BAB III
BAB III
PENGELOLAAN
JALAN NAFAS (AIRWAY) DAN PERNAFASAN (BREATHING)
TUJUAN UMUM
Pada akhir pelatihan peserta diharapkan mampu memahami pengelolaan jalan
nafas dan pernafasan merupakan bagian dari Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life
Support dan mampu menyelamatkan jiwa pasien yang terancam karena gangguan
kelancaran jalan nafas dan pernafasan
TUJUAN KHUSUS
Peserta pelatihan diharapkan mampu:
1. Mengenali adanya gangguan jalan nafas atau pernafasan
2. Dapat membebaskan jalan nafas dengan alat atau tanpa alat
3. Dapat memberikan terapi oksigen secara dini
4. Memberikan bantuan pernafasan pada pasien yang nafasnya tidak
adekuat atau apnoe sebagai nafas pertolongan (rescue breathing) dengan
atau tanpa alat
Setelah melalui laring maka udara pernafasan akan masuk trakhea, kemudian
bercabang menjadi bronkhus kanan dan kiri. Percabangan kekanan bersudut 30 o
sedangkan percabangan kekiri bersudut 45 o. Dengan demikian bila endotracheal
intubasi terlalu dalam dapat menjadi endobronkhial kanan, sehingga paru kiri
tidak mendapat udara pernafasan. Tulang rawan trachea umumnya beerbentuk
tapal kuda, kecuali kartilago krikoid yang ada didistal kartilago thiroid yang
berbentuk cincin.
Pada saat pertama menghadapi pasien kritis maka yang pertama kali dilakukan
adalah pemeriksaan kesadaran. Dimulai dengan bertanya (teriak) Apakah anda
oke?
Ini sesuai kriteria kesadaran:
AVPU
A -alert : artinya sadar
V -verbal respon : memberi respon waktu ditanya
P -pain respon : memberi respon dengan rangsang sakit
U -unresponsive : tidak bereaksi sama sekali (coma)
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
Bila pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik maka berarti jalan nafas,
pernafasan dan perfusi otak baik. Untuk kasus emergensi maka keadaan ini
dianggap kondisi sementara, karena beberapa saat berikutnya dapat terjadi
perubahan.
RASAKAN (Feel) : tidak adanya aliran udara ekspirasi dapat didengarkan atau
dirasakan oleh kulit tangan/pipi dari mulut atau hidung pasien.
Dengan manuver ini dalam waktu kurang 10 detik penolong dapat menilai
patensi jalan nafas (Airway), menetapkan adanya pernafasan (Breathing) dan
adanya denyut jantung (Circulation).
Penilaian jalan nafas dan membebaskan jalan nafas harus dilakukan dengan cepat
dan tepat. Tujuan akhir dari tindakan ini adalah oksigenasi kepada pasien, baik
dengan atau tanpa tambahan oksigen.
Tehnik menjaga jalan nafas ada 2 macam :
1. Tanpa alat – dikerjakan untuk keadaan emergensi dimana saja dan kapan
saja.
2. Dengan alat – dikerjakan dengan persiapan alat seperti pipa orofaring,
nasofaring, pipa trakhea, sungkup laring dan perangkat penunjang yang lain.
Pada kasus trauma bilamana terjadi penurunan kesadaran atau terlihat jejas karena
cedera (goresan, sayatan, hematom, perdarahan ) diatas klavikula maka harus
diwaspadai kemungkinan ada cedera tulang leher. Sebelum ada konfirmasi dengan
rontgen leher maka leher harus dilakukan immobilisasi dengan manual atau
cervical collar.
Pasien gawat darurat yang perlu pertolongan di posisikan telentang, tanpa bantal
dan pada alas punggung datar. Bilamana pasien ditemukan tidak pada posisi
telentang maka harus diupayakan posisi telentang dan pada tempat yang aman,
dengan tetap melindungi posisi kepala dan leher bila ada kecurigaan fraktur leher.
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
1. Intubasi Orotrakheal
Intubasi pada pasien dengan kecurigaan fraktur leher harus dengan
immobilisasi segaris pada leher. Prosedur ini dilakukan oleh 2 orang.
Setelah pipa trakhea terpasang, maka balon dikembangkan sampai rapat
pada dinding trakhea dan dapat dilakukan nafas buatan atau bantuan tanpa
ada kebocoran udara. Setelah pipa trakhea terpasang maka harus
didengarkan suara nafas di kedua paru agar mengetahui adanya
kemungkinan intubasi bronkhial. Intubasi bronkhus kanan menyebabkan
paru kiri tak ada suara nafas.
Harus dibedakan pula terjadinya intubasi pada oesophagus dimana tidak
terdapat suara nafas pada kedua paru, tidak ada embun yang menempel pada
bagian dalam pipa trakhea waktu ekspirasi (bila pipa dari plastik) dan
terdengar suara dalam lambung waktu insuflasi udara. Kadang-kadang
pasien menjadi sianosis bila intubasi masuk lambung dan pipa harus segera
dicabut dan diberikan oksigenasi dengan sungkup muka dahulu agar sianosis
hilang. Bila sianosis sudah hilang baru dicoba intubasi ulang. Bila sudah
terpasang dengan benar maka pipa trakhea dilakukan fiksasi pada wajah
dengan plester agar tidak berubah posisi yaitu terdorong masuk bronkhus
atau tercabut.
2. Intubasi Naso-trakheal
Intubasi naso-trakheal dapat dilakukan langsung (dengan bantuan
laringoskop) atau secara buta (blind intubation).
Tehnik ini tidak boleh dikerjakan pada fraktur basis tengkorak. Intubasi ini
hanya dikerjakan oleh dokter yang berpengalaman.
3. Krikotiroidotomi Jarum
Melakukan tusukan dengan jarum atau kanula intravena dengan no 14 atau
16 pada membrana kriko-tiroid pada dewasa, sedangkan pada anak-anak
dengan ukuran nomer 18 atau 20. Ini dikerjakan bila upaya yang lain gagal
dilakukan.
berlebihan yang melibatkan otot nafas tambahan, yang akan mengancam oksigenasi
pasien?
DENGAR (Listen) : Suara dari mulut dan hidung normal dapat didengarkan, tanpa
suara terengah-engah, cegukan, mengi (wheezing), atau dengkuran. Pada auskultasi
kedua paru dengarkan suara nafas kedua paru, vesikuler normal atau suara
berkurang atau menghilang, adanya rhonkhi yang dapat menjadi petunjuk adanya
kelainan intra-thorakal.
RASAKAN (Feel) : adanya aliran udara ekspirasi dapat dirasakan oleh kulit
tangan/pipi dari mulut atau hidung pasien.
Dari tanda obyektif maka harus ditarik kesimpulan apakah nafas pasien adekuat
untuk proses oksigenasi.
Apabila kita menjumpai pasien gagal nafas atau menuju gagal nafas, maka harus
cepat dilakukan pertolongan karena gagal nafas dapat menyebabkan kematian
segera. Tindakan harus dilakukan cepat dan tepat.
Kematian pada kasus gangguan nafas terjadi bila:
a. Penolong tidak mengenali telah terjadi gangguan jalan nafas atau pernafasan
b. Terjadi kelambatan dalam pertolongan, meskipun gangguan diatas telah
dikenali
c. Terjadi kesulitan teknis dalam membebaskan jalan nafas atau membantu
pernafasan
d. Terjadi aspirasi benda asing atau isi lambung kedalam paru.
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
Gangguan pernafasan yang mengancam jiwa adalah henti nafas (apnoe) atau gagal
nafas (nafas dangkal, bradipnoe, takhipnoe, usaha berlebihan).
Pada pasien henti nafas maka dapat dikerjakan nafas buatan :
1. Pernafasan dari mulut ke- mulut (mouth to mouth breathing).
Cara langsung ini mengandung bahaya terinfeksi penyakit (misal hepatitis,
HIV) sehingga perlu alat pelindung (barrier device) yang terbuat dari plastic
yang ditempatkan antara mulut pasien dan penolong. Alat ini mempunyai
katup yang mencegah gas maupun cairan masuk mulut penolong. Di
lapangan bila menjumpai pasien henti nafas, penolong dapat menolak
melakukan pernafasan dari mulut ke – mulut karena takut terinfeksi.
Pertolongan dapat dilakukan dengan pijat jantung luar saja.
Konsentrasi oksigen yang ditiupkan dari udara ekspirasi penolong adalah
18%.
Frekuensi nafas yang diberikan sesuai dengan umur pasien:
Dewasa : 10-12 kali/menit
Anak : 20 kali/menit
Bayi : 20 kali/menit.
Pada cara ini udara ditiupkan kedalam mulut penderita dengan bantuan
sungkup muka. Bila dipasang saluran oksigen pada sisi sungkup muka, maka
konsentrasi oksigen inspirasi dapat mencapai 55%.
Bila pasien masih ada usaha nafas maka dapat diberikan nafas bantuan (assisted
ventilation) sesuai kebutuhan (kolaborasi dengan dokter emergensi).
RINGKASAN
Pada kasus emergensi baik trauma atau non-trauma, terutama bila disertai
penurunan kesadaran, maka tindakan pertama setelah cek kesadaran adalah periksa
dan bebaskan jalan nafas. Periksa jalan nafas dapat dengan melihat, mendengar
suara nafas dan merasakan adanya aliran udara nafas. Bila jalan nafas tidak paten
harus segera dilakukan tindakan membebaskan jalan nafas. Pada keadaan
emergensi dapat tanpa alat dengan angkat dagu atau mendorong dagu, bersihkan
jalan nafas dari lendir atau benda asing lain. Untuk jangka lama dapat dipakai
bantuan peralatan seperti pipa oro-faring, naso-faring, sungkup laring atau langsung
pipa trakhea sebagai jalan nafas definitif.
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
Bila pasien tidak bernafas dapat dilakukan nafas pertolongan, mulai dari mulut ke-
mulut atau dengan alat nafas buatan. Bilamana pasien masih ada usaha nafas dapat
dilakukan nafas bantuan.
KEPUSTAKAAN
Joynt G M. Airway management and acute airway obstruction. In; Oh’s Intensive
Care Manual, edited by Bersten, Andrew D and Soni, Neil. Butterworth- Heinemann
2003.
……………… AACN Procedure Manual for Critical Care. Edited by Linn-McHale,
Debra and Carlson, Karen K. 4th ed W.B. Saunders Company 2001.
European Resuscitation Council. Guidelines for Resuscitation 2005. Resuscitation
2005; 67S1:S3-S189
Lampiran 1
PROSEDUR INTUBASI
INDIKASI:
PERSIAPAN INTUBASI:
a. Laringoskop dengan batere dan lampu menyala (siapkan cadangan)
b. Alat penghisap lengkap dengan selang dan kateter penghisap
c. Introduser (stilet) untuk pipa dan/atau forcep Magill
d. Berbagai ukuran pipa trachea (minimal 3 ukuran : ukuran diperkirakan dan
0.5 diatas dan dibawahnya) steril.
e. Pipa orofaring berbagai ukuran
f. Spray xylocaine 10% , atau Jelly xylocaine 2%
g. Pembuka mulut
h. Sungkup muka berbagai ukuran
i. Bag valve mask siap pakai
j. Silinder oksigen (periksa isinya)
k. Masker, kateter oksigen
l. Plester dan gunting untuk fiksasi pipa trachea
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
TEHNIK INTUBASI
1. Berikan oksigenasi pasien dengan 100% oksigen (fiO2 100%) dengan Bag
and mask, pada nafas spontan, bantuan atau buatan.
2. Letakkan bantal tipis pada belakang kepala dan gerakkan kepala pada posisi
sniffing.
3. Tiga sumbu dari mulut, faring dan trachea satu garis. Untuk melakukan ini,
leher harus fleksi kedepan dan kepala di ekstensi kebelakang.
4. Lakukan tekanan pada krikotiroid
5. Pilih pipa trakhea yang tepat ukurannya (dengan balon volume tinggi dan
tekanan rendah.
6. Periksa balon pipa trakhea dengan menggembungkan dan mengempeskan
7. Lubrikasi ujung stilete dengan xylocaine 2% atau jally K-Y
8. Masukkan stilet kedalam pipa trakhea sampai keluar 1 cm dari ujung pipa
dan bevel pipa
9. Lengkungkan pipa menjadi bentuk ”J” yang sesuai
10. Letakkan pipa, semprit udara dan forsep di kiri pasien
11. Periksa laringoskop untuk kesiapan batere dan lampu –ganti batere bila
lemah
12. Periksa sumber cahaya, pegangan dan bilah laringoskop dan kebersihannya
13. Pilih ukuran bilah yang tepat untuk pasien (pada dewasa biasanya ukuran
medium)
14. Letakkan laringoskop disisi kiri pasien
15. Letakkan penghisap di kanan pasien
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
1. Buka mulut pasien dengan tangan kanan (singkirkan gigi palsu sebelumnya
dan periksa gigi yang goyang)
2. Ambil laringoskop dengan tangan kiri
3. Sisihkan bibir pasien dan pastikan lidah tidak terjepit antara gigi dan bilah
laringoskop
4. Masukkan bilah antara gigi pasien, menyusur dibagian kanan mulut pasien
dan mendorong lidah kekiri
5. Ambil penghisap dengan tangan kanan
6. Terus dorong bilah hingga masuk vallekula (antara pangkal lidah dan
epiglottis) – jangan berada di belakang epiglottis-
7. Hisap atau keluarkan semua benda asing yang ada
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
Lampiran 2
PROSEDUR
PENGHISAPAN LENDIR
Benda asing seperti lendir, darah, muntahan dan benda asing lain bilamana
berada di jalan nafas dapat mengganggu aliran nafas dan ada kemungkinan
terhisap masuk paru (aspirasi) yang dapat memberi komplikasi lebih berat.
Bila terdengar suara cairan di rongga mulut maka harus segera dihilangkan
dengan cara dihisap – baik sebelum, selama atau setelah manajemen jalan
nafas dikerjakan.
PERALATAN
a. Mesin penghisap (suction apparatus) portabel atau stasioner di klinik
b. Selang dan kateter penghisap (steril)
c. Selang penghisap berdinding cukup kuat, tidak mudah kollaps bila
didalamnya tekanan negatif dan cukup panjang hingga mudah
mengarahkan
d. Kateter penghisap berupa selang plastik lentur, tetapi pemakaian
kateter ini tidak mudah diarahkan karena lentur.
e. Penghisap kaku (rigid) terbuat dari plastik atau logam, dengan ujung
tumpul. Dengan alat ini mudah diarahkan ketempat yang harus disedot
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
TEHNIK PENGHISAPAN
Lampiran 3
Pasien tersedak benda asing dan terjadi obstruksi laring total, maka
a. bila pasien masih sadar akan terlihat tanda tersedak dengan
memegang leher antara ibu jari dan telunjuk
b. bila pasien tidak sadar dengan obstruksi total akan terjadi henti nafas
mendadak dan pasien sianotik, lalu henti jantung
Tindakan pertolongan pada pasien dewasa (atau anak > 1 tahun) adalah
segera mengeluarkan benda asing tersebut, dengan
1. Bila pasien menunjukkan obstruksi jalan nafas ringan:
pasien diminta untuk batuk agar benda asing keluar tanpa tindakan lain.
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
2. Bila pasien menunjukkan obstruksi jalan nafas berat dan masih sadar
maka dilakukan:
Melakukan pukulan punggung sbb.
a. Penolong berdiri disamping agak kebelakang pasien
b. Tahan dada pasien dengan satu tangan dan pasien agak condong
kedepan agar bila benda asing lepas tidak masuk trakhea tetapi keluar
c. Buat lima kali pukulan hentakan pukulan punggung antara belikat
dengan pangkal telapak tangan yang lain
Selesai tiap pukulan periksa benda asing keluar belum (tidak perlu harus lima kali
berturutan)
Bila lima kali pukulan punggung tidak berhasil mengeluarkan benda asing maka,
berikan sampai 5 kali Dorongan Perut (Abdominal Thrust)
Dorongan perut bila dilakukan pada pasien posisi tegak (duduk atau berdiri)
disebut sebagai Heimlich manuver. Cara ini dikerjakan untuk pasien dewasa dan
anak.
Cara manuver Heimlich adalah:
a. Tangan penolong melingkari perut pasien dari arah punggung dengan
genggaman dua tangan berada di antara umbilicus dan xiphisternum
(ujung bawah sternum)
b. Kemudian genggaman dua tangan tersebut dihentakkan secara lembut
dan cepat kearah dalam dan atas (ke arah paru) sebanyak lima kali
berturutan, agar benda asing dapat lepas dari laring.
3. Bila pasien menjadi tidak sadar (atau ditemukan dalam keadaan tidak
sadar)
a. Baringkan pasien diatas lantai secara hati-hati
b. Segera aktifkan sistim medik emergensi (teriak minta tolong)
c. Mulai Resusitasi Jantung Paru segera, mulai dengan kompressi
dada meskipun nadi carotis masih teraba.
Sapuan jari kedalam rongga mulut hanya bila terlihat benda asing .
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan
TINDAK LANJUT:
Lampiran 5
TERAPI OKSIGEN
INDIKASI :
Distress pernafasan sebagai refleksi dari keadaan hipoksemik, hiperkapnik
atau keduanya.
1. Pasien kurang oksigen – hipoksia : dengan gejala klinik seperti sianotik,
gangguan kesadaran (gelisah, coma), shock, keracunan CO, hipoventilasi,
rangsangan syaraf simpatis (berkeringat, takhikardi, hipertensi).
2. Kesulitan mengambil oksigen : terjadi kenaikan kerja usaha pernafasan
seperti nafas cuping hidung, kerja otot nafas tambahan, retraksi interkostal,
suprasternal/supraklavikula, takhipnea, hiperpnea atau pola nafas paradoks,
nafas tidak sinkron.
3. Kebutuhan oksigen meningkat : trauma, sepsis, luka bakar
4. Memberikan oksigenasi pada organ tertentu yang insufisien : ACS, stroke
akut
MACAMNYA:
1. Pemberian oksigen
Pada pasien yang masih bernafas spontan dapat dengan menaikkan FiO2
(fraksi oksigen inspirasi) dengan memberi oksigen, sebagai tindakan darurat
sambil mencari etiologinya.
1. Bila pasien sadar maka harus dijelaskan dahulu tindakan yang akan
dikerjakan (informed consent)
2. Alat diatas dalam keadaan steril dan sesuai dipasang pada muka pasien
3. Fiksasi alat tersebut dengan plester untuk nasal prong dan kanula
hidung, atau fiksasi sabuk pada masker.
4. Tanyakan pada pasien apakah posisi tersebut nyaman, bila belum
nyaman maka harus dilakukan perbaikan posisi atau penggantian alat.
5. Monitor hasil terapi oksigen dengan observasi klinis (hilangnya
sianosis), atau dengan oksimetri atau analisis gas darah
6. Besarnya aliran atau lamanya terapi oksigen disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Untuk Awam Terampil-
Emergency Team 118 Stikes NHM Bangkalan