Anda di halaman 1dari 32

RHINOSINUSI

TIS
MISSY AYUNI SALISA
030.08.164

Pembimbing :

DEFINI
SI
Rhinosinusitis
inflamasi mukosa hidung dan sinus
paranasal
yang
dapat
ditegakkan
berdasarkan riwayat gejala yang diderita
sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai
dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor ditambah 2 kriteria minor

Anatomi Sinus Paranasal


Terdapat 4 sinus paranasal, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Sinus
Sinus
Sinus
Sinus

maksilaris
frontalis
etmoidalis
spenoidalis

Sinus Maksilaris
Nama

lain: Antrum Highmore


Merupakan sinus paranasal terbesar
Bentuk piramid ireguler
Dasar sinus menghadap ke fosa nasalis
dan puncaknya kearah apeks prosessus
zygomaticus os maksila
Pada dewasa dapat menampung cairan
hingga 15 ml

Perdarahan

di sinus maksila meliputi

Perdarahan pada sinus maksila meliputi cabang


arteri maksilaris termasuk infraorbita, cabang lateral
nasal dari arteri sfenopalatina, arteri greater
palatine serta anterior superior dan posterior dari
arteri alveolaris
Vena yang mendarahinya adalah vena maksilaris
yang berhubungan dengan plexus vena pterygoid

Mendapat

persarafan dari nervus maksilaris

Sinus
Frontalis

Perkembangan pada bulan keempat kehamilan

Sekitar 5% populasi mengalami kegagalan pertumbuhan sinus

Ukuran pada dewasa sekitar 28x27x17 mm dgn volume 6-7 ml

Perdarahan sinus frontal meliputi cabang supra troklear dan


supraorbital dari arteri optalmikus dan melalui vena superior
optalmikus yang mengalir kedalam sinus kavernosus

Mendapat persarafan dari percabangan supratroklear nervus


frontal yang berasal dari nervus optalmikus

Sinus Etmoid
Mulai

terbentuk pada bulan ketiga setelah kelahiran

Merupakan

invaginasi dari dinding lateral hidung pada


daerah meatus medial (etmoid anterior) dan meatus
superior (etmoid posterior)

Perdarahan

meliputi cabang arteri sfenopalatina, arteri


etmoidalis anterior dan posterior, cabang arteri optalmikus
dan arteri karotis interna. Sedangan aliran vena berasal dari
vena maksilaris dan etmoidalis yang mengalir kedalam sinus
kavernosus

Inervasi

persarafan dari sinus etmoid berasal dari cabang


posterolateral hidung dari nervus maksilaris dan cabang
nervus etmoidalis dari nervus optalmikus

Sinus Sfenoid

Mulai berkembang pada bulan ketiga setelah kelahiran

Merupakan invaginasi mukosa bagian superior posterior dari


kavum nasi, yang dikenal juga sebagai Sphenoethmoidal
recess

Perdarahan sinus sfenoid meliputi cabang arteri


sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior, sedangkan
aliran vena berasal dari vena maksilaris dan pleksus
pterigoid

Inervasi persarafan dari sinus sfenoid berasal dari cabang


nervus etmoidalis posterior dari nervus optalmikus, dan
cabang nasal dan sfenopalatina dari nervus maksilaris

Fisiologi Sinus
Paranasal
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi
sinus paranasal :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengatur kondisi udara (air conditioning)


Penahan suhu (thermal insulators)
Membantu keseimbangan kepala
Membantu resonansi suara
Peredam perubahan tekanan udara
Membantu produksi mukus

Kompleks Ostiomeatal
( KOM )
Celah sempit di etmoid anterior yang merupakan
serambi muka bagi sinus maksila dan frontal
terdiri dari sel-sel udara dari etmoid anterior dan
ostiumnya, infundibulum etmoid, ostium sinus
maksila, ostium sinus frontal danmeatus media.
Struktur lain adalah sel agger nasi, prosesus
unsinatus, bula etmoid, hiatus semilunaris inferior
dan konka media.
Secara fungsional, berperan sebagai jalur
drainase dan ventilasi untuk sinus frontal, maksila
dan etmoid anterior

Etiolog
i

Rinosinusitis dapat disebabkan oleh Alergi

Infeksi seperti beberapa bakteri patogen yang sering


ditemukan pada kasus kronis adalah Stafilokokus 28%,
Pseudomonas aerugenosa 17% dan S. aureus 30%

Jenis kuman gram negatif juga meningkat pada sinusitis


kronis demikian juga bakteri aerobik termasuk pada
sinusitis dentogenik.

Rinosinusitis kronis juga dapat disebabkan oleh kelainan


(Struktur anatomi, seperti variasi KOM, deviasi septum,
hipertrofi konka)

sistemik

faktor intrinsik
(penjamu/host)

genetik / kongenital
gangguan
imunodefisiensi
genetik / kongenital
kondisi atopik
refluks laringofaringeal,
gangguan endokrin dan
kehamilan serta idiopatik

Lokal

kelainan
anatomi,kelainan
anatomi iatrogenik

faktor
ekstrinsik
(lingkungan)

infeksi bakteri, jamur


dan polusi udara

Bakter
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Staphylococcus aureus
H. influenzae
M. catarrhalis
S. pneumoniae
Streptococcus intermedius
Pseudomonas aeruginosa
Bakteri anaerob
(Peptosreptococcus,
Prevotella, Porphyromonas,
Bacteroides, Fusobacterium
Sp.)

Jamur
1.
2.
3.
4.
5.

Aspergilus Sp.
Cryptococcus neoformans
Candida Sp.
Sporothrix schenckii
Alternaria Sp.

Epidemiolo
gi
Prevalensi

rinosinusitis di Indonesia cukup tinggi,


terbukti pada data penelitian tahun 2006 dari
sub-bagian Rinologi dept. THT-KL FK-UI/RSCM
bahwa 496 pasien rawat jalan di sub-bagian ini
didapati 50%nya dengan rinosinusitis kronis. Dari
jumlah tersebut 30% mempunyai indikasi.

Dewanti (2008) pada penelitiannya terhadap 118


penderita rinosinusitis kronis Dibagian THT-KL FK.
UGM/RS Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006 2007

jenis kelamin laki-laki sebanyak 68 penderita (57,6%) dan


perempuan 50 penderita (42,4%).
Paling sering terjadi pada sinus maksilaris 68 kasus
(57,6%), maksilaris-etmoidalis 20 kasus (16,9%) dan 13
kasus (11%) etmoidalis, rinosinusitis unilateral 77 kasus
(65,3%) dominasi dekstra; dan bilateral 41 kasus (34,7%).
Gejala klinis yang terbanyak ditemukan adalah obstruksi
nasi paling dominan sebanyak 65 kasus (55,1%), dan
rinorea sebanyak 34 kasus (28,8%)

Klasifikasi Sinusitis

Berdasarkan
Berdasarkan Total
Total skor
skor
visual
analogue
scale
visual analogue scale
(VAS)
(VAS) (0-10cm)
(0-10cm)

Ringan = VAS 0-3


Sedang = VAS >3-7
Berat= VAS >7-10

Akut : < 12 minggu,


Resolusi komplit gejala

Berdasarkan
Berdasarkan durasi
durasi Kronik : > 12 minggu,
penyakit
Tanpa resolusi gejala
penyakit
kompli, Termasuk
rinosinusitis kronik
eksaserbasi akut

Patofisiologi

Contekan baca patofisiologi

Kesehatan sinus
dipengaruhi oleh
patensi ostiumostium sinus dan
kelancaran klirens
dari mukosiliar di
dalam kompleks
osteo meatal
(KOM)

Bila terinfeksi organ


yang membentuk KOM
mengalami oedem,
sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling
bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak
dan lendir tidak dapat
dialirkan. Maka terjadi
gangguan drainase dan
ventilasi didalam sinus,
sehingga silia menjadi
kurang aktif dan lendir
yang diproduksi mukosa
sinus menjadi lebih
kental dan merupakan
media yang baik untuk
tumbuhnya bakteri
patogen.

Bila sumbatan
berlangsung terus
akan terjadi hipoksia
dan retensi lendir
sehingga timbul
infeksi oleh bakteri
anaerob.
Selanjutnya terjadi
perubahan jaringan
menjadi hipertrofi,
polipoid atau
pembentukan kista.
Bila proses terus
berlanjut terjadi
polip

Gejala dan tanda


klinis
Gejala

Nyeri
Sakit kepala
Nyeri pada penekanan
Gangguan penghidu

Gejala

subjektif:

objektif:

Pembengkakan dan udem


Sekret nasal

Pemeriksaan
Pemeriksaan

fisik

Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri


tekan pada daerah sinus yang terkena disamping
pemeriksan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior
Transiluminasi

Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya


dapat dipakai untuk pemeriksaan sinus maksila dan
sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia.

Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen sinus paranasal

Pemeriksaan radiologik: Waters, PA dan Lateral

Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto


rontgen

jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema


permukaan mukosa

jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu


dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid level) pada
foto dengan posisi tegak

CT-Scan

sinus paranasal

Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan


konka terlihat pada penampang CT-Scan aksial dan
koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan
adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan
sifat dan sumber masalah

Nasoendoskopi

dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang


berhubungan dengan faktor lokal penyebab infeksi
dapat melihat adanya kelainan septum nasi,
meatus media, konka media dan inferior, juga
dapat mengetahui adanya polip atau tumor

Penegakan
Diagnosis
Kriteria Mayor
1.
2.
3.
4.
5.

Nyeri sinus
Hidung buntu
Ingus purulen
Post nasal drip
Gangguan penghidu

Kriteria Minor
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nyeri kepala
Nyeri geraham
Nyeri telinga
Batuk
Demam
Halitosis

Berdasarkan kriteria Task Force on Rinosinusitis, gejala


mayor skor diberi skor 2 dan gejala minor skor 1
Pengukuran skor total gejala klinik dikelompokkan
menjadi dua, yaitu;

sedang-berat (skor 8), dan


ringan (skor <8)

Penatalaksanaan
Jika

ada faktor predisposisi (deviasi septum,


kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi
adenoid pada anak, polip, kista, jamur, gigi
penyebab sinusitis) dianjurkan melakukan
penatalaksanaan yang

Jika

tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga


kelainan adalah bakterial yang memerlukan
pemberian antibiotik dan pengobatan medik
lainnya

Medikamentosa
Antibiotika

Dapat diberikan sebagai terapi awal

Pilihan antibiotika harus mencakup - laktamase seperti pada


terapi sinusitis akut lini ke II yaitu amoksisillin klavulanat atau
ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid,
klindamisin

Jika tidak ada perbaikan antibiotika alternatif (siprofloksasin,


golongan kuinolon)

Jika diduga ada bakteri anaerob diberi metronidazol

Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, eveluasi


kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis
dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan

Terapi Tambahan

Dekongestan: pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine

Antihistamin: Karena antihistamin generasi pertama


mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasi
kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine,
cetirizine, fexofenadine dan loratadine

Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu


kortikosteroid topikal dan kortikosteroid oral

Intranasal saline: penggunaan intranasal saline untuk


irigasi sinus terbukti sangat efektif dalam mengatasi
gejala dari sinus

Penatalaksanaan Operatif

tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan


optimal serta adanya kelainan mukosa menetap
merupakan indikasi tindakan bedah

Beberapa macam tindakan bedah


Antrostomi meatus inferior

1.

2.

Caldwel-Luc

3.

Trepanasi sinus frontal


Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

4.

mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan


jaringan normal agar tetap berfungsi dan melakukan antrostomi meatus
medius sehingga drainase dapat sembuh kembali

konservatif yang lebih efektif dan fungsional

tindakan

Komplikasi
Kompikasi

rinosinusitis telah menurun secara


nyata sejak ditemukan antibiotika. Komplikasi
yang dapat terjadi ialah:

Osteomielitis dan abses subperiostal


Kelainan Orbita
Kelainan Intrakranial
Kelainan Paru

Anda mungkin juga menyukai