Kurangnya pasokan oksigen yang dibawa oleh darah ke otak dan organ vital lainnya
merupakan penyebab kematian tercepat pada penderita gawat. Oleh sebab itu pencegahan
kekurangan oksigen jaringan (hipoksia) yang meliputi pembebasan jalan napas yang terjaga
bebas dan stabil, ventilasi yang adekuat, serta sirkulasi yang normal (tidak shock) menempati
prioritas pertama dalam penanganan kegawatdaruratan.
Sifat gangguan yang terjadi pada jalan napas bisa mendadak oleh karena sumbatan total,
atau bisa juga perlahan oleh karena sumbatan parsial (dengan berbagai sebab). Sumbatan
pada jalan napas dapat terjadi pada pasien tidak sadar atau pasien dengan kesadaran menurun
atau korban kecelakaan yang mengalami trauma daerah wajah dan leher.
Penanganan airway mendapat prioritas pertama karena jika tidak ditangani akan
mengakibatkan kematian yang cepat, dan penanganan segera perlu dilakukan. Pembebasan
jalan napas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa alat (manual) maupun dengan alat.
Alat bantu pembebasan jalan napas yang digunakan ada berbagai macam disesuaikan dengan
jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien yang pada intinya bertujuan mempertahankan
jalan napas agar tetap bebas.
1. Pasien diajak berbicara. Jika pasien dapat menjawab dengan jelas itu berarti jalan
napasnya bebas. Pasien yang tidak sadar berpotensi terjadi sumbatan jalan napas
sehingga memerlukan tindakan pembebasan jalan napas. Penyebab obstruksi pada
pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang.
2. Berikan oksigen. Oksigen diberikan dengan sungkup muka (simple masker) atau
masker dengan reservoir (rebreathing/non rebreathing mask) atau nasal kateter atau
nasal prong walaupun belum sepenuhnya jalan napas dapat dikuasai dan
dipertahankan bebas. Jika memang dibutuhkan pemberian ventilasi bisa menggunakan
jackson-reese atau BVM.
3. Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas
lanjut maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa jalan napas sekaligus
melakukan pembebasan jalan napas secara manual apabila pasien tidak sadar atau
kesadaran menurun berat (coma). Cara pemeriksaan *Look-Listen-Feel (LLF)
dilakukan secara simultan, menilai jalan napas sekaligus fungsi pernapasan:
L – Look (lihat) Lihat pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot
napas tambahan lain, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban
mengalami kegelisahan (agitasi), tidak dapat berbicara, penurunan kesadaran,
sianosis (kulit biru dan keabu-abuan) yang menunjukkan hipoksemia. Sianosis
dapat dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan bibir.
L – Listen (dengar). Dengar aliran udara pernapasan. Adanya suara napas
tambahan adalah tanda ada sumbatan parsial pada jalan napas. Suara
mendengkur, berkumur, dan stridor mungkin berhubungan dengan sumbatan
parsial pada daerah faring sampai laring. Suara parau (hoarseness, disfonia)
menunjukkan sumbatan pada faring.
F – Feel (rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari
hidung dan mulut. Hal ini dapat dengan cepat menentukan apakah ada
sumbatan pada jalan napas. Rasakan adanya aliran udara pernapasan dengan
menggunakan pipi penolong.
4. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas dibagi macam, obtruksi parsial dan obstruksi total.
a. Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas tambahan yaitu:
Mendengkur (snoring), disebabkan oleh pangkal lidah yang jatuh ke
posterior. Cara mengatasinya dengan head tilt, chin lift, jaw thrust,
pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal,
pemasangan Masker Laring (Laryngeal Mask Airway).
Suara berkumur (gargling), penyebabnya adalah adanya cairan di daerah
hipofaring. Cara mengatasi: finger sweep, suction atau pengisapan.
Crowing Stridor, oleh karena sumbatan di plika vokalis, biasanya karena
edema. Cara mengatasi: cricotirotomi, trakeostomi.
b. Obstruksi total, dapat dinilai dari adanya pernapasan “see saw” pada menit-
menit pertama terjadinya obstruksi total, yaitu adanya paradoksal breathing
antara dada dan perut. Dan jika sudah lama akan terjadi henti napas yang
ketika diberi napas buatan tidak ada pengembangan dada.
Menjaga stabilitas tulang leher, ini jika ada dugaan trauma leher, yang ditandai
dengan adanya trauma wajah/maksilo-facial, ada jejas di atas clavicula, trauma
dengan riwayat kejadian ngebut (high velocity trauma), trauma dengan defisit
neurologis dan multiple trauma.
Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika didengarkan
seperti suara orang ngorok (snoring). Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan
napas. Untuk penanganannya ada tiga cara yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas,
yaitu head tilt, chin lift dan jaw thrust.
Head Tilt
Dilakukan dengan cara meletakkan 1 telapak tangan pada dahi pasien, pelan-pelan
tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi ke arah belakang sehingga kepala
menjadi sedikit tengadah (slight Extention).
Chin Lift
Dilakukan dengan cara menggunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang
tulang dagu pasien, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan. Jika korban
anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan di bawah dagu, jangan terlalu
menengadahkan kepala.
Chin lift dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan.
Tindakan ini sering dilakukan bersamaan dengan tindakan head tilt. Tehnik ini
bertujuan membuka jalan napas secara maksimal.
Perhatian : Head Tilt dan Chin Lift sebaiknya tidak dilakukan pada pada pasien
dengan dugaan adanya patah tulang leher; dan sebagai gantinya bisa digunakan teknik
jaw thrust.
Jaw Thrust
Jika dengan head tilt dan chin lift pasien masih ngorok (jalan napas belum terbuka
sempurna) maka teknik jaw thrust ini harus dilakukan. Begitu juga pada dugaan patah
tulang leher, yang dilakukan adalah jaw thrust (tanpa menggerakkan leher). Walaupun
tehnik ini menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk pasien
trauma dengan dugaan patah tulang leher.
Caranya adalah dengan mendorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah atas sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas. Tetap pertahankan mulut korban
sedikit terbuka, bisa dibantu dengan ibu jari.
Gambar. Manuver jaw thrust hanya dilakukan oleh orang terlatih
Bila dengan pemasangan jalan napas buatan pipa orofaring atau pipa
nasofaring ternyata masih tetap ada obstruksi jalan napas, pernapasan belum juga
baik atau karena indikasi cedera kepala berat; maka dilakukan pemasangan definitive
airway yaitu pipa endotrachea (ETT – Endotracheal Tube). Pemasangan pipa
endotrachea akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernapasan.
c. Endotracheal Tube
Peralatan Intubasi
1. Pipa oro/nasofaring.
2. Suction/alat pengisap.
3. Sumber Oksigen
4. Kanula dan masker oksigen.
5. BVM/Ambu bag, atau jackson reese.
6. Pipa endotrakheal sesuai ukuran dan stylet.
7. Pelumas (jelly).
8. Forcep magill.
9. Laringoscope (handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa baterai&lampu)
10. Obat-obatan sedatif i.v.
11. Sarung tangan.
12. Plester dan gunting.
13. Bantal kecil tebal 10 cm (bila tersedia)
Teknik Intubasi
1. Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan jalan
napas terbuka (hati-hati pada cedera leher).
2. Siapkan endotracheal tube (ETT), periksa balon (cuff), siapkan stylet, beri jelly.
3. Siapkan laringoskop (pasang blade pada handle), lampu harus menyala terang.
4. Pasang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan ujung blade ke sisi kanan
mulut pasien, geser lidah pasien ke kiri.
5. Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi = Sellick Maneuver).
6. Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cedera gigi, gusi,
bibir).
7. Lihat adanya pita suara. Bila perlu isap lendir/cairan lebih dahulu.
8. Masukkan ETT sampai batas masukny di pita suara.
9. Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati.
10. Kembangkan balon (cuff) ETT.
11. Pasang pipa orofaring.
12. Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara pernapasan atau
udara yang ditiupkan). Hubungkan dengan pipa oksigen.
13. Amankan posisi (fiksasi) ETT dengan plester.
5. Jaga leher tetap dalam posisi fleksi dan kepala eksntensi, Tekan masker ke
arah dinding faring posterior dengan menggunakan jari telunjuk
6. Lanjutkan mendorong LMA dengan jari telunjuk, arahkan mask LMA ke
bawah sesuai posisi yang diharapkan
7. Pegang tube LMA dengan tangan yang lain, Tarik jari telunjuk dari faring
8. Secara gentle tangan yang lain menekan LMA ke bawah sampai benar-benar
mask LMA sudah masuk sepenuhnya.
9. Kembangkan masker LMA sesuai dengan udara sesuai volume yang
direkomendasikan. Berikut volume maksimal dari pengembangan cuff:
Size 1 : 4 ml
Size 1.5 : 7 ml
Size 2 : 10 ml
Size 2.5 : 14 ml
Size 3 : 20 ml
Size 4 : 30 ml
Size 5 : 40 ml
10. Jangan sampai masker LMA over-inflate
11. Jangan menyentuh tube LMA selama dikembangkan, kecuali posisinya tidak
stabil.
12. Secara normal Masker LMA akan naik ke hipofaring saat dikembangkan
berada pada posisi yang tepat.
13. Hubungkan LMA dengan BVM atau low pressure ventilator
14. Ventilasi pasien sambil mendengarkan suara napas simetris atau tidak,
pastikan tidak ada suara udara masuk ke lambung
15. Masukkan bite block atau kasa gulung untuk mencegah oklusi tube karena
tergigit pasien
16. Fiksasi LMA
e. Krikotiroidotomy
Untuk sumbatan yang terjadi karena masalah di laring/plica vocalis, maka
dapat dilakukan krikotiroidotomy.
Ada 2 jenis krikotiroidotomy:
- Krikotiroidotomy dengan jarum (Needle Cricothyroidotomy).
- Krikotiroidotomy dengan pembedahan, dengan pisau (Surgical
Cricothyroidotomy).
Cara ini dipilih pada kasus pemasangan pipa endotracheal tidak mungkin
dilakukan, dipilih tindakan krikotiroidotomy dengan jarum. Untuk petugas medis
yang terlatih dan terampil dapat melakukan krikotiroidotomy dengan pisau.
Teknik
1. Cari titik tusuknya dengan cara: dari jakun (Thyroid Cartilage, Adam’s Apple)
raba ke bawah sampai ada cekungan yang disebut membrana cricothyroidea,
inilah titik tusuknya. Di bawah titik tusuk ini ada ring yang agak lebih besar dari
ring tulang trakhea (Cricoid Cartilage).
2. Isi Spuit dengan Aquades/PZ
3. Desinfeksi daerah tusukan dengan alkohol swab
4. Tusuk di membrana cricothyroidea dengan arah ke bawah untuk menghindari
melukai pita suara. Menusuk sambil menaril piston dari spuit. Jika sudah keluar
gelembung berarti sudah masuk jalan napas.
5. Selanjutnya cabut jarum sisakan kanul infus yang di dalamnya.
6. Sambungkan kanul tersebut dengan selang oksigen untuk selanjutnya pasien diberi
oksigen aliran 10 lpm dengan sistem jet insuflasi (4:1).
7. Teknik ini hanya bertahan 10 menit karena jika terlalu lama akan terjadi
penumpukan karbondioksida.
8. Untuk itu tindakan ini perlu dilanjutkan dengan teknik Surgical
Cricothyroidotomy, kemudian disambungkan dengan selang yang lebih besar atau
dipasang canul trakeostomi.
Kritotirotomi dengan Pisau (Surgical Crycothyrotomy)
Alat
Teknik
Untuk memeriksa jalan napas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik
Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan
menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam
rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari(finger sweep). Kegagalan
membuka napas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan napas
di daerah faring atau adanya henti napas (apnea). Bila hal ini terjadi pada penderita tidak
sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka
kemungkinan ada sumbatan total pada jalan napas dan dilakukan pijat jantung.
Membersihkan benda asing cair dalam jalan napas menggunakan alat pengisap
(suction)
Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair yang ditandai dengan
terdengar suara tambahan berupa “gargling”, maka harus dilakukan pengisapan
(suctioning). Digunakan alat pengisap yang lebih populer dengan nama “suction”
(pengisap/ manual portable, pengisap dengan sumber listrik). Masukkan kanula pengisap
tidak boleh lebih dari lima sampai sepuluh detik.
Teknik Suctioning
Untuk penderita sadar dengan sumbatan jalan napas parsial/total karena benda padat
boleh dilakukan tindakan Back Blow dan abdominal thrust (pada pasien dewasa).
Bantu / tahan penderita tetap berdiri atau condong ke depan dengan merangkul dari
belakang.
a. Lakukan hentakan mendadak dan keras pada titik silang garis antar
belikat dan garis punggung tulang belakang (Back Blows).
b. Rangkul korban dari belakang dengan ke dua lengan dengan mempergunakan
kepalan ke dua tangan, hentakan mendadak pada ulu hati, di tengah-tengah
antara Peocessus Xiphoid dengan pusar (abdominal thrust). Setiap hentakan
harus terpisah dan gerakan yang jelas.
c. Ulangi secara bergantian antara Back Blow dan Abdominal Thrust masing-
masing 5 kali hingga jalan napas bebas atau hentikan bila korban jatuh tidak
sadar dan ganti dengan tindakan RJPO, pijat jantung napas buatan.
d. Segera panggil bantuan, call for help.
Chest Thrust
Usaha untuk membebaskan jalan napas dari sumbatan parsial/total oleh karena
benda padat. Untuk bayi, anak, orang gemuk, dan wanita hamil.
Penderita sadar :
Penderita anak lebih dari satu tahun :
Lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari kedua dan ketiga
kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antar puting susu).
Bila pasien tidak sadar dan terdapat sumbatan benda padat di daerah
hipofaring yang tak mungkin dilakukan dengan sapuan jari, maka digunakan alat
bantu berupa :
- laringoskop
- alat pengisap (suction)
- alat penjepit (forcep)
Teknik
1. Buka jalan napas lurus/ lebar dengan memperbaiki posisi kepala
2. Gunakan laringoskop dengan tangan kiri.
3. Masukkan blade-laryngoscope pada sudut mulut kanan dan menyusur tepi
lidah sampai pangkal lidah, geser ujung blade perlahan ke tengah dan
angkat tangkai laringoskop ke atas depan (sesuai sumbu handle laringoskop)
sehingga terlihat hipofaring dan rima glotis.
4. Gunakan pengisap untuk benda cair dan liur. Gunakan forcep bila terdapat
benda padat.
DAFTAR PUSTAKA