PENDAHULUIAN
A. LATAR BELAKANG
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan
dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka
semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan
atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan
sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan
oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah mengantisipasi hal
tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup
pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
BAB II
PEMBAHASAN
3. Alveoli
Terdiri dari: membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar:
a. Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
b. Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant.
c. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan
langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel
d. Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh: endotel kapiler, epitel alveoli,
saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas: Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli
« membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit. Membran « sitoplasma eritrosit «
molekul hemoglobin. Surfactant: Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan
normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga
kolaps alveoli dapat dihindari.
4. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan
darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.
b. Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya secret yang menyumbat
jalan nafas, ditandai dengan:
1) Terdengar adanya suara pada jalan nafas.
2) Hasil auskultasi : ditemukan suara crackels atau ronkhi.
3) Kelelahan.
4) Nadi dan laju pernafasan meningkat.
5) Ditemukannya mukus pada alat bantu nafas.
6) Permintaan dari klien sendiri untuk disuction.
7) Meningkanya peak airway pressure pada mesin ventilator
c. Prosedur
Hudak (1997) menyatakan persiapan alat scara umum untuk tindakan penghisapan adalah
sebagai berikut:
1) Kateter suction steril yang atraumatik
2) Sarung tangan
3) Tempat steril untuk irigasi
4) Spuit berisi cairan NaCl steril untuk irigasi trachea jika diindikasikan
(Ignativicius, 1999) menuliskan langkah-langkah dalam melakukan tindakan penghisapan
adalah sebagai berikut:
1) Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan penghisapan. (usahakan tidak rutin
melakukan penghisapan karena menyebabkankerusakan mukosa, perdarahan, dan
bronkospasme)
2) Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari kemungkinan terjadinya penularan
penyakit melalui secret
3) Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan selama penghisapan
seperti nafas pendek, , batuk, dan rasa tidak nyaman
4) Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level 80-120 mmHg untuk
menghindari hipoksia dan trauma mukosa
5) Siapkan tempat yang steril
6) Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30 detik sampai 3 menit untuk
mencegah terjadinya hipoksemia
7) Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan lakukan suction saat kateter sedang
dimasukkan
8) Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction secara intermitten, tarik
kateter sambil menghisap dengan cara memutar. Jangan pernah melakukan suction lebih dari
10=15 “
9) Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien normal
10) Ulangi prosedur bila diperlukan (maksimal 3 x suction dalam 1 waktu)
11) Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan juga mouth care
setelah tindakan suction pada mulut
12) Catat tindakan dalan dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik Sputum (jumlah,
warna, konsistensi, bau, adanya darah) dan respon pasien.
Gambar Suction
3) Persiapan Obat-obatan
Obat-obatan intubasi
Sedasi
a) Penthotal 25mg/cc dosis 3-5 mg/ kg BB
b) Dormicum 0,6 mg/kgBB
c) Diprivan 1-2mg/kgBB
d) Muscle relaxan
e) Succinyl scolin 20mg/cc: 1-2mg/kgBB.
f) Pavulon 0,15mg/kgBB
g) Tracrium 0,5-0,6 mg / kgBB
h) Norcuron 0,1 mg / kgBB
Obat-obat emergency:
a) Sulfas atropine
b) Ephedrine
c) Adrenalin
d) Lidokain 2%, dll
g. Prosedur Pemasangan
1) Mencuci tangan lalu memakai sarung tangan
2) Posisi pasien terlentang
3) Kepala diganjal bantal setinggi 12 cm
4) Pilih ukuran pipa ETT yang akan digunakan
5) Periksa balon pipa/ cuff ETT
6) Pasang blade yang sesuai
7) Oksigenasi dengan bag and mask / ambubag dengan O2 100% selama 5mnt agar pasien
tidak hipoksia
8) Masukan obat-obat sedasi dan muscle relaksan
9) Pentotal secara titrasi
10) Scolin dimasukan pelan-pelan sekali dosis
11) Buka mulut dengan laryngoskop sampai terlihat epiglottis
12) Dorong blade sampai pangkal epiglottis
13) Lakukan penghisapan lendir bila banyak secret
14) Anestesi daerah laryng dengan xylocain spray (bila kasus emergency tidak perlu dilakuka)
15) Masukan ETT yang sebelumnya diberi jelly (lepas laryngoskop,tarik stylet lalu sambungkan
ke ambubag,lalu pompa)
16) Cek apakah ETT sudah benar posisinya
17) Isi cuff/balon dengan udara sampai kebocoran tidak terdengar
18) Dengarkan suara nafas,bandingkan kanan dan kiri
19) Pasang oropharyngeal airway agar ETT tidak tergigit
20) Lakukan fiksasi dengan plester
21) Hubungkan ETT dengan ventilator
22) K/p cek foto thorax
h. Hal-hal yang Didokumentasikan
1) Tanggal pemasangan,siapa yang memasang
2) Nomor ETT/OTT
3) Jumlah udara yang dimasukan pada balon
4) Batas masuknya NTT/OTT
5) Obat-obat yang diberikan
6) Respon pasien / kesulitan yang terjadi
i. Perawatan Intubasi
1) Fiksasi harus baik
2) Gunakan orophryngeal airway (mayo) pada pasien yang tidak kooperatif
3) Hati-hati waktu mengganti posisi pasien
4) Jaga kebersihan mulut dan hidung
5) Jaga patensi jalan nafas
6) Humidifikasi yang adekuat
7) Pantau tekanan balon
8) Observasi TTV dan suara paru-paru
9) Lakukan fisioterapi nafas tiap 4 jam
10) Lakukan suction setiap fisioterapi nafas dan sewaktu-waktu bila ada suara lender
11) Yakinkan bahwa konektor mengetahui perkembangan
12) Cek blood gas untuk mengetahui perkembangan
13) Lakukan foto thorax segera setelah intubasi dan dalam waktu-waktu tertentu
14) Observasi terjadinya emfisema cutis
15) Air dalam water trap harus sering terbuang
16) Pipa ETT ditandai di ujung mulut / hidung
Gamb. Chest Thrust untuk Bayi Gamb. Chest Thrust Posisi Klien Supine
Gambar Tindakan Back Blows untuk Bayi Gambar Tindakan Back Blows untuk Anak
PERHATIAN:
1) Back blow tidak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi..
2) Sapuan jari “membuta” harus dihindari pada bayi dan anak, sebab kemungkinan dapat
mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam jalan napas.
Komplikasi:
1) Nyeri abdomen, ekimosis
2) Mual, muntah
3) Fraktur iga
4) Cedera/trauma pada organ-organ dibawah abdomen/dada
E. PERNAPASAN (BREATHING)
Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan.
Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP). Untuk menilai
seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali seseorang bernapas dalam
satu menit, secara umum;
1. Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak (20-30x/menit), bayi (30-
40x/menit)
2. Dada sampai mengembang
Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat keadaan berikut ini:
1. Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan frekuensi napas dalam satu menit
2. Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
3. Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut)
4. Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
5. Tidak ada gerakan dada
6. Tidak ada suara napas
7. Tidak dirasakan hembusan napas
8. Pasien tidak sadar dan tidak bernapas
Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernapasan seseorang terganggu:
1. Cek pernapasan dengan melihat dada pasien dan mendekatkan pipi dan telinga ke hidung
dan mulut korban dengan mata memandang ke arah dada korban (max 10 detik)
2. Bila korban masih bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke posisi mantap
(posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan napas tetap terbuka; segera
minta bantuan dan pastikan secara berkala (tiap 2 menit) di cek pernapasannya apakah korban
masih bernapas atau tidak.
Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu, ngap-ngap, atau tidak bernapas):
1. Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta orang lain untuk mencari atau
menghubungi gawat darurat)
2. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu korban
(head tilt dan chin lift)
3. Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat dibersihkan
dengan sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut bibir sapu ke dalam
dan ke arah luar
4. Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke bibir
korban dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield) lalu hembuskan
perlahan >1 detik sambil jari tangan anda menutup hidung korban dan mata anda melihat ke
arah dada korban untuk menilai pernapasan buatan yang anda berikan efektif atau tidak
(dengan naiknya dada korban maka pernapasan buatan dikatakan efektif)
5. Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban (menggunakan jari telunjuk dan
jari tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba lekukan di
pinggir jakun tersebut) didaerah leher seperti pada gambar; bila tidak ada denyut maka masuk
ke langkah CPR
6. Bila ada denyut nadi maka berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/menit/1 tiap 5
detik sampai korban sadar dan bernapas kembali atau tenaga paramedis datang; dan selalu
periksa denyut nadi korban apakah masih ada atau tidak setiap 2 menit.
3. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi harus segera diambil
tindakkan untuk memperbaiki oksigenasi dan mengurangi resiko penurunan keadaan. Tindakan
ini meliputi tekhnik menjaga jalan nafas, termasuk jalan nafas definitive ataupun surgical airway
dan cara untuk membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan menyebabkan gerakan
pada leher, harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau diketahui adanya
fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus diberikan sebelum dan setelah tindakan mengatasi masalah airway.
Suction harus selalu tersedia, dan sebaiknya dengan ujung penghisap yang kaku.
g. Menilai pernafasan
1) Ada napas? Napas normal atau distres
2) Ada luka dada terbuka atau menghisap?
3) Ada Pneumothoraks tension?
4) Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
5) Ada Hemothoraks?
6) Ada emfisema bawah kulit?
h. Tanda distres nafas
1) Nafas dangkal dan cepat
2) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3) Tarikan sela iga (retraksi)
4) Tarikan otot leher (tracheal tug)
5) Nadi cepat
6) Hipotensi
7) Vena leher distensi
8) Sianosis (tanda lambat)
i. Pemberian nafas buatan
1) Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.
2) Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu
3) Berikan tambahan oksigen bila tersedia.
4) Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan lambung
karena akan berisiko aspirasi.
5) Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang
leher tidak banyak bergerak.
Pernapasan Buatan Mulut-Mulut
Pernapasan buatan langsung mulut ke mulut sangatlah beresiko. Kemungkinan kontak dengan
cairan tubuh korban termasuk muntahan sangat besar. Untuk melakukan pernapasan buatan
mulut ke mulut gunakanlah alat pelindung barrier device, face shield. Alat pelindung ini berupa
sebuah lembaran dari plastik tipis dan lentur menutupi wajah korban terutama bagian mulut
korban, dilengkapi dengan katup satu arah sehingga cairan tubuh korban tidak mengenai
penolong. Bisa dilipat sehingga praktis dibawa kemana-mana.
Langkah-langkah memberikan pernapasan buatan mulut ke mulut:
1) Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.
2) Baringkan korban pada posisi terlentang.
3) Atur posisi penolong. Berlutut disamping kepala korban.
4) Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5) Pasang alat pelindung; barrier device, face shield.
6) Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume tidal
terpenuhi.
7) Jepit lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk.
8) Tutupi mulut korban dengan mulut penolong. Mulut penolong harus dapat menutupi
keseluruhan mulut korban agar tidak terjadi kebocoran.
9) Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri
kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2 detik. Volume
udara yang diberikan sebesar volume tidal yaitu 10 mL/ kgBB atau 700-1000 mL, atau sampai
dengan dada korban terlihat mengembang. Hati-hati, jangan terlalu kuat atau terlalu banyak
karena dapat melukai paru-paru korban atau masuk ke lambung.
10) Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan dirasakan ada
tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik, perbaiki tehnik membuka
airway korban misalnya dengan memperbaiki posisi kepala. Jika setelah posisi diperbaiki masih
terasa berat, curigai adanya sumbatan airway. Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
11) Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-15 kali/
menit.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan mulut,
faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing (Bernapas) adalah usaha
seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan
salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan
sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan
oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien.
B. SARAN
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah disusun
meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu kami berharap
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah
yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Advanced Paediatric Life Support. 3rd ed. London: BMJ Books 2001. Chapters 4 (Basic life
support); 5 (Advanced support of the airway and ventilation); 22 (Practical procedures: airway
and breathing).
Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.
Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC: Jakarta
Fleisher G, Ludwig S (eds): Textbook of Pediatric Emergency Medicine (4th ed). Philadelphia:
Lippincott 2000. Chapters 1 (Resuscitation: pediatric basic and advanced life support); 5
(Emergency airway management: rapid sequence induction).
John, A, Boswick, 1997. Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara
Taussig L, Landau L, Le Souëf P; Martinez F; Morgan W; Sly P (eds) Pediatric Respiratory
Medicine. St Louis: Mosby 1999. Chapters 21 (Assisted ventilatory support and oxygen
treatment) and 25 (Lung trauma: toxin inhalation and ARDS).