Anda di halaman 1dari 57

LABORATORIUM FORENSIK

HENKY
BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

PENDAHULUAN
Peranan laboratorium forensik dalam mengungkap suatu tindak kejahatan
sangat penting. Hal ini berkaitan dengan barang bukti yang ditemukan baik di
tempat kejadian perkara maupun yang melekat pada tubuh korban atau pelaku
kejahatan. Barang bukti tersebut dapat saling berhubungan satu sama lain yang
tampak seperti gambar dibawah ini.

Gambar 1. Segitiga Barang Bukti


Sesuai dengan Locards principle of exchange, yaitu apabila terdapat dua objek
saling bersentuhan, maka akan selalu terjadi perpindahan material dari satu
objek ke objek lainnya. Material tersebut kemungkinan dapat atau tidak dapat
terlihat dengan mata telanjang.
Untuk itu diperlukan suatu pemeriksaan
laboratorium terhadap material tersebut. Hasil dari pemeriksaan laboratorium
terhadap material tersebut dapat menjadi bukti fisik yang penting untuk
mengungkap peristiwa kejahatan secara ilmiah dengan cara menyingkirkan
keterlibatan seseorang dengan tempat kejahatan (locus of crime). Bukti kontak
(contact traces) yang biasanya tertinggal pada manusia (baik pada korban
maupun tersangka) atau objek-objek tertentu di TKP adalah darah atau bercak
darah, cairan atau bercak mani, air liur, rambut maupun jaringan tubuh lainnya.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

PEMERIKSAAN DARAH DAN BERCAK DARAH


Darah sangat penting peranannya dalam ilmu kedokteran forensik karena darah
merupakan benda bukti biologis yang memiliki ciri-ciri tersendiri sehingga dapat
dipergunakan untuk identifikasi. Pemeriksaan darah dapat ditujukan pada darah
yang basah (cairan) maupun kering (bercak) yang sering ditemukan di tempat
kejadian perkara yang mungkin berasal dari korban ataupun pelaku
penganiayaan. Darah dan bercak darah tersebut dapat dijumpai pada lantai,
meja, kursi, tembok, plafon, senjata yang digunakan, tubuh/pakaian korban
maupun pelaku, dan sebagainya.
Tujuan utama dari pemeriksaan darah dan bercak darah adalah untuk
mengidentifikasi pemilik darah tersebut. Contohnya pada kasus pembunuhan,
dimana ditemukan bercak darah pada kuku korban pembunuhan, maka harus
ditentukan apakah bercak darah tersebut milik korban atau tersangka pelaku
pembunuhan dengan mencocokkannya dengan darah korban yang diambil saat
otopsi. Contoh-contoh lainnya adalah kasus bayi tertukar, penculikan anak, pria
yang dituduh sebagai ayah dari anak yang baru dilahirkan oleh seorang wanita,
ragu ayah (dispute paternity) ataupun ragu orang tua (dispute parentage).
Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan suatu pemeriksaan
terhadap darah tersebut.
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah
dokumentasi dari darah atau bercak darah. Dokumentasi ini sangat penting,
baik dari segi hukum maupun ilmu pengetahuan. Hendaknya dokumentasi ini
dilakukan secara teliti dengan cara mengambil foto bercak darah sebelum darah
atau bercak darah tersebut disentuh, dipindahkan, atau dikumpulkan. Berikut
adalah beberapa metode pengumpulan sampel darah dan bercak darah sebelum
diperiksa di laboratorium.
1. Sampel darah cair pada tempat kejadian perkara:
Pengambilan darah cair harus menggunakan spuit atau pipet sekali pakai
yang bersih (lebih baik kalau steril) dan dipindahkan ke dalam tabung
yang bersih (lebih baik steril). Pengambilan cairan tubuh, apapun
sumbernya, tidak boleh menggunakan pipet hisap.
Bekuan darah dapat dipindahkan ke dalam tabung yang bersih dengan
menggunakan spatula yang bersih. Antara sampel yang satu dengan yang
lain, instrumen yang digunakan harus dibersihkan dengan pemutih 10%
dan alkohol. Yang perlu diperhatikan adalah instrumen yang akan
digunakan harus bebas dari cairan pemutih karena pemutih dapat
merusak DNA.
Kain katun dapat digunakan untuk mengambil darah cair atau bekuan
darah. Daerah yang hanya mengandung serum harus diperhatikan dalam
hal ini. Darah kemudian harus dibiarkan mengering (tetapi tidak pada
sinar matahari langsung) sebelum dikemas dan dikirim ke laboratorium.
Setiap tabung harus diberi label tanggal, jam, nama pemberi sampel,
lokasi, pengambil sampel, kuantitas yang diambil, dan kode laboratorium
lalu disegel dan dibuatkan berita acara pengambilan barang bukti.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Sampel darah cair harus dipreservasi dengan antikoagulan yang sesuai


(EDTA untuk DNA), disimpan dalam lemari pendingin, dan diserahkan ke
laboratorium secepat mungkin.

2. Sampel darah cair pada pakaian:


Pakaian dengan bercak darah cair harus diletakkan pada permukaan yang
bersih dan dibiarkan mengering (tidak pada sinar matahari langsung) dan
tidak boleh menggunakan sumber panas (misalnya hair dryer) untuk
mempercepat proses tersebut.
Pakaian yang basah atau pakaian dengan bercak darah yang basah tidak
boleh disimpan dalam pembungkus bersegel. Hal ini dapat menyebabkan
suasana di dalam kemasan tersebut menjadi lembab, sehingga
mempercepat pertumbuhan bakteri dan degradasi sampel.
Apabila pakaian dan bercak sudah mengering, harus dikemas dengan
menggunakan kertas bersih atau pembungkus kertas lainnya.
3. Benda-benda dengan bercak darah basah:
Benda berukuran kecil dengan bercak darah basah harus dibiarkan
mengering dan dikumpulkan sebagaimana adanya.
Harus diusahakan preservasi integritas pola bercak darah pada saat
pengemasan dan transportasi sampel.
Benda berukuran besar yang tidak dapat dipindahkan dari TKP dapat
terkena bercak darah juga, apabila hal ini terjadi maka darah cair harus
dikumpulkan dengan menggunakan kain katun yang bersih.
4. Bercak darah kering pada benda yang tidak dapat dipindahkan:
Pola bercak darah harus didokumentasikan, diambil fotonya, dan dibuat
sketsanya.
Bercak darah dapat dikerok atau digosok dengan kertas filter dan
dikumpulkan pada secarik kertas yang bersih. Alternatif lain adalah
dengan menggunakan isolasi, kain katun yang sudah dibasahi dengan air
suling, atau dengan cara mengencerkan bercak darah dengan
menggunakan air suling.
5. Bercak darah pada tubuh:
Bercak darah pada tubuh harus didokumentasikan dengan teliti sebelum
diambil sampelnya.
Lokasi, ukuran, kuantitas, bentuk, dan pola dari bercak harus diperhatikan.
Apabila memungkinkan, bercak darah harus diambil sebelum
memindahkan jenazah dari TKP.
Pengambilan sampel harus dilakukan sehalus mungkin, untuk menghindari
terikutnya sel-sel kulit dari tubuh.
Bercak darah di bawah kuku harus dikerok dengan menggunakan tusuk
gigi. Kuku harus dipotong dan dikumpulkan dengan gunting kuku yang
bersih.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

6. Darah dari manusia:


Pengambilan sampel darah dari manusia harus dilakukan oleh petugas
medis yang memenuhi persyaratan.
Paling tidak sebanyak satu buah vial 5 ml harus diperoleh di dalam tabung
vakum yang berisi ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) sebagai
antikoagulan (tutup berwarna ungu). Tabung EDTA ini paling baik untuk
mempreservasikan DNA. Apabila hendak dilakukan pemeriksaan serologis
dan/atau obat-obatan atau alkohol, pengambilan darah harus lebih dari 1
tabung. Secara umum, sampel darah untuk analisa serologis yang
konvensional tidak boleh mengandung zat pengawet (tutup berwarna
merah), dan tabung untuk pemeriksaan obat/alkohol harus mengandung
natrium fluoride (NaF).
Setiap tabung harus diberi label tanggal, jam, nama pemberi sampel,
lokasi, pengambil sampel, kuantitas yang diambil, dan kode laboratorium
lalu disegel dan dibuatkan berita acara pengambilan barang bukti.
Sampel darah harus diletakkan di dalam lemari pendingin dan diserahkan
ke laboratorium secepat mungkin. Apabila hendak dilakukan pemeriksaan
serologis, darah tidak boleh dibekukan. Pendinginan sampel darah tidak
boleh menggunakan dry ice akan tetapi menggunakan ice pack.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap bercak tersebut untuk
membuktikan:
Bercak tersebut memang darah.
Darah tersebut adalah darah manusia.
Jika memang darah manusia dilakukan pemeriksaan golongan darah dan
DNA
Karakteristik lainnya seperti darah menstruasi atau bukan, jenis kelamin
pemilik darah, perkiraan umur bercak darah, intravital atau postmortem dan
sebagainya.

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:


Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan visual terhadap darah atau bercak darah biasanya dilakukan di TKP.
Pemeriksaan yang dilakukan mencakup pemeriksaan terhadap:
1. Pakaian
Pada korban yang dilukai dalam posisi tidur terlentang maka bercak darah
akan mengarah ke belakang sedangkan jika korban dilukai dalam posisi berdiri
maka bercak darah akan mengarah vertikal ke bawah. Jika bercak darah
ditemukan pada pakaian dalam kemungkinan terdapat trauma pada organ
genitalia atau telah terjadi kekerasan seksual. Jika pakaian dipenuhi dengan
darah maka kemungkinan korban mengalami perdarahan hebat dan sempat
hidup beberapa saat setelah mengalami kekerasan.
2. Bentuk, ukuran dan arah bercak darah
Bentuk bercak darah pada TKP dapat memberikan informasi tentang perkiraan
rekonstruksi kejadian saat itu. Interpretasi pola bercak darah melibatkan
pengukuran tetesan darah, pengenalan pola melalui foto atau percobaan,

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

penggunaan trigonometri, dan pengetahuan tentang fisika gerak. Sehingga


dari bercak darah tersebut dapat diketahui arah dan sudut jatuhnya darah
serta perkiraan ketinggian sumber bercak tersebut. Semakin miring arah
jatuhnya darah maka gambaran bentuk bercak darah semakin berbentuk
seperti tanda seru dengan sudut yang semakin kecil, sedangkan untuk
memperkirakan ketinggian dapat dilihat dari pola bercak yang berbentuk bulat
sampai menyerupai bentuk bunga matahari.

Gambar 2. Bentuk Bercak Darah


Selain itu juga dapat diperkirakan jenis dan arah kekerasan yang terjadi, apa
yang dilakukan tersangka setelah peristiwa tersebut (misalnya menyeret
korban),
memperkirakan posisi korban, tersangka dan objek-objek
disekitarnya saat kekerasan terjadi dan memperkirakan suatu kejadian
pembunuhan atau bunuh diri.
3. Kondisi Jenazah
Bila ditemukan genangan darah maka hal tersebut menunjukkan bahwa
korban masih hidup saat dilukai dan sempat hidup beberapa saat setelah
dilukai. Jika terdapat beberapa luka pada tubuh tetapi jumlah darah di TKP
sedikit, ada kemungkinan darah telah dibersihkan atau tubuh korban telah
dipindahkan dari suatu tempat.
4. Orang dewasa atau bayi
Pada fetus, bayi-bayi prematur atau anak-anak dengan kelainan darah maka
akan ditemukan sel-sel darah merah yang berinti yang kadang-kadang saja
ditemukan pada anak-anak normal. Umumnya, sel darah merah pada bayi
lebih rapuh dan jika dijatuhkan akan terbentuk koagulum yang tipis dan
lembut sedangkan pada orang dewasa koagulum yang terbentuk lebih tebal
dan kaku dan sel darah merahnya tidak berinti.
5. Umur Bercak Darah
Saat melakukan pemeriksaan darah terutama di TKP, perlu diperhatikan
apakah darah telah mengental atau mengering. Darah yang belum mengental
atau mengering, menunjukkan perdarahan yang baru saja terjadi karena
darah membutuhkan waktu 30 menit sampai 1 jam untuk menjadi kering.
Bercak darah baru pada pakaian putih awalnya terlihat merah, lalu menjadi
kuning dalam - 1 jam. Setelah beberapa waktu, terjadi perubahan warna
secara
bertahap
karena
terjadi
perubahan
hemoglobin
menjadi
methemoglobin dan hematin. Dalam 24 jam darah akan berubah warna

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

menjadi merah kecoklatan, menjadi coklat tua atau hitam dalam 10 12 hari
dan dapat bertahan sampai beberapa tahun tergantung dari ketebalan bercak
darah dan kondisi lingkungan. Tapi penentuan umur bercak darah kadang sulit
dilakukan karena sulitnya mendeteksi bercak darah pada pakaian berwarna
gelap dan pada benda-benda berbahan metalik.
6. Arteri atau vena
Darah yang berasal dari arteri orang yang masih hidup akan menyembur dan
tersebar sepanjang permukaan di mana darah tersebut jatuh sedangkan darah
yang berasal dari vena akan mengalir dan tergenang jika korban dalam posisi
terlentang dan berupa tetesan-tetesan darah jika korban dalam posisi
bergerak. Umumnya, pada kasus kekerasan, darah akan keluar bersamaan
dari arteri dan vena.

7. Intravital atau postmortem


Darah yang berasal dari tubuh korban yang masih hidup, bila mengering akan
mengelupas seperti sisik karena adanya fibrin, sedangkan darah yang
mengalir setelah korban meninggal, setelah mengering akan cenderung
menjadi rapuh dan hancur menjadi butiran-butiran halus seperti bedak.
Bercak darah yang berasal dari jenazah yang sudah membusuk dapat
berwarna hijau atau hitam.
8. Korban atau pelaku
Sulit untuk mendeteksi apakah bercak darah tersebut berasal dari korban atau
pelaku. Secara umum dapat dijelaskan jika bercak darah berada pada sisi
dalam dari pakaian biasanya berasal dari tubuh korban, namun bila berada
pada sisi luar bisa berasal dari korban ataupun pelaku. Untuk memastikannya
perlu dilakukan pemeriksaan serologis dan DNA.
Pemeriksaan Mikroskopik
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat morfologi sel-sel darah merah.
Syarat utama adalah darah tersebut masih segar dan belum terjadi kerusakan
pada sel-sel darah tersebut. Cara melakukan pemeriksaan ini adalah sebagai
berikut : material yang masih basah atau baru mengering yang dicurigai darah
ditaruh pada kaca obyek dan ditambahkan 1 tetes larutan garam fisiologis,
kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan membuat
sediaan hapus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Jika ditemukan sel darah
merah maka dapat dipastikan material tersebut adalah darah. Dari kedua
sediaan tersebut dapat dilihat bentuk dan inti sel darah merah.
Dari pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut dapat dilihat
bentuk dan inti sel darah merah untuk menentukan kelas akan tetapi bukan
spesies darah tersebut. Kelas mamalia memiliki sel darah merah berbentuk
cakram/bikonkaf dan tidak berinti, sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk
oval/elips dan berinti. Dari kelas mammalia, genus Cannelidae (golongan unta)
merupakan perkecualian dengan sel darah merah berbentuk oval/elips tetapi
tidak berinti. Dengan pewarnaan lugol, jika ditemukan sel-sel pseudodecidua
yang berinti besar dan mempunyai sitoplasma yang berwarna coklat (red brown

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

iododophilic cells) yang berasal dari endometrium, maka darah tersebut adalah
darah menstruasi. Pada sediaan hapus dengan pewarnaan sel-sel leukosit
polimorfonuklear dapat terlihat. Bila ditemukan drum stick (Davidson Body)
dalam jumlah lebih dari 0,05% dapatlah dipastikan bahwa darah tersebut berasal
dari seorang wanita.

Gambar 3. Eritrosit Mamalia


Gambar 5. PMN Wanita

Gambar 4. Sel Pseudodecidua

Analisis Kimia
Apabila material yang dicurigai darah tersebut telah mengering atau sudah
berupa bercak, maka dapat dipastikan sel darah merah yang terkandung dalam
bercak tersebut sudah rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa kimia
terhadap bercak yang dicurigai darah tersebut karena tidak lagi memungkinkan
untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik. Terdapat dua langkah dalam analisis
kimia untuk memastikan bercak tersebut adalah bercak darah, yaitu:
1. TES PENYARING (PRESUMPTIVE SCREENING TEST)
Tes ini berfungsi untuk memperkirakan apakah bercak tersebut adalah bercak
darah atau bukan. Jika hasilnya negatif maka dapat dipastikan bercak tersebut
bukan darah, namun apabila hasilnya positif belum memastikan bercak tersebut
adalah darah karena tes penyaring ini tidak spesifik dan kemungkinan terjadi
positif palsu akibat berbagai macam zat, misalnya jus dari buah atau sayuran,
pus, urine, dan substansi lain, termasuk zat besi serta bahan-bahan kimia yang
mengandung fosfat yang sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari
seperti deterjen dan pemutih.
Prinsip dari tes penyaring adalah melihat perubahan warna atau cahaya yang
berpendar (chemiluminescence) akibat reaksi oksidasi antara reagen yang
diberikan dengan enzim peroksidase/katalase yang terkandung dalam darah.

Darah
H2O2

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

H2O + On

Reage
n

Perubahan Warna /
chemiluminescence
(Teroksidasi)

Empat macam tes penyaring dengan melihat perubahan warna adalah:


A. Tes Benzidine
Tes ini sudah jarang digunakan karena benzidine terbukti bersifat
karsinogenik.
Reagen yang diperlukan:
(1) Larutan jenuh kristal benzidine dalam asam asetat glasial dengan
konsentrasi 10%.
(2) H2O2 dengan konsentrasi 20%
Cara pemeriksaan:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen benzidine. Hasil positif pada
tes benzidine adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring.
B. Tes O-Tolidine (Orthotolidine)
Merupakan derivat dari benzidine dan juga bersifat karsinogenik sehingga
sudah mulai ditinggalkan. Cara pemeriksaan dan hasil tes sama seperti tes
benzidine.
C. Tes Phenolphthalein (Kastle-Mayer Test)
Tes ini paling sering dipakai saat ini karena dapat mendeteksi 1 bagian darah
dalam beberapa juta bagian.
Reagen yang diperlukan:
(1) Phenolphthalein 130 mg
Campuran ini direbus sampai menjadi jernih,
Potassium hydroxide 1,3 g
kemudian ditambahkan bubuk Zinc
Aquadest 100 ml
sebanyak 20 gram
(2) H2O2 dengan konsentrasi 20%
Cara pemeriksaan:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan beberapa tetes reagen (1) dan 1 tetes reagen H 2O2 20%. Hasil
positif pada tes ini adalah bila timbul warna merah muda pada kertas saring.
D. Tes Tetramethylbenzidine (TMB)
Sering disebut Hemastix, karena tes ini menggunakan stick pendek yang
diujungnya terdapat reagen Tetramethylbenzidine dan Peroksidase.
Cara pemeriksaan :
Teteskan air pada bercak yang dicurigai darah kemudian letakkan ujung dari
stick pada cairan tersebut. Jika hasilnya positif ujung dari stick akan berwarna
hijau kebiruan.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 6. Tes TMB


Dua macam tes penyaring dengan melihat perpendaran cahaya adalah:
A. Tes Luminol
Tes ini merupakan tes yang paling sensitif untuk mendeteksi bercak darah.
Tes ini dapat merusak bercak darah dan mendegradasi DNA yang terkandung
di dalamnya.
Reagen yang diperlukan:
(1) Sodium perborate 0,7 g
(2) Sodium carbonate 5 g
(3) 3-amino-phtalhydrazide 0,1 g
(4) Aquadest 100 ml
Cara pemeriksaan:
Pemeriksaan harus dilakukan di ruangan yang gelap, dimana bercak yang
dicurigai darah disemprotkan dengan reagen Luminol. Jika hasilnya positif
maka bercak tersebut akan tampak bersinar kebiruan.

Gambar 7. Tes Luminol


B. Tes Fluorescein
Tes ini sudah mulai banyak dipergunakan untuk menggantikan tes luminol.
Tes ini tidak harus dilakukan di ruang yang gelap, karena sudah menggunakan
ALS (Alternate Light Source) yang bekerja optimum pada panjang gelombang
445 450 nm dan memungkinkan untuk dilakukan fotografi digital. Tes ini juga
terbukti tidak merusak DNA yang terkandung dalam bercak darah. Namun
perlu diperhatikan bahwa beberapa reagen yang dipergunakan kemungkinan
bersifat karsinogenik.
Reagen yang diperlukan:
(1) Sodium hydroxide 2,5 g
Campuran ini direbus sampai menjadi jernih,
(2) Fluorescein 0,25 g
kemudian ditambahkan bubuk Zinc
(3) Aquadest 25 ml
sebanyak 0,5 gram

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

(4) H2O2 dengan konsentrasi 3%


Cara pemeriksaan:
Bercak yang dicurigai darah disemprotkan dengan reagen Fluorescein lalu
H2O2, jika hasilnya positif, dibawah ALS bercak tersebut akan tampak bersinar
kehijauan.

.
Gambar 8. Tes Fluorescein
Dua macam tes penyaring dengan melihat perubahan warna dan perpendaran
cahaya adalah:
A. Leucomalachite Green (LMG)
Dengan melihat perubahan warna, maka tes ini sensitifitasnya lebih rendah
daripada TMB dan spesifikasinya lebih rendah daripada Phenolphthalein,
namun jika melihat perpendaran cahaya, maka tes ini lebih baik daripada
Luminol.
Reagen yang diperlukan:
(1) Sodium perborate
(2) Leucomalachite green
(3) Asam asetat glacial
(4) Aquadest 100 ml
(5) H2O2 dengan konsentrasi 20%
Cara pemeriksaan:
Ada dua cara pemeriksaan yang dapat dipergunakan dengan menggunakan
LMG:
a) Dengan melihat perubahan warna :
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen LMG. Hasil positif pada tes
LMG adalah bila timbul warna biru kehijauan pada kertas saring.
b) Dengan melihat perpendaran cahaya :
Bercak yang dicurigai darah disemprotkan dengan reagen LMG, jika
hasilnya positif, bercak tersebut akan tampak bersinar biru kehijauan.
B. Leucocrystal Violet (LCV)
Tes ini sering dipergunakan oleh pemeriksa sidik jari dan jejak kaki.
Reagen yang diperlukan:
(1) 5-sulphosalicylic acid 10 g
Campuran ini harus
(2) Sodium acetate 3,7 g
disimpan di dalam
(3) Leucocrystal violet (LCV) 1 g
toples yang gelap
(4) H2O2 dengan konsentrasi 3% 500 ml
Cara pemeriksaan:

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Sama seperti tes Leucomalachite Green (LMG), jika hasilnya positif akan timbul
warna keunguan dan sinar yang berwarna keunguan.
2. TES PENENTUAN DARAH

Jika didapatkan hasil positif pada tes penyaring, maka harus dilanjutkan dengan
tes penentuan darah untuk memastikan bercak tersebut memang darah. Tujuan
dari pemeriksaan ini adalah untuk menemukan pigmen/kristal hematin (hemin)
dan hemokromogen atau pita-pita absorbsi yang khas untuk hemoglobin atau
derivatnya.
A. Tes Teichmann
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, tambahkan 1 butir
NaCl dan 1 tetes asam asetat glasial, tutup dengan kaca penutup dan
panaskan dengan api kecil. Jika ditemukan kristal-kristal Hemin-HCl yang
berbentuk batang yang berwarna coklat dibawah mikroskop maka dapat
dipastikan bercak tersebut adalah darah.
B. Tes Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga
sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan
kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan
aseton dan pada sisi berlawanan diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan
sampai menguap. Hasil dikatakan positif apabila tampak kristal-kristal asetonhemin yang berbentuk batang berwarna coklat dibawah mikroskop.

Gambar 9. Tes Wagenaar


C. Tes Takayama
Reagen yang diperlukan:
(1) Pyridine redestilatum 3 ml
(2) Glukosa jenuh 3 ml
(3) NaOH 10% 3 ml
(4) Aquadest 7 ml
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan satu
tetes reagen Takayama, tutup dengan kaca penutup lalu dipanaskan. Hasil

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

dikatakan positif apabila tampak kristal-kristal pyridin hemokhromogen yang


berbentuk bulu-bulu berwarna merah jingga dibawah mikroskop.

Gambar 10. Tes Takayama


D. Pemeriksaan Spektroskopik
Pemeriksaan spektroskopik dapat memastikan bahan yang diperiksa adalah
darah bila dijumpai pita-pita absorbsi yang khas dari hemoglobin atau
turunannya.
Cara Pemeriksaan:
Bercak kering yang dicurigai darah dilarutkan dengan aquadest dalam tabung
reaksi dan kemudian dilihat dengan spektroskop. Hemoglobin dan derivatnya
akan menunjukkan pita-pita absorbsi yang khas pada spektrum warna.
Suspensi yang mengandung oksihemoglobin berwarna merah terang dengan
dua pita absorbsi berwarna hitam di daerah kuning (pada panjang gelombang
541 dan 576 nm) (Gb.11A). Bila ditambahkan reduktor (Na-ditionit), akan
terbentuk hemoglobin tereduksi yang berwarna merah keunguan dengan satu
pita absorbsi yang lebar di daerah kuning (pada panjang gelombang sekitar
556 nm) (Gb.11B). Bila ditambahkan lagi dengan alkali encer (NaOH atau KOH)
akan terbentuk hemokromogen berwarna merah jingga dengan dua pita
absorbsi yang menempati daerah kuning (pada panjang gelombang 558 nm)
dan daerah perbatasan dengan hijau (pada panjang gelombang 528 nm)
(Gb.11C). Darah yang sudah lama atau pada kasus keracunan nitrit, nitrat,
nitrobenzena, anilin, dan sulfonal, terkandung banyak methemoglobin yang
berwarna merah kecoklatan dengan empat pita absorbsi, yaitu dua pada pita
yang sama dengan pita oksihemoglobin, satu pita di daerah merah (pada
panjang gelombang 640 nm), dan satu lagi di daerah hijau (Gb.11D). Bila
ditambahkan reduktor akan terbentuk hemoglobin dalam keadaan tereduksi
sehingga bila ditambahkan lagi dengan alkali encer akan terbentuk
hemokromogen. Pemeriksaan spektroskopik darah pada kasus keracunan gas
CO akan memperlihatkan dua pita absorbsi dari karboksihemoglobin (COHb) di
daerah kuning yang mirip dengan pita absorbsi oksihemoglobin, tetapi lebih
bergeser ke arah hijau (pada panjang gelombang 530 dan 570 nm). (Gb.11E)
Sifat lain dari COHb adalah tidak dapat direduksi sehingga dengan
penambahan reduktor akan tetap terlihat dua pita absorbsi.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 11. Spektroskopik

Pemeriksaan Serologis
Jika bercak yang dicurigai tersebut sudah dapat dipastikan adalah darah setelah
dilakukan langkah-langkah pemeriksaan seperti diatas, maka selanjutnya kita
harus menentukan apakah darah tersebut adalah darah manusia atau bukan.
Dan setelah terbukti darah tersebut adalah darah manusia, maka langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi pemilik dari bercak darah tersebut, dengan
cara menentukan golongan darah, petanda protein/enzim dan DNA dari bercak
darah tersebut. Cara untuk mencapai kedua tujuan tersebut adalah dengan
melakukan pemeriksaan serologis karena pemeriksaan serologis dapat
digunakan untuk menentukan spesies dan golongan darah. Prinsip pemeriksaan
serologis adalah reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibodi
(antiserum)
yang
dapat
merupakan
reaksi presipitasi atau
reaksi aglutinasi.

Gambar 12. Reaksi Ag-Ab

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

A. PENENTUAN SPESIES
Terdapat 3 cara yang dapat dipergunakan untuk menentukan spesies, yaitu:
i. Reaksi cincin (reaksi presipitin dalam tabung).
Cara pemeriksaan:
Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan 1 ml larutan garam
fisiologis. Dianjurkan untuk memakai 1 cm2 bercak atau 1 gram darah kering,
tetapi tidak lebih dari setengah bahan yang tersedia.
Membuat bahan serum antiglobulin manusia dengan cara: darah manusia
disuntikkan pada kelinci, kelinci akan membentuk antibodi yang akan
bereaksi dengan darah manusia. Darah kelinci tersebut kemudian diambil
dan serum yang mengandung antibodi diisolir untuk pemeriksaan. Serum ini
disebut serum antiglobulin manusia (Anti Human Globulin)
Ke dalam tabung reaksi kecil, dimasukkan serum antiglobulin manusia, dan ke
atasnya dituangkan ekstrak darah secara perlahan-lahan melalui tepi tabung.
Biarkan pada temperatur ruangan selama kurang lebih 1,5 jam. Hasil positif
tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan.

Sampel darah (dilute) pada lapisan atas

Presipitat
Antiserum pada lapisan
bawah

Gambar 13. Reaksi Presipitasi Dalam Tabung

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

ii. Reaksi presipitasi dalam agar (teknik imunodifusi cara Ouchterlony)


Cara Pemeriksaan:
Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan 1 ml larutan garam
fisiologis. Dianjurkan untuk memakai 1 cm2 bercak atau 1 gram darah kering,
tetapi tidak lebih dari setengah bahan yang tersedia.
Membuat bahan serum antiglobulin manusia dengan cara: darah manusia
disuntikkan pada kelinci, kelinci akan membentuk antibodi yang akan
bereaksi dengan darah manusia. Darah kelinci tersebut kemudian diambil
dan serum yang mengandung antibodi diisolir untuk pemeriksaan. Serum ini
disebut serum antiglobulin manusia (Anti Human Globulin)
Membuat agar buffer
Bahan yang diperlukan:
(1)Agar 1 g
(2)Larutan buffer Veronal pH 8,6 50 ml
(3)Sodium Azide 100 mg
(4)Aquadest 50 ml
Semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang kemudian
dipanaskan sampai tampak agak cair. Larutan ini dapat disimpan dalam
lemari es, yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan
menempatkan labu Erlenmeyer di dalam air mendidih.
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, lalu dilapisi
dengan kurang lebih 3 ml larutan agar cair yang dituangkan ke atasnya
dengan menggunakan pipet sehingga terbentuk suatu lapisan tipis agar
buffer.
Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang
lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis.
Masukkan serum antiglobulin manusia ke lubang di tengah dan ekstrak darah
dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan
gelas obyek ini dalam ruang lembab pada temperatur ruang selama satu
malam. Hasil positif memberikan presipitum berupa garis kurva jernih pada
perbatasan lubang tengah dan lubang tepi.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 14. Reaksi Presipitasi Dalam Agar


iii. Immuno-electroforesis dalam agar
Cara pemeriksaan:
Buatlah ekstrak darah, serum antiglobulin manusia dan agar buffer serta
lapisilah sebuah gelas obyek dengan agar buffer seperti cara diatas.
Buatlah sepasang lubang berdiameter 1,5 mm yang berjarak 5 mm satu sama
lainnya pada lapisan agar.
Teteskan ekstrak darah dengan agar buffer pada lubang kathoda dan serum
anti globulin manusia pada lubang anoda. Kontrol dapat menggunakan darah
manusia.
Lakukan elektroforesis dengan 5 V/cm selama 15 20 menit, dan hasil positif
tampak sebagai garis presipitasi diantara kedua lubang.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 15. Immuno-Electroforesis Dalam Agar


Ada suatu pemeriksaan terbaru untuk mengidentifikasi bercak yang dicurigai
darah di TKP yaitu HemaTrace dan OneStep ABAcard. Tes ini dapat langsung
mendeteksi apakah bercak yang dicurigai darah tersebut adalah darah dan
sekaligus menentukan itu adalah darah manusia.
Keunggulan lain dari
pemeriksaan ini adalah tidak memerlukan persiapan untuk pembuatan reagen,
sangat sensitif dan akurat serta hanya memerlukan sedikit sampel. Di kemudian
hari pemeriksaan ini akan menggantikan tes-tes yang telah dijelaskan
sebelumnya karena pemeriksaan ini sangat praktis.
B. PENENTUAN GOLONGAN DARAH
Tahap berikutnya adalah mengidentifikasi pemilik dari bercak darah yang sudah
dipastikan berasal dari manusia. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan
golongan darah terhadap bercak darah.
Terdapat berbagai macam sistem golongan darah, yaitu:
1) Antigen pada permukaan eritrosit
ABO, MNS, Rhesus, Lewis, Duffy, Kell, Kidd, Lutheran, P, Vel, Wright, Diego, I,
Yt, Sutter, Gerbich, Auberger, Lan, Xg, dll.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 16. Antigen Pada Permukaan Eritrosit


2) Sistem protein serum
Dengan menggunakan gel
Gm, Gc, Haptoglobin (Hp), dll
elektroforesis
3) Sistem enzim sel darah merah
PGM, AK, ADA, PCE, EAP, GPT, 6 PGD, 6-GPD, dll

Gambar 17. Gel Elekroforesis


4) Antigen pada leukosit
HLA
5) Lain-lain
Sekretor/nonsekretor, antigen trombosit
Sistem yang paling sering digunakan adalah sistem ABO dan Rhesus dimana
antigen yang melekat pada permukaan eritrosit sebenarnya adalah suatu
glikoprotein. Struktur antigen tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 18. Struktur Antigen A, B dan H


Darah yang telah mengering kemungkinan dapat berada dalam berbagai tahap
kesegaran sebagai berikut:
o Bercak dengan sel darah merah yang masih utuh.
o Bercak dengan sel darah merah yang sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan
antigen yang masih dapat di deteksi.
o Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat
dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
o Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan aglutinin yang sudah tidak
dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh, maka golongan darah
dapat diperiksa secara langsung seperti pada penentuan golongan darah orang
hidup, yaitu dengan menggunakan antiserum golongan darah tertentu yang
diteteskan ke atas bercak darah. Hasil positif ditandai dengan terjadinya
penggumpalan dari sel darah merah (aglutinasi).

Gambar 19. Pemeriksaan Golongan Darah Secara Langsung


Bila sel darah merah sudah rusak, maka penentuan golongan darah tidak dapat
dilakukan seperti cara diatas, tetapi dengan cara menentukan jenis aglutinin dan
antigen (secara tidak langsung). Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

daripada aglutinin. Diantara sistem-sistem golongan darah, yang paling lama


bertahan adalah antigen dari sistem golongan darah ABO. Umumnya penentuan
jenis antigen dari bercak darah dapat dilakukan dengan menggunakan cara
sebagai berikut:
A. TEKNIK ABSORPSI ELUSI
1. Cuci beberapa helai benang yang mengandung bercak darah di air mengalir,
cuci kotoran yang melekat bila ada dengan scalpel lalu keringkan.

2. Masukkan sampel ke dalam tabung dan tambahkan eter atau metil alkohol
sampai terendam selama 2 jam. Sisa eter atau metil alkohol dibuang
menggunakan pipet dan biarkan sampel sampai mengering.
3. Sampel dibagi 4 (duplo) dan masukkan masing-masing ke dalam 4 buah
tabung. Ke dalam masing-masing tabung tambahkan antiserum A ke tabung x
dan antiserum B ke dalam tabung y sampai terendam, diamkan pada suhu
4C Over Night [2 buah tabung untuk antiserum A dan 2 buah untuk
antiserum B].
Maksudnya adalah agar antibodi bereaksi mengikat
antigen.
4. Ambil antiserum dari dalam tabung, kemudian tambahkan NaCl 0,9% dingin,
cuci dengan pipetnya lalu diamkan 10 menit di dalam suhu 4C. Lakukan
pencucian dan prosedur tersebut sebanyak 6 kali. Pencucian ini dilakukan
supaya antibodi yang berlebihan dapat dihilangkan.
5. Selama menunggu proses pencucian buat sel indikator 2%, yaitu : 2 tetes
SDM golongan darah A ditambah 98 tetes NaCl 0,9% tidak dingin atau 1 tetes
SDM dengan 49 tetes NaCl 0,9% tidak dingin. Buat juga dengan cara yang
sama untuk sel indikator golongan darah B.
6. Hasil pencucian ke-6 diambil 1 tetes masukkan ke dalam tabung baru dan
tambahkan 1 tetes sel indikator 2% (untuk menguji apakah proses pencucian
sudah bersih). Bila aglutinasi (-) maka teruskan dengan langkah selanjutnya,
bila aglutinasi (+) maka lakukan pencucian 1-2 kali lagi.
7. Cairan diambil dari dalam tabung kemudian tambahkan 1-2 tetes NaCl 0,9%
tidak dingin dan masukkan ke dalam suhu 56C selama 10 menit. Tujuan
pemanasan ini adalah untuk melepas ikatan antigen dan antibodi.
(elution)
8. Cairan (disebut eluat) diambil dari dalam tabung masukkan ke dalam 4 buah
tabung baru dan tambahkan 1-2 tetes sel indikator (2 tabung untuk golongan
darah A dan 2 tabung untuk golongan darah B). Diamkan selama 15-30 menit
pada suhu 4C agar bereaksi dan ikatan menjadi jelas.
9. Seluruh tabung kemudian disentrifuge 1000 rpm selama 1 menit, kemudian
kocok secara perlahan dan lihat secara makroskopik ada atau tidak

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

aglutinasi.
Bila terdapat gumpalan, maka berarti darah mengandung
antigen yang sesuai dengan antigen pada sel indikator.

Gambar 20. Teknik Absorbsi Elusi


B. TEKNIK AGLUTINASI CAMPURAN
1. Ikuti langkah no. 1 6 seperti teknik absorbsi elusi.
2. Tambahkan 1-2 tetes sel indikator (2 tabung untuk golomgam darah A dan 2
tabung untuk golongan darah B). Diamkan selama 15-30 menit pada suhu 4C
agar bereaksi dan ikatan menjadi jelas.
3. Seluruh tabung kemudian disentrifuge 1000 rpm selama 1 menit.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

4. Pindahkan benang pada sebuah gelas objek, tambahkan 1 tetes larutan


garam faal dan periksa dibawah mikroskop. Hasil positif memberi gambaran
melekat dan menggumpalnya (aglutinasi) sel-sel eritrosit pada benang.
Pengaruh Jamur Terhadap Pemeriksaan Bercak Darah
Pemeriksaan bercak darah dipengaruhi oleh kualitas antigen. Sedangkan kualitas
antigen sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah umur
bercak darah, suhu dan sterilitas lingkungan. Dalam lingkungan yang tidak steril,
antigen dapat dirusak oleh mikroorganisme, misalnya jamur, yang
metabolismenya dapat mempercepat degradasi antigen. Penelitian yang
dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar (Alit IBP, et al; 2006) membuktikan bahwa
beberapa spesies jamur dapat merusak antigen pada bercak darah dengan
kecepatan yang berbeda-beda. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1.

Hasil Penelitian Pengaruh Investasi Berbagai Spesies Jamur Terhadap


Pemeriksaan Bercak Darah Secara Absorpsi-Elusi

Spesies jamur
Aspergillus fumigatus
Aspergillus niger
Fusarium
Candida albicans

Minggu I
A
+
+
+
+

B
+
+
+
+

Minggu II
A
+
+
+
+

B
+
+
+
+

Minggu III

Minggu IV

A
+
+
+
+

A
-

B
+
+
+
+

B
+
+
+
+

Minggu V
A
-

B
+

Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa antigen A lebih cepat dirusak
oleh spesies jamur yang diteliti. Hal ini disebabkan oleh enzim-enzim yang
dihasilkan oleh spesies jamur tersebut. Enzim -N-acetyl-D-galactosaminidase
merusak secara total ikatan N-acetylgalactosamine yang terdapat pada struktur
kimia antigen A (Gambar 18), sedangkan enzim -D-galactosidase dan -Dfucosidase hanya merusak secara partial ikatan galaktosa dan fucosa, sehingga
antigen B relatif lebih lama bertahan.
Penggunaan Lain Pemeriksaan Golongan Darah
Disamping berguna untuk memeriksa bercak darah di TKP seperti yang telah
diuraikan diatas, pemeriksaan golongan darah juga dapat dipergunakan untuk
beberapa kasus non litigasi seperti bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu
ayah (disputed paternity) dan lain-lain.
Dalam kasus-kasus yang ada
hubungannya dengan faktor keturunan tersebut, hukum Mendel memegang
peranan penting, karena semua sistem golongan darah diturunkan dari generasi
ke generasi menurut hukum Mendel.
Hukum Mendel untuk sistem golongan darah adalah sebagai berikut:
1. Antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat
pada salah satu atau kedua orang tuanya.
2. Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut
kepada anaknya.
3. Anak yang homozigotik harus mendapatkan gen untuk antigen tersebut dari
masing-masing orang tuanya.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Sehingga hukum Mendel tersebut jika diterapkan pada sistem ABO menjadi
sebagai berikut:
1. Antigen A atau B tidak mungkin timbul pada anak, jika antigen tersebut tidak
terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya.
2. Orang tua dengan golongan darah AB tidak mungkin mempunyai anak
dengan golongan darah O.
3. Anak dengan golongan darah O, tidak mungkin mempunyai orang tua dengan
golongan darah AB.
Namun perlu diketahui pemeriksaan golongan darah ini bersifat ekslusi dan
harus ditafsirkan secara terbalik (negative way) artinya TIDAK DAPAT
MEMASTIKAN siapa pemilik darah tetapi hanya DAPAT MEMASTIKAN darah
tersebut BUKAN miliknya atau dengan kata lain hanya menyingkirkan pemilik
darah tersebut.
Jika kita hanya melakukan pemeriksaan pada satu sistem golongan darah saja,
misalnya golongan darah ABO, maka kemungkinan untuk mengekslusi hanya
17,6%. Selain itu harus diingat kemungkinan seorang individu memiliki golongan
darah O Bombay, walaupun persentasenya sangat kecil di populasi.

Golongan darah O Bombay adalah golongan darah O yang tidak mempunyai


antigen H. Akan tetapi golongan darah ini mempunyai zat pembentuk atau
precursor substance (PS) antigen A dan B (Gambar 21).
Tidak terbentuknya
antigen A atau B dari precursor tersebut disebabkan karena tidak adanya antigen
H. Jika golongan darah O Bombay mempunyai anak, maka sifat-sifat darahnya
juga diturunkan pada anaknya. Bila anak tersebut memperoleh antigen H yang
cukup dari orang tuanya yang satu lagi maka precursor substance yang ada di
dalam darahnya akan diolah menjadi antigen A atau B.

Gambar 21. Prekursor Substance

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan lebih dari satu sistem golongan
darah, biasanya yang sering dipergunakan adalah kombinasi dari sistem ABO,
MN dan Rhesus.
Namun kombinasi dari ketiga sistem tersebut hanya
memberikan jawaban yang benar kira-kira 56,4%. Jika dilakukan pemeriksaan
terhadap seluruh sistem golongan darah maka probabilitasnya adalah 99,7%
(Tabel 2). Namun hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena tidak praktis,
terlalu rumit dan tentunya membutuhkan biaya yang cukup banyak. Oleh
karena itu, pada kasus-kasus yang masih meragukan setelah dilakukan
pemeriksaan golongan darah seperti diatas dapat dilakukan pemeriksaan DNA,
karena DNA bersifat spesifik dan dapat MEMASTIKAN pemilik darah.
Tabel 2. Kombinasi Pemeriksaan Sistem Golongan Darah

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

PEMERIKSAAN CAIRAN DAN BERCAK MANI


Pemeriksaan cairan mani (semen) sangat penting pada kasus-kasus kejahatan
seksual seperti perkosaan, perzinahan, sodomi dan perbuatan cabul lainnya,
karena dari pemeriksaan cairan mani dapat menunjukkan telah terjadi
persetubuhan dan dapat mengidentifikasi pemiliknya.
Untuk menentukan
adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu
persetubuhan, perlu diambil sampel dari forniks posterior vagina. Selain itu
sampel juga dapat diambil dari pakaian yang dicurigai terdapat bercak mani.
Cairan mani merupakan cairan berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau
khas. Saat ejakulasi, cairan mani kental dan kemudian segera menjadi cair akibat
enzim proteolitik dalam waktu 10-20 menit dan sempurna dalam waktu 60 menit
pada suhu kamar. Cairan mani mengandung sel spermatozoa, enzim serta
material organik dan inorganik lainnya yang tersuspensi dalam cairan yang
disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti
fosfatase asam. Di antara semuanya, sel sperma merupakan komponen
terpenting karena mengandung DNA inti di bagian kepala dan DNA mitokondria
di bagian ekornya. Pada 1 kali ejakulasi, volume cairan mani yang keluar 2-6 ml
dengan PH 7,2-7,6 dan mengandung 100-150 juta sel sperma setiap mililiternya.

Gambar 22. Cairan Mani


Pemeriksaan cairan mani secara garis besar dibagi menjadi:
1. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan mani bertujuan menentukan ada
tidaknya spermatozoa dalam cairan mani yang dilakukan tanpa pewarnaan
dan dengan pewarnaan.
A. Tanpa pewarnaan
Pemeriksaan ini berguna untuk mencari spermatozoa yang bergerak yang
terkandung pada cairan mani tersebut. Pemeriksaan ini sangat berguna
untuk memperkirakan waktu terjadinya persetubuhan.
Umumnya

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

disepakati bahwa dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat


ditemukan spermatozoa yang masih bergerak, walaupun pada
kenyataannya waktu ini sangat bervariasi.
Cara pemeriksaan:
Letakkan 1 tetes lendir vagina yang diambil dari forniks posterior pada
kaca obyek.
Tambahkan 1 tetes larutan NaCl 0,9%.
Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali.

Gambar 23. Spermatozoa

B. Dengan pewarnaan Malachite Green


Pemeriksaan dengan pewarnaan dapat dilakukan dengan membuat
sediaan hapus yang kemudian dapat diwarnai dengan HE, Methylene Blue
atau Malachite Green. Untuk kepentingan kedokteran forensik cara
pewarnaan yang mudah dan baik adalah Malachite Green.
Cara pemeriksaan:
Letakkan 1 tetes lendir vagina yang diambil dari forniks posterior pada
kaca obyek.
Biarkan mengering di udara atau fiksasi dengan api kecil.
Warnai dengan larutan Malachite Green 1% selama 10 15 menit.
Cuci dengan air mengalir.
Warnai lagi dengan larutan Eosin Yellowish 1% selama 1 menit.
Cuci kembali dengan air mengalir dan keringkan di udara.
Lihat dibawah mikroskop, kepala spermatozoa akan tampak merah,
lehernya merah muda dan ekornya berwarna hijau.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 24. Pewarnaan Malachite Green


Umumnya spermatozoa masih dapat ditemukan dalam vagina sampai 3 hari
setelah persetubuhan, bahkan sampai 7 hari.
Bila tidak ditemukan
spermatozoa, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat
kemungkinan azoospermia atau sudah menjalani vasektomi sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan kimiawi untuk menentukan zat komponen yang
banyak terdapat di dalam cairan mani.
2. Pemeriksaan Kimiawi
A.
Tes fosfatase asam
Dasar reaksi ini adalah adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi
yang dihasilkan oleh kelenjar prostat
Reagen yang diperlukan:
Larutan A :
(1) Brentamin Fast Blue B 1 g
(2) & (3) dilarutkan dalam (4) untuk
(2) Na Acetate Trihydrat 20 g
menghasilkan larutan penyangga
(3) Asam asetat glacial 10 ml
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan
(4) Aquadest 100 ml
dalam lar.penyangga tsb.
Larutan B :
(1) Natrium-alfa-naphtyl phosphate 800 mg
(2) Aquades 10 ml
89 ml larutan A ditambah 1 ml larutan B disaring ke dalam botol yang
berwarna gelap lalu disimpan dalam lemari es.
Prinsip dari reaksi ini adalah bahwa enzim fosfatase asam menghidrolisis
Na-alfa-naftil fosfat. Alfa-naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi
dengan brentamine dan menghasilkan zat warna azo yang berwarna ungu.
Cara pemeriksaan:
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang lebih dulu
dibasahi dengan aquadest selama beberapa menit.
Kertas saring diangkat dan disemprot dengan reagen. Ditentukan waktu
reaksi dari saat penyemprotan sampai timbulnya warna ungu.
Bercak yang mengandung enzim fosfatase asam akan memberikan
intensitas warna secara berangsur-angsur dalam waktu kurang dari 30
detik.
Perlu diperhatikan bahwa tes ini tidak spesifik karena feses, air teh,
kontraseptik, sari buah dan tumbuh-tumbuhan dapat memberikan hasil

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

positif palsu. Selain itu fosfatase asam dari vagina juga dapat memberikan
hasil yang positif.
Untuk membedakan fosfatase asam yang berasal dari seminal dengan
fosfatase asam lain dapat dilakukan pemeriksaan inhibisi dengan I(-)tartrat
(Sivaram) dan cara elektro-imunodifusi dari Baxter, sedangkan untuk
membedakan fosfatase asam yang berasal dari seminal dengan yang
berasal dari vagina adalah dengan menggunakan pemeriksaan
elektroforetik dari Adam & Wraxall yang menggunakan lempeng akrilamid
dan buffer dengan pH 3.
B. Tes Zn
Reagen yang diperlukan:
(1)
Larutan Tris 0,5 M :
Tris (hydroxy methyl) aminomethane 3 g
Tambahkan larutan
Aquadest 50 ml
(2)
Larutan PAN :
(1) ke dalam 9,8 ml
PAN (1-(2-pyridilazo)2-naphthol) 1 mg
larutan (2)
Tri ton X 100 0,2 ml

Cara pemeriksaan:
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang lebih dulu
dibasahi dengan aquadest selama 10 menit.
Biarkan kertas mengering pada suhu ruangan.
Teteskan reagen Zn pada kertas saring lalu perhatikan warna yang
terbentuk.
Hasil positif akan memberikan warna merah muda.
C. Tes Kreatin Fosfokinase
Cairan mani mengandung kreatin fosfokinase dalam konsentrasi tinggi.
Kadarnya lebih dari 400 unit dan bahkan dapat ditemukan kadar kreatin
fosfokinase 2 kali lipat dibandingkan berbagai cairan tubuh lainnya yang
mengindikasikan bahwa cairan tersebut adalah cairan mani.
D. Tes Florence
Dasar reaksi ini adalah untuk menentukan adanya kholin.
Kholin
merupakan suatu produk degradasi dari lecithine yang terdapat dalam
konsentrasi tinggi dalam cairan mani.
Reagen yang diperlukan adalah larutan Lugol yang dapat dibuat dari
campuran:
(1) Kalium yodida 1,5 mg
(2) Yodium 2,5 g
(3) Aquadest 30 ml
Cara pemeriksaan:
Bahan diletakkan pada kaca obyek, keringkan dan tutup dengan kaca
penutup.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Teteskan reagen dengan menggunakan pipet pada satu sisi kaca


penutup.
Lihat di bawah mikroskop, tampak kristal kholin-peryodida yang
berbentuk jarum dengan ujung terbelah yang berwarna coklat.

Gambar 25. Tes Florence


Tes ini tidak khas untuk cairan mani karena ekstrak jaringan berbagai
organ, putih telur dan ekstrak serangga akan memberikan kristal serupa.
Sekret vagina kadang-kadang memberikan hasil positif. Sebaliknya bila
cairan mani belum cukup berdegradasi, maka hasilnya mungkin negatif.
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermi dan cara lain untuk
menentukan semen tidak dapat dilakukan.
E. Tes Berberio
Dasar reaksi ini adalah untuk menentukan adanya spermin dengan
menggunakan larutan asam pikrat jenuh. Cara pemeriksaannya adalah
sama seperti tes Florence. Hasil positif memperlihatkan adanya kristal
spermin pikrat yang berbentuk jarum dengan ujung tumpul (rhomboid) atau
berbentuk ovoid yang berwarna kuning.

Gambar 26. Tes Berberio


F. Tes Puranen
Dasar reaksi ini adalah untuk menentukan adanya spermin.
Reagen yang diperlukan adalah:

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

(1) Naphtol S Yellow 5 g


(2) Aquadest 100 ml
Cara pemeriksaannya adalah sama seperti tes Florence. Tunggu kira-kira 1
jam, hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin flavinat yang
berwarna kuning. Kemungkinan dapat terjadi negatif palsu dan reaksinya
lebih lambat daripada tes Berberio.

3. Pemeriksaan Serologi
A. Pemeriksaan PSA (Prostat Spesific Antigen) atau p30
Jika pemeriksaaan mikroskopik dan kimiawi tidak dapat memastikan cairan
tersebut adalah cairan mani, karena tidak ditemukan spermatozoa dan
adanya kemungkinan positif palsu seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan
PSA. PSA adalah protein spesifik yang dihasilkan oleh kelenjar prostat.
Dasar dari pemeriksaan ini adalah reaksi antara antigen dan antibodi.
Cara pemeriksaan (lihat gambar 27)
Teteskan bahan ke dalam lubang pemeriksaan (Test Well).
Cairan akan berpindah ke lubang hasil (Result Well) yang mengandung
antibodi terhadap PSA.
Hasil positif menunjukkan adanya garis pada bagian T
Garis-garis lainnya yang tampak pada bagian C merupakan kontrol yang
menunjukkan bahwa tes sudah dilakukan dengan baik dan benar.

Gambar 27. Pemeriksaan p30


B. Pemeriksaan Golongan Darah

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Apabila cairan yang dicurigai tersebut sudah dapat dipastikan adalah cairan
mani, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemilik cairan
mani. Tujuannya adalah untuk mengetahui siapa pelaku pemerkosaan atau
lelaki yang telah melakukan perzinahan. Cara yang paling sederhana
adalah dengan memeriksa sistem golongan darah pada cairan mani
golongan sekretor.
Pada individu golongan sekretor dapat ditemukan substansi golongan darah
dalam cairan tubuhnya seperti cairan mani, air liur, sekret vagina, keringat
dan lain-lain. Ternyata substansi golongan darah dalam cairan mani jauh
lebih banyak daripada air liur (2 -100 kali). Pada golongan nonsekretor
tidak ditemukan adanya substansi tersebut dalam cairan tubuhnya. Sekitar
80 % individu termasuk dalam golongan sekretor dan 20 % golongan non
sekretor.
Substansi yang dapat dideteksi di dalam cairan tubuh adalah substansi
antigen yang larut dalam air, dalam hal ini hanya antigen A, B dan H serta
Lewis yang dapat larut dalam air. Oleh karena itu hanya sistem golongan
darah ABO dan Lewis yang dapat dideteksi di dalam cairan tubuh.

Cara penentuan golongan darah ABO dari cairan mani dapat dilakukan
dengan teknik absorbsi inhibisi, yaitu:
1. Teteskan bahan dengan 10 15 tetes NaCl 0,9%. Peras dan ambil ekstrak
dengan pipet Pasteur.
2. Masukkan 3 4 tetes ekstrak ke dalam 3 buah tabung reaksi.
Tambahkan anti A sama banyak ke dalam tabung I, anti B ke dalam
tabung II dan anti H ke dalam tabung III.
3. Taruh tabung-tabung tersebut dalam lemari es (4 0C) overnight.
4. Keesokan harinya tentukan titer serum kontrol dengan cara:
a. Sediakan 3 barisan tabung yang masing-masing baris terdiri dari 7
buah tabung. Masukkan 4 tetes NaCL 0,9% ke dalam masing-masing
tabung.
b. Masukkan 4 tetes anti A ke dalam tabung I dari baris I, ambil 4 tetes
dari tabung tersebut dan masukkan ke dalam tabung II dari baris I.
ambil lagi 4 tetes dari tabung II dan masukkan ke dalam tabung III, dst.
c. Hal yang sama diperlakukan pada tabung-tabung baris II dengan anti B
dan baris III dengan anti H.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

d. Dengan demikian akan didapatkan pengenceran bertingkat (1/2, 1/4,


1/8, 1/16, 1/32, 1/64 dan 1/128).
e. Tambahkan suspensi SDM A 4 % ke dalam masing-masing tabung baris
I, SDM B ke dalam baris II, SDM O ke dalam baris III. SDM yang
digunakan berumur kurang dari 24 jam.
f. Biarkan selama 2 jam.
g. Perhatikan ada tidaknya aglutinasi pada masing-masing tabung
dengan jalan mengocok tabung.
h. Titer serum = pengenceran terbesar yang masih menunjukan adanya
aglutinasi.
5. Keluarkan tabung dari lemari es, lalu tentukan titer campuran ekstrak
dan serum dari masing-masing tabung seperti cara diatas.
6. Bandingkan dengan titer serum kontrol.
7. Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.
Selain cairan mani, pada kasus kejahatan seksual juga sering dilakukan
pemeriksaan terhadap bercak mani yang melekat pada tekstil seperti celana
dalam, gaun, sprei, sarung bantal dan sebagainya. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan visual
Bercak mani berbatas tegas dan berwarna lebih gelap dari sekitarnya. Pada
bercak yang sudah agak lama akan berwarna kekuningan sampai kecoklatan.
2. Pemeriksaan taktil (perabaan)
Saat diraba bercak mani pada pakaian akan terasa kaku seperti kanji. Pada
tekstil yang tidak menyerap, permukaan bercak akan teraba kasar.
3. Pemeriksaan bau
Saat dibaui bercak mani tersebut akan menimbulkan bau yang sangat khas
seperti klorin atau bunga akasia akibat adanya spermin yang terkandung
dalam plasma seminal.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 28. Bercak Mani


4. Pemeriksaan sinar ultraviolet
Jika bercak mani disinari dengan sinar UV akan tampak fluoresensi berwarna
putih kebiru-biruan. Akan tetapi bahan makanan, urine, sekret vagina dan
serbuk deterjen juga sering menunjukkan fluoresensi. Selain itu jika bercak
terdapat pada sutera buatan atau nylon biasanya tidak memberi fluoresensi.

Gambar 29. Pemeriksaan Sinar UV


5.

Pewarnaan Baecchi
Reagen yang diperlukan:
(1) Asam fuchsin 1% 1 ml
(2) Methylen blue 1% 1 ml
(3) HCl 1% 1 ml
Cara pemeriksaan:
Pakaian yang dicurigai mengandung bercak mani digunting sebesar 5
mm x 5 mm pada pusat bercak.
Masukkan ke dalam reagen Baecchi selama 3 5 menit.
Cuci dalam HCl 1%.
Dehidrasi berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80% dan 95-100%
(absolut) dengan menggunakan pinset.
Jernihkan dalam xylol sebanyak 2 kali.
Keringkan dengan kertas saring.
Ambil 1 2 helai benang dengan menggunakan jarum, letakkan pada
kaca obyek dan diuraikan sampai serabut-serabut terpisah.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Teteskan balsam kanada lalu tutup dengan kaca penutup, kemudian lihat
dibawah mikroskop dengan pembesaran 400 x.
Hasil: Kepala spermatozoa akan tampak berwarna merah dan bagian
ekor berwarna biru muda, kepala spermatozoa tampak menempel pada
serabut-serabut benang.

6. Jika tidak ditemukan spermatozoa dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan


berupa pemeriksaan kimiawi dan serologis seperti yang telah diuraikan
sebelumnya.

PEMERIKSAAN RAMBUT
Dalam penyelesaian kasus kejahatan, banyak bukti-bukti fisik yang ditemukan
dan salah satunya adalah rambut. Sebagai bukti, rambut mempunyai peran yang
penting terutama pada kasus-kasus yang tidak ditemukan bukti-bukti lain atau
bukti-bukti lainnya telah rusak karena rambut merupakan jaringan keras yang
sangat stabil terhadap temperatur lingkungan dan pembusukan.
Pemeriksaan terhadap rambut dilakukan untuk memastikan benda tersebut
adalah rambut, jika memang rambut, tentukan apakah rambut tersebut rambut
manusia atau hewan, bila rambut manusia, tentukan dari bagian mana rambut
tersebut, bagaimana proses terlepasnya rambut tersebut, perkiraan ras, jenis
kelamin dan umur serta golongan darah.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik di mana pada
pemeriksaan makroskopik yang perlu diperhatikan adalah bentuk, warna dan
panjang rambut. Dicatat pula bila ditemukan adanya zat perwarna rambut.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Untuk pemeriksaan mikroskopik perlu dibuat sediaan mikroskopik untuk melihat


medula rambut dengan cara:
Rambut dibersihkan dengan air, alkohol dan eter.
Potong rambut menjadi bagian-bagian ujung, tengah dan pangkal.
Letakkan pada kaca obyek, tambahkan satu tetes gliserin dan tutup dengan
gelas penutup.
Lihat dibawah mikroskop, lalu perhatikan diameter medulla, diameter rambut,
ratio diameter medulla/rambut, bentuk medulla (terputus-putus/merata),
keadaan pigmen (padat/jarang). Perhatikan juga ujung rambut, apakah
terpotong rata/tidak dan pangkal rambut apakah terdapat akar rambut.
Sedangkan untuk melihat pola sisik dari rambut (kutikula) secara mikroskopik
dapat dilakukan dengan cara:
Buat cetakan rambut pada sehelai film selulosa dengan meneteskan asam
asetat glasial.
Letakkan rambut yang telah dibersihkan diatasnya, lalu tekan dengan
menggunakan kaca obyek selama 15 menit.
Rambut dilepaskan dari film sehingga terlihat cetakan rambut pada film.
Lihat dibawah mikroskop pola sisik (cuticula) rambut dan buat foto
mikroskopik untuk membandingkan pola-pola sisik dari beberapa helai
rambut.
Struktur Rambut
Rambut memiliki struktur yang panjang dan ramping menyerupai jarum yang
tumbuh dari folikel pada kulit mamalia. Sebagian besar rambut tersusun atas
keratin dan memiliki 3 morfologi utama yaitu kutikula, medula dan korteks.
Kutikula merupakan lapisan terluar yang tranlusen dan terdiri atas sisik-sisik
yang menutupi batang rambut. Di bawahnya terdapat korteks yang merupakan
badan utama rambut yang tersusun atas sel-sel bentuk jarum dan mengandung
pigmen granul dan badan ovoid. Di tempat yang paling dalam terdapat medula
yang mengandung pigmen dengan jumlah terbanyak.

Gambar 30. Struktur Rambut

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Perbedaan Rambut Manusia dengan Hewan


Rambut manusia dan rambut hewan berbeda dalam beberapa hal. Rambut
hewan pada dasarnya ada tiga macam yaitu rambut yang membentuk lapisan
terluar hewan dan berfungsi sebagai perlindungan, rambut yang membentuk
lapisan dalam hewan dan berfungsi sebagai penyekat dan rambut taktil yang
terletak di kepala hewan yang berfungsi sebagai sensor. Rambut manusia sendiri
dapat dideskripsikan sebagai gabungan antara rambut yang berfungsi sebagai
perlindungan dan rambut yang berfungsi sebagai penyekat.

Tabel 3. Perbedaan Rambut Manusia dengan Hewan


Perbedaan
Manusia
Hewan
Diameter
50-150 mikron
<25 mikron atau >300 mikron
Tekstur
Halus dan tipis
Kasar dan tebal

Kutikula

Sisik kecil dan pipih, bergerigi

Sisik besar,
polihedral,bergelombang

Medula
Sempit, amorf, kadang tidak
ada atau terfragmentasi
< batang rambut

Lebar, terstruktur dan selalu


ada
> batang rambut

Korteks

Tebal, 4-10x lebar medulla


Distribusi
warna

Konsisten di sepanjang batang


rambut

Tipis, jarang lebih dari 2x lebar


medula
Tampak perubahan warna yang
mencolok

Distribusi
pigmen

Densitas

Terpisah-pisah
Kutikula >>

Padat & tidak terpisah


Medula >>

pigmen
Akar rambut

Club-shape

Bervariasi

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Perbedaan Rambut Manusia Berdasarkan Ras


Perbedaan berdasarkan ras ini biasanya dilihat dari rambut yang berasal dari
kepala. Tetapi kadang-kadang sulit untuk menentukan rambut tersebut berasal
dari ras mana karena karakteristik yang tidak spesifik atau ukurannya yang
terbatas. Rata-rata diameter rambut kepala manusia adalah 80 m.
Tabel 5. Perbedaan Rambut Manusia Berdasarkan Ras
Perbedaan
Kaukasian
Negroid
Mongoloid
Kasar dengan
Sedang dengan
Sedang dengan
Diameter batang
sedikit atau tanpa
variasi minimal
variasi sedang
variasi
Tersebar atau agak
Padat
Padat
Pigmen
padat

Bentuk potongan
cross-sectional
Oval

Pipih

Bulat

Lainnya
Batang
bentuk Kutikula tebal dan
ikal dan terpilin
medula menonjol
Perbedaan Rambut Manusia Berdasarkan Asal Tumbuh Rambut
Gambaran-gambaran tertentu menunjukkan darimana rambut tersebut berasal,
namun demikian tetap tidak mudah untuk bisa menentukannya dengan benar
karena tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut tersebut.
Tabel 4. Perbedaan Rambut Manusia Berdasarkan Asal Tumbuh Rambut
Perbeda
Kepala
Pubis
Ekstremitas
Wajah
Dada
an
Diameter

Sedang

Bervariasi

Medula

Relatif
sempit

Lebar

Textur

Lembut

Kaku

Halus
Sedikit dan
tidak
bersambung
Lembut

Axilla

Kasar

Sedang

Sedan
g

Sangat
lebar

Granula
r

Sedikit

Lembut

Kaku

Kaku

Rambut Utuh atau Rusak


Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian tengah
dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

dengan disertai jaringan kulit. Rambut yang lepas sendiri mempunyai akar yang
mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam terlihat
terpotong rata sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat terputus tidak rata.
Rambut yang hancur memperlihatkan gambaran batang rambut yang melebar,
sel-sel kortikal yang ruptur dan terpisah. Rambut yang terbakar akan terlihat
gosong dan rapuh dan memperlihatkan vakuola yang bulat pada tempat yang
terbakar.

Gambar 31. Rambut yang Terbakar

Perbedaan Rambut Manusia Berdasarkan Jenis Kelamin


Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis kelamin.
Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan
terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan arceto orcein. Pada rambut
wanita dapat ditemukan adanya kromatin seks (Barr Bodies) pada inti sel dengan
ciri-ciri menempel erat pada permukaan membran inti, diameter kira-kira 1,
berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu dataran fokus dengan
inti (Gb.32A). Sedangkan pada rambut laki-laki dapat ditemukan adanya Y
Fluoresence Body (Gb.32B).

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 32. Barr Bodies & Y Fluoresence Body


Perkiraan umur berdasarkan keadaan pigmen pada rambut sukar sekali
dilakukan dan untuk penentuan substansi golongan darah dari rambut dapat
dilakukan dengan teknik absorbsi elusi. Caranya adalah dengan memotong
rambut sepanjang 0,5 cm 1 cm, kemudian masukkan ke dalam mortir dan
gerus diantara dua kertas hingga lapisan luar rambut rusak. Jangan digerus
hingga menjadi serbuk. Masukkan sampel ke dalam tabung reaksi. Langkah
selanjutnya sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

PEMERIKSAAN AIR LIUR

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Air liur (saliva) merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur terdiri
dari air, enzim ptialin (alfa amilase), protein, lipid dan ion-ion anorganik seperti
tiosianat, klorida, dll. Sekresi air liurnormal sehari-hari berkisar antara 800-1500
ml.
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk kasuskasus dengan jejas gigitan terutama untuk menentukan golongan darah
penggigitnya. Swab air liur yang diambil harus dilakukan sedini mungkin untuk
mengurangi perubahan hasil yang bisa disebabkan oleh proses autolisis oleh
enzim proteolitik pada air liur. Pada bekas gigitan dilakukan hapusan dengan
kapas bersih dan dilembabkan dalam uap air. Hapusan dilakukan dari bagian
perifer ke bagian tengah untuk meminimalkan kontaminasi dengan substansi
lain.
Pemeriksaan thd saliva antara lain berfungsi untuk mendeteksi ada tidaknya
amilase dengan cara:
A. Starch-iodine test
Prinsip pemeriksaan adalah zat pati akan bereaksi dengan iodine
menimbulkan warna biru. Saliva mengandung enzim ptialin yang dapat
mendegradasi pati. Jika campuran antara pati dan iodine tersebut ditetesi
saliva maka warna biru tersebut akan menghilang
B. Reagen phadebas
Ada dua cara pemeriksaan, yaitu:
i. Press Test
Semprotkan reagen phadebas pada kertas saring, lalu biarkan
mengering
Tempelkan kertas saring tersebut pada bercak liur
Semprot dengan air lalu tekan
Hasil positif menunjukkan perubahan warna menjadi biru dalam waktu
40 menit.
ii. Tube Test
Masukkan beberapa tetes ekstrak dari bercak ke dalam tabung.
Tambahkan reagen phadebas dan air ke dalam tabung, panaskan lalu
disentrifuge.
Warna yang terbentuk pada bagian atas dari cairan diukur dengan
spektrofotometer.
Perlu diingat, kedua tes ini tidak spesifik karena cairan tubuh lainnya juga
mengandung enzim amilase.
Untuk menentukan substansi golongan darah dari air liur dapat dilakukan teknik
absorbsi inhibisi dengan cara sebagai berikut:
Basahkan bercak air liur dengan 0,5 ml NaCl 0,9%.
Peras dan tempatkan ekstrak air liur ke dalam tabung reaksi.
Panaskan dalam air mendidih selama 10 menit.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Sentifuge, ambil supernatan, kemudian ikuti langkah-langkah yang telah


diuraikan sebelumnya.

PEMERIKSAAN LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJAHATAN SEKSUAL


A. PEMERIKSAAN PRIA TERSANGKA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL
Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan
dengan seorang wanita dapat dilakukan pemeriksaan tes lugol dengan cara:
Gelas obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada
bagian kolum, korona serta frenulum
Letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah diatas tempat yang
berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai
sediaan tersebut.
Lihat dibawah mikroskop, hasil positif akan menunjukkan adanya sel-sel
epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung
banyak glikogen.
Selain itu untuk memastikan sel epitel tersebut berasal dari wanita, perlu
dicari kromatin seks (Barr Bodies) pada inti seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.

Gambar 33. Tes Lugol


B. PEMERIKSAAN KEHAMILAN
Pemeriksaan yang paling sering untuk menentukan kehamilan adalah
dengan menggunakan metode Hemaglutination Inhibition Test atau sering

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

dikenal dengan PPT (Pregnosticon Plano Test). Prinsipnya adalah mendeteksi


hCG (human Chorionic Gonadotropin) yang dihasilkan oleh sel trophoblast
pada hari ke 7 14 setelah pembuahan.
Cara pemeriksaan:
Stick dicelupkan ke dalam bahan pemeriksaan yaitu urine.
Hasil positif akan menunjukkan adanya aglutinasi yang ditandai dengan
adanya dua buah garis pada stick.
Perlu diketahui bahwa tes tersebut tidak memastikan bahwa kehamilan telah
terjadi, karena suatu keadaan yang disebut sebagai hamil anggur (mola
hidatidosa) juga dapat memberikan hasil yang positif. Untuk memastikan
kehamilan harus dilakukan pemeriksaan USG.
C. PEMERIKSAAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membuktikan akibat dari persetubuhan
yang sudah lama terjadi. Yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan
untuk mencari kuman Neisseria gonorrheae, dengan cara melakukan
pewarnaan Gram sebagai berikut:
Reagen yang diperlukan adalah:
(1) Methylen Blue 1%
(2) Eosin/Acid Fuschin 1%
(3) Alkohol 70%
Cara pemeriksaan:
Buat preparat hapus pada kaca obyek dari bahan sekret urethrae dan
sekret cervix uteri dengan menggunakan lidi kapas.
Fiksasi preparat hapus dengan melewatkan di atas api.
Rendam preparat dalam larutan Methylen Blue 1% selama 5 10 menit.
Cuci preparat dengan air mengalir.
Bilas dengan alkohol 70% hingga preparat hapus menjadi kering.
Rendam preparat dalam larutan Eosin/Acid Fuschin 1% selama 1 2
menit.
Cuci kembali dengan air mengalir.
Lihat dibawah mikroskop, hasil positif menunjukkan bakteri berbentuk
seperti biji kopi yang berpasangan dan berwarna merah.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Gambar 34. Pemeriksaan GO


Selain Neisseria gonorrheae, beberapa kuman dan virus seperti Chlamydia,
Condyloma, HIV, Syphilis dan Hepatitis juga dapat ditularkan dari tersangka
pelaku kejahatan seksual kepada korban.

PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI
Pemeriksaan toksikologik yang akan diiuraikan dibawah ini meliputi pemeriksaan
kualitatif atau semi kuantitatif. Untuk penentuan kuantitatif, sebaiknya
dikirimkan ke laboratorium toksikologik.
Pemeriksaan Alkohol (Uji Dikhromat)
Adanya alkohol dapat ditunjukkan oleh terjadinya perubahan warna dikhromat
dalam asam sulfat, yang semula berwarna kuning menjadi berwarna hijau.
Untuk deteksi alkohol dalam urine, reagen dapat langsung ditambahkan pada
urine yang diperiksa. Bila ingin menunjukkan adanya alkohol dalam darah, maka
penambahan langsung reagens pada darah tidak dapat menunjukkan perubahan
warna tersebut karena tertutup/terganggu oleh warna darah. Untuk itu dapat
digunakan teknik mikrodifusi Conway. Warna hijau yang timbul pada larutan
Dikhromat dapat dibandingkan dengan suatu seri standar, sehingga dapat
ditentukan kadar alkohol dalam darah secara semi kuantitatif.
Reagen yang diperlukan:
(1) Kalium dikhromat 3,7 g
Buat reagen anti dengan cara : larutkan (1) ke
(2) Asam sulfat 280 ml.
dalam 150 ml air lalu tambahkan larutan (2)
(3) Aquadest 500 ml.
dan terus diaduk kemudian encerkan dengan
(4) Kalium Karbonat jenuh.
Cara pemeriksaan:

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Letakkan 2 ml reagen anti kedalam ruang tengah mangkuk Conway.


Teteskan 1 ml darah/urine ke dalam ruang sebelah luar.
Tambahkan 1 ml Kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi
yang berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan.
Biarkan berdifusi selama 1 jam pada suhu ruang.
Amati perubahan warna pada reagen anti, hasil positif memberikan warna
hijau kekuningan.

Dengan uji Dikhromat ini, dapat dideteksi alkohol dalam urin dengan kadar
minimal 20 mg%, bila dilakukan pemanasan. Pada kadar yang lebih tinggi, uji
Dikhromat memberikan hasil positif sekalipun tidak dilakukan pemanasan.
(Warna hijau timbul dalam waktu 45 detik pada kadar 75-150 mg% dan bila
kadar alkohol dalam urin lebih tinggi lagi, warna hijau dapat timbul dalam waktu
10 detik).

Gambar 35. Uji Dikhromat


Pemeriksaan Karbonmonoksida
Ada 3 cara untuk mendeteksi karbonmonoksida dalam darah, yaitu:
A. Tes Alkali Dilusi
Dasar dari reaksi ini adalah CO-Hb merupakan bentuk Hb yang paling resisten
terhadap alkali dibandingkan dengan bentuk Hb lainnya. Dengan demikian, bila
darah yang mengandung CO-Hb dibandingkan dengan darah yang tidak
mengandung CO-Hb dalam daya tahannya terhadap alkali, darah yang
mengandung CO-Hb ini akan mengalami perubahan menjadi hematin alkali jauh
lebih lambat.
Alat dan Reagen yang diperlukan:
(1) Dua buah tabung reaksi
(2) Larutan NaOH 10%
(3) Aquadest
(4) Darah sampel dan darah kontrol
Cara pemeriksaan:

Pada kedua tabung masing-masing diisi 5 ml aquadest

Tambahkan 5 tetes darah sampel pada tabung I, dan 5 tetes darah kontrol
pada tabung II

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Teteskan NaOH 10% pada masing-masing tabung hingga tabung II berubah


warna menjadi coklat (warna hematin-alkali)
Bila tabung I tidak berubah warna sedangkan II telah berubah warna menjadi
coklat, maka hal ini menandakan darah sampel mengandung kadar CO-Hb
lebih dari 30% saturasi.

B. Tes Formalin (Eachlolz-Liebmann)


Alat dan Reagen yang diperlukan:
(1) Dua buah tabung reaksi
(2) Larutan Formalin 40%
(3) Darah sampel dan darah kontrol
Cara pemeriksaan:

Pada kedua tabung masing-masing diisi 5 ml darah sampel dan darah


kontrol.

Tambahkan 2 ml larutan formalin 40% ke dalam masing-masing tabung.

Biarkan beberapa saat hingga terbentuk koagulat atau endapan.

Darah yang mengandung CO-Hb (dengan kadar saturasi > 30%) akan
memberikan endapan berwarna merah terang, sedangkan darah kontrol
memberikan endapan berwarna kecoklatan.
C. Tes Paladium Khlorida
Tes Paladium Khlorida ini dikerjakan dengan teknik mikrodifusi dengan cara:
Pada bejana tengah diisi larutan PdCl 2 sedangkan pada bejana tepi diisi
darah dan larutan Asam Sulfat pekat.
CO yang dilepaskan dari CO-Hb akan bereaksi dengan PdCl 2 menyebabkan
lepasnya khlor dari ikatannya dengan Paladium sehingga larutan dibejana
tengah akan ditutupi oleh selapisan paladium yang berwarna hitam.

Pemeriksaan Sianida
Dengan teknik mikrodifusi, sianida dalam isi lambung maupun darah dapat
ditentukan. H2SO4 akan melepaskan HCN dari sampel yang dimikrodifusikan
kedalam larutan NaOH, dan terhadap larutan NaOH yang mengandung sianida
inilah dilakukan pengujian.
Pengujian dilakukan dengan 2 cara:
A. Tes Biru Berlin
Kedalam 5 cc larutan hasil mikrodifusi diteteskan 3 tetes sediaan segar
FeSO4 10% dan 3 tetes larutan FeCl3 5 %
Panaskan dalam pemanas air sampai hampir mendidih dan teteskan tetes
demi tetes HCl pekat sampai endapan Fe(OH) 3 yang berwarna coklat
melarut.
Bila timbul endapan warna biru, ini menandakan terdapat sianida.
B. Tes Asam Pikrat

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Ke dalam 5 cc larutan hasil mikrodifusi diteteskan 3 tetes larutan jenuh


asam pikrat.
Goyangkan tabung reaksi dan panaskan dalam pemanas air mendidih
selama 15 menit.
Adanya sianida ditunjukkan oleh pembentukan Na-Iso Purinat yang
berwarna merah.

Pemeriksaan Salisilat
Penentuan salisilat dalam urine dapat dilakukan dengan uji Ferri-khlorida,
caranya adalah:
Ke dalam 2 cc urine diteteskan 2 tetes larutan FeCl3.
Adanya salisilat dalam urine ditunjukkan oleh timbulnya warna ungu dalam
urine.

Pemeriksaan Barbiturat
Cara pemeriksaan:
Lakukan ekstraksi barbiturat dari sampel dengan cara:
o Tambahkan larutan Asam Sulfat 10% kedalam 50 cc urin atau isi lambung
sampai pH sampel menjadi 4-5 (periksa dengan kertas lakmus).
o Tambahkan 50 cc ether dan kocoklah campuran ini kuat-kuat dalam suatu
bejana tertutup.
o Setelah didiamkan sejenak, larutan akan terpisah kembali dan kini
pindahkan larutan ether.
o Lakukan ekstraksi seperti ini sebanyak 2 kali.
o Seluruh lapisan ether yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquadest
dan kemudian disaring.
o Ekstrak ether yang diperoleh kemudian diuapkan sampai kering, dan
setelah itu tambahkan 1 cc khloroform, lalu pindahkan kedalam tabung
reaksi.
Kedalam ekstrak chloroform kemudian ditambahkan 2 tetes larutan segar
Cobalt asetat 1% dalam Methanol, disusul dengan larutan segar Lithium
hidroksida dalam Methanol tetes demi tetes.
Timbulnya cincin berwarna biru pada perbatasan cairan menandakan adanya
Barbiturat. Untuk penentuan jenis Barbiturat, perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan.
Pemeriksaan Senyawa Tri Khloro (Tri-Chloro Compound)
Khloral-hidrat, Tri-khloro-etilen, Tri-khloro-etan dan chloroform, merupakan
beberapa contoh dari senyawa Tri-khloro.
Dengan tes Fujiwara, senyawa Tri-khloro yang terdapat dalam urine, darah, isi
lambung maupun bilas lambung dapat ditemukan.
Reagen yang diperlukan:
(1) Larutan NaOH 10% 1 cc.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

(2) Larutan pyridine redestilatum 1 cc.


Cara pemeriksaan:

Panaskan tabung yang berisi reagen fujiwara dalam pemanas air mendidih
selama 2 menit. Campuran dalam tabung ini harus tetap jernih.

Kedalam tabung kemudian ditambahkan urine sampel sebanyak 1 cc atau


ekstrak ether dari sampel darah/isi lambung/bilas lambung.

Timbulnya warna merah muda sampai merah menandakan adanya senyawa


trikhloro dalam sampel yang diperiksa.
Pemeriksaan Alkaloida

Untuk menentukan adanya alkaloida codein, heroin atau morfin dapat dilakukan
pemeriksaan Marquis.
Reagen yang diperlukan:
(1) Formaldehide 2 tetes.
(2) Asam sulfat 1 cc.
Cara pemeriksaan:
Lakukan ekstraksi dari sampel dengan cara:
o Sampel dibuat menjadi basa terlebih dahulu dengan penambahan larutan
basa, sampai mencapai pH 10.
o Lakukan ekstraksi 3 kali dengan menambahkan chloroform lalu dikocok
dalam bejana tertutup.
o Lapisan chloroform yang dipisahkan kemudian dicuci dengan 3 cc
aquadest serta dikocok kuat-kuat dalam bejana tertutup.
o Setelah dilakukan pengeringan menggunakan Na-Sulfat anhidrous, lapisan
khloroform ini kemudian diuapkan, dan pada residu ditambahkan 1 cc
ethanol.
Teteskan larutan yang telah diperoleh pada sehelai kertas saring kemudian
teteskan reagen Marquis.
Hasil positif menunjukkan warna ungu.

CARA PENGIRIMAN BAHAN PEMERIKSAAN


Pada dasarnya, pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan, sebaiknya
dikerjakan sendiri oleh dokter. Namun bila hal ini tidak dapat dikerjakan,
terpaksa pemeriksaan laboratorium dirujuk ke laboratorium yang lebih mampu.
Untuk memperoleh hasil yang sebaik-baiknya, maka pertama-tama harus
diperhatikan cara pengiriman bahan yang akan diperiksa.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Untuk kasus forensik, pengiriman bahan pemeriksaan harus pula memenuhi


persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang agar hasil pemeriksaan ini
dapat mempunyai nilai hukum dan diterima baik di pengadilan.

Semua bahan yang dikirimkan untuk pemriksaan harus ditutup rapat, diberi label
dan diberi segel lak, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 130 KUHAP, dengan
demikian isi bungkusan tidak dapat diperoleh tanpa merusak segel atau
pembungkus tanpa meninggalkan bekas atau cacat. Hal ini untuk menjaga
keaslian dari bahan pemeriksaan, bebas dari kemungkinan tertukar atau ditukar.
Jangan lupa untuk membungkus secara rapi, lalu mengikatnya dan pada setiap
persilangan tali diberi segel dengan lak, dan kedua ujung tali diikatkan pada
sehelai label yang diberi segel lak pula. Bila menggunakan botol dalam
pengiriman bahan ini, maka perlu dijamin agar botol-botol tersebut tidak pecah
atau tumpah dalam perjalanan.
Sesuai dengan pasal 75 KUHAP, pengiriman bahan pemeriksaan harus pula
disertai dengan berita acara pembungkusan dan penyegelan barang bukti yang
menerangkan jenis dan wadah barang bukti, warna dan jenis pembungkus, tali,
lak serta label yang dipergunaka dan tulisan yang terdapat pada label. Contoh
segel lak harus pula disertakan (dilekatkan) pada berita acara ini. Harus
dilampirkan pula keterangan singkat mengenai kasus yang diperiksa, kelainankelainan yang ditemukan pada pemeriksaan jenazah dan otopsi, keteranganketerangan lain yang perlu serta jenis pemeriksaan yang dimintakan.
Pengiriman Bahan Untuk Pemeriksaan Toksikologik
Bahan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan Toksikologik:
1. Daerah perifer dari vena femoralis, vena brachialis sebanyak 25 cc.
2. Darah dari jantung, 25 50 cc.
3. Cairan empedu beserta kandung empedu.
4. Air kemih, seluruh isi kandung kemih.
5. Isi lambung, seluruhnya. Kedua ujung lambung diikat dan keseluruhannya
dikirimkan. (bila hanya sebagian saja yang dikirimkan, maka isi seluruhnya
harus tetap diukur / ditentukan).
6. Kulit sekitar suntikan beserta jaringan dibawahnya, dengan kedalaman
kurang lebih 5 cm.
7. Otak sebanyak kurang lebih 500 gram.
8. Hati sebanyak kurang lebih 500 gram.
9. Paru sisi kanan atau kiri.
10. Limpa seluruhnya.
11. Ginjal sisi kanan atau kiri.
12. Usus, dikirimkan bersama isinya dengan jalan mengikat pada kedua
ujungnya, 50 75 cm.
13. Otot psoas satu sisi.
14. Rambut beserta akarnya, tulang dan kuku.
Setiap bahan sebaiknya diberi wadah tersendiri, menggunakan wadah bermulut
lebar yang telah dibersihkan terlebih dahulu.
Pemilihan bahan untuk
pemeriksaan toksikologik harus didasarkan pada dugaan jenis racun, tempat

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

masuk, tempat beredar dan tempat keluar racun yang diduga. Jangan lupa
untuk menyisihkan terlebih dahulu jaringan yang diperlukan untuk pemeriksaan
histopatologik.
Bila pemeriksaan dapat segera dilakukan, maka bahan pemeriksaan tersebut
tidak perlu diawetkan dengan bahan pengawet, tetapi cukup dengan
pendinginan saja. Bila pengiriman memerlukan waktu, maka bahan pemeriksaan
harus diawetkan dengan bahan pengawet yang sesuai, dengan volume kurang
lebih 2 kali volume bahan pemeriksaan. Contoh bahan pengawet harus
disertakan dalam wadah yang terpisah.
Contoh bahan pengawet:
1. Alkohol absolut. Bila tidak terdapat alkohol absolut, alkohol dengan
konsentrasi lain dapat dipertimbangkan. Alkohol tidak dapat dipergunakan
pada kasus dengan dugaan keracunan alkohol.
2. Larutan NaCl Jenuh.
3. Larutan NaF 1% untuk darah.
4. Na-Benzoat untuk urine.
Larutan formalin tidak dapat digunakan sebagai bahan pengawet bahan
pemeriksaan toksikologik, karena dapat merusak racun yang akan diperiksa.
Untuk membantu kelancaran pemeriksaan, jangan lupa mengirimkan juga
dugaan jenis racun/obat yang akan ditentukan, barang bukti sisa racun,
makanan dsb, tembusan laporan polisi tentang kasus yang bersangkutan,
keterangan singkat perihal keadaan dan riwayat penyakit (klinik) korban.
Pengiriman Bahan Untuk Pemeriksaan Histopatologik
Bahan yang diambil untuk pemeriksaan histopatologik hendaknya dipotong
cukup tipis, dengan ketebalan maksimal 4 mm. Kesemua bahan dapat disatukan
dalam satu wadah bermulut lebar dan diawetkan dengan bahan pengawet
dengan volume minimal 10 kali volume bahan pemeriksaan.
Pengawetan dapat menggunakan larutan formalin buffer yang dibuat dengan
cara sebagai berikut:
Formalin 37 40%...................................100 cc
Aquadest.................................................900 cc
Sodium phosphate monobasic.................4,0 gram
Sodium phosphate dibasic anhydrous.....6,5 gram
Tujuan dari pengawetan adalah:
1. Mencegah perubahan post mortem/pembusukan.
2. Mempertahankan sel-sel sedapat mungkin seperti dalam keadaan hidup.
3. Mengeraskan jaringan agar mudah dikerjakan pada proses selanjutnya.
4. Mengubah struktur sel yang setengah cair menjadi padat sehingga tidak
mengalami perubahan lebih lanjut.
5. Memperjelas differensiasi struktur jaringan.
Pengiriman Bahan Pemeriksaan lainnya.

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Bahan yang dikirim untuk pemeriksaan lain, pada umumnya tidak diberi bahan
pengawet.
Pada pemeriksaan golongan darah, bila tidak dapat dikerjakan sendiri oleh
dokter yang melakukan otopsi, dan perlu dikirimkan, maka bercak darah yang
masih basah atau bekuan yang dapat dipisahkan dari tempatnya dapat
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu masukkan
kedalam termos berisi es batu. Bercak yang telah kering dan dapat dikerok dari
tempatnya, dapat dimasukkan ke dalam amplop. Bila bercak sangat sedikit atau
sukar dilepaskan, perlu dipertimbangkan untuk mengirimkan benda tempat
bercak berada atau sebagian dari benda tersebut. Bila bercak terdapat pada
pakaian yang basah, maka pakaian harus dikeringkan sebelum dikirim.

PEMERIKSAAN DNA FORENSIK

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Semenjak ditemukannya metode DNA fingerprinting oleh Alec Jeffreys tahun


1984 dan PCR (Polymerase Chain Reaction) oleh Kary Mullis tahun 1986, aplikasi
pemeriksaan DNA di bidang ilmu kedokteran forensik sampai saat ini sangat
berkembang pesat. Banyak kasus-kasus yang sebelumnya sulit atau tidak
mungkin diungkapkan secara ilmiah akhirnya dapat diungkap semenjak
pemeriksaan ini mulai diperkenalkan. Bahkan pemeriksaan DNA saat ini telah
menjadi suatu pemeriksaan forensik standar di berbagai belahan dunia sejak
diterimanya penerapan pemeriksaan DNA sebagai alat bukti di pengadilan
sekitar tahun 1990.

Beberapa keunggulan pemeriksaan DNA ini adalah:


1. Ketepatan yang tinggi
Sebagai contoh, dalam pemeriksaan suatu bercak darah sebelum ditemukan
pemeriksaan DNA, untuk mengetahui sumber darah tersebut dilakukan
pemeriksaan golongan darah. Hasil pemeriksaan golongan darah yang tidak
cocok akan menyebabkan orang yang dicurigai tersingkirkan sebagai sumber
darah tersebut, tetapi jika golongan darahnya cocok maka kesimpulannya
hanya berupa suatu kemungkinan atau pasti bukan saja.
Saat ini,
terhadap bercak darah tersebut dapat dilakukan pemeriksaan DNA. Hasil
pemeriksaan DNA ini dapat memastikan seorang sebagai sumber darah
tersebut. Istilah DNA fingerprint berdasarkan dari keyakinan bahwa ketepatan
teknik ini hampir menyamai pemeriksaan sidik jari.
2. Kestabilan yang tinggi
Pada kasus-kasus dengan bahan sampel yang sudah membusuk lanjut,
berbagai pemeriksaan forensik seperti pemeriksaan golongan darah, enzim,
protein serum dan HLA tidak dapat dilakukan lagi.
Pada kasus-kasus
semacam ini pemeriksaan DNA masih dapat dilakukan karena DNA lebih tahan
dari proses pembusukan dibandingkan protein. Pada kasus-kasus seperti ini,
masih dapat dilakukan pemeriksaan DNA terhadap jaringan yang sudah
membusuk, kerangka, rambut atau gigi.
3. Pilihan sampel yang lebih luas
Distribusi DNA yang terdapat pada hampir semua sel dan jaringan tubuh
menyebabkan bahan pemeriksaan DNA dapat diperiksa dari organ dan
jaringan apa saja dengan hasil yang sama. Dengan demikian seorang anak
kecil yang takut disuntik untuk diambil darahnya dapat diambil rambut, urine
atau hapusan mukosa pipinya untuk dilakukan pemeriksaan DNA.
4. Dapat mengungkap kasus sulit
Selama ini, kita mengenal beberapa kasus forensik yang sulit atau nyaris tak
mungkin diselesaikan dengan pemeriksaan forensik konvensional, seperti
penentuan keayahan, perkosaan dengan beberapa tersangka yang bersaudara
dekat, kasus incest, kasus paternitas dengan bayi dalam kandungan
(antenatal paternity), kasus paternitas dengan bayi yang sudah meninggal
(postmortem paternity) dan kasus paternitas tanpa kehadiran tersangka ayah.
Pada kasus-kasus ini, pemeriksaan DNA merupakan satu-satunya pemeriksaan
yang dapat mengungkapkan kasus-kasus tersebut.
5. Dapat mengungkap kasus perkosaan oleh banyak pelaku

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

Pada kasus perkosaan oleh banyak pelaku, pemeriksaan DNA dapat


memastikan berapa orang pelaku dan siapa saja pelakunya secara tepat.

6. Sensitifitas yang amat tinggi


Pemeriksaan DNA dimungkinkan dilakukan terhadap bahan sampel yang amat
sedikit, karena dengan suatu metode yang dinamakan Polymerase Chain
Reaction (PCR), bagian DNA sampel tertentu dapat diperbanyak menjadi
jutaan sampai milyaran kali.
Dengan demikian pemeriksaan DNA
dimungkinkan dilakukan pada usapan bibir gelas, puntung rokok, bercak tipis,
dsb yang dengan metode konvensional tidak mungkin dapat dilakukan.
Karena keunggulannya tersebut, pemeriksaan DNA ini banyak digunakan pada
kasus-kasus paternitas, bayi tertukar, identifikasi korban bencana massal,
mencari pelaku tindak kriminal seperti pembunuhan atau perkosaan, dan
sebagainya. Kekurangannya adalah biaya untuk melakukan pemeriksaan DNA
ini cukup mahal sehingga pemeriksaan ini hanya dilakukan sebagai pilihan
terakhir pada kasus-kasus yang inkonklusif.
Setiap orang memiliki DNA yang unik. Penelitian menunjukkan bahwa di antara
sekitar tiga milyar DNA manusia, ada sebagian di antaranya ternyata bersifat
individual specific. Artinya, susunannya khas untuk setiap individu sehingga
dapat digunakan untuk membedakan individu satu dengan yang lainnya. DNA
yang bersifat individual specific ini berkumpul pada bagian ujung dari setiap
kromosom, yang kita kenal sebagai daerah telomere.
DNA adalah materi genetik yang membawa informasi yang dapat diturunkan. Di
dalam sel manusia, DNA dapat ditemukan di dalam inti sel dan di dalam
mitokondria. Di dalam inti sel, DNA berbentuk double helix dan membentuk satu
kesatuan untaian yang disebut kromosom. Setiap sel manusia yang normal
memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom somatik dan satu
pasang kromosom sex (XX atau XY). Setiap anak akan menerima setengah
pasang kromosom dari ayah dan setengah pasang kromosom lainnya dari ibu
sehingga setiap individu membawa sifat yang diturunkan baik dari ibu maupun
ayah. Oleh karena itu pemeriksaan DNA inti dapat digunakan untuk mencari
hubungan anak-ibu maupun anak-ayah. Sedangkan DNA yang berada pada
mitokondria berbentuk lingkaran ganda dan hanya diturunkan dari ibu kepada
anak-anaknya. Hal ini disebabkan karena ukuran sel telur yang lebih besar
daripada spermatozoa sehingga otomatis sel telur lebih banyak mengandung
organel-organel seperti mitokondria didalam cairan sitoplasma daripada
spermatozoa. Oleh karena itu zigote hanya mewarisi organel-organel dari sel
telur. DNA mitokondria yang terdapat pada bagian middle piece dari ekor
spermatozoa memasuki sel telur saat fertilisasi akan tetapi DNA tersebut
langsung dihancurkan. Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan
DNA mitokondria dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu. Selain itu
pada DNA mitokondria terdapat dua daerah yaitu HV1 (Hipervariabel 1) dan HV2
(Hipervariabel 2). Daerah ini sering juga disebut D-loop yang mengandung
jumlah copy number per sel yang tinggi yaitu sekitar 1.000-10.000 bp, meskipun

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

di dalam sel yang tidak mengandung inti, sehingga DNA mitokondria dapat
digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah DNA yang sangat terbatas, atau
DNA yang mudah terdegradasi apabila analisis DNA inti tidak dapat dilakukan.
Daerah D-loop ini juga mempunyai laju polimorfisme yang tinggi dengan
kecenderungan untuk mengalami mutasi sekitar 5-10 kali lebih sering dari DNA
inti. D-loop merupakan daerah yang mempunyai tingkat polimorfisme tertinggi
dalam mtDNA di mana terdapat dua daerah hipervariabel dengan tingkat variasi
terbesar antara individu-individu yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan.
Karena itu, dalam penentuan identitas seseorang atau studi forensik dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan daerah D-loop DNA mitokondria saja.

Gambar 36. DNA


Sampel Untuk Pemeriksaan DNA
Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk pemeriksaan DNA, seperti
buccal swab (usapan mulut pada pipi sebelah dalam), darah (terutama
komponen darah yang berinti seperti leukosit, eritrosit tidak dapat dipergunakan
karena tidak mengandung inti), rambut (jika ingin memeriksa DNA inti harus
beserta akarnya, namun jika hanya ingin memeriksa DNA mitokondria cukup
batang rambutnya saja), tulang, gigi beserta akarnya dan lain-lain. Jika terdapat
kasus prenatal sampel dapat diambil dari jaringan janin (Chorionic Villi Sample,
CVS) umumnya pada umur kehamilan 10-13 minggu atau dengan cara
amniosentesis pada umur kehamilan 14-24 minggu. Untuk pengambilan jaringan
janin ini harus dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan dengan risiko ibu akan
mengalami keguguran.
Secara umum DNA dapat mengalami kerusakan akibat pengaruh lingkungan
seperti terpapar sinar matahari, terkena panas dan bahan kimia akibat aktivitas
DNA-ase yang terdapat dalam jaringan. Kerja enzim DNA-ase dapat dihambat
jika sampel disimpan pada suhu dingin (<20 0C), kondisi kering atau diberi
pengawet EDTA. Karena itu, cara pengumpulan dan penanganan sampel DNA

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

harus dilakukan secara berhati-hati untuk mendapatkan sebanyak mungkin DNA


utuh, sesedikit mungkin kontaminasi serta sesedikit mungkin mengalami
degradasi/pembusukan.

Darah lebih dipilih sebagai sumber DNA. Namun, telebih dahulu pastikan bahwa
klien yang akan diambil darahnya tidak menerima transfusi selama 3 bulan
terakhir.
Darah cair yang diambil sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam
vacutainer yang mengandung 5,4 mg EDTA dan disimpan dalam termos es atau
ice pack.
Jika menggunakan jaringan sebagai sampel, cegah kontaminasi
seminimal mungkin dengan cara menggunakan sarung tangan dan
menggunakan peralatan yang steril serta menggunakan satu peralatan untuk
satu kali pengambilan jaringan/sampel kemudian dibungkus kertas aluminium
dan disimpan pada suhu dibawah 200C.
Analisis DNA
Pada rangkaian DNA seseorang terdapat beberapa lokasi (locus) yang polimorfis.
Artinya, rangkaian DNA di tempat tersebut berbeda antarsatu individu dengan
individu lain, baik urutan basa DNA maupun panjang DNA. Lokasi-lokasi
polimorfis inilah yang jika dianalisis dapat menunjukkan kebenaran identitas
seseorang. Tidak semua lokasi dalam rangkaian DNA dapat dijadikan parameter
sifat keturunan karena banyak lokasi dalam rangkaian DNA yang identik pada
setiap individu (conserved region). Sehingga lokasi yang digunakan adalah
daerah non-coding yang cenderung polimorfis.
Ada 2 macam polimorfisme dalam suatu untai DNA yang akan dianalisis, yaitu
1. Sequence polymorphism
Variasi yang terjadi hanya pada satu pasang basa (sequence) dari satu
fragmen DNA seperti contoh untaian DNA di bawah ini:
A C G T C A A T C G
|

T G C A G T T A G C

A C A T C A A T C G
DA
N

T G T A G T T A G C

2. Length polymorphism
Variasi yang terjadi adalah pada jumlah pengulangan basa dalam beberapa
fragmen DNA sehingga yang terlihat pada hasil dari pemeriksaan DNA ini
adalah variasi panjang dari fragmen-fragmen yang terdapat dalam suatu
untaian DNA. Sering juga disebut sebagai VNTR (Variable Numbers of Tandem
Repeat).
A C G T C A A T C G - A C G T C A A T C G - A C G T C A A T C G
| | | | | | | | | |
| | | | | | | | | |
| | | | | | | | | |
T G C A G T T A G C - T G C A G T T A G C - T G C A G T T A G C
Analisis menggunakan DNA inti telah lebih dulu digunakan dalam bidang forensik
dan berkembang pesat. Metode yang banyak digunakan adalah Restriction
Fragment Length Polymorphisme (RFLP) dan Polymerase Chain Reaction (PCR).

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

A. Restriction Fragment Length Polymorphisme (RFLP)


Teknik ini memiliki tingkat akurasi paling tinggi tetapi juga tingkat kesulitan yang
tinggi dan memerlukan waktu yang lama. Selain itu, pemeriksaan RFLP
membutuhkan jumlah sampel yang besar (HMW = High Molecular Weight)
yaitu minimum 20 25 kb dan tidak terdegradasi. Oleh karena itu teknik ini
mulai jarang dipergunakan untuk kepentingan forensik mengingat sampel
yang diperoleh biasanya berjumlah sedikit dan sudah mengalami degradasi
akibat pembusukan.
Empat langkah dasar pemeriksaan RFLP dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Sampel DNA yang diperoleh ditambahkan suatu enzim yang disebut enzim
restriksi. Tujuan penambahan enzim ini agar setiap DNA terpotong pada
lokasi-lokasi tertentu. Oleh karena DNA bersifat unik pada setiap individu,
maka enzim tersebut akan memotong DNA setiap sampel pada lokasilokasi yang unik pula.
Sebagai contoh enzim restriksi yang sering
dipergunakan adalah Hae III, enzim ini akan bekerja pada lokasi-lokasi
dimana terdapat sequence CCGG dan memotong diantara C dan G.
(2) Selanjutnya, dilakukan proses elektrophoresis yang bertujuan untuk
mengurutkan DNA yang terpotong tersebut berdasarkan atas panjang
setiap potongannya. Proses ini dilakukan dengan cara menempatkan
setiap sampel potongan DNA pada sebuah gel. Gel tersebut dialiri listrik.
Arus listrik yang terjadi akan mendorong setiap potongan DNA. Potongan
yang pendek akan bergerak lebih cepat daripada potongan yang lebih
panjang. Pada akhir proses, seluruh DNA akan terurut berdasarkan atas
panjang setiap potongan.
(3) Karena potongan DNA ini terlalu kecil untuk diamati, digunakan sinar-X
untuk menghasilkan sebuah citra foto. Citra foto yang dihasilkan ini akan
berbentuk garis-garis seperti pada bar code yang sering kita temukan
pada bagian belakang buku atau produk-produk keluaran pabrik dan di
supermarket. Garis-garis inilah yang disebut sebagai DNA fingerprinting.
(4) Sebagai langkah terakhir, dilakukan pembandingan antara pola DNA dari
sampel dengan pola DNA dari darah orang-orang yang dicurigai sebagai
tersangka.

Gambar 36. DNA Fingerprinting

HNQ,20
07

LABORATORIUM FORENSIK

B. Polymerase Chain Reaction (PCR)


Metode ini praktis dan lebih mudah dikerjakan serta hanya memerlukan
jumlah sampel yang sedikit. Dengan menggunakan enzim tag polimerase dan
suatu primer, melalui tahapan-tahapan denaturation, annealing dan extension,
PCR mampu untuk melakukan amplifikasi terhadap sampel sehingga dapat
diperoleh jumlah copy DNA yang sangat banyak dan identik. PCR ini juga
dapat dipergunakan untuk memeriksa sampel yang sudah mengalami
degradasi. Oleh karena itu banyak pemeriksaan DNA forensik pada saat
sekarang ini menggunakan metode PCR. Kelemahan dari metode ini adalah
akurasinya yang rendah, namun seiring dengan ditemukannya model analisis
terbaru yang dikenal dengan Short Tandem Repeats (STR) akurasi dari
pemeriksaan PCR ini dapat disesuaikan tergantung jumlah lokus yang
dianalisis.
STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Lokus-lokus
yang sering diperiksa adalah DQA1, LDLR, Gypa, HGBB, TPOX, TH01, dll.
Untuk analisis STR biasanya diperiksa minimal 13 lokus termasuk lokus untuk
penentuan jenis kelamin yaitu amelogenin untuk mencari adanya kromosom X
dan Y.
Panjang kromosom Y adalah 109 bp sedangkan kromosom X
mengalami delesi sebanyak 6 bp.

Anda mungkin juga menyukai