ANESTESIOLOGI
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU
Jalan A.Yani 10 – 13 Telp. ( 0341 ) 596898 – 591076 – 591036 – Fax. 596901 – 591076
Email : rsukhbatu@jatimprov.go.id
BATU 65311
KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU
Nomor : 188.4/ /102.6/2019
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU
ii
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit Pasal 40 Ayat 1 bahwa
dalam upaya Peningkatan mutu pelayanan di Rumah
Sakit wajib dilakukan Akreditasi secara berkala
minimal 3 (tiga) tahun sekali;
iii
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care
Unit (ICU) di Rumah Sakit;
iv
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Karsa Husada
Batu tentang Kebijakan Pedoman Pelayanan
Anestesiologi di Rumah Sakit Umum Karsa Husada
Batu.
DITETAPKAN DI : B A T U
PADA TANGGAL : 03 JANUARI 2019
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
KARSA HUSADA BATU
v
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Pelayanan anestesiologi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
spesialis anestesiologi dalam kerja sama tim meliputi penilaian pra operatif
(pra anestesi), intra anestesi dan pasca anestesi serta pelayanan lain
sesuai bidang anestesiologi antara lain terapi intensif, gawat darurat dan
penatalaksanaan nyeri. Anesthesiologi adalah cabang ilmu kedokteran
yang pelayanannya meliputi berbagai usaha dalam hal-hal, pemberian
anestesi dan analgesi serta menjaga pasien yang mengalami pembedahan
atau tindakan medis lainnya; bantuan resusitasi pasien gawat; mengelola
unit perawatan/terapi intensif, memberi pelayanan terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri serta ikut aktif mengelola kedokteran gawat darurat.
Kemajuan ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan khususnya bidang
pembedahan dan gawat darurat tidak lepas dari peranan dan dukungan
bidang anestesiologi. Dalam rangka usaha untuk meningkatkan pelayanan
anestesi di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu maka disusunlah
Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Umum
Karsa Husada Batu.
1
pada fungsi respirasi sirkulasi berbagai gangguan cairan, elektrolit dan
metabolisme. Sesuai dengan type Rumah Sakit yaitu Type C dan
sarana prasarana yang ada di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu,
klasifikasi pelayanan anestesiologi di Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu termasuk dalam klasifikasi pelayanan anestesiologi
sekunder yaitu pelayanan yang dilaksanakan oleh paling sedikit
seorang SpAn.
C. Batasan Operasional
Batasan operasional pelayanan Anestesiologi di Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu adalah pelayanan Perioperatif meliputi penilaian Pra
Anestesi, Intra Anestesi dan Pasca Anestesi serta pelayanan lain sesuai
bidang anestesiologi antara lain terapi intensif, gawat darurat dan
penatalaksanaan nyeri. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya
membatasi beban pasien yang dilayani dan tangung jawab supervisi
anestesi sesuai dengan jumlah, kondisi dan risiko pasien yang ditangani.
1. Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang
dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam kerja sama tim
meliputi penilaian pra anestesi, intra anestesi dan pasca anestesi serta
pelayanan lain sesuai bidang anestesiologi antara lain terapi intensif,
gawat darurat dan penatalaksanaan nyeri.
2. Tim pengelola pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tim
yang dipimpin oleh dokter spesialis anestesiologi dengan anggota dokter
peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi dan/atau
dokter lain, penata anestesia, perawat dan bidan.
3. Dokter spesialis anestesiologi yaitu dokter yang telah menyelesaikan
pendidikan program studi dokter spesialis anestesiologi di institusi
pendidikan yang diakui atau lulusan luar negeri dan yang telah
mendapat Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP).
4. Dokter pendidikan dokter spesialis anestesiologi.peserta program
pendidikan dokter spesialis (PPDS) anestesiologi yaitu dokter yang
sedang menjalani Pendidikan Spesialis.
5. Kepala Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif adalah seorang dokter
yang diangkat oleh Direktur Rumah Sakit.
2
6. Penata anestesi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan bidang
keperawatan anestesi atau penata anestesi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, Mendapatkan Surat Tanda Regitrasi
(STR) dan Surat Ijin Praktek Penata (SIPPA).
7. Perawat adalah perawat yang telah lulus pendidikan minimal DIII
Keperawatan yang bekerja di ruang pemulihan (RR)
8. Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan penata anestesi dan
perawat dalam ruang lingkup medis dalam melaksanakan instruksi
dokter.
9. Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan
yang dilakukan di dalam rumah sakit untuk dapat memberikan
pelayanan medis tertentu sesuai dengan peraturan internal rumah
sakit.
10. Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan (pengetahuan,
ketrampilan, perilaku profesional) profesi didasarkan pada kriteria yang
jelas untuk memverifikasi informasi dan mengevaluasi seseorang yang
meminta atau diberikan kewenangan klinik.
11. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standar kompetensi,
standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun,
ditetapkan oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah sakit dengan
memperhatikan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan
peralatan yang tersedia.
12. Pelayanan pra-anestesia adalah penilaian untuk menentukan status
medis pra anestesia dan pemberian informasi serta persetujuan bagi
pasien yang memperoleh tindakan anestesi.
13. Pelayanan intra anestesia adalah pelayanan anestesi yang dilakukan
selama tindakan anestesi meliputi pemantauan fungsi vital pasien
secara kontinue.
14. Pelayanan pasca-anestesi adalah pelayanan pada pasien pasca anestesi
sampai pasien pulih dari tindakan anestesi.
15. Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien
sakitkritis.
3
16. Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien
yang berisiko mengalami henti jantung meliputi bantuan hidup dasar,
lanjut dan jangka panjang.
17. Pelayanan anestesi rawat jalan adalah subspesialisasi dari anestesiologi
yang dikhususkan kepada perawatan, pra operatif, intraoperatif, dan
pasca operatif pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan rawat
jalan.
18. Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetik
untuk memblok saraf regional sehingga tercapai anestesi di lokasi
operasi sesuai dengan yang diharapkan.
19. Pelayanan anestesi regional dalam obstetrik adalah tindakan
pemberian anestesi regional pada wanita dalam persalinan.
20. Pelayanan anestesi/analgesi di luar kamar operasi adalah tindakan
pemberian anestetik/analgesik di luar kamar operasi terutama nyeri
akut, kronik dan kanker dengan prosedur intervensi
21. Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan penanggulangan
nyeri, (interventional pain management).
22. Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian
atau penundaan bantuan hidup.
D. Tujuan Pelayanan
Tujuan pelayanan Anestesiologi di Rumah Sakit Umum Karsa Husada
Batu:
1. Memberikan pelayanan anestesi, analgesi dan sedasi yang seragam,
aman, efektif, berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang
menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma yang
menyebabkan nyeri, kecemasan dan stres klinis lain.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan napas, pernapasan,
peredaran arah dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau
ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur medis,
trauma atau penyakit lain
3. Melakukan terapi intensif dan tindakan resusitasi jantung paru, otak
(bantuan hidup dasar, lanjutan dan jangka panjang) pada kegawatan
4
mengancam nyawa dimanapun pasien berada (ruang gawat darurat,
kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intensif / ICU)
4. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme
tubuh pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena
menjalani pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain
5. Menanggulangi masalah nyeri akut dirumah sakit (nyeri akibat
pembedahan, trauma, maupun nyeri persalinan)
6. Menganggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri
kanker dan penyakit kronis)
E. Landasan Hukum
1. UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. UU no 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
4. PERMENKESRI No. 519/MENKES/PER/III/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi Dan Terapi Intensif di Rumah
Sakit
5. Permenkes no 18 tahun 2016 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktek
Penata Anestesi
6. PERMENKES RI No 11 tahun 2018 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit
7. PERMENKES RI NO 18 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan praktik
penata anestesi
8. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu No : 291
Tahun 2018 tentang Pembentukan instalasi di Rumah Sakit Umum
Karsa Husada Batu
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
6
Kompetensi Petugas Anestesi
B. Distribusi Ketenagaan
Pengorganisasian pelayanan anestesi mendukung tercapainya mutu
pelayanan Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif yang memberikan
pelayanan 24 jam yang berkualitas , pengorganisasian yang benar dan tim
yang solid menjamin kesinambungan pelayanan yang efektif, untuk itu
dibutuhkan adanya struktur organisasi, tata hubungan kerja, kebijakan
uraian tugas, tanggung jawab serta kewenangan penata anestesi dan perawat
ruang pulih sadar /RR di Instalasi Anestresiologi dan Terapi Intensif.
7
C. Pengaturan Jaga
Untuk menjamin pelayanan anestesi dalam 24 jam, Pengaturan jaga untuk
koordinator pelayanan dokter spesialis anestesiologi terjadwal secara
bergantian. Sedangkan untuk perawat anestesi dan RR terjadwal dalam 3
shift /periode, pagi, sore dan cyto(terjadwal).
Pengaturan jaga untuk petugas anestesi terjadwal dalam 3 shift/periode,
yaitu :
8
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Standar Fasilitas
Fasilitas yang ada di pelayanan anestesiologi di Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu adalah sebagai berikut :
9
B. Pemeliharaan, Perbaikan Dan Kalibrasi Peralatan
Pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi peralatan sudah terprogram dan
dilakukan sesuai dengan SPO yang sudah ada dan dilaksanakan oleh
Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu.
Program kalibrasi, perbaikan dan pemeliharaan ini direncanakan dalam
Rencana Anggaran unit setiap tahun.
Daftar peralatan yang harus dikalibrasi
10
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Prinsip Umum
1. Instalasi anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu memberikan pelayanan anestesi dalam 24 jam, meliputi
pelayanan operasi elektif/reguler dan emergensi
2. Untuk menjamin pelayanan anestesi dalam 24 jam, dilakukan
penjadwalan jaga dokter spesialis anestesi dan konsulan, dan
penjadwalan jaga penata anestesi dan perawat RR dalam 24 jam yang
terbagi menjadi 3 shift, pagi, sore dan cyto on call
3. Setiap pelayanan anestesi harus dilaksanakan dan menjadi tanggung
jawab SpAn
4. Semua pasien akan dipantau sesuai dengan standar pemantauan dasar
intra operatif yang dijabarkan dalam SPO Monitoring Anestesi selama
Pembedahan dan didokumentasikan dalam form status anestesi.
Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu menjadi
wewenang dan tanggung jawab ahli Anestesiologis. Di dalam hal pemberian
sedasi ringan, sedasi sedang atau moderat dan sedasi dalam harus
dilakukan oleh Ahli Anestesiologi, sedangkan untuk pemberian Anestesi
local boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dalam hal ini:
a) Dokter gigi
b) Dokter umum (Instalasi Gawat Darurat)
c) Dokter bedah
d) Dokter spesialis lainnya yang melakukan tindakan anestesi local
Dengan syarat tenaga kesehatan harus mengetahui efek samping serta
mampu mengatasi efek sampingnya dan melakukan pencatatan monitoring
selama tindakan. Pelayananan anestesi dan sedasi yang dapat dikerjakan
di Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu :
1) Anestesi general
2) Anestesi regional – SAB, PNB
3) Anestesi regional – Epidural
4) Anestesi local
11
5) Sedasi moderat
6) Sedasi dalam
Pelayanan anestesi di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu dilakukan
di seluruh bagian yang membutuhkan pelayanan anestesi, pelayanan
anestesi dapat dilakukan di Ruang Radiologi, Kamar Bersalin, Instalasi
Gawat Darurat dan ICU.
12
6) mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesi dan
obat-obat yang akan digunakan.
7) Pemeriksaan penunjang pra-anestesi dilakukan sesuai standar
profesi dan Standar Prosedur Operasional.
8) Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan
aman.
c. Pelayanan Pra Induksi/Pre Medikasi Tujuan utama dari pemberian
obat premedikasi atau pra induksi adalah untuk memberikan
sedasi psikis, mengurangi rasa cemas dan melindungi dari stress
mental atau faktor-faktor lain yang berkaitan dengan tindakan
anestesi spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian
premedikasi adalah terjadinya sedasi dari pasien tanpa disertai
depresi dari pernafasan dan sirkulasi.kebutuhan pra
nduksi/premedikasi bagi masing-masing pasien dapat berbeda. Pra
induksi/premedikasi diberikan berdasarkan atas keadaan psikis
dan fisiologi pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan
pra bedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi
yang akan digunakan harus selalu dengan memperhitungkan umur
pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat
hospitalisasi sebelumnya (terutama pada anak), riwayat reaksi
terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila pasien pernah diberi
anestesi sebelumnya), riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang
kemungkinan dapat berpengaruh pada jalannya anestesi (misal
kortikosteroid, antibiotic tertentu), perkiraan lamanya operasi,
macamnya operasi (misalnya terencana/elektif, darurat, pasien
rawat inap atau rawat jalan) dan rencana obat anestesi yang akan
digunakan.
Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang digunakan sebagai
obat pra induksi/premedikasi/anestesi di Instalasi Anestesi dan
Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu adalah
sebagai berikut :
13
JENIS
NAMA OBAT DOSIS RUTE TEHNIK
OBAT
0,05 - 0,1
Midazolam IM/IV
Sedasi mg/kgBB GA
0,05 - 0,1
Sedacum IV
mg/kgBB
Ketorolac 0,5 mg/kgBB IV
Analgetik Tramadol 1 – 2 mg/kgBB IV
Metamizole 10 – 15 mg/kgBB IV
3 – 5 mg/kgBB IM
Ketamin
Induksi 1 – 2 mg/kgBB IV GA
Propofol 2 – 2,5 mg/kgBB IV
0,5 – 1 mg/kgBB IV
Petidin
1 – 2 mg/kgBB IM
Narkotik GA
Morphin 0,05 – 0,1 mg/kgBB IV/IM
Fentanyl 1 – 2 mcg/kgBB IV
N2O + O2 liquid 50%:50% Inhalasi
Inhalasi lsoflurane 1 - 2 vol% Inhalasi GA
Sevoflurane 2 - 4 vol% Inhalasi
Muscle Atracium 0,5 – 1 mg/kgBB IV GA
Ecron 0,1 – 0,2 mg/kgBB IV
Relaxan
Reculox 0,5 – 1 mg/kgBB IV
Bupivacain Sub
10 – 20 mg
Spinal 0,5% Heavy arachnoid
SAB
block Sub
Lidodex 50 – 100 mg
arachnoid
Peridural Marcain 0,5%
50 – 100 mg Peridural
Block Plain
14
Kunjungan pra anestesi dan pembedahan merupakan
rangkaian untuk menentukan penggunaan pra induksi/premedikasi
apa yang akan diberikan. Tanpa melihat pasien akan menyebabkan
kesalahan dosis obat premedikasi yang dapat merugikan pasien.
Perhatian khusus pada pasien bayi dibawah 2 tahun dan orang tua
diatas 60 tahun. Menentukan dosis obat pra induksi/premedikasi yang
tepat merupakan permulaan dari keamanan tindakan anestesi.
Pelayanan pra-anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan
menjalankan tindakan anestesia. Pada keadaan yang tidak biasa,
misalnya gawat darurat yang ekstrim, langkah-langkah pelayanan pra-
anestesia sebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan dan
alasannya harus didokumentasikan didalam rekam medis pasien
2. Durante Anestesi
Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada
dikamar operasi selama tindakan anestesia umum dan regional serta
prosedur yang memerlukan tindakan sedasi. Selama pemberian
anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinual
setiap 5 menit terhadap oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi suhu dan
perfusi jaringan, serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenisasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan pefusi jaringan dalam keadaan stabil.
Pedoman ini berlaku untuk setiap pemberian anestesi/analgesi yang
dilakukan didalam kamar operasi dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas penatalaksanaan pasien akan tetapi dalam keadaan darurat,
bantuan kehidupan (life support) lebih diutamakan, pedoman ini bias
dilampaui bergantung pada pertimbangan dan tanggungjawab dokter
Anestesi, pedoman ini dapat diubah dari waktu ke waktu sesuai
dengan perkembangan teknologi dan praktek anestesi / analgesi.
Pedoman pemantauan intra operatif :
a. Tenaga anestesi yang terlatih harus berada didalam kamar bedah
selama pemberian anestesi/analgesi
Tujuan : Karena keadaan pasien selama anestesi/analgesi dapat
berubah dengan cepat, maka tenaga anestesi yang terlatih harus
15
ada untuk memantau pasein dan memberikan antisipasi segera
terhadap perubahan abnormal yang terjadi. Pada keadaan dimana
terdapat bahaya langsung terhadap tenaga anestesi misalnya:
radiologi, dan pasien perlu diawasi dari jarak jauh, maka beberapa
cara pemantauan tertentu tetap harus dilakukan.
b. Selama pemberian anestesi/analgesi jalan napas, oksigenasi,
ventilasi sirkulasi pasien harus dievaluasi secara teratur
1) Jalan napas, Tujuan : mempertahankan jalan napas tetap
bebas.
2) Oksigenasi. Tujuan : agar kadar oksigen didalam darah pada
setiap pemberian anestesi/analgesi cukup.
3) Ventilasi, Tujuan : untuk memantau ventilasi pasien yang
cukup selama pemberian anestesi/analgesik.
4) Sirkulasi, Tujuan : untuk mamantau fungsi sirkulasi pasien
selama anestesi/analgesi.
5) Suhu tubuh, Tujuan : untuk membantu mempertahankan suhu
tubuh dalam batas-batas fisiologis selama pemberian
anestesi/analgesi.
c. Kejadian konversi tindakan Anestesi/ perubahan rencana tindakan
awal saat dilakukan assesmen Pra Anestesi bisa saja terjadi,
perubahan tehnik anestesi dari Regional Anestesi ke General
Anestesi ini bisa terjadi saat akan di mulai anestesi maupun saat
durante anestesi, kejadian konversi tindakan anestesi ini dicatat
dan dilakukan monitoring evaluasi. Kejadian konversi ini
didokumentasikan dalam monitoring durante anestesi dalam form
status anestesi
3. Pelayanan Pasca-Anestesia
a. Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke
ruang pulih kecuali atas perintah khusus dokter spesialis
anestesiologi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien
tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit
perawatan kritis (ICU/HCU)
16
b. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi
beberapa diantaranya memerlukan perawatan di unit perawatan
kritis (ICU/HCU)
c. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter
spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola anestesia. selama
pemindahan, pesien harus dipantau/dinilai secara kontinual dan
diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien
d. Setelah tiba diruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada
perawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien, petugas
mencatat jam masuk Ruang Pulih Sadar dan menilai kondisi pasien
secara kontinual setiap 5 menit, tim pengelola anestesi bertanggung
jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih
17
Pasien yang sudah memenuhi kriteria keluar dari ruang pulih sadar
petugas mencatat jam keluar.
Kriteria pasien keluar dari Ruang Pulih Sadar
Tabel 4.1 Kriteria pulih sadar dari anestesi regional (bromage score)
NO KRITERIA SCORE/NILAI
1. Gerakan penuh dari tungkai 0
2. Tak mampu ekstensi tungkai 1
3. Tak mampu ekstensi lutut 2
4. Tak mampu ekstensi lutut 3
Score ≤ 2 boleh pindah ruangan
Tabel 4.2 Kriteria pulih sadar dari anestesi umum (Aldrete Score)
19
b. Vena sentral untuk pemantauan tekanan vena sentral dan
tauau pemberian nutrisi parenteral.
c. Arteri perifer utnuk pengambilan contoh darah arteri dan atau
pemberian tekanan darah invasive.
21
mengenai semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan
pasien, keluarga dan dokter lain.
22
b. Dokter spesialis anestesiologi memainkan peranan penting sebagai
tim resusitasi dan melatih doter dan perawat.
b. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali
sesuai penilaian dokter spesialis anestesiologi dan disiapkan dari
rumah.
23
c. Pada tindakan analgesia regional harus tersedia alat penghisap
(suction) tersendiri yang terpisah dari alat penghisap untuk
opersasi.
24
d. Anestesia regional dimulai oleh dokter spesialis anestesiologi dan
dapat dirumat oleh dokter spesialis anestesiologi atau
dokter/bidan/perawat anestesia/perawat dibawah supervisi dokter
spesialis anestesiologi.
26
lain, atau dalamakhir penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
c. Tidakdilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-
pasien yang jika diterapi hanya memperlambat waktu
kematian dan bukan memperpanjang kehidupan. Untuk
pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa
harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar
pasien merasa nyaman dan bebas nyeri - Semua bantuan
hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi
batang otak yang ireversible. setelah kriteria mati batang
otak (MBO) yang ada terpenuhi, pasien ditentukan
meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi
dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan
jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang
diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan MBO
dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yangmemiliki kompetensi,
dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk
oleh komite medis rumah sakit
E. Dokumentasi
Pendokumentasian seluruh kegiatan anestesi dimasukkan ke dalam
dokumen rekam medik pasien, dimana format-format dokumentasinya
sebagai berikut :
1. Form Informasi dan Edukasi Tindakan Kedokteran
2. Form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi/CPPT
3. Form konsultasi spesialis
4. Form assesmen pra anestesi
5. Form status anestesi
6. Form status sedasi
7. Form monitoring pasca anestesi/RPS
8. Form monitoring anestesi local
9. Form asuhan keperawatan pasca bedah
27
BAB V
LOGISTIK
28
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem di mana rumah sakit
memberikan asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk assesment
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko. Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap
kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera,
cacat, kematian dan lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi.
B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu sistem keselamatan pasien
ini mempunyai tujuan agar tercipta budaya keselamatan pasien di rumah
sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit dan
terlaksananya program- program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
29
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan resiko, mengembangkan sistem
dan proses pengelolaan resiko serta melakukan identifikasi dan
asesmen hal potensial bermasalah
30
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Pengertian dari keselamatan kerja yang dikutip dari beberapa sumber
adalah:
2. Faktor biologis
Adanya paparan kuman dan resiko penularan infeksi dari pasien
32
e. Melakukan pemeriksaan dan pengarahan secara berkala terhadap
metode/prosedur dan pelaksanaan kerja.
f. Dilakukan kalibrasi dan pengujian kebocoran alat secara rutin.
b. Sistem Evakuasi
Tersedia tangga darurat jika sewaktu-waktu terjadi bencana, dan
sudah dilakukan simulasi bencana secara berkala.
c. Sistem pelaporan
Jika terjadi kejadian yang tidak diharapkan (KTD) petugas segera
melaporkan kepada kepala ruangan untuk selanjutnya
berkoordinasi dengan tim K3 Rumah Sakit Umum Karsa Husada
Batu.
33
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
2. Tujuan Khusus
a. Meminimalkan kejadian penundaan operasi elektif untuk
peningkatan status fisik.
b. Meminimalkan adanya kejadian kematian di meja Operasi.
c. Meminimalkan adanya kejadian komplikasi anastesi karena
overdosis, reaksi anastesi , gagal blok dan salah penempatan
endotrakheal tube.
d. Meningkatkan kelengkapan RM asesment pra anetesi pada pasien
elektif di poli anestesi.
e. Mampu meminimalisir dan mengantisipasi Insiden Vagal Reflex Pada
Pemasangan ET.
f. Mampu melakukan asesment dan pencegahan pasien jatuh.
34
3. Kegiatan Pokok Dan Rincian Kegiatan
a. Kejadian penundaan operasi elektif untuk peningkatan status fisik
Kejadian penundaan operasi elektif untuk
Judul
peningkatan status fisik
Dimensi mutu Efektifitas,kesinambungan pelayanan,safety.
Tergambarnya peningkatan status pada pasien
Tujuan
elektif
Waktu mulai dokter memutuskan untuk pasien
Definisi
layak pembiusan yang terencana sampai
operasional
dengan operasi mulai di laksanakan
Frekwensi 1 bulan
pengumpulan
data
Periode 3 bulan
analisis
Jumlah kumulatif penundaan operasi untuk
Numerator peningkatan status fisik dari seluruh pasien
yang di operasi dalam satu bulan
Jumlah pasien yang di operasi dalam bulan
Denominator
tersebut
Sumber data Rekam Medis
Standar ≤5%
Penanggung Kepala instalasi
jawab
35
Jumlah pasien yang meninggal di meja operasi
Numerator
dalam satu bulan
Standar ≤1%
36
d. Kelengkapan rekam medis asesment pre anestesi pada pasien elektif
di poli anestesi
Kelengkapan rekamedis asesment pre anestesi
Judul pada pasien elektif di poli anestesi
37
Penanggung
Kepala instalasi
jawab
5. Sasaran
a. ≤ 5% penundaan operasi elektif untuk peningkatan status fisik
b. ≤ 1% kejadian kematian di meja operasi
c. ≤ 6% komplikasi anastesi karena overdosis, reaksi anastesi, dan
mal posisi ETT.
d. 100 % kelengkapan RM asesment pre anestesipada operasi elektif
38
e. ≤ 1% Insiden Vagal Reflex Pada Pemasangan ET
f. 0 %Kejadian pasien jatuh
BULAN
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pembentukan tim √
2 Rapat tim √ √ √ √
3 Pengumpulan data √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pelaporan dan
4 √ √ √
evaluasi
39
BAB IX
PENUTUP
40
41