Anda di halaman 1dari 30

PANDUAN PRAKTEK KLINIK

RUMAH SAKIT ELIM RANTEPAO

2018
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………………………. I

KATA PENGANTAR ……………………………………………….……………………. II

PROSEDUR ANASTHESI UNTUK LAPARATOMI…………………….……………… 1

PROSEDUR ANASTHESI UNTUK TUBEKTOMI …………………………………….

PROSEDUR ANASTHESI UNTUK SEKSIO CAESAREA…………………….………

PROSEDUR ANASTHESI BENDA ASING DIJALAN NAFAS…………………..…..

PROSEDUR ANASTHESI PADA HIPERTIROID……………………………………..

PROSEDUR ANASTHESI PADA PJK (Penyakit Jantung Koroner)……………………

PROSEDUR ANASTHESI PADA ASTHMA BRONCHIAL ………………………….

PENANGANAN NYERI PASCA BEDAH …………………………………………….

PROSEDUR ANASTHESI KRANIOTOMI UNTUK TRAUMA KEPALA………….

PROSEDUR ANASTHESI UNTUK PEMBEDAHAN CEDERA TULANG LEHER…


ANESTESI UNTUK LAPARATOMI

A. Pendahuluan

Anestesi untuk laparatomi dapat terjadi setiap saat hal hal yang harus diperhatikan bahwa

penderita yang dilakukan laparatomi umumnya gangguan pasase usus, sehingga terjadi

kelambanan pengosongan lambung, karenanya tindakan pengosongan lambung secara aktif

harus dilakukan sebelum induksi anestesi.

B. Persiapan Pra-Bedah

Fokus utama prabedah

- Mencari tanda tanda dehidrasi, apabila ada harus koreksi setidaknya sampai volume cairan

intra vaskuler cukup (ditandai dengan tilt-test yang negatip).

- Mengosongkan lambung secara aktif dengan memasang masslang diameter besar dan

menghisap secara aktif, lalu melepasnya sebelum dilakukan induksi.

- Apabila penderita masih febris harus diupayakan turun, setidaknya sampai tempertur

rectal 38,5° c

C. Anestesi dan Pembedahan

- Premedikasi diberikan intra muskuler yang merupakan kombinasi narkotik, sedativa dan

atropine. Pada oprasi darurat lebih diutamakan diberikan intravena.

- Posisi intubsi dilakukan dengan head up 45 ° bila hemodinamik setabil atau head down

30° bila hemodinamik tidak stabil

- Preoksigenasi dilakukan sebelum induksi anestasi dengan oksigen 8 ml/menit selama

minimal 2 menit

- Obat induksi dapat diberikan

o Ketamin 1-2 mg/kg bb iv

o Pentotal 3-5 mg/ kg bb iv

o Propofol 2-3 mg/ kg bb iv

- Obat inhalasi anestesi yang dipilih diutamakan influran

- Obat lainnya dapat dipilih dengan tambahan obat pelumpuh otot non depol dan dilakukan

control respirasi
- Selama operasi penderita harus dilakukan intubasi endotracheal, pada bayi dilakukan

intubasi sleep non apnoe atau apnoe dan pada anak atau dewasa dilakukan intubasi sleep

apnoe.

- Kedalaman anestasi dijaga secukupnya dengan monitor : tekananan darah, nadi, ECG, Sa

O2. Selama pembedahan harus dilakuakan monitoring produksi urine untuk mengetahui

cairan yang kita berikan sudah cukup atau belum.

D. Akhir pembedahan

Bila menggunakan obat pelumpuh otot non dipol, harus diyakini bahwa efek sisa obat

telah minimal ditandai dengan adequatnya volume napas, sadar baik, bisa mengangkat

kepala, menggenggam cukup kuat

Ekstubasi sebaiknya dilakukan pada saat penderita hampir sadar sehingga bahaya

aspirasi dapat dikurangi.


ANESTESI UNTUK TUBECTOMI (MOW)

A. Pendahuluan

Steralisasi pada wanita dapat dilakukan pada saat post partum atau pada saat penderita

tidak post partum (masa interval). Operasi ini umumnya merupakan hasil kerja sama antara

depkes- BKKBN dalam upaya mensukseskan program kb nasional, sehingga masalah

keterbatasan biaya harus diipertimbangkan dalam pemilihan teknik anestesi yang digunakan,

tetapi harus tetap aman bagi penderita.

B. Persiapan Pra-Bedah

1. Sebelum dimuali anestasi harus dipastikan cukup tidak puasa, minimal 6 jam

2. untuk kasus post partum harus diberikan syrup Mg Trisilikat untuk mengurangi tingkat

keasaman lambung.

3. untuk kasus interval, memastikan bahwa penderita datang ke RS dengan diantar oleh

pengantar dewasa yang bisa bertanggung jawab.

C. Tehnik Anastesi

Yang dipilih umumnya adalah tehnik intravena dengan ketamin, kecuali ada kontra

indikasi terhadap pengunaan obat ketamin

- Premedikasi diberikan intravena, lewat pemasangan wing nedlle diberikan diazepam iv

dan pethidin ½ mg/kg BB iv

- Induksi digunakan ketamin 1 mg /kg bb iv bolus

- Jalan napas dijaga supaya tetap bebas dan diberikan suplai oksigen nasal prong 2,5- 3 lt/

menit.

- Bila operasi perlu waktu lebih lama dapat diberikan tambahan ketamin dosis ½ mg/ kg

BB iv

- Monitor selama operasi: Tensi, nadi, Na pco2 dan Sa O2

D. Pasca Bedah

Penderita diobservasi diruang pulih sadar. Penderita post op sterilisasi poli klinik

boleh dipulangkan bila sudah mengalami mobilisasi secara bertahap dari posisi tiduran 

½ duduk  duduk  berdiri  pakai pakaian dan jalan tanpa ada keluhan pusing, mual

atau muntah. Penderita boleh pulang kerumah dengan pengantar dewasa dan tidak boleh

mengendarai atau naik kendaraan roda dua.


ANASTESI UNTUK BEDAH CAESAR

A. Pendahuluan

Anestesi untuk bedah Caesar dapat terjadi setiap saat. Hal yang harus selalu diingat

adalah perubahan fisologis pada ibu hamil, terutama system respirasi, sirkulasi, pemberian

obat anestesi pada ibu hamil dapat mempengaruhi hamil, karena sebagain obat dapat

menembus sawar uri sehingga masuk kejanin . pengelolaan anestesi ibu hamil perlu

mempertimbangkan tiga faktor, yaitu obat baik untuk ibu, untuk janin dan tidak

mempengaruhi kontraksi rahim.

B. Persiapan pra bedah

1. persiapan untuk ibu

- Evaluasi klinik dan penentuan status fisik

- Perbaikan status hidrasi terutama pada persalinan lama

- Perbaikan kadar Hb ≥ 8 gr %, bila tidak ada indikasi operasi segera

- Pencegahan aspirasi.

- Dengan pengosongan lambung secara aktif (pemasangan pipa lambung, diisap pada

posisi kepala lebih rendah), atau secara pasif (puasa).

- Pemberian antasida yang mengandung magnesium triksilikat 20 -30 cc ½ jam

sebelumnya

- Pemberian H2 Reseptor Antagonis (ranitidine)

- Antisipasi terhadap perdarahan dengan infuse yang berjalan, jarum no 16 atau 18,

menyediakan darah bila perlu

2. persiapan untuk janin

- periksaan detik jantung janin segera sebelum anestesi dimulai

- persiapan alat untuk resusitasi bayi, dengan tempat yang hangat.

- Pemberian cairan yang mengandung dekstrose untuk meningkatkan kadar gula darah

bayi.

3. persiapan untuk rahim

Persiapan uterotonika yang akan diberikan pada ibu setelah bayi dilahirkan

(metergin, piton).

C. Anestesi dan Pembedahan


1. pemberian premedikasi hanya dengan antikolinergik (atropine) yang diberikan 1 ¼ - ½

jam sebelum induksi. Teknik anastesi yang dipilih : regional atau umum.

2. teknik Anestesi regional

a. anestesi regional sab dengan lidokain 5% dalam dekstrose 5% ditambah adrenalin

1/200.000 atau tergantung pada tinggi badan pasien dengan bupivacain dosis 0,5 %

heave 3-4 cc

b. Anastesi regional peridural dengan lidocain, 5% ditambah adrenalin 1/200.000 bisa

juga dipakai bupifokain 0,25dosis yang digunakan tergantung pada tinggi block yang

dikehendaki. Juga bisa digunakan bupivacain 0,25, ropivacain.

3. teknik anestasi umum

a. induksi ketamin bolus 1-1 mg/kg diikuti subsinil kolin 1 mg/kg untuk memudahkan

intubasi. Setelah bayi lahir baru diberikan ether inhalasi bila pasien bangun sebelum

bayi dilahirkan dapat ditambahkan setengah dosis ketamin K

b. induksi dengan etomidate 0,1 – 0,2 mg /kg BB bila tidak ada bisa diganti dengan

propofol dengan dosis 2-3 mg/ kg BB sebelumnya disuntik trculium 0,6 mg/kg BB

untuk memudahkan intubasi. Rumatan anestesi N2O/ 02 pada waktu bayi terpegang

gas N20 dihentikan sampai tali pusat dipotong segera setalah tali pusat dipotong

anesetesi dilanjutkan dengan isofluran/ sefoflurane/ enflurane teknik ini dilkukan

pada eklamsia atau pre eklamsia berat

4. Monitoring Ibu

a. Tensi

b. Nadi

c. EKG

d. SA O2

e. Produsi urine

5. Posisi terlentang dengan ganjal dipinggul kanan atau meja miring kekkiri sedikit untuk

menghindari supine hipotensive syndrome.

7. Penilaian Bayi Setelah dilahirkan yaitu bayi dinilai dengan score apgar, penilaian

dilakukan satu menit dan lima menit setelah dilahirkan.

Faktor yang di nilai SCORE 0 Score1 Score 2

Detak jantung - < 100 >100


Napas - Tangis lemah Tangis keras

Tonus otot (fleksi) - ± ++++

Refelek respon - ± ++++

Warna kulit Biru pucat


biru pucat Tubuhtubuh merah
merah, Merah
ekstrimtas merah

ekstrimitas biru

8. Melakukan Tindakan Pertolongan Berdasarkan Skor Apgar (AS).

a. Tanpa depresi/ depresi ringan nilai apgar 7-10

Membersihkan jalan napas menghangatkan tubuh rangsangan taktil

b. Depresi sedang (nilai apgar 4-6). Tindakan seperti pada depresi ringan ditambah

pemberian oksigen

c. depresi berat nilai apgar (0-3) seperti diatas bila tak berhasil intubasi dilanjutkan RJP

D. Penglolaan Pasca Bedah

1. Terapi cairan sampai pasien dapat menerima alimentasi peroral

2. Memberikan obat perangsang untuk kontraksi otot rahim samapi 12 Am (tetesan)

3. Memberikan obat analgesia sesuai setandar

E. Pesanan Perawat

1. Monitor tensi nadi, perdarahan produksi urine

2. Melaporkan bila terjadi gangguan hemodinamik atau terjadi perdarahan berlebihan.

Dokumentasi : Dokumen medik

Rujukan: anastesia for obstetric


BENDA ASING DI JALAN NAPAS

A. Pendahuluan

Benda asing dalam trachea menyebabkan berbagai derajat pembuntuan jalan napas, yang

bila tidak ditangani segera dapat menimbulkan kecacatan sampai dengan kematian. Keadaan

ini sangat berbahaya bila terjadi pada anak anak. Gambaran klinis berupa batuk, wheezing,

penurunan suara napas stridor retraksi antar iga. Macam benda asing berpengaruh terhadap

gambaran klinis.

B. Persiapan PraBedah

1. Diagnosis fisik ( gambaran klinis)

2. Diagnosis radiologi:

- Bila benda asing radiopaqua – terlihat

- Bila benda asing radiolucent – secara tidak langsung: etelektasis disebelah

distal benda asing dan emfisema obstruksi atau hiperinflasi pada saat ekspirasi.

C. Anestesi dan Tindakan Aspirasi

1. Teknik induksi bergantung pada berat ringannya gejala. Induksi dengan obat inhalasi

anestesi yang tidak menyebabkan iritasi (halotan) dilakukan pada anak-anak, terutama bila

obtruksi berat.

2. Induksi dengan obat intravena dilakukan dengan gejala tidak berat, dilanjutkan dengan

inhalasi. Juga dilakukan pada orang dewasa/ anak yang sudah besar.

3. Pengambilan benda asing dilaring dilakukan pada waktu laringoskopi, tanpa intubasi.

4. Pengambilan benda asing ditrakea atau bronkus dilakukan dengan bronkoskopi obat

anestesi diberikan melalui “ventilating bronchos cope”. Bila tidak tersedia, anestesi

dilakukan melalui pipa indotrakeal.

5. Waspada terhadap kemungkinan obstruksi jalan nafas, pecahnya benda asing yang diambil,

hipoksemia, hiperkapnia.

D. Pasca Bedah

Penyulit : waspada terhadap edema subglotik atau terjadinya laserasi mukosa jalan

nafas.

Terapi : humidified oksigen, steroid.


E. Pesanan Untuk Perawat

Observasi pernafasan, perhatian pada timbulnya gejala edema jalan nafas sendini

mungkin, retraksi stridor. Bila terdapat penyulit-segera lapor.

DOKUMENTASI : Dokumen medik.

RUJUKAN : Anesthesia and co-existing diseases

ANASTESI PADA HIPERTIROID

A. Pendahuluan

Indikasi pembedahan Morbus Basedowi, toxis multinoduler golter, adenoma, THS-

secreaningtumotiroiditis, atau kelebihan hormon tiroid. Gejala umum hipertiroid: berkeringat,

intoleransi panas, nafsu makan meningkat, nadi meningkat, berat badan menurun, struma,

eksoftalmos, kelemahan otot skelet. Mungkin didapatkan fibrilasi atrium, palpitasi, gagal

jantung kongestif. Pada umumnya pasien sudah mendapat terapi untuk mencapai keadaan

eutiroid. Obat-obat yang digunakan biasanya satu atau dua macam dari obat berikut: PTU,

metimazol, glukokortikoid atau B-bloker.

B. Persiapan PrabBedah

1. Fokus utama evaluasi prabedah: mencari tanda-tanda bahwa dalam keadaan eutiroid.

Indikator: berat badan naik, tremor halus hilang, gangguan irama jantung hilang.

2. Waspada terhadap adanya penekanan trakea. Pastikan foto leher (AP/Lat), terutama bila

struma besar, atau bila ada gangguan nafas.

3. Lugolisasi : 8-14 hari – tumor lebih padat, lebih mudah pembedahan, pendarahan

berkurang.

4. Pembedahan darurat pada hipertiroid: diberikan B-blocker untuk menghambat efek

simpatomimetik dari hiperteroid. Harus diingat bahwa pemberian B-blocker dapat

menimbulkan masalah pada CHF.

Lab : EKG

Endokrin T4 T3 TSH

Hipertiroid ! ! Normal/

Lab: fungsing tiroid, Ca,Mg, fosfat, alkalin fosfatase, glucose


BUN, serum kreatinin, elektrolit.

Faal hemastatis, darah lengkap, hitung trombosit

Badai tiroid adalah Suatu keadaan yang mengancam jiwa akibat eksaserbasi

hipertiroid yang terjadi pada periode stres, yang manifesatasinya berupa: hipertermia

kardiopaskuler tidak stabil, cemas, perubahan status mental, dan takikardia.

Terapi: meningkatkan FlO², sodium jodida (1-2,5,mg iv) +hidrokortisom (100mg

iv) + B bloker, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

D. Anestesi dan Pembedahan

Obat-obatan antitiroid diteruskan sampai hari pembedahan. Premedikasi kombinasi

narkotik dan sedativa midazolam atau diazepam, tanpa atropin.

F. Teknis Anestesi

Anestesi Umum: perhatikan kedalaman anestesi sedemikian untuk mencegah

meningkatnya respon simpatetik terhadap stimulus pembedahan. Hindari penggunaan obat

anestesi yang menstimulasi saraf simpatis ( ketamin, petidhin, pavulonl)

Induksi:

Preoksigenasi cukup, pentotal suksinilkolin, disediakan pipa trakeal ( tiga ukuran) sesuai

standar, dengan stiletnya. Bila dari semula diperkirakan akan terjadi kesulitan intubasi, siap

dengan Fiber optic

Rumatan anestesi: Isoflurane, enflurane, sefoflurane

Kebutuhan darah dan cairan

 Perdarahan seharusnya minimal

 Pasangan infuse dengan jarum nomor 16 atau 18

 Cairan NS/RL 5-8 ml/kg/jam

 Posisi head-up: menguranagi perdarahan bila tangan pembedahan. Ginjal

dipundak. Perhatikan pada mata dan tempat lain.

Monitoring:

- Tensi

- Nadi

- EKG
- Suhu,

- Sa O2

Penyulit: Jalan nafas, perdarahan (bila persiapan kurang baik), krisis tiroid (bila belum

eutiroid besar).

G. Akhir Pembedahan

Bahaya obtruksi jalan nafas : kerusakan nervous rekuren trakeomalasi, atau hematoma.

Pastikan dengan laringoscopi sebelum ekstubasi.

H. Pasca Bedah

1. Penyulit

Kerusakan nervur laryngeal recurrent :

- Bila terjadi bilateral: pasien tidak mampu berbicara dan memerlukan reintubasi.

- Bila unilateral: serak, tes fungsi pita suara: kemampuan mengucapkan huruf i.

Trakeomalsia atau hematoma yang menyebabkan gangguan jalan nafas

- Terapi: intubasi cepat untuk menyelamatkan jiwa, jahitan dibuka untuk

mengurangi tekanan akibat hematoma.

- Hipoparatiroid : manifest sebagai stridor ( 24- 48 jam pasca bedah )

- Terapi: periksa kadar Ca bila perlu segera diganti.

- Krisis tiroid dapat menimbulkan malignan hipertermia.

I. Pengelolaan Nyeri

Sesuai standart

J. Pesanan untuk Perawat

1. Monitoring

Tensi, Nadi, Suhu, pernapasan, perdarahan. Bila terjadi gangguan napas waspada terhadap

gejala dini timbulnya badai tiroid (kenaikan suhu lebih dari seharusnya).

2.. Bila timbul hal hal diatas segera lapor dokter.

DOKUMENTASI: Dokumen medik

RUJUKAN : Anesthesiologist s manual of surgical procedures


Anesthesia for endhocrin diseases
ANESTESI PADA PJK

(PENYAKIT JANTUNG KORONER)

A. Pendahuluan

Mortalitas pasien yang mengalami infark jantung pada waktu dilakukan anestesi cukup

tinggi (50%), dibanding dengan yang tidak menjalani anastesi atau pembedahan, pembuluh

darah koroner akan mengalami vasodilatasi bila kebutuhan oksigen otot jantung meningkat

kan iskemia akan terjadi bila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, misalnya pada pasien dengan

penyakit jantung koroner.

B. Persiapan Pra-Bedah

1. Menggali riwayat penyakit

- adanya nyeri dada: onset frekuensi penjalaran kaitan dengan aktifitas

- ada tidaknya aritmia

- obat yang diminum sejak kapan, contnuitas, obat mana yang paling aktif

- ada tidaknya tanda payah jantung kiri atau kanan

2. Memperhatikan adanya faktor predisposisi

- usia tua, obesitas, laki laki, riwayat keluarga, hipertensi, diabetus militus, perokok

berat, hiperlipidmia,

3. Memperhatikan faktor resiko anastesi dan pembedahan

- Ringan : angina mudah terkontrol dengan istirahat atau obat, tidak ada disritmia atau

gagal jantung, tidak megalami ami 1 tahun sebelumnya

- Ringan sampai sedang : keluhan terkontrol dengan obat tidak ada aritmia atau

payah jantung. Ami 6-12 bulan sebelumnya.

- Sedang sampai berat keluahan terkontrol dengan obat, mungkin ada aritmia atau tanda

gagal jantung, ami 3-6 bulan sebelum operasi (kalau operasi tidak darurat sebaiknya

ditunda 6 bulan setelah ami).

- Berat : angina intraktabel, dengan atau tanpa aritmia/ tanda gagal jantung, ami < 3

bulan. (hanya untuk operasi dengan monitoring lengkap).

- obat obatan yang digunakan, dan harus tetap diberikan sampai pagi hari operasi:

- Golongan nitrate
- Beta blocker

- Calcium antagonis (nifedipin, diltiazen).

- Aspirin perhatian pembekuan darah

Pemeriksaan laboratorium :

- Darah lengkap, BUM, serum keratinin, elektrolit, dan CK-MB

- Faal hemotasia, kadar gula darah, profil lemak.

C. Premedikasi dan Anestesi

Pilihan premedikasi:

o Morfin 0,1 mg/kg dan midazolam 0,07-0,1 mg/kg (lm)

o Pada penderita > 50 tahun, PS 2-3 dosis diturunkan

Pilihan anestesia :

- regional ( untuk operasi di daerah perineum, abdomen, tungkai bawah)

- anestesi umum : perhatikan saat induksi, pilihan obat anestesi, saat pulih sadar.

Induksi dan intubasi dapat menyebabkan hipoksia, hipertensi dan takikardia:

gunakan obat pelumpuh otot golongan non dipolarisasi dan premedikasi sebelum

induksi dengan fentanyl dosis 2-4 µ g/ kg BB

Obat anestesi : halutan, enflural, isoluran, atau sefoflurane dan supleman narkotik.

Monitoring : Denyut nadi 60-80 x/menit

MAP 90 mmHg

SaO2 >95 %

Hindari vasokonstriksi

D. Pasca Bedah

Pada waktu pulih sadar dapat terjadi menggigil (terutama bila anastesi dengan holotan)

rasa nyeri,dan hipoventilasi.


F. Penanganan Perawatan

- Monitoring selama pembedahan berlangsung

- Denyut jantung bila <60 atau >80/menit=segera lapor

- MAP <90mmHg=lapor

- Vasokontriksi perifer (akral dingin)=lapor

- Pemberian oksigen sesuai standar

DOKUMENTASI: dokumen medik

RUJUKAN
ANASTESI PADA PASIEN ASTHMA BRONKIAL

A. Pendahuluan

Asthma bronchial adalah suatu penyakit yang didefinisikan sebagai naiknya kepekaan

terhadap segala rangsangan, sehingga menyebabkan sumbatan aliran udara pernafasan yang

sulit kembali (reversible), serta didapatkan perubahan inflamasi kronis submukosa jalan nafas.

Pathogenesis asthma menggambarkan pelepasan mediator kimiawi secara mendadak

(histamine, otrin, prostaglandin). Hipotesis lain karena abnormalitas pengaturan tonus jalan

nafas oleh saraf otonom.Didapatkan radang kronis pada jalan nafas.

B. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk, terdengar

wheezing dan serangan akut, takipnea gejala/tanda hanya didapatkan pada waktu serangan

akut.

C. Persiapan Pra-Bedah

Tujuan untuk mencegah terjadinya serangan akut dan mengoptimalkanfungsi paru

pasien.

Pelaksanaan :

- Fisioterapi nafas

- Hidrasi yang cukup

- Antibiotik

- Bronkodilator ( aminophilin )

- Antihistamin

- Bila perlu : kortikosteroid

Pada pembedahan terencana bila mungkin dilakukan pemeriksaan FEV, sebelum

pemberian obat bronkodilator dan sesudah pemberian bronkodilator. Bila ada keraguan faal

nafas dan oksigenasi, dilakukan pemeriksaan analisis gas darah.

D. Anestesi dan Pembedahan

Premedikasi
- Obat-obatan yang bisa digunakan : petidin, benzodiazepine ( midazolam).

- Bronkodilator diteruskan

- Kortikosteroid diberikan bila pasien mengunakan obat tersebut dalam jangka lama

- Obat yang tidak dianjurkan penggunaannya : morfin, atropine, H2 reseptor antagonis

induksi dan rumatan

- Tujuan mendepresi reflek jalan nafas, mencegah bronkokontriksi, mencegah rangsangan

yang berlebihan pada jalan nafas.

- Prainduksi dapat diberikan aminofilin iv.

- Obat induksi yang dapat digunakan ketamin, propofol

- Obat induksi yang harus digunakan dengan sangat hati-hati : pentotal, karena

menaikkaan Kepekaan jalan nafas

- Pemberian lidokain 1-2 mg/kg iv sebelum intubasi apnea dengan suksinilkolin

- bila diperlukan relaksan, hindari pemakaian kurare, atrakurium ( menyebabkan

pelepasan histamine). Obat dipilih norpuron atau rocuronium.

 Ekstubasi :

o Dilakukan pada stadium anestesi yang masih dalam, atau Diberikan lidokain 1-2

mg/kg iv sebelum ekstubasi.

E. Pasca Bedah

Tujuan : mencegah terjadinya serangan mendadak.

Obat-obatan : antibiotik, bronkodilator, hidrasi cukup.

F. Pesanan Perawat

Perhatikan keluhan pasien : sesak, batuk-batuk, Timbulnya takipnea, wheezing

Bila didapatkan kedua hal tersebut segera lapor dokter, siapkan obat-obat bronkodilator.

DOKUMENTAS: Dokumen medik

SUMBER RUJUKAN

- Anesthesia and co-existing diseases.

- ABC asthma
- Principle and Practice of Medical Intensif Care

- Pocket Manual of Anasthesia

- Clinical Anasthesia Proceduras of the Massachusetts General Hospital

- Handbook for Anasthesia and Co-existing diseases

- Manual of Medical Therapeutics

- Medical Pharmacology at a glance


NYERI PASCA BEDAH

A. Pendahuluan

Pengalaman nyeri pasca bedah untuk masing masing pasien bervariasi intensitasnya.

Pengelolan nyeri pasca bedah yang tidak adekuat mencapai 60%. Morbiditas pasca bedah

akan meningkat sebagai akibat pengaruh tidak langsung dari nyeri yang tidak ditangani

dengan baik. Dengan demikian penanggulangan nyeri pasca bedah akan dapat mengurangi

penyakit tersebut.

B. Aspek yang Perlu diketahui

1. Insiden, intensitas dan lama nyeri, faktor yang mempengaruhi, mekanisme nyeri,

patofisiologi dan penyulit nyeri pasca bedah.

2. penanganan nyeri sebelumnya yang menyebabkan penanganan nyeri tidak adekuat.

3. profilaksis dan terapi nyeri pasca bedah.

Manjemen:

1. Tujuan : mencegah penyulit sebagai akibat tidak langsung nyeri pasca bedah

2. Kriteria : menggunakan visual analog scale ( VAS ) :

0 = tanpa nyeri

10 = sangat nyeri

Untuk anak anak digunakan “wong baker”

Pelaksanan

1. Profilaksis :

- informasi perbedaan yang baik dan benar pada waktu kunjungan prabedah

- premedikasi

- teknik pembedahan yang baik

- perawatan luka pembedahan

2. Terapi aktif

Non-invasif : analgesic sistemik : narkotika, NSAID, tramadol.

Invasif : - Analgesi regional : epidural/spinal dengan narkotik atau obat anastesi


lokal.

- Blok interlokal.

- P.C.A ( Patient Control Analgesia ) atau PCFA

C. Pesanan Perawatan

1. Monitoring: frekuensi nafas, Tensi, Nadi, EKG, Mual/muntah, Produksi urine,

Timbulnya Urtikaria, V.A.S.

2. Lapor : tanda-tanda dini penyulit tindakan( infasif/non-invasif)

DOKUMENTASI: Dokumen medik

RUJUKAN: Textbook of the management of pain


KRANIOTOMI UNTUK TRAUMA KEPALA

A. Pendahuluan

Trauma kepala merupakan penyebab kematian utamanya pada kelompok usia muda

kecelakaan lalu lintas tampaknya menjadi penyabab utama trauma kepala, disamping

penyebab yang lain. Kebanyakan kerusakan otak akibat trauma di daerah supratentorial.

Tindakan bedah bergantung pada macam dan letak kerusakan (misalnya epidural, subdural,

intraserebral, impresi fraktur). Tindakan bedah pada umumnya darurat, berupa evakuasi

hematoma dan menghentikan perdarahan hematoma epidural berasal dari robekan arteri,

sehingga waktu sangat berharga, untuk menghindari terjadinya kerusakan yang menetap.

Pada umumnya trauma di daerah frontal dan parietal tidak menyebabkan gangguan

pernafasan, kecuali bila TIK meninggi yang menyebabkan nafas lambat dan dalam, dapat

menyebabkan hipokapnia.Obstruksi jalan nafas sering dijumpai akibat jatuhnya pangkal lidah

kebelakang pada pasien yang tidak sadar. Bila kerusakan didaerah lobus oksipitalis dapat

terjadi apnea.

B. Persiapan

1. Menjaga agar jalan nafas bebas dan pernafasan adekuat

2. Observasi T/N/ pernafasan, untuk mendeteksi terjadinya herniasi

3. Pemeriksaan devisit neurologi, observasi derajat kesadara (GCS)

4. CT Scan bila keaadan memburuk segera dibawah ke kamar bedah tanpa CT Scan.

5. Pemeriksaan laboratorium, terutama faal hemostasis: bila waktu memungkinkan dapat

dilengkapi yang lain (darah lengkap, BUN, kreatinin, elektrolit)

6. Persediaan darah secukupnya sesuai perkiraan

7. Semua pasien dianggap sebagai pasien sebagai lambung penuh.

C. Anastesia dan Pembedahan


1. Perhatian terhadap TIK yang meningkat, anastesia menggunakan obat-obat yang tidak

menaikkan TIK.

2. Induksi setelah preoksigenasi : bila kardiovaskuler stabil dengan propofol 2-3 mg/ kg BB

dosis maksimal (5 mg/kg BB) sebelumnya diberikan recorinium dengan dosis 0,6mg/ kg

bb.

3. Intubasi tanpa didahului pemberian napas buatan, tetapi dengan pemberian spray lidocain,

digunakan pipa oro tracheal non kink a dengan balon dan ditampon dengan pertimbangan

khusus juga bisa digunakan ett biasa.

4. Pernapasan terkontrol dengan mesin, hiperventilasi ringan (PaCO2 28-30 mmHg) dan

PaO2 dipertahankan >100 mmHg, digunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi

(recoronium)

5. Rumatan anestesi dengan isoflurane atau sefoflurane.

6. Analgetik fentanyl dengan dosis 4-6 µ g/ kg BB pre intubasi dan suplemen dengan dosis

1-2 µ g /kg BB

7. suplemen lain: midazolam

8. Cairan infuse: RL atau NS 2-4 ml/kg BB. Hindari pengunaan cairan yang mengandung

glucose. Bila darah dipertahankan 80-200 mg%

9. Monitor:TENSI, NADI, RR, Sa O2

10. pada akhir pembedahan bila mungkin dilakukan ekstubasi dikamar operasi,

pertimbangan untuk melakukan pernapasan buatan pasca bedah selain atas kondisi pasien

juga logistic mendukung atau tidak.

11. bila gcs rendah di usulkan untuk tracheostomy guna mempermudah bronchial toilet.

D. Pasca Bedah dan Pesanan Perawatan

1. Observasi tanda tanda kenaikan TIK, deficit neurologi, derajat kesadaran.

2. Pada trauma kepala tidak digunakan kortikosteroid.

3. Observasi terjadinya kejang, siap dengan dilantin (1g loading dose).

4. Observasi perdarahan

DOKUMENTASI: Dokumen Medik


RUJUKAN

1. Jaffe, R.A., Samuels, S.I., (ed), 1994. Anesthesiologist manual of surgical procedures

Raven Press, New York.

2. Cottrel, J.E., Smith, D.S.,(ed), 1994. Anesthesia and Neurosurgery, 3rd ed. Mosby, St.

Louis, Baltimore.

3. Frost, E.A.M.,(ed), 1991. Clinical Anesthesia in neurosurgery, 2nd ed. Butterworth-

Heineman, Boston
ANASTESI UNTUK PEMBEDAHAN TULANG LEHER

A. Pendahuluan

Cedara tulang leher dapat menyebabkan kerusakan medulla spinalis yang berakibat

gangguan neurologist (motorik, sensorik, dan otonom)atau kelumpuhan otot pernpaasan, dan

gangguan sirkulasi. Beratnya gangguan sesuai dengan luas dan tinggi kerusakan medulla

tersebut. Berat ringannya kelumpuhan motorik dan sensorik diklasifikasikan menurut

frengkel. Kompresi di daerah servikal dapat menyababkan gangguan napas sebagai akibat

kelumpuhan otot pernapasan dan diafragma.

Hipotensi dan bradikardi (shock spiral) disebabkan oleh hilangnya control pada

sistem simpatis (bila kerusakan setinggi vertebra thoracal V atau lebih keatas).

B. Persiapan

1. imobilisasi dengan colar brace bantal pasir tidur pada alat datar dan keras

2. cairan diberikan dengan monitoring CVP

3. bila ada bradikardi diberikan sulfas atropine diteruskan dengan pemberian dopamine

infuse continue

4. bila bradikardi membandel dipertimbangkan pemasangan pace macker

5. pasang pipa lambung dan kateter urin lengkap

6. dilakukan pengukuran faal Napas.

C. Anestesi dan Pembedahan

1. pre-medikasi sulfas atropine 0,5 mg IM bila perlu diulang dengan dosis yang sama IV

sebelum induksi

2. induksi dengan midazolam atau propofol dengan atau tanpa obat pelumpuh otot,

tergantung pada derajat kelumpuhan (frankle) dan kondisi pasien. Obat pelumpuh otot

pilihan: NON DEPOLARISASI yang mula kerja dan lama kerjanya pendek

3. suplemen analgetik: fentanyl atau narkotik yang lain

4. intubasi dengan pipa tracheal non Kink dengan memepertahankan posisi kepala in line
5. monitoring: sesuai standar dengan memepertahankan MAP > 60 mmHg end tidal PaCO2

28-30 mmHg

6. bila pendekatan pembedahan dari posterior, pasien di posisikan tengkurap dengan cara

“log rolling” sambil mempertahankan kepala dalam posisi in Line.

D. Pasca Bedah

1. Akhir anastesi dilakukan ekstubasi pada keadaan pasien sadar baik dan fungsi nafas

sesuai pengukuran pra bedah

2. bila kerusakan diatas servikal V, tidak dilakukan ekstubasi dan diberikan bantuan nafas

minimal selama 24 jam pertama di icu

3. perawatan intensif diperlukan pada pasien dengan gangguan fungsi pernapasan dan

sirkulasi.

F. Pesanan Perawatan

1. Observasi fungsi nafas, Sirkulasi, defisit neurologi, suhu.

2. Observasi produk urine

3. Dijaga agar tidak terjadi dilatasi lambung dengan memperhatikan caiaran dari pipa

lambung.

DOKUMENTASI : Dokumen Medik

RUJUKAN :

1. Clinical anesthesia procedures of mssachusetts general hospital, 1993: Anesthesia for

trauma and burn

2. Anesthesia for surgeryof the spine, Acute and chronic cervical spine injury

3. fundamental critical care support, 1996: basic trauma menjement.


BANTUAN HIDUP DASAR UNTUK ORANG DEWASA

A. Pendahuluan

Bantuan hidup dasar (BHD) merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat yang

bertujuan untuk : (1) mencegah berhentinya pernapasan dan atau sirkulasi melalui pengenalan

dan penanganan segera memberikan bantuan eksternal terhadap ventilasi dan sirkulasi, terhadap

korban ynag mengalami henti jantung dan napas, melalui resusuitasi kasus jantung paru atau RJP

Tujuan utama melakukan rjp – BHD ialah memberikan okseigen ke otak, jantung dan organ vital

yang lain:

Indikasi

1. gawat napas

2. gawat sirkulasi

B Tahapan BHD

1. A: Airway – Pembebasan jalan napas, memebebaskan jalan napas secara manual HEAD

TILL juga dilakukan untuk pasien trauama, chin lift juga boleh untuk pasien trauma, nect

lift tidak boleh dilakukan sama sekali, jaw trust hanya dilakukan sebagai pilihan terakhir

jika cara lain tidak berrhasil.

2. B: breating – bantuan pernapasan, kali hembusan satu detik disususl dengan hembusan

keduasebalah ekhalasi, bila sudah di intubasi napas buatan 10x/ menit, bila belum

diintubasi atau dipasang LMA maka setiaap 30 pijatan jantung diselingi 2 kali tiupan

napas (ratio 30:2), Usahakan dada terangkat , @ 500-600 ml atau volume tidal 6-8cc/kg

BB Beri oksigen 100% lebih dini.

3. C: circulation – bantuan sirkulasi, pijat dulu baru tiup, pijat jantung yang pertama tanpa

meraba karotis, titik tumpu pijat jantung pada setengah bagaian bawah sternum, bila

belum bila belum diintubasi atau dipasang LMA maka setiaap 30 pijatan jantung diselingi

2 kali tiupan napas (ratio 30:2) bila sudah di intubasi pijat jantung 100x/ menit,

diperioritaskan agar tidak ada cela, push hard, push fast, pijat jantung 100x/ permenit.

Napas buatan 10 x/ menit, beri kesempatan diding toraks untuk re coll setelah pijatan, jika

trachea sudah diintubasi tidak usah singkronasi antara pijat napas. Dua atau satu penolong

tidak dibedakan.
C. Pijat jantung

Langsung letakkan tangan pada setengah bagian sternum, pijat jantung 30x disusul

dengan napas 2X. Pijat jantung dan napas buatan, Saat pijat jantung hitung dengan suara

keras

 Satu, dua, tiga, empat, SATU

 Satu, dua, tiga, empat, DUA

 Satu, dua, tiga, empat, TIGA

 Satu, dua, tiga, empat, EMPAT

 Satu, dua, tiga, empat, LIMA

 Satu, dua, tiga, empat, ENAM

 Total = 30x pijatan, disela dengan 2X tiupan napas.

D. Posisi penolong

Tegak lurus diatas dada pasien dengan siku lengan lurus menekan tengah tengah dada,

tekan sedalam 2 inchi. Perabaan nadi karotis dari tengah ke lateral dalam waktu max 5 detik.

F. Pengunaan DC Shock

CPR dilakukan sambil menunggu datangnya DC shock (De-FIBRILLATION/ DC shock)

DC shock sendiri mungkin (sebelum 5-10 menit) dengan kekuatn 360 Joules 1x (dulu 3x

shock, repeated shock). (jika DC shock biphasic 150-200 Joules), Setelah a single shock,

segera CPR lagi 2 menit tanpa. Check ECG sudah ROSC atau belum. Baru setelah 2 menit

CPR, berhenti sebentar untuk Check ECG apakah sudah ROSC

DC shock:

1. Oles dulu paddles Dengan jelly ECG Tipis rata, baru Kemudian : Switch ON,

Pasang paddles Pada posisi apex Dan parasternal (boleh terbalik)

2. Tempelkan di dada, baru Charge 360 joules (Non-synchronized)

Ucapkan dengan keras :

Awas semua lepas dari pasen

napas buatan berhenti dulu

bawah bebas,

Samping bebas,

Atas bebas,

Saya bebas! Shock!!


3. Tekan dua tombol paddles bersama, Lepas paddles dari dada, lanjutkan chest

compression

4. Segera pijat jantung lagi, Setelah 2 menit baru raba lagi/ baca lagi ECG.

G. Pasca Resusitasi

1. stabilisasi dan observasi ketat fungsi fital

2. komunikasi pada keluarga

3. transportasi dan rujukan (bila dibutuhkan).

Rujukan :

1. CPCR guidelines

2. Texbook of advanced cardiac life support

3. Makalah pelatihan 2014.

Anda mungkin juga menyukai