LARINGOMALASIA
Disusun oleh:
Arvin Diego Tandoyo
Pembimbing:
dr. Yozyta Rachman, Sp.THT-KL
dr. Chippy Ahwil, Sp.THT-KL (K)
dr. Farisa Rizky, Sp.THT-KL
dr. Yohanes Runtung, Sp.THT-KL
Otot-otot laring pada mulanya muncul sebagai suatu sfingter intrinsik yang
terletak dalam tunas kartilago tiroid dan krikoid. Selama perkembangan selanjutnya,
sfingter ini terpisah menjadi massa otot-otot tersendiri (mudigah 13 – 16 mm). Otot-
otot laring pertama yang dikenal adalah interaritenoid, ariepiglotika, krikoaritenoid
posterior dan krikotiroid. Otot-otot laring intrinsik berasal dari mesoderm lengkung
brakial ke 6 dan dipersarafi oleh N. Rekuren Laringeus. M. Krikotiroid berasal dari
mesoderm lengkung brakial ke 4 dan dipersarafi oleh N. Laringeus Superior.
Kumpulan otot ekstrinsik berasal dari eminensia epikardial dan dipersarafi oleh N.
Hipoglosus.9
Tulang hyoid akan mengalami penulangan pada enam tempat, dimulai pada saat
lahir dan lengkap setelah 2 tahun. Katilago tiroid akan mulai mengalami penulangan
pada usia 20 sampai 23 tahun, mulai pada tepi inferior. Kartilago krikoid mulai usia 25
sampai 30 tahun inkomplit, begitu pula dengan aritenoid.10
2.3.Definisi
Laringomalasia merupakan kelainan kongenital anomali laring yang banyak
ditemukan pada neonatus dan penyebab paling sering stridor, obstruksi saluran napas
pada bayi. Keluhan stridor biasanya dan biasanya dikenali orang tua sebagai
bunyi/suara napas dengan nada tinggi yang terjadi akibat aliran udara napas menembus
daerah obstruksi, saat bayi tidur dalam posisit erlentang dan akan bertambah buruk saat
makan.11
2.4.Epidemiologi
Laringomalasia adalah anomali kongenital pada laring yang paling sering terjadi.
Anak laki-laki dilaporkan mengalami laringomalasia 2 kali lebih sering daripada anak
perempuan. Angka kejadian laringomalasia di dunia belum pasti, namun diduga
mengenai 60-70% bayi dengan stridor kongenital. Laringomalasia dan trakeomalasia
merupakan dua kelainan kongenital tersering pada laring (59,8%) dan trakea (45,7%)
neonatus,bayi,dan anak yang sering menyebabkan stridor.3
2.6. Etiopatogenesis
Etiologi pasti dari LM sampai sekarang masih belum diketahui. Terdapat beberapa
teori yang menjelaskan tentang penyebab LM, yaitu teori imaturitas kartilago,
abnormal anatomi dan imaturitas neuromuskular14
1. Imaturitas Kartilago Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Sutherland and
Lack pada akhir abad ke-19.Menurut teori ini flaksiditas dari laring diakibatkan oleh
terlambatnya maturitas kartilago yang membentuk laring. Teori ini kemudian tidak
begitu diterima karena pemeriksaan histologi kartilago pada pasien LM yang
mempunyai gejala menunjukkan jaringan kartilago dengan fibro elastin yang normal.15
2. Abnormalitas Anatomi Menurut teori ini, laringomalasia diakibatkan oleh
terdapatnya jaringan laring yang berlebihan pada bayi. Laring pada bayi lebih lunak
dan lebih rentan mengalami edema mukosa. Sering didapatkan epiglotis yang omega
shapednya menghilang (tubular shape), adanya jaringan /mukosa yang berlebihan yang
nantinya akan mengakibatkan terjadinya LM. Penelitian akhir-akhir ini juga
mendapatkan hubungan yang kuat antara LM dengan gastresophageal reflux disease
(GERD) dan laringopharingeal refluks (LPR), Studi menunjukkan hampir 80% pasien
LM juga mengalami refluks, tetapi hal ini masih menjadi perdebatan apakah penyakit
refluks ini mengakibatkan LM/ LPR atau akibat tekanan negatif intratoraks pada pasien
LM yang memicu refluks dan memperparah edema laring.14
3. Imaturitas Neuromuskular Teori lain yang menjelaskan terjadinya LM ini
adalah peran dari lemahnya kontrol neuromuskular yang mengakibatkan hipotonus
relatif pada otot dilator supraglotis yang mengakibatkan stuktur supraglotis akan kolaps
dan tertutup. Kelainan pada nervus Vagus akan mengakibatkan menurunnya tonus
laring sehingga terjadi kolaps struktur laring dan gangguan mekanisme menelan yang
memicu obstuksi jalan nafas dan gangguan menelan. Hal ini terjadi akibat tidak
berkembangnya sistem saraf pusat , terutama nervus perifer dan batang otak yang
berperan dalam mengontrol pernafasan dan menjaga patensi jalan nafas. Refleks
laryngeal adductor merupakan refleks nervus vagus yang berperan dalam fungsi laring
dan fonasi. Aktivasi serabut aferen dari saraf ini diperantarai oleh nervus Laringeus
superior yang terletak di lipatan ariepiglotis. Rangsangan pada saraf ini kemudian
diteruskan ke nukleus batang otak dan memerintahkan serabut motorik untuk mengatur
pernafasan dan menelan. Adanya kelainan pada jalur neuromuskular ini diduga
menjadi etiologi terjadinya laringomalasia serta keluhan dalam makan.11
1) Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid Satu, Edisi 13.
Binarupa Aksara. Jakarta. 1994
2) Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and Physiology of the Larynx. In: Ballenger JJ,
Snow JB, eds. Ballenger’s Otorhinology Head & Neck Surgery. 17th ed. Spain:
Decker BC; 2008:847-858.
3) Johnson JT, Rosen CA. Upper Airway Anatomy and Fuction. In: Gayle WE, ed.
Bailey Head & Neck Surgey Otolaryngology. V. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2014:868-878.
4) Snell RS. Anatomi Klinik Edisi Ketiga Bagian Ketiga. Jakarta : EGC ;1997. h 156-7.)
5) (Hermani B, Kartosoediro S, Syahrial MH. Disfonia dan Kelainan Laring. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ;2007. h 231-7.)
6) Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery .
Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003: 598-606)
7) Sadler. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7.2000.Jakarta:EGC)
8) Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997.
page 1/12/1-1/12/18)
9) Landry AM, Thompson DM. Laryngomalacia: disease presentation and spectrum, and
management. Int J Pediatr. 2012;2012:1-6
10) Revell SM, Clark WD. Late onset laryngomalacia a cause of pediatric obstructive sleep
apnea. Int J Pediatr Otorhinilaringol. 2010; 75: p. 231-8.
11) Pamuk AE, Süslü N, Günaydın RÖ, Atay G, Akyol U. Laryngomalacia : patient outcomes
following aryepiglottoplasty at a tertiary care center. Tourkish J Pediatr. 2013;55:524-528.
12) Lusk R. Congenital anomalies of the larynx. In: Snow JB editors. Otorhinolaryngology
head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003: p. 1049-51
13) Olney DR, Greinwald H, Smith RJH, Bauman NM. Laryngomalacia and Its Treatment.
Laryngoscope. 1999;(November):1770-1775
14) Schwartz DS. Tracheomalacia. (Update Aug 6, 2009: cited Feb 2, 2011). Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/426003.
15) Fattah HA, Gaafar AH. Laryngomalacia : Diagnosis and management. Egypt J Ear, Nose,
Throat Allied Sci. 2012;12(3):149-153
16) Werner JA, Lippert BM, Dunne AA, Ankerman T, Folz BJ, Seyberth H. Epiglottopexy for
the treatment of severe laryngomalacia. Eur Arch OtoRhino-Laryngology.
2002;259(9):459-464.