Anda di halaman 1dari 3

TEORI PENGANIAYAAN

Penganiayaan atau mishandeling merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap


tubuh. Pengaturan mengenai penganiayaan dalam KUHP diatur pada Bab XX, dimulai dari
pasal 351 sampai dengan pasal 355. Adapun mengenai definisi dan unsur dari delik
penganiayan ini tidak tercantum dalam ketentuan KUHP. Untuk mengetahui unsur dari tindak
pidana penganiyaan dapat dilihat melalui doktrin ataupun yurisprudensi.

Menurut Moch Anwar Penganiayaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain. 1 Selain itu terdapat
beberapa yurisprudensi yang mendefinisikan penganiayaan.2 Pertama, Arest Hooge Raad
tanggal 25 April 1894 mendefinisikan penganiayaan sebagai perbuatan yang dilakuakan
dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka. Kesengajaan ini harus dicantumkan dalam
surat tuduhan (gugatan). Kedua, Arest Hooge Raad tanggal 10 Februari 1902 bahwa
Penganiayaan yang menimbulkan luka atau rasa sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan,
melainkan suatu sarana belaka untuk mencapai suatu tujuan yang patut, maka tidaklah ada
penganiayaan. Contohnya dalam batas-batas yang diperlukan seorang guru atau orang tua
memukul seorang anak. Ketiga, Arest Hooge Raad tanggal 20 April 1925 menyatakan bahwa
dengan sengaja melukai tubuh orang lain tidak dianggap sebagai penganiayaan, jika
maksudnya untuk mencapai suatu tujuan lain, dan di dalam menggunakan akal itu tidak sadar
bahwa ia melewati batas-batas yang wajar.

Berdasarkan pada Arest Hooge Raad dan doktrin diatas secara sederhana Adami
Chazawi mendefinisikan penganiayaan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain yang akibat mana semata-mata
merupakan tujuan si petindak (sic).3 Apabila diuraikan lebih terperinci maka dalam delik
penganiayaan dapat ditemui dua unsur utama.4 Unsur pertama adalah unsur perbuatan berupa
suatu kesengajaan yang yang harus dilakukan dengan sengaja dan tanpa maksud yang patut
atau melewati batas yang diijinkan. Unsur kedua adalah unsur akibat yang mengakibatkan
perasaan tidak enak, luka, rasa sakit, dan merusak kesehatan orang lain.
1
Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid 1, cet. 6, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1989), hlm.103.
2
Tongat, Hukum Pidana Materil Tujuan atas Tindak Pidana Terhadap Subjek Hukum dalam KUHP,
(Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 70-72.
3
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Malang: Biro Konsultasi dan Bantuan
Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 1999), hlm. 14
4
Tongat, Hukum Pidana Materil Tujuan atas Tindak Pidana Terhadap Subjek Hukum dalam KUHP,
(Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 72.
Mengenai unsur kesengajaan menurut Moch Anwar bahwa kesengjaan dalam
penganiayaan diartikannya dengan adanya suatu kehendak dari pelaku untuk menimbulkan
rasa sakit atau luka. Dalam hal tersebut harus ada sentuhan pada badan orang lain yang
dengan sendiri menimbulkan akibat sakit atau luka pada badan orang itu. Contohnya seperti
memukul, menendang, menggaruk, memegang dengan keras.5 Pendapat lainnya disampaikan
oleh Wirjono Projodikoro bahwa dalam tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan harus
diartikan sebagai kesengajaan sebagai maksud.6 Jadi pada prinsipnya unsur kesengajaan
dalam tndak pidana penganiayaan haruslah ditafsirkan sebagai opzet als ogmerk atau
kesengajaan sebagai wujud dari suatu tujuan dan bukan kesengajaan bentuk lainnya, yaitu
kesengajaan sebagai keinsyafan kemungkinan dan kepastian. Selain doktrin, terdapat
yurisprudensi mengenai kesengajaan dalam delik penganiayaan. Menurut Arest Hooge Raad
15 Januari 1934 bahwa kenyataan orang telah melakukan suatu tindak pidana yang besar
kemungkinannya dapat menimbulkan perasaan sangat sakit pada orang lain itu merupakan
suatu penganiayaan. Tidak menjadi soal, bahwa dalam kasus ini opset atau kesengajaan
pelaku tidak ditujukan untuk menimbulkan perasaan sangat sakit seperti itu melainkan telah
ditujukan kepada perbuatan untuk melepaskan diri dari penangkapan oleh seorang pegawai
polisi.7

Dengan menyimpulkan pendapat dari Wirjono Projodikoro dan Arest Hooge Raad 15
Januari 1934 yang masing-masing memiliki pendapat bahwa kesengajaan dalam
penganiayaan dapat berupa kesengajaan dengan maksud maupun kesengajaan sebagai
kemungkinan. Tongat menyimpulkan bahwa dalam unsur perbuatan kesengajaan harus
berupa kesengajaan sebagai maksud. Sementara pada unsur akibat kesengajaannya dapat
berupa kesengjaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kemungkinan, bahkan dapat berupa
kesengjaan sebagai kepastian.8

Unsur selanjutnya merupakan unsur akibat dari penganiayaan. Unsur akibat ini
mengakibatkan perasaan tidak enak, luka, rasa sakit, dan merusak kesehtan orang. Apa yang
dimaksud dengan perasaan tidak enak? Perasaan tidak enak atau penderitaan mungkin akan
sulit untuk didefinisikan secara harfiah, namun R. Soesilo dapat mencontohkannya dengan
perbuatan orang yang di dorong ke parit dan basah, hal demikian merupakan suatu perasaan
Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid 1, cet. 6, (Bandung: PT. Citra
5

Aditya Bakti, 1989), hlm.103.


6
Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, cet.2, ed. 3, (Bandung, PT. Refika Aditama,
2010), hlm. 68.
7
Tongat, Hukum Pidana Materil Tujuan atas Tindak Pidana Terhadap Subjek Hukum dalam KUHP,
(Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 74.
8
Ibid., hlm 75.
tidak enak.9 Selanjutnya mengenai rasa sakit, rasa sakit atau luka (pijn) jika diadakan translasi
ke Bahasa Inggris yang dimaksud dengan Pijn merupakan Pain, tentunya hal ini berbeda jika
ditranslasi menjadi Sick. Menurut Moch Anwar yang dimaksud dengan luka adalah apabila
terdapat perubahan dalam bentuk badan manusia yang berlainan dari pada bentuk semula.
Sedangkan yang dimaksud dengan rasa sakit adalah cukup bahwa orang lain merasa sakit
tanpa ada perubahan dalam bentuk badan.10 Akibat yang selanjutnya adalah merusak
kesehatan orang, berdasarkan interpretasi authentic suatu perbuatan yang mengakibat
rusaknya kesehatan seseorang disamakan dengan penganiayaan. Menurut R.Soesilo
perbuatan ini dapat dicontohkan dalam suatu peristiwa ketika seseorang yang sedang tidur
dan berkeringat dibuka jendala kamarnya sehingga orang tersebut masuk angin.11

9
R, Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, cet
15, (Bogor: Politeia, 2013), hlm 245.
Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid 1, cet. 6, (Bandung: PT. Citra
10

Aditya Bakti, 1989), hlm.103


11
R, Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, cet
15, (Bogor: Politeia, 2013), hlm 245

Anda mungkin juga menyukai