Anda di halaman 1dari 20

PEDOMAN PENGORGANISASIAN

INSTALASI PEMULASARAAN JENAZAH

RSUD. dr. H. MARSIDI JUDONO KABUPATEN BELITUNG


TAHUN 2019
DAFTAR ISI

1. BAB I PENDAHULUAN
2. BAB II STANDAR KETENAGAAN
3. BAB III STANDARFASILITAS
4. BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
5. BAB V LOGISTIK
6. BAB VI KESELAMATAN PASIEN
7. BAB VII KESELAMATAN KERJA
8. BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
9. BAB IX PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


kesehatan secara paripurna. Selain harus memiliki Instalasi gawat darurat, rawat inap,
dan rawat jalan, sebuah Rumah Sakit haruslah memiliki Kamar Jenazah sebagai pintu
keluar akhir untuk pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan meninggal dunia.
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Permenkes No. 24 Tahun
2016 ttg Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit, Kamar jenazah
sebagai salah satu ruang yang harus ada pada bangunan Rumah Sakit
Angka kematian menurut WHO adalah sebesar 850 kematian per 100.000
penduduk. Di Inggris dan Wales, 73% kematian terjadi di rumah sakit. Angka kematian
di Indonesia diperkirakan sebesar 1,8 juta jiwa di tahun 2019. Angka kematian di
Rumah Sakit Marsidi Judono dari januari sampai Juni 2019 sebanyak 342 jiwa. Jumlah
yang besar ini belum terlalu mendapat perhatian yang besar dari Rumah Sakit.
Kamar Jenazah bukanlah hanya tempat keluar pasien setelah meninggal dunia
dari Rumah sakit. Paradigma kamar jenazah sebagai tempat yang kumuh, tempat bagi
pegawai Rumah Sakit yang bermasalah, tempat yang menyeramkan, serta pos rugi
Rumah Sakit sudah saatnya kita rubah bersama. Peningkatan kualitas pelayanan di
kamar jenazah dapat merubah paradigma yang selama ini beredar di masyarakat.
Kamar jenazah dapat menjadi tempat yang nyaman untuk ruang transit sebelum
jenazah dibawa pulang ke Rumah Duka, dan menjadi lahan baru sebagai sumber
pendapatan yang menjanjikan bagi Rumah Sakit jika terkelola dengan baik.
Instalasi Kamar jenazah di RSUD dr. H. Marsidi Judono baru diresmikan per 1
februari 2019. Sebagai instalasi yang masih baru, maka perlu dilakukan peningkatan
pelayanan. Pelayanan jenazah yang bermutu merupakan salah satu tugas pelayanan
di RSUD dr H. Marsidi Judono. Untuk melaksakan suatu pelayanan jenazah yang
bermutu, perlu dibuat pedoman yang akan menjadi standar minimal pelayanan.
Pedoman tersebut ditetapkan sebagai Standar Prosedur Operasional di Instalasi
pemulasaraan jenazah .

1.2. Tujuan Pedoman

Adapun maksud dan tujuan dari pedoman unit kerja instalasi gawat darurat
RSUD dr.H.Marsidi Judono Kabupaten Belitung ini adalah:
1) Memberikan data dan informasi tentang gambaran umum Instalasi
Pemulasaraan Jenazah RSUD dr.H.Marsidi Judono Kabupaten Belitung.
2) Menggambarkan acuan perencanaan, pelaksanaan kinerja dan pelayanan
kesehatan di Instalasi Pemulasaraan Jenazah.
3) Tersedianya acuan untuk analisis dan penyajian data.

1.3. Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang lingkup pelayanan Instalasi Pemulasaraan Jenazah meliputi:


1) Pelayanan Jenazah purna-pasien atau “mayat dalam”
2) Pelayanan Kedokteran forensik (Pemeriksaan Luar) terhadap korban-mati atau
“mayat-luar”
3) Pelayanan sosial kemanusiaan lainnya (orang hilang, rumah duka, penitipan
Jenazah)
4) Pelayanan bencana atau peristiwa dengan korban mati massal
5) Pelayanan untuk kepentingan keilmuan atau Pendidikan/penelitian

1.4. Batasan Operasional


1) Autopsi : Pemeriksaan Terhadap Jenazah
2) Embalming : Pembalseman
3) Forensik : Cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari tentang Hukum
pembuktian kelainan tak wajar pada kematian dan
kekerasan tindak pidana
4) Formalin : Zat untuk mengawetkan mayat
5) Infeksius : Keadaan dimana masuknya kuman patogen dalam tubuh
6) Jenazah : Orang mati
7) Pemulasaraan : proses perawatan jenazah yang meliputi kegiatan
memandikan, mengkafani, menshalati sebelum jenazah
dibawa pulang kerumah duka /pemakaman jenazah.
8) Visum et Repertum: Surat laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah
tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti
yang diperiksanya, serta memuat pula kesimpulan dari
pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan
9) Visum Luar : Teknik visum dengan hanya melakukan pemeriksaan luar
tanpa melakukan pembedahan pada orang hidup ataupun
mayat
10) Visum Dalam : Teknik visum dengan melakukan pemeriksaan dalam
melalui pembedahan pada mayat
1.5. Landasan Hukum

1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP)


2) Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3) Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
4) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1501 tahun 2010
tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan
Upaya Penanggulangan
5) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016
tentang persyaratan teknis bangunan dan prasarana RS
6) Kepmenkes RI Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit
7) Standar Kamar Jenazah Kementerian Kesehatan Tahun 2004
BAB II STANDAR KETENAGAAN

2.1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Pola ketenagaan dan kualifikasi Sumber Daya Manusia Instalasi Pemulasaraan


Jenazah:
No Nama Jabatan Kualifikasi Keterangan
Ka. Instalasi S1 Kedokteran ( Belum ada Sertifikat Mortuary
1 Pemulasaraan Dokter Spesialis Forensik dan Management Training
Jenazah Medikolegal in Hospital Setting
Ka. Ruangan
Instalasi
2 D3 Keperawatan -
Pemulasaraan
Jenazah
Teknisi
3 Minimal D3 Sesuai Bidang -
Forensik
Tenaga penyedia
Tenaga
jasa pemulasaraan
4 Pemulasaraan SMA Sederajat
jenazah dengan
Jenazah
perjanjian kerjasama
Tenaga Pelatihan Teknisi
5 Minimal D3 Sesuai Bidang
Administrasi Forensik
Tenaga dari Sekuriti
Petugas
6 SMA Sederajat RS sesuai jadwal
Keamanan
dinas
Tenaga dari Cleaning
Petugas
7 SMA Sederajat Service RS Sesuai
Kebersihan
jadwal dinas
Pengemudi Disediakan dari
8 Kereta SMA Sederajat PEMDA Kabupaten
Jenazah Belitung

2.2. Distribusi Ketenagaan

Pola pengaturan ketenagaan Instalasi Gawat Darurat yaitu :


1) Untuk Dinas Pagi
Yang bertugas sejumlah 3 (Tiga) orang
Kategori :
 Ka. Instalasi Pemulasaraan Jenazah
 Ka. Ruangan Instalasi Pemulasaraan Jenazah
 1 orang Teknisi Forensik
 1 orang Tenaga Administrasi
 1 orang Petugas Kebersihan
 1 orang Petugas Keamanan

2) Untuk Dinas Sore dan Malam


Yang bertugas sejumlah 1 (satu) orang dengan yang bertugas dengan sistem
panggilan/ on call 24 jam sesuai jadwal
Kategori :
 1 orang Dokter
 1 orang Teknisi Forensik

2.3. Pengaturan Jaga


1) Pengaturan Jaga Teknisi Forensik
 Pengaturan jadwal dinas Teknisi Forensik dibuat dan di pertanggung
jawabkan oleh Kepala Ruang (Karu) Instalasi Pemulasaraan Jenazah
dan disetujui oleh Kepala Instalasi Pemulasaraan Jenazah
 Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke
teknisi forensik setiap satu bulan..
 Untuk teknisi forensik yang memiliki keperluan penting pada hari
tertentu, maka teknisi forensik tersebut dapat mengajukan permintaan
dinas pada buku permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan
kebutuhan tenaga yang ada (apabila tenaga cukup dan berimbang serta
tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui).
 Setiap tugas jaga / shift harus ada siap menerima setiap panggilan jika
ada jenazah yang akan transit di Instalasi Pemulasaraan Jenazah dalam
waktu tunggu maksimal 2 jam, dengan syarat pendidikan minimal DIII
dan masa kerja minimal 2 tahun, serta memiliki sertifikat teknisi forensik
 Jadwal dinas terbagi atas dinas 1 kali 24 jam, libur dan dinas kembali
 Apabila ada tenaga teknisi forensik jaga karena sesuatu hal sehingga
tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka
teknisi forensik yang bersangkutan harus memberitahu Karu IPJ minimal
1 hari sebelum jadwal dinas. Sebelum memberitahu Karu IPJ,
diharapkan teknisi forensik yang bersangkutan sudah mencari pengganti,
Apabila teknisi forensik yang bersangkutan tidak mendapatkan
pengganti, maka KaRu IPJ akan mencari tenaga pengganti (digantikan
oleh KaRu IPJ).
 Apabila ada tenaga teknisi forensik tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (tidak terencana), maka KaRu IPJ akan
mencari pengganti (Prosedur pengaturan jadwal dinas teknisi forensik
sesuai SOP terlampir).

2) Pengaturan Jaga Dokter


 pemeriksaan luar terhadap jenazah luar di Instalasi Pemulasaraan
Jenazah menjadi tanggung jawab Ka Instalasi Pemulasaraan Jenazah
dan disetujui oleh Bidang Pelayanan.
 Apabila Ka Instalasi Pemulasaraan Jenazah karena sesuatu hal
sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan
maka akan digantikan oleh dokter jaga IGD pada saat jam dinas tersebut
(panduan uraian tugas, hak dan kewajiban dokter umum RSUD dr. H.
MARSIDI JUDONO)
BAB III STANDAR FASILITAS

3.1. Denah Ruangan

3.2. Standar Fasilitas


1) Sarana di Instalasi Pemulasaraan Jenazah RSUD. dr. H. MARSIDI JUDONO
terdiri dari:
 Ruang Transit Jenazah
 Ruang memandikan jenazah
 Ruang administrasi
 Ruang tunggu keluarga
 Kasir (kasir menyatu dalam 1 pintu kasir Rumah Sakit)
 Ruang arsip
 Tambahan: Ruang pemeriksaan kedokteran forensik, Ruang
penyimpanan jenazah (freezer jenazah), Mushola (tempat ibadah)

2) Prasarana di Instalasi Pemulasaraan Jenazah RSUD. dr. H. MARSIDI


JUDONO terdiri dari:
 Sistem pembuangan limbah
 Air bersih
 Sistem sirkulasi udara
 Pencahayaan dan pendingin ruangan
 Memiliki alat-alat keamanan dan kebersihan:
 Alat pemadam api ringan
 Spill kit untuk tumpahan
 Alat pelindung diri
 Alat-alat pembersih

3) Peralatan.
 Brankar jenazah terbuat dari aluminium atau stainless steel dan dengan
roda
 Tersedia kereta jenazah (Penyediaan Kereta Jenazah bekerjasama
dengan Pemda Kabupaten Belitung dan standby di gedung Pemda)
 Alat komunikasi internal (masih dalam proses) dan eksternal (No
Handphone teknisi forensik yang disertakan di jadwal petugas di setiap
ruangan)
 Komputer/penyimpan data
 APD lengkap
 Formulir-formulir
 Dokumen SOP

4) Dokumen
 SOP pelayanan
 Daftar tarif
 Registrasi jenazah
 Formulir keterangan kematian
 Formulir pengawetan jenazah
 Formulir serah terima jenazah
 Formulir identifikasi
.
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1. Alur Pelayanan Jenazah dan Surat Keterangan Kematian

Konsep Alur Pelayanan Jenazah dan SKK di RSUD dr. H. Marsidi Judono

4.2. Pelayanan

1) Pemulasaraan Jenazah

Pemulasaran jenazah adalah proses perawatan jenazah yang meliputi

kegiatan memandikan, mengkafani, menshalati sebelum jenazah dibawa

pulang kerumah duka /pemakaman jenazah.

Tujuan dari pelayanan ini adalah untuk mengetahui dan memahami

tentang tata cara perawatan jenazah sesuai dengan agama yang dianut

jenazah sehingga tidak terjadi kesalahan pahaman atau miss perception antara

pengurus atau perawat jenazah dengan keluarga


2) Pemulasaraan Jenazah dengan Penyakit Menular

Cara memandikan jenazah pengidap penyakit menular seperti HIV

/AIDS tidak bisa sembarangan, salah satunya, wajib mengenakan universal

precaution (Memakai APD), yakni standar perlengkapan kesehatan yang terdiri

atas penutup kepala, masker, google (penutup hidung), sarung tangan, pakaian

steril, dan sepatu bot.

Pelayanan ini mengupayakan pencegahan standar atau pencegahan

dasar pada semua kondisi serta mencegah penularan secara kontak pada

petugas atau masyarakat umum.

3) Pemulasaraan Jenazah Infeksius


Pemulasaran jenazah adalah proses perawatan jenazah yang
meliputi kegiatan memandikan, mengkafani, dan meshalatinya sebelum di
bawa pulang kerumah pasien (dimakamkan).
Jenazah infeksius adalah jenazah yang di tetapkan oleh dokter
mengidap penyakit menular seperti HIV / AIDS, Hepatitis B, Hepatitis C, dan
yang semisalnya.

4) Penanganan Jenazah Terlantar


Penanganan jenazah terlantar adalah proses perawatan jasad orang
meninggal dunia tanpa di ketahui identitas dan ahli warisnya yang meliputi
kegiatan memandikan, mengkafani, menshalati, dan (pemakaman jenazah).
Pelayanan ini bertujuan untuk menghormati jasad sebagai ciptaan Allah
SWT sehingga tidak membusuk yang bisa menggangu lingkungan setempat,
membantu pihak pemerintah dalam mengayomi warganya khususnya dalam hal
menangani jenazah terlantar sampai jenazah tersebut dikuburkan serta
memberi contoh kepada masyarakat dalam mewujudkan sebuah kepedulian
agar ke depan bisa manusiawi dan peduli antar sesama manusia.

5) Pemeriksaan Visum et Repertum


Visum repertum (VeR) adalah laporan tertulis yang di buat oleh dokter
berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa
berdasarkan keilmuaannya.
Tujuan dari Visum et Repertum adalah memberikan kenyataan/barang
bukti (corpus delect) yang sah di pengadilan karena buktinya sendiri telah
berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang
bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.
6) Pengawetan (Embalming) dan Pengiriman Jenazah
Perawatan /pengawetan jenazah adalah suatu tindakan medis
melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat
pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip
dengan kondisi sewaktu hidup.
Pengiriman jenazah ke luar daerah di Kabupaten Belitung sangat sering
dilakukan terutama dengan menggunakan transportasi udara. Dikarenakan
pulau Belitung sendiri merupakan bagian kepulauan. Pengiriman jenazah lewat
pesawat komersil harus dengan prosedur tertentu. Jenazah harus terlebih
dahulu dilakukan embalming, lalu dipetikan dan disertai surat keterangan
jenazah tidak dengan penyakit menular.
Jika dilakukan pengiriman jenazah keluar daerah, harus dilakukan
pemetian jenazah (hati-hati dalam pengiriman, jangan disertai dengan barang
ilegal, seperti:Narkoba). Harus dibuat acara pemetian kalau perlu dilibatkan
polisi.
BAB V
LOGISTIK

5.1. Logistik di Instalasi Pemulasaraan Jenazah


1) Permitaan BHP farmasi, dilakukan setiap bulan di gudang farmasi
2) Permintaan Formalin dilakukan jika diperlukan dapat setiap saat di tebus di
apotik Rumah Sakit dengan permintaan resep dokter
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

1. Pengertian
Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :


 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

2. Tujuan :
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

3. Standar Keselamatan Pasien


 Hak pasien
 Mendidik pasien dan keluarga
 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
 Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
 Mendidik staf tentang keselamatan pasien
 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien

4. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) /Adverse Event


Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera
pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis
karena tidak dapat dicegah

5. KTD Yang Tidak Dapat Dicegah/ Unpreventable Adverse Event :


Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan
pengetahuan mutakhir

6. Kejadian Nyaris Cedera ( KNC )/ Near Miss


Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan ( commission )
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission ), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi :
 Karena “ keberuntungan”
 Karena “ pencegahan ”
 Karena “ peringanan ”

7. Kesalahan Medis/ Medical Errors


Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

8. Kejadian Sentinel/ Sentinel Event :


Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima, seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( seperti,
amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur
yang berlaku.

9. Tata Laksana
1) Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
pasien
2) Melaporkan pada dokter jaga IGD
3) Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4) Mengobservasi keadaan umum pasien
5) Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”
BAB VII KESELAMATAN KERJA

1. Pendahuluan
HIV/AIDS telah menjadi ancaman global.Ancaman penyebaran HIV
menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal.Setiap hari
ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 49
tahun terinfeksi HIV.Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara – negara
berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan
yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan
kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat
masuknya kasus secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran,
sementara potensi penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui
perilaku seks bebas tanpa pelingdung, pelayanan kesehatan yang belum aman
karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan
bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular
melalui tindakan pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa
menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor
sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat
menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat
dikenali secara klinis karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa
melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan
penyebaran infeksi dikenal melalui “ Kewaspadaan Umum “ atau “Universal
Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi
ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan
kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus
tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan
wajib menjaga kesehatan dan keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit
agar dapat bekerja maksimal.

2. Tujuan
1) Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2) Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai
resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”.
 Tindakan yang beresiko terpajan
 Cuci tangan yang kurang benar.
 Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
 Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
 Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
 Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
 Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

3. Prinsip Keselamatan Kerja


Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja
adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok
yaitu :
1) Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2) Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
3) Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4) Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5) Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

Indikator mutu yang digunakan di RSUD dr.H.Marsidi Judono Kabupaten


Belitung dalam memberikan pelayanan adalah angka keterlambatan pelayanan jenazah
dengan varibel lama waktu tunggu jenazah di Instalasi Pemulasaraan Jenazah < 2 jam
sebelum di jemput kereta jenazah dan di bawa ke rumah duka.
Dalam pelaksanaan indikator mutu menggunakan kurva harian dalam format
tersendiri dan dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan pada panitia mutu dan kasie
pelayanan. Sebagai pengendali mutu, standar pelayanan IPJ mengacu pada
Kepmenkes RI Nomor 129/MENKES/SK/II/2008
BAB IX PENUTUP

Pedoman pengorganisasian unit kerja di Instalasi Gawat Darurat merupakan


gambaran seluruh kegiatan pelayanan di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr.H.Marsidi
Judono Kabupaten Belitung Tahun 2018. Semoga dimasa yang akan datang di Instalasi
Gawat Darurat RSUD dr.H. Marsidi Judono Kabupaten Belitung dapat lebih
meningkatkan pelayanannya dan semoga rasa kepercayaan masyarakat akan terus
meningkat.

Mengetahui Tanjungpandan, 10 Oktober 2019


Kasie Pelayanan RSUD dr.H.Marsidi Kepala Instalasi Pemulasaraan jenazah
Judono Kab. Belitung

dr. Gunawan Nata Kurrahman


NIP.199010062019031009

Anda mungkin juga menyukai