PENDAHULUAN
peradangan akut di daerah subglotis laring, trakea, dan bronkus.1 Sindrom croup
adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen keadaan yang relatif akut
yang ditandai dengan batuk keras dan kasar yang khas atau “croupy”, yang tidak
atau dapat disertai stridor inspirasi, suara parau, dengan atau tanpa adanya tanda-
laring.2 Penyakit ini sering terjadi pada anak. “croup” berasal dari kata “anglo-
saxon” yang padanan katanya adalah “to cry aloud”. Penyakit ini pertama kali
Sekitar 60% kasus croup disebabkan oleh Human parainfluenza virus type
utama ditemukan ada sekitar 75% kasus, bila ditotalkan. Etiologi virus lainnya
yang paling sering adalah virus Influenza A dan B, virus campak, Adenovirus, dan
bakteri dan jamur juga dapat menyebabkan croup. Sebagian besar bakteri
1
Sindrom croup ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak usia 1-6 tahun dengan
rata-rata usia 18 bulan, dan biasanya terpapar antara usia 6 bulan-3 tahun. Dalam
kasus yang jarang, mungkin terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang tertua
sekitar usia 15 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita
penyakit ini dengan rasio 3:2, dan ada peningkatan prevalensi di musim gugur dan
musim dingin. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang
sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran respiratori atas. Hampir 15%
pasien sindrom ini mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. Akan
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis
akut yang menunjukkan lokasi inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut
obstruksi jalan napas. Terapi yang digunakan berupa terapi inhalasi, epinefrin,
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan karbon dioksida (CO2) antara tubuh dengan lingkungan. Saluran pernapasan
pada manusia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu saluran pernapasan atas (upper
Saluran pernapasan atas terdiri atas organ hidung, mulut, faring dan laring.
Saluran pernapasan bawah terdiri atas trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus.
Pada paru-paru, lebih spesifiknya pada alveolus, terjadi pertukaran oksigen dan
karbon dioksida.
3
II.1.1. Laring
II.1.1.1. Anatomi
Laring merupakan bagian paling distal saluran pernapasan atas yang terletak
setinggi vertebra C4-C6, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih
tinggi. Vaskularisasi utama berasal dari percabangan arteri tiroidea superior dan
interna dan eksterna) dan N. Laringeus recurrent/laringus inferior kiri dan kanan.
Bagian atas laring adalah Aditus laringeus sedangkan kaudalnya adalah kartilago
1. Aditus Laringeus
Pintu masuk laring yang dibentuk oleh epiglottis, sisi lateral oleh plika
ariepiglotika, sisi posterior dibentuk oleh ujung kartilago kornikulata dan tepi
4
2. Rima Vestibuli
3. Rima Glottis
Di bagian depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara
4. Vallecula
5. Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari kartilago
6. Vestibulum Laring
interaritenoidea.
untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan dua lipatan tebal
Ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel
terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas di antara pita suara palsu dan
5
permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia
suara sejati.
belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut
intercartilagenous portion.
6
II.1.1.2. Fisiologi
a. Proteksi
b. Respirasi
c. Fonasi
II.1.2.1. Anatomi
12 cm dan diameter 2.5 cm, berada disebelah anterior terhadap esofagus. Struktur
trakea ditopang oleh cincin kartilago hialin berbentuk seperti huruf C, yang
beberapa diantaranya dapat dipalpasi dianatar laring dan sternum. Bagian dalam
trakea dilapisi oleh epitel kolumnar pseudostratified yang utamanya tersusun atas
sel-sel goblet penghasil mukus, sel-sel bersilia, dan sel-sel punca basal. Mukus yang
dihasilkan oleh sel goblet berfungsi dalam memerangkap partikel yang terhirup,
dan sel-sel silia mendorong mukus pemerangkap tadi menuju faring. Mekanisme
7
Cincin kartilago yang terdapat pada trakea berfungsi memperkuat trakea
agar tidak kolaps ketika menghirup udara. Bagian posterior trakea tidak terdapat
menelan makanan. Pada bagian tersebut terdapat otot polos yang disebut dengan
atau pelebaran trakea sehingga dapat membantu dalam mengatur aliran udara.
Lapisan terluar dari trakea, disebut adventitia, merupakan jaringan ikat fibrosa yang
Pada ketinggian angulus sternalis dan batas superior dari vertebra T5, trakea
bercabang menjadi bronkus kanan dan bronkus kiri. Kartilago trakea paling bawah
mempunyai struktur internal median ridge yang disebut dengan carina, yang
8
CROUP
II.2. Definisi
inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas.2,4 Secara umum, croup
1. Viral croup:
2. Spasmodic croup:
Terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal; anak dapat tiba-tiba mengalami
II.3. Epidemiologi
Sindrom croup ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak usia 1-6 tahun dengan
rata-rata usia 18 bulan, dan biasanya terpapar antara usia 6 bulan-3 tahun. Dalam
kasus yang jarang, mungkin terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang tertua
sekitar usia 15 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita
penyakit ini dengan rasio 3:2, dan ada peningkatan prevalensi di musim gugur dan
musim dingin. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang
sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran respiratori atas. Hampir 15%
9
pasien sindrom ini mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. Akan
II.4. Etiologi
a. Virus
Sekitar 60% kasus disebabkan oleh Human parainfluenza virus type 1 (HPIV-
Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan virus campak. Menurut Ewig, virus
campak dapat menyebabkan croup berat terutama pada anak kurang dari dua
tahun. Gejala croup terjadi paling sering dua hari setelah exanthema,
tetapi dapat terjadi sebelum erupsi kulit. Herpes simplex virus (HSV)
Gambar 6. Gingivostomatitis.
b. Bakteri
Bakteri juga dapat ditemukan pada penderita croup, jika terjadi infeksi sekuder.
10
berlangsung, dapat terjadi infeksi virus sekunder oleh organisme yang berasal
dari hidung. Pada biakan bakteri yang paling sering ditemukan yaitu;
dan Pneumococcus.1
c. Jamur
II.5. Patogenesis
dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan
difus, eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan
terganggunya mobilitas pita suara serta area subglottis mengalami iritasi. Area
subglotis merupakan bagian yang paling sempit pada saluran napas anak. Area
akan berpengaruh terhadap jalan napas dan menyebabkan pengurangan aliran udara
pembengkakan atau edem di daerah pita suara menyebabkan suara serak.1 Iritasi
berlanjutnya penyakit, lumen trakea menjadI tersumbat oleh sekret yang semula
encer lalu kental, dan menjadi krusta, sehingga penderita menjadi lebih sulit
menghasilkan suara batuk yang khas seperti menggonggong (croupy).1 Aliran udara
11
yang melewati saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga
Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien
kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi
tinggi selama 12-72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi
ini akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala
sistemik yang menyertai seperti demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi
sesak napas, stridor inspiratori yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah, dan
akan bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam pertama
hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu satu minggu. Anak
akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur
paling sering dijumpai, yang pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Anak
sering kelihatan gelisah dan ketakutan dan demam yang tinggi. Pada penderita,
secara bilateral didapatkan penurunan bunyi pernapasan, ronki dan ronki basah
yang tersebar. Laringitis spasmodic akut atau croup spasmodic merupakan suatu
kesatuan klinik yang berdiri sendiri, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak
yang berusia antara 1 sampai 3 tahun, yang penyebabnya belum pasti. Awitan
penyakit paling sering dimulai pada malam hari dan dapat didahului oleh koriza
moderat dan suara serak. Anak terbangun dengan batuk menggonggong dan
12
bersuara metalik yang khas dan bunyi pernapasan yang berisik. Anak menjadi
cemas dan ketakutan. Kesukaran bernapas yang terjadi dapat kita lihat dengan
nyata, disertai retraksi ruang supraklavikular, sternum, dan ruang antar iga. Anak
bersilia, dan eksudat. Infeksi bakteri sekunder jarang terjadi. Kebanyakan penderita
menderita infeksi pernapasan atas selama beberapa hari sebelum batuk menjadi
jelas. Dengan gangguan saluran pernapasan atas yang progresif, dan terjadi
batuk keras dan kasar dengan stridor inspiratoir yang intermitten.1 Ketika obstruksi
bertambah, stridor menjadi terus menerus dan disertai penjelekan batuk, pelebaran
lubang hidung dan retraksi suprasternal, infrasternal, dan interkostal. Ketika radang
ekspirasi pernapasan juga menjadi berat dan lama. Terjadi berbagai tingkat
keterlibatan saluran pernapasan bawah. Suhu tubuh mungkin hanya sedikit naik.
13
Gejala-gejala khas memburuk pada malam hari; jarang mencapai 39-40°C dan
sering kambuh dengan intensitas yang menurun selama beberapa hari. Biasanya
anak yang lebih tua sakitnya tidak serius. Anggota keluarga yang lain dapat
menderita penyakit pernapasan ringan.3 Lama sakit berkisar dari beberapa hari
sampai kadang-kadang beberapa minggu; sering berulang sejak umur 3-6 tahun,
besar penderita croup hanya sejauh stridor dan sedikit dispnea sebelum mereka
mulai menyembuh. Pada beberapa kasus ada obstruksi yang lebih jelek. Agitasi dan
menangis sangat memperburuk gejala dan tanda-tanda, dan anak lebih suka duduk
tersebar pada kedua lapang paru. Pada gangguan jalan napas lebih lanjut, terjadi
dan akhirnya mati karena hipoventilasi. Pada anak hipoksemia akut yang sianosis
ataupun pucat, setiap manipulasi faring, termasuk penggunaan penekan lidah, dapat
dan oksigen harus diberikan sampai penderita dipindahkan ke tempat di rumah sakit
dimana manajemen optimal jalan napas dan pola syok dimungkinkan. Kadang-
14
II.7. Klasifikasi
croup dibagi atas ringan dan berat, dengan tanda dan gejala sebagai berikut:7
a. Croup ringan:
Demam, suara serak, batuk menggonggong, stridor yang hanya terdengar jika
anak gelisah.
b. Croup berat:
Stridor terdengar walaupun anak tenang, napas cepat dan tarikkan dinding dada
yang dapat dilihat dalam tabel 2. Klasifikasi keparahan batuk penyakit ini juga
15
Tabel 3. Westley Croup Score.6
Tidak ada 0
Stridor inspirasi Gelisah 1
Istirahat dengan stetoskop 2
Istirahat tanpa stetoskop 4
Tidak ada 0
Sianosis Gelisah 4
Istirahat 5
Sadar 0
Derajat kesadaran Gelisah, cemas 2
Penurunan kesadaran 5
dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.
b. Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Stridor jelas, khas
II.8. Diagnosis
pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stress pernapasan yang diderita. Pemeriksaan langsung area laring pada
pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi bila diduga terdapat epiglotitis
16
tersebut sangat diperlukan.4 Laringoskopi langsung harus dipertimbangkan pada
croup yang tidak membaik dan untuk menyingkirkan penyebab obstruksi lainnya.
licin, dan edema serta adanya sekret kental. Daerah glottis dan supraglotis dapat
berwarna kemerahan tetapi umumnya dalam batas normal. Pipa endotrakea dan alat
disease, tetapi jika edema subglotis berlanjut akan terjadi kesulitan bernapas yang
ditandai adanya stridor inspirasi.1 Pada pemeriksaan analisis gas darah didapatkan
tekanan parsial CO2 meningkat, tekanan parsial O2 menurun dan pH darah bergeser
ke arah asam.
tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan
dijumpai pada 50% kasus. Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan
17
menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaaan klinis yang lebih
berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah enam bulan, atau stridor pada saat
aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis
dicurigai adanya massa.8 Endoskopi belum memiliki peran yang jelas dalam
18
Gambar 8. Kiri: Gambaran daerah subglotis normal pada foto polos leher anteroposterior.
Kanan: penyempitan subglotis (steeple sign) akibat edema pada foto polos leher
anteroposterior.8
a. Epiglotitis akut
(mulled voice atau hot potato voice), demam sampai menggigil, dan sesak napas
karena sumbatan jalan napas. Anak lebih suka posisi duduk, dagu lebih maju dan
leher hiperekstensi untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka. Kesulitan
berat mengakibatkan stridor inspirasi. Pada epiglotitis akut tidak dijumpai batuk
19
limfe leher (cervical lymphadenopathy). Pada pemeriksaan laringoskopi tampak
radiologi foto polos soft tissue leher dengan posisi lateral biasanya menunjukkan
b. Laringitis difteri
badan lemas, panas subfebris, batuk menggonggong yang timbul mendadak diikuti
suara serak dan terasa seperti luka di tenggorok. Pada pemeriksaan dijumpai
keadaan umum penderita tampak lemah, suara serak, sesak dengan gejala sumbatan
jalan napas yang progresif berupa stridor inspirasi. Pada pemeriksaan orofaring
tampak selaput putih keabuan pada tonsil, dan dinding faring. Laring tampak
20
kemerahan, dan ditutupi selaput putih keabuan seperti pada faring. Membran
melekat erat dan bila dilepaskan mudah berdarah (pharyngeal membrane). Pada
Gambar 10. Kiri: Gambaran membran faringeal pada kasus difteri. Kanan: Gambaran
pembesaran kelenjar limfe leher pada kasus difteri.14
Aspirasi benda asing biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan-2 tahun. Jika
terdapat riwayat tersedak, batuk paroksismal dan tidak ada tanda infeksi
d. Edema angioneurotik
Edema laring karena proses alergi, mungkin disebabkan karena alergi obat,
reaksi transfusi, gigitan serangga, makanan atau bahan yang diinhalasi. Gejala
21
edema laring karena alergi bersifat progresif, dimulai dengan suara serak, berlanjut
takipneu, dan sianosis. Edema laring oleh karena alergi biasanya akut, dengan
riwayat baru saja kontak dengan alergen. Biasanya ditemukan juga urtikaria atau
II.11. Tatalaksana
pertukaran pernapasan yang adekuat dan sebagian tergantung pada lokasi primer
penyakit dan penyebabnya. Pada bentuk infeksi bakteri, terapi antibiotik juga
penting. Sebagian besar anak afebris dengan croup spasmodik akut atau penderita
menjadi dasar penyakit, dan yang tidak sering dicurigai, dapat mencegah croup
spasmodic pada anak yang diketahui rentan terhadapnya.2 Tatalaksana utama bagi
pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas. Sebagian besar pasien croup
tidak perlu dirawat di RS, melainkan cukup di rawat di rumah. Pasien dirawat di
RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala berikut: anak berusia di bawah 6
demam tinggi, anak tampak toksik, dan tidak ada respon terhadap terapi.3 Pada
semua kasus keputusan untuk rawat inap dibuat karena perlu untuk memerlukan
observasi yang terpercaya dan trakeotomi yang relative aman atau yang lebih
sering, intubasi nasotrakea, jika salah satu dari kedua tindakan ini diperlukan.2
22
Gambar 11. Algoritma penatalaksanaan sindrom croup.3,7
23
Beberapa terapi yang dapat diberikan pada anak dengan croup yaitu:
a. Terapi inhalasi
Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi
jalan napas pada sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap
panas, karena kulit akan melepuh akibat paparan uap panas. Uap dingin akan
Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom
croup, kelembaban yang ditimbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat
keadaan pada anak dengan bronkospasme yang disertai dengan mengi, seperti
water fog), tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk
memberikan terapi oksigen lembab (humidified oxygen) pada pasien croup derajat
perbaikan klinis antara kelompok yang diberi terapi oksigen lembab dan yang tidak
diberikan.2
viskositas sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan, selain itu juga mempunyai efek
mengurangi inflamasi.
24
Terdapat beberapa jenis terapi humidifikasi yaitu hot mist dan cool mist.
Pada hot mist therapy dulu digunakan ketel croup (croup kettles) atau tenda croup
(croup tents). Tetapi karena efek pemanasan tersebut dapat membakar wajah, anak
memperburuk sumbatan jalan nafas maka saat ini hot mist ditinggalkan dan beralih
b. Epinefrin2
Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi kadang-
epinefrin sebaiknya juga diberikan kepada anak dengan sindrom croup sedang berat
yang disertai dengan stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi serta pada
anak dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah diberikan
epitel bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan
laju udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi
nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua jam.
25
Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Racemic epinefrin
Dengan dosis 0,5 ml, larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah
lebih besar, dan mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi
dan hipertensi.
2. L-epinefrin
1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek terapi terjadi dalam
dua jam. Nebulisasi epinephrine masih dapat diberikan pada pasien dengan
c. Kortikosteroid
dengan plasebo.
1. Deksametason
sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak
2-3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong penambahan
26
Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolone dengan
d. Heliox
helium dengan oksigen akan meningkatkan oksigenasi darah. Pasien croup berat
yang menghirup campuran gas helium dan oksigen akan menjadi nyaman dan tidak
memerlukan intubasi.
luas. Intubasi endotrakeal atau trakeostomi dilakukan pada pasien croup berat yang
endotrakeal atau trakeostomi berdasar pada kriteria klinik adanya hiperkarbia dan
denyut jantung, adanya retraksi, tanda-tanda sianosis atau terjadi perubahan status
mental. Karena edema laring, maka pipa endotrakeal yang digunakan sebaiknya dua
ukuran lebih kecil daripada yang digunakan untuk anak sehat untuk mencegah
penekanan berlebihan pada trakea yang dapat berakibat nekrosis dan stenosis
subglotis.
27
II.9. Komplikasi
Komplikasi terjadi pada sekitar 15% penderita dengan croup virus. Yang
paling sering adalah perluasan proses infeksi yang melibatkan daerah saluran
pernapasan lainnya, seperti telinga tengah, bronkiolus terminal, atau parenkim paru.
tidak lazim kecuali kalau ada aspirasi isi lambung yang telah terjadi selama masa
kadang meningitis atau artritits septik dapat terjadi selama perjalanan epiglotitis.
paling lazim.8
II.10. Prognosis
baik.4
28
BAB III
KESIMPULAN
sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi,
dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas. Croup terbagi atas dua, yaitu viral
croup dan spasmodic croup. Sindrom croup biasanya terjadi pada anak berusia
tinggi selama 12-72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi
ini akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala
sistemik yang menyertai seperti demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi
sesak napas, stridor inspiratori yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah, dan
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Tatalaksana utama pada croup adalah
mengatasi obstruksi saluran napas, terapi yang dapat diberikan yaitu terapi inhalasi,
29
DAFTAR PUSTAKA
Pediatrics. 2013;1-6.
http://emedicine.medscape.com/article/864671
Hospitals.2012;1-5.
2010.
30
10. Tucker HM. Anatomy of the larynx. In: Tucker HM, ed. The larynx. 2nd ed.
11. Netter FH. Lung. In: Atlas of human anatomy. Philadelhpia: Saunders;
2014. p. 193-207.
12. Saladin KS. The respiratory system. In: Human anatomy. 5th ed. United
Medicine.2011;365:447.
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1009990
14. Hospital Care For Children. Difteri; kondisi yang disertai dengan stridor.
31