Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Epiglotitis akut, merupakan sindrom obstruksi jalan napas lain, secara

khas terjadi pada anak tua (usia 2-7 tahun). Agen penyebabnya terutama bakteri

(H. influenzae tipe b) Imunisasi bayi dan anak terhadap H. influenzae telah

membuat epiglotitis amat jarang terjadi. 1 Walaupun sudah jarang ditemukan

semenjak terdapat vaksin H. influenza, epiglotitis merupakan penyebab nyeri

tenggorokan akut pada anak-anak maupun orang dewasa. Penyakit ini paling

sering disebabkan oleh Haemophilus influenzae, namun pada orang dewasa,

epiglotitis dapat disebabkan oleh organisme piogenik lainnya. Epiglotitis adalah

infeksi yang berkembang dengan cepat, dimulai dengan nyeri tenggorokan, diikuti

oleh ketidakmampuan menoleransi sekresi, hot potato voice, dispnea. dan

obstruksi jalan napas. Foto leher lateral mungkin menggam- barkan tanda klasik

"cap jempol" (thumbprint) akibat epiglotis yang membengkak.2

Angka kejadian bervariasi menurut tempatnya. Insidens epiglotitis di

Quebec (Kanada) adalah enam kasus per 100.000 populasi: di Stockholm

(Swedia) adalah 14 kasus per 100.000 populasi, di Geneva (Swiss) adalah 34

kasus per 100.000 populası.3

Dilaporkan bahwa dalam 10 tahun (1992-2001) hanya ditemykan 2 kasus

epiglotitis pada anak di National University Hospital di Singapura. Mortalitas dan

morbiditas epiglotitis bergantung pada diagnosis dan penanganan di setiap sentra

1
RS. Angka mortalitasnya dapat 0 % dan angka morbiditas kurang dari 4%.

Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan mortalitas hingga 9-18 %. Sebuah

penelitian multisenter mendapatkan bahwa epiglotitis lebih dominan terjadi pada

kulit hitam, kemungkinan karena status imun penduduk kulit hitam. Penelitian

lain menyatakan bahwa tidak ada perbedaan insidens berdasarkan warna kulit.

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami

epiglotitis daripada perempuan. Epiglotitis terjadı pada anak berusia 2-7 tahun

dengan puncak usia 3,5 tahun. Selama 13 tahun terakhir di Amerika Serikat (AS),

rata-rata usia pasien epiglotitis adalah 35-80 bulan.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar . Anatomi Laring

3
Gambar . Anatomi Laring

4
Gambar . Laringoskopi

Gambar Laring dan Os. Hyoideum; dilihat dari ventral

Gambar Cartilagines larynges dan Os. Hyoideum; di dilihat dari dorsal

5
Epiglotis adalah salah satu kartilago yang membentuk kerangka

laring. Epiglotis merupakan sebuah fibrokartilago elastis yang berbentuk

seperti daun, dengan fungsi utama sebagai penghalang masuknya benda

yang ditelan ke aditus laring. Saat menelan, laring bergerak ke arah

anterosuperior. Hal ini membuat epiglotis mengenai pangkal lidah,

sehingga epiglotis terdorong ke arah posterior dan menempatkannya pada

aditus laring. Epiglotis memiliki dua tempat perlekatan di bagian anterior.

Secara superior, epiglotis melekat pada tulang hioid melalui ligamen

hioepiglotika. Secara inferior pada bagian stem, epiglotis melekat pada

permukaan dalam dari kartilago tiroid tepat di atas komisura anterior

melalui ligamen tiroepiglotika. Permukaan kartilago epiglotis memiliki

banyak lubang yang berisi kelenjar mukus.

Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid.

Bagian suprahioid bebas baik pada permukaan laringealnya maupun permukaan

lingualnya, dengan permukaan mukosa laring lebih melekat dibandingkan dengan

permukaan lingual. Akibat permukaan mukosa laring melipat ke arah pangkal

lidah, terbentuk tiga lipatan: dua buah lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah

lipatan glosoepiglotika medial. Dua lekukan yang terbentuk dari ketiga lipatan

tersebut disebut dengan valekula (dalam bahasa Latin berarti “lekukan kecil”).

Bagian infrahioid hanya bebas pada permukaan laringealnya atau permukaan

posterior. Permukaan ini memiliki tonjolan kecil yang disebut tuberkel. Di antara

permukaan anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid terdapat celah pre-

6
epiglotika yang berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah membran

kuadrangular yang memanjang ke aritenoid dan kartilago kornikulata, membentuk

lipatan ariepiglotika.

Seperti pada aspek lain dari saluran napas pediatrik, epiglotis pada

anak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan pada orang dewasa.

Pada anak-anak, epiglotis terletak lebih ke anterior dan superior

dibandingkan pada orang dewasa, dan berada pada sudut terbesar dengan

trakea. Epiglotis pada anak juga lebih terkulai dan berbentuk “omega

shaped” dibandingkan dengan epiglotis yang lebih kaku dan berbentuk

“U-shaped” pada orang dewasa.

7
Laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun

ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi

dan fonasi. Kenyataannya secara filogenetik, laring mula-mula

berkembang sebagai suatu sfingter yang melindungi saluran pernapasan,

sementara perkembangan suara merupakan peristiwa yang terjadi

belakangan. Perlindungan jalan napas selama aksi menelan terjadi melalui

berbagai mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja

sfinter dari otot tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda

vokalis palsu, disamping aduksi korda vocalis sejati dan aritenoid yang

ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya. Elevasi laring di bawah

pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong epiglotis

dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus. Struktur ini mengalihkan

makanan ke lateral, menjauhi aditus laringis dan masuk ke sinus

piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus

yang terjadi bersamaan mempermudah jalan makanan ke dalam esofagus

sehingga tidak masuk ke laring. Di samping itu, respirasi juga dihambat

selama proses menelan melalui suatu refleks yang diperantarai reseptor

pada mukosa daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau

saliva.

8
B. Definisi

Epiglotitis akut atau supraglotitis adalah inflamasi yang terjadi

pada epiglotis dan struktur terletak di atasnya yaitu aritenoid, plika

ariepiglottis, dan kadang kadang uvula. Penyebab infeksi biasanya ialah S.

aureus, C albicans, spesies herpes dan parainfluenza. Infeksi ini

menimbulkan sembab dan mempersempit saluran udara di sekitar struktur

glottis. Aspirasi cairan orofaring atau gumpalan mukus dapat

mengakibatkan henti nafas. Reaksi inflamasi dengan edema ini dapat juga

disebabkan oleh trauma mekanik, kimia, atau termal. Kejadian infeksi ini

berkurang setelah dilakukan imunisasi terhadap kuman penyebab, yaitu <

1 per 100,000 populasi Kasus tersering ialah pada anak laki-laki (60%),

pada umur 2-7 tahun.4

C. Etiologi

Epiglotitis hampir selalu disebabkan oleh Haemophilus influenzae

tipe B. Penyebab lain adalah S aureus, S. pmeumonia, C. albicans, virus,

9
dan trauma. Pada orang dewasa organisme terbanyak yang menyebabkan

epiglotitis akut adalah Haemophilus influenza (25%) diikuti oleh H

parainfluenzae, Streptococcus pneumonia dan group A streptococci.

Penyebab infeksi lain yang jarang ditemukan seperti yang disebabkan

Staphylococcus aureus, mycobacteria, Bacteroides melaninogenicus,

Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Fusobacterium necrophorum,

Klebsiella pneumoniae, Neisseria meningitidis, Pasteurella multocida,

Herpes simplex virus (HSV) dan virus lainnya, infeksi mononucleosis,

Candida dan Aspergillus (pada pasien dengan immunocompromised).

Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab

termal (makanan atau minuman yang panas, rokok, penggunaan obat-

obatan terlarang seperti kokain dan mariyuana) dan benda asing yang

tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada

daerah kepala dan leher. Trauma dapat terjadi akibat trauma langsung atau

panas (thermal injury). Shenao dkk. melaporkan dua kasus yang

disebabkan oleh thermal injury, kasus pertama disebabkan oleh asam

asetat dan yang kedua oleh air panas.3

D. Patofisiologi

Biasanya diawali infeksi


saluran napas atas atau
etiologi lain Demam

Radang epiglotis

Sepsis
Vasodilatasi

Ekstravasasi ke 10 + kaya
Jaringan longgar
jaringan sekitar pembuluh darah
makin parah

sumbatan sal. cerna Nyeri Sumbatan jalan napas


(disfagi) (odinofagi))
Distres
Gangguan aliran stridor napas
drooling udara

tripod
RR ↑
position

Retraksi

Epiglotitis merupakan inflamasi epiglotis. Sebagian besar inflamasi ini

disebabkan infeksi Hemophilus influenzae. Epiglotitis sudah jarang ditemukan di

Amerika Serikat saat ini berkat vaksinasi yang dilakukan terhadap

mikroorganisme tersebut. Epiglotitis paling sering terjadi pada anak kecil.

Epiglotis yang mengalami inflamasi dapat menyebabkan gejala air liur atau yang

terus menetes (karena tidak bisa mengeluarkan sekretnya), distres pernapasan,

stridor (bunyi inspirasi bernada tinggi), suara yang tidak jelas dan sekret tubuh

klasik postur yang yaitu duduk dengan membungkukkan badan sementara leher

diekstensikan untuk memudah- kan bernapas ("tripoding"). Pemeriksaan faring

harus dihindari pada pasien suspek epiglotitis karena dapat menimbulkan spasme

sehingga terjadi penutupan mendadak jalan napas. Anti- biotik digunakan untuk

11
mengobati infeksi. Pasien epiglotitis harus dipantau dengan ketat; intubasi trakeal

dapat diperlukan jika gagal napas menjadi ancaman.5

E. Manifestasi klinik

Manifestası yang sering ialah menggambarkan bahwa anak yang semula

sehat secara dramatis mendadak mengalamı obstruksi pernafasan progresif yaitu

nampak dispneu, nyeri tenggorok, demam tinggi, dan dalam beberapa jam anak

menjadi toksik, kesulitan menelan dan bernafas sesak, liur mengalir, leher

hiperekstensi untuk melapangkan saluran nafas, tubuh posisi tripod, kemudian

anak cepat menjadi sianosis dan koma, akhirnya obstruksi total dan anak

meninggal. Tidak terdapat batuk yang barking seperti pada croup, dan tidak ada

keluarga yang mengalami gejala pernafasan atas. Onset dan perkembangan gejala

yang terjadi pada pasien epiglotitis akut berlangsung dengan cepat. Biasanya

pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan / sulit menelan, dan

suara menggumam atau ”hot potato voice”, suara seperti seseorang berusaha

berbicara dengan adanya makanan panas di dalam mulutnya. Prediktor adanya

obstruksi saluran napas adalah perkembangan yang cepat dalam 8 jam setelah

onset gejala, terdapat stridor inspiratoar, saliva yang menggenang, laju pernapasan

lebih dari 20 kali permenit, dispnea, retraksi dinding dada dan posisi tubuh yang

tegak.2 Selain itu, tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien dengan

epiglotitis akut adalah demam, nyeri pada palpasi ringan leher, dan batuk.7

F. Diagnosis

12
Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan adanya disfagia, sakit tenggorokan dan

demam, biasanya seorang anak akan menolak untuk makan. Dispnue progresif,

suara biasanya tidak parau tetapi menyerupai “hot potato voice”, penderita lebih

suka posisi duduk tegak atau bersandar ke depan (kadang dengan siku yang

diletakkan di lutut, dikenal dengan tripod position.

Pemeriksaan Fisis

Dari pemeriksaan fisis laringoskopi indirect, pada inspeksi dapat terlihat

epiglotis dan daerah sekitarnya yang eritematosa, membengkak, dan berwarna

merah ceri, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan karena kemungkinan akan

memperparah sumbatan dari saluran napas. Ataupun jika perlu dilakukan, maka

pemeriksaan ini dilakukan di tempat yang memiliki alat-alat yang lengkap, seperti

di ruang operasi. Dapat juga dilakukan pemeriksaan laringoskopi direk dengan

fiber optik untuk pemeriksaan yang lebih akurat.

Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi

Penggunaan pemeriksaan radiologis pada pasien dengan epiglotitis akut

masih kontroversial. Meskipun diketahui bahwa epiglotitis dapat didiagnosis dari

radiografi lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan

memang diperlukan. Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran

“thumb sign”, yaitu bayangan dari epiglotis globular yang membengkak, terlihat

13
penebalan lipatan ariepiglotika, dan distensi dari hipofaring. Terkadang, epiglotis

itu sendiri tidak membengkak, namun daerah supraglotis masih terlihat tidak jelas

dan nampak kabur akibat edema dari struktur supraglotis yang lain. Pada kasus

yang berat, terapi tidak boleh ditunda untuk melakukan pemeriksaan radiografi.

Jika radiografi memang dibutuhkan, pemeriksaan harus didampingi dengan

personil yang dapat mengintubasi pasien secara cepat ketika obstruksi saluran

napas memberat atau telah tertutup seluruhnya. Radiografi leher lateral dapat

membantu jika tampilan klinis tidak jelas, tetapi pada sebagian besar kasus

pemeriksaan diagnostik sebaiknya tidak menunda perlunya inspeksi langsung

epiglotis di ruang operasi. Angka mortalitas 5-10%, hampir selalu berkaitan

dengan buruknya kontrol pernapasan secara dini pada awal penyakit.9

Gambaran edema pada epiglottis, vallecula yang menghilang dan

penyempitan dari lumen laring

14
2. Laringoskop

Laringoskop fiberoptik merupakan pemeriksaan terbaik yang dianjurkan

untuk melihat epiglotis secara langsung.

Pada laringoskopi terlihat radang epiglotis yang berat dan kadang kadang

disertai peradangan di daerah sekelilingnya, termasuk aritenoid dan lipatan

ariepiglotis, plika vokalis, dan daerah subglotis. Pada pemeriksaan radiologis

dapat terlihat gambaran thumb sign.3 Apabila anak diduga menderita epiglotitis,

pemeriksaan menggunakan spatula harus dihindari karena akan menimbulkan

refleks laringospasme dan obstruksi total akut, aspirasi sekret, serta henti

kardiorespirasi. Jika pemeriksaan dengan spatula lidah harus dilakukan, sebelum

pemeriksaan harus dilakukan persiapan intubasi dan trakeostomi.3

3. Pemeriksaan Laboratorium

15
Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglottitis

dan dilakukan ketika saluran napas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat
7
meningkat dari 15.000 hingga 45.000 sel/μL terutama bentuk batang. Kultur

darah dapat diambil,terutama jika pasien terlihat tidak baik secara sistemik. Kultur

biasanya memberikan hasil yang positif pada 25% kasus biakan dari sekresi

menunjukkan 75% positif.7

G. Diagnosis Banding

Laringitis Tuberculosis

Penyakit ini hamper selalu sebagai akibat tuberculosis paru. Seringkali

setelah diberikan pengobatan tuberculosis nya sembuh, tapi laryngitis

tuberculosisnya tetap. Tuberkulosis dapat menyebabkan gangguan sirkulasi.

Edema dapat timbul di fosaintraaritenoid, kemudian ke arytenoid, plika vokalis,

plika ventrikularis, epiglottis serta subglotik. Gambaran klinisnya terdiri dari 4

stadium, yaitu stadium infiltrasi, ulserasi, perikondritis dan pembentukan tumor.12

Laringotrakeobronkitis (croup)

16
Penyakit ini cenderung sangat sering terjadi pada musim gugur, dan

biasanya disebabkan infeksi virus pada pernapasan, terutama parainfluenza. Mula-

mula hidung beringus kemudian diikuti kesulitan bernapas yang timbul mendadak

disertai suara stridor. Obstruksi jalan napas sering lebih berat pada bayi, yang

secara alamiah cenderung mengalami kolaps jalan napas pada saat inspirasi dan

hal ini menambah stridor dan derajat obstruksi. Kecemasan memperparah keadaan

tersebut di atas. Retraksi interkostal dan subkostal menunjukkan adanya

peningkatan usaha bernapas, dan anak hendaknya diawasi secara cermat terhadap

kemungkinan mengalami hipoksia (frekuensi napas dan jantung meningkat,

gelisah, sianosis). Adakalanya diperlukan tindakan intubasi atau trakeostomi,

namun sebagian besar kasus membaik dalam suasana yang santai dan hangat.8

Pada anak-anak yang lebih besar obstruksi jalan napas lebih jarang terjadi

dan ditandai dengan sakit tenggorok, batuk menggonggong, dan hilangnya suara.

Infeksi ini cenderung menyebar ke saluran napas bawah dan menyebabkan batuk

serta mengi.8

Abses retrofaring

Abses retrofaring (retropharyngeal abscess, RPA) dan infeksi parafaring

jarang terjadi tetapi potensi mortalitas dan morbiditasnya tinggi. Diagnosisnya

agak sulit ditegakkan karena angka kejadiannya rendah, gejalanya bervariasi dan

sedikit temuan dari pemeriksaan fisik. Sebanyak dua per tiga pasien adalah laki

laki, usia <6 tahun, lebih sering dijumpai pada musim dingin. Kebanyakan

disebabkan oleh streprokokus, anaerobdan S. Aureus. Manifestasi klinis. Tanda

17
dan gejalanya biasanya dijumpai pascainfeksi saluran napas atas atu faringitis.

Gejala uang umum dijumpai meliputi demam, tenggorok perih, tortikolis,

nyeri/massa leher. Terkadang disertai disfagia, trismus, mengiler, stridor,

kekakuan leher.7

H. Penatalaksanaan

Antibiotik

Antibiotik diberikan secara intravena berupa sefalosporin generasi ketiga

seperti sefotaksim atau seftriakson. Sefotaksim diberikan selama 7-10 har dan

anak bebas demam 2 hari, sedangkan seftriakson dosis tunggal sehari dapat

diberikan selama 5 hari.3

Pemberian kortikosteroid sering direkomendasikan untuk epiglotitis.

Walaupun begitu, pemberian steroid ini masih kontroversi. Tujuan pemberian

kortikosteroid untuk mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme

antiradang. Uji klinis menunjukkan adanya perbaikan pada pasien infeksi saluran

napas atas ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral

dibandingkan dengan placebo.

Selain deksametason, dapat juga digunakan prednison atau prednisolon

dengan dosis 1-2 mg/kgbb.7,10 Deksametason diberikan dengan dosis 0,6

mg/kgbb per oral/intamuskuler sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24

jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan. Keuntungan pemakaian

kortikosteroid adalah: mengurangi rerata tindakan intubasi, mengurangi rerata

lama rawat inap, menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

18
Tatalaksana kedaruratannya adalah dilakukan Intubasi atau Trakeostomi

Tindakan intubasi nasotrakeal atau trakeostomı dapat dilakukan pada pasien

epiglotitis tanpa memandang derajat gawat napas yang terlihat. Data

menunjukkan bahwa angka kematian pada anak dengan epiglotitis yang tidak

diberikan jalan napas buatan adalah 6%, sedangkan jika dilakukan intubası atau

trakeostomi adalah kurang darı 1% Lama intubasi adalah 2-3 hari, yaitu hingga

tampak perbaikan inflamasi. Jika dari anamnesis dicurigai terdapat kelainan ini,

anak sebaiknya tidak boleh menunggu secara berlebihan. Usaha untuk melihat

faring secara langsung dapat menimbulkan obstruksi lengkap jalan rapas dan henti

pernapasan. Foto rontgen leher lateral sebaiknya dilakukan jika dokter dan staf

perawat siap untuk melakukan intubasi atau trakeostomi segera. Ciri khas berupa

epiglotis yang sebesar ibu jari bersifat diagnostik. Kultur darah yang dilakukan

adalah jalan napas dapat dikontrol dan membantu menentukan bakteri penyebab.

pada keadaan yang tidak terkontrol, sebaiknya hubungi staf yang paling

berpengalaman untuk membuat jalan napas buatan. Jika intubasi trakea tidak

tercapai diindikasikan trakeostomi. Kemudian dapat diberikan antibiotik spektrum

luas secara intravena.10

I. Prognosis

Pasien yang meninggal sebagian besar disebabkan oleh obstruksi

jalan napas dan komplikası trakeostomi.3

19
BAB III

KESIMPULAN

Epiglotitis akut merupakan infeksi laring, dengan pembengkakan cepat

epiglotitis dan inspirasi yang semakin sulit. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh

H. influenzae tipe b dan memerlukan pengobatan dini dan agresif. Pemakaian luas

vaskin hemofilus b telah mengurangi insidens penyakit ini, tetapi tetap harus

dipikirkan pada setiap anak dengan gejala mirip croup yang akut. Anak dengan

epiglotitis akut biasanya di atas umur tiga tahun. Awitannya akut, dengan stridor

inspirasi, mengeluarkan air liur, dan agitasi yang meningkat. Penyakit memburuk

selama periode 4-12 jam sampai obstruksi jalan napas total. Biasanya ada demam

dan tanda toksisitas sistemik lain. Sebaliknya, pada anak dengan

20
laringotrakeobronkitis viral, jarang ada riwayat infeksi saluran napas atas yang

mendahului, dan tifak ada batuk spontan.

Bila obstruksi berat, terjadi pertukaran udara yang buruk pada lapangan

paru. Anak cenderung menetap pada posisi duduk dengan dagu diekstensikan dan

mungkin mengeluh nyeri dalam tenggorokannya saat menelan. Sekresi tidak

tertelan. Seiring dengan berkembangnya obstruksi, stridor dapat berkurang karena

pernapasan menjadi dangkal dan cepat.

Pada penderita dengan pertukaran udara yang baik, pemeriksaan faring

posterior yang cermat (hati-hati jangan menyentuh dinding faring dengan spatel

lidah) akan menunjukkan edema epiglotis yang berat. Pembengkakan epiglotis ini

telah digambarkan menyerupai buah frambus berwarna merah terang. Sesudah

ujung epiglotis yang bengkak tampak, pemeriksaan faring harus dihentikan; setiap

manipulasi lebih lanjut epiglotis yang meradang dapat menyebabkan obstruksi

laring total. Penting bahwa peralatan yang sesuai dan personil yang terlatih untuk

melakukan intubasi endotrakea dan trakeostomi ada bila memeriksa anak dengan

kemungkinan epiglotitis. Pemeriksaan hanya boleh dilakukan di ruang gawat

darurat atau unit perawatan intensif. Diagnosis epiglotitis juga dapat diperkirakan

dengan mengidentifikasi epiglotis yang bengkak dan bulat pada rontgen lateral

leher.

Anak yang sudah dipastikan epiglotitis harus diintubasi.Pipa yang 0,5-1,0

mm lebih kecil daripada biasanya yang cocok untuk umur anak harus dipilih.

Intubasi endotrakea mungkin sukar; kadang-kadang trakeostomi dapat diperlukan.

21
Rata-rata lama intubasi endotrakea, sesudah mulai antibiotik adalah 2-4

hari.Insidens komplikasi pascaintubasi rendah. Edema paru dapat mempersulit

epiglotitis akut maupun croup virus, dan dapat menyebabkan hipoksemia dan

infiltrat paru yang terlihat pada rontgen dada. Sesudah diambil darah untuk

biakan, pengobatan segera dengan sefuroksim intravena, 75 mg/kg/hari, harus

dimulai. Anak harus dipantau di unit perawatan intensif.11

22

Anda mungkin juga menyukai