Anda di halaman 1dari 22

AIRWAY MANAGEMENT

(VENTILASI MASKER, INTUBASI, HEIMLICH


MANUVER, TATALAKSANA JALAN NAPAS)

Oleh :
Nurul Amirah R
(10119210034)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK
BAGIAN ILMU PENDIDIKAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
1
2023

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Airway management atau manajemen jalan napas adalah tindakan yang


dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal. Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan
masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenase tubuh.

Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen


merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan
yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal
pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi
pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan
airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian,
dan progresif dan/atau berulang. Kejadian yang berupa kematian- kematian dini
karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan
oleh kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway, ketidakmampuan untuk
membuka airway, kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara
keliru, perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang, kegagalan
mengetahui adanya kebutuhan ventilasi dan aspirasi isi lambung ATLS
(Advance Trauma Life Support, 2008).

Dalam airway manajemen terdapat tiga jenis airway definitif yaitu: pipa
orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgical (krikotiroidotomi atau
trakeostomi). Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada
penemuan-penemuan klinis antara lain adanya apnea, ketidakmampuan
mempertahankan airway yang bebas dengan cara-cara yang lain, kebutuhan
untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus,
ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, adanya cedera kepala

1
yang membutuhkan bantuan nafas (GCS<8), ketidakmampuan mempertahankan
oksigenasi yang adekuat dengan dan pemberian oksigen tambahan lewat masker
wajah ATLS (Advance Trauma Life Support, 2008). Manajemen jalan napas pra-
rumah sakit merupakan komponen utama system emergency medical service
(EMS) di seluruh dunia, yang harus dikendalikan dengan baik dalam tindakan
resusitasi. Pengembangan eknik dan peralatan manajemen jalan napas pra-rumah
sakit yang berbeda mencerminkan evolusi triase pra-rumah sakit dan
penatalaksanaan emergency (Jacobs,Grabinsky 2014). Pengendalian jalan napas
yang tidak baik telah diidentifikasi menjadi penyebab kecacatan bahkan
kematian yang dapat dicegah pada pasien trauma dan henti jantung. Cara
penanganan jalan napas yang efektif harus tercapai sebelum pasien tiba di rumah
sakit, hal ini tidak mudah serta beberapa hal masih controversial (Lockey DJ,
Crewdson K, Louis HM 2014).

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung


dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat
pasien ditemukan makasemakin cepat pula pasien tersebut mendapat
pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan ataukematian. Kondisi
kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi inidapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat
darigangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat
jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan
pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan
menyebabkan kerusakan otak permanen lebih dari 1” menit akan menyebabkan
kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI SALURAN PERNAPASAN

Gambar 1. Anatomi saluran pernapasan

1. Saluran Pernapasan Atas

a. Hidung

Merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri dari:


Psedostrafied ciliated columnar epithelium) yang berfungsi
menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel
yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar
serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh
darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut
dibantu dengan concha.
3
b. Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm. Terdiri dari
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring (terdapat
pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius). Orofaring (merupakan
pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah).
Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran
makanan).
2. Saluran Pernapasan Bawah

a. Trakea

Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin


tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh
membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. Pada
bayi, trakea berukuran lebih kecil, sehingga tindakan mendongakan
kepala secara berlebihan (hiperekstensi) akan menyebabkan sumbatan
pada airway.
b. Bronkus
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan
ini disebut carina. Bronkus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat
dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi: lobus superior,
medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior.
c. Bronkiolus
Merupakan jalan napas intralobular dengan diameter 5 mm, tidak
memiliki tulang rawan maupun kelenjar di mukosanya. Bronkiolus
berakhir pada saccus alveolaris. Awal proses pertukaran gas terjadi di
bronkiolus respiratorius.
d. Alveolus
Alveolus adalah kantong udara berukuran sangat kecil dan merupakan
akhir bronkiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2
dan CO2. Alveolus terdiri dari membran alveolar dan ruang interstisial.

B. MANAJEMEN JALAN NAPAS

4
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada korban
tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan kehilangan kekuatan
ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini
mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Pada kasus-kasus
tertentu, korban membutuhkan bantuan pernapasan. Sebelum diberikan
bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka. Pemeriksaan Jalan
Napas :

 L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya


retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
 L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
 F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi penolong

Gambar 2. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini
dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan

1. Pengelolaan jalan napas tanpa alat


a. Head-tilt (dorong kepala ke belakang)
Cara : Letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah,
sehingga kepala menjadi tengadah sehingga penyangga lidah terangkat ke
depan.
b. Chin lift
Cara : Gunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang tulang dagu
pasien, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan
c. Jaw thrust
Cara : Dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan

5
gigi bawah berada di depan barisan gigi atas. Atau gunakan ibu jari ke
dalam mulut dan bersama dengan jari-jari lain tarik dagu ke depan.

Gambar 3. Tangan kanan melakukan Chin lift (dagu diangkat) dan tangan kiri
melakukan head tilt. Dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan Jaw thrust

2. Pengelolaan jalan napas dengan alat


Alat dan bahan :
1. Pipa orofaring berbagai ukuran
2. Pipa nasofaring berbagai ukuran
3. Sarung tangan
4. Gause kering
5. Suction
6. Pipa suction kaku dan lentur.
Indikasi :
1. Dilakukan pada penderita tidak sadar apapun sebabnya
2. Pada penderita adanya sumbatan jalan napas parsial atau total.

a. Pipa Orofaring (OPA)


Cara pemasangan :
1. Pakai sarung tangan
2. Buka mulut boneka/pasien dengan cara chin lift atau gunakan ibu jari
dan telunjuk
3. Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya

6
4. Bersihkan dan basahi pipa orofaring agar licin dan mudah dimasukkan
5. Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit (ke palatal)
6. Masukkan separuh, putar lengkungan mengarah ke bawah lidah.
7. Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat.
8. Yakinkan lidah sudah tertopang dengan pipa orofaring dengan melihat
pola napas, rasakan dan dengarkan suara napas pasca pemasangan.

Gambar 4. Pipa Orofaring


b. Pipa Nasorofaring
1. Pakai sarung tangan
2. Nilai besarnya lubang hidung dengan besarnya pipa nasofaring yang
akan dimasukkan.
3. Nilai adakah kelainan di cavum nasi
4. Pipa nasofaring diolesi dengan jeli, demikian juga lubang hidung yang
akan dimasukkan. Bila perlu dapat diberikan vasokonstriktor hidung.
5. Pegang pipa nasofaring sedemikian rupa sehingga ujungnya
menghadap ke telinga.
6. Dorong pelan-pelan hingga seluruhnya masuk, sambil menilai adakah
liran udara di dalam pipa.
7. Fikasasi dengan plester.

7
Gambar 5. Pemasangan pipa nasopharing
c. Pipa Endotracheal (EET) untuk intubasi
Alat dan bahan :
1. Pipa orofaring berbagai ukuran
2. Pipa orotrakea berbagai ukuran
3. Pipa orotrakea berbagai ukuran
4. Pipa nasotrakea berbagai ukuran
5. Bag-valve-mask
6. Slang oksigen dan tangki oksigen
7. Pegangan laringoskop dan baterai
8. Daun laringoskop berbagai ukuran dan lampu cadangan
9. Plaster
10. Stetoskop
11. Pelumas pipa endotrakea
12. Semprotan anestetik lokal untuk nasal
13. Semirigid cervical collar
14. Magill forcep
15. Stylet (introducer) pipa ndotrakea yang dapat dibengkokkan
16. Spatula lidah
17. Sarung tangan
18. Gause kering
19. Suction
20. Pipa suction kaku dan lentur
Indikasi :
Dilakukan pada penderita gagal napas
Cara :

8
Persiapan awal
1. Periksa semua kelengkapan alat
Ventilasi bag-valve-mask
1. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita
2. Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask dan atur aliran
oksigen sampai 12 L/menit.
3. Pastikan jalan napas penderita bebas dan tetap dipertahankan dengan
teknik yang telah dijelaskan pada bab lain.
4. Pasang pipa orofaring
5. Tangan kiri memegang masker sedemikian rupa sehingga masker
rapat ke wajah penderita dan pastikan tidak ada udara yang keluar dari
sisi masker pada saat bag dipompa. Tangan kanan memegang bag dan
memompa sampai dada penderita (boneka) terlihat mengembang.
6. Bila dilakukan oleh dua orang : satu orang memegang masker dengan
kedua tangan dan satu orang lagi memegang bag (kantong) dan
memompa dengan kedua tangan.
7. Kecukupan ventilasi dinilai dengan melihat gerakan dada penderita
(boneka).
8. Ventilasi diberikan tiap 5 detik.

Gambar 6. Ventilasi bag-valve-mask dengan satu tangan

9
Gambar 7. Ventilasi bag-valve-mask dengan dua tangan

Intubasi Endotracheal (EET)


1. Pasikan bahwa jalan napas tetap bebas dan oksigenasi tetap berjalan.
2. Bila penderita sementara diberikan napas bantu dengan bag-valve-mask,
berikan preoksigenasi yang cukup sebelum dilakukan intubasi.
3. Kembangkan pipa endotrakea untuk memastikan bahwa balon tidak bocor.
Bila tidak bocor dikempiskan kembali
4. Sambungkan daun laringoskop pada pemegangnya kemudian periksa
terangnya lampu.
5. Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
6. bila terpasang pipa orofaring sebelumnya, maka segera dilepaskan
7. Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita dan menggeser
lidah ke sebelah kiri.
8. Secara visual identifikasi epiglottis kemudian pita suara.
9. Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakea ke dalam trakea tanpa menekan
gigi atau jaringan di mulut.
10. Kembangkan balon dengan udara dari spoit secukupnya sampai tidak
terdengar udara dari sela pipa endotrakea dan trakea.
11. Sambungkan pipa endotrakea dengan bag-valve kemudian pompa sambil
melihat pengembangan dada.
12. Auskultasi dada kiri-kanan apakah bunyi pernapasan sama. Auskultasi
abdomen untuk memastikan pipa terpasang dengan benar.
13. Pasang pipa orotrakea kemudian pipa endotrakea difiksasi dengan plaster ke
mulut.

10
Gambar 8. Intubasi Endotracheal (EET)
d. Krikotiroiditomi
Alat dan bahan :
1. Sarung tangan
2. Larutan desinfektan (alcohol, povidon iodine) dan kapas
3. Spoit 12 cc cc 2 buah
4. Lidokain 2 %
5. Perlengkapan Jet insufflasi : Pipa berbentu Y , dimana satu lubangan
dihubungkan dengan ogsigen dan tabung oksigen
6. Kateter IV polyurethane protective ukuran 12 sampai 14 2 buah
7. Gause steril atau pembalut steril
8. Salep antibiotik
9. Plester atau pita kain
10. Wastafel untuk cuci tangan dan sabun antiseptic.
Indikasi :
1. Bila ada sumbatan jalan napas atas yang nyata
2. Bila usaha memberikan napas bantu (ventilasi ) dengan bag-valve-
mask gagal dilakukan.
Cara :
1. Hubungkan selang oksigen dengan salah satu lubang pipa Y dan
pastikan oksigen mengalir dengan lancar melalui selangnya
2. Pasang kateter IV ukuran 14 pada spoit 12 cc
3. Desinfeksi daerah leher dengan antiseptik
11
4. Palpasi membrana krikoidea, sebelah anterior antara kertilago tiroid
dan krikoid. Pegang trakea dengan ibu jari dan telunjuk dengan tangan
kiri agar trakea tidak bergerak ke lateral pada waktu prosedur.
5. Dengan tangan yang lain (kanan) tusuk kulit pada garis tengah
(midline) di atas membran krikoidea dengan jarum besar ukuran 12
sampai 14 yang telah dipasang pada semprit. Untuk memudahkan
masuknya jarum maka dapat dilakukan incisi kecil di tempat yang
akan ditusuk dengan pisau ukuran 11.
6. Arahkan jarum dengan sudut 45 ke arah kaudal, kemudian dengan
hati-hati tusukkan jarum sambil mengisap semprit. Bila teraspirasi
udara atau tampak gelembung udara pada semprit yang terisi aquades
menunjukkan masuknya jarum ke dalam lumen trakea.
7. Lepas semprit dengan kateter IV, kemudian tarik mandrin sambil
dengan lembut mendorong kateter ke arah bawah.
8. Sambungkan ujung kateter dengan salah satu ujung slang oksigen
berbentuk Y
9. Ventilasi berkala dapat dilakukan dengan menutup salah satu lubang
slang oksigen berbentuk Y yang terbuka dengan ibu jari selama 1
detik dan membukanya selama 4 detik. Tindakan seperti ini dapat
bertahan selama 30 sampai 45 detik.

12
Gambar 9. Krikotiroiditomi
e. Needle Thoracostomy
Alat dan bahan :
1. Sarung tangan
2. Larutan desinfektan (alcohol, povidon iodine) dan kapas
3. Spoit 12 cc cc 2 buah
4. Lidokain 2 %
5. Kateter IV polyurethane protective ukuran 12 sampai 14 2 buah
6. Gause steril atau pembalut steril
7. Cairan nacl 0,9 % steril
8. Wastafel untuk cuci tangan dan sabun antiseptic.
Indikasi :
Pada kasus tension pneumotoraks
Cara :
1. Periksa semua kelengkapan alat
2. Pasang kateter IV ukuran 14 pada spoit 12 cc yang telah diisi air kira-
kira 5 ml.
3. Desinfeksi daerah dada yang akan ditusuk dengan antiseptik.
4. Identifikasi daerah sela iga dua di daerah pertengahan clavicula. Bila
pasien sadar bisa disuntikkan anestesi local.
5. Tusukkan jarum yang telah dihubungkan dengan spoit di bagian atas dari
kosta tiga hingga keluar udara ditandai dengan adanya gelembung pada
air di spoit.
6. Evaluasi ulang pernapasan pasien, apakah ada perbaikan atau tidak

13
Gambar 10. Needle Thoracostomy

3. Membersihkan jalan napas


a. Sapuan jari
Cara :
1. Pasang sarung tangan
2. Buka mulut pasien dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah
3. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah yang bersih atau
dibungkus dengan sarung tangan /kassa untuk membersihkan dan
mengorek semua benda asing dalam mulut.
b. Dengan suction

4. Pengelolaan jalan napas akibat sumbatan benda asing padat


a. BACK BLOW / BACK SLAPS (Korban dewasa sadar)
1. Bila korban masih sempoyongan. Rangkul dari belakang
2. Lengan menahan tubuh, lengan yang lain melalukan BACK- BLOW/
BACK SLAPS Pertahankan korban jangan sampai tersungkur
3. Berikan pukulan / hentakan keras 5 kali, dengan kepalan (genggaman
tangan). Pada titik silang garis imaginasi tulang belakang dan garis
antar belikat. Bila belum berhasil secara pelan segera baringkan
korban pada posisi terlentang. Lakukan abdominal thrust.

14
Gambar 11. Back blow/back slap

b. ABDOMINAL THRUST (Korban berdiri/Korban dewasa sadar)


1. Rangkul korban yang sedang sempoyongan dengan kedua lengan dari
belakang
2. Lakukan hentakan tarikan, 5 kali dengan menarik kedua lengan
penolong bertumpuk pada kepalan kedua tangannya tepat di titik
hentak yang terletak pada pertengahan pusar dan titik ulu hati korban.
Bila belum berhasil secara pelan segera baringkan korban pada posisi
terlentang. Lakukan abdominal thrust.

Gambar 12. Abdominal thrust pada pasien sadar


15
c. ABDOMINAL THRUST (Korban terbaring /Korban dewasa tidak sadar)
1. Bila korban jatuh tidak sadar, segera baringkan terlentang
2. Penolong mengambil posisi seperti naik kuda diatas tubuh korban atau
disamping korban sebatas pinggul korban.
3. Lakukan hentakan mendorong 5 kali dengan menggunakan kedua
lengan penolong bertumpu tepat diatas titik hentakan (daerah
epigastrium). Yakinkan benda asing sudah bergeser atau sudah keluar
dengan cara :
- Lihat ke dalam milut korban, bila terlihat diambil
- Bila tak terlihat, tiupkan napas mulut kemul;ut, sampil
memperhatikan bila tiupan dapat masuk paru-paru ,Dada
mengembang artinya, jalan napas telah terbuka
- Sebaliknya bila tiupan tidak masuk artinya jalan napas masih
tersumbat ,segera lakukan Abdominal Thrust lagi ,dan seterusnya
Bila tidak berhasil pikirkan siapkan krikotiroidotomi kemudian
disusul trakeostomi.

Gambar 13. Abdominal thrust pada pasien tidak sadar

d. BACK BLOW / BACK SLAPS (Korban anak-anak)


1. Letakkan bayi dengan posisi tertelungkup kepala lebih rendah. Diatas
lengan bawah, topang dagu dan leher dengan lengan bawah dan lutut
penolong.
2. Tangan lainnya melakukan pukulan punggung diantara kedua tulang

16
belikat secara hati-hati dan cepat sebanyak 5 kali pukulan.
3. Balikkan dan lakukan hentakan pada dada sebagaimana melakukan
pijat jantung luar sebanyak 5 kali.
4. Pada neonatus tidak boleh melakukan cara diatas, hanya dilakukan
dengan alat penghisap (suction)

Gambar 14. Back blow/back slap pada anak

e. CHEST THRUST (korban hamil atau obesitas)


1. Letakkan tangan dibawah ketiak korban
2. Lingkari badan korban dengan lengan
3. Letakkan bagian ibu jari pada kepalan di tengah tengah tulang dada
korban
4. Genggam kepalan tangan tersebut dengan tangan satunya dan
hentakkan kedalam dan keatas

17
Gambar 15. Chest thrust pada wanita hamil

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah


hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing
(Bernapas) adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan

18
pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung
paru (RJP).

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat.


Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat
sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan
kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat
sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-
8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma Life Support


for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed. Chicago, IL : American College
of Surgeons. 2008
2. Brunner dan Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC: Jakarta.
2008
3. John, A, Boswick.Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC :
Jakarta. 1997

20

Anda mungkin juga menyukai