Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga
terhindar dari kecacatan atau kematian. Kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem
pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain.
Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat
darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-
8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian.
Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan menunjukkan dimana
kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahan dalam tatalaksananya justru akan
memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan
bahwa kelalaian dalam memberikan ventilasi yang adekuat menyebabkan 12 dari 27
pasien yang sedang dioperasi mengalami mati jantung (cardiac arrest). Salah satu
penyebab utama dari hasil akhir tatalaksana pasien yang buruk yang didata oleh
American Society of Anesthesiologist (ASA) berdasarkan studi tertutup terhadap episode
pernapasan yang buruk, terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut.
Tiga kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat tatalaksanan
jalan napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi esofagus (18%), dan
kesulitan intubasi trakhea (17%). Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari studi kasus,
mengalami kematian dan kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari 15411 pasien di
atas), mengalami masalah sehubungan dengan tatalaksana jalan napas yang minimal.
Menurut Cheney et al menyatakan beberapa hal yang menjadi komplikasi dari
tatalaksana jalan napas yang salah yaitu : trauma jalan napas, pneumothoraks, obstruksi
jalan napas, aspirasi dan spasme bronkus. Berdasarkan data-data tersebut, telah jelas
bahwa tatalaksana jalan napas yang baik sangat penting bagi keberhasilan proses operasi
dan beberapa langkah berikut adalah penting agar hasil akhir menjadi baik, yaitu : (1)

1
anamnesa dan pemeriksaan fisik, terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam
sistem pernapasan, (2) penggunaan ventilasi supraglotik ( seperti face mask, Laryngeal
Mask Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan ekstubasi yang benar, (4) rencana alternatif
bila keadaan gawat darurat terjadi. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien dan penatalaksanaan jalan
nafas (airway management) perlu dilakukan

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi jalan nafas?
2. Apa itu breathing
3. Apa itu manajemen breathing

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi jalan nafas.
2. Untuk mengetahui definisi breathing
3. Untuk mengetahui manajemen breathing

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan


Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa bagian
yaitu:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri
dari: Psedostrafied ciliated columnar epithelium) yang berfungsi
menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang
besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang
berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi
menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian
udara akan diteruskan ke:
b.  Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat
pangkal lidah).
d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan).
Normalnya, manusia akan berusaha bernapas melalui hidung, dan pada
keadaan tertentu akan bernapas melalui mulut. Udara yang masuk akan
mengalami proses penghangatan dan pelembapan. Pada korban yang tidak
sadar, lidah akan terjatuh kebelakang rongga mulut. hal ini dapat
menyebabkan gangguan pada airway. Lidah pada bayi lebih besar secara
relatif sehingga lebih mudah menyumbat airway.
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis.
b. Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. Pada bayi, trakea

3
berukuran lebih kecil, sehingga tindakan mendongakan kepala secara
berlebihan (hiperekstensi) akan menyebabkan sumbatan pada airway.
c. Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih
dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi: lobus superior,
medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior daninferior
d. Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran
kecil yang dinamakan epiglotis. Normalnya, epiglotis menutup laring pada
saat makanan atau minuman masuk melalui mulut, sehingga akan diteruskan
ke esofagus. Tetapi, pada keadaan tertentu seperti trauma atau penyakit,
refleks ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapat terjadi
masuknya benda padat atau cair ke laring yang dapat mengakibatkan tersedak.
3. Alveoli
Terdiri dari: membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar:
a. Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveo
b.  Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang
menghasilkan surfactant.
c. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling
berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam
rongga endote
d. Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh: endotel
kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas: Proses pertukaran gas berlangsung sebagai
berikut: alveoli epitel alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma «
eitrosit. Membran « sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin. Surfactant:
Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan
normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu
ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.
4. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali
ke ventrikel kiri.
5. Bronkus dan paru

4
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus
terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf,
sistem limfatik .Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan
karbondioksida.
6. Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
a. Otot-otot interkostalis
b. Otot -otot pektoralis mayor dan minor
c. Otot- otot trapezius
d. Otot-otot seratus anterior/posterior
e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
f. Kedua hemi diafragma.
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
B. Pernafasan (BREATHING)
Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan
pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru
(RJP). Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali
seseorang bernapas dalam satu menit, secara umum;
1. Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak (20-30x/menit), bayi
(30-40x/menit)
2. Dada sampai mengembang

Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat keadaan berikut
ini:
1. Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan frekuensi napas dalam satu menit
2. Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
3. Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot
perut)
4. Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
5. Tidak ada gerakan dada
6. Tidak ada suara napas
7. Tidak dirasakan hembusan napas
8. Pasien tidak sadar dan tidak bernapas

5
Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernapasan seseorang terganggu

1. Cek pernapasan dengan melihat dada pasien dan mendekatkan pipi dan telinga
ke hidung dan mulut korban dengan mata memandang ke arah dada korban
(max 10 detik)
2. Bila korban masih bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke
posisi mantap (posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan
napas tetap terbuka; segera minta bantuan dan pastikan secara berkala (tiap 2
menit) di cek pernapasannya apakah korban masih bernapas atau tidak.

      Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu, ngap-ngap, atau tidak  bernapas):
1. Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta orang lain untuk
mencari atau menghubungi gawat darurat)
2. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu
korban (head tilt dan chin lift)
3. Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat
dibersihkan dengan sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari
sudut bibir sapu ke dalam dan ke arah luar
4. Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke
bibir korban dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield)
lalu hembuskan perlahan >1 detik sambil jari tangan anda menutup hidung
korban dan mata anda melihat ke arah dada korban untuk menilai pernapasan
buatan yang anda berikan efektif atau tidak (dengan naiknya dada korban maka
pernapasan buatan dikatakan efektif)
5. Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban (menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke arah samping
hingga teraba lekukan di pinggir jakun tersebut) didaerah leher seperti pada
gambar; bila tidak ada denyut maka masuk ke langkah CP
6. Bila ada denyut nadi maka berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/menit/1
tiap 5 detik sampai korban sadar dan bernapas kembali atau tenaga paramedis
datang; dan selalu periksa denyut nadi korban apakah masih ada atau tidak
setiap 2 menit.
C. Breathing manajemen
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2. Yang bertujuan untuk

6
Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal. Diagnosis Ditegakkan bila
pada pemeriksaan dengan menggunakan metode Look Listen Feel (lihat kembali
pengelolaan jalan nafas) tidak ada pernafasan dan pengelolaan jalan nafas telah
dilakukan (jalan nafas aman).
a) Tindakan
 Tanpa Alat: Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari
mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
 Dengan Alat: Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu bag” (self
inflating bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan
dengan menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator)
b) Pemeriksaan pernafasan
a. Look-Lihat
1. Gerak dada
2. Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3. Retraksi sela iga
4. Gerak dada
5. Gerak cuping hidung (flaring nostril)
6. Retraksi sela iga
b. Listen-Dengar,Suara nafas, suara tambahan
c. Feel-Rasakan. Udara nafas keluar hidung-mulut
d. Palpasi-Raba. Gerakan dada, simetris?
e. Perkusi-Ketuk. Redup? Hipersonor? Simetris?
f. Auskultasi (menggunakan stetoskop). Suara nafas ada?
Simetris? Ronki atau whezing?
g. Menilai pernafasan
1. Ada napas? Napas normal atau distres?
2. Ada luka dada terbuka atau menghisap?
3. Ada Pneumothoraks tension?
4. Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
5. Ada Hemothoraks?
6. Ada emfisema bawah kulit?
h.  Tanda distres nafas
1. Nafas dangkal dan cepat

7
2. Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3. Tarikan sela iga (retraksi)
4. Tarikan otot leher (tracheal tug)
5. Nadi cepat
6. Hipotensi
7. Vena leher distensi
8.  Sianosis (tanda lambat)
i.  Pemberian nafas buatan
1. Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.
2. Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu
3. Berikan tambahan oksigen bila tersedia.
4. Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan
lambung karena akan berisiko aspirasi.
5. Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-
leher) agar tulang leher tidak banyak bergerak.
a) Pernapasan Buatan Mulut-Mulut
Pernapasan buatan langsung mulut ke mulut sangatlah beresiko. Kemungkinan kontak
dengan cairan tubuh korban termasuk muntahan sangat besar. Untuk melakukan
pernapasan buatan mulut ke mulut gunakanlah alat pelindung barrier device, face
shield. Alat pelindung ini berupa sebuah lembaran dari plastik tipis dan lentur
menutupi wajah korban terutama bagian mulut korban, dilengkapi dengan katup satu
arah sehingga cairan tubuh korban tidak mengenai penolong. Bisa dilipat sehingga
praktis dibawa kemana-mana.
Langkah-langkah memberikan pernapasan buatan mulut ke mulut:
1) Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.
2) Baringkan korban pada posisi terlentang.
3) Atur posisi penolong. Berlutut disamping kepala korban.
4) Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5) Pasang alat pelindung; barrier device, face shield.
6) Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume
tidal terpenuhi.
7) Jepit lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk.
8) Tutupi mulut korban dengan mulut penolong. Mulut penolong harus dapat menutupi
keseluruhan mulut korban agar tidak terjadi kebocoran.

8
9) Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri
kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2 detik.
Volume udara yang diberikan sebesar volume tidal yaitu 10 mL/ kgBB atau 700-1000
mL, atau sampai dengan dada korban terlihat mengembang. Hati-hati, jangan terlalu
kuat atau terlalu banyak karena dapat melukai paru-paru korban atau masuk ke
lambung.
10) Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan dirasakan
ada tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik, perbaiki tehnik
membuka airway korban misalnya dengan memperbaiki posisi kepala. Jika setelah
posisi diperbaiki masih terasa berat, curigai adanya sumbatan airway. Lakukan
tindakan membebaskan jalan napas.
11) Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-15
kali/ menit.
b) Pernapasan Buatan Mulut-Hidung
Tehnik pernapasan buatan mulut ke hidung dilakukan bila tidak mungkin melakukan
pernapasan mulut ke mulut, misal mulut korban yang terkatup rapat dan tidak bisa
dibuka (trismus), atau mulut korban mengalami cedera berat. Langkah-langkah yang
dilakukan sama seperti pernapasan buatan mulut ke mulut. Perbedaannya adalah
pernapasan buatan dilakukan ke hidung korban. Pada tehnik ini mulut korban yang
harus ditutup.
c) Pernapasan Buatan Mulut-Stoma / Lubang Trakeostomi
Pada korban yang pernah mengalami tindakan pembuatan lubang pernapasan di leher,
masuknya udara pernapasan tidak lagi melalui mulut atau hidung. Udara masuk
melalui lubang buatan di leher yang disebut stoma. Langkah-langkah melakukan
pernapasan buatan mulut ke stoma pada dasarnya sama dengan mulut ke mulut atau
mulut ke hidung
d) Pernapasan Buatan Mulut-Masker/ Sungkup Muka
Tehnik pernapasan buatan mulut ke masker lebih efektif dan lebih aman dibanding
cara-cara pernapasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Masker yang digunakan
mempunyai katup satu arah sehingga cairan maupun udara ekspirasi yang keluar dari
korban kecil kemungkinannya mengenai penolong. Masker menutupi hidung dan
mulut korban, sehingga tidak ada kontak/hubungan langsung antara penolong dengan
korban. Efektivitas didapatkan karena masker yang digunakan akan menutupi baik
mulut maupun hidung korban dan lebih terkontrol.

9
Masker yang baik untuk pernapasan buatan memiliki ukuran yang sesuai,
terbuat dari bahan transparan/ tembus pandang, dan dilengkapi katup satu arah atau
dapat dihubungkan dengan katup satu arah pada bagian atasnya. Masker tersedia
dengan berbagai ukuran. Kesesuaian ukuran penting agar masker dapat melekat erat
pada wajah sehingga tidak terjadi kebocoran. Bahan transparan memungkinkan
penolong dapat melihat adanya cairan mapun muntahan yang keluar dari korban.

Langkah-langkah pernapasan buatan mulut ke masker:

1) Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.


2) Baringkan korban pada posisi terlentang.
3) Atur posisi penolong. Bila penolong hanya seorang, berlutut disamping kepala
korban. Bila penolong lebih dari satu orang, salah satu penolong yang memegangi
masker berlutut di atas kepala korban menghadap ke kaki korban.
4) Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5) Pasang masker yang ukurannya sesuai dengan korban.Masker yang ukurannya
sesuai akan menutupi bagian hidung dan mulut korban sekaligus. Masker
pernapasan buatan berbentuk menyerupai buah jambu air yang terbelah dua sama
besar, ada bagian yang menyempit dan ada bagian yang melebar. Posisikan bagian
yang menyempit di bagian hidung korban, dan bagian yang melebar di bagian
dagu.
6) Pertahankan posisi masker dan rapatkan. Posisi masker yang benar dan rapat
penting untuk keberhasilan pernapasan buatan. Mempertahankan posisi masker
bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu: Pertahankan posisi masker dengan posisi
kedua tangan seperti saat melakukan jaw thrust atau triple airway manauver.
Kedua ibu jari menahan masker bagian hidung, sementara jari-jari lainnya
menahan bagian dagu dan merapatkannya dengan menahan masker bagian rahang
bawah korban, sambil melakukan tindakan membuka airway. Pertahankan posisi
masker dengan salah satu tangan menahan bagian hidung, tangan lainnya
menahan bagian dagu sambil membuka airway korban.
7) Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume
tidal terpenuhi.
8) Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri
kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2

10
detik. Volume udara yang diberikan sebesar volume tidal 10 mL/ kgBB, atau
sampai dengan dada korban terlihat mengembang.
9) Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan
dirasakan ada tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik,
perbaiki posisi kepala korban. Perbaiki tehnik membuka airway korban. Jika
setelah posisi diperbaiki masih terasa berat, curigai adanya sumbatan airway.
Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
10) Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-15
kali/ menit.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengelolaan jalan nafas atau airway management adalah prosedur medis yang
dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur nafas terbuka
antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan dengan membuka jalan nafas
atau mencegah obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh lidah, saluran udara itu
sendiri, benda asing, atau bahan dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan lambung yang
teraspirasi. Obstruksi jalan nafas terbagi menjadi 2 yaitu obstruksi total dan parsial. Ada
dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang menuju
nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis). Hilangnya tonus
otot jalan nafas bagian atas (misalnya kelemahan dari otot genioglosus) pada pasien yang
dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior
faring. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks
jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Untuk
menghilangkan sumbatan pada jalan nafas agar jalan nafas dapat terbuka sehingga udara
dapat masuk ke paru-paru dilakukan tatalaksana jalan nafas yang terdiri dari pengeluaran
benda asing/sumbatan dari saluran pernafasan menggunakan teknik heimlich manuver
dan abdominal thrust pada pasien sadar dan cross finger dan finger sweep pada pasien
tidak sadar; pengelolaan jalan nafas dengan teknik manual yaitu head-tilt chin lift untuk
pasien non trauma servikal dan jaw thrust untuk pasien yang mengalami trauma servikal;
pengelolaan jalan nafas dengan bantuan alat sederhana yaitu Oropharyngeal airway
(OPA) dan Nasopharyngeal Airway; pengelolaan jalan nafas dengan alat lanjutan yaitu
bag valve mask, Laryngeal Mask Airway (LMA), combitube, intubasi dengan ETT. Lalu
jika prosedur invasif tersebut tidak berhasil, maka akan dilakukan tindakan pembedahan
untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan krikotiroidektomi dan trakeostomi. Manajemen
jalan napas bedah sering dilakukan sebagai upaya terakhir dalam kasus di mana
Orotracheal dan intubasi nasotrakeal tidak mungkin atau kontraindikasi.
B. Saran
Manajemen jalan nafas atau airway management merupakan tatalaksana pasien yang
sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dengan tepat sehingga penatalaksanaan

12
pada pasien yang mengalami gangguan pada jalan nafas dapat teratasi. Diperlukan
keterampilan dari pemberi pertolongan dan pemberi pelayanan primer terutama di ruang
gawat darurat dan ruang intensif. Pelatihan mengenai tatalaksana jalan nafas sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan dalam penanganan pasien.

13
DAFTAR PUSTAKA

American Society of Anesthesiologists, 2013. Practice Guidelines for Management of the


Difficult Airway-An Updated Report by the American Society of Anesthesiologists Task
Force on Management of the Difficult Airway. Jurnal American Society of Anesthesiologists
vol.118 no.2.

Bingham, Robert M.; Proctor, Lester T. 2008. Airway Management. Pediatric Clinics of
North America. 55 (4): 873–886. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18675024 pada 11 Oktober 2016.

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi 2nd ed. Jakarta:
FKUI.

Manchini, Mary E. 2000. Prosedur Keperawatan Darurat.Jakarta: EGC

Morgan GE et al. 2006.Clinical Anesthesiology. 4 th edition. New York: Lange Medical


Book.

Ollerton, JE. 2007. Adult Trauma Clinical Practice Guidelines, Emergency Airway
Management in the Trauma Patient. NSW Institute of Trauma and Injury Management.
Diunduh dari http://www.itim.nsw.gov.au pada 11 Oktober 2016.

Prasenohadi. 2010. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat
Napas. Jakarta: FK UI. Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. 2007. Trauma Emergency
Resuscitation Perioprative Anesthesia Surgical Management Volume 1. New York: Informa
Health Care.

14
MAKALAH AIRWAY & BREATHING
MANAGEMENT

OLEH :

KELOMPOK 3

1. BEBI AYU
2. FITRI SUSANTI
3. FISMAWATI
4. NIA FEBDINA SARI
5. SHINTA TARMIZI
6. Okva herikbel
7. TRIE FEBBY ERYANTI

NR KEP 10.B
STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
2018

15

Anda mungkin juga menyukai