Anda di halaman 1dari 78

MODUL PEMBELAJARAN

ILMU FORENSIK

TAHAP PENDIDIKAN PROFESI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
ii Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
FAKULTAS KEDOKTERAN
UINIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

1. Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.

2. Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

3. Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

4. Rumah Sakit Rivai Abdulah.

5. Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal iii
iv Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Tim Penyusun:
Pengarah :
1. Dekan FK UMP ( Prof. Dr. KHM. Arsyad, DABK. Sp.And )
2. Dekan FK UMP ( HM. Ali Mucthar.,M.Sc )
3. Wakil Dekan I (dr. Yanti Rosita M.Kes)
Narasumber : dr.Binsar Silalahi, Sp.F.DFM.SH
dr. Mansuri, Sp.F
Ketua tim : dr. Nia Ayu Saraswati., M.Pd.Ked
Anggota :
1. dr. Liza Chairani Sp.A., M.Kes.
2. dr. Rizal Ambiar Sp.THT. MBA
3. dr. Hasmaenah Sp.M

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal v


vi Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim
Assalamua’laikum, wr. wb,

Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter yang diterbitkan oleh Konsil


Kedokteran Indonesia tahun 2012, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang secara bertahap mempersiapkan diri dalam
mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi baik pada tahap
Pendidikan Sarjana maupun tahap Pendidikan Profesi.
Menyadari bahwa tahap Pendidikan Profesi bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan klinis, mendapatkan dan memecahkan masalah
klinik serta membangun perilaku profesional seorang calon dokter termasuk
didalamnya memiliki iman dan akhlak tinggi sebagai ciri khas dokter muslim,
disusunlah Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Forensik ini. Modul ini disusun dengan harapan dapat membantu para
mahasiswa yang berkepentingan untuk memperoleh informasi yang benar
sehingga proses pendidikan profesi di Ilmu Kedokteran Forensik dapat
berjalan lebih baik.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga
buku panduan ini dapat diterbitkan pada waktunya sehingga dapat digunakan
sebagai pegangan pelaksanaan pendidikan profesi di bagian Ilmu Kedokteran
Forensik.

Nasrun minallah wa fathun qariib.


Wassalamu’alaikum, wr. wb.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal vii
viii Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan …………………………………………………………..
A. Kompetensi Lulusan Dokter FK UMP …………………….…..2
B. Tujuan Pembelajaran …………………………………………………2
C. Lingkup Bahasan …………………………………………………4
Bab II Proses Kepaniteraan Klinik …………………………………………
A. Alur Kegiatan …………………………………………………………7
B. Metode dan Strategi Pembelajaran …………………………….…..7
C. Sistem Evaluasi …………………………………………………9

Bab III Tata Tertib Pelaksanaan Kepaniteraan Klinik


A. Tata Tertib ……………………………………………………….14
B. Sanksi Akademik ……………………………………………….15

Bab IV Panduan Belajar …………………………………………….…18

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal ix


x Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan dokter merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk
menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pelayanan kesehatan primer. Rotasi kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal merupakan rangkaian proses yang harus
dilalui untuk mencapai kompetensi dokter pada pelayanan primer.
Secara umum setelah menyelesaikan stase di bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memahami pelaksanaan pemeriksaan Forensik dan Medikolegal.
2. Mampu melakukan :
a. Pemeriksaan jenazah
b. Pemeriksaan laboratorium sederhana
3. Mampu mengidentifikasi korban tak dikenal dan sisa-sisa tubuh manusia.
4. Mampu menyusun, menganalisis dan membuat kesimpulan Visum et
Repertum korban mati dan hidup.
5. Mampu memahami tugas, hak dan kewajiban serta status hukum sebagai
saksi ahli.
Selama rotasi bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, mahasiswa
akan mendapatkan pengalaman belajar di Rumah Sakit Pendidikan selama 4 minggu
(2 sks). Pada akhir rotasi, diharapkan dokter muda dapat mengelola kasus-kasus yang
berhubungan dengan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal sesuai dengan
kompetensi yang tertera dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) serta
menerapkan nilai-nilai Islam dalam setiap langkah pengelolaan pasien.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 1


A. Kompetensi Dokter Lulusan FK UMP
Mengacu kepada SKDI yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia,
melalui proses pembelajaran pada rotasi Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal ini diharapkan mahasiswa akan memiliki kompetensi sebagai
berikut:
1. Komunikasi efektif
2. Keterampilan Klinis
3. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
4. Pengelolaan Masalah Kesehatan
5. Pengelolaan Informasi
6. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
7. Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan
Pasien
8. Nilai-nilai Islam dan Al-Islam Kemuhammadiyahan

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah melewati proses pembelajaran rotasi Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal, diharapkan mahasiswa mampu:
A. Melakukan anamnesis dengan lengkap dengan teknik yang tepat dan
kontekstual, dan menafsirkan hasil pemeriksaan serta memformulasikan
ke dalam nbentuk visum et repertum.
B. Berkomunikasi efektif baik verbal maupun nonverbal, mendengar aktif,
mengelola benda bukti, klien dan / pasien dengan mengintregasikan
penalaran klinis dan medikolegal sehingga menunjang terciptanya kerja
sama yang baik antara dokter dengan pasien, keluarga, komunitas,
teman sejawat, dan tenaga professional lain yang terlibat dalam
penanganan kedokteran khususnya forensik dan medikolegal.

2 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C. Mengetahui cara pengambilan, perlakuan dan pengiriman sample untuk
dilakukan pemeriksaan DNA dan serologi.
D. Menggunakan ilmu biomedik, klinik, perilaku dan komunitas untuk
memahami dan menjelaskan masalah medikolegal yang dihadapi.
E. Memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki secara optimal untuk
membantu memecahkan masalah forensik dan atau mengambil
keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kedokteran forensik dan
medikolegal.
F. Mengenali isu dan dilema etik serta masalah medikolegal dalam situasi
klinik yang berkaitan dengan pelayanan dan kebijakan kesehatan.
Mahasiswa mengetahui saat dan cara yang tepat untuk mendapatkan
bantuan pakar atau sumber lain dalam menyelesaikan pilihan etik dan
medikolegal tersebut.
G. Mencari, mengenal dan menemukan benda bukti berupa luka/cidera,
racun atau benda bukti lain kasus dugaan pidananya.
H. Mempunyai karakter dokter muslim dan menerapkan kewajiban muslim
terhadap jenazah.
I. Berperilaku sesuai dengan etika profesi dan moral yang berlaku secara
umum maupun khusus baik kepada korban hidup dan mati, teman
sejawat, guru-guru dan lintas profesi dengan menerapkan nilai-nilai
Islam dan Kemuhammadiyahan.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 3


C. Lingkup Bahasan
Daftar Kompetensi Metode
No Lingkup Bahasan Tempat
Ketrampilan Pembelajaran
1 MEDIKOETIKOLEGAL

Kemampuan komunikasi Praktek RSUD


medikolegal (berkaitan dengan (Dokter Muda BARI
hukum kedokteran) kepada: menemui
a. keluarga keluarga)

b. pasien
c. pihak ketiga (penegak
hukum, pihak asuransi)

2. KEDOKTERAN FORENSIK

A Forensik Klinis

Mampu melakukan Traumatologi Kuliah RS.


pemeriksaan korban. dan Tugas laporan Bhayangkara
Mampu membuat Surat Kerja (visum
Keterangan dokter (Visum et et repertum)
Repertum). Presentasi
kasus

Pusat Pelayanan
Terpadu

Kejahatan Seksual

Kekerasan Terhadap
Perempuan

Kekerasan Terhadap
Anak

4 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Daftar Kompetensi Metode
No Lingkup Bahasan Tempat
Ketrampilan Pembelajaran
B Patologi Forensik

Mampu melakukan Tanatologi


pemeriksaan korban. dan Sebab, Mekanisme
Mampu membuat Surat dan cara mati
Keterangan dokter (Visum et
Traumatologi Kuliah
Repertum).
Forensik Tugas laporan
RSUD
Asfiksia dan Kerja (visum
BARI
Tenggelam et repertum)

Pengguguran Presentasi
Kandungan kasus

Pembunuhan anak
sendiri

Kematian Mendadak

Pemeriksaan
luar
Pemeriksaan
jika ada,
Pemeriksaan korban kasus mati
Jika tidak ada
A
diganti dengan
demonstrasi
(video)

Pengambilan sampel untuk Kuliah atau


pemeriksaan Patologi Anatomi Simulasi

B Pemeriksaan di TKP Jika ada

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 5


Daftar Kompetensi Metode
No Lingkup Bahasan Tempat
Ketrampilan Pembelajaran
C Ekshumasi Jika ada

3 IDENTIFIKASI FORENSIK RS.


Mampu melakukan Identifikasi 1. Antropometri Kuliah Bhayangkara
Forensik : Forensik
Praktek (jika
2. Odontologi
Forensik ada)
3. Pengambilan
sampel untuk
Pemeriksaan
DNA dan serologi
4. DVI (Disaster
Victim
Identification)

4 TOKSIKOLOGI FORENSIK

A Mampu melakukan pemilihan, Kuliah RSUD


pengambilan, dan pengiriman Praktek (jika BARI
sampel untuk dilakukan ada)
Pemeriksaan laboratorium
penunjang toksikologi

6 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


BAB II
PROSES KEPANITERAAN KLINIK
A. Alur kegiatan
Seluruh proses pembelajaran pada rotasi bagian Ilmu Kedokteran Forensik
akan dijalani selama 2 (dua) minggu di RS Umum Daerah Palembang Bari dan
2 (dua) minggu di RS. Bhayangkara, sesuai dengan tabel berikut :

Minggu Tempat Pendidikan Keterangan


1 RSUD BARI
Ujian akhir rotasi
2 RSUD BARI
dilaksanakan di RSUD BARI
3 RS. Bhayangkara
dan RS. Bhayangkara
4 RS. Bhayangkara

B. Metode dan strategi pembelajaran


Metode umum yang digunakan dalam pembelajaran kepaniteraan klinik
didasarkan pada competency based training, mencakup kompetensi klinik dan
manajemen kesehatan masyarakat yang bersifat experiental learning, dengan
menerapkan beberapa metode pembelajaran, yaitu:
a.Latihan Keterampilan (20%)
 Corpse side teaching (CST)
b.Work based learning (50%) :
seperti : Ekshumasi, Pengambilan sampel, membuat Informed consent

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 7


C.Reflective learning (30%)
 Laporan kasus
 Simulasi kasus
 Referat minimal 1 kali/orang

Jadwal Kegiatan Kepaniteraan


Waktu Kegiatan Reflective Learning Kegiatan Work- Tempat
based Learning

Minggu 1. Lapor Ketua Bagian RSUD


2. Perkenalan/orientasi
I CST BARI
lingkungan
3. Bimbingan

Minggu 1. Referat CST RSUD


2. Ujian Lisan
II BARI

Minggu 1. Lapor Ketua Bagian CST RSUD BHY


2. Perkenalan/orientasi
III
lingkungan
3. Bimbingan

Minggu 1. Laporan Kasus RSUD BHY


2. Ujian Tertulis
IV

8 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C.Sistem Evaluasi
Evaluasi/penilaian terhadap mahasiswa dilakukan dengan:
1. Evaluasi formatif
Bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam mencapai sasaran pembelajaran
yang diinginkan. Dalam evaluasi formatif ada proses umpan balik dari dosen
pembimbing klinik yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung atau
pada jadwal yang ditentukan
 Kinerja dalam corpse side teaching
 Kinerja dalam work based learning
 Kinerja dalam reflektive learning

2. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif bertujuan untuk menilai hasil belajar mahasiswa sebagai dasar
untuk menentukan kelayakan kompetensi mahasiswa.
Beberapa hal yang menjadi prasyarat untuk dapat mengikuti evaluasi sumatif
ujian akhir rotasi adalah :
1. Rekapitulasi kehadiran
Mahasiswa harus menghadiri 100% kegiatan dalam rotasi bagian, Jika
berhalangan dikarenakan alasan sakit, musibah orang tua/ saudara kandung/
suami/istri/anak kandung dan tugas fakultas, mahasiswa diperkenankan
tidak menghadiri kegiatan rotasi selama maksimal 3 hari. Bila tidak
memenuhi prasyarat tersebut, mahasiswa yang bersangkutan tidak
diperkenankan mengikuti evaluasi sumatif.
2. Telah melaksanakan semua tugas dengan kewajiban selama program
pendidikan berlangsung sesuai hasil pemeriksaan log-book.
3. Tidak dapat masalah perilaku (attitude) dan professional behaviour selama
masa kepaniteraan. Jika terdapat masalah akan ditentukan melalui rapat
bagian dan dilaporkan kepada pimpinan fakultas .

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 9


Evaluasi/ Penilaian sumatif mahasiswa di tiap rotasi departemen akan
mencakup 3 domain penilaian, yaitu:
a. Attitide
Domain sikap ini dinilai melalui dua bentuk:
1. Implementasi nilai keislaman dalam pelayanan kedokteran
- Penilaian sikap ini akan di sebar dalam setiap instrumen penilaian
keterampilan dan pengetahuan dengan menilai implementasi sikap
yang mencerminkan nilai-nilai keislaman dalam pelayanan pasien.
2. Kondite selama rotasi
- Penilaian sikap selama rotasi dilakukan melalui instrumen khusus
kondite yang menilai beberapa komponen antara lain insiatif,
disiplin, kejujuran, tanggung jawab, kerjasama dan akhlak.
- Penilaian ini dilakukan oleh dosen pendidik klinik yang
membimbing di setiap rumah sakit pendidikan selama rotasi di
rumah sakit tersebut.
- Komponen penilaian kondite ini tidak diberi bobot dalam
komponen nilai akhir bagian, tetapi akan menjadi prasyarat
kelulusan
b. Skills
Penilaian ranah keterampilan ditekankan pada penilaian kemampuan
keterampilan Shows how atau Does, yaitu pernah melakukan atau pernah
menerapkan di bawah supervisi dan mampu melakukan secara mandiri.
Penilaian ini dilakukan dengan metode Mini-CEX.
c. Knowledge
1. Laporan kasus
2. Tulisan Ilmiah
3. Clinical reasoning problems (oral examination)

10 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Bobot Komponen Penilaian sumatif

Jenis Kegiatan Bobot Hasil


(Bobot x Nilai)
A. Proses
1. Diskusi Corpse side teaching 10%
2.Laporan kasus 20%
3.Referat 20%
B. Ujian Akhir Stase
1. Ujian Lisan 25%
2. Ujian Tertulis (essay) 25%
Jumlah ( A + B ) 100%

Ket : * Mahasiswa dapat mengikuti ujian akhir stase setelah melengkapi


seluruh kewajiban yang tertera dalam log book.

Kelulusan Bagian Tahap Klinik :


Nilai akhir bagian (proses + ujian akhir) = B
dan nilai attitude Baik

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 11


Skala Penilaian
Komponen nilai akan diolah dalam rapat evaluasi akhir bagian, dilakukan
dalam koordinasi Bagian, Bakordik dan Koordinator Tahap Profesi UPK.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan cara penilaian Acuan Patokan
(PAP). Kriteria keberhasilan mahasiswa adalah sebagi berikut:
Nilai Huruf Nilai Rentang Nilai Keterangan Patokan
Bobot Nilai
A 4,00 ≥ 80,00 Kompeten
B 3,00 68,00-79,99 Kompeten
C 2,00 55,00-67,99 Tidak Kompeten
D 1,00 40,00-54,99 Tidak Kompeten
E 0,00 <40 Tidak Kompeten

Remedial
Mahasiswa dengan nilai akhir C, harus mengulang rotasi di bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal selama 2 (dua) minggu dan ujian akhir.
Mahasiswa dengan nilai D dan E harus mengulang rotasi di bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal selama 4 (empat) minggu (remedial)
setelah menyelesaikan seluruh rotasi kepaniteraan klinik. Adapun kewajiban-
kewajibannya adalah:
1. membuat dan mempresentasikan referat sebanyak 1 kali
2. membuat laporan kasus sebanyak 1 kali

12 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Daftar Kewajiban Mahasiswa selama Rotasi Ilmu Kedokteran Foreksik
dan Medikolegal
No Jenis kegiatan Jumlah Keterangan Tempat
1 Corpse site Teaching 2 kali/kelompok 1 kali di RSUD
(sebagai presentan) (4 orang) RSUD BARI BARI/ RS
1 kali di RS BHY
BHY
2 Work based learning 1 kali Jika ada RSUD
: BARI/ RS
(ekshumasi, otopsi, BHY
pengambilan sampel
dan pembuatan
informed consent)
3 Reflective learning:
a. Laporan kasus 1 kali/orang RS BHY
b. Referat
1 kali/orang RSUD
c. Simulasi kasus
BARI

4 Ujian Lisan RSUD


BARI
5 Ujian Tertulis RS BHY

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 13


BAB III
Tata Tertib Pelaksanaan Kepaniteraan Klinik
A. Tata tertib
Setiap mahasiswa yang mengikuti proses pembelajaran rotasi Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal, wajib mengikuti aturan sebagai berikut:
1. Setelah melapor kepada Ketua Bagian/Departemen dan diberi petunjuk tentang
tugas dan kegiatan yang akan dilakukan selama menjalani rotasi bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal, mahasiswa menyerahkan surat pengantar
dari Dekan dengan meyertakan paspoto ukuran 3x4 cm sebanyak 2 (dua) buah
untuk dicatat namanya dan ditempel pasfotonya di buku registrasi. Ketua Bagian
akan menentukan preceptor dan memerintakan kepada ketua grup membuat daftar
giliran tugas presentasi kasus, diskusi kelompok untuk anggota grupnya. Preceptor
akan menentukan judul referat yang akan disusun dan dibacakan nanti pada
waktunya.
2. Mahasiswa melakukan kegiatan selama rotasi sesuai dengan yang ditetapkan.
a. Jam Kerja : Senin –Sabtu : 07.00-14.00 WIB.
b. Jam jaga untuk rotasi RSUD Bari adalah on call (tergantung panggilan
visum dan otopsi)
c. Jam Jaga untuk rotasi di RS. Bhayangkara :
 Hari Kerja : setelah jam kerja s.d 07.00 WIB hari berikutnya.
 Hari libur :
- Kelompok pagi : 07.00-19.00 WIB
- Kelompok malam : 19.00 – 07.00 WIB hari berikutnya .
d. Jumlah frekuensi jaga ditentukan oleh Bagian yang bersangkutan dengan
ketentuan sebanyak-banyaknya satu kali dalam satu minggu.
e. Pengisian daftar hadir :
- Dilakukan minimal dua kali yaitu pada saat datang dan pulang tepat
pada waktunya
- Dilakukan sendiri, tidak boleh diwakilkan.
f. Mahasiswa yang meninggalkan tugas dalam masa kepaniteraan harus
sepengetahuan dan memperoleh izin dari Kepala Bagian
3. Bila karena suatu sebab tidak dapat mengikuti pembelajaran dalam rotasi
maka mahasiswa harus menyatakan dengan surat pemberitahuan resmi dan
menyebutkan alasan yang dapat diterima disertai bukti yang sah. Surat
tersebut harus diserahkan kepada kepala bagian selambatnya saat mahasiswa
kembali mengikuti kegiatan.

14 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


4. Setiap mahasiswa harus senantiasa bertindak profesional, menjaga nama baik
almamater, menegakkan disiplin, tata tertib dan etika mahasiswa.
5. Mahasiswa tidak boleh mengerjakan tugas Bagian lain pada saat kegiatan di
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.

B.Sanksi Akademik
1. Mahasiswa yang terbukti melanggar norma akademik, norma sosial dan
norma hukum dikenakan sanksi yang akan ditentukan dalam rapat bagian.
2. Keterlambatan pengisian daftar hadir/pengisian absensi pulang lebih awal :
a. 10-30 menit : membuat tugas
b. lebih dari 30 menit : dianggap tidak hadir pada hari itu.
3. Ketidakhadiran :

Lama siklus Ketidakhadiran** Sanksi

<3 hari Mengerjakan tugas*


4 minggu
>3 hari Mengulang stase Bagian

<1 hari Mengerjakan tugas*


2 minggu
>1 hari Mengulang stase Bagian
(remedial)

Keterangan :
*Pemberian tugas dapat berupa tugas membaca buku teks atau jurnal
ilmiah,tugas menyusun laporan kegiatan dan lain-lain.
** ketidakhadiran dengan surat keterangan resmi yang telah diatur pada
bab tata tertib buku panduan kepaniteraan klinik FK UMP.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 15


BAB IV
PANDUAN BELAJAR

4.1. DOKUMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


A. Tujuan pembelajaran

Tujuan Instruksional Umum :


Mahasiswa mampu memahami persyaratan administrasi penanganan kasus
Forensik dan Medikolegal.

Tujuan Instruksional khusus :


1. Mahasiswa mengetahui persyaratan surat dari penyidik
2. Mahasiswa mengetahui persyaratan penyerahan barang bukti medis
maupun non medis
3. Mahasiswa dapat membuat surat kematian
4. Mahasiswa dapat membuat surat keterangan medis maupun Visum et
Repertum

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Persyaratan administrasi apa saja yang harus dipenuhi dalam penanganan


jenazah Forensik dan Medikolegal?.
2. Kapan surat kematian dibuat dan siapa yang berhak membuat surat
kematian ?.
3. Visum et Repertum terdiri apa saja ?

16 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C. Algoritme kasus

D. Penjabaran prosedur

Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi dalam penanganan kasus


forensic :
1. Surat permintaan penyidik, dilengkapi berita acara penyidikan dan barang
bukti berlabel.
2. Surat persetujuan dari keluarga berupa : persetujuan dilakukan otopsi atau
setuju hanya pemeriksaan luar
3. Surat penyerahan barang bukti medis dan non medis
4. Surat kematian
5. Visum et Repertum

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 17


4.2. PEMERIKSAAN JENAZAH

A. Tujuan pembelajaran
Setelah menyelesaikan stase di Bagian Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan terhadap jenazah Forensik dan Medikolegal
2. Menemukan dan menilai perubahan-perubahan postmortem
3. Menemukan kelainan pada jenazah yang berkaitan dengan kematian
4. Menganalisa hasil pemeriksaan jenazah Forensik dan Medikolegal
5. Menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda


1. Kapan otopsi Forensik dan Medikolegal dapat mulai dilaksanakan?
2. Bagaimana identifikasi secara objektif ?
3. Bagaimana pertimbangan estetika dilaksanakan pada teknik seksi ?

18 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C. Algoritme kasus

D. Penjabaran prosedur Pemeriksaan Luar (PL)


Pelaksanaan otopsi didahului dengan pemeriksaan luar jenazah.
Pemeriksaan ini dilakukan mulai dari ujung rambut kepala sampai ujung kuku
kaki seteliti mungkin. Periksa identitas jenazah, memastikan keamanan
pengelolaan jenazah (ada/tidaknya label), memeriksa benda-benda di sekitar
jenazah (baik yang menutupi, melekat ataupun yang dikenakan korban),
menilai keadaan umum jenazah (utuh atau tercerai-berai), memeriksa ukuran
jenazah (tinggi badan-berat badan), memeriksa tandatanda kematian sekunder
untuk memperkirakan saat kematian, dan mencari tanda-tanda kekerasan serta
kelainan-kelainan yang mungkin berhubungan dengan peristiwa kematian
korban.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 19


Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam perlu diperhatikan peralatan dan kelengkapan-
nya. Pada prinsipnya di Rumah Sakit tersedia otopsi set, terutama pada Rumah
Sakit pendidikan. Tetapi secara sederhana dapat digunakan minor set ditambah
fasilitas air yang cukup, gergaji serta elevator untuk membuka tulang atap
kepala.

I. Pengirisan Kulit
Pengirisan kulit merupakan hal pertama yang dilakukan pada
pemeriksaan dalam. Ada beberapa macam irisan kulit pada pemeriksaan dalam,
dimana masing-masing dilakukan dengan memandang segi kosmetik. Indikasi
macam irisan ditentukan oleh jenis kelamin dan agama/ kepercayaan
korban/jenazah.

1.1. Irisan Lurus (I)


Dilakukan pada jenazah pria pemeluk agama Islam. Irisan dimulai
setinggi kartilago tiroid (jakun). Pisau ditekan hingga terasa mengenai tulang
rawan tiroid kemudian ditarik secara mantap lurus ke bawah mengikuti linea
mediana dan ketika sampai dekat umbilikus (1 cm di atas umbilikus) irisan
dibelokkan ke kiri membentuk setengah lingkaran mengelilingi umbilikus di
sebelah kiri (di sebelah kanan umbilikus melintas ligamenturn teres hepatis
pars umbilikalis) kemudian ke bawah lagi lurus mengikuti linea mediana
sampai simfisis pubis.

1.2. Irisan Berbentuk Huruf "Y".


Dilakukan padajenazah pria pemelukagama non Islam. Irisan dimulai dari
pertengahan klavikula (baik kanan maupun kiri) menuju ke prosesus sifoideus
(angulus sterni/ulu hati) kemudian dilanjutkan ke bawah mengikuti linea
mediana hingga simfisis pubis seperti irisan I.

20 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


1.3. Irisan Berbentuk Huruf "Y" Modifikasi.
Dilakukan pada jenazah wanita. Irisan dimulai dari setinggi akromion
kanan maupun kiri kearah bawah mengikuti linea axilaris anterior. Kemudian
membelok ke medial melingkari bagian lateral bawah glandula mammae
hingga ke prosesus sifoideus. Kemudian dilanjutkan lagi ke bawah mengikuti
linea mediana sampai ke simfisis pubis seperti irisan I.

II. Pembukaan Rongga Tubuh


II.1. Pembukaan Dinding Abdomen.
Pada irisan kulityang sudah ada, dibuat lubang pada setinggi prosesus
sifoideus selebar 2 jari sampai ke peritoneum. Kemudian jari telunjuk dan jari
tengah tangan kiri dimasukkan ke dalam lubang tersebut dan ditekuk hingga
posisi tengadah. Kemudian pisau diiriskan diantara kedua jari mengikuti linea
mediana sesuai irisan kulit yang sudah ada ke arah bawah dengan kedua jari
tersebut mengiringi hingga mencapai simfisis pubis. Fungsi kedua jari tersebut
adalah agar viscera di belakang dinding perut tidakter-iris. Selanjutnya pada
bagian dalam dinding perut (sedikit di bawah umbilikus) muskulus rektus
abdominis dipotong horisontal tegak lurus dengan arah serabut otot
(pemotongan ini jangan sampai menembus/ mengiris kulit perut). Pemotongan
ini bertujuan untuk memperluas medan pandangan ke dalam rongga perut.
Perhatikan, jika di dalam rongga perut ada cairan harus langsung diperiksa
(diukur) tanpa membuka rongga dada terlebih dahulu agar apabila di dalam
rongga dada juga ada cairan keduanya tidak tercampur sehingga pemeriksaan
tidak menjadi kacau. Adanya 400 ml cairan dalam rongga perut dapat
menyebabkan kematian. Perhatikan juga kedudukan alat-alat rongga perut serta
keadaan diafragma.

II.2. Pembukaan Dinding Dada.


Pertama-tama dilakukan penyiangan kulit dan otot dinding dada. Dimulai
dari arkus kostarum, dengan cara tangan kiri memegang kulit dan tangan kanan
memegang pisau. Kulit dipegang sedemikian rupa sehingga posisi ibu jari di

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 21


bagian dalam sedangkan 4 jari lainnya di bagian luar kulit dada. Kulit
kemudian ditarik dan dipuntir dengan kuat ke arah luar sehingga punggung
tangan kiri menyentuh kulit dada. Kemudian pisau diiriskan di sebelah dalam
puntiran kulit diantara otot dan tulang dengan posisi miring 45°dari bidang
datar dada sedemikian rupa sehingga kulit dan otot beserta origonya terpotong
hingga bersih dari perlekatannya dengan tulang iga dan tulang dada.
Penyiangan di lakukan ke arah kranial sampai klavikula dan jakun, dan ke
lateral sampai linea aksilaris anterior. Perhatikan, adakah hematom (catat
ukuran dan lokasinya), patah tulang (catat lokasinya) serta kelainan lainnya ?

Kemudian tulang dada (sternum) dilepas dengan cara :


Pisau dipegang dengan tangan kanan, mata pisau diletakkan pada rawan
iga ke-2 kira-kira 1 cm (1 jari) dari persambungan rawan iga dengan tulang iga
dengan kemiringan 30° antara mata pisau dengan bidang datar dada. Telapak
tangan kiri menekan punggung pisau ke arah belakang (dorsal) dengan kuat.
Kemudian tarik pisau dengan cepat ke arah bawah lateral (caudo-latera), maka
terpotonglah iga-iga tersebut. Lakukan hal serupa pada sisi dada sebelahnya.
Setelah itu siangi jaringan pada sisi bagian dalam sternum dengan irisan yang
mepet dengan sternum sedemikian rupa sehingga sternum lepas dan bersih dari
jaringan di belakangnya. Dengan demikian sternum tinggal melekat pada iga
ke-1 dan klavikula kanan dan kiri.
Sternum kemudian dipegang dengan tangan kiri, diangkat ke depan
(ventral) sambil digoyang-goyang, maka akan tampak artikulasio manubrio-
costalis I dan manubrio-clavicularis. Kemudian sternum dilepaskan dari
artikulasio-artikulasio tersebut dengan cara: Pisau dipegang dengan tangan
kanan, tempelkan mata pisau pada artikulasio manubrio-costalis I dengan
posisi tangkai pisau masuk ke rongga dada (tangkai pisau dipegang dengan
tangan kanan). Lalu iris dan dorong ke arah cranio-lateral (mengikuti lengkung
artikulasio manubrio-costalis I), maka terlepaslah iga ke-1. Kemudian teruskan
irisan dan dorongan ke arah cranio-medial (mengikuti lengkung artikulasio
man ubrio-clavicularis) sambil sternum terus digoyangkan, maka terlepaslah

22 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


klavikula. Lakukan hal serupa pada sisi dada sebelahnya. Maka terbukalah
dinding dada. Perhatikan, keadaan sisi dalam sternum apakah ada hematom,
retak tulang, bagaimana gambaran keadaan arteri mammaria interna ?
Bagaimana keadaan organ-organ rongga dada insitu, berapa bagian jantung
yang tidak tertutup paru-paru ? Adakah cairan dalam rongga dada, bila ada
berapa yang terukur ? Adakah perlekatan antara paru-paru dengan dinding
dalam dada, bila ada mudah atau sukar dilepas ?
Dengan melihat berapa bagian jantung yang tidak tertutup paru maka
dapat dinilai keadaan patologinya, misalnya pada paru-paru yang kolaps maka
bagian jantung yang tidak tertutup paru tampak lebar karena paruparu
mengecil. Pada penyakit jantung hipertropi maka bagian jantung yang tidak
tertutup paru juga tampak lebar. Pada jenazah orok yang belum pernah
bernapas, seluruh bagian jantung tidak tertutup paru. Bila ditemukan
perdarahan dalam rongga dada maka harus segera diukur jumlahnya, serta
dicari sumber perdarahannya misalnya akibat perlukaan paru, perlukaan pada
jantung atau aorta. Adanya 400 ml-500 ml cairan dalam rongga dada dapat
berakibat fatal.

III. Pengeluaran dan Pemeriksaan Isi Rongga Tubuh


III.1. Pengeluaran Isi Rongga Dada
Pada dasarnya pengeluaran organ dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu
per-organ (satu demi satu), per-sistem (misalnya sistem traktus digestivus dulu,
dan seterusnya) dan in toto (sekaligus bersama-sama). Pada kasus infantisid
pengeluaran organ-organ rongga dada dilakukan secara in toto, dimana trakhea
dan esofagus diikat di dua tempat, lalu dipotong diantara kedua ikatan
kemudian pengeluaran dilakukan sekaligus dengan :~engangkatan jantung dan
thimus serta lambung dan usus.
Pengangkatan jantung. Pengambilan per-organ dimulai dari jantung.
Perhatikan bagian jantung yang tidak tertutup paru. Kemudian jepit
oerikardium pada bagian tengahnya dengan pinset yang bersih, kemudian di
kaudal jepitan dibuat lubang yang diteruskan ke bawah membentuk huruf "Y"

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 23


terbalik (irisan ini dibuat jangan terlalu rendah agar cairan perikardium tidak
tumpah). Perhatikan, cairan perikardium. Normalnya berwarna kuning jernih
dengan volume antara 10 ml-20ml. Setelah cairan perikardium diambil,
kemudian jantung diambil dengan cara:
Tanpa melukai jantung. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri masuk
diantara lengkung aorta dan jantung sementara ibu jari ke apeks jantung.
Kemudian jantung diangkat ke arah kranio-ventral dan pembuluhpembuluh
darah besar dipotong sejauh mungkin. Maka lepaslah jantung.
Dengan melukai jantung. Empat jari tangan kiri diletakkan di dorsal
jantung, sedangkan ibu jari di ventral jantung. Jantung kemudian diputar searah
jarum jam lalu ventrikel kanan dilubangi pada apeksnya serta lubangi juga
atrium kanan. Ukuran lubang kira-kira 1 jari masuk. Kemudian pegangan
dilepas, lalu dibalik, ibu jari tangan kiri di dorsal jantung sedangkan 4 jari
lainnya di ventral jantung. Kemudian jantung diputar berlawanan arah jarum
jam, lalu ventrikel kiri dilubangi di apeksnya serta lubangi juga atrium kiri.
Lalu pegangan dilepas. Selanjutnya masukkan jari telunjuk tangan kiri pada
lubang di apeks ventrikel kiri dan ibu jari tangan kiri pada lubang di apeks
ventrikel kanan. Jantung diangkat ke kranio-ventral, kemudian pembuluh-
pembuluh darah besardipotong sejauh mungkin. Maka lepaslah jantung.
Jantung diserahkan kepada asisten obduktor II untuk ditimbang, diukur,
dan diperiksa. Berat normal antara 200 gr-250 gr dengan ukuran normal sekitar
12 cm x 10 cm x 3 cm. Pengukuran organ dilakukan dengan meletakkan organ
di tempat yang datar. Warna merah kecoklatan tertutup lemak kekuningan.
Konsistensi kenyal, kadang agak lunak. Secara makros adanya infark akan
memberikan gambaran baji mati berwarna keabu-abuan berbentuk kerucut
dengan basis di luar dan puncak di dalam otot jantung. Gambaran ini dapat
dibuktikan dengan melakukan pengirisan secara berlapis-lapis dari luar ke
dalam, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan secara mikroskopis.
Kemudian dilakukan pemeriksaan jantung dari sebelah dalam dengan
membuka jantung (otopsi jantung). Caranya :
Pembukaan jantung dengan mengikuti arah aliran darah. Muara

24 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


v.cava superior dan inferior di atrium kanan dibuka, kemudian pisau panjang
dimasukkan lewat lubang muara tersebut sejajar septum interventrikularis
menuju apeks jantung, lalu iriskan ke samping. Maka terbukalah atrium dan
ventrikel kanan. Perhatikan, ukuran lubang atrioventrikularis kanan, valvula
trikuspidalis (licin ? tebal ? kaku ?). Selanjutnya buka (iris) a.pulmonalis
melalui muaranya di ventrikel kanan. Setelah terbuka, perhatikan, dinding
a.pulmonalis, valvula semilunarisnya apakah ada penebalan ? Kemudian
dilanjutkan membuka bagian kiri jantung. Melalui muara v.pulmonalis pisau
panjang dimasukkan sejajar septum interventrikularis menuju apeks jantung,
lalu iriskan ke samping. Maka terbukalah atrium dan ventrikel kiri. Perhatikan,
ukuran lubang atrioventrikularis kiri, valvula mitralis (licin ? tebal ? kaku ?).
Selanjutnya buka (iris) aorta melalui muaranya di ventrikel kiri. Setelah
terbuka, perhatikan, dinding aorta, valvula semilunarisnya, adakah penebalan ?
Secara singkat urutan pengirisan cara ini adalah : muara v.cavaatrium
kanan-ventrikel kanan-a.pulmonalis-muara v.pulmonalisatrium kiri-ventrikel
kiri-aorta.
Pembukaan jantung tanpa mengikuti arah aliran darah. Melalui
lubang-lubang pada atrium dan ventrikel masukkan gunting panjang
berujungtumpul dan sejajarkan dengan sulkus longitudinalis anterior, lalu
lakukan guntingan. Maka terbukalah atrium dan ventrikel. Lakukan hal ini
pada kedua bagian kiri dan kanan jantung. Perhatikan, lubang-lubang dan
valvula-valvula. Selanjutnya dengan gunting yang sama, buka a.pulmonalis
dan dilanjutkan dengan pembukaan aorta. Maka terbukalah a.pulmonalis dan
aorta. Perhatikan, keadaan dinding vasa-vasa besar tersebut serta keadaan
valvula semilunarisnya.
Ukuran normal penampang lubang atrio-ventrikularis kanan antara 3-5
cm, kiri 3-4 cm, penampang a.pulmonalis 3-4 cm, penampang aorta 4-6 cm.
Pada otopsi jantung ini periksa adanya kekakuan m.papilaris, serta keadaan
korda tendineanya. Pengukuran tebal otot jantung dilakukan dengan cara
memotong dengan irisan tegak lurus dinding otot jantung pada tempat yang
bebas dari origo dan insersio m.papilaris. Normal tebal ventrikel kanan 4-5mm,

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 25


ventrikel kiri 10 mm, dan tebal atrium 3-4 mm.
Pada pangkal aorta terdapat muara a.koronaria, siangi arteria ini
kemudian potong sepanjang 1cm dari muara, lalu dibuka dengan gunting yang
berujung lancip. Periksa kemungkinan adanya trombus atau embolus pada
a.koronaria ini.
Pengangkatan paru. Setelah jantung diangkat, dilanjutkan dengan
pengangkatan paru-paru. Perikardium yang tertinggal disiangi sampai bersih
dari rongga dada, sehingga tampak trakea, bifurkasi trakea, serta hilus
pulmonalis kanan dan kiri. Kemudian paru-paru dapat diangkat secara
bersamaan kiri dan kanan. Caranya: Trakea dipotong 1-2 cm di kranial
bifurkasi trakea. Maka terlepaslah paru-paru. Dapat juga dilakukan
pengangkatan paru-paru satu per-satu. Caranya: Tangan kanan (dengan
telapaknya) menelusuri bagian dorsal paru, kemudian jari telunjuk dan jari
tengah mencari dan mengait hilus paru dan diangkat ke arah ventral. Pindahkan
posisi ini ke tangan kiri dimana jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri juga
diposisikan mengait hilus paru. Kemudian tangan kanan memotong hilus paru
serta semua fiksasi yang ada dengan pisau. Maka lepaslah paru. Lakukan hal
serupa pada paru sisi sebelahnya dengan cara yang sama.
Lalu periksa paru-paru, berat normal antara 350 gr-450 gr, dengan ukuran
rata-rata 20 cm x 15 cm x 5 cm, warna merah kecoklatan dengan bintik-bintik
hitam pigmen karbon, konsistensi seperti spon. Kalau terdapat abses
konsistensi hanya lunak saja. Pada keadaan kongesti, paru akan teraba kenyal,
demikian juga pada pada keadaan fibrosis. Periksa juga apakah ada perlekatan
antar lobus, kalau ada mudah atau sukardilepas. Pada paru yang mengalami
radang kronis biasanya perlekatan tersebut sukar dilepas. Tepi paru tajam, tidak
berbenjol, sedangkan pada keadaan kongesti tepi paru tumpul.
Kemudian paru dibuka dengan pengirisan dari tepi paru ke arah hilus,
caranya: Letakkan paru pada bidang datar. Telapak tangan kiri menekan
permukaan paru dengan mantap, kemudian dengan tangan kanan pangkal mata
pisau diletakkan pada bagian tepi paru. Pisau ditarik kearah belakang dengan
sekali irisan, maka terbukalah paru. Penampang normal berwarna merah, jika

26 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


dipijat keluar darah dan buih. Pada penderita TBC akan ditemukan kaverna
yang ditandai dengan keluarnya nanah ketika paru dipijat. Kemudian hilus
diiris hingga ke cabang bronkhiolus. Pada kasus tenggelam di sini sering
ditemukan benda-benda air sesuai tempat dimana korban tenggelam. Pada
korban tenggelam di sungai sering ditemukan butir-butir pasir dan ganggang
pada bronkhiolus. Khusus untuk kasus tenggelam sebagian jaringan paru
diambil untuk pemeriksaan diatome, baik dengan cara swab jaringan paru
maupun dengan metode destruksi memakai larutan asam.

III.2. Pengeluaran Isi Rongga Perut


Isi rongga perut yang akan diperiksa adalah lambung, usus, hepar, pankreas,
lien, dan ginjal.
Lambung dapat diambil sekaligus bersama usus sampai ke rektum atau
diambil bersama-sama dengan duodenum, hepar dan pankreas atau diambil
secara tersendiri. Pengambilan lambung secara tersendiri dilakukan dengan
cara : Dilakukan pengikatan esofagus di atas diafragma pada dua tempat, lalu
potong esofagus diantara dua ikatan tersebut. Lakukan juga pengikatan pilorus
di dua tempat, lalu potong pilorus diantara dua ikatan tersebut. Kemudian
lambung ditarik dan dibebaskan dari perlekatan dengan sekitarnya (adanya
perlekatan dengan organ di sekitarnya menunjukkan adanya proses
peradangan). Maka lepaslah lambung. Perhatikan bagian luar lambung, apakah
ada hematom, perlukaan akibat trauma dari luar. Lambung kemudian dibuka
dengan melakukan pengirisan mengikuti kurvatura mayor. Lalu isi lambung
dikeluarkan. Pada kasus keracunan, isi lambung dimasukkan ke dalam alkohol
95 % untuk pemeriksaan toksikologi. Setelah lambung dibuka, perhatikan
mukosa, plika lambung, apakah ada tumor, ruptur, ulkus dan perforasi. Pada
kasus keracunan dan peradangan mukosa lambung akan tampak hiperemis.
Secara mikroskopis peradangan akan ditandai dengan ditemukannya infiltrasi
lekosit pada submukosa lambung.
Pengambilan usus dimulai dari ujung pilorus yang sudah dipotong pada
saat pengambilan lambung. Sebelumnya perhatikan posisi organorgan dalam

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 27


perut, lilitan usus, kelainan letak usus, jika posisi omentum majus menjurus ke
satu arah biasanya berhubungan dengan proses radang. Rektum diikat di dua
tempat, lalu dipotong diantara dua ikatan tadi. Kemudian angkat usus, lepaskan
dari perlekatan dengan sekitarnya. Maka lepaslah usus. Perhatikan bagian
luarnya, apakah ada hiperemi, nekrosis, ulkus, invaginasi, torsi, perforasi,
tanda-tanda infeksi (tifoid, amubiasis), tanda kekerasan dari luar. Kemudian
usus dibuka sepanjang usus. Perhatikan mukosanya, muara duktus kholedokus
pada duodenum (pijat
duktus ini, jika tidak keluar empedu berarti ada sumbatan), adakah tumor?
Peradangan ? Bagian-bagian yang dicurigai diambil untuk pemeriksaan
oatologi anatomi.
Hepar diambil secara hati-hati, jangan sampai melukai hepar lebihebih
jika ada kecurigaan kematian korban karena perdarahan perut. Caranya :
Potong ligamentum teres hepatis pars umbilikalis dan pars diafragmatika lalu
siangi peritoneumnya. Kemudian jari telunjuk dan jari rengah tangan kiri
mencari foramen epiploicum Winslowi pada hilus hepar untuk selanjutnya
mengait hilus tersebut serta perlekatan pankreas yang ada di sebelah hepar.
Kemudian potong vasa-vasa yang menuju dan keluar dari hepar. Dengan
demikian lepaslah hepar (duodenum juga terangkat kalau belum diambil).
Perhatikan warnanya (normal merah cokelat), hematom, permukaannya
(normal licin), tepinya (normal tajam), konsistensinya (normal kenyal),
beratnya rata-rata 1000 gr - 1250 gr, dengan ukuran 23 cm x 16 cm x 12 cm.
Periksa juga apakah ada ruptur, luka. Kemudian hepar dibuka, caranya :
Letakkan hepar pada bidang datar ( papan ), letakkan tangan kiri dengan
mantap pada permukaan hepar kemudian dengan tangan kanan lakukan
pengirisan dari tepi hepar ke arah hilusdengan sekali iris, maka terbukalah
hepar. Periksawarna jaringannya, keadaan vena sentralis, adakah hematom,
kiste, abses. Kemudian dipijit, jika keluar darah berarti ada kongesti.
Pankreas dikeluarkan dengan cara : perhatikan kaput, korpus dan
kaudanya serta bagian-bagian yang intra-peritoneal maupun yang retro-
peritoneal. Letaknya antara hepar dan duodenum sehingga bila duodenum

28 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


ditarik akan tampak pankreas dengan jelas, lalu tangkainya diangkat bersama-
sama dengan mesenterium dan dipotong. Maka lepaslah pankreas. Perhatikan
warnanya (normal merah muda) pada pankreatitis merah tua, konsistensinya
(normal kenyal) pada tumor keras dan rapuh. Kemudian iris pankreas pada
salah satu sisinya, maka terbukalah pankreas, perhatikan jika ada bagian yang
mengeras dan agak keputih-putihan berarti ada proses pengapuran.
Lien bila tak terlalu besar akan mudah untuk diangkat. Lakukan dengan 0
hati-hati agar tak melukai lien, lepaskan dari fiksasi sekitarnya. Maka lepaslah
lien, perhatikan warnanya (coklat tua keabu-abuan), konsistensinya kenyal
(tumor lien sifatnya rapuh), tepinya (normal tumpul), permukaannya (normal
berkerut-kerut), berat rata-rata 100 gr-150 gr, ukurannya 10 cm x 7 cm x 2 cm.
Pada penderita malaria dan dekompensasi kordis lien tampak membesar dan
penuh serta permukaannya licin. Kemudian lien dibuka dengan sekali iris dari
tepi ke arah hilus. Perhatikan jaringan lien yang menempel pada mata pisau,
aliri dengan air yang mengalir pelan. Bila jaringan yang menempel tersebut
mudah lepas berarti normal, tetapi bila sukar lepas berarti ada jaringan fibrosis
akibat proses peradangan akut yang menyangkut fungsi sistem retikulo
endotelial pada tubuh.
Ren dan Glandula Supra Renalis diambil bersama-sama. Organ-organ
ini letaknya retro peritoneal. Glandula supra renalis berbentuk segi I tiga
terletak supra renal berimpit dengan ren. Ren sendiri kedudukannya setinggi
V.T.XII - V.L.III. Biasanya ren kanan lebih rendah dari ren kiri. ° Setelah
kedudukan ini teridentifikasi, peritoneum disiangi dan ren dilepaskan dari
jaringan sekitarnya. Kemudian ureter dipotong sejauh mungkin. Lebih baik lagi
jika ren diangkat bersama-sama ureter dan vesika urinaria sehingga kedua ren
+ kedua ureter + vesika urinaria terangkat bersama-sama. Setelah ditimbang
lalu periksa. Ren tertutup corpus adiposa sebagai bantalan dan salah satu alat
fiksasi. Ren yang tidak memiliki corpus adiposa tidak akan terfiksasi dengan
baik sehingga dapat berpindah tempat seiring dengan gerakan tubuh, sehingga
disebut ren mobilis. Ukuran ren rata-rata 10 cm x 6 cm x 2 cm, berat ren kanan
rata-rata 125 gr, ren kiri rata-rata 120 gr. Kemudian kapsula renalis dibuka

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 29


secara tumpul, caranya: 6ksasi bagian hilus ren dengan tangan kiri sedemikian
rupa sehingga icapsula menjadi tegang, kemudian toreh sedikit kapsula di
bagian margo anatomikum dengan ujung mata pisau yang dibalik sehingga
kapsula wrtwka sedikit (kira-kira ibu jari dapat masuk) tanpa melukai jaringan
ren. Kemudian ibu jari tangan kanan dimasukkan dalam lubang tersebut untuk -
nelepaskan kapsula pada sisi ren sementara fiksasi tangan kiri dikendurkan,
icemudian diikuti memasukkan ibu jari tangan kiri ke lubang kapsula untuk
melepaskan kapsula pada sisi sebelahnya. Maka lepaslah kapsula renalis. Pada
keadaan normal kapsula mudah dilepas. Kapsula sulit dilepas terutama bila
terdapat radang atau hematom akibat trauma. Periksa warnanya (normal merah
kecoklatan), konsistensi kenyal, permukaan licin. Kemudian ren dibuka dengan
mengiris mulai dari tepi ren (margo anatomikum) ke arah hilus, perhatikan :
korteks, medula, pelvis renis (pada pelvis renis ini sering dijumpai batu atau
pasir/kristal ), pyelum, adakah kiste, kemudian ditekan, normal hanya keluar
sekret kecoklatan. Kemudian ureter dibuka, perhatikan adakah batu, pasir ?
Ren akan tampak membesar pada hidronefrosis, tumor serta oleh adanya kiste.
Ren termasuk jaringan yang mudah membusuk. Kemudian glandula supra
renalis diiris, perhatikan korteks ( kuning ) dan medulanya (coklat).
Vesika urinaria diambil dengan cara: Urethra diikat di dua tempat, ialu
potong diantara dua ikatan tersebut, lepaskan dari perlekatan dengan
sekitarnya. Maka lepaslah vesika urinaria. Pada kasus keracunan urin diambil
untuk pemeriksaan toksikologis. Pada korban wanita jika akan dilakukan tes
kehamilan dari urin harus segera dikerjakan sebab urin akan segera rusak jika
terlalu lama dan sudah ada pembusukan. Kemudian vesika urinaria dibuka,
perhatikan, adakah batu ? Bagaimana mukosanya ? plika-plikanya ? Adakah
tumor ?

III.3. Pengeluaran dan Pemeriksaan isi Rongga Pelvis


Ovarium dipisahkan dari alat fiksasi disekitarnya antara lain ligamentum
suspensorium ovarii, kemudian diangkat. Maka lepaslah ovarium. Lakukan hal
serupa pada ovarium sisi sebelahnya. Perhatikan ukuran, warna, konsistensi,

30 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


serta permukaannya. Bila permukaan berbenjol-benjol merupakan petunjuk
adanya kiste. Kemudian ovarium diiris, periksa keadaan folikel-folikelnya
(folikel primordial, folikel de gram, corpuscorpusnya (corpus luteum, corpus
rubrum, corpus albikan ), adakah tandatanda perdarahan, inflamasi dan
teratoma ?
Tuba uterina diperiksa terutama pada kasus kematian mendadak pada
wanita hamil muda yang mungkin berkaitan dengan kehamilan ektopik
terganggu (KET). Perhatikan rongga tuba ada penyumbatan atau tidak, tanda-
tanda bekas ruptur. Lalu ambil sebagian untuk pemeriksaan patologi anatomi.
Uterus diambil dengan terlebih dahulu memisahkannya dari adnexa
(fiksasinya). Ikat cervik uteri di dua tempat, kemudian potong diantara dua
ikatan tersebut. Maka lepaslah uterus. Periksa ukurannya, konsistensinya
(normal kenyal ). Bila konsistensi keras merupakan petunjuk adanya mioma
uteri. Pada kasus abortus kriminalis periksa tanda-tanda trauma, misalnya luka
tembus, hematom serta tanda-tanda kekerasan lainnya yang mungkin ;
berkaitan dengan upaya aborsi yang dilakukan. Kemudian buka uterus, periksa
keadaan korpus, mukosa, adakah tanda-tanda perdarahan, produkproduk
kehamilan ? Pada kasus abortus kriminalis, uterus direndam dalam larutan
formalin selama 1 minggu hingga keras. Kemudian diiris dengan arah tegak
lurus sumbu uterus mulai dari fundus uteri lapis demi lapis. Maka jika ada
perforasi akan tampak sebagai lobang pada lapisan yang telah teriris.
Prostat diangkat bersama-sama dengan vesika urinaria. Periksa adanya
pembesaran prostat. Pada orang tua sering ditemukan hipertropi prostat.
Kemudian prostat dibuka, tampak melintas urethra di bagian tengahnya.
Periksa adanya penyempitan urethra dan adanya tumor.
Testis terdapat di dalam skrotum dan dalam otopsi diambil melalui
rongga pelvis tanpa melukai skrotum. Caranya: Testis dikeluarkan satu per-satu
dengan mendorongnya kearah foramen inguinalis kemudian melewati kanalis
inguinalis menuju rongga pelvis. Setelah mencapai rongga pelvis maka testis
tampak sebagai tonjolan yang tertutup jaringan ikat subkutis. Tonjolan ini diiris
dengan hati-hati sambil disiangi, kemudian dorongan diperkuat sedikit, maka

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 31


testis akan keluar. Kemudian potong pada duktus deferennya. Maka lepaslah
testis. Lakukan hal serupa pada testis sisi sebelahnya. Periksa ukurannya (pada
orchitis akan membesar), konsistensinya (normal kenyal), warnanya
(merah/merah hitam). Apakah ada hematom ? Adanya hematom terutama
diakibatkan oleh trauma pada skrotum. Kemudian testis dibuka dengan
mengiris tepat di tengahnya. Perhatikan, bila tampak berambut ini petunjuk
adanya teratoma atau kiste dermoid. Warna merah di bagian dalam
menunjukkan adanya peradangan. Penampang irisan akan tampak cembung
(normal) yang berarti tonusnya baik. Pada orang tua penampang ini tampak
datar. Kemudian pijat pada bekas irisan tersebut. Normal akan keluar cairan
kental yang bila ditarik akan mulur dan bila di swab dan diperiksa dengan
mikroskop akan tampak adanya spermatozoa (kecuali pada pria azoospermia).
Ambil sedikit jaringan testis ini untuk pemeriksaan patologi anatomi.

IV. Teknik Seksi Kepala dan Otak


IV.1. Pengirisan Kulit Kepala
Pengirisan dimulai dari atas telinga melewati puncak kepala sampai di atas
telinga sisi yang lain, sedemikian rupa hingga mencapai tulang. Lalu kulit
kepala dilipat ke depan hingga kira-kira 1 cm di atas alis dan ke belakang
hingga kira-kira setinggi protuberantia oksipitalis eksterna. Periksa adanya
hematoma dan fraktur tengkorak.
IV.2. Pemotongan Tulang Atap Tengkorak
Tulang atap tengkorak digergaji melingkar, kemudian pada bekas
gergajian dicongkel dengan betel (elevator) kecil agar atap kepala dapat
terlepas. Maka lepaslah atap tengkorak. Periksa adanya perdarahan di atas
selaput otak (epidural), lokasi perdarahan serta luas perdarahan. Jika berupa
jendalan darah, maka timbang berapa beratnya. Periksa juga apakah ada
kelainan selaput otak.
Kemudian selaput otak dibuka, caranya: Selaput otak (duramater)
diangkat dengan pinset anatomis di atas krista galli lalu digunting mendatar ke
samping kanan dan kiri sesuai arah bekas gergajian. Lalu lepaskan

32 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


perlekatannya pada sutura sagitalis dan selaput otak disingkapkan ke belakang.
Maka terbukalah selaput otak. Periksa adanya perdarahan di bawah selaput
otak (subdural), darah yang tampak di atas otak diusap, jika hilang maka
perdarahan tersebut subdural, tetapi bila tidak hilang dengan pengusapan
berarti perdarahan subaraknoid. Catat lokasi perdarahan tersebut, ukur luasnya
dan jika jendalan usahakan untuk ditimbang. Adakah bagian-bagian otak yang
rusak ?

IV.3. Pengangkatan dan Pemeriksaan Otak


Jari-jari tangan kiri menekan bagian frontal otak kemudian ditarik ke arah
belakang, potong vasa-vasa darah dan saraf olfaktorius serta saraf
okulomotorius. Dilanjutkan dengan memotong chiasma optikum. Tarikan
diperbesar dan otak disiangi dari fiksasinya hingga tampak jelas basis cranii-
nya, foramen oksipitale magnum serta cerebellum-nya. Lepaskan dan balik
pegangan tangan kiri pada otak, kemudian otak sedikit ditarik ke arah atas
belakang sehingga tampak medulla oblongata dan bagian atas medulla spinalis.
Lalu dengan pisau yang panjang, medulla spinalis dipotong sejauh mungkin.
Maka lepaslah otak. Periksa dan timbang. Berat otak dewasa rata-rata 1250 gr-
1500 gr, ukuran otak besar rata-rata 20 cm x 18 cm x 6 cm, otak kecil rata-rata
11 cm x 6 cm x 2,5 cm. Perhatikan gyri dan sulcinya serta gambaran pembuluh
darahnya. Pada kasus asfiksia akibat penggantungan atau pencekikan maka
pembuluh darah akan tampak melebar dan ada gambaran seperti perdarahan
namun bila ditekan gambaran perdarahan tersebut akan hilang. Sedangkan pada
perdarahan yang sesungguhnya sifatnya diffus dan tidak hilang pada
penekanan.
Kemudian dilakukan pengirisan otak besar, caranya : Irisan dimulai dari
fisura longitudinale cerebri sekitar 1 cm di atas comissura cerebri dengan posisi
pisau miring 45° dan dilakukan dengan satu kali irisan. Jika irisan benar, maka
ventrikel lateralis akan terpotong. Lakukan hal serupa pada hemisferium
cerebri sebelahnya. Periksa adanya jendalan darah. Perdarahan di daerah ini
biasanya terjadi secara spontan akibat tekanan darah yang terlampau tinggi

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 33


(pada apoplexia cerebri).
Pengirisan otak kecil dilakukan secara radier berlapis-lapis, periksa tiap
bagian irisan, adakah perdarahan pada substantia otaknya.

IV.4. Pengangkatan Selaput Otak dari Dasar Tengkorak


Selaput otak yang sudah dibuka seperti tersebut di atas harus dilepaskan
dari perlekatannya dengan dasar tengkorak, caranya :)epit selaput otak tersebut
dengan klem kemudian putar klem terus-menerus sehingga selaput dak
tergulung. Lalu lakukan tarikan hingga perlekatan selaput otak tinggal pada
foramen oksipitale magnum dan potong di sini. Maka lepaslah selaput dak.
Periksa dasar tengkorak, adakah retak tulang, jika ada catat lokasinya. Perlu
diketahui dasar tengkorak yang paling rapuh bila mendapat trauma adalah : di
sekitar foramen magnum, di sekitar krista galli, pars pyramidalis, serta atap
orbita.

V. Teknik Seksi Trakhea-Esofagus


Pada kasus asfiksia mekanik mutlak diperlukan pemeriksaan trakheaesofagus.
Seksi bagian ini sebaiknya dilakukan paling akhir setelah pengangkatan organ tubuh
maupun pengangkatan otak agar bersih dari darah. Caranya : Irisan yang sudah ada
pada leher dilanjutkan lagi ke atas sampai di dagu. Kulit dan otot leher disiangi dan
disisihkan hingga yang tertinggal glandulla thyroidea, trakhea dan esofagus.
Kemudian potong origo dan insersio otot-otot dasar mulut mengikuti lengkung arkus
mandibula hingga dasar mulut terbuka. Kemudian tarik lidah melalui dasar mulut yang
sudah terbuka, lalu potong palatum molle pada pangkal lidah. Maka praktis terlepaslah
trakhea-esofagus beserta lidah. Periksa otot-otot leher, kelenjar gondok, trakhea
lengkap dengan tulang rawan gondok dan tulang rawan krikoid, tulang rawan lidah
(cartilago hyoidea) terutama pada komu-nya. Adakah hematom dan retak/ patah
tulang-tulang rawan tersebut ? Periksa permukaan lidah, adakah hematom, luka
gigitan, atau luka-luka akibat bahan kimia atau racun yang bersifat korosif, periksa
juga permukaan bagian dalam esofagus, adakah tanda-tanda peradangan ataupun
kelainan akibat bahan-bahan yang bersifat korosif ? Periksa juga keadaan epiglotis
serta permukaan bagian dalam trakhea, adakah oedema, sisa bahan-bahan yang
teraspirasi / regurgitasi.

34 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


4.3. Pemeriksaan Tanatologi
1. Tujuan pembelajaran

Mahasiswa diharapkan mampu :


1. Mengetahui tanda-tanda kematian dan saat kematian.
2. Menentukan saat kematian berdasarkan tanda-tanda kematian.

2. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Bagaimana menilai saat kematian berdasarkan tanda-tanda kematian


sekunder (misal lebam, kaku mayat dan pembusukan) ?
2. Kapan saat kematiannya jika lebam ditemukan sudah menetap, kaku mayat
belum semua maksimal dan belum ada pembusukan ?
3. Sebutkan hal-hal yang bisa digunakan untuk menilai saat kematian selain
dari lebam, kaku mayat dan pembusukan serta beri penjelasan!

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 35


C. Algoritme kasus

4. Penjabaran prosedur
1. Perkiraan saat kematian dengan metode menilai tanda-tanda kematian
sekunder yaitu lebam, kaku mayat, dan pembusukan.
2. Yang dinilai pada lebam mayat adalah ada atau tidak ada, lokasinya
dimana, kemudian ditekan hilangatau tidak hilangdengan penekanan. Bila
ditekan hilang dengan penekanan artinya saat kematian kurang dari 6 jam,
dan bila tidak hilang atau menetap artinya saat kematian sudah 6-8 jam dari
saat pemeriksaan.
3. Yang dinilai pada kaku mayat adalah ada dimana, ada yang masih mudah
atau semua sudah sukar digerakkan. Jika ada yang masih mudah
digerakkan berarti saat kematian kurang 12 jam, jika semua kaku sudah
sukar digerakkan berarti saat kematian 12 -24 jam dari saat pemeriksaan.
4. Yang dinilai pada pembusukan, jika ada warna kehijauan pada perut kanan
bawah berarti saat kematian lebih atau sama dengan 24 jam, jika wama

36 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


kehijauan seluruh tubuh dan sudah bau berarti saat kematian lebih dari 72
jam.

II. Pemeriksaan Perlukaan


1. Tujuan pembelajaran
Setelah melalui stasedi Bagian kedokteran Forensik dan Medikolegal,
mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menentukan berbagai jenis luka
2. Menilai dimensi luka
3. Menemukan dan menilai intravitalitas luka secara makroskopis
4. Menentukan dan mengambil sampel luka untuk pemeriksaan PA

2. Pertanyaan dan persiapan dokter muda


Pertanyaan prinsip minimal pemeriksaan perlukaan:
1. Bagaimana mendiskripsi luka pada pemeriksaan perlukaan?
2. Bagaimana menilai intravitalitas luka secara makroskopis?

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 37


C. Algoritme kasus

4. Penjabaran prosedur

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi, dilakukan secara


cemnat dan sistematis dari kranial hingga kaudal jenazah, diukur jarak pusat
luka ke titik anatomis terdekat untuk menentukan koordinat luka. Periksa tanda
intravital dengan melihat wama yang lebih gelap, serta meraba adanya bengkak
di sekitar luka.

38 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


LUKA AKIBAT KEKERASAN TUMPUL
LUKA MEMAR
Amati wamanya, lokasinya, tentukan koordinat luka dengan mengukur
jarak pusat luka dari titik-titik anatomis terdekat. Kemudian ukur luas luka,
serta diraba dan dirasakan adanya bengkak.
LUKA LECET GESER
Lakukan prinsip pemeriksaan luka. Perhatikan tepi luka, maka akan
terdapat pengumpulan kulit yang rusak pada salah satu sisi yang menunjukkan
lawan dari arah datangnya kekerasan. Nilailah warna bagian tengah luka,
kemerahan dan agak kotor oleh darah dengan tepi yang bengkak atau pucat.

LUKA LECET TEKAN


Lakukan prinsip pemeriksaan luka. Amati dan raba bagian tengah luka
dan tepi luka apakah berwarna coklat gelap serta licin di tengah dan menonjol
bengkak di tepi?

LUKA TERBUKA
Lakukan prinsip pemeriksaan luka. Perhatikan robekan yang terjadi
dengan menilai ketidakteraturan tepi-tepi luka, memar di sekitar luka.
Kemudian raba dan buka luka, amati adanya jembatan jaringan.

LUKA AKIBAT KEKERASAN TAJAM


LUKA IRIS
Lakukan prinsip pemeriksaan luka. Perhatikan sudut-sudut luka yang
tajam dan teratur, adanya ketidakteraturan sering dijumpai pada goresan benda
berujung runcing. Kemudian buka dan raba luka dan perhatikan keteraturan
tepi luka serta ketiadaan jembatan jaringan. Raba tepi luka yang terasa lebih
tinggi dari sekitarnya. Ukur dalam luka, pada luka iris secara umum tidaklah
terlalu dalam, namun jika cukup dalam menunjukkan arah kekerasan tegak
lurus yang sering dijumpai pada pembacokan.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 39


LUKA TUSUK
Lakukan prinsip pemeriksaan luka. Perhatikan adakah sudut luka?
Teraturkah? )ika ya itu dapat merupakan proyeksi benda penyebabnya dengan
sisi-sisi tajamnya, jika tidak ada sudut luka berarti penyebabnya benda
runcing dengan sisi teratur misalnya besi pasak. Dalam luka diukur dengan
sonde dan harus jauh lebih besar dibandingkan dengan lebar luka.

FRAKTUR
TULANG PIPIH
Pada tulang-tulang penyusun tengkorak adanya fraktur kebanyakan akibat
kekeran tumpul. jika terjadi ante-mortem ditandai dengan adanya hematom
atau bahkan robekan scalp di atas lokasi fraktur. Amati daerah tersebut, adakah
perubahan bentuk? Pada impressed fracture, tampak cekungan yang sering
menggambarkan benda tumpul penyebabnya, rabalah dan tekan cekungan
tersebut. jika kekerasan pada kepala demikian hebatnya, maka tidak hanya
impressed fractur semata yang terjadi, tetapi disertai fragmented/kepingan-
kepingan yang jika diraba sangan mobil.

TULANG PANJANG
Amati adanya deformitas posisi anatomis dari anggota gerak/ekstremitas,
kemudian amati sumberdeformitastersebutdengan mencermati persendian-
persendian yang ada. jika ditemukan pseudo-sendi menunjukkan fraktur di
tempat tersebut. jika fraktur terbuka yang terjadi maka akan tampak adanya
luka robek dengan ujung tulang yang menyembul keluar. Untuk fraktur
tertutup, raba dan tekan pseudo-sendi kemudian angkat ekstremitas tersebut
pada distal pseudo-sendi tersebut, maka akan teraba krepitasi.

CERAI SENDI
Adanya cerai sendi (dislokasi) dapat diamati dengan munculnya
deformitas pada posisi anatomis. jika terjadi pada ekstremitas, raba dan
tahanlah sendi tersebut lalu gerakkan distalnya, maka bagian distal tersebut

40 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


bebas bergerak ke segala arah nyaris tanpa tahanan. jika terjadi pada vertebra
(paling sering adalah vertebra cervikalis), pegang kepala lalu gerakkan ke
segala arah sambil raba bagian cervikal, maka terasa kepala dapat digerakkan
bebas ke segala arah. Namun pada umumnya cerai sendi akibat trauma jarang
terjadi secara tersendiri, lebih banyak terjadi bersamaan fraktur di daerah
seputar sendi yang mengalami trauma.

LUKA TEMBAK
LUKA TEMBAK MASUK
Amati bentuk lubang inti luka, serta jaringan seputar luka. Jika lubang
inti dikelilingi luka (kelim) lecet berbentuk lingkaran berarti arah tembakan
tegak lurus dengan bagian tubuh ini. jika luka lecet cenderung melebar pada
salah satu sisi lubang inti berarti tembakan berasal dari sisi luka lecet yang
lebih lebar. Periksa ada/tidaknya tatoase berupa bintik-bintik hitam (kelim
tato) di seputar luka, juga ada/tidaknya jelaga (kelim jelaga), luka bakar (kelim
api) serta jejas laras untuk memperkirakan jarak tembaknya. Kemudian ambil
plester transparan (selotipe) yang lebar, lalu rekatkan ke permukaan luka secara
merata sehingga tercetak gambar luka pada selotipe tersebut. Kemudian
tempelkan selotipe pada kaca lalu dengan latar putih ' periksa dengan teliti
komponen yang terikut pada selotipe dan ukurdiameter lubang inti luka. Pada
tulang temporal tengkorak luka tembak (tempel) sering meninggalkan bentuk
luka stelata pada permukaan dan arah serpihan seperti konus yang makin lebar
ke arah tabula interna.

LUKA TEMBAK KELUAR


Amati bentuk lubang luka, pada daerah kepala ukurannya lebih besar dari luka
tembak masuknya dengan bentuk corong keluar yang tak teratur tanpa ada
kelim. Pada daerah lunak misalnya tembakan di perut tembus ', ke pinggang
bagian lateral sesisi, maka perhatikan bentuknya mirip luka tembak masuk tapi
tanpa hadirnya semua kelim. jika ditemukan lubang , luka tembak keluar lebih
kecil daripada lubang tembak masuk, maka raba I, dan eksplorasi luka dengan

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 41


sonde non-logam dan temukan jika ada ' proyektil/sisa proyektil atau pecahan
tulang yang biasanya saat kejadian gagal keluar sempurna. I

LUKA AKIBAT SUHU (THERMIS)


LUKA BAKAR
Periksa luas luka, jika belum mengarang perhatikan adanya bula yang
penuh berisi cairan serous lalu pecahkan bula bila tampak dasar luka
kemerahan berarti luka terjadi saat korban hidup. Pada luka bakar posmortem
bula tampak pucat dan teraba sangat lunak dengan sedikit cairan dan dasar luka
pucat kekuningan. Kemudian hitung luas luka bakartersebut.

LUKA AKIBAT AIR PANAS


Perhatikan pola luka yang terbentuk menurut arah aliran air panas
tersebut, selanjutnya lakukan pemeriksaan seperti luka bakar.

LUKA AKIBAT SUHU RENDAH


Luka fisik mirip luka bakar, perhatikan distribusi kulit yang mengalami
hiperemi, edema dengan vesikel, serta bagian yang nekrosis karena
pembekuan. Bagian kulit tubuh yang kontak langsung dengan benda bersuhu
sangat rendah (mis. dry ice) akan lebih rusak.

LUKA AKIBAT LISTRIK EFEK PANAS LISTRIK


Perhatikan dan rabalah adanya luka kontak masuk benda beraliran
listrik pada tubuh sebagai jejas listrik berupa luka bakar dengan bagian
nekrosis yang makin parah ke arah tepi dikelilingi tepi pucat yang agak
menonjol (halo) dan di luar halo di kelilingi hiperemi kulit. Temukan
gambaran metalisasi (tak selalu ada ) pada jejas listrik tersebut yang berasal
dari logam beraliran listrik tersebut. Luka daerah grounding tidaklah khas.
Bedakan jejas kontak listrik dengan luka kontak masuk akibat benda pijar,
dimana kerusakan parah akibat benda pijar terjadi pada tengah bagian yang
hangus dari luka (sesuai titik panas).

42 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


EFEK TERSAMBAR PETIR
Perhatikan efek panas atau ledakan gas panas akibat petir. Pada pakaian
tampak robekan compang-camping terbakar. Pada tubuh sering menimbulkan
gambaran luka bakar. Temukan gambaran khas aborescent mark berupa jejas
kemerahan (hiperemi) berpolaseperti pohon yang bercabang-cabangterutama
jelas pada bagian perut. Metalisasi akan didapatkan pada bagian tubuh yang
mengenakan/kontak dengan logam saat kejadian, misalnya pakai cincin.

LUKA AKIBAT ASAM/BASA KUAT


LUKA AKIBAT ASAM KUAT
Perhatikan efek korosi asam pada luka, yaitu kering kecoklatan dan
teraba keras dan licin seperti kertas perkamen. Pola lukaterbentuk menurut
arah aliran cairan asam sesuai grafitasi.

LUKA AKIBAT BASA KUAT


Perhatikan efek reaksi penyabunan pada luka, yaitu basah dan teraba
lunak dan licin. Pola luka terbentuk menurut arah aliran cairan basa sesuai
grafitasi.
BAROTRUMA AURAL
Perhatikan perdarahan dari liang telinga, dengan otoskop perhatikan
gendang telinga yang ruptur. Cari informasi, korban biasanya adalah
penumpang pesawat terbang atau penyelam.

PULMONARY
Perhatikan tanda-tanda mati lemas akibat kerusakan paru atau akibat
emboli udar, berupa sianotik pada akral, mukosa bibir, bintik perdarahan, pada
sklera. Cari informasi, emboli biasanya terjadi pada penumpang pesawat
ketika tekanan kabin mendadak turun pada saat terbang tinggi atau pada
penyelam yang mendadak naik ke permukaan.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 43


4.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG

A. Tujuan pembelajaran
Tujuan :
Bab ini akan menjelaskan penanganan kasus keracunan secara umum,
meliputi
1. Informasi kontak dengan racun dan olah tempat kejadian perkara.
2. Tanda khas akibat keracunan baik pada pemeriksaan luar maupun
pemeriksaan dalam.
3. Pengambilan dan pemeriksaan sampel serta interpretasi hasil pemeriksaan
akibat keracunan.
4. Pertanggungjawaban hasil pemeriksaan di pengadilan jika diperlukan.

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

Pertanyaan minimal penanganan sampel toksikologi:


1. Apa persyaratan wadah untuk sampel toksikologi?
2. Beri contoh wadah untuk sampel toksikologi!
3. Apa pengawet untuk sampel otak, hepar dan ginjal yang akan diperiksa
secara toksikologi?
4. Apa pengawet untuk sampel darah dan urine yang akan diperiksa secara
toksikologi?
5. Surat apa saja yang disertakan pada sampel yang dirujuk ke Balai
Laboratorium Kesehatan?

44 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C. Algoritme kasus

D. Penjabaran prosedur
1. Informasi kontak dengan racun dan olah tempat kejadian perkara.
Pemahaman materi ini diharapkan dapat mengidentifikasi jenis racun
yang dapatdigunakan sebagai pegangan penanganan lebih lanjut. Informasi
dapat diperoleh dari penyidik maupun keluarga korban atau yang mengetahui
kasus itu terjadi.
Berbagai racun yang terdapat dimasyarakat meliputi : barbiturat,
tranquiliser, senyawa analgetik, sianida, zat korosiv dan pelarut bahan kimia
untuk keperluan rumah tangga, dimana peredaran dan penggunaannya setiap

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 45


tahun meningkat'. Informasi sisa barang bukti yang didapat, hal ini dapat
dicocokkan dengan tanda klinis yang dijumpai pada tubuh korban saat
pemeriksaan. Pada korban hidup perlu informasi kapan zat itu masuk dan
keadaan setelah kontak dengan racun bagaimana ? misalnya muntahmuntah,
maka muntahan harus disimpan untuk analisa toksikologi.

2. Tanda khas akibat keracunan baik pada pemeriksaan luar maupun


pemeriksaan dalam.
Jenis racun sangat luas, sesuai dengan aksinya racun dapatdibedakan 7
kelompok:
a. Korosiv : asam atau basa kuat misalnya cresol.
b. Zat yang menyebabkan iritasi : logam (As, Sb,Hg) dan phosphor, amonia,
SO2 dII.
c. Hipnotik dan narkotik : barbiturat, morfin, kloral dll
d. Deliriant dan convulsant: kokain, strikhnin aconite dll
e. Paralytic dan anti kholinesterase : Coniine, curare, nikotin dll
f. Gas atau uap beracun : misalnya CO, H2S, HCN, Arsine, Tetrakhloretan

Kewajiban dokter dalam menangani kasus keracunan:


Memastikan dimana racun itu berada, didasarkan dari anamnesa dan
tanda klinis yang dijumpai pada pemeriksaan luardan pemeriksaan dalam.
Pada korban yang meninggal, diperlukan informasi sisa racun dan
dicocokkan dengan kelainan yang dijumpai pada jenazah. Selanjutnya
menentukan sampel yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi,
disesuaikan dengan jenis racun yang masuk kedalam tubuh.
Untuk korban hidup dengan mengetahui jenis racun dan waktu kontak
dengan racun kemudian menentukan cara mengatasinya. Apakah diperlukan
antidotum, memuntahkan racun tersebut atau cukup memperbaiki kondisi
tubuh.

46 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


3. Pengambilan dan pemeriksaan sampel serta interpretasi hasil
pemeriksaan akibat keracunan.
a. ampel dapat diambil berdasarkan cara masuk racun dan sifat carun. Sisa
barang bukti, muntahan, urin, feses untuk analisa toksikologi. )ika gejala
jelas pengambilan sampel juga dapat lebih terarah, jika gejala tidak jelas
minimal dipikirkan cara masuk racun, metabolisme dan ekskresinya
melalui apa1,2. Harus dipertimbangkan kecurigaan terhadap jenis racun
yang masuk kedalam tubuh.
b. pembungkusan dan pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan
toksikologi, disertai label, berita acara dan surat permohonan pemeriksaan,
serta bahan pengawet yang diperlukan.
c. Analisis hasil pemeriksaan toksikologi di kaitkan dengan hasil pemeriksaan
tubuh korban dan hasil pemeriksaan penunjang yang lain jika ada.
Seseorang dinyatakan meninggal akibat keracunan apabila: ada informasi
kontak dengan racun, didapatkan tanda klinis sesuai dengan racun yang
diduga baik pada pemeriksaan luar maupun pada pemeriksaan dalam, tidak
ditemukan sebab kematian lain dan analisa toksikologi didapatkan racun
atau metabolitnya didalam jaringan.
4. Pertanggungjawaban hasil pemeriksaan di pengadilan jika diperlukan.
Racun yang masuk kedalam tubuh sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan
agar hasilnya sesuai yang diharapkan, apabila karena sesuatu hal
pemeriksaan toksikologi ditunda maka perlu bahan pengawet yang sesuai
agar jenis racun masih dapat diperiksa. Meskipun demikian ada tidaknya
racun juga dipengaruhi oleh sifat racun : stabil atau tidak stabil; untuk
racun yang stabil misalnya DDT masih dapat dideteksi meskipun sudah
dimakamkan selama 6 bulan sedang yang tidak stabil misal sianida pada
pembongkaran jenazah yang dimakamkan selama 70 hari sudah tidak
ditemukan adanya sianida. Dalam mempertanggung-jawabkan hasil
pemeriksaan laboratorium perlu memperhatikan tiga faktor yang
mempengaruhi kerja racun yaitu : racunnya sendiri, kondisi individu dan
cara masuknya racun kedalam tubuh.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 47


4.5. Pemeriksaan Toksikologi

1. Tujuan pembelajaran
I. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa mengenal pemeriksaan toksikologi sederhana
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan toksikologi sederhana di
lapangan
3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan toksikologi
4. Mahasiswadapat mengaplikasikan hasil pemeriksaan toksikologi dalam
penanganan kasus di lapangan
5. Mahasiswa dapat mempertanggung jawabkan hasil pemeriksaan
toksikologi di pengadilan (sebagai saksi)
II. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan kualitatif terhadap racun arsen
2. Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan kualitatif terhadap racun sianida
3. Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan kualitatif terhadap diazepam

2. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Adakah tanda-tanda kontak dengan racun, maka sisa barang bukti perlu
diamankan untuk pemeriksaan toksikologi
2. Apabila pada pemeriksaan jenazah didapatkan tanda mati lemas, perlu
dicari berbagai hal yang menyebabkan mati lemas, misal penyakit atau ada
tidaknya trauma atau ada kaitan dengan informasi kontak dengan racun.
Cari apa yang menyebabkan mati lemas dan tunjukkan bukti-bukti yang
mendukung pernyataan saudara ?.
3. Apabila diduga karena proses keracunan/peracunan (sebab lain harus sudah
disingkirkan) maka perlu pemeriksaan penunjang toksikologi, mengapa ?
jelaskan ! .
4. Interpretasi hasil toksikologi, dinyatakan meninggal karena keracunan
apabila tidak ditemukan sebab kematian lain dan hasil pemeriksaan klinis

48 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


serta laboratorium mendukung ke arah keracunan/peracunan. Mengapa hal-
hal tersebut harus dipenuhi ?

3. Algoritme kasus

4. Penjabaran prosedur
Syarat
1. Ada surat :
a. permintaan tertulis dari penyidik
b. berita acara serah terima barang bukti
c. berita acara pembungkusan/penyegelan barang bukti
2. Ada surat perm intaan tertulis dari dokter yang melakukan autopsy

Prosedur
1. Arsen : metode Sanger - Black
2. Sianida : metode Guignard
3. Diazepam : metode TLC
4.6. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 49


1. Tujuan pembelajaran
Tujuan Instruksional Umum :
Untuk menemukan kelainan patologi akibat penyakit, trauma, ada
tidaknya benda asing/air pada kasus tenggelam, bayi lahir hidup atau lahir mati

Tujuan Instruksional Khusus :


1. Mahasiswa mengetahui kondisi jaringan normal
2. Mahasiswa mengetahui kelainan patologi akibat penyakit
3. Mahasiswa mengetahui pengambilan sampel pada kasus tenggelam dan
kasus pembunuhan bayi
4. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan PA pada
penanganan kasus Forensik dan Meclikolegal

2. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Pemeriksaan PA bisa dilakukan pada kasus apa saja?


2. Sampel apa saja yang bisa diambil untuk pemeriksaan PA?
3. Cairan fiksasi apa yang biasa digunakan dalam pemeriksaan PA?
3. Algoritme kasus

50 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


4. Penjabaran prosedur

Sampel yang diambil/diperiksa :


Jaringan yang mengalami kelainan, jaringan sekitar luka, jaringan paru
pada kasus tenggelam dan kasus bayi

4.7. Pemeriksaan Parasitologi

A. Tujuan pembelajaran

Tujuan Instruksional Umum:


Untuk mengetahui saat kematian pada kasus yang ditemukan sudah
membusuk.

Tujuan Instruksional Khusus ;


1. Mahasiswa mengetahui pengambilan sampel untuk pemeriksaan
parasitologi
2. Mahasiswa dapat mengirim sampel untuk pemeriksaan parasitologi
3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan parasitologi pada
penanganan kasus Forensik dan Medikolegal.

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda


1. Pada kasus apa diperlukan pemeriksaan parasitologi?
2. Apa kepentingan pemeriksaan parasitologi?
3. Sampel apa yang bisa dikirim untuk pemeriksaan parasitologi?

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 51


C. Algoritme kasus

D. Penjabaran prosedur

Sampel yang diambil/diperiksa : larva atau lalat yang ada pada jenazah
Cara pengiriman sampel :
1. Sebagian sampel diawetkan dengan formalin 10 % untuk mengetahui
kondisi saat itu (saat diperiksa)
2. Sebagian sampel tanpa pengawet, diletakkan pada tempat tertutup, untuk
mengetahui jenis larva lebih lanjut.

52 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


4.8. EKSHUMASI (BONGKAR MAKAM)

A. Tujuan pembelajaran

Setelah melalui stase di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal,


mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengkoordinir pelaksanaan ekshumasi
2. Mampu melaksanakan tahap-tahap pelaksanaan ekshumasi
3. Mampu membuat Visum et Repertum hasil ekshumasi

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Apa latar belakang pelaksanaan bongkar makam Forensik dan


Medikolegal?
2. Kapan suatu bongkar makam Forensik dan Medikolegal dilakukan?
3. Kondisi apa yang harus tersedia dilokasi makam?
4. Apa tujuan bongkar makam Forensik dan Medikolegal?
|

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 53


C. Algoritme kasus

54 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


I D. Penjabaran prosedur
1. Sesampai di lokasi protocol mencatat identitas secara lengkap semua saksi-
saksi yang ada di lokasi pembongkaran
2. Masuk ke dalam bangunan darurat dan memeriksa semua peralatan dan
meja otopsi darurat yang akan digunakan
3. Dibuka dengan doa
4. Pemeriksaan dimulai dengan mencatat waktu mulai melakukan
pemeriksaan
5. Mencatat keadaan makam
6. Penggalian makam dilakukan lapis demi lapis, diperhatikan dan clicatat apa
saj yang dijumpai pada saat penggalian lapis demi lapis
7. Setelah jenazah ditemukan dilakukan dokumentasi
8. Jenazah dinaikkan di meja otopsi darurat dan dilakukan otopsi
9. Mengambil sampel yang akan digunakan untuk pemeriksaan penunjang
10. Melakukan penyegelan barang bukti yang diperoleh dan organ-organ yang
akan digunakan untuk pemeriksaan penunjang
11. Setelah selesai pemeriksaan jenazah dikuburkan kembali
12. Ditutup dengan doa

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 55


4.9. Identifikasi Forensik dan Medikolegal
Pemeriksaan Anthropologi

1. Tujuan pembelajaran

Setelah melewati stasedi Bagian Kedokteran Forensikdan Medikolegal,


mahasiswa mampu memperagakan prinsip-prinsip pemeriksaan identifikasi
Forensik dan Medikolegal.

2. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Apa prinsip identifikasi anthropologis?


2. Bagaimana identifikasi pada jenazah utuh? Sisa jenazah/rangka tak
lengkap?

56 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C. Algoritme kasus

4. Penjabaran prosedur
Untuk kasus-kasus jenazah dalam kubur, yang perlu diperhatikan:
1. Lokasi : a. dalam areal kuburan
b. di sembarang tempat
2. Jumlah korban : a. tunggal
b. massal
3. Kondisi jenazah : a. masih segar (baru dikubur)
b. sudah lama, tetapi masih terbalut jaringan lunak

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 57


c. berupa rangka
4. Kondisi rangka : a. lengkap/tidak lengkap
b. utuh/tidak utuh
c. primer/sekunder
d. posisi/orientasi/konteks dan sebagainya

Untuk keperluan pemeriksaan rangka jenazah seyogyanya dimulai dari


dalam kubur (liang lahat) dan dilanjutkan diluar liang lahat (di lapangan/ di
laboratorium).
1. Sesudah rangka dalam keadaan aslinya terkubur terlihat, catat situasi,
kondisi, konteks, posisi, orientasi, dan sebagainya. Sesudah kering karena
udara, lakukan inventarisasi dari tengkorak sampai ujung kaki, perhatikan
lateralisasi.
2. Beri nomor dan kode/catatan pada tulang - tulang tersebut, dengan dasar
tippex dan diatasnya diterakan tinta hitam yang tidak luntur (baik tengkorak
atau keping tengkorak, maupun bagian tulang yang lain dari yang besar
sampai yang kecil).
3. Perhatikan lateral isasi, jangan dicampurantara kiri dan kanan; perhatikan
tulang belakang (dirangkai dengan tali sesuai dengan urutan dan
bagiannya-cervical, thoracal, lumbal, dsb); perhatikan juga tulang iga,
dirangkai sesuai dengan urutannya; perhatikan tulang - tulang kecil pangkal
tangan dan kaki; demikian juga metacarpus dam metatarsus, serta
phalangas). Masukan dalam kantung plastik dalam keadaan terpisah-pisah,
jangan dicampur aduk.
4. Pengambilan tulang bisa dilakukan didalam liang lahat lalu dimasukan
dalam kantung plastik/kain, bisa juga tulang diangkat dan dikeringkan
diluar liang lahat dengan diangin-anginkan di tempat yang teduh.
5. Pemeriksaan :
a. Jenazah harus diperiksa :
- Dilakukan Identifikasi
- Menentukan kematiannya wajar atau tidak

58 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


- Menentukan saat kematian
- Menentukan sebab kematian
b. Untuk identifikasi rangka :
1. Perhatikan berbagai aspek rangka tersebut missal kondisi,
lengkap/tidak, utuh/tidak, keadaan tulang (rapuh/tidak, dsb),
keadaan patologis (penyakit, tindakan hewan, tindakan manusia,
dsb).
2. Pemeriksaan secara makroskopik (dalam anthroposkopi).
Lakukan osteoskopis dan cranioskopis, odontoskopis. Tentukan
untuk bayi/fetus/neonatus, apakah imatur/prematurelaterm.
3. Pemeriksaan anthropometrik
Untuk bayi tentukan panjang badan, berat badan, dan lingkar
kepala. Untuk dewasa : a. Ukuran tinggi dan panjang
b. Ukuran lebar
c. Ukuran dalam (depth)
d. Ukuran lingkaran
4. Pemeriksaan antropogenetis :
Baik kelainan maupun penyakit, termasuk golongan darah, tetapi
harus meliputi tiga sistem untuk identifikasi (jika hanya satu sistem
tidak perlu dilakukan). Contoh tiga sistem, yaitu golongan ABO
sistem, MN sistem, dan Rhesus factor sistem.
5. Dermatoglify (sidik jari), tidak sama dengan yang dilakukan polisi
bagian identifikasi (Dactyloskopi).
6. Pemeriksaan tinggi badan
a. Langsung (direct method)
b. Tidak langsung (indirect method), hasil dimasukan ke dalam
rumus. Prinsip semua tulang panjang dapat digunakan untuk
menentukan tinggi badan.
7. Pemeriksaan jenis ras : Tentukan jenis rasnya, apakah Monggoloid,
Australomelanesid, Caucasid, Negrid, ataukah Khoisanid berdasar

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 59


ciri-ciri fisik yang sama maupun berbeda terutama yang khas.
8. Pemeriksaan jenis kelamin :
a. Melihat alat kelamin primer
b. Melihat alat kelamin sekunder
c. Melihat berbagai ciri fisik pada tulang :
1. Pada tengkorak
2. Pada Mandi bula
3. Pada tulang pinggul (pelvis)
4. Pada tulang paha (femur-linea aspera)
9. Pemeriksaan umur, secara umum baik bayi maupun dewasa, yaitu:
1. Melihat pusat penulangan (harus dengan x-ray)
2. Fusi epi dan diaphyse tulang
3. Erupsi gigi
4. Pola permukaan articulatio symphisis pubis
5. Fusi sutura cranium

60 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


4.10. IDENTIFIKASI KORBAN TAK DIKENAL DAN SISA-SISA
TUBUH MANUSIA

A. Tujuan pembelajaran

Para mahasiswa diharapkan mampu :


1. Memeriksa ciri khas tubuh korban.
2. Mengumpulkan data-data ante mortem.
3. Menentukan pemeriksaan laboratorium yang sesuai untuk identifikasi
4. Memahami teknologi sidik DNA.
5. Mengamati berbagai kasus dan merencanakan perlunya suatu pemeriksaan
sidik DNA.
6. Mengelola sample untuk pemeriksaan sidik DNA.

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Para Mahasiswa harus mengetahui teori tentang sidik DNA yang sangat
berguna dalam identifikasi forensik dan medikolegal. Apa yang anda
ketahui tentang sidik DNA ?
2. Tidak semua kasus memerlukan pemeriksaan identifikasi menggunakan
sidik DNA. Bilamana pemeriksaan sidik DNA diperlukan ?
3. Terdapat berbagai keadaan/kondisi tubuh korban pada kasus-kasus forensik
dan medikolegal, seperti pembusukan, mutilasi, kasus pate rnitas, dll.
Bagaimanakah anda menentukan jenis sampel yang anda ambil untuk sidik
DNA?
4. Sebagai dokter umum Anda tidak memiliki keahlian dan atau peralatan
untuk pemeriksaan analisis DNA, maka Anda akan merujuk kepada
seorang ahli. Bagaimanakah pengelolaan sample untuk rujukan tsb ?

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 61


C. Algoritme kasus

62 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 63
4.11. PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
A. Tujuan pembelajaran
Setelah melalui stase di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Mediko-
egal, dokter muda diharapkan mampu menyusun suatu bukti medis pada
nanusia ke dalam suatu laporan medis (Visum et Repertum), baik hidup naupun
mati.

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

1. Sampai di manakah seorang dokter mempunyai kewajiban untuk menjaga


rahasia medis? Dengan kata lain, di manakah dokterdiijinkan secara etik
dan hukum untuk membuka rahasia medis?
2. Dalam interaksi dokterdan pasien, lahir rahasia medis. Milik siapakah
rahasia medis ini?
3. Mengapa pada kecelakaan lalu lintas dimana korban kecelakaan datang
terlebih dahulu kapada dokter untuk mendapat pertolongan, lalu kemudian
datang surat permintaan Visum et Repertum dari penyidik polisi, dokter
perlu membuat Informed Consent dengan pasiennya? Apakah korban
bukan merasa diuntungkan dengan tindakan dokter membuat laporan medis
projusticia sehingga mendapatka keadilan? Jelaskan jawaban anda sesuai
dengan landasan hukum dan etik yang berlaku di Indonesia.
4. Untuk kepentingan apa sajakah Laporan Medis digunakan dalam
persidangan? Uraikan secara rind dan jelas sesuai dengan landasan hukum
yang berlaku di Indonesia.
5. Dapatkah seorang korban perkosaan meminta laporan medis hasil
pemeriksaan dirinya untuk menuntut pertanggungjawaban pemerkosa,
tanpa penyelesaian kasus melalui jalur hukum. jelaskan jawaban anda,
berikut dasar hukum dan etik yang berlaku di Indonesia!

64 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C. Algoritme kasus

D. Penjabaran prosedur

Jika ada kasus/terperiksa :


1. Hidup
Jika keadaan gawat darurat dilakukan pertolongan dahulu hingga stabil.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, psikis dan bila perlu pemeriksaan
penunjang untuk kemudian dibuat laporan medis. )ika kasusnya berkaitan
dengan klaim hukum (projustisia) maka laporan medis akan diberikan
kepada penegak hukum (Visum et Repertum). Jika tidak ada klaim hukum,
maka laporan medis adalah milik pasien.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 65


2. Mati
Jika berkaitan dengan hukum, dilakukan pemeriksaan jenazah setelah
semua persyaratan administratif lengkap dan permintaan penegak hukum
definitif dilampiri ijin keluarga. Kemudian dibuatkan laporan medis untuk
penegak hukum (Visum et Repertum). Jika bukan kasus hukum maka
laporan medis milik keluarga.

4.12. SAKSI AHLI DI PENGADILAN

A. Tujuan pembelajaran
Setelah melalui stase di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, mahasiswa setelah menjadi dokter diharapkan:
1. Mampu menuangkan dan menyusun hasil pemeriksaan barang bukti medis
dan analisisnya ke dalam suatu Visum et Repertum.
2. Mampu menerangkan dan mempertanggung-jawabkan Visum et Repertum
pada sidang di Pengadilan
3. Mengetahui tatacara pemanggilan dan pelaksanaan kesaksian ahli pada
suatu proses peradilan.

B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda


1. Bagaimana penggunaan bahasa/istilah-istilah medis dalam penyusunan
Visum et Repertum?
2. Perlukah pengucapan sumpahranji dalam suatu kesaksian seorang ahli di
pengadilan, sedangkan ia sudah pemah mengucapkan sumpahranji sebagai
dokter?

66 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


C. Algoritme kasus

D. Penjabaran prosedur
Setelah dilakukan suatu pemeriksaan secara ilmiah kedokteran terhadap
suatu barang bukti medis, lakukanlah analisis terhadap hasil-hasil pemeriksaan
termasuk hasil pemeriksaan penunjang.
Hasil pemeriksaan dan analisis kemudian dituangkan dalam bentuk
Visum et Repertum dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
para penegak hukum yang tidak menimbulkan tafsir ganda.
Dokter penanggung-jawab pemeriksaan harus fasih mempertanggung-
jawabkan Visum et Repertum tersebut mulai dari pembukaan hingga penutup
dan siap untuk maju sebagai saksi ahli di pengadilan.
Bila ada keraguan terhadap Visum et Repertum, maka pihak penegak
hukum di segala tingkat proses peradilan mengajukan secara tertulis
permohonan kepada institusi Rumah Sakit tempat pemeriksaan berlangsung
untuk mendatangkan dokter penanggung-jawab guna menjelaskan halhal di
dalam Visum et Repertum yang belum jelas.
Jika pemanggilan kesaksian tersebut dilaksanakan di suatu pengadilan,
maka dokter harus mengucapkan sumpah/janji sebelum kesaksian.

Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 67


Daftar Pustaka

Chada, P.V., 1995, Ilmu Forensik dan Medikolegal dan Toksikologi, Edisi
Bahasa Indonesia V, Widya Medika, Jakarta.
Idries, A.M., 1997, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi I, Binarupa
Aksara, Jakarta.
James, S.H., Nordby, J.J., 2005, Forensic Science, 2nd ed., Taylor and Francis,
London.
Knight, B., 1996, Forensic Pathology, 2m ed., Oxford University Press, Inc.,
New York.
Lazarov, I., 1992, Current Reason for Death After Mechanical Damages, In:
Sawaguchi, T. (editor), Causality and Non-causality, Forensic Press,
Tokyo.
Moore, K.L., 1992, Clinically Oriented Anatomy, 3th ed., Williams and
Wilkins, Baltimore.
Purwadianto, A., Sampurna, B., Herkutanto, 1981, Kristal-Kristal Ilmu
Kedokteran Forensik, Cetakan I, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK-
U I/LK-U I, Jakarta.
Satyanegara, 1998, Cedera Kepala, dalam: Listiono, L.D. (editor), Ilmu Bedah
Saraf, Edisi 3, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Simpson, K., 1988, Forensic Medicine, 9th ed., The English Language Book
Society and Edward Arnold Ltd., London.
Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
Jakarta.
Soegandhi, R., 1997, Pedoman Pemeriksaan Jenazah Forensik dan Kesimpulan Visum et
Repertum di RSUP Sardjito, Bagian IKK FKUGM, Yogyakarta.

68 Modul Pembelajaran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Anda mungkin juga menyukai