Anda di halaman 1dari 31

PEDOMAN PELAYANAN

INSTALASI
FORENSIK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan masyarakat oleh profesi kedokteran di rumah sakit tidak
hanya mencakup peningkatan kesehatan masyarakat secara fisik saja,
namun juga dimaksudkan agar semua orang dapat memperoleh hak
yang diberikan oleh negara. Salah satu pelayanan kedokteran yang
dituntut oleh undang-undang untuk “mutlak” dapat dilaksanakan oleh
setiap dokter di Indonesia adalah pelayanan kedokteran forensik dan
medikolegal.
Tuntutan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum saat ini
meningkat seiring meningkatnya pendidikan masyarakat. Keberadaan
dokter forensik atau dokter yang menjalankan perintah undang-
undang (dalam hal ini KUHAP), yang melakukan pemeriksaan atas diri
korban tindak pidana, atau tersangka pelaku tindak pidana (misalnya
pada kasus penyalahgunaan obat), merupakan suatu hal yang mutlak
dan tidak dapat diabaikan. Keberadaan pelayanan kedokteran forensik
dan medikolegal merupakan salah satu bentuk pelayanan kedokteran
yang tidak dapat dipisahkan dari kesatuan pelayanan kedokteran bagi
masyarakat.
Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah
dan bukan sekedar common-sense, non-scientific belaka. Dengan
demikian di dalam penyelesaian perkara pidana yang menyangkut
tubuh, kesehatan dan nyawa manusia; seperti kasus pembunuhan,
penganiayaan, kejahatan seksual, perbuatan yang menyebabkan
kematian atau perlukaan, pelayanan kedokteran forensik dan
medikolegal di rumah sakit dan puskesmas mutlak diperlukan.
Terkait dengan permasalahan diatas, rumah sakit sebagai sarana
kesehatan rujukan juga memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal tersebut. Untuk itu
diperlukan acuan bagi rumah sakit dalam mempersiapkan sumber
daya bagi penyelenggaraannya. Departemen Kesehatan bersama
organisasi profesi Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) telah
menyusun Pedoman Pelayanan Forensik dan Medikolegal di RS.
Diharapkan dengan adanya pedoman ini, pelayanan forensik dan
medikolegal dapat dikembangkan di RSU Karsa Husada Batu. Hal ini
sejalan juga dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang no. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
B. Tujuan Pedoman
Untuk memberikan acuan dan arahan berbagai kegiatan pelayanan
secara umum dilaksanakan di Instalasi Kedokteran Forensik sehingga
dapat dijadikan dasar untuk menentukan pelaksanaan kegiatan
tersebut.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Berdasarkan Pedoman Pelayanan Kedokteran Forensik dan
Medikolegal yang diterbitkan oleh Kolegium Dokter Forensik Indonesia,
maka RSU Karsa Husada dkategorikan sebagai Rumah Sakit tipe
Strata II yakni Pelayanan Skunder, yang melakukan pelayanan
kedokteran forensik dan medikolegal spesialistik. Pelayanan tersebut
mencakup :
1) Pelayanan forensik patologi
2) Pelayanan forensik klinik
3) Pelayanan laboratorium forensik sederhana
4) Pelayanan konsultasi medikolegal terbatas dan surat keterangan
kematian
5) Pelayanan kamar jenazah
6) Pelayanan identifikasi orang hilang (DVI)
D. Batasan Operasional
1) Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Adalah pelayanan kedokteran untuk memberikan bantuan
profesional yang optimal dalam memanfaatkan ilmu kedokteran
untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Pelayanan
kedokteran forensik dan medikolegal mencakup 5 bidang utama,
yaitu : pelayanan forensic klinik, forensic patologi, laboratorium
kedokteran forensik, pelayanan konsultasi medikolegal, dan
pelayanan identifikasi orang hilang
2) Pelayanan Forensik Patologi
Adalah pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban mati
yang dikirim oleh penyidik ke Rumah Sakit atau puskesmas dan
bantuan pelayanan pemeriksaan bedah mayat klinis terhadap
mayat pasien sesuai permintaan pihak yang berkepentingan.
3) Pelayanan Forensik Klinik
Adalah pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban hidup
yang dikirim penyidik ke Rumah Sakit atau puskesmas dan
pelayanan pemeriksaan forensik pada pasien dalam rangka
pembuatan visum et repertum, surat keterangan atau lainnya.
4) Pelayanan Laboratorium Kedokteran Forensik
Adalah pelayanan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang
kepentingan pelayanan forensik klinik, forensik patologi,
maupun pelayanan medikolegal.
5) Pelayanan Konsultasi Medikolegal
Adalah pelayanan konsultasi ahli yang dilaksanakan seorang
dokter spesialis kedokteran forensik dalam bidang terkait untuk
prosedur medikolegal.

6) Pelayanan Kamar Jenazah


Adalah pelayanan pengurusan jenazah sesuai kondisinya hingga
siap untuk dimakamkan meliputi kegiatan pemulasaran
jenazah, dan surat surat yang terkait dengan penguburan.
7) Pelayanan Identifikasi Orang Hilang
Adalah pelayanan identifikasi terhadap temuan mayat tidak
dikenal, meliputi pemeriksaan kedokteran forensik serta
bantuan untuk pemeriksaan identifikasi non kedokteran
(bantuan pengambilan foto wajah, sidik jari, dsb)
E. Landasan Hukum
1) UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2) UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3) UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
4) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
5) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6) UU No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
7) UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana
8) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/Menkes/Per/III/2008
tentang Rekam Medis.
9) Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 290/Menkes/Per/III/2008
tentang PersetujuanTindakan Medis.
10) Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran.
11) Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1045 Tahun 2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan
Departemen Kesehatan.
12) Keputusan Menteri Kesehatan No.129 tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal RS
13) Standar kamar Jenazah, Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2004
14) Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada
Bencana Massal, Kerjasama Departemen Kesehatan RI dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, tahun 2004
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Ketenagaan Kualifikasi Personal Standar
Jumlah
Tenaga Dokter Spesialis Pendidikan dokter Spesialis 1
Forensik Forensik
Ketrampilan khusus:
- Identifikasi korban
bencana massal
Dokter Umum Pendidikan dokter umum 2
Teknisi Forensik Minimal SMA/ sederajat 3
Ketrampilan khusus:
- Pelatihan teknisi otopsi
dan manajemen
pemulasaraan jenazah
Tenaga Pemulasaraan Minimal SMA/sederajat 3
Jenazah Ketrampilan khusus:
- Pelatihan pemulasaraan
jenazah menular / tidak
menular
Tenaga Administrasi Minimal SMA/sederajat 2
Ketrampilan khusus:
- Pelatihan administrasi
persuratan dan
perkantoran

B. Pengaturan Jaga
Pelayanan dilakukan 24 jam dengan penanggung jawab adalah dokter
jaga spesialis forensik yang bertugas on call dan dibantu oleh dokter
umum.
Petugas teknisi otopsi dan tenaga pemulasaraan jenazah bekerja
sesuai dengan ketentuan shift jaga di Instalasi kedokteran Forensik,
dikarenakan keterbatasan SDM maka shift jaga dibagi menjadi 3 shift,
yaitu: shift pagi antara pukul 07.00-14.00, shift sore antara 14.00-
21.00, shift malam antara jam 21.00 s/d 07.00.
Pengaturan jaga disusun sedemikian rupa sehingga setiap karyawan
teknisi otopsi dan tenaga pemulasaraan jenazah bertugas jaga
bergantian waktu dan mendapatkan hak libur diantara jaga.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Standar Fasilitas
(1) Ruangan dan Bangunan
a. Kebutuhan Ruang
1. Ruang tunggu dan Resepsionis
Ruangan tempat penerimaan jenazah dan dokumen harus
bersih dan cukup luas, aman dan nyaman untuk korban,
klien, pasien atau keluarganya atau pengantarnya. Ruangan
harus cukup tenang agar keluarga korban, klien, pasien atau
pengantarnya dapat mendengar dan mengerti penjelasan dari
staf medis fungsional bila diperlukan.
2. Ruang administrasi
Ruang ini harus cukup untuk penempatan meja tulis,
komputer, lemari arsip untuk penyimpanan rekam medik,
visum et repertum dan dokumen medik lainnya. Luasnya
disesuaikan dengan jumlah karyawan dan aktivitasnya.
3. Ruang pemeriksaan
Ruang pemeriksaan pelayanan kedokteran forensik dan
medikolegal yaitu:
a. Ruang pemeriksaan patologi forensik
Ruang pemeriksaan patologi forensik harus cukup luas
untuk sarana tepat guna autopsi forensik. Di ruangan
minimal terdapat 1 meja otopsi. Luas yang dibutuhkan 6
m x 6 m = 36 m2
b. Ruang pemeriksaan forensik klinik dan atau ruang PPT
Ruang pemeriksaan forensik klinik dan atau ruang PPT
sebaiknya cukup luas untuk menampung pelayanan
multi-disiplin dan sumberdaya manusianya.
4. Ruang pendingin untuk mengawetkan jenazah
Sebaiknya cukup untuk menampung 2-4 jenazah, dengan
daya pendinginan sampai -20oC (minus 20 derajat Celsius).
Merupakan tempat penyimpanan jenazah sebelum dibawa
keluarganya atau menunggu saat pelaksanaan otopsi. Luas
ruangan yang dianjurkan sesuai dengan Standar adalah 3.5
m x 6 m.
5. Ruang staf dan ruang pertemuan
Terdiri dari :
a. Ruang pertemuan besar untuk keperluan seluruh
karyawan.
b. Ruang diskusi kecil untuk keperluan pertemuan diskusi
profesi secara khusus.
c. Ruang perawat dan tenaga keteknisan forensik
6. Ruang konsultasi medikolegal / etika
Ruang konsultasi medikolegal sebaiknya memiliki suasana
yang tenang dan privat, dapat menampung kelompok orang
yang membutuhkan konsultasi medikolegal. Bila tidak
tersedia ruang konsultasi medikolegal, pelayanan dapat
dialihkan pada ruang diskusi kecil.
7. Kamar mandi dan WC
Disediakan ruang mandi terpisah untuk staf medis
fungsional, perawat dan tenaga keteknisan kedokteran
forensik, toilet bagi staf, korban/ klien, pasien serta keluarga
atau pengantarnya.
Toilet untuk pasien dilengkapi dengan pengaman dari kayu
atau besi untuk pegangan serta dibuat sedemikian rupa
sehingga korban, klien, atau pasien yang mempergunakan
kursi roda, kruk atau alat penyangga tubuh lainnya dapat
mempergunakannya tanpa ada kesukaran.
8. Ruang ganti
Ruang ganti dipisahkan untuk staf pria dan wanita,
dilengkapi dengan rak penggantung baju yang terpisah
dengan rak penggantung apron.
9. Gudang
Gudang terdiri atas gudang bersih dan gudang besar. Gudang
bersih digunakan untuk penyimpanan perlengkapan seperti
formulir dokumen medik, sprei, sarung bantal, dan lain-lain.
Gudang besar digunakan untuk menyimpan bahan kimia
habis pakai, peralatan yang masih berfungsi maupun yang
sudah rusak untuk diperbaiki, serta troley.
10. Ruang arsip
b. Bangunan,
Kriteria bangunan pada kamar jenazah sesuai dengan Standar
Kamar Jenazah adalah sebagai berikut :
1. Memiliki area tertutup yang betul tidak dapat diakses oleh
orang yang tidak berkepentingan
2. Jalur jenazah berdinding keramik, dengan lantai tidak
berpori, memiliki sistem pembuangan limbah, sistem sirkulasi
udara dan sistem pendingin

3. Hubungan antara jalur jenazah dengan petugas:


- Ruang otopsi berhubungan langsung dengan ruang ganti
pakaian, sebaiknya dipisahkan dengan antiseptic footbath
- Menggunakan pintu dalam sebagai jalur keluar masuk
jenazah
4. Hubungan antara area tertutup dengan area terbuka:
- Jalur keluar masuk jenazah sebaiknya dengan
menggunakan pintu ganda
5. Ruang otopsi, minimalis, memilki sistem pendingin udara dan
sistem aliran udara yang baik.
- Tersedia lemari alat, lemari barang bukti, air bersih
mengalir, saluran pembuangan air limbah, kulkas dan
freezer, meja periksa organ, timbangan organ.
- Ruang infeksi kondisi membusuk maupun infeksius
memiliki sistem penghisap udara dengan lantai sebaiknya
non porous
6. Sebaiknya memilki ruang ganti pakaian yang dilengkapi
dengan kamar mandi dan toilet terpisah laki-laki dan
perempuan yang dilengkapi tempat cuci tangan antiseptic
bahkan antiseptic footbath.
(2) Peralatan
Peralatan yang disediakan untuk mendukung pelayanan di Intalasi
Kedokteran Forensik sesuai dengan Standar Kamar Jenazah Dirjen
Yanmed Kemenkes RI 2004 adalah:
a. Mobile meliputi :
- brankar jenazah berbahan aluminium dengan sedikit
cekungan, diharapkan memilki saluran pembuangan air
sehingga dapat merangkap sebagai meja otopsi dan mudah
dibersihkan ( terbagi dalam brankar roda dan brankar angkat)
- ambulans jenazah
b. Non mobile :
b.1. kondisi normal sehari-hari :
 peralatan otopsi
 peralatan laboratorium forensik sederhana
 kantong mayat
 sistem komunikasi dan informasi (telepon, intercom,
computer)
 peralatan kewaspadaan universal
 Formulir administrasi surat kematian, identifikasi
 Label jenazah
b.2. pada kondisi bencana massal :
Dibutuhkan tim identifikasi yang lintas sektoral dan lintas
departeman yang dituntut untuk bekerja baik di mortuary
maupun dilapangan, Untuk di lapangan maka dibutuhkan
peralatan antara lain: kit identifikasi bencana massal dan
perlengkapan laboratorium
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Pelayanan Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal di rumah sakit


dilaksanakan melalui sistem pendekatan pelayanan terpadu, artinya
klien, korban atau pasien yang memerlukan pelayanan kedokteran
forensik dan medikolegal dilayani melalui 2 akses utama. Akses tersebut
adalah :
1. Korban atau pasien yang telah meninggal dunia memperoleh
pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal setelah terdaftar
untuk memperoleh pelayanan pada instalasi kamar mayat / mortuary
/ pemulasaraan jenazah yang ada di rumah sakit.
2. Korban, klien atau pasien hidup yang memperoleh pelayanan
kedokteran forensik dan medikolegal melalui instalasi gawat darurat,
pusat pelayanan terpadu (PPT), poliklinik atau datang ke kantor
Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Semua pelayanan kedokteran forensik korban, klien atau pasien
hidup didaftarkan dan di data pada Instalasi Kedokteran Forensik dan
Medikolegal melalui unit-unit tersebut di atas.
Pelayanan konsultasi medikolegal dilaksanakan di dalam dan di luar
gedung Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan dilayani oleh
dokter spesialis forensik, atau dokter terlatih kedokteran forensik yang
sesuai dengan kewenangan klinisnya.
Pada Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) ditangani korban, klien atau pasien
hidup dengan keadaan non kritis sedemikian hingga dapat dilakukan
pelayanan forensik di bawah satu atap. PPT akan melayani masalah
klinis, medikolegal, juga masalah psiko-sosial, dengan kerja sama multi-
disiplin dan multisektor. Pemeriksaan oleh bidang spesialisasi lain, pada
kasus yang ditangani di PPT, sedapat mungkin dilakukan di ruang PPT.
Pelayanan tersebut diatas diatur secara tersendiri dalam Standar
pelayanan Instalasi Kedokteran Forensik yang dituangkan dalam bentuk
Standar Prosedur Operasional dan Prosedur Kerja.
A. Hubungan Kerja Dalam Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal
di Rumah Sakit
Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan sistem kerja dan alur kerja
yang tepat, baik inter disiplin maupun intra disiplin dengan
memanfaatkan secara maksimal sarana dan prasarana yang tersedia.

Kekhususan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal adalah :


1. Sebagian korban atau klien yang membutuhkan pelayanan
kedokteran forensik dan medikolegal diharuskan datang karena
perintah perundang-undangan. Pelayanan kedokteran forensik dan
medikolegal merupakan kewajiban dokter yang harus dipenuhi
sebagai kewajiban hukum.
2. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal melibatkan berbagai
profesi yang bekerja dalam suatu tim terpadu sesuai kewenangannya
masing-masing.
3. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dalam
pelaksanaannya, selain memperhatikan kepentingan klien atau
korban, juga mengutamakan kepentingan hukum, baik dalam posisi
sebagai penyidik atau posisi lain sesuai perintah hukum.
4. Pelayanan kedokteran forensik bersifat professional dan imparsial,
meletakkan suatu kasus pada tempatnya. Pelayanan kedokteran
forensik dan medikolegal memiliki fungsi melindungi masyarakat (to
protect the society) sehingga dalam memutuskan suatu kasus tidak
hanya mempertimbangkan keadilan, namun juga stabilitas
masyarakat/dalam hal ini yang dimaksud adalah kepercayaan
masyarakat terhadap institusi yang benar benar imparsial tidak
dibawah pengaruh hirarkhi apa pun.
Lintas Program
Pelayanan korban / klien yang datang ke Instalasi Kedokteran Forensik
dan Medikolegal dapat berasal dari berbagai disiplin ilmu, demikian pula
sebaliknya, pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal
membutuhkan konsultasi dan rujukan ke berbagai disiplin ilmu sesuai
kebutuhan.
Lintas Sektoral
Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal tidak berdiri sendiri,
selalu diperlukan kerja sama dengan instansi / institusi lain, seperti
kepolisian RI, Jaksa, Advokat, tenaga kesehatan, lembaga swadaya
masyarakat, asuransi, universitas, dan masyarakat umum untuk
kepentingan pelayanan forensik.
B. Alur Korban / Klien Dalam Pelayanan Kedokteran Forensik dan
Medikolegal di Rumah Sakit.
Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal dilakukan dengan 2
akses utama, akses pertama adalah untuk korban, klien(“pasien”) hidup
dan akses kedua untuk korban, klien “pasien” yang telah meninggal
dunia. Keduanya memiliki alur pelayanan masing-masing dan keduanya
saling berkoordinasi.
1. Korban, klien, atau pasien hidup
i. Korban/pengantar yang datang ke RS atau Puskesmas mendaftar
di bagian registrasi, kemudian di IGD dilakukan triage untuk
menilai kondisi korban apakah dalam keadaan non kritis, semi
kritis atau kritis.
ii. Korban perempuan dan anak dalam keadaan non kritis, akan
dirujuk ke PPT untuk mendapatkan layanan pemeriksaan
kedokteran forensik dan medikolegal, serta layanan psiko-sosial.
Bilamana perlu dapat dilakukan koordinasi dan kerja sama dengan
LSM terkait. Pada korban lain (bukan perempuan dan anak)
pemeriksaan dilakukan di Instalasi Gawat Darurat.
iii. Korban dalam keadaan semi kritis dan kritis atau memerlukan
terapi bedah dan medik ditangani di instalasi gawat darurat
bersama dengan dokter forensik sesuai prosedur yang berlaku.
iv. Korban, klien, atau pasien yang datang ke poliklinik atau IGD dan
dipandang mungkin penyakit atau cederanya terkait suatu tindak
pidana diperiksa bersama dengan dokter forensik atau dirujuk ke
Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
v. Korban, klien, atau pasien yang sedang dirawat di instalasi rawat
inap, bila dipandang mungkin penyakit atau cederanya terkait
suatu tindak pidana, maka dokter penanggung jawab pasien, dapat
merujuknya ke Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
vi. Korban, klien, atau pasien yang datang tanpa disertai surat
permintaan visum dimintakan untuk melapor atau dibantu untuk
melapor pada pihak penyidik. Pemberitaan visum et repertum
dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan pada hari surat permintaan
visum dibuat. Pemeriksaan sebelumnya dapat disertakan sebagai
suatu surat keterangan dokter.
vii. Pelayanan konsultasi medikolegal dapat diperoleh dengan
melakukan registrasi pada Instalasi Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, dan akan dilayani oleh staf medis fungsional dengan
kewenangan klinis yang sesuai.
2. Korban, klien, atau pasien mati
i. Korban, klien atau pasien mati datang ke Rumah Sakit dibawa ke
instalasi pemulasaraan jenasah dan didaftarkan pada bagian
registrasi instalasi pemulasaraan jenazah.
ii. Korban, klien atau pasien mati yang telah dilengkapi
administrasinya sesuai prosedur medikolegal dibawa ke Instalasi
Kedokteran Forensik dan Medikolegal untuk diperiksa..
iii. Pada pemeriksaan forensik, penyidik / penyidik pembantu
mengikuti pemeriksaan mayat dan atau bedah mayat bersama staf
medis fungsional.
iv. Pada autopsi klinik, pihak keluarga, staf medis fungsional rumah
sakit dari instalasi lain dapat diijinkan mengikuti pemeriksaan
mayat dan bedah mayat bersama staf medis fungsional.

C. Pemeriksaan laboratorium
Sesuai dengan Pedoman Pelayanan Kedokteran Forensik yang diterbitkan
oleh Kolegium Dokter Forensik Indonesia, dan disesuaikan dengan kelas
rumah sakit penyelenggara maka pelayanan laboratorium yang dapat
dilaksanakan di RSU Karsa Husada berupa Pelayanan laboratorium
forensik sederhana: pemeriksaan darah, cairan mani, spermatozoa, dan
penentuan pengguna narkoba (kualitatif)
Pelayanan dilaksanakan dengan terlebih dahulu menyusun Standar
Prosedur Operasional pelayanan laboratorium.
D. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah di Instalasi Kedokteran Forensik dilaksanakan secara
terpadu dibawah koordinasi Instalasi Penyehatan Lingkungan dan
Instalasi Pemeliharaan Sarana. Pengelolaan limbah internal dari produk
buangan yang diproduksi oleh layanan kedokteran forensik adalah
dengan membagi produk tersebut menjadi 2 kontainer dengan tambahan
1 wadah khusus forensik sebagai penampung produk barang bukti yang
dapat bermanfaat untuk proses penyidikan maupun penyelidikan.
Kontainer tersebut berupa wadah kantong plastik yang secara rutin
diperoleh melalui pengadaan barang lintas instalasi yang secara umum
telah dibedakan kategorinya sebagai sampah medis dan sampah non
medis, dibedakan berdasarkan warna kantong plastik. Produk buangan
dari pelayanan kedokteran forensik berupa sampah medis akan
dikumpulkan secara kolektif dalam container kantong plastik berwarna
kuning, produk buangan tersebut bisa meliputi kapas, kasa maupun
pembalut atau underpad.
Produk buangan yang berupa sampah non medis akan dikumpulkan
secara kolektif dalam container kantong plastik berwarna hijau.
Dan untuk container khusus untuk menampung produk barang bukti
yang digunakan untuk proses penyidikan maupun penyelidikan, dimana
produk tersebut akan dibawa oleh penyidik dengan prosedur serah terima
barang bukti, telah disediakan dengan menampung produk tersebut
dalam container kantong plastik berwarna merah dengan tulisan
“forensik”.
E. Laporan hasil dan arsip
Semua layanan di Instalasi Kedokteran Forensik akan menghasilkan
produk akhir berupa laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan jenis
layanan masing-masing. Laporan hasil tersebut lebih utama berkorelasi
langsung dengan konsumen primer yaitu pihak penyidik (kepolisian atau
hakim pengadilan) ataupun pihak asuransi sebagai pihak ketiga yang
telah mendapatkan persetujuan oleh jenazah sewaktu masih hidup untuk
keperluan klaim. Laporan hasil akan dilakukan sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional yang telah ditetapkan, yaitu untuk pelayanan
pembuatan visum et repertum maupun pembuatan pengisian lembar
konsul medis dari asuransi yang ditandatangani langsung oleh dokter
pemeriksa sebagai penanggung jawab langsung.
Pemberian hasil laporan visum et repertum kepada pihak penyidik
dilakukan secera terpadu melalui satu pintu dengan mengajukan nota
dinas pengantar penerbitan jawaban visum et repertum ke pihak
kepolisian sesuai dimana wilayah jenazah ditemukan sekaligus meminta
stempel dinas Rumah Sakit di Sub Bag Umum Rumah Sakit. Sedangkan
untuk asuransi dilaksanakan sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional yang telah ditetapkan,
Pengarsipan dilaksanakan pada setiap kegiatan administratif yang
dikerjakan satu pintu oleh staf tata usaha yang dilaksanakan dengan
mengacu standar pengarsipan yang telah disosialisasikan oleh pihak
Rumah sakit.
BAB V
LOGISTIK

A. Logistik Pelayanan Patologi Forensik ( bedah jenazah forensik,


rekonstruksi jenazah ) meliputi :
a. Otopsi set
b. APD
c. Timbangan gantung
d. Jarum dan benang
e. Alkohol 96%
f. Creolin
g. Handscoen
h. Scort plastik
i. Topi operasi
j. Baju operasi
k. Sabun antiseptic
l. Sabun detergent
m. Alat ukur berat dan panjang
n. Telenan otopsi
o. Kresek sampah medis
p. Stoples
q. Buku notulen
r. Ballpoint
s. Sapu karet
t. Blanko
u. Spuit 10 cc
v. Formalin 10 %
B. Pelayanan forensik klinik : korban kekerasan terhadap perempuan
dan anak, perkosaan, kejahatan seksual lain, perlukaan, keracunan,
penunjang pelaku (psikiatrik).
a. Formilir Status Pemeriksaan
b. Buku register pemeriksaan
C. Logistik Pelayanan Laboratorium Forensik Sederhana, meliputi :
a. Mikroskop
b. Tabung reaksi
c. Tabung Erlemeyer
d. Labu ukur
e. Botol semprot
f. Botol Vayel
g. Batang pengaduk
h. Tabung satu seri
i. Tabung 1 seri
j. Gunting
k. Pinset
l. Cover glass
m. Objek glass
n. Pipet Pasteur
o. Rak penyangga
p. Gelas ukur
q. Tabung Vacuntainer
r. Torniquet
s. Spuit
t. Narkoba
u. Reagen
v. Infus Saline
w. Aquades Steril
x. AquaBidest
y. Kapas Alkohol
z. Hand scoen
D. Logistik Pelayanan Identifikasi Orang Hilang : odontologi forensik,
penunjang sidik jari, korban bencana (Disaster Victim Identification
/DVI)
a. Label
b. Alat ukur panjang
c. Osteoboard
d. Form Identifikasi
E. Logistik Pelayanan Forensik : penentuan pengguna narkotika,
medikolegal surat keterangan sehat
a. Handscoen
b. Buku notulen
c. Ballpoint
d. Blanko
e. Spuit 10 cc
f. One step casete style THC
g. One step casete style Methamethamine
h. One step casete style Amphetamine
i. One step casete style Benzodiazepane
j. One step casete style Morphine
k. One step casete style Methadone
l. Multi drug step screen test panel (urine)
F. Logistik Pelayanan Kamar Jenazah (pemulasaraan, rumah duka dan
transportasi jenazah, dan tindakan prevensi jenazah infeksius)
meliputi :
a. Kapur barus
b. Sabun
c. Sampo
d. Minyak wangi
e. Kapas
f. Rinso
g. Waslap
h. Handuk
i. Apd
j. Plester
k. Kresek plastik
l. Alkohol
Untuk pelayanan rumah duka belum tersedia
G. Logistik Pelayanan Medikolegal : konsultasi medikolegal, konsultasi
etikolegal, kesaksian ahli (termasuk a de charge)
a. LCD
b. White Board
c. Spidol
d. Buku Literatur
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien dalam Rumah Sakit menurut WHO dinyatakan
bahwa kebebasan pasien dari segala tindakan kerusakan yang tidak
sebaiknya terjadi ataupun kerusakan yang potensial terjadi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan pada pasien. Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) menyatakan bahwa
keselamatan pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem dimana Rumah
Sakit membuat asuhan pasien lebih aman, hal ini termasuk assesmen
resiko, identifikasi dan pengelolan yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko.
Terkait dengan pelayanan di Instalasi Kedokteran Forensik,
pelayanan dapat diberikan kepada pasien hidup maupun pasien yang
telah meninggal. Untuk pasien yang masih hidup maka pengelolaan
menejemen keselamatan pasien sesuai dengan prosedur keselamatan
pasien. Namun untuk dibidang pelayanan kedokteran forensik, maka
keselamatan pasien lebih didominasi dengan keselamatan jenazah
sampai di tangan keluarga yang benar dan tepat melalui proses
identifikasi yang sesuai prosedur dan tindakan keselamatan internal
karyawan dalam program keselamatan kerja.
Terlepas dari permasalahan yang timbul pada keselamatan pasien,
maka dapat dikatakan bahwa hampir semua kegiatan pelayanan
kesehatan yang dilakukan selaku dan harus didasarkan pada
keselamatan pasien itu sendiri baik pada orang sakit dan keluarganya
hingga pada keadaan bila pasien tersebut meninggal (jenazah) dan
keluarganya. Hal tersebut terakhir , kadang menjadi tidak begitu
diperhatikan karena menganggap bahwa kenyataan pasien telah
meninggal maka hak atas jenazah tersebut menjadi hilang dan diabaikan.
Padahal penjelasan mengenai apa yang harus dilakukan terhadap
jenazah diluar kepentingan rahasia kedokteran harus tetap disampaikan
kepada keluarga pasien, terutama untuk bidang forensik yang terkait
dengan masalah penentuan identitas, benar atau tidaknya identitas
jenazah yang dimaksud.
Identifikasi tersebut menjadi penting karena banyak aspek yang
terkait didalamnya tertama yang menyangkut dengan permasalahan
aspek legal atau hukum, seperti:
1. Perkara Pidana
 Identifikasi pada penjahat, pembunuh, pelaku penganiayaan,
perkosaan, dll
 Korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dikenal
 Identifikasi pada peristiwa penggalian jenasah, disini keadaan
jenasah sudah membusuk bahkan tinggal kerangka yang
jumlahnya sudah tidak lengkap lagi.
 Korban yang tidak dikenal, tenggelam, hilang dan penentuan
jenis kelamin yang meragukan.
2. Perkara Perdata
 Asuransi.
 Hak Waris.
 Dugaan ayah dari seseorang yang tidak legal
B. Tujuan
Berhasilnya penentuan identitas jenazah korban bencana massal
dengan akurat, maka diharapkan tidak terdapat permasalahan pada saat
pengembalian jenazah kepada keluarga yang berhak. Dengan tidak
adanya keraguan tersebut diharapkan tidak akan timbul permasalahan
dikemudian hari terkait aspek-aspek kehidupan yang selalu menyertai
setian orang baik dari segi hak asasi manusia, religi, ekonomi, status
administrasi dan kepentingan yang lain.
Melalui pengembalian jenazah yang tepat kepada keluarganya maka
jenazah tersebut juga tidak akan kehilangan hak-haknya untuk kembali
kepada keluarga yang benar (berhak) dan bagi keluarga maka juga tidak
ada keraguan untuk menerima dan merawat jenazah yang memang
sudah menjadi hak milik keluarga. Dengan demikian maka dokter
pemeriksa telah melakukan upaya keselamatan pasien terutama dari
kepastian identitas (identifikasi) sehingga tidak membuat suatu tindakan
yang merugikan bagi jenazah dan keluarganya terkait dengan
kemungkinan tertukarnya jenazah kepada orang yang tidak berhak. Perlu
diketahui pula bahwa keberhasilan proses keselamatan pasien di bidang
identifikasi bencana missal di lingkungan kerja forensik tidak terlepas
dari budaya keselamatan kerja itu sendiri yaitu:
“ kondisi dimana staf dalam suatu organisasi memiliki kesadaran
tetap dan aktif akan hal yang potensial menimbulkan kesalahan, baik staf
dan organisasi mampu membicarakan dan belajar dari kesalahan dan
mengambil tindakan perbaikan.”
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Instalasi Kedokteran Forensik harus


diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Dalam melakukan pelayanan, pemberi layanan harus selalu
menggunakan alat pelindung diri sesuai Universal Precaution
Measures.
 Desain ruang pelayanan sesuai kebutuhan dalam rangka
menghindari penyebaran infeksi
 Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan bahan
harus sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.
Selain hal tersebut diatas untuk memaksimalkan kondisi bersih (tidak steril
) dilingkungan Instalasi Kedokteran Forensik terutama pada lokasi tempat
pemeriksaan jenazah dan laboratorium serta lokasi pendingin jenazah,
secara berkala dilakukan prosedur pemantauan nilai ambang
mikroorganisme yang dilaksanakan secara terpadu oleh lintas Instalasi yaitu
oleh Instalasi Penyehatan Lingkungan (IPL). Dari hasil yang diperoleh maka
dapat diperoleh pula solusi peningkatan kualitas kebersihan disesuaikan
dengan hasil yang ada.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Dalam bab Pengendalian Mutu ini memuat gambaran umum tentang mutu
layanan Instalasi Kedokteran Forensik. Hal ini digunakan sebagai pedoman
dalam menjaga mutu layanan, meliputi standar input, proses dan output,
pengukuran kepuasan pelanggan, penanganan keluhan dan saran, serta
indicator mutu dan sasaran mutu Instalasi Kedokteran Forensik.
1. Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Standar Pelayanan Minimal telah dilakukan sesuai ketentuan, disertai
proses pencatan dan pelaporan secara berkala dan berkesinambungan.
2. Penerapan dan Pengelolaan Manajemen Resiko
Manajemen resiko telah dilakukan sesuai ketentuan, disertai proses
pencatan dan pelaporan secara berkala dan berkesinambungan.
3. Pembuatan Prioritas Perbaikan Pelayanan
Dilakukan dengan cara melakukan telaah dan kajian dari pelayanan yang
telah berjalan sebelumnya. Kegiatan ini meliputi analisa pelayanan tahun
sebelumnya, analisa hambatan bila tidak tercapai dan strategi penvapaian
terhadap leyanan yang tertunda.
Sedangkan untuk meningkatkan hasil kegiatan baik pelayanan,
pendidikan dan penelitian yang telah dicapai maka tetap disusun rencana
dan strategi baik dalam tidak hanya di bidang pelayanan, pendidikan dan
penelitian.
4. Penerapan Clinical Pathway (CP)/ Panduan Praktek Klinis (PPK)
Penerapan dokumen CP dan PPK diimplementasikan dalam kegiatan
teknis yang diacu melalui pelaksanaan SPO
Semua kegiatan pengendalian mutu tersebut dilakukan dengan rutin melalui
kegiatan sebagai berikut:
A. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan tiap pelayanan kedokteran forensik di instalasi Kedokteran
Forensik dalam rekam medis kedokteran forensik dan medikolegal.
Pencatatan ini mencakup pelayanan yang dilakukan oleh staf medis
fungsional dan tenaga keteknisian bidang kedokteran forensik yang
dilakukan di dalam gedung Rumah Sakit maupun di luar gedung Rumah
Sakit dalam naungan kewenangan rumah sakit.
Dalam rekam medis dicatat diagnosa medik berdasarkan ICD X untuk
pelaporan rumah sakit ke Dinas Kesehatan yang kemudian diteruskan
ke Departemen Kesehatan.
B. Evaluasi dan Pengendalian Mutu
Kegiatan evaluasi dan kendali mutu terdiri dari :
a. Evaluasi internal
Rapat internal berupa pertemuan tim pelayanan Kedokteran Forensik
dan Medikolegal yang membahas permasalahan dalam pelayanan,
pendidikan, penelitian dan pengembangan pelayanan serta monitoring
terhadap indikator kinerja pelayanan seperti respond time, kepuasan
klien, kegiatan internal audit oleh asesor internal maupun oleh tim
SPI RSU Karsa Husada.
b. Evaluasi eksternal
Dilakukan oleh badan akreditasi/sertifikasi dari luar rumah sakit
sebagai upaya penjaminan mutu pelayanan di RS.
c. Evaluasi terhadap pelaksanaan Pedoman Pelayanan Kedokteran
Forensik dan Medikolegal di rumah sakit yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan dan Persatuan Dokter Forensik Indonesia
(PDFI) setiap 5 tahun.
BAB IX
PENUTUP

Demikian Pedoman pelayanan Instalasi Kedokteran Forensik RSU Karsa


Husada Batu, dengan mengacu pada Standar Kamar Jenazah dan Pedoman
Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Rumah Sakit diharapkan
dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kedokteran
forensik di RSU Karsa Husada Batu.
Selain itu diharapkan pula dapat memberikan kontribusi dalam usaha
pengembangan pelayanan kedokteran forensiik menjadi lebih baik dan lebih
maju.
Lampiran 1.
ALUR PELAYANAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

PASIEN / KORBAN /
KLIEN

POLRI

MENINGGAL HIDUP

INSTLASI KED INSTLASI GAWAT


FORENSIK DARURAT

DIAGNOSIS KLINIS

DIAGNOSIS MEDIKOLEGAL

DOKTER FORENSIK

PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
VISUM JENAZAH VISUM HIDUP

VISUM ET REPERTUM / SURAT


KETERANGAN MEDIS
Lampiran 2

USULAN TARIF PELAYANAN KEDOKTERAN FORENSIK

JASA JASA
NO URAIAN TARIF JUMLAH
SARANA LAYANAN
1 Sewa ruang upacara 75,000 25,000 100,000
2 Sewa kamar pendingin 50,000 25,000 75,000
3 Perawatan jenazah 50,000 150,000 200,000
4 Pengkafanan jenazah 150,000 50,000 200,000
Perawatan jenazah penyakit
5 200,000 400,000 600,000
menular
Bedah jenazah / otopsi dan
6 150,000 550,000 700,000
pembuatan visum
Pemeriksaan Luar jenazah dan
7 75,000 225,000 300,000
pembuatan visum
Pemeriksaan forensik klinik
8 75,000 225,000 300,000
dan pembuatan visum
9 Konsultasi medic 50,000 150,000 200,000
10 Keterangan BAP 75,000 225,000 300,000
11 Tes golongan darah ABO 15,000 5,000 20,000
12 Tes analisis spermatozoa 50,000 150,000 200,000
Pemeriksaan narkoba forensik
13 100,000 150,000 250,000
(5 item)

Anda mungkin juga menyukai