskopi (Gambar C).
Dari segi fisiologi pada anak lebih lebih mudah mengalami sumbatan jalan
nafas atas dibandingkan dengan orang dewasa. Posisi laring pada anak di leher lebih
tinggi dan terproteksi lebih baik dari pada dewasa. Kerangka kartilago pada anak
lebih lentur, akan tetapi jaringan ikat penyangga kurang dan lebih kendor pada anak.
Struktur ini menyebabkan anak lebih mudah menga;a,o sumbatan bila ada infeksi
atau oedem laring.

Gambar F. Skema Perbedaan Lumen Jalan Nafas Anak dan Dewasa


Pada kondisi pengurangan lumen setengahnya akibat inflamasi, pada anak
mengakibatkan peningkatan resistensi lumen sebeser 16x, sedangkan pada dewasa
hanya terjadi peningkatan sebesar 3x (Gambar E). Kondisi ini dapat diartikan bahwa
pada anak lebih mudah terjadi SJNA dibandingkan dewasa akibat inflamasi.
6. Diagnosis Sumbatan Jalan Nafas Atas
Anamnesis tentang riwayat penyakit yang akurat menjadi dasar diagnosis
pada penderita. Riwayat ada tidaknya infeksi / inflamasi, operasi struma, tersedak
benda asing, sesak progresif, trauma, kelainan sejak lahir. Pemeriksaan fisik meliputi
tanda vital, kesadaran penderita, stridor lnspiratoir, sesak napas inspiratoir, retraksi
suprasternal, epigastrial, supraklavikular , interkostal, suara parau (kecuali paralisis
midline), sianosis, gelisah. Pada penderita dengan SJNA ringan atau sedang bisa
dilakukan pemeriksaan laring dengan laringoskop kaku atau fleksibel untuk
visualisasi derajat dan level sumbatan lumen laring. Foto rontgen soff tissue cervical
anteroposterior/lateral digunakan untuk melihat struktur jaringan lunak laring
ataupun tulang vertebra pada kasus trauma leher.
7. Penatalaksanaan Sumbatan Jalan Nafas Atas
Penderita dengan kesulitan jalan napas harus diidentifikasi sebelum dilakukan
induksi anestesi dan rencana intubasi bisa cocok dengan situasi. Pada kondisi ini
perlu koordinasi antara ahli bedah atau THT dan anestesiologi. Kesulitan yang
dimaksud adalah situasi yang membuat seorang ahli anestesi sulit untuk memasang
masker ventilasi, intubasi endotrakeal atau keduanya. Pada kondisi seperti ini,
penderita bisa diterapi dengan tindakan non bedah, antara lain seperti oksigenasi.

Tindakan dilakukan disertai dengan mengatur posisi sedapat mungkin agar


patensi jalan napas terjaga dengan mengatur posisi tidur, dagu, pembersihan jalan
dengan penyedotan dan l;ainnya,
Tindakan trakeotomi dikerjakan berdasarkan kondisi stadium SJNA pada
penderita. Penderita dengan stadium 1 dan 2 dikerjakan trakeotomi elektif,
sedangkan pada stadium 3 dan 4 dikerjakan trakeotomi dan 4 urgen/cito. Pada
penderita dengan curiga suatu tumor trakeotomi dikerjakan lebih awai tanpa
menunggu stadium sesaknya meningkat. Pada kondisi sangat darurat dapat
dikerjakan krikotiroidotomi dilanjutkan trakeotomi. Terapi definif tergantung pada
penyebab penyakit yang mendasarinya.
BAB III

KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Obstruksi saluran pernafasan atas adalah keadaan tersumbatnya jalan

napas mulai dari nasal sampai laring dan trakea bagian atas. Gangguan jalan

nafas atas dapat terjadi secara tiba-tiba dan lengkap atau perlahan. Gangguan

napas dapat berupa sumbatan jalan napas total dan sebagian (parsial). Sumbatan

saluran napas biasanya disebabkan oleh partikel makanan, muntahan, bekuan

darah, atau partikel lain yang masuk dan mengobstruksi laring atau trakea.

Penyebab sumbatan jalan napas dapat dikategorikan antara lain seperti infeksi,

kelainan neurologi, sumbatan benda asing, terdapat tumor, trauma dan kelainan

kongenital.

Pembagian sumbatan jalan napas dibagi menjadi sumbatan laring total

dan sumbatan laring parsial. Sumbatan laring total dapat terjadi karena benda

asing yang teraspirasi tersangkut di laring dan menutup seluruh rimagloti.

Keluhan yang timbul biasanya batuk tiba-tiba setelah aspirasi benda asing,

gelisah sehingga memegang leher dengan jari, suara hilang dan sukar bernapas

dan tidak lama kemudian terlihat wajah penderita menjadi biru. Sedangkan pada

sumbatan laring parsial terdapat keluhan tambahan seperti stridor dan tidak ada

keluhan suara hilang.

Terdapat 4 stadium pada sumbatan jalan napas atas yang disebut dengan

stadium Jackson, diantaranya stadium I terdapat sekungan pada inspirasi di

daerah suprasternal kadang-kadang belum ada stridor, stadium II terdapat

cekungan di suprasternal dan terdapat stridor, stadium III terdapat cekungan di


suprasternal, epigastrium, dan terdapat stridor, dan stadium IV terdapat

cekungan bertambah dalam, sianosis, sukar bernapas dan akhirnya diam dengan

kesadaran menurun.

Diagnosis pada sumbatan jalan napas atas dapat dilakukan anamnesis

tentang riwayat ada tidaknya infeksi, post operasi leher, struma, tersedak benda

asing, sesak progresif, trauma, kelainan sejak lahir. Pemeriksaan fisik yang

dilakukan meliputi tanda vital, kesadaran, stridor inspirasi, sesak napas inspirasi,

retraksi suprasternal, epgastrium, supraklavikular, intercostal, suara parau,

sianosis dan gelisah. Penatalaksanaan sumbatan jalan napas atas dapat dilakukan

dengan non bedah dan bedah. Non bedah contohnya yaitu oksigenasi, sedangkan

bedah dengan melakukan trakeotomi.

Anda mungkin juga menyukai